PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Masalah
Kesadaran masyarakat mengenai kesehatan gigi dan mulut semakin hari semakin
menurun. Kebanyakan masyarakat kurang memperhatikan kesehatan gigi dan mulut
sehingga menambah kasus bau mulut ditengah masyarakat. Bau mulut yang dikenal juga
sebagai bad breath, malodor, atau halitosis, yang biasanya disebabkan oleh bakteri di
dalam rongga mulut dan mengandung unsur kimia sulfur. Bau mulut sering kali
menyebabkan seseorang malas berbicara dengan orang lain karena orang lain akan merasa
terganggu berbicara dengannya.
Ada beberapa hal yang menyebabkan bau mulut salah satunya karies gigi. Karies gigi
disebabkan oleh adanya plak yang terdeposit lunak berupa lapisan tipis yang melekat pada
permukaan gigi (Carranza dkk., 2002). Plak juga merupakan suatu lapisan mikrobial pada
supragingiva dan subgingiva yang pembentukannya diawali dengan kolonisasi mikrobial
pada permukaan gigi oleh jenis bakteri tertentu (Grant dkk., 1988). Koloni bakteri yang
ditemukan pada awal pembentukan plak adalah bakteri Streptococus mutans.
Streptococcus mutans banyak diyakini para ahli sebagai penyebab utama terjadinya karies
pada gigi.
Patogenesis Streptococcus mutans mempunyai kemampuan memproduksi asam yang
dapat mengakibatkan demineralisasi hidroksi apatit (Michalek dan Mc Ghee, 1982).
Streptococcus mutans dapat menyebabkan lengket dan mendukung bakteri lain menuju ke
email gigi, pertumbuhan bakteri asidodurik yang lainnya, dan asam melarutkan email gigi
(Nugraha, 2008). Antiseptik merupakan antibakteri dalam bentuk biosida yang merusak
atau menghambat pertumbuhan mikroorganisme pada jaringan hidup (Brooks, 2001).
Berkumur dengan antiseptik atau penyikatan dengan pasta gigi yang mengandung
antiseptik dapat menurunkan jumlah bakteri pada saliva (Kidd dan Bechal, 2001).
Penggunaan obat kumur sangat efektif karena kemampuannya menjangkau tempat yang
sulit dibersihkan dengan sikat gigi dan dapat merusak pembentukan plak. Penggunaan
bahan kimia untuk mencegah pembentukan plak gigi karena efek antimikrobialnya, di
antaranya adalah dengan bahan yang mengandung antibakteri (Widodo, 1980).
Antiseptik dapat menghambat pertumbuhan kuman atau membunuh bakteri dengan
jalan bereaksi dengan sel protein bakteri sehingga terjadi denaturasi protein dan terjadi
gangguan metabolisme bakteri atau dengan cara mengganggu sistem enzim dari sel
bakteri, sehingga terjadi gangguan fungsi fisiologis dan dapat mengakibatkan gangguan
metabolisme (Wahluyo, 1983).
Sampel penelitian yang digunakan adalah daun Asam Jawa (Tamarindus indica L.)
yang tidak terlalu tua dan tidak terlalu muda masih segar. Daun asam jawa diambil
dari batangnya. Kemudian daun dicuci dengan air bersih, lalu di pisahkan ranting dan
ibu tulang daun.Dilakukan sortasi basah dengan membersihkan daun asam jawa dari
benda-benda asing dari tanah, rumput, kerikil, dll.Melakukan pencucian dengan air
yang mengalir supaya simplisia lebih bersih terbebas dari benda-benda asing dari
tanah, kerikil.Setelah itu, dilakukan perajangan untuk mempermudah mengiris
simplisia. Kemudian dicuci dan dibersihkan dari kotoran/benda asing, Daun asam
jawa dipotong-potong sesuai dengan derajat kehalusannya yaitu (5/8), dengan
menggunakan alat perajang khusus atau pisau.
METODE PENELITIAN
2.1.1 Alat :
3. Panci 9. Spatel
2.1.2 Bahan:
4. natriumlauryl sulphate
2.2 FORMULASI
2.3 CARA KERJA
Menimbang serbuk daun asam jawa sebanyak konsentrasi yang diinginkan yaitu: 6 g,
12 g, 18 g.
Memanaskan wadah infusa selama 15 menit terhitung saat suhu mencapai 90o C
Mendinginkan infusa
Melarutkan natrium lauryl sulfate kedalam air panas sampai larut,lalu memasukkan
kedalam erlenmeyer ,lalu saring menggunakan kertas saring
Menambahkan infusa daun asam jawa ,lalu menambahkan oleum menthae dicukupkan
aquadest sampai 100 ml.
Penelitian formulasi obat kumur dari daun asam jawa (Tamarindus indica L.) dengan
metode infundasi telah dilakukan dengan beberapa pengujian yaitu Uji Visualisasi, pH,
Viskositas, Panelis.
Uji visualisasi ini dilakukan dengan cara mengetahui apakah terdapat perubahan
penyimpanan. Uji visualisasi ini dilakukan dengan cara mengamati secara langsung sediaan
obat kumur selama 3 minggu, meliputi bentuk, bau, warna, rasa dari sediaan obat kumur.
Pada minggu pertama sampai minggu ke dua masing-masing formula tidak mengalami
perubahan pada bentuk, bau, warna, dan rasa. Tetapi pada minggu ke tiga setelah penambahan
sodium bicarbonate formula 1 sampai formula 3 mengalami perubahan warna dan rasa. Untuk
perubahan warna dari kuning jernih sampai cokelat tua. Perubahan rasa mulai dari mint asam
sampai mint asam asin. Penyebab terjadinya perubahan asin karena penambahan sodium
bicarbonate itu menimbulkan rasa asin. Sedangkan untuk perubahan warna disebabkan dari
infusa daun asam jawa.
Uji viskositas ini dilakukan untuk mengetahui kekentalan pada sediaan obat kumur
yang telah dibuat, dengan menggunakan viskometer broke vield. Hasil evaluasi viskositas
adalah 0 cP. Obat kumur sudah memenuhi syarat karena sediaan obat kumur tersebut
berbentuk cairan.
Uji panelis dilakukan terhadap 10 orang panelis, uji panelis ditujukan untuk
mengetahui bagaimana tanggapan panelis dapat menilai formula mana yang lebih baik
digunakan sebagai obat kumur dan nyaman dimulut. Penilaian warna digunakan dalam
pengujian organoleptik karena warna mempunyai peranan penting terhadap tingkat
penerimaan produk secara visual.obat kumur dengan konsentrasi daun asam jawa 6%
mendapatkan frekuensi kesukaan warna yang tertinggi.Warna obat kumur dengan konsentrasi
daun asam jawa 12% dan 18% tidak terlalu disukai oleh konsumen. Hal ini kemungkinan
disebabkan karena makin tinggi konsentrasi daun asam jawa, maka kandungan tanin akan
semakin banyak dan warna obat kumur menjadi semakin coklat dan pekat, Rasa dapat dinilai
dengan adanya tanggapan kimiawi oleh indera pencicip (lidah). Obat kumur dengan
konsentrasi daun asam jawa 6% mendapatkan frekuensi kesukaan rasa yang tertinggi,
sedangkan obat kumur dengan konsentrasi daun asam jawa 12% dan 18% mendapatkan
frekuensi kesukaan rasa terendah. Semakin tinggi konsentrasi daun asam jawa maka rasa obat
kumur daun asam jawa semakin tidak disukai. Rasa asin pada obat kumur tersebut
ditimbulkan oleh Sodium bicarbonate. Rasa asin inilah yang tidak disukai oleh panelis.
BAB V
KESIMPULAN
Uji visualisasi ini dilakukan dengan cara mengetahui apakah terdapat perubahan
penyimpanan. Perubahan rasa mulai dari mint asam sampai mint asam asin. Penyebab
terjadinya perubahan asin karena penambahan sodium bicarbonate itu menimbulkan rasa asin.
Sedangkan untuk perubahan warna disebabkan dari infusa daun asam jawa.
Uji viskositas ini dilakukan untuk mengetahui kekentalan pada sediaan obat kumur
yang telah dibuat, dengan menggunakan viskometer broke vield. Hasil evaluasi viskositas
adalah 0 cP. Obat kumur sudah memenuhi syarat karena sediaan obat kumur tersebut
berbentuk cairan.
Uji panelis dilakukan terhadap 10 orang panelis, uji panelis ditujukan untuk
mengetahui bagaimana tanggapan panelis dapat menilai formula mana yang lebih baik
digunakan sebagai obat kumur dan nyaman dimulut, obat kumur dengan konsentrasi daun
asam jawa 6% mendapatkan frekuensi kesukaan rasa yang tertinggi, sedangkan obat kumur
dengan konsentrasi daun asam jawa 12% dan 18% mendapatkan frekuensi kesukaan rasa
terendah. Semakin tinggi konsentrasi daun asam jawa maka rasa obat kumur daun asam jawa
semakin tidak disukai. Rasa asin pada obat kumur tersebut ditimbulkan oleh Sodium
bicarbonate. Rasa asin inilah yang tidak disukai oleh panelis.
Dari hasil penelitian yang telah dilakukan dapat disimpulkan bahwa infusa daun asam
jawa dengan konsentrasi 6%, 12% dan 18% dapat dijadikan dalam bentuk sediaan obat kumur
dan variasi kadar infusa dapat mempengaruhi sifat fisik sediaan obat kumur dari bentuk
visualisasai.
DAFTAR PUSTAKA
Sagarin, E. dan S.D. Gershon. 1972, Cosmetics, Science and Technology. Edisi II. New York:
John Wiley and Sons, Inc.
Anonim, 1979, Farmakope Indonesia, Edisi III, Departemen Kesehatan Republik Indonesia.
Reddy, K dan Indra, 1996, Ocular Therapeutics and Drug Delivery, Theconomic Publishing
Company, Pennsylvania, USA.