Anda di halaman 1dari 9

Ringkasan penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang penelitian, tujuan dan

tahapan metode penelitian, luaran yang ditargetkan, serta uraian TKT penelitian yang diusulkan.

RINGKASAN
Planning theory telah mengalami perubahan mengikuti perkembangan paradigma. Saat ini
berkembang paradigma Postmodern planning. Dimana postmodern planning memberi peluang
terhadap: adanya kemungkinan penerimaan terhadap transrasional dalam pendekatan perencanaan.
Selain itu menyediakan pengembangan teori-teori lokal yang beragam dan unik. Hasil temuan
studi sebelumnya mengungkapkan teori lokal ruang kebermanfaatan sebagai hasil dari pergeseran
makna ruang simbolik ke ruang pragmatis yang terjadi di Kawasan Keraton Kasepuhan. Untuk
melengkapi teori lokal keruangan di keraton-keraton yang lainnya di Kota Cirebon perlu mengkaji
makna fenomena gejala sistem ruang kekinian yang terjadi di Kawasan Keraton Kanoman dan
Keraton Kacirebonan. Metode penelitian menggunakan pendekatan fenomenologi Husserl.
Fenomenologi Husserl merupakan suatu pendekatan fenomenologi yang dapat menemukan makna
dari kesadaran yang tercipta. Pendekatan dengan fenomenologi dilakukan dengan pendalaman di
lapangan kemudian mengumpulkan data dan merumuskan dalam bentuk unit informasi. Unit
informasi yang sama disusun menjadi klasifikasi dalam bentuk tema selanjutnya dirumuskan
konsep dan dikaji makna dari konsep tersebut. Konsep-konsep yang muncul dibangun secara
induksi. Konsep-konsep ini akan membangun suatu teori lokal mengenai sistem keruangan.
Tujuan penelitian adalah mengkonstruksi teori ruang lokal Keraton Kanoman dan Keraton
Kacirebonan. Hasil temuan ini dapat memberikan sumbangan dalam perencanaan ruang lokal
khususnya ruang kawasan Keraton. Hasil temuan ini tidak hanya memperkaya khazanah
pengetahuan ruang lokal tetapi juga dapat menjadi menambah khazanah planning theory. Luaran
wajib adalah rekomendasi kebijakan ruang Kawasan Keraton – Keraton Cirebon. Luaran
tambahan adalah publikasi seminar internasional, jurnal internasional dan buku heritage Keraton-
keraton Cirebon. TKT yang diusulkan adalah TKT 6 berupa produk arahan kebijakan ruang
keraton

Kata kunci maksimal 5 kata


Makna Ruang;Keraton Kanoman ; Keraton Kacirebonan

Latar belakang penelitian tidak lebih dari 500 kata yang berisi latar belakang dan permasalahan
yang akan diteliti, tujuan khusus, dan urgensi penelitian. Pada bagian ini perlu dijelaskan uraian
tentang spesifikasi khusus terkait dengan skema.
LATAR BELAKANG
Pemikiran perencanaan telah banyak berkembang hingga saat ini. Perkembangan tersebut telah
masuk dalam paradigma postmodern planning. Postmodern planning membuka peluang terhadap
adanya kemungkinan penerimaan terhadap transrasional dalam pendekatan perencanaan. Juga
menyediakan pengembangan teori-teori lokal yang beragam dan unik. Bahkan dalam kerangka
indigenous planning membangun kerangka teorinya dari perspektif teori sosial (Allmendinger
;2001 dalam Agustina,2015). Dengan demikian maka dalam paradigma postmodern membuka
peluang pengembangan teori-teori lokal.
Temuan teori lokal keruangan Kawasan Keraton Kasepuhan menunjukkan adanya teori lokal
ruang kebermanfaatan (Agustina; 2015). Teori lokal ruang kebermanfaatan adalah suatu makna
adanya pergeseran ruang simbolik ke ruang pragmatis yang terjadi di Kawasan Keraton
Kasepuhan. Selama ini keraton hanya merupakan kawasan cagar budaya dalam suatu kebijakan
ruang. Hasil temuan teori lokal tersebut mengisi kekosongan planning theory terutama persoalan
knowledge indigenous yang belum banyak terungkap. Hasil temuan mengungkapkan adanya
pergeseran dari nilai-nilai normatif simbol ke pragmatis planning yang lebih mengutamakan
kebermanfaatan suatu ruang. Kawasan keraton memiliki peran penting dalam upaya penggalian
budaya bangsa yang mulai tergerus globalisasi. Sementara nilai-nilai lokal saat ini tidak terangkum
dalam teks yang dapat dijadikan referensi. Dengan temuan tersebut penggalian teori lokal Kawasan
Keraton Kasepuhan dapat di dokumentasikan sebagai bahan acuan pengembangan sistem
keruangan terutama sistem keruangan yang memiliki khazanah budaya seperti keraton.
Di Cirebon terdapat 3 (tiga) lokasi keraton yaitu Keraton Kanoman, Keraton Kecirebonan dan
Keraton Kasepuhan. Pembagian Keraton dilakukan sejak Pangeran Girilaya meninggal tahun
1667. Hingga saat ini ketiga keraton tersebut masih menunjukkan eksistensinya. Wujud eksistensi
yang ditunjukkan melalui keberadaan bangunan keraton maupun raja serta semua aktifitasnya.
Tahun 2010 hingga tahun 2015 telah dilakukan penelitian di Kerton Kasepuhan. Untuk melengkapi
keseluruhan dari teori lokal keruangan kawasan keraton yang berada di Kota Cirebon maka
membutuhkan penelitian di Kawasan Keraton lainnya yaitu Keraton Kanoman dan Keraton
Kacirebonan. Terutama jika dilihat dalam konsteks ruang suatu kawasan perkotaan, maka ketiga
keraton ini berperan dalam suatu ruang kawasan cagar budaya di Kota Cirebon.
Kawasan keraton yang masih menunjukkan suatu eksistensi keruangannya menarik untuk
dipelajari karena memiliki nilai-nilai lokal. Tidak dapat dipungkiri bahwa simbol masa lalu masih
melekat didalam wujud ruang keraton tersebut. Hanya saja dalam perspektif kekinian makna
keruangan tersebut menunjukkan pada hakikat apa?. Dengan mengacu pada pemahaman tersebut
maka penelitian ini akan berkonsentrasi pada pertanyaan utama : Bagaimana makna ruang
Kawasan Keraton Kanoman dan Kawasan Keraton Kacirebonan?. Dengan pertanyaan tersebut
maka Tujuan khusus penelitian ini adalah mengkonstruksi makna ruang local Kawasan Keraton
Kanoman dan Kawasan Keraton Kacirebonan. Penelitian ini memiliki urgensi sebagai pendukung
/penguatan kawasan cagar budaya Keraton -keraton di Cirebon.Untuk penguatan tersebut maka
tema penelitian terapan kompetitif nasional yang memberikan output dalam bentuk produk
arahan kebijakan ruang cagar budaya keraton-keraton di Cirebon

Tinjauan pustaka tidak lebih dari 1000 kata dengan mengemukakan state of the art dan peta jalan
(road map) dalam bidang yang diteliti. Bagan dan road map dibuat dalam bentuk JPG/PNG yang
kemudian disisipkan dalam isian ini. Sumber pustaka/referensi primer yang relevan dan dengan
mengutamakan hasil penelitian pada jurnal ilmiah dan/atau paten yang terkini. Disarankan
penggunaan sumber pustaka 10 tahun terakhir.
TINJAUAN PUSTAKA
Dalam kajian kepustakaan memberikan kerangka untuk menelusuri state of the art penelitian ini.
Diawali oleh perkembangan Planning Theory yang beragam seperti yang terlihat pada tabel 2.1
berikut. Teori-teori tersebut diartikulasikan oleh praktisi maupun akademisi sesuai masanya.
Dalam perkembangan terakhir menunjukkan teori humanis atau disebut pula dengan teori
fenomenologis, merupakan teori yang lebih melihat humanisme dalam suatu perencanaan ruang.
Planning Theory terus berkembangan sesuai dengan perkembangan pemikiran manusia.
Tabel 2.1
Perkembangan Planning Theory
Teori Praktisi Akademisi
Rational O’Harrow (1962;1963) Davidoff and Reiner (1962)
Comprehensive Faludi (1973)
incremental Hendersen (1961); Linblom (1959); Etzioni (1968),
Simon (1972)
Mc Chesney (1961)
Transactive Andrews (1960);Evans (1961) Fiiedman (1973)
Comunicative Popper (1974); Carpenter and Forester (1980; 1982)
Kennedy ( 1977)
Advocacy O Harrow (1966); Beal ( 1969) Davidoff ( 1965)
Equity Starr (1967) Krumholz, Cogger and Linner
(1975)
Radical Kurtz ( 1970); Toner and Thurow Castells (1977), Fastein and
(1974) Fainstein (1979)
Humanist Reich (1975);Griffin and Moyer Bolan (1980); Schon (1983)
(1975)
Sumber: Whittemore, 2015
Saat ini perkembangan pemikiran (paradigma) mengarah pada pemikiran postmodern, demikian
pula dengan Planning Theory. Kehadiran pemikiran-pemikiran postmodernisme planning oleh
Allmendinger (dalam Agustina, 2015) dan juga pemikiran post-positivisme mengakibatkan
kehadiran pendekatan planning yang bersifat transrasional mulai berkembang (lihat gambar
2.1).

Gambar 2.1
Kerangka pemikiran Pos-Positivis Almendinger Untuk Teori Perencanaan
Sumber : Towards A Post-Positivist Typology Of Planning Theory; Philip Allmendinger.2002
(dalam, Agustina: 2015)

Dalam kerangka pemikiran di atas planning theory didukung oleh teori-teori sosial. Ternyata
Simone ( 2015) mengungkapkan bahwa dalam perkembangannya baik teori maupun praktek
perencanaan mempertimbangkan aspek sosial bahkan antropologis. Pemikiran yang sama muncul
dari Bolens ( 2011) bahwa suatu ruang ( kota) memiliki soul yang dapat dipertimbangkan dalam
suatu perencanaan. Ini menunjukkan bahwa perencanaan ruang sudah melihat pada sesuatu yang
bersifat intangible. Pemahaman sesuatu yang bersifat intangible space akan memudahkan
penggaliannya suatu ruang-ruang lokal.
Gagasan perencanaan lokalitas dihasilkan dari upaya menangkap konstruk mental yang ada dalam
ruang. Konstruk mental memiliki pemahaman terhadap sesuatu yang tidak hanya bersifat tangible
tetapi juga intangible dalam ruang. Dinamika ruang yang bersifat intangible merupakan bagian
integral dalam fenomena lokal sistem keruangan. Pengetahuan tentang ruang atau space maupun
place (tempat) adalah merupakan pengetahuan mendasar dalam perencanaan ruang. Ruang (space)
yang bersifat abstrak dibandingkan tempat (place) menuntut perencana ruang (planner) untuk
membangkitkan “rasa akan tempat/ evoke “sense of place” (Tuan, 2001).
Ruang (space) maupun tempat (place) didalamnya mengandung unsur emosi, rasa maupun
pengertian (Colombo, et all; 2015). Pernyataan ini juga dikuatkan oleh Bennett (2013) bahwa suatu
tempat (place) memberikan konotasi “rasa”. Bahkan Williams (2015) mengungkapkan bahwa
tempat (place) yang memiliki sejarah spiritual dapat memberikan pengaruh positif bagi
penyembuhan mereka yang kecanduan narkotika. Kondisi ini menunjukkan bahwa space atau
place memberikan konotasi pada bagian terdalam dari jiwa manusia. Dengan demikian tidak
mengherankan jika dua dekade terakhir penelitian tetang ruang (space) dan hubungannya dengan
perilaku sosial masih menjadi perhatian yang menarik (Short; 2015). Unsur-unsur tersebut bersifat
intangible space. Sesuatu yang intangible tersebut menjadikan ruang memiliki hakikat yang
melampaui realitasnya. Dengan demikian maka pengetahuan keruangan yang dapat mengungkap
hakikat tersebut menjadikan ruang sebagai suatu pengetahuan baru yang sering luput dari praktek
perencanaan.
Hasil temuan studi teori lokal keruangan di Kawasan Keraton Kasepuhan menunjukkan teori ruang
kebermanfaatan (Agustina, 2015). Teori lokal ruang kebermanfaan merupakan teori lokal ruang
kekinian ( 2010-2015) yang ditemukan di Keraton Kasepuhan. Untuk mengkonstruksi sistem
keruangan yang ada di keraton lain di Kota Cirebon maka perlu mengkaji konstruksi keruangan di
Keraton lainnya. Berbagai ulasan pendekatan lokalitas keruangan khususnya keruangan suatu
keraton menjadi suatu khazanah pengetahuan perencanaan ruang yang dapat saling melengkapi
satu dengan lainnya. Khazanah ini melengkapi hakikat mendasar dari fenomena ruang keraton
yang terjadi saat ini untuk menjadi bahan pertimbangan dalam praktek kebijakan ruang kawasan
budaya di Kota Cirebon. Saat ini Unesco semakin menunjukkan minat yang terus menerus
terhadap upaya konservasi dan restorasi monumen penting warisan kemanusiaan serta semakin
meningkatkan kepedulian pada pekerjaan konservasi dan rehabilitasi kota-kota sejarah. Kota
Cirebon adalah salah satu kota yang menjadi city state ( pusat kerajaan) pada masa lampu, saat ini
artefak pusat kerajaan tersebut masih berdiri dalam bentuk keberadaan keraton-keraton seperti:
Kasepuhan, Kanoman dan Kacirebonan. Dengan demikian maka studi keruangan keraton-keraton
di Cirebon ini memberikan suatu khazanah pengetahuan keruangan yang dapat memberi kontribusi
pada konservasi dan rehabilitasi keruangan Kota Cirebon.
Penelitian untuk Kawasan Keraton telah dilakukan sejak tahun 2010. Penelitian terkonsentrasi di
Keraton Kasepuhan. Hasil penelitian di Keraton Kasepuhan telah menemukan suatu konstruksi
ruang-ruang yang memiliki pengetahuan baru terutama sistem keruangan lokal kekinian. Seperti
makna pergeseran ruang simbolik ke ruang pragmatis (kebermanfaatan) yang terjadi di Kawasan
Keraton Kasepuhan (Agustina: 2012,2013 2014;2015). Selain itu adanya suatu ruang-ruang tradisi
esoterik yang memiliki makna lokal (Agustina, 2012,2013,2014). Bahkan pada tahun 2015 telah
meneliti kajian nilai ruang di Kawasan permukiman Magersari untuk menggali nilai lokalitas yang
terkonstruksi secara induksi. Kawasan Magersari merupakan bagian terintegrasi dari Keraton
Kasepuhan. Penelitian tersebut menunjukkan konsep kebersamaan /harmoni antara pihak keraton
dengan penghuni magersari (Agustina, et all, 2017). Hasil penelitian tersebut semakin menguatkan
perlunya penelitian lanjutan terhadap makna ruang keraton lainnya yang berada di Kota Cirebon
yaitu Keraton Kanoman dan Keraton Kacirebonan. Road map penelitian untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada gambar 1 berikut

.Gambar 1
Road Map Penelitian
Sumber: Agustina, 2018

Metode atau cara untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan ditulis tidak melebihi 600 kata.
Bagian ini dilengkapi dengan diagram alir penelitian yang menggambarkan apa yang sudah
dilaksanakan dan yang akan dikerjakan selama waktu yang diusulkan. Format diagram alir dapat
berupa file JPG/PNG. Bagan penelitian harus dibuat secara utuh dengan penahapan yang jelas,
mulai dari awal bagaimana proses dan luarannya, dan indikator capaian yang ditargetkan. Di
bagian ini harus juga mengisi tugas masing-masing anggota pengusul sesuai tahapan penelitian
yang diusulkan.
METODE
Metode penelitian menggunakan metode Fenomenologi Husserl. Creswell (2013) menyatakan
bahwa hasil analisis data fenomenologis dilakukan melalui metode reduksi, analisis laporan
khusus dan tema, dan mencari semua kemungkinan arti atau makna dengan cara menyisihkan
semua asumsi awal terhadap objek pengamatan. Esensi diperoleh melalui proses epoche, reduksi
fenomenologis, bracketing, dan pengembangan sintesis struktural untuk mendapatkan makna yang
lebih dalam. Metode reduksi dari fenomena-fenomena yang muncul di Kawasan Keraton
Kanoman maupun Keraton Kacirebonan. Reduksi dapat dilakukan dari hasil pengelompokkan
berdasarkan ruang, aktivitas dan manusianya. Sedangkan proses analisis yang dilakukan dengan
cara:
1. Mendeskripsikan seluruh pengalaman hasil penelitian awal. Terutama penelitian yang
dilakukan pada tahun -tahun sebelumnya. Proses deskripsi dilakukan untuk mendapatkan
unit informasi baik yang dimunculkan dalam bentuk informasi dari cerita narasi pelaku-
pelaku ruang di keraton maupun hasil visualisasi dan observasi lapangan terhadap aktivitas
maupun kondisi ruang. Ini sebagai unsur dari fenomena yang telah diperoleh dari proses
grand tour. Proses Grand Tour dilakukan dengan melihat dari berbagai fenomena aktifitas
manusia dengan manusia, aktifitas yang terjadi dalam ruang, maupun ruang-ruang yang
mengalami perubahan akibat dari aktifitas manusia.
2. Melakukan unitisasi berbagai deskripsi. Unitisasi dilengkapi dengan penjelasan tekstual
(textural descriptions) dari pengalaman. Semua pengalaman diceritakan oleh pelaku ruang
dan dibuat deskripsinya.
3. Melakukan proses merinci setiap pernyataan (horisonalisasi data) dan memperlakukan
pernyataan yang mempunyai nilai setara merupakan teknik yang perlu dilakukan pada
proses kategorisasi dari unit-unit informasi.
4. Melakukan proses kategorisasi untuk mendapatkan unit informasi yang tidak tumpang
tindih ataupun terjadi pengulangan satu informasi dengan informasi lainnya.
5. Kategorisasi unit informasi merupakan proses selanjutnya yang perlu dilakukan untuk
mengelompokkan unit informasi ke dalam tema tertentu.
6. Melakukan proses penentuan tema dilakukan dengan cara menghubungkan satu unit
informasi dengan unit informasi lainnya.
Melakukan proses divalidasi dengan metode trianggulasi dengan memberikan hasil tema-tema
kepada informan kunci. Sampai akhirnya dapat ditetapkan konsep tentang kosep lokal keruangan
yang terjadi di Keraton Kanoman maupun Keraton Kacirebonan. Berikut dapat dilihat diagram
penelitiannya
Sedangkan pembagian tugas tim dapat dilihat pada tabel berikut ini
No Nama Posisi Dalam Tim Tugas
1 Dr. Ina Helena Agustina, Ir,MT Ketua  Pembuatan konsep Hasil
Dialog Teoritik untuk
menetapkan makna ruang
dalam laporan
 Melakukan survey dan
pendalaman materi survey
 Membuat luaran wajib dan
luaran tambahan
2 Astri Mutia Ekasari, ST, MT Anggota  Membuat persiapan survey
 Melakukan survey
 Membuat laporan
 Membuat luaran Wajib dan
Luaran Tambahan
3 Irland Fardani, Ssi, MT Anggota  Mempersiapkan peta-peta
lapangan
 Melakukan Survey
 Membuat Laporan
 Membuat luaran Wajib dan
luaran tambahan
Jadwal penelitian disusun dengan mengisi langsung tabel berikut dengan memperbolehkan
penambahan baris sesuai banyaknya kegiatan.

JADWAL

Tahun ke-1
Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tahun ke-2
Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12

Tahun ke-3
Bulan
No Nama Kegiatan
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12
1 Persiapan Survey Minitour
2 Pelaksanaan Survey
3 Pembuatan Laporan Kemajuan
4 Pembuatan Laporan Akhir
5 Pembuatan Luaran Wajib
6 Pembuatan Luaran Tambahan
8 Monev

Daftar pustaka disusun dan ditulis berdasarkan sistem nomor sesuai dengan urutan pengutipan.
Hanya pustaka yang disitasi pada usulan penelitian yang dicantumkan dalam Daftar Pustaka.

DAFTAR PUSTAKA
1. Agustina, I.H, A. Djunaedi, Sudaryono, dan D. Suryo. 2012. Fenomena Permukiman
Magersari Di Kawasan Keraton Kasepuhan Cirebon. Jurnal Perencanaan Wilayah dan
Kota, Unisba. Vol 12. No 1. Hal 9-14.
2. Agustina, I.H, A. Djunaedi, Sudaryono, dan D. Suryo. 2012. Fenomena Ruang – Ruang di
Kawasan Keraton Kasepuhan Cirebon. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Unisba. Vol
12. No 2. Hal 5-11.
3. Agustina, I.H, A. Djunaedi, Sudaryono, dan D. Suryo. 2013. Perempuan Dan Ruang
Kawasan Keraton Kasepuhan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Unisba. Vol 13. No
1. Hal 6-12.
4. Agustina, I.H, A. Djunaedi, Sudaryono, dan D. Suryo. 2013. Gerak Ruang Kawasan
Keraton Kasepuhan. Jurnal Perencanaan Wilayah dan Kota, Unisba. Vol 13. No 2. Hal 8-
13.
5. Agustina, I.H, A. Djunaedi, Sudaryono, dan D. Suryo. 2014. Kajian Fenomena lokal :
Model Siklus Perubahan Ruang Tradisi Panjang Jimat Kawasan Keraton Kasepuhan,
Bandung. Prosiding Seminar Nasional Fakultas Teknik Unisba. 22 Mei 2014, Bandung,
Indonesia.
6. Agustina, I.H, H. Hindersah, dan I. Indratno. 2014. Kajian Makna Ruang Tradisi Esoterik
Kawasan Keraton Kasepuhan. Prosiding Seminar Nasional – Snapp Unisba. 29 Oktober
2014, Bandung, Indonesia.
7. Agustina, I.H. 2015. Kajian Nilai Ruang Permukiman Magersari Kawasan keraton
Kasepuhan Cirebon. Laporan Penelitian. Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada
Masyarakat Universitas Islam Bandung. Bandung.
8. Agustina, I.H. 2015. Pergeseran Makna Ruang Simbolik Ke Ruang Pragmatis Kawasan
Keraton Kasepuhan. Disertasi. Fakultas Teknik Universitas Gadjah Mada, Yogyakarta.
9. Bennett, K. 2013. Emotion and place promotion: Passionate about a former coalfield.
http://www.journals.elsevier.com/emotion-space-and-society/special-issues.
10. Colombo, Barbara, Laddaga, Silvia , Antoniettia, Alessandro. 2015. Psychology and
design, The influence of the environment’s representation over emotion and cognition, An
ET study on Ikea design. http://www.journals.elsevier.com/emotion-space-and-
society/special-issues.
11. Cresswell, J.W. 2013. Research Design. Terjemahan Achmad Fawaid, Pustaka Pelajar.
Yogyakarta.
12. Scott, A.B. 2011. City and soul in divided societies. http://plt.sagepub.com.
13. Short, H. 2015. Liminality, space and the importance of ‘transitory dwelling places’ at
work. http://hum.sagepub.com.
14. Simone, A. 2011. Culture and Planning. http://plt.sagepub.com
15. Whittemore, A.H. 2015. Practitioners Theorize, Too: Reaffirming Planning Theory in a
Survey of Practitioners’ Theories. http://plt.sagepub.com.
16. Williams, A. 2015. Spiritual landscapes of Pentecostal worship, belief, and embodiment in
a therapeutic community: New critical perspectives.
http://www.journals.elsevier.com/emotion-space-and-society/special-issues.
17. Tuan, Yi-Fu. 2001. Space and Place. Press Minneapolis. Minnesota.
.

Anda mungkin juga menyukai