Anda di halaman 1dari 22

REFLEKSI KASUS

KEHAMILAN EKTOPIK TERGANGGU (KET)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter
Bagian Ilmu Kandungan dan Kebidanan RSI Sultan Agung Semarang

Disusun oleh:
Indri Astuti
30101407209
Pembimbing :
dr. Gunawan Kuswondo, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG
SEMARANG
2019
STATUS ILMU KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
SMF KANDUNGAN DAN KEBIDANAN
RUMAH SAKIT ISLAM SULTAN AGUNG
2019
Nama Mahasiswa : Indri Astuti
NIM : 30101407209
Dokter Pembimbing : dr. Gunawan Kuswondo, Sp.OG

A. IDENTITAS
 Nama Pasien : Ny. LN
 Usia : 27 tahun
 Jenis kelamin : Perempuan
 No. CM : 01386***
 Agama : Islam
 Pekerjaan : Pegawai Swasta
 Alamat : Gayamsari Semarang
 Pendidikan terakhir : SMA
 Status penikahan : Menikah
 Nama suami : Tn. A
 Tanggal Masuk : 02 September 2019
 Ruang : Baitunisa 2

B. ANAMNESA
Dilakukan secara autoanamnesis pada tanggal 02 September 2019 pukul 11.45
WIB.
 Keluhan Utama
Nyeri perut hebat.
 Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSI Sultan Agung Semarang pada Selasa, 2 September
2019 pukul 11.45 WIB dengan keluhan nyeri perut hebat sejak 1 hari sebelum
masuk RS. Nyeri dirasakan pada seluruh permukaan perut. Nyeri dirasakan
mendadak dan sangat hebat saat sedang duduk di kursi rumah. Nyeri dirasakan
hilang timbul. Nyeri berkurang dengan tiduran meluruskan badan. Nyeri
bertambah pada posisi selain tiduran, termasuk apabila duduk. Pasien mengatakan
bahwa terdapat flek-flek darah yang keluar dari jalan lahir. Mual (+), muntah (+)
>5x berupa sisa makanan, pusing (+), pingsan (-), demam (-), BAK (+), BAB (+).
Pasien telah periksa di Puskesmas pada 1 hari SMRS dan mendapat obat maag,
namun keluhan tidak membaik. Pada 1 jam SMRS, pasien dibawa oleh
keluarganya ke RSI Sultan Agung Semarang.
 Riwayat Menstruasi
- HPHT : 10/07/2019
- Menarche : 17 tahun
- Siklus : 30 hari
- Lama : 7 hari
- Dismenorrhea : (+) tiap hari pertama menstruasi
- Leukorrhea : (+) sebelum dan sesudah menstruasi
- Menopause : (-)

 Riwayat Pernikahan
Pasien menikah yang pertama kali dengan suami sekarang. Usia pernikahan 5
tahun. Pasien menikah di usia 22 tahun.
 Riwayat Obstetri
G2P1A0
P1 : laki-laki, lahir spontan, 2800 gram, dibantu bidan, langsung menangis, saat ini
sehat, usia 4 th.
G2 : Hamil sekarang

- HPHT : 10-07-2019
- HPL : 17-04-2020
- UK : 9 minggu
Hamil ini usia 9 minggu.

 Riwayat ANC
Pasien baru 1x melakukan ANC di bidan, belum pernah diperiksa di dokter
spesialis kandungan dan belum pernah dilakukan USG. ANC pertama mendapat
informasi dari bidan puskesmas kondisi kehamilan baik dan mendapat tablet Fe.
 Riwayat KB
Pasien menggunakan KB suntik selama 1 bulan setelah pernikahan, setelah itu
tidak memakai KB. Setelah anak 1 lahir.
 Riwayat Penyakit Dahulu
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat diabetes melitus : disangkal
- Riwayat alergi : disangkal
- Riwayat asma : disangkal
- Riwayat operasi kandungan : disangkal
 Riwayat Nifas sebelumnya
Tidak ada kelainan dan komplikasi
 Riwayat Penyakit Keluarga
- Riwayat hipertensi : disangkal
- Riwayat penyakit jantung : disangkal
- Riwayat penyakit paru : disangkal
- Riwayat diabetes mellitus : disangkal
- Riwayat bayi kembar : disangkal
- Riwayat penyakit menular : disangkal
- Riwayat pengangkatan rahim : disangkal
 Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien adalah seorang Pegawai swasta. Suami pasien bekerja sebagai Pegawai
swasta dan biaya kesehatan ditanggung BPJS.
 Riwayat Gizi
Pasien mengatakan tidak ada masalah pada nafsu makan selama kehamilan.
Makanan yang dikonsumsi mencakup 4 sehat 5 sempurna.
C. PEMERIKSAAN FISIK
 Status Present (2 September 2019)
Keadaan Umum : Lemah, sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
TB : 155 cm
BB : 64 kg
LLA : 33 cm
Vital Sign
- Tekanan Darah : 74/42 mmHg
- Nadi : 143 x/menit
- RR : 30 x/menit
- Suhu : 36,9 0C
 Status Internus
- Kepala : Mesocephale
- Mata : Conjungtiva anemis (+/+), sklera ikterik (-/-)
- Hidung : Discharge (-), septum deviasi (-), nafas cuping hidung (-)
- Telinga : Discharge (-)
- Mulut : Bibir sianosis (-), bibir kering (-)
- Tenggorokan : Faring hiperemis (-), pembesaran tonsil (-)
- Leher : Simetris, pembesaran kelenjar limfe (-)
- Kulit : Turgor baik, ptekiae (-)
- Mamae : Simetris, mamae membesar (-), hiperpigmentasi areola
mamae (-), papila mamae menonjol (-), benjolan abnormal (-)
- Jantung
 Inspeksi : ictus cordis tidak tampak
 Palpasi : ictus cordis tidak teraba
 Perkusi : redup, batas batas jantung tidak dapat ditentukan karena
terhalang pembesaran pada mammae
 Auskultasi : suara jantung I dan II murni, reguler, suara tambahan (-)
- Paru
 Inspeksi : hemithorax dextra dan sinistra simetris
 Palpasi : stemfremitus dextra dan sinistra sama
 Perkusi : sonor seluruh lapang paru
 Auskultasi : suara dasar vesikuler, suara tambahan (-)
- Abdomen
 Inspeksi : perut tampak cembung, striae gravidarum (+), linea
hiperpigmentasi (+), bekas operasi (-), terlihat gerak janin (-)
 Auskultasi : Bising usus (+) menurun
 Perkusi : redup
 Palpasi : nyeri tekan (+) dan nyeri tekan lepas (+) pada seluruh
lapang abdomen, defans muskular (+)
 Tes undulasi (+), pekak sisi (+), pekak alih (+)
- Extremitas
Superior Inferior
Oedem -/- -/-
Akral dingin +/+ +/+
Varises -/- -/-
Reflek fisiologis +/+ +/+

 STATUS GINEKOLOGI
 Genitalia Eksterna
Vulva oedem (-), massa (-), perlukaan (-), eritema (-), vaginal discharge (+).
 Genitalia Interna (VT)
Dinding vagina licin, rugae (+), massa (-), porsio licin, kenyal, ukuran sebesar
jempol kaki dewasa, pembukaan OUE (-), nyeri goyang portio (+), PPV (+),
cavum douglass menonjol (+), Adneksa parametrium dextra dan sinistra
tidak teraba massa,.

D. PEMERIKSAAN PENUNJANG
1. Pemeriksaan Laboratorium (06/08/2019 pukul 11.45 WIB)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGY
Golongan darah /Rh AB/ Positif
APTT/PTTK 18.3 (L) 21.8-28.0 Detik
Kontrol 25.2 20.8-28.2 Detik
PPT 8.8 (L) 9.3-11.4 Detik
Kontrol 11.2 9.2-12.4 Detik
IMUNOSEROLOGI
HbsAg Kualitatif Non Reaktif Non Reaktif -
KIMIA
GDS 116 (H) 75-110 mg/dl
Ureum 55 (H) 10-50 mg/dl
Creatinin Darah 1.20 (H) 0.6-1.1 Md/dl
Na, K, Cl
Natrium 135.1 135-147 mmol/L
Kalium 4.87 3.5-5 mmol/L
Chloride 96.4 95-105 mmol/L
Pemeriksaan Laboratorium (06/08/2019 pukul 11.45 WIB)

PEMERIKSAAN HASIL NILAI RUJUKAN SATUAN


HEMATOLOGY
Hemoglobin 7.0 (L) 11.7-15.5 g/dl
Hematokrit 20.2 (L) 33-45 %
Leukosit 22.65 (H) 3.6-11.0 ribu/uL
Trombosit 265 150-440 ribu/Ul

E. RESUME
• Seorang wanita G2P210 27 tahun, hamil 9 minggu, datang ke IGD RSI Sultan Agung
Semarang dengan keluhan nyeri perut hebat sejak 1 hari sebelum masuk RS. Nyeri
dirasakan mendadak dan sangat hebat saat sedang duduk di kursi rumah. Nyeri
dirasakan hilang timbul. Nyeri dirasakan pada seluruh permukaan perut. Pasien
mengatakan bahwa terdapat flek-flek darah yang keluar dari jalan lahir. Mual (+),
muntah (+) >5x berupa sisa makanan, pusing (+), pingsan (-), demam (-), BAK (+),
BAB (+). Pasien telah periksa di Puskesmas pada 1 hari SMRS dan mendapat obat
maag, namun keluhan tidak membaik. Pada 1 jam SMRS, pasien dibawa oleh
keluarganya ke RSI Sultan Agung. Pasien tidak mempunyai riwayat penyakit lain.
Dari hasil pemeriksaan fisik umum didapatkan kesan anemis, pemeriksaan abdomen
didapatkan kesan peritonitis generalisata, dari pemeriksaan ginekologis didapatkan
kesan kehamilan ektopik terganggu (KET). Pada pemeriksaan penunjang Hb
menurun, leukositosis, GDS meningkat, menunjang KET.
Status Present
Keadaan Umum : Lemah, sakit sedang
Kesadaran : Composmentis
- Tekanan Darah : 74/42 mmHg
- Nadi : 143 x/menit
- RR : 30 x/menit
- Suhu : 36,9 0C
Riwayat Obstetri
G2P1A0
- HPHT : 10-07-2019
- HPL : 17-04-2020
- UK : 9 minggu
- Status pasien : Keadaan umum lemah, sakit sedang
Status Ginekologi
 Genitalia Eksterna
Vulva oedem (-), massa (-), perlukaan (-), eritema (-), vaginal discharge (+).
 Genitalia Interna (VT)
Dinding vagina licin, rugae (+), massa (-), porsio licin, kenyal, ukuran sebesar
jempol kaki dewasa, pembukaan OUE (-), nyeri goyang portio (+), cavum
douglas teraba menonjol (+), PPV (+), adnexa parametrium dextra dan
sinistra tidak teraba massa.

F. DIAGNOSA
Diagnosa Masuk : G2P1A0 usia 27 tahun, hamil 9 minggu, dengan KET.
G. TATALAKSANA

 Rawat inap
 Pengawasan: KU, TTV
 Cek Hb serial
 Laparotomy
 Terapi medikamentosa:

a. Infus RL 1000 mL (los 2 jalur)


b. Inj. Ketorolac 30 mg
c. Inj. Cefotaxime 2 gram
d. Post operasi:
- Infus RL 20 tpm
- Transfusi PRC 2 kolf/hari
- Inj. Dexamethasone 1 amp (premed transfusi)
- Inj. Cefotaxim 2x1gr
- Inj. Kalnex 2x500 mg
 Rawat bangsal

H. EDUKASI
Jaga luka tetap kering, ganti perban setiap hari
Latihan mobilisasi

I. PROGNOSIS
Ad Vitam : Dubia ad malam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam

Follow up post-operasi (3 September 2019)


S O A P
- KU lemah - TD : 120/70 Post op - Planning Tx:
kedaran CM laparotomi
- Nadi : 84x/mnt - Infus RL 20 tpm
- Nyeri luka salpingektomi
operasi (+) - RR : 20x/mnt dextra - Transfusi PRC 2 kolf/hari

- Suhu : 37ºC - Inj. Dexamethasone 1 amp


(premed transfusi)
- Hb : 9,1
- Inj. Cefotaxim 2x1gr
-
- Inj. Kalnex 2x500 mg

- Non Farmako: Perbaikan


KU, rawat luka

- Monitoring TTV & KU

Follow up post-operasi (4 September 2019)


S O A P
- KU lemah - TD : 120/70 Post op laparotomi - Planning Tx:
kedaran CM salpingektomi
- Nadi : 90x/mnt - Infus RL 20 tpm
- Nyeri luka dextra
operasi (+) - RR : 20x/mnt - Transfusi PRC 2 kolf/hari
- Mual (+) - Suhu : 36,5ºC - Inj. Dexamethasone 1 amp
- Muntah (-) (premed transfusi)
- Hb : 10,7
- Inj. Cefotaxim 2x1gr
-
- Inj. Kalnex 2x500 mg

- Inj. Ranitidin 2x1 Amp

- Non Farmako: Perbaikan


KU, rawat luka

- Monitoring TTV & KU

Follow up post-operasi (5 September 2019)


S O A P
- Nyeri luka - TD : 120/70 - Post op • Non Farmako:
operasi (-) laparotomi Perbaikan KU
- Nadi : 76x/mnt
- Mual (-) salpingektomi
• Monitoring TTV &
- Muntah (-) - RR : 20x/mnt dextra
KU
- Nafsu
- Suhu : 36,6ºC
makan baik • Boleh pulang :
- BAB dan -
Cefadroxyl 2x500 mg
BAK dbn
Ranitidin 2x1
Asam Mefenamat 3x500
mg
Sulfas Ferosus, Vit C, Vit
B complex 3x1
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Kehamilan ektopik adalah kehamilan yang tempat implantasi/ nidasi/ melekatnya


buah kehamilan di luar tempat yang normal, yakni di luar rongga rahim (Wibowo dan
Rachimhadi, 2002). Sedangkan yang disebut sebagai kehamilan ektopik terganggu adalah
suatu kehamilan ektopik yang mengalami abortus ruptur pada dinding tuba (Polan dan
Wheeler, 1997) .

2.2 Etiologi

Etiologi kehamilan ektopik terganggu telah banyak diselidiki, tetapi sebagian besar
penyebabnya tidak diketahui. Trijatmo Rachimhadhi dalam bukunya menjelaskan
beberapa faktor yang berhubungan dengan penyebab kehamilan ektopik terganggu
(Rachimhadhi, 2005):
2.2.1 Faktor mekanis
Hal-hal yang mengakibatkan terhambatnya perjalanan ovum yang dibuahi ke dalam
kavum uteri, antara lain:

2.2.1.1 Salpingitis, terutama endosalpingitis yang menyebabkan aglutinasi silia


lipatan mukosa tuba dengan penyempitan saluran atau pembentukan
kantongkantong buntu. Berkurangnya silia mukosa tuba sebagai akibat
infeksi juga menyebabkan implantasi hasil zigot pada tuba falopii.
2.2.1.2 Adhesi peritubal setelah infeksi pasca abortus/ infeksi pasca nifas,
apendisitis, atau endometriosis, yang menyebabkan tertekuknya tuba atau
penyempitan lumen.
2.2.1.3 Kelainan pertumbuhan tuba, terutama divertikulum, ostium asesorius dan
hipoplasi. Namun ini jarang terjadi d. Bekas operasi tuba memperbaiki
fungsi tuba atau terkadang kegagalan usaha untuk memperbaiki patensi
tuba pada sterilisasi.
2.2.1.4 Tumor yang merubah bentuk tuba seperti mioma uteri dan adanya
benjolan pada adneksia.
2.2.1.5 Penggunaan IUD.
2.2.2 Faktor Fungsional
2.2.2.1 Migrasi eksternal ovum terutama pada kasus perkembangan duktus
mulleri yang abnormal
2.2.2.2 Refluks menstruasi
2.2.2.3 Berubahnya motilitas tuba karena perubahan kadar hormon estrogen dan
progesterone
2.2.3 Peningkatan daya penerimaan mukosa tuba terhadap ovum yang dibuahi.

Hal lain seperti; riwayat KET dan riwayat abortus induksi sebelumnya
(Rachimhadi, 2005) .

2.3 Klasifikasi

Sarwono Prawirohardjo dalam bukunya mengklasifikasikan kehamilan ektopik


berdasarkan lokasinya antara lain (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005) :
2.3.1 Tuba Fallopii
 Pars interstisialis
 Isthmus
 Ampula
 Infundibulum
 Fimbrae
2.3.2 Uterus
 Kanalis servikalis
 Divertikulum
 Kornu
 Tanduk rudimenter
2.3.3 Ovarium
2.3.4 Intraligamenter
2.3.5 Abdominal
 Primer
 Sekunder
2.3.6 Kombinasi kehamilan dalam dan luar uterus

(Prawirohardjo dan Hanifa, 2005).

2.4 Epidemiologi

Sebagian besar wanita yang mengalami kehamilan ektopik berumur antara 2040 tahun
dengan umur ratarata 30 tah un. Lebih dari 60% kehamilan ektopik terjadi pada wanita 2030
tahun dengan sosioekonomi rendah dan tinggal didaerah dengan prevalensi gonore dan
prevalensi tuberkulosa yang tinggi. Pemakaian antibiotik pada penyakit radang panggul dapat
meningkatkan kejadian kehamilan ektopik terganggu. Diantara kehamilankehamilan ektopik
terganggu, yang banyak terjadi ialah pada daerah tuba (90%) (Wibowo dan Rachimhadi,
2002).
Antibiotik dapat mempertahankan terbukanya tuba yang mengalami infeksi tetapi
perlengketan menyebabkan pergerakan silia dan peristaltik tuba terganggu sehingga
menghambat perjalanan ovum yang dibuahi dari ampula ke rahim dan berimplantasi ke tuba
(Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
Penelitian Cunningham Di Amerika Serikat melaporkan bahwa kehamilan etopik
terganggu lebih sering dijumpai pada wanita kulit hitam dari pada kulit putih karena
prevalensi penyakit peradangan pelvis lebih banyak pada wanita kulit hitam. Frekuensi
kehamilan ektopik terganggu yang berulang adalah 1- 14,6% (Cunningham, 2005).
Di Negara - negara berkembang, khususnya di Indonesia, pada RSUP Pringadi Medan
(19791981) frekuensi 1:139, dan di RSUPN Cipto Magunkusumo Jakarta (19711975)
frekuensi 1:24, sedangkan di RSUP. DR. M. Djamil Padang (1997 1999) dilaporkan
frekuensi 1:110 (Fridsto, 2005).
Kontrasepsi IUD juga dapat mempengaruhi frekuensi kehamilan ektopik terhadap
persalinan di rumah sakit. Banyak wanita dalam masa reproduksi tanpa faktor predisposisi
untuk kehamilan ektopik membatasi kelahiran dengan kontrasepsi, sehingga jumlah
persalinan turun, dan frekuensi kehamilan ektopik terhadap kelahiran secara relatif
meningkat. Selain itu IUD dapat mencegah secara efektif kehamilan intrauterin, tetapi tidak
mempengaruhi kejadian kehamilan ektopik (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
Menurut penelitian Abdullah dan kawankawan (19951997) ternyata paritas 03
ditemukan peningkatan kehamilan ektopik terganggu. Pada paritas >36 terdapat penurunan
kasus kehamilan ektopik terganggu (Abdullah, 1997) . Cunningham dalam bukunya
menyatakan bahwa lokasi kehamilan ektopik terganggu paling banyak terjadi di tuba
(9095%), khususnya di ampula tuba (78%) dan isthmus (2%). Pada daerah fimbrae (5%),
intersisial (23%), abdominal (12%), ovarium (1%), servikal (0,5%) (Cunningham, 2005).
2.5 Patogenesis

Proses implantasi ovum di tuba pada dasarnya sama dengan yang terjadi di kavum
uteri. Telur di tuba bernidasi secara kolumnar atau interkolumnar. Pada nidasi secara
kolumnar telur bernidasi pada ujung atau sisi jonjot endosalping. Perkembangan telur
selanjutnya dibatasi oleh kurangnya vaskularisasi dan biasanya telur mati secara dini dan
direabsorbsi. Pada nidasi interkolumnar, telur bernidasi antara dua jonjot endosalping.
Setelah tempat nidasi tertutup maka ovum dipisahkan dari lumen oleh lapisan jaringan yang
menyerupai desidua dan dinamakan pseudokapsularis. Karena pembentukan desidua di tuba
malahan kadangkadang sulit dilihat vili khorealis menembus endosalping dan masuk kedalam
otototot tuba dengan merusak jaringan dan pembuluh darah. Perkembangan janin selanjutnya
tergantung dari beberapa faktor, yaitu; tempat implantasi, tebalnya dinding tuba dan
banyaknya perdarahan yang terjadi oleh invasi trofoblas (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
Di bawah pengaruh hormon esterogen dan progesteron dari korpus luteum graviditi dan
tropoblas, uterus menjadi besar dan lembek, endometrium dapat berubah menjadi desidua
(Wibowo dan Rachimhadi, 2002). Beberapa perubahan pada endometrium yaitu; sel epitel
membesar, nukleus hipertrofi, hiperkromasi, lobuler, dan bentuknya ireguler. Polaritas
menghilang dan nukleus yang abnormal mempunyai tendensi menempati sel luminal.
Sitoplasma mengalami vakuolisasi seperti buih dan dapat juga terkadang ditemui mitosis.
Perubahan endometrium secara keseluruhan disebut sebagai reaksi AriasStella (Rachimhadhi,
2005). Setelah janin mati, desidua dalam uterus mengalami degenerasi kemudian dikeluarkan
secara utuh atau berkepingkeping. Perdarahan yang dijumpai pada kehamilan ektopik
terganggu berasal dari uterus disebabkan pelepasan desidua yang degeneratif (Prawirohardjo
dan Hanifa, 2005).
Sebagian besar kehamilan tuba terganggu pada umur kehamilan antara 6 sampai 10
minggu. Karena tuba bukan tempat pertumbuhan hasil konsepsi, tidak mungkin janin tumbuh
secara utuh seperti dalam uterus. Beberapa kemungkinan yang mungkin terjadi adalah
(Wibowo dan Rachimhadi, 2002) :
1. Hasil konsepsi mati dini dan diresorbsi
Pada implantasi secara kolumna, ovum yang dibuahi cepat mati karena
vaskularisasi yang kurang dan dengan mudah diresobsi total.
2. Abortus ke dalam lumen tuba
Perdarahan yang terjadi karena terbukanya dinding pembuluh darah oleh vili
korialis pada dinding tuba di tempat implantasi dapat melepaskan mudigah dari
dinding tersebut bersamasama dengan robeknya pseudokapsularis. Segera setelah
perdarahan, hubungan antara plasenta serta membran terhadap dinding tuba terpisah
bila pemisahan sempurna, seluruh hasil konsepsi dikeluarkan melalui ujung fimbrae
tuba ke dalam kavum peritonium. Dalam keadaan tersebut perdarahan berhenti dan
gejalagejala menghilang.
3. Ruptur dinding tuba
Penyebab utama dari ruptur tuba adalah penembusan dinding vili korialis ke
dalam lapisan muskularis tuba terus ke peritoneum. Ruptur tuba sering terjadi bila
ovum yang dibuahi berimplantasi pada isthmus dan biasanya terjadi pada kehamilan
muda. Sebaliknya ruptur yang terjadi pada parsintersisialis pada kehamilan lebih
lanjut. Ruptur dapat terjadi secara spontan, atau yang disebabkan trauma ringan
seperti pada koitus dan pemeriksaan vagina (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
2.6 Gambaran Klinik

Gambaran klinik dari kehamilan ektopik terganggu tergantung pada lokasinya


(Wibowo dan Rachimhadi, 2002). Tanda dan gejalanya sangat bervariasi tergantung pada
ruptur atau tidaknya kehamilan tersebut (Saifiddin dan Wiknjosastro, 2002) . Adapun gejala
dan hasil pemeriksaan laboratorium antara lain (Cunningham, 2005) :
2.6.1 Keluhan gastrointestinal
Keluhan yang paling sering dikemukakan oleh pasien kehamilan ektopik
terganggu adalah nyeri pelvis. Dorfman menekankan pentingnya keluhan
gastrointestinal dan vertigo atau rasa pening. Semua keluhan tersebut
mempunyai keragaman dalam hal insiden terjadinya akibat kecepatan dan taraf
perdarahannya di samping keterlambatan diagnosis.
2.6.2 Nyeri tekan abdomen dan pelvis
Nyeri tekan yang timbul pada palpasi abdomen dan pemeriksaan,
khususnya dengan menggerakkan servik, dijumpai pada lebih dari tiga per
empat kasus kehamilan ektopik sudah atau sedang mengalami ruptur, tetapi
kadangkadang tidak terlihat sebelum ruptur terjadinya.
2.6.3 Amenore Riwayat
Amenore tidak ditemukan pada seperempat kasus atau lebih. Salah satu
sebabnya adalah karena pasien menganggap perdarahan pervaginam yang
lazim pada kehamilan ektopik sebagai periode haid yang normal, dengan
demikian memberikan tanggal haid terakhir yang keliru.
2.6.4 Spotting atau perdarahan vaginal
Selama fungsi endokrin plasenta masih bertahan, perdarahan uterus
biasanya tidak ditemukan, namun bila dukungan endokrin dari endometrium
sudah tidak memadai lagi, mukosa uterus akan mengalami perdarahan.
Perdarahan tersebut biasanya sedikitsedikit, bewarna cokelat gelap dan dapat
terputusputus atau terusmenerus.
2.6.5 Perubahan Uterus
Uterus pada kehamilan etopik dapat terdorong ke salah satu sisi oleh masa
ektopik tersebut. Pada kehamilan ligamentum latum atau ligamentum latum
terisi darah, uterus dapat mengalami pergeseran hebat. Uterine cast akan
dieksresikan oleh sebagian kecil pasien, mungkin 5% atau 10% pasien. Eksresi
uterine cast ini dapat disertai oleh gejala kram yang serupa dengan peristiwa
ekspulsi spontan jaringan abortus dari kavum uteri.
2.6.6 Tekanan darah dan denyut nadi
Reaksi awal pada perdarahan sedang tidak menunjukkan perubahan pada
denyut nadi dan tekanan darah, atau reaksinya kadangkadang sama seperti yang
terlihat pada tindakan flebotomi untuk menjadi donor darah yaitu kenaikan
ringan tekanan darah atau respon vasovagal disertai bradikardi serta hipotensi.
2.6.7 Hipovolemi
Penurunan nyata tekanan darah dan kenaikan denyut nadi dalam posisi
duduk merupakan tanda yang paling sering menunjukkan adanya penurunan
volume darah yang cukup banyak. Semua perubahan tersebut mungkin baru
terjadi setelah timbul hipovolemi yang serius.
2.6.8 Suhu tubuh
Setelah terjadi perdarahan akut, suhu tubuh dapat tetap normal atau
bahkan menurun. Suhu yang lebih tinggi jarang dijumpai dalam keadaan tanpa
adanya infeksi. Karena itu panas merupakan gambaran yang penting untuk
membedakan antara kehamilan tuba yang mengalami ruptura dengan
salpingitis akut, dimana pada keadaan ini suhu tubuh umumnya diatas 380
Celcius.
2.6.9 Masa pelvis
Masa pelvis dapat teraba pada ± 20% pasien. Masa tersebut mempunyai
ukuran, konsistensi serta posisi yang bervariasi. Biasanya masa ini berukuran
515 cm, sering teraba lunak dan elastis. Akan tetapi dengan terjadinya infiltrasi
dinding tuba yang luas oleh darah masa tersebut dapat teraba keras. Hampir
selalu masa pelvis ditemukan di sebelah posterior atau lateral uterus. Keluhan
nyeri dan nyeri tekan kerap kali mendahului terabanya masa pelvis dalam
tindakan palpasi.
2.6.10 Hematokel pelvik
Pada kehamilan tuba, kerusakan dinding tuba yang terjadi bertahap akan
diukuti oleh perembesan darah secara perlahanlahan ke dalam lumen tuba,
kavum peritonium atau keduanya. Gejala perdarahan aktif tidak terdapat dan
bahkan keluhan yang ringan dapat mereda, namun darah yang terus merembes
akan berkumpul dalam panggul, kurang lebih terbungkus dengan adanya
perlekatan dan akhirnya membentuk hematokel pelvis (Cunningham, 2005) .
2.7 Diagnosis

Gejala - gejala kehamilan ektopik terganggu beraneka ragam, sehingga pembuatan


diagnosis kadangkadang menimbulkan kesulitan, khususnya pada kasuskasus kehamilan
ektopik yang belum mengalami atau ruptur pada dinding tuba sulit untuk dibuat diagnosis
(Prawirohardjo dan Hanifa, 2005) . Berikut ini merupakan jenis pemeriksaan untuk
membantu diagnosis kehamilan ektopik (Wibowo dan Rachimhadi, 2002) :
2.7.1 HCG-β 11
Pengukuran subunit beta dari HCGβ (Human Chorionic
GonadotropinBeta) merupakan tes laboratorium terpenting dalam diagnosis.
Pemeriksaan ini dapat membedakan antara kehamilan intrauterin dengan
kehamilan ektopik.
2.7.2 Kuldosintesis
Tindakan kuldosintesis atau punksi Douglas. Adanya darah yang diisap
berwarna hitam (darah tua) biar pun sedikit, membuktikan adanya darah di
kavum Douglasi.
2.7.3 Dilatasi dan Kuretase
Biasanya kuretase dilakukan apabila sesudah amenore terjadi perdarahan
yang cukup lama tanpa menemukan kelainan yang nyata disamping uterus.
2.7.4 Laparaskopi
Laparaskopi hanya digunakan sebagai alat bantu diagnosis terakhir
apabila hasilhasil penilaian prosedur diagnostik lain untuk kehamilan ektopik
terganggu meragukan. Namun beberapa dekade terakhir alat ini juga dipakai
untuk terapi.
2.7.5 Ultrasonografi
Keunggulan cara pemerikssan ini terhadap laparoskopi ialah tidak invasif,
artinya tidak perlu memasukkan rongga dalam rongga perut. Dapat dinilai
kavum uteri, kosong atau berisi, tebal endometrium, adanya massa di kanan
kiri uterus dan apakah kavum Douglas berisi cairan.
2.7.6 Tes Oksitosin
Pemberian oksitosin dalam dosis kecil intravena dapat membuktikan
adanya kehamilan ektopik lanjut. Dengan pemeriksaan bimanual, di luar
kantong janin dapat diraba suatu tumor.
2.7.7 Foto Rontgen
Tampak kerangka janin lebih tinggi letaknya dan berada dalam letak
paksa. Pada foto lateral tampak bagianbagian janin menutupi vertebra Ibu.
2.7.8 Histerosalpingografi
Memberikan gambaran kavum uteri kosong dan lebih besar dari biasa,
dengan janin diluar uterus. Pemeriksaan ini dilakukan jika diagnosis kehamilan
ektopik terganngu sudah dipastikan dengan USG (Ultra Sono 12 Graphy) dan
MRI (Magnetic Resonance Imagine) (Wibowo dan Rachimhadi, 2002) . Trias
klasik yang sering ditemukan adalah nyeri abdomen, perdarahan vagina
abnormal, dan amenore (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).

2.8 Diagnosis Diferensial

Yang perlu dipikirkan sebagai diagnosis diferensial adalah (Wibowo dan Rachimhadi,
2002) :
2.8.1 Infeksi pelvis
Gejala yang menyertai infeksi pelvik biasanya timbul waktu haid dan
jarang setelah mengenai amenore. Nyeri perut bagian bawah dan tahanan yang
dapat diraba pada pemeriksaaan vaginal pada umumnya bilateral. Pada infeksi
pelvik perbedaan suhu rektal dan ketiak melebihi 0,5 0 C, selain itu
leukositosis lebih tinggi daripada kehamilan ektopik terganggu dan tes
kehamilan menunjukkan hasil negatif.
2.8.2 Abortus iminens/ Abortus inkomplit

Dibandingkan dengan kehamilan ektopik terganggu perdarahan lebih


merah sesudah amenore, rasa nyeri yang sering berlokasi di daerah median dan
adanya perasaan subjektif penderita yang merasakan rasa tidak enak di perut
lebih menunjukkan ke arah abortus imminens atau permulaan abortus
incipiens. Pada abortus tidak dapat diraba tahanan di samping atau di belakang
uterus, dan gerakan servik uteri tidak menimbulkan rasa nyeri.
2.8.3 Tumor/ Kista ovarium
Gejala dan tanda kehamilan muda, amenore, dan perdarahan pervaginam
biasanya tidak ada. Tumor pada kista ovarium lebih besar dan lebih bulat
dibanding kehamilan ektopik terganggu.
2.8.4 Appendisitis
Pada apendisitis tidak ditemukan tumor dan nyeri pada gerakan servik
uteri seperti yang ditemukan pada kehamilan ektopik terganggu. Nyeri perut
bagian bawah pada apendisitis terletak pada titik McBurney (Wibowo dan
Rachimhadi, 2002).
2.9 Terapi

Pada kehamilan ektopik terganggu, walaupun tidak selalu ada bahaya terhadap jiwa
penderita, dapat dilakukan terapi konservatif, tetapi sebaiknya tetap dilakukan tindakan
operasi. Kekurangan dari terapi konservatif (nonoperatif) yaitu walaupun darah berkumpul di
rongga abdomen lambat laun dapat diresorbsi atau untuk sebagian dapat dikeluarkan dengan
kolpotomi (pengeluaran melalui vagina dari darah di kavum Douglas), sisa darah dapat
menyebabkan perlekatanperlekatan dengan bahaya ileus. Operasi terdiri dari salpingektomi
ataupun salpingoooforektomi. Jika penderita sudah memiliki anak cukup dan terdapat
kelainan pada tuba tersebut dapat dipertimbangkan untuk mengangkat tuba. Namun jika
penderita belum mempunyai anak, maka kelainan tuba dapat dipertimbangkan untuk
dikoreksi supaya tuba berfungsi (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
Tindakan laparatomi dapat dilakukan pada ruptur tuba, kehamilan dalam divertikulum
uterus, kehamilan abdominal dan kehamilan tanduk rudimenter. Perdarahan sedini mungkin
dihentikan dengan menjepit bagian dari adneksia yang menjadi sumber perdarahan. Keadaan
umum penderita terus diperbaiki dan darah dari rongga abdomen sebanyak mungkin
dikeluarkan. Serta memberikan transfusi darah (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
Untuk kehamilan ektopik terganggu dini yang berlokasi di ovarium bila dimungkinkan
dirawat, namun apabila tidak menunjukkan perbaikan maka dapat dilakukan tindakan
sistektomi ataupun oovorektomi (Cunningham, 2005). Sedangkan kehamilan ektopik
terganggu berlokasi di servik uteri yang sering menngakibatkan perdarahan dapat dilakukan
histerektomi, tetapi pada nulipara yang ingin sekali mempertahankan fertilitasnya diusahakan
melakukan terapi konservatif (Wibowo dan Rachimhadi, 2002).
2.10 Prognosis

Angka kematian ibu yang disebabkan oleh kehamilan ektopik terganggu turun sejalan
dengan ditegakkannya diagnosis dini dan persediaan darah yang cukup. Kehamilan ektopik
terganggu yang berlokasi di tuba pada umumnya bersifat bilateral. Sebagian ibu menjadi
steril (tidak dapat mempunyai keturunan) setelah mengalami keadaan tersebut diatas, namun
dapat juga mengalami kehamilan ektopik terganggu lagi pada tuba yang lain (Wibowo dan
Rachimhadi, 2002).
Ibu yang pernah mengalami kehamilan ektopik terganggu, mempunyai resiko 10%
untuk terjadinya kehamilan ektopik terganggu berulang. Ibu yang sudah mengalami
kehamilan ektopik terganggu sebanyak dua kali terdapat kemungkinan 50% mengalami
kehamilan ektopik terganggu berulang (Schwart, 2000).
Ruptur dengan perdarahan intraabdominal dapat mempengaruhi fertilitas wanita.
Dalam kasuskasus kehamilan ektopik terganggu terdapat 5060% kemungkinan wanita steril.
Dari sebanyak itu yang menjadi hamil kurang lebih 10% mengalami kehamilan ektopik
berulang (Prawirohardjo dan Hanifa, 2005).
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham FG, Macdonald PC, Gant NF. Kehamilan Ektopik. Dalam: Obstetri
William (William's Obstetri). Edisi XVIII. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC.
2005; 59926.
2. Fridsto Z. Kehamilan Ektopik di RSUP. DR. M. Djamil Padang selama 3 Tahun (1
januari 199731 Desember 1999). Skripsi. Padang: Fakultas Kedokteran Universitas
Andalas, 2000
3. Polan ML, Wheeler JM. Kehamilan Ektopik (Diagnosis dan Terapi). Dalam: Seri
Skema Diagnosis dan Penatalaksanaan Infertilitas. Edisi I. Jakarta: Bina Rupa
Aksara. 1997; 1025
4. Prawirohardjo S, Hanifa W. Gangguan Bersangkutan dengan Konsepsi. Dalam: Ilmu
Kandungan, edisi II. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005;
2508.
5. Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Bedah Kebidanan. Edisi I. Jakarta:
Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo, 2005; 19810.
6. Saifiddin AB, Wiknjosastro H, Kehamilan Ektopik Terganngu. Dalam: Buku Panduan
praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Edisi I. Editor: Affandi B,
Waspodo B. Jakarta: yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawirohardjo. 2002; 156
7. Schwart SI, Shires TS. Kehamilan Ektopik. Dalam: Intisari PrinsipPrinsip Ilmu
Bedah. Edisi VI. Editor: Spencer FC. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC. 2000;
59906
8. Wibowo B, Rachimhadhi T. Kehamilan Ektopik. Dalam : Ilmu Kebidanan. Edisi III.
Jakarta: Yayasan Bina Pustaka Sarwono Prawiroharjo,2002; 36285

Anda mungkin juga menyukai