Anda di halaman 1dari 17

SMF & Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata TUTORIAL KLINIK

RSUD Abdul Wahab Sjahranie Samarinda


Fakultas Kedokteran Universitas Mulawarman

AFAKIA
Disusun sebagai Salah Satu Tugas Kepaniteraan Klinik
di Laboratorium Ilmu Kesehatan Mata

Disusun Oleh :
FITRI FIRDAUSI NIM. 1710029002
SABILA WAHDINI NIM. 1710029018
OVITA PRAVINDA RAISA NIM. 1710029005
MARIA SONDANG NIM. 1710029015
EFI MARINDA NIM. 1710029009
HUSNUL CHOTIMAH NIM. 1710029013

Pembimbing:
dr. Nurkhoma Fatmawati, M.Kes, Sp.M

PROGRAM STUDI PROFESI DOKTER


FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MULAWARMAN
SAMARINDA
2019
KATA PENGANTAR

Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, berkat rahmat-
Nya penulis dapat menyelesaikan tutorial klinik tentang “Afakia”. Tutorial klinik
ini disusun dalam rangka tugas kepaniteraan klinik di Laboratorium Ilmu
Kesehatan Mata Rumah Sakit Daerah Abdul Wahab Sjahranie Samarinda.

Pada kesempatan ini penulis menyampaikan penghargaan dan ucapan


terima aksih kepada :

1. dr. Ika Fikriah, M.Kes, selaku Dekan Fakultas Kedokteran Universitas


Samarinda.
2. dr. Soehartono, Sp.THT-KL, selaku Ketua Program Studi Profesi Dokter
Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.
3. dr. Nurkhoma Fatmawati, M.Kes, Sp.M selaku pembimbing dalam
penyusunan tugas tutorial klinik ini yang telah memberikan banyak waktu
dan kesempatan untuk memberikan bimbingan.
4. Rekan sejawat dokter muda stase Ilmu Mata yang telah bersedia memberikan
saran dan mengajarkan ilmunya pada penulis.
5. Seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu persatu oleh penulis.
Penulis menyadari terdapat ketidaksempurnaan dalam referat ini, sehingga
penulis mengharapkan kritik dan saran demi penyempurnaan. Akhir kata, semoga
dapat bermanfaat bagi penulis dan para pembaca.

Samarinda, Maret 2019

Penulis

ii
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ............................................................................................ ii


DAFTAR ISI .......................................................................................................... iii
BAB I ...................................................................................................................... 1
BAB II ..................................................................................................................... 2
2.1 Skenario ......................................................................................................... 2
2.2. Identifikasi Kata Sulit ................................................................................... 2
2.3 Identifikasi Masalah ...................................................................................... 2
2.4 Curah Pendapat .............................................................................................. 4
2.5 Sasaran Pembelajaran .................................................................................... 4
2.6 Definisi .......................................................................................................... 6
2.7 Epidemiologi ................................................................................................. 6
2.8 Etiologi .......................................................................................................... 6
2.9 Gejala............................................................................................................. 7
2.10 Tanda ........................................................................................................... 7
2.11 Optik pada afakia ......................................................................................... 7
2.12 Tatalaksana ................................................................................................ 10
2.13 Prognosis ................................................................................................... 12
BAB III ................................................................................................................. 13
3.1 Kesimpulan .................................................................................................. 13
Daftar Pustaka ....................................................................................................... 14

iii
BAB I
PENDAHULUAN

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa


sehingga mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi.1

Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa satu dari


dua ratus operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering terjadinya afakia
yang tidak direncanakan adalah adanya masalah kapsul ketika operasi dan prolaps
vitreous.2 Penyebab paling sering afakia adalah operasi pengangkatan lensa.3

Gejala yang dikeluhkan pasien afakia adalah tajam penglihatan menurun.


Sedangkan pada pemeriksaan fisik dapat ditemukan visus 1/60 atau lebih rendah
jika afakia tidak ada komplikasi, limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia
akibat pembedahan, pasien mengalami penurunan tajam penglihatan (biasanya
hiperopia yang sangat tinggi) yang dapat dikoreksi dengan lensa positif, bilik mata
depan dalam, iris tremulans, jet black pupil, test bayangan purkinje hanya
memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4 bayangan), pemeriksaan fundus
memperlihatkan diskus kecil hipermetropi, retinoscopy memperlihatkan
hipermetropi tinggi, biasanya terlihat bekas operasi, jika sudah mengalami
komplikasi dapat ditemukan edema kornea, peningkatan TIO, iritis, kerusakan
iris, CME (cystoid macular edema).4,5

Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau


operasi. Kaca mata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia bilateral,
jika hanya satu mata maka akan terjadi perbedaan ukuran bayangan pada kedua
mata (aniseikonia). Jika pasien tidak dapat memakai lensa kontak atau kaca mata,
maka dipertimbangkan penanaman lensa intraokuler (pseudofakia), dan
diperlukan tatalaksana untuk komplikasi.3

1
BAB II
ISI

2.1 Skenario
Seorang wanita usia 15tahun datang ke poli mata AWS dengan keluhan
utama mata kanan kabur yang dirasakan sejak 7 bulan yang lalu. Awalnya
didahului dengan rasa gatal, kemudian menjadi perih dan seminggu setelahnya
penglihatan mata kanan mulai kabur. Dan memberat hingga saat ini. Pasien
menyangkal adanya keluhan nyeri di mata, rasa mengganjal, dan penglihatan
ganda. Penderita juga menyangkal melihat pelangi ketika melihat sinar lampu.

Penderita mengatakan pada saat usia 9 tahun (6 tahun yang lalu) pasien
pernah mengalami kecelakaan yaitu mata kanan terkena ketapel yang terbuat dari
tanah yang dikeraskan. Setelah itu, bagian tengah mata kanan pasien dikatakan
makin lama berwarna putih. Hal ini juga disertai dengan penurunan penglihatan
pada mata kanannya. Setelah itu dilakukan operasi, pasien mengatakan operasi
yang dilakukan adalah pengangkatan bagian yang berwarna putih tersebut. Setelah
operasi tersebut penglihatan pasien membaik. Riwayat penyakit diabetes melitus,
hipertensi, penyakit jantung disangkal oleh penderita. Riwayat alergi obat tidak
ada. Riwayat penggunaan obat jangka panjang tidak ada.

Pada pemeriksaan oftamologis, visus OD 1/300 OS 6/6, dan pemeriksaan


digital TIOD n/palpasi, TIOS n/palpasi. Pada pemeriksaan segmen anterior mata
kanan, didapatkan posisi bola mata normal, gerakan bola mata baik, tidak nyeri
saat digerakkan. Palpebra normal, tidak ditemukan adanya kelainan pada
konjunctiva. Kornea jernih dan bilik mata depan cukup dalam. Pada iris tidak
ditemukan sinekia dan pupil refleks cahaya positif. Pada palpasi tidak ditemukan
adanya nyeri tekan. Pemeriksaan segmen anterior mata kiri tidak ditemukan
adanya kelainan.

Pada pemeriksaan mata kanan dan kiri dengan oftalmoskop didapatkan


refleks fundus positif dan tidak ditemukan adanya kelainan.

2
2.2 Identifikasi Kata Sulit
1. Sinekia: Suatu perlengketan atau perlekatan iris pada suatu tempat. Sinekia

anterior adalah perlekatan iris dengan kornea sedangkan sinekia posterior

perlekatan iris dengan lensa.

2. Visus OD 1/300 : Pasien dapat melihat lambaian tangan dengan jarak 1 meter

sedangkan pada orang normal 300m.

3. Visus OS 6/6 : Visus pada orang normal

4. TIOD/S n/ palpasi : Tekanan intra okuler dektra dan sinistra dengan palpasi jari

secara manual. n/palpasi : Normal

5. Refleks fundus (+): Cahaya pada pupil terlihat sinar berwarna oranye ketika di

senter, dan media refraksi jernih.

2.3 Identifikasi Masalah

1. Apa penyebab mata kanan kabur?

2. Apa yang menyebabkab nyeri pada mata, rasa mengganjal, [englihatan ganda

dan melihat pelangi?

3. Keadaan apa yang dipikirkan jika ada trauma pada mata?

4. Apa hubungan trauma dengan keluhan pasien sekarang? Dan keperluannya?

Kemungkinan diagnosis?

5. Apa yang menyebabkan mata kanan berwarna putih?

6. Apa yang menyebabkan perbaikan penglihatan setelah operasi?

7. Apa keperluan menanyakan riwayat DM, Hipertensi, jantung, alergi, dan obat

jangka panjang?

3
8. Apa saja pemeriksaan pada mata?

2.4 Curah Pendapat

1. Penyebab mata kanan kabur secara progresif :

- Gangguan media refraksi


- Gangguan pada mekanisme akomodasi
- Gangguan pada retina, system saraf, pembuluh darah.

2. Penyebab keluhan pada pasien, nyeri pada mata dapat disebabkan oleh
adanya infeksi atau inflamasi oada media refraksi.

Penyebab kabur jika terjadi secara perlahan bisa karena penyakit


glaucoma, katarak, retinopati. Dan jika terjadi secara mendadak bisa
disebabkan oleh penyakit uveitis, ablasio retina, dan perdarahan.

3. Diagnosis pada trauma mata :


- Hematoma periorbita
- Hematoma Konjungtiva
- Laserasi kornea
- Hifema
- Lensa : dislokasi / robekan kapsul
- Trauma tembus/penetrating trauma
- Traumatic optic neuropati

4. Tidak ada hubungan trauma pasien dahulu dengan keluhan sekarang.


Karena pasien telah melakukan operasi dan ada perbaikan.

5. Mata kanan putih setelah trauma dikaitkan pada katarak traumatic yang
disebabkan proliferasi epitel baru yang berlebihan , robekan kapsul atau
humor aquos meningkat dalam lensa.

4
6. Yang menyebabkan perbaikan setelah operasi adalah karena media
refraksinya sudah tidak ada gangguan.

7. Kepentingan menanyakan riwayat DM dan Hipertensi untuk


menyingkirkan retinopati, obat jangka panjang perlu ditanyakan karena
mata kabur bisa disebabkan oleh penggunaan steroid jangka panjang.

8. Pemeriksaan pada mata:


Inspeksi :
- Posisi bola mata
- Palpebra
- Konjungtiva
- Kornea
- COA
- Pupil
- Iris
- Lensa
- Vitreous

Pemeriksaan lapang pandang

Tes konfrontasi

Pemeriksaan funduskopi

Pemeriksaan tonometry : Digital dan Schiotz

Pemeriksaan Slit lamp

2.5 Sasaran Pembelajaran

1. Mempelajari tentang definisi, etiologi, epidemiologi, klasifikasi,


patogenesis, manifestasi, diagnosis, diagnosis banding, dan prognosis dari Afakia.

2. Mempelajari penyebab visus pada pasien tidak bisa maksimal

5
2.6 Definisi

Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa sehingga
mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi. Karena pasien memerlukan
pemakaian lensa yang tebal, maka akan memberikan keluhan pada mata tersebut
sebagai berikut:1

a. Benda yang dilihat menjadi lebih besar 25% dibanding normal


b. Terdapat efek prisma lensa tebal, sehingga benda terlihat seperti
melengkung
c. Pada penglihatan terdapat keluhan seperti badut di dalam kotak
atau fenomena jack in the box, dimana bagian yang jelas terlihat hanya pada
bagian sentral, sedang penglihatan tepi kabur.

Dengan adanya keluhan di atas maka pada pasien hipermetropia dengan


afakia diberikan kacamata sebagai berikut:1

a. Pusat lensa yang dipakai letaknya tepat pada tempatnya


b. Jarak lensa dengan mata cocok untuk pemakaian lensa afakia
c. Bagian tepi lensa tidak mengganggu lapang pandangan
d. Kacamata tidak terlalu berat.
2.7 Epidemiologi

Penelitian di Swedia pada tahun 1997-2001 menyebutkan bahwa satu dari dua
ratus operasi katarak adalah afakia. Alasan paling sering terjadinya afakia yang
tidak direncanakan adalah adanya masalah kapsul ketika operasi dan prolaps
vitreous.2

2.8 Etiologi Afakia3

1. Absen lensa kongenital. Keadaan ini jarang.

2. Afakia setelah operasi pengangkatan lensa. Ini adalah penyebab

paling umum afakia.

3. Afakia karena absorbsi bahan lensa yang jarang dipalorkan setelah

6
trauma pada anak.

4. Trauma ekstrusi pada lensa. Ini juga jarang menyebabkan afakia

5. Dislokasi posterior lensa di badan vitreous menyebabkan afakia

optikal.

2.9 Gejala

Afakia menyebabkan tajam penglihatan menurun dekat dan jauh.4

2.10 Tanda4,5

1. Visus 1/60 atau lebih rendah jika afakia tidak ada komplikasi
2. Limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan
3. Pasien mengalami penurunan tajam penglihatan(biasanya hiperopia
yang sangat tinggi) yang dapat dikoreksi dengan lensa positif.
4. Bilik mata depan dalam
5. Iris tremulans
6. Jet black pupil
7. Test bayangan purkinje hanya memperlihatkan 2 bayangan
(normalnya 4 bayangan)
8. Pemeriksaan fundus memperlihatkan diskus kecil hipermetropi
9. Retinoscopy memperlihatkan hipermetropi tinggi
10. Biasanya terlihat bekas operasi
11. Jika sudah mengalami komplikasi dapat ditemukan edema kornea,
peningkatan TIO, iritis, kerusakan iris, CME (cystoid macular
edema)
2.11 Optik pada Afakia

Optik pada afakia dapat dibagi menjadi 5, yaitu:4

1. Perubahan data kardinal mata

Perubahan optik yang terjadi setelah pengangkatan lensa adalah:

a. Mata menjadi hipermetropi tinggi

7
b. Penurunan total power pada mata menjadi +44 D dari +60 D
c. Titik fokus anterior menjadi 23,3 mm didepan kornea
d. Titik fokus posterior 31 mm dibelakang cornea (panjang anterior
posterior bola mata 24 mm)
e. Dua titik prinsipal hampir terletak di permukaan anterior kornea
f. Titik nodul sangat dekat dengan yang lain dan terletak 7,75mm
dibelakang permukaan anterior kornea

Sumber: Dr Sunita Agarwal, Dr Athiya Agarwal, David J. Apple, M.D.Textbook of


Ophthalmology. India: Jaypee Brothers Medical Publisher. 2002

2. Pembentukan bayangan pada afakia

Pada afakia, bayangan yang terbentuk membesar 33%. Panjang fokus


anterior pada emetrop adalah 17,05 mm, sedangkan pada afaki adalah 23,22
mm. Rasio panjang fokus anterior emetrop dan afakia adalah
23,22/17,05=1,32, artinya bayangan yang terbentuk pada afakia 1,32 kali
lebih besar (33%) dibandingkan pada emetrop.

8
3. Tajam penglihatan pada afakia

4. Akomodasi pada afakia terjadi kehilangan akomodasi karena tidak


terdapat lensa

5. Penglihatan binokular dan afakia

Afakia monokuler pada anak terjadi aniseikonia sebesar 30% disebabkan


oleh anisometropia.

9
2.12 Tatalaksana

Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau operasi.


Kacamata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia bilateral,
jika hanya satu mata maka akan terjadi perbedaan ukuran bayangan pada
kedua mata (aniseikonia). Jika pasien tidak dapat memakai lensa kontak
atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman lensa intraokuler
(pseudofakia). Dan diperlukan tatalaksana untuk komplikasi.4

Pada afakia bilateral, koreksi dapat dikoreksi dengan kacamata. Sedangkan


pada afakia unilateral, koreksi menggunakan kacamata tidak dapat
ditoleransi karena anisometrop. Lensa kontak dapat mengurangi aniseikonia.
Namun, pasien biasanya tidak nyaman menggunakan lensa kontak karena
kesusahan memasang lensa, tidak nyaman, dapat terjadi komplikasi seperti
konjungtivitis giant papil.4

Tabel perbedaan mata normal (1), koreksi katarak dengan lensa intraokuler
bilik mata belakang (2), lensa kontak (3), dan kacamata katarak (4)

10
Sumber: Gerhard, Lang. Ophtalmology A Short. New York: Thieme Stutgart, 2000.

Kacamata

 Indikasi :

o Afakia bilateral

o Pasien dengan myopia tinggi (kekuatan IOL kurang dari 8D)

o Akan dilakukan operasi katarak

o Ketika pasien menolak operasi implantasi IOL

2.13 Prognosis

Prognosis untuk afakia adalah bagus jika tidak terjadi komplikasi seperti
edema kornea, glaukoma sekunder, CME (cystoid macular edema). Namun, pada
afakia terjadi peningkatan resiko ablasio retina, khususnya pada miopi tinggi dan
jika kapsul posterior tidak intak.4

11
3.1 Pada pasien ini visus tidak bisa maksimal karena mata dengan
hipermetropia sering akan memperlihatkan amblyopia akibat mata tanpa
akomodasi tidak pernah melihat obyek dengan baik dan jelas. Bila terdapat
perbedaan kekuatan hipermetropia antara kedua mata maka akan terjadi
amblyopia pada salah satu mata.

12
BAB III

KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
- Afakia adalah suatu keadaan dimana mata tidak mempunyai lensa
sehingga mata tersebut menjadi hipermetropia tinggi
- Gejala yang dikeluhkan pasien afakia adalah tajam penglihatan menurun.
Limbal scar yang dapat ditemukan pada afakia akibat pembedahan, pasien
mengalami penurunan tajam penglihatan (biasanya hiperopia yang sangat
tinggi) yang dapat dikoreksi dengan lensa positif, bilik mata depan dalam,
iris tremulans, jet black pupil, test bayangan purkinje hanya
memperlihatkan 2 bayangan (normalnya 4 bayangan), pemeriksaan fundus
memperlihatkan diskus kecil hipermetropi, retinoscopy memperlihatkan
hipermetropi tinggi
- Afakia dapat dikoreksi menggunakan lensa kontak, kacamata, atau
operasi. Kaca mata afakia hanya dapat digunakan jika kondisinya afakia
bilateral, jika hanya satu mata maka akan terjadi perbedaan ukuran
bayangan pada kedua mata (aniseikonia). Jika pasien tidak dapat memakai
lensa kontak atau kaca mata, maka dipertimbangkan penanaman lensa
intraokuler (pseudofakia).

13
Daftar Pustaka

1. Ilyas, Sidarta. Kelainan Refrakasi dan Koreksi Penglihatan. Jakarta : Balai


Penerbit Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia. 2004.
2. Lundström M, Brege KG, Florén I, Lundh B, Stenevi U, Thorburn W.
Postoperative aphakia in modern cataract surgery: part 2: detailed analysis
of the cause of aphakia and the visual outcome.J Cataract Refract Surg.
2004 Oct;30(10):2111-5.
3. A.K. khurana. Opthalmology. New Delhi: New Age International. 2003.
4. Neil J. Friedman, M.D., Peter K. Kaiser, M.D. Essentials of
Ophthalmology. Elsevier Inc. 2007.
5. Mukherjee. Clinical Examination In Ophthalmology. India : Elsevier
India. 2006.
6. Ilyas Sidarta. Ilmu Penyakit Mata edisi ketiga. Jakarta: Balai Penerbit
FKUI. 2007.

7. Vaughan, Daniel G. Oftalmologi Umum. Ed 14. Widya Medika: Jakarta.


2000.
8. Ilyas, Sidarta. Katarak (lensa mata keruh) cetakan ketiga. Jakarta: Balai
penerbit FKUI. 2003.
9. Schlote T. Pocket Atlas of Ophthalmology.Stuttgart New-York: 2006.
10. Gerhard, lang. Ophtalmology A Short Textbook. New York :Thieme
stutrgart, 2000.

14

Anda mungkin juga menyukai