HPLC
HPLC
Pemisahan dengan HPLC dapat dilakukan dengan fase normal (jika fase diamnya lebih polar dibanding dengan
fase geraknya) atau fase terbalik (jika fase diamnya kurang non polar dibanding dengan fase geraknya).
Berdasarkan pada kedua pemisahan ini, sering kali HPLC dikelompokkan menjadi HPLC fase normal dan HPLC
fase terbalik.
Selain klasifikasi di atas, HPLC juga dapat dikelompokkan berdasarkan pada sifat fase diam dan atau
berdasarkan pada mekanisme sorpsi solut, dengan jenis-jenis HPLC sebagai berikut:
1. Kromatografi Adsorbsi
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dalam kromatografi kolom dan kromatografi lapis
tipis. Pemisahan kromatografi adsorbsi biasanya menggunakan fase normal dengan menggunakan fase diam
silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini memakai silika sebagai fase diamnya.
Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika
mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan
puncak yang berekor.3)
6. Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini, pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat spesifik. Fase diam
mengandung gugus-gugus molekul yang hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi yang terkait
dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi antara antigen dan
antibodi).
Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat
kompleks.
1. Kromatografi Adsorbs!
Prinsip kromatografi adsorpsi telah diketahui sebagaimana dafam kromatografi kolom dan kromatografi
lapis tipis. Pemisahan kromatografi adsorbs! biasanya menggunakan fase normal dengan
menggunakan fase diam silika gel dan alumina, meskipun demikian sekitar 90% kromatografi ini
memakai silika sebagai fase diamnya. Pada silika dan alumina terdapat gugus hidroksi yang akan
berinteraksi dengan solut. Gugus silanol pada silika mempunyai reaktifitas yang berbeda, karenanya
solut dapat terikat secara kuat sehingga dapat menyebabkan puncak yang berekor'31.
Fase gerak memegang perananyang penting pada kromatografi adsorpsi. Faktanya, fase gerak dapat
memberikan perubahan yang besar dalam karakteristik retensi sampel. Kekuatan pelarut (fase gerak)
akan mengontrol nilai faktor retensi semua puncak sampel. Parameter kekuatan pelarut (£°) telah
digunakan beberapa tahun Untuk untuk silika dan alumina secara kuantitatif. Parameter kekuatan
pelarut didefinisikan sebagai energi adsorpsi pelarut pada penjerap per unit luas pelarut. Tabel 4.3.
memberikan nilai kekuatan peiarut (fase gerak) untuk beberapa pelarut yang digunakan dalam
kromatografi adsorpsi. Semakin kecil nilai £°menunjukkan pelarut yang semakin lemah, demikian juga
sebaliknya. Pelarut-pelarut yang diringkas pada tabel 4.3. merupakan pelarut tunggal. Pada umumnya,
fase gerak menggunakan campuran pelarut untuk dengan perbedaan nilai £° yang luas, sehingga akan
diperoleh campuran pelarut dengan nilai £°yang diinginkan. Pada akhirnya pengaturan nilai £° ini
ditujukan untuk diperolehnya nilai faktor retensi pada kisaran 1 -"lO®.
Tabel 4.3. Pelarut-pelarut yang digunakan dalam kromatografi adsorpsi'81.
Pelarut
n-heksana
0,01 Silika
0,01 Alumina
1-klorobutana
0,20 Silika
0,26 Alumina
Kloroform
0,26 Silika
0,40 Alumina
Isopropil eter
0,34 Silika
0,28 Alumina
Etil asetat
0.38 Silika
0,58 Alumina
Tetrahidrofuran
0,44 Silika
0,57 Alumina
Asetonitril
0,50 Silika
0,65 Alumina
6. Kromatografi Afinitas
Dalam kasus ini. pemisahan terjadi karena interaksi-interaksi biokimiawi yang sangat spesifik. Fase
diam mengandung gugus-gugus moleku! yang hanya dapat menyerap sampel jika ada kondisi-kondisi
yang terkait dengan muatan dan sterik tertentu pada sampel yang sesuai (sebagaimana dalam interaksi
antara antigen dan antibodi).
Kromatografi jenis ini dapat digunakan untuk mengisolasi protein (enzim) dari campuran yang sangat
kompleks'2'.
Skema yang paling urnum untuk melakukan krmatografi afinitas adalah dengan melakukan tahap elusi
gradien sebagaimana ditunjukkan oleh Gambar 4.3. Skema ini melibatkan injeksi sampel ke dalam
kolom afinitas dengan adanya fase gerak (dengan pH yang tepat) dan komposisi pelarut untuk ikatan
solut-ligan. Pelarut ini, yang menggambarkan fase geraklemah pada kolom afinitas, disebut dengan
bufer aplikasi. Selama fase aplikasi pemisahan, senyawa-senyawa yang komplemen dengan ligan
afinitas akan berikatan karena sampel dilewatkan kolom dengan bufer aplikasi. Meskipun demikian,
karena selektifitas interaksi solut-Iigan yang tinggi, sampel-sampel lain yang tidak terikat akan melewati
kolom tanpa tertahan. Setelah komponen-komponen yang tidak t'ertahan telah
tercucisecarasempurnadari kolom, solut yang tertahandapatdielusi dengan menggunakan pelarutyang
mampu mengeluarkannya dari kolom atau yang mampu memecah kompleks ligan-solut. Pelarut ini
merupakanfasegerakyangkuat dan seringkalidikenalsebagai bufer elusi. Begitu solut yang dikehendaki
keluar dari kolom, maka solut dapat diukur atau dikumpulkan untuk penggunaan lebih lanjut. Kolom
selanjutnya diiregenerasi dengan cara mensetimbangkan kembali menggunakan bufer aplikasi
sebelum injeksi lanjut
Contoh fase gerak yang bersifat polar adalah air, asetonitril dan isopropanol.
Sedangkan contoh fase diam yang bersifat non-polar adalah C18 (ODS), C8, phenyl,
TMS dan cyano (CN).
Tm (dead time) merupakan waktu retensi dimana senyawa tidak terpengaruh oleh kolom atau dengan
kata lain waktu yang diperlukan senyawa yang tidak berinteraksi dengan fase diam dalam kolom mulai
injeksi sampel sampai ke detektor.
Tr-tm – tr’
Tm = Vm
Tr= Vr
Hubungan faktor kapasistas (k) dengan kromatigram adalah pemisahannya. Nilainyabaik 1<k’<10
biasnay 2-10
Faktor selektifitas = faktor yang selektif untuk pemisahan. Jika faktor besar hasilnya besar , yang baik
harus >1
Efisiensi kolom = (N) panjang kolom (L), biasanya 10000 dan tinggi kolom (H) harganya 500-500000.
W= lebar area
Resolusi (R) =pemisahannya . trb =waktu dimana akan menghsilkan puncak di B, dipengaruhi olej k
selektifitas dan N
Puncak satu dengan puncak lain lbeih lebar maka resolusi semakin bagus
K terus dinaikkan aka terjadi tinggi puncak akan turun, pemisahan jd lbih lama . jadi k harus pas
Tinggi puncak (tetap) dan lebar puncak sudah ada dipuncak (mempengaruhi ada/tdknya suatu zat)
Yang bs berubah = W, tr