Anda di halaman 1dari 8

MANAJEMEN PAJAK ATAS ORANG PRIBADI

1. Pelaporan Aset dan Liabiitas


SPT atau Surat Pemberitahuan merupakan sebuah surat yang digunakan oleh Wajib
Pajak untuk melaporkan penghitungan dan/atau pembayaran pajak, objek pajak dan/atau
bukan objek pajak, dan/atau harta dan kewajiban sesuai dengan ketentuan peraturan
perundang-undangan yang berlaku di bidang perpajakan. Menurut bentuknya, SPT terdiri dari
SPT dalam bentuk formulir kertas atau manual dan SPT dalam bentuk dokumen elektronik
atau e-SPT yang dapat diisi langsung melalui e-Filing. Pada dasarnya SPT terbagi menjadi 2,
yaitu SPT Tahunan dan SPT Masa. SPT Tahunan merupakan SPT yang digunakan untuk
pelaporan tahunan, sedangkan SPT Masa merupakan SPT yang digunakan untuk melaporkan
pembayaran pada masa tertentu (bulanan).
Jika dilihat dari jenis pajaknya, SPT yang wajib disampaikan ke KPP terbagi menjadi
2 yaitu SPT PPh dan SPT PPN. SPT PPh termasuk dalam SPT Tahunan, dan dibagi lagi
menjadi 2, yaitu SPT Tahunan PPh Orang Pribadi dan SPT Tahunan PPh Badan. Format SPT
Tahunan PPh Orang Pribadi menggunakan jenis formulir yang berbeda. Untuk Wajib Pajak
yang bukan seorang pengusaha atau tidak memiliki usaha, menggunakan formulir 1770 S dan
1770 SS. Dan untuk Wajib Pajak Orang Pribadi yang memiliki usaha baik kecil maupun
besar maka menggunakan formulir 1770. Sedangkan SPT Tahunan PPh Badan juga terbagi
menjadi dua jenis yaitu formulir 1771 untuk Wajib Pajak Badan yang menyelenggarakan
pembukuan dalam mata uang rupiah, dan formulir 1770 $ untuk Wajib Pajak Badan yang
menyelenggarakan pembukuan dalam mata uang US Dolar.
Batas terakhir pelaporan SPT Tahunan Wajib Pajak (WP) Orang Pribadi adalah pada
akhir bulan Maret. Saat pengisian SPT, WP melaporkan pajak penghasilan yang telah
disetorkan pada tahun sebelumnya. Selain itu, WP juga wajib melaporkan asset dan utang
yang dimilikinya. Banyak orang bingung mengenai harta apa saja yang perlu dilaporkan
dalam SPT. Berdasarkan ketentuan pajak, WP perlu melaporkan setiap harta yang dimiliki
termasuk uang tunai, properti, kendaraan, furnitur, valuta asing, asuransi unit link, saham,
dan obligasi. Dalam SPT juga perlu dilaporkan kewajiban (utang) Wajib Pajak kepada Pihak
lain, temasuk Hutang2 maupun pinjaman untuk memperoleh asset. Jenis utang yang harus
dilaporkan berupa, Utang Bank/ Lembaga Keuangan bukan bank (KPR, Leasing kendaraan
bermotor, dan sejenisnya),Kartu Kredit, Utang Afiliasi (Pinjaman dari pihak yang
mempunyai hubungan istimewa), Utang Lainnya.
1.1 Data-Data yang Harus Ada Dalam Pengisian SPT PPh
Menurut Peraturan Menteri Keuangan nomor 243/PMK.03/2014, dalam pengisian
SPT harus memuat data-data berikut ini:
a. SPT Tahunan PPh
 Jenis pajak serta nama Wajib Pajak.
 Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
 Data Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak/Tahun Pajak yang bersangkutan.
 Ditambahkan tanda tangan Wajib Pajak atau tanda tangan kuasa Wajib Pajak.
 Seluruh jumlah peredaran usaha.
 Jumlah penghasilan (termasuk penghasilan yang bukan merupakan objek pajak).
 Seluruh jumlah Penghasilan Kena Pajak.
 Jumlah pajak yang terutang.
 Jumlah kredit pajak.
 Seluruh jumlah kekurangan atau kelebihan pajak.
 Jumlah harta dan kewajiban.
 Tanggal pembayaran Pajak Penghasilan/PPh Pasal 29.
 Serta data-data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
b. SPT Masa PPh
 Jenis pajak, Nama Wajib Pajak dan Nomor Pokok Wajib Pajak (NPWP).
 Data-data Masa Pajak, Bagian Tahun Pajak, atau Tahun Pajak yang bersangkutan.
 Harus dilengkapi tanda tangan Wajib Pajak atau kuasa Wajib Pajak.
 Seluruh jumlah objek pajak, jumlah pajak yang terutang, dan/atau jumlah pajak
dibayar.
 Tanggal pembayaran atau penyetoran.
 Dan data-data lainnya yang terkait dengan kegiatan usaha Wajib Pajak.
1.2 Kategori Pengklasifikasian Kode Harta Pajak
Setelah memahami tentang SPT hingga data-data yang diperlukan saat pengisian SPT,
berikut ini adalah penjabaran tentang kode harta pajak yang wajib WP ketahui. Terdapat 6
kategori pengklasifikasian kode harta yang digunakan untuk pelaporan SPT. Masing-masing
kategori ini memiliki beberapa jenis dan kode harta yang perlu dicantumkan oleh Wajib
Pajak.
1. Kode Harta Kas dan Setoran Kas
Kategori ini merupakan komponen aktiva yang paling aktif dan sangat mempengaruhi
setiap transaksi, karena setiap transaksi memerlukan suatu dasar pengukuran. Walaupun
perkiraan kas tidak langsung terlibat dalam transaksi, namun besarnya nilai transaksi tetap
diukur dengan kas. 011 (uang tunai), 012 (tabungan) 013 (giro), 014 (deposito), 015 (setara
kas lain).
2. Kode Harta Piutang
Piutang adalah tuntutan terhadap institusi lain yang berupa uang, barang atau jasa
yang dijual secara kredit. Atau dapat pula diartikan, piutang adalah tuntutan pada pihak luar
perusahaan yang diharapkan akan diselesaikan dengan penerimaan sejumlah uang tunai. 021
(piutang), 022 (piutang afiliasi), 029 (piutang lain).
3. Kode Harta Investasi
Investasi berarti pembelian untuk kegiatan produktif dari modal barang yang tidak
dikonsumsi, tetapi akan diproduksikan pada masa mendatang, sehingga akan menciptakan
nilai lebih. 031 (saham yang dibeli kemudian dijual kembali), 032 (saham), 033 (obligasi
perusahaan), 034 (obligasi pemerintah), 035 (surat utang lain), 036 (reksadana), 037
(instrumen derivatif), 038 (penyertaan modal perusahaan lain), 039 (investasi lainnya).
4. Kode Harta Alat Transportasi
Alat transformasi yang dimaksud adalah kendaraan yang digerakkan oleh manusia
atau mesin untuk memindahkan suatu barang maupun manusia, serta digunakan dalam
kehidupan sehari-hari. 041 (sepeda), 042 (sepeda motor), 043 (mobil), dan 049 (alat
transportasi lainnya).
5. Kode Harta Bergerak
Dalam pencantuman Kode Harta untuk pengisian SPT, kategori Harta Bergerak
ditentukan berdasarkan harta yang dapat dipindahkan dari satu tempat ke tempat lainnya. 051
(logam mulia), 052 (batu mulia), 053 (barang seni dan barang antik), 054 (kapal pesiar,
pesawat, helikopter, jet ski, dan peralatan olahraga khusus), 055 (peralatan elektronik dan
furniture), 059 (harta bergerak lainnya).
6. Kode Harta Tidak Bergerak
Definisi Harta Tidak Bergerak dalam pencantuman Kode Harta pengisian SPT adalah
harta yang dimiliki Wajib Pajak, tapi tidak dapat dipindahkan. 061 (tanah atau bangunan
tempat tinggal), 062 (tanah atau bangunan usaha), 063 (tanah atau lahan usaha), 069 (harta
tidak bergerak lainnya).
Beberapa cara mengisi tabel daftar harta adalah sebagai berikut:
1. Nama Harta pada kolom (3) harus diisi dengan nama harta yang dimiliki atau dikuasai
pada akhir Tahun Pajak. Contoh: Tanah (cantumkan lokasi dan luas tanah), Bangunan
(cantumkan lokasi dan luas bangunan), Kendaraan bermotor (cantumkan merek dan
tahun pembuatannya), Uang Tunai, Piutang (cantumkan identitas pihak yang
menerima), dan lain sebagainya.
2. Tahun Perolehan pada kolom (4) harus diisi tahun perolehan dari masing-masing
harta yang dimiliki.
3. Harga Perolehan pada kolom (5) harus diisi harga perolehan dari masing-masing harta
yang dimiliki sesuai dengan ketentuan perundang-undangan perpajakan yang berlaku
(Pasal 10 ayat (1) Undang-Undang PPh).
4. Keterangan pada kolom (6) dapat diisi dengan keterangan-keterangan lain yang
dianggap perlu. Misalnya untuk rumah dan tanah diberikan keterangan Nomor Objek
Pajak (NOP) sesuai yang tertera dalam SPPT PBB atau untuk kendaraan bermotor
diisi Nomor Bukti Pemilikan Kendaraan Bermotor (BPKP).
1.3 Kategori Pengklasifikasian Kode Utang Pajak
101: Utang Bank atau Lembaga Keuangan Bukan Bank (seperti KPR, leasing kendaraan
bermotor, dan sejenisnya)
102: Kartu Kredit
103: Utang Afiliasi (berupa pinjaman dari pihak yang memiliki hubungan yang istimewa
sebagaimana dimaksud dalam Pasal 18 ayat (4) Undang-Undang PPh)
104: Utang-utang lainnya.
Beberapa cara mengisi tabel daftar utang adalah sebagai berikut:
1. Nama Pemberi Pinjaman pada kolom (3) diisi nama pemberi pinjaman.
2. Alamat Pemberi Pinjaman pada kolom (4) diisi dengan alamat lengkap pemberi
pinjaman.
3. Tahun Peminjaman pada kolom (5) diisi dengan tahun diperolehnya pinjaman.
4. Jumlah pada kolom (6) diisi dengan sisa utang pada Tahun Pajak yang bersangkutan
yang harus dilunasi, termasuk utang bunga.
5. Jumlah pada Bagian C diisi dengan hasil penjumlahan seluruh kewajiban atau utang
yang ada pada kolom (6).
Hal lain yang juga perlu dilaporkan adalah investasi dalam bentuk presmi asuransi unit link.
Premi yang harus dilaporkan ialah bagian premi yang disetorkan sebagai investasi dan
pengembangannya. Bagian premi yang dibayarkan sebagai proteksi tidak perlu dilaporkan
karena merupakan biaya yang akan hangus jika nasabah tidak mengalami risiko. Hasil klaim
asuransi juga perlu dilaporkan dalam kolom harta sebagai ‘Uang tunai dan Penghasilan yang
Bukan Objek Pajak.
Dalam hal kepemilikan properti, WP akan dikenakan Pajak Penghasilan Final (PPh
final) apabila WP pemilik property memperoleh penghasilan dari menjual atau menyewakan
propertinya kepada pihak lain. Nilai Besaran PPh final atas penghasilan dari pengalihan harta
atau bangunan ialah 2,5% dari nilai transaksi atau NJOP (mana yang lebih besar). Nilai Besaran
PPh final atas penghasilan dari persewaan property kepada pihak lain ialah 10% dari nilai
transaksi. Penghasilan dari sewa maupun jual beli property tersebut termasuk pajaknya juga
perlu dilaporkan dalam SPT Tahunan.
1.4 Konsekuensi Jika Tidak Melaporkan SPT
Sistem Pelaporan pajak yang dianut di Indonesia adalah sistem self assessment, yaitu
Wajib Pajak diberikan hak untuk menghitung, menyetor, dan melaporkan pajaknya sendiri.
Artinya, setiap WP diberikan kepercayaan dan tanggung jawab pribadi untuk melaporkan
seluruh penghasilan dan hartanya. Dalam hal ini mungkin saja WP tidak melaporkan seluruh
penghasilan maupun hartanya, namun akibatnya akan menimbulkan Resiko yang lebih besar
temasuk sanksi denda yang akan semakin besar apabila ditemukan oleh petugas pajak di
kemudian hari. Petugas pajak memiliki tugas dan kewajiban untuk menilai dan menganalisa,
apakah pertambahan aset dan gaya hidup Wajib Pajak seimbang dengan penghasilannya. Jika
WP lupa melaporkan hartanya, WP masih dapat melakukan pembetulan SPT. Konsekuensi dari
pembetulan SPT tersebut adalah WP tidak akan dikenakan denda atas harta yang ia miliki sejak
lama jika harta tersebut berasal dari penghasilan yang sudah dilaporkan dan dibayarkan
pajaknya. Namun, jika WP memperoleh penghasilan tambahan dari harta yang belum
dilaporkan tersebut dan WP belum membayar pajaknya, maka pada saat pembetulan SPT, akan
terjadi kurang bayar atas penghasilan yang belum dibayarkan pajaknya tersebut. Dalam hal ini,
maka WP akan dikenakan sanksi bunga sebesar 2% setiap bulan selama maksimal 24 bulan.
1.5 Tax Amnesty
Bagi Wajib Pajak yang telah menyampaikan SPH untuk pengampunan pajak dan telah
mendapatkan Surat Keterangan Pengampunan Pajak memiliki kewajiban penyampaian SPT
Tahunan PPh Tahun Pajak 2016 dan laporan penempatan harta tambahan.
Ketentuan pelaporan SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak yang memperoleh Surat Keterangan
secara umum adalah:
1. Tambahan harta dan utang yang membentuk nilai harta bersih yang dilaporkan dalam
Surat Pernyataan dan telah diterbitkan Surat Keterangan diperlakukan sebagai
perolehan harta baru dan perolehan utang baru Wajib Pajak sesuai tanggal Surat
Keterangan
2. Dalam hal Wajib Pajak wajib menyelenggarakan pembukuan:
 Nilai harta bersih dimaksud dicatat sebagai tambahan atas saldo laba ditahan
dalam neraca dan
 Aktiva berwujud dan/atau aktiva tidak berwujud tidak dapat disusutkan dan/atau
diamortisasikan untuk tujuan perpajakan
Seluruh harta dan utang dalam SPH serta harta dan utang yang diperoleh pada tahun 2016
dilaporkan pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak Orang Pribadi.

Harta dan Utang dalam SPH


+ SPT Tahunan PPH

Harta dan Utang yang WPOP


diperoleh pada tahun 2016
Matriks Ringkasan Pelaporan Tambahan Harta SPH pada SPT Tahunan PPh Wajib Pajak
Orang Pribadi

Pelaporan penghasilan dari harta dalam SPT Tahunan PPh bagi Wajib Pajak orang pribadi
yang memperoleh Surat Keterangan
Penghasilan
Penghasilan dari harta yang berada di dalam Dilaporkan dan dikenai PPh sesuai dengan
negeri jenis penghasilannya
Penghasilan dari harta yang berada di dalam DIlakukan pemotongan atau pemungutan
negeri yang dilaporkan pada tabel PPh oleh pihak lain, pemotongan atau
“Penghasilan Neto Dalam Negeri Lainnya” pemungutan PPh tersebut diperhitungkan
sebagai kredit pajak
Penghasilan dari harta yang berada di luar Dilaporkan pada kolom Penghasilan Neto
negeri Luar Negeri pada “Formulir Induk SPT”
berdasarkan lampirkan tersendiri yang
dibuat Wajib Pajak
http://v2cconsultant.com/id/news-detail/info-harta-apa-saja-yang-perlu-dilaporkan-di-spt-
pribadi-anda-147 (diakses tanggal 30 September 2019)
https://klikpajak.id/blog/lapor-pajak/pahami-daftar-kode-harta-pajak-untuk-pelaporan-spt-
pph-orang-pribadi/ (diakses tanggal 30 September 2019)
http://ortax.org/ortax/?mod=info&page=show&id=175&list=1 (diakses tanggal 30 September
2019)

Anda mungkin juga menyukai