Anda di halaman 1dari 8

BBDM Modul 5.

2
Skenario 2
Pilek Berbau

Seorang mahasiswa 19 tahun datang ke puskesmas dengan keluhan pilek berbau sejak
3 minggu yang lalu. Keluhan disertai hidung tersumbat bergantian, terutama hidung
kanan dan terasa penuh di pangkal hidung, disertai bersin – bersin saat bangun tidur.
Penderita mengeluhkan sakit serupa. Kambuh-kambuhan selama 1 tahun terakhir
sejak kuliah. Dari pemeriksaan didapatkan konka udem kanan dan kiri, discharge
mukopurulen kanan dan kiri, serta septum deviasi ke kanan.

I. Terminologi
1. Discharge mukopurulen : secret mucous yang kental disertai pus,
dikeluarkan oleh mukosa hidung yang tersusun oleh kolumner
pseudokompleks yang mengandung sel goblet. Mucopurulen identic
dengan etiologic bakteri.
2. Pilek berbau : discharge yang keluar dari hidung yang baunya
diakibatkan oleh peradangan dan infeksi.
3. Deviasi septum : keadaan dimana terjadi peralihan posisi septum
(kartilago yang membagi cavum nasi) dari bagian nasi yang seharusnya
berada di garis median tubuh, ada yang membentuk 1 sudut, 2 sudut
atau tidak beraturan dan biasanya mengakibatkan gangguan pernafasan
4. Konka udem : konka merupakan lempeng tulang tipis yang
melengkung di saluran pernafasan. yang membagi hidung menjadi
meatus, udem berarti mengalami pembengkakan yang biasanya adanya
penimbnan cairan di dalam jaringan.

II. Rumusan Masalah


1. Mengapa hidung sering tersumbat bergantian terutama hidung kanan
dan terasa penuh di pangkal hidung?
2. Mengapa penderita bersin di pagi hari?
3. Mengapa pasien sering mengalami kekambuhan selama 1 tahun?
4. Apa hubungan septum deviasi ke kanan terhadap udem konka kanan
kiri?
5. Apa diagnosis sementara skenario tersebut?

III. Hipotesis
1. Tersumbat bergantian karena adanya nasal cycle yang merupakan
proses fisiologi agar meningkatkan penciuman dan rambut hidung.
Pada septum deviasi ke kanan berarti ada perubahan bentuk yang
mengakibatkanturbulensi pada sisi hidung kontralateral, hidung
melakukan nasal cycle agar turbulensi turun dengan pembengkakan
konka sehingga tersumbat dan terjadi nasal cycle lagi.
Terjadi di pangkal hidung karena di hidung terdapat sinus paranasal
yang memproduksi mucus, konka edem mengakibatkan drainase
mucus terganggu sehingga terjadi obstruksi sinus paranasal.
2. Ketika tidur, proses fisiologis munurun, sehingga pada saat pagi hari
tubuh berusaha untuk membersihkan saluran nafas. Dianggap patologis
apabila lebih dari 5x bersin bersin dalam satu waktu. Bersin yang terus
menerus menandakan kegagalan tubuh dalam mengeluarkan benda
asing dengan menggerakkan silia.
3. Etiologi dari virus atau alergi atau bakteri yang bersifat self limiting
disease.
Sering kambuh saat kuliah, kemungkinan efek dari stressor yang lebih
tinggi sehingga membuat imunitas menurun sehingga lebih rentan
alergi dan infeksi.
4. Sama seperti nomor 1
5. Rhinosinusitis akut recurren et causa septum deviasi

IV. Peta Konsep


mahasiswa 19 th, pilek berbau, hidung
tersumbat bergantian, bersin saat
bangun tidur (3 minggu)

PF

Sseptum deviasi kanan, konka udem


kanan, kiri, discharge mucopurulen
kanan kiri

V. Sasaran Belajar
1. Etiologi dan factor resiko rhinosinusitis
2. Patofisiologi rhinosinusitis
3. Gejala dan tanda (PF) rhinosinusitis
4. Pemeriksaan penunjang rhinosinusitis
5. Diagnosis banding rhinosinusitis
6. Komplikasi rhinosinusitis
7. Tatalaksana (Farmako termasuk penulisan resep, non farmako, dan
KIE) dan kriteria rujukan

VI. BELAJAR MANDIRI


1. Etiologi dan faktor risiko rhinosinusitis
Sinusitis merupakan satu dari keluhan yang paling umum, juga yang sangat
banyak mengeluarkan preskripsi antibiotik. Empat belas koma tujuh persen
masyarakat dalam National Health Interview Survey (Amerika Serikat)
memiliki sinusitis pada tahun sebelumnya. Terminologi baru rhinosinusitis
karena penyakit sinusitis purulen sangat jarang ditemukan tanpa adanya
sinusitis.
Klasifikasi:
- Acute rhinosinusitis: onset tiba - tibam berlangsung kurang dari 4 minggu
tanpa resolusi penuh.
- Subacute rhinosinusitis: kelanjutan dari acute rhinosinusitis tetapi kurang
dari 12 minggu.
- recurrent acute rhinosinusitis: episode akut empat atau lebih, berlangsung
selama masing - masing 7 hari, dalam waktu 1 tahun.
- chronic rhinosinusitis: gejala dan tanda bertahan selama 12 minggu atau
lebih.
Etiologi
Penyebab rhinosinusitis terdiri atas kombinasi antara faktor lingkungan dan
faktor host. Acute rhinosinusitis biasanya disebabkan oleh virus dan
biasanya self-limiting. Sekitar 90% pasien dengan flu memiliki elemen
sinusitis viral. Mereka yang atopik (memiliki kecenderungan secara genetik)
sering terkena sinusitis. Sinusitis ini dapat diakibatkan oleh berbagai alergen,
iritan, virus, fungi, dan bakteria. Iritan populer adalah bulu hewan, polusi
udara, asap, atau debu.
Faktor risiko
- Defek anatomi seperti deviasi septum, polip, chonchae bullosa. Trauma dan
fraktur yang melibatkan sinus - sinus yang ada atau area wajah yang
mengelilinginya.
- gangguan pada transpor mukus dai penyakit seperti cystic fibrosis atau
ciliary dyskinesia.
- imunodefisiensi dari kemoterapi, HIV, diabetes melitus, dan lain - lain.
- posisi tubuh, pasien Intensive Care Unit (ICU) akibat posisi supine yang
berkepanjangan yang menurunkan mucociliary clearance.
- rhinitis medikamentosa, toxic rhinitis, nasal cocaine abuse. Barotrauma,
corpus alienum
- Penggunaan oksigen berkepanjangan yang mengakibatkan pengeringan
pada mukosa
- pasien dengna nasogastric/nasotracheal tube.
2. PATOFISIOLOGI RHINOSINUSITIS
Kesehatan sinus setiap orang bergantung pada sekresi mukus yang normal
baik dari segi viskositas, volume dan komposisi; transport mukosiliar yang
normal untuk mencegah stasis mukus dan kemungkinan infeksi; serta patensi
kompleks ostiomeatal untuk mempertahankan drainase dan aerasi. Kompleks
ostiomeatal (KOM) merupakan tempat drainase bagi kelompok sinus
anterior (frontalis, ethmoid anterior dan maksilaris) dan berperan penting
bagi transport mukus dan debris serta mempertahankan tekanan oksigen
yang cukup untuk mencegah pertumbuhan bakteri. Obstruksi ostium sinus
pada KOM merupakan faktor predisposisi yang sangat berperan bagi
terjadinya rinosinusitis kronik. Namun demikian, kedua faktor yang lainnya
juga sangat berperan bagi terjadinya rinosinusitis kronik. Interupsi pada satu
atau lebih faktor diatas akan mempengaruhi faktor lainnya dan kemudian
memicu terjadinya kaskade yang berkembang menjadi rinosinusitis kronik
dengan perubahan patologis pada mukosa sinus dan juga mukosa nasal,
seperti yang tergambar pada gambar 2 dibawah ini.
Gambar: Siklus patologis rinosinusitis kronik, perubahan pada salah satu
faktor akan mengakibatkan terjadinya proses yang berkelanjutan dengan
hasil akhirnya adalah rinosinusitis kronik.

Etiologi rinosinusitis akut dan rinosinusitis kronik berbeda secara mendalam.


Pada rinosinusitis akut, infeksi virus dan bakteri patogen telah ditetapkan
sebagai penyebab utama. Namun sebaliknya, etiologi dan patofisiologi
rinosinusitis kronik bersifat multifaktorial dan belum sepenuhnya diketahui;
rinosinusitis kronik merupakan sindrom yang terjadi karena kombinasi
etiologi yang multipel. Ada beberapa pendapat dalam mengkategorikan
etiologi rinosinusitis kronik. Faktor yang dihubungkan dengan kejadian
rinosinusitis kronik tanpa polip nasi yaitu “ciliary impairment, alergi, asma,
keadaan immunocompromised, faktor genetik, kehamilan dan endokrin,
faktor lokal, mikroorganisme, jamur, osteitis, faktor lingkungan, faktor
iatrogenik, H.pylori dan refluks laringofaringeal.
Rinosinusitis kronik merupakan hasil akhir dari proses inflamatori dengan
kontribusi beberapa faktor yaitu faktor sistemik, faktor lokal dan faktor
lingkungan. Berdasarkan ketiga kelompok tersebut, maka faktor etiologi
rinosinusitis kronik dapat dibagi lagi menjadi berbagai penyebab secara
spesifik, ini dapat dilihat pada tabel 2 berikut. Patofisiologi penyebab
rinosinusitis kronik: rinosinusitis inflamatori (berdasarkan tipe infiltrat
selular yang predominan) dan rinosinusitis non inflamatori (termasuk
disfungsi neural dan penyebab lainnya seperti hormonal dan obat).
Rinosinusitis inflamatori kemudian dibagi lagi berdasarkan tipe infiltrasi
selular menjadi jenis eosinofilik, neutrofilik dan kelompok lain.

3. P

4. PEMERIKSAAN PENUNJANG RHINOSINUSITIS


 Transiluminasi, merupakan pemeriksaan sederhana terutama untuk menilai kondisi
sinus maksila. Pemeriksaan dianggap bermakna bila terdapat perbedaan
transiluminasi antara sinus kanan dan kiri.
 Endoskopi nasal, dapat menilai kondisi rongga hidung, adanya sekret, patensi
kompleks ostiomeatal, ukuran konka nasi, udem disekitar orifisium tuba, hipertrofi
adenoid dan penampakan mukosa sinus. Indikasi endoskopi nasal yaitu evaluasi bila
pengobatan konservatif mengalami kegagalan. Untuk rinosinusitis kronik, endoskopi
nasal mempunyai tingkat sensitivitas sebesar 46 % dan spesifisitas 86 %.

 Radiologi, merupakan pemeriksaan tambahan yang umum dilakukan, meliputi X-foto


posisi Water, CT-scan, MRI dan USG. CT-scan merupakan modalitas pilihan dalam
menilai proses patologi dan anatomi sinus, serta untuk evaluasi rinosinusitis lanjut
bila pengobatan medikamentosa tidak memberikan respon. Ini mutlak diperlukan
pada rinosinusitis kronik yang akan dilakukan pembedahan. Contoh gambaran CT-
scan rinosinusitis kronik tanpa polip nasi pada orang dewasa dapat dilihat pada
gambar 4.
Gambar 4. CT-scan penampang koronal menunjukkan rinosinusitis kronik akibat konka
bulosa sehingga mengakibatkan penyempitan KOM.

 Pemeriksaan penunjang lain yang dapat dilakukan antara lain:


1. Sitologi nasal, biopsi, pungsi aspirasi dan bakteriologi
2. Tes alergi
3. Tes fungsi mukosiliar : kliren mukosiliar, frekuensi getar siliar, mikroskop
elektron dan nitrit oksida
4. Penilaian aliran udara nasal (nasal airflow): nasal inspiratory peakflow,
rinomanometri, rinometri akustik dan rinostereometri
5. Tes fungsi olfaktori: threshold testing
6. Laboratorium : pemeriksaan CRP ( C-reactive protein)

5. G
6. G
7. TATALAKSANA
Tujuan terapi rhinosinusitis :

1) mempercepat penyembuhan

2) mencegah komplikasi

3) mencegah perubahan menjadi kronik.

Prinsip pengobatan : membuka sumbatan di KOM sehingga drainase dan


ventilasi sinus-sinus pulih secara alami.

Rhinosinusitis akut bacterial :

1. Antibiotik : untuk menghilagkan infeksi

Golongan penisilin seperti amoksisilin.

Jika diperkirakan kuman telah resisten atau memproduksi beta-


laktamase  amoksisilin-klavulanat atau jenis sefalosporin generasi
ke-2.
Diberikan selama 10-14 hari meskipun gejala klinik sudah hilang.
Pada rhinosinusitis kronik diberikan antibiotik yang sesuai untuk
kuman negatif gram dan anaero

2. Dekongestan oral dan topical : untuk mengurangi pembengkakan


mukosa serta membuka sumbatan ostium sinus.

3. Analgetik, mukolitik, steroid oral/topikal, pencucian rongga hidung


dengan NaCL atau pemanasan (diatermi  jika diperlukan

4. Antihistamin tidak rutin diberikan, karena sifat antikolinergiknya


dapat menyebabkan sekret jadi lebih kental. Bila ada alergi berat
sebaiknya diberikan antihistamin generasi ke-2.

5. Irigasi sinus maksila atau Proetz displacement therapy .

6. Imunoterapi dapat dipertimbangkan jika pasien menderita kelainan


alergi yang berat.

Tindakan Operasi

Bedah sinus endoskopi fungsional (BSEF/FESS) merupakan operasi terkini


untuk rhinosinusitis kronik yang memerlukan operasi. Tindakan ini telah
menggantikan hampir semua jenis bedah sinus terdahulu karena memberikan
hasil yang lebih memuaskan dan tindakan lebih ringan dan tidak radikal.

Indikasinya:

1. Rhinosinusitis kronik yang tidak membaik setelah terapi adekuat

2. Rhinosinusitis kronik disertai kista atau kelainan yang ireversibel

3. Polip ekstensif,

4. Komplikasi rhinosinusitis serta rhinosinusitis jamur.

VII. Referensi
1. Battisti AS, Pangia J. 2019. Sinusitis. Treasure Island: Statpearls
Publishing.
2. Permenkes no. 5 tahun 2014 tentang Panduan Klinis bagi Dokter di
Fasilitas Pelayanan Kesehatan Primer.
3. Naclerio RM, Bachert C, Baraniuk JN. 2010. Pathophysiology of Nasal
Congestion. Dove Medical Press Ltd.
4. Mohebbi A, et al. 2012. An Epidemiologic Study of Factors Associated
with Nasal Septum Deviation by Computed Tomography Scan: a Cross
Sectional Study. Biomed Central Ltd.
5. Ziegler A, et al. 2018. Neurological Complications of Acute and Chronic
Sinusitis. Curr Neurol Neurosci.

Anda mungkin juga menyukai