Anda di halaman 1dari 50

BAB I

PENDAHULUAN

1.1. LATAR BELAKANG


Jembatan adalah suatu konstruksi yang gunanya untuk meneruskan jalan
melelui rintangan yang berada lebih r (Struyk dan Veen, 1984).

Jembatan adalah suatu bangunan yang memungkinkan suatu jalan menyilang


sungai/saluran air, lembah atau menyilang jalan lain yang tidak sama tinggi
permukaannya. Secara umum suatu jembatan berfungsi untuk melayani arus lalu
lintas dengan baik, dalam perencanaan dan perancangan jembatan sebaiknya
mempertimbangkan fungsi kebutuhan transportasi, persyaratan teknis dan
estetika-arsitektural yang meliputi : Aspek lalu lintas, Aspek teknis, Aspek
estetika. (Supriyadi dan Muntohar, 2007)

Keberadaan jembatan saat ini terus mengalami perkembangan, dari bentuk


sederhana sampai yang paling kompleks, demikian juga bahan – bahan yang
digunakan mulai dari bambu, kayu, beton dan baja.

Penggunaan bahan baja untuk saat ini maupun di masa mendatang, untuk
struktur jembatan akan memberikan keuntungan yang berlebih terhadap
perkembangan serta kelancaran sarana transportasi antar daerah maupun antar
pulau yang ada diseluruh Indonesia (Siswanto, 1999). Keunggulan dari material
baja adalah sebagai berikut:

1. Mempunyai kekuatan yang tinggi, sehingga dapat mengurangi ukuran


struktur serta mengurangi pula berat sendiri dari struktur. Hal ini cukup
menguntungkan bagi struktur – struktur jembatan yang berada pada
kondisi tanah yang buruk.

2. Keseragaman dan keawetan yang tinggi, tidak seperti halnya material


beton bertulang yang terdiri dari berbagai macam bahan penyusun,
material baja jauh lebih seragam/homogen serta mempunyai tingkat.

1
Mengingat beberapa keunggulan dari material baja dibandingkan dengan material
yang lain, maka material jembatan yang akan dibuat, menggunakan bahan baja.

1.2. JENIS-JENIS JEMBATAN DAN KLASIFIKASI JEMBATAN


Jenis-jenis jembatan cukup banyak tergantung dari sudut pandang yang
diambil. Menurut Siswanto (1999), jembatan dapat diklasifikasikan menjadi
bermacam-macam jenis/tipe menurut fungsi, keberadaan, material yang dipakai,
jenis lantai kendaraan dan lain-lain seperti berikut:

1.2.1. Jenis Jembatan dari Segi Kegunaanya


Ditinjau dari fungsinya maka jembatan dapat dibedakan menjadi :
1. Jembatan Jalan Raya (highway bridge)
Jembatan yang direncanakan untuk memikul beban lalu lintas kendaraan baik
kendaraan berat maupun ringan. Jembatan jalan raya ini menghubungkan
antara jalan satu ke jalan lainnya.

Gambar 1.1 Jembatan Jalan Raya (highway bridge)


(Sumber : Google Image)
2. Jembatan Penyeberangan (foot bridge)
Jembatan yang digunakan untuk penyeberangan jalan. Fungsi dari jembatan ini
yaitu untuk memberikan ketertiban pada jalan yang dilewati jembatan
penyeberangan tersebut dan memberikan keamanan serta mengurangi faktor
kecelakaan bagi penyeberang jalan.

2
Gambar 1.2 Jembatan
Penyeberangan (foot bridge)
(Sumber : Google Image)

3. Jembatan Kereta Api (railway bridge)


Jembatan yang dirancang khusus untuk dapat dilintasi kereta api. Perencanaan
jembatan ini dari jalan rel kereta api, ruang bebas jembatan, hingga beban yang
diterima oleh jembatan disesuaikan dengan kereta api yang melewati jembatan
tersebut.

Gambar 1.3 Jembatan Kereta Api (railway bridge)


(Sumber : Google Image)

4. Jembatan Darurat
Jembatan darurat adalah jembatan yang direncanakan dan dibuat untuk
kepentingan darurat dan biasanya dibuat hanya sementara. Umumnya jembatan
darurat dibuat pada saat pembuatan jembatan baru dimana jembatan lama harus
dilakukan pembongkaran, dan jembatan darurat dapat dibongkar setelah
jembatan baru dapat berfungsi.

3
Gambar 1.4 Jembatan Darurat
(Sumber : Google Image)

1.2.2. Jenis Jembatan dari Segi Strukturnya


Ditinjau dari sistem strukturnya maka jembatan dapat dibedakan menjadi
sebagai berikut:

1. Jembatan Lengkung (arch bridge)


Pelengkung adalah bentuk struktur non linier yang mempunyai kemampuan
sangat tinggi terhadap respon momen lengkung. Yang membedakan bentuk
pelengkung dengan bentuk – bentuk lainnya adalah bahwa kedua perletakan
ujungnya berupa sendi sehingga pada perletakan tidak diijinkan adanya
pergerakan kearah horisontal. Bentuk Jembatan lengkung hanya bisa dipakai
apabila tanah pendukung kuat dan stabil. Jembatan tipe lengkung lebih efisien
digunakan untuk jembatan dengan panjang bentang 100 – 300 meter.

4
Gambar 1.5 Jembatan Lengkung
(Sumber : Google Image)

2. Jembatan Gelagar (beam bridge)


Jembatan bentuk gelagar terdiri lebih dari satu gelagar tunggal yang terbuat
dari beton, baja atau beton prategang. Jembatan jenis ini dirangkai dengan
menggunakan diafragma, dan umumnya menyatu secara kaku dengan pelat
yang merupakan lantai lalu lintas. Jembatan ini digunakan untuk variasi
panjang bentang 5 – 40 meter.

Gambar 1.6 Jembatan Gelagar


(Sumber : Google Image)

3. Jembatan cable-stayed
Jembatan cable-stayed menggunakan kabel sebagai elemen pemikul lantai lalu
lintas. Pada cable-stayed kabel langsung ditumpu oleh tower. Jembatan cable-
stayed merupakan gelagar menerus dengan tower satu atau lebih yang
terpasang diatas pilar – pilar jembatan ditengah bentang.
Jembatan cable-stayed memiliki titik pusat massa yang relatif rendah posisinya
sehingga jembatan tipe ini sangat baik digunakan pada daerah dengan resiko
gempa dan digunakan untuk variasi panjang bentang 100 - 600 meter.

5
Gambar 1.7 Jembatan Cable-Stayed
(Sumber : Google Image)

4. Jembatan Gantung (suspension bridge)


Sistem struktur dasar jembatan gantung berupa kabel utama (main cable) yang
memikul kabel gantung (suspension bridge). Lantai lalu lintas jembatan
biasanya tidak terhubungkan langsung dengan pilar, karena prinsip pemikulan
gelagar terletak pada kabel.
Apabila terjadi beban angin dengan intensitas tinggi jembatan dapat ditutup
dan arus lalu lintas dihentikan. Hal ini untuk mencegah sulitnya mengemudi
kendaraan dalam goyangan yang tinggi. Pemasangan gelagar jembatan gantung
dilaksanakan setelah sistem kabel terpasang, dan kabel sekaligus merupakan
bagian dari struktur launching jembatan. Jembatan ini umumnya digunakan
untuk panjang bentang sampai 1400 meter.

Gambar 1.8 Jembatan Gantung (Suspension Bridge)


(Sumber : Google Image)

6
5. Jembatan Beton Prategang (prestressed concrete bridge)
Jembatan beton prategang merupakan suatu perkembangan mutakhir dari
bahan beton. Pada Jembatan beton prategang diberikan gaya prategang awal
yang dimaksudkan untuk mengimbangi tegangan yang terjadi akibat beban.
Jembatan beton prategang dapat dilaksanakan dengan dua system yaitu post
tensioning dan pre tensioning. Pada sistem post tensioning tendon prategang
ditempatkan di dalam duct setelah beton mengeras dan transfer gaya prategang
dari tendon pada beton dilakukan dengan penjangkaran di ujung gelagar.
Pada pre tensioning beton dituang mengelilingi tendon prategang yang sudah
ditegangkan terlebih dahulu dan transfer gaya prategang terlaksana karena
adanya ikatan antara beton dengan tendon. Jembatan beton prategang sangat
efisien karena analisa 11 penampang berdasarkan penampang utuh. Jembatan
jenis ini digunakan untuk variasi bentang jembatan 20 - 40 meter.

Gambar 1.9 Jembatan Beton Prategang (prestressed concrete bridge)


(Sumber : Google Image)

6. Jembatan Rangka (truss bridge)


Jembatan rangka umumnya terbuat dari baja, dengan bentuk dasar berupa
segitiga. Elemen rangka dianggap bersendi pada kedua ujungnya sehingga
setiap batang hanya menerima gaya aksial tekan atau tarik saja. Jembatan
rangka merupakan salah satu jembatan tertua dan dapat dibuat dalam beragam
variasi bentuk, sebagai gelagar sederhana, lengkung atau kantilever. Jembatan
ini digunakan untuk variasi panjang bentang 50 – 100 meter.

7
Gambar 1.10 Jembatan Rangka (Truss Bridge)
(Sumber : Google Image)

7. Jembatan box girder


Jembatan box girder umumnya terbuat dari baja atau beton konvensional
maupun prategang. box girder terutama digunakan sebagai gelagar jembatan,
dan dapat dikombinasikan dengan sistem jembatan gantung, cable-stayed
maupun bentuk pelengkung. Manfaat utama dari box girder adalah momen
inersia yang tinggi dalam kombinasi dengan berat sendiri yang relatif ringan
karena adanya rongga ditengah penampang.
Box girder dapat diproduksi dalam berbagai bentuk, tetapi bentuk trapesium
adalah yang paling banyak digunakan. Rongga di tengah box memungkinkan
pemasangan tendon prategang diluar penampang beton. Jenis gelagar ini
biasanya dipakai sebagai bagian dari gelagar segmental, yang kemudian
disatukan dengan sistem prategang post tensioning. Analisa full prestressing
suatu desain dimana pada penampang tidak diperkenankan adanya gaya tarik,
menjamin kontinuitas dari gelagar pada pertemuan segmen. Jembatan ini
digunakan untuk variasi panjang bentang 20 – 40 meter.

8
Gambar 1.11 Jembatan Box Girder
(Sumber : Google Image)

1.3.3 Jenis Jembatan dari Segi Bahan Bangunan


Berdasar bahan bangunannya sendiri jembatan dapat dikelompokkan sebagi
berikut:

1. Jembatan kayu
Jembatan kayu merupakan jembatan sederhana yang mempunyai panjang
relatif pendek dengan beban yang diterima relatif ringan. Meskipun
pembuatannya menggunakan bahan utama kayu, struktur dalam perencanaan
atau pembuatannya harus memperhatikan dan mempertimbangkan ilmu gaya
(mekanika).

Gambar 1.11 Jembatann Kayu


(Sumber : Google Image)

2. Jembatan pasangan batu dan batu bata

9
Jembatan pasangan batu dan bata merupakan jembatan yang konstruksi
utamanya terbuat dari batu dan bata. Untuk membuat jembatan dengan batu
dan bata umumnya konstruksi jembatan harus dibuat melengkung. Seiring
perkembangan jaman jembatan ini sudah tidak digunakan lagi.

Gambar 1.12 Jembatan Batu dan Batu Bata


(Sumber : Google Image)
3. Jembatan beton bertulang dan jembatan beton prategang (prestressed concrete
bridge)
Jembatan dengan beton bertulang pada umumnya hanya digunakan untuk
bentang jembatan yang pendek. Untuk bentang yang panjang seiring dengan
perkembangan jaman ditemukan beton prategang. Dengan beton prategang
bentang jembatan yang panjang dapat dibuat dengan mudah.

Gambar 1.13 Jembatan Beton Bertulang


(Sumber : Google Image)

10
4. Jembatan baja
Jembatan baja pada umumnya digunakan untuk jembatan dengan bentang yang
panjang dengan beban yang diterima cukup besar. Seperti halnya beton
prategang, penggunaan jembatan baja banyak digunakan dan bentuknya lebih
bervariasi, karena dengan jembatan baja bentang yang panjang biayanya lebih
ekonomis.

Gambar 1.14 Jembatan Baja


(Sumber : Google Image)

5. Jembatan komposit
Jembatan komposit merupakan perpaduan antara dua bahan yang sama atau
berbeda dengan memanfaatkan sifat menguntungkan dari masing – masing
bahan tersebut, sehingga kombinasinya akan menghasilkan elemen struktur
yang lebih efisien.

Gambar 1.15 Jembatan Komposit


(Sumber : Google Image)

11
BAB II

PROSES PERENCANAAN JEMBATAN

2.1 UMUM
Konstruksi jembatan adalah suatu konstruksi bangunan pelengkap sarana
trasportasi jalan yang menghubungkan suatu tempat ke tempat yang lainnya, yang
dapat dilintasi oleh sesuatu benda bergerak misalnya suatu lintas yang terputus
akibat suatu rintangan atau sebab lainnya, dengan cara melompati rintangan
tersebut tanpa menimbun / menutup rintangan itu dan apabila jembatan terputus
maka lalu lintas akan terhenti. Lintas tersebut bisa merupakan jalan kendaraan,
jalan kereta api atau jalan pejalan kaki, sedangkan rintangan tersebut dapat berupa
jalan kenderaan, jalan kereta api, sungai, lintasan air, lembah atau jurang.
Jembatan juga merupakan suatu bangunan pelengkap prasarana lalu lintas
darat dengan konstruksi terdiri dari pondasi, struktur bangunan bawah dan
struktur bangunan atas, yang menghubungkan dua ujung jalan yang terputus
akibat bentuk rintangan melalui konstruksi struktur bangunan atas.
Jembatan adalah jenis bangunan yang apabila akan dilakukan perubahan
konstruksi, tidak dapat dimodifikasi secara mudah, biaya yang diperlukan relatif
mahal dan berpengaruh pada kelancaran lalu lintas pada saat pelaksanaan
pekerjaan. Jembatan dibangun dengan umur rencana 100 tahun untuk jembatan
besar, minimum jembatan dapat digunakan 50 tahun.Ini berarti, disamping
kekuatan dan kemampuan untuk melayani beban lalu lintas, perlu diperhatikan
juga bagaimana pemeliharaan jembatan yang baik.
Karena perkembangan lalu lintas yang ada relatip besar, jembatan yang
dibangun, biasanya dalam beberapa tahun tidak mampu lagi menampung volume
lalu lintas, sehingga biasanya perlu diadakan pelebaran.Untuk memudahkan
pelebaran perlu disiapkan desain dari seluruh jembatan sehingga dimungkinkan
dilakukan pelebaran dikemudian hari, sehingga pelebaran dapat dilaksanakan
dengan biaya yang murah dan konstruksi menjadi mudah.

Pada saat pelaksanaan konstruksi jembatan harus dilakukan pengawasan dan


pengujian yang tepat untuk memastikan bahwa seluruh pekerjaan dapat
diselesaikan, sesuai dengan tahapan pekerjaan yang benar dan memenuhi

12
persyaratan teknis yang berlaku, sehingga dicapai pelaksanaan yang efektif dan
efisien, biaya dan mutu serta waktu yang telah ditentukan.

2.2 DASAR PEMILIHAN TIPE JEMBATAN


Beberapa faktor yang menentukan tipe dari jembatan yang akan dibangun
agar bangunan yang akan dibangun efisien dan ekononis. Adapun faktor tersebut
antara lain :

2.2.1 Keadaan Struktur Tanah Pondasi

Untuk tanah pondasi lunak adalah kurang cocok bila dibuat suatu jembatan
pelengkung, mengingat gaya horizontal yang besar dan memerlukan pondasi tiang
pancang miring, yang sulit dilaksanakan. Untuk tanah keras atau batu cadas yang
menghubungkan jurang yang dalam, sangat cocok bila dibangun jembatan
pelengkung.Selain itu juga sangat cocok di bangun di pegunungan yang memiliki
tanah pendasar atau pondasi yang curam. Dengan adanya gaya horizontal pada
pondasi, maka gaya geser vertikal pada tanah pondasi bisa diimbangi oleh gaya
horizontal, sehingga bahaya longsoran dapat dikurangi.

2.2.2 Faktor Peralatan dan Tenaga Teknis

Perencanaan jembatan gelagar sederhana, tidak memerlukan keahlian


khusus dalam bidang tertentu. Peralatan berat harus dipikirkan dalam perencanaan
sebuah jembatan beton yang dicor di tempat lain. Jembatan beton pratekan (pre-
cast) dengan bentang 20 meter, yang akan dibangun di daerah pedalaman atau
pegunungan tentunya kurang relevan karena akan sulit dalam pengangkutan dan
pelaksanaannya yang akan melalui jalan berliku.

2.2.3 Faktor Bahan dan Lokasi

Ada kalanya di sungai tertentu, bila akan dibangun jembatan, dijumpai


banyak sekali batu kerikil yang baik untuk beton dan juga pasir dan batu koral
yang bermutu tinggi. Di sana mungkin akan sangat ekonomis bila jembatan di
buat dari beton bertulang, pondasi dari pasangan batu koral dan sebagainya.Di
daerah pantai laut, dimana udara sekeliling mengandung garam, maka perlu

13
dipertimbangkan pemakaian konstruksi baja apakah masih sesuai mengingat
faktor perkaratan.

2.2.4 Faktor Lingkungan

Sebaiknya bentuk jembatan harmonis dengan sekitarnya, agar indah


dipandang.Ketentraman bathin menentukan dalam ruang gerak kehidupan
manusia.Bentuk dan warna alam sekitar mempengaruhi ketentraman jiwa.
Selain faktor di atas, maka perlu dipertimbangkan prinsip pemilihan
konstruksi jembatan, sebagai berikut :

1. Konstruksi Sederhana (bisa dikerjakan masyarakat)


2. Harga Murah (manfaatkan material lokal)
3. Kuat & Tahan Lama (mampu menerima beban lalin)
4. Perawatan Mudah & Murah (bisa dilakukan masyarakat)
5. Stabil & Mampu Menahan Gerusan Air
6. Bentang yang direncanakan adalah yang terpendek
7. Perencanaan abutment yang dihindari terlalu tinggi.
Tipe jembatan umumnya ditentukan oleh faktor seperti beban yang
direncanakan, kondisi geografi sekitar, jalur lintasan dan lebarnya, panjang dan
bentang jembatan, estetika, persyaratan ruang di bawah jembatan, transportasi
material konstruksi, prosedur pendirian, biaya dan masa pembangunan. Tabel 2.1
berikut menunjukkan aplikasi panjang bentang beberapa tipe jembatan.
Tabel 2.1 Tipe Jembatan dan Aplikasi Panjang Jembatan

Panjang
No Tipe Jembatan Contoh jembatan dan Panjangnya
Bentang (m)

1 Gelagar Beton Precast 10-300 Stolmasundet, Norwegia, 301 m

2 Gelagar Baja I/Kotak 15-376 Jembatan Stalassa, Itali, 376 m

3 Rangka Baja 40-550 Quebec, Canada, 549 m

4 Baja Lengkung 50-550 Shanghai Lupu, China, 550 m

Wan Xian, China, 425 m (pipa baja berisi


5 Baja Lengkung 40-425
beton)

6 Kabel Tarik 110-1100 Sutong, China, 1088 m

7 Gantung 150-2000 Akaski-Kaikyo, Jepang, 1991 m

2.3 BAGIAN STRUKTUR JEMBATAN

14
Elemen struktur jembatan sebenarnya dapat dibedakan menjadi bagian atas
(super-structure) dan bagian bawah (sub-structure). Bangunan bawah jembatan
menyalurkan bebandari bangunan atas jembatan ke tapak atau pondasi.

Gambar 2.1Tipikal Struktur Jembatan


(Sumber: Chen & Duan, 2000)

2.3.1 Struktur Bangunan Atas Jembatan (Upper/Super Structure)

Struktur Bangunan Atas Jembatan (Upper/Super Structure) adalah bagian


dari struktur jembatan yang secara langsung menahan beban yang ditimbulkan
oleh lalu lintas orang, kenderaan dan lain-lain, untuk selanjutnya disalurkan
kepada bangunan bawah jembatan bagian-bagian pada struktur bangunan atas
jembatan terdiri atas struktur utama, sistem lantai, sistem perletakan,dan
perlengkapan lainnya seperti bangunan pengaman jembatan.Struktur utama
bangunan atas jembatan dapat berbentuk pelat, gelagar, sistem rangka, gantung,
jembatan kabel (cable stayed) atau pelengkung.

2.3.2 Struktur Bangunan Bawah Jembatan (Sub Structure)

Struktur Bangunan Bawah Jembatan (Sub Structure) adalah bagian dari


struktur jembatan yang umumnya terletak di sebelah bawah bangunan atas dengan
fungsi untuk menerima dan memikul beban dari bangunan atas agar dapat
disalurkan kepada pondasi.Bangunan bawah dibagi menjadi 2 (dua) bagian yaitu
kepala jembatan (abutment) atau pilar (pier) dan pondasi untuk kepala jembatan
atau pilar.Struktur bangunan bawah perlu didesain khusus sesuai dengan jenis
kekuatan tanah dasar dan elevasi jembatan.

15
2.4 RANGKA BAJA

Rangka baja adalah struktur jembatan yang terdiri dari rangkaian batang-
batang baja yang di hubungkn satu dengan yang lain. Beban atau muatan yang di
pikul oleh struktur ini akan di uraikan dan disalurkan kepada batang-batang baja
struktur tersebut, sebagai gaya-gaya tekan dan tarik, melalui titik-titik pertemuan
batang ( titik buhul ). Garis netral tiap-tiap batang yang bertemu pada titik buhul
harus saling berpotongan pada satu titik saja,untuk menghindari timbulnya titik
sekunder (Asiyanto,2008).

2.4.1 Metode Perakitan Jembatan


Ada 4 (empat) metode yang dapat diunakan untuk pekerjaan
pemasangan/penyetelan perangkat jembatan rangka baja yaitu:
1. Pemasangan dengan cara memakai perancah
2. Pemasangan dengan cara cantilever (pemasangan konsol sepotong demi
sepotong).
3. Pemasangan dengan cara perlincuran, dibagi menjadi bentang Tulangan
dan bentang lebih dari satu
4. Kombinasi dari ketiga cara diatas.

2.4.2 Struktur Baja


Kekakuan, kekuatan, dan stabilitas struktur baja harus memenuhi
persyaratan desain. Perbaikan elemen baja diperlukan jka terdapat kondisi
berikut:
1. Panjang retakan pada sambungan gelagar utama dan balok melintang
melebihi 5 meter
2. Panjang retak disalah satu tepi ujung sayap tarik melebihi 20 mm
3. Panjang retakan ditepi sayap tarik melebihi 5 mm, dan panjang retakan
pada sambungan las melebihi 10 mm
4. Tingkat kegagalan baut kekuatan tinggi pada sambungan melebihi 10%
atau mencapai 5 buah. Perbaikan yang dapat dilakukan adalah dengan
penggantian elemen baja.

2.4.3 Alat Sambung


Sistem sambungan merupakan bagian yang paling penting pada
perencanaan konstruksi baja, dimana sambungan yang merupakan titik buhul
menghubungkan beberapa rangka batang menjadi sebuah rangka batang. Karena
sambungan berperan menyalurkan gaya ke komponen-komponen, maka
sambungan tersebut harus memenuhi kriteria umum sebagai berikut:

16
1. Kekuatan (strength)
2. Kekakuan (stiffness)
3. Ekonomis
Macam-macam alat sambung yaitu:
1. Baut(bolt)
2. Paku keling (rivet)
3. Las (welding)
4. Paku pin

2.4.4 Profil Baja


Pada pemodelan jembatan yang digunakan through pratt truss dimana kali
menggunakan beberapa profil baja diantaranya:
a. Profil iwf
Profil baja diagonal WF 400.400.13.21
Profil baja horizontal WF 200.200.8.12
b. Gelagar Memanjang
Profil baja gelagar memanjang atas WF 1000.400.16.28
Profil baja gelagar memanjang 1 WF 1000.400.16.28
Profil baja gelagar memanjang 2 WF 400.400.13.21
c. Gelagar Melintang
Profil baja gelagar melintang 1 WF 1000.350.16.25
Profil baja gelagar melintang 2 WF 600.350.12.25
d. Ikatan Angin
Profil baja WF 130.130.9.21

BAB 3

BAGAN ALIR PERENCANAAN

Survey Data

Desain Awal :

Penentuan:
 Type struktur
 Bahan struktur
 Data Umum Jembatan
 Data Teknis Jembatan
 Hitungan awal

17
Penentuan Desain

Penentuan:
 Desain Struktur
 Penentuan Profil
 Perhitungan Beban

Modifikasi

Analisis SAP 2000


Tidak
OK

Desain Akhir :

 Modifikasi akhir
 Model struktur akhir
 Hitungan akhir

Gambar

(Modul Jembatan 2012 Universitas Negeri Yogyakarta)

18
BAB 4
PEMBEBANAN JEMBATAN

4.1 Pembebanan Pada Jembatan


Pembebanan untuk merencanakan jembatan jalan raya merupakan dasar dalam
menentukan beban-beban dan gaya-gaya untuk perhitungan tegangan-tegangan
yang terjadi pada setiap bagian jembatan jalan raya. Penggunaan pembebanan ini
dimaksudkan agar dapat mencapai perencanaan yang aman dan ekonomis sesuai
dengan kondisi setempat, tingkat keperluan,kemampuan pelaksanaan dan syarat
teknis lainnya,sehingga proses pelaksanaan dalam perencanaan jembatan menjadi
efektif. Pembebanan berdasarkan pada muatan dan beban- beban yang terjadi pada
jembatan berdasarkan peraturan yang ada dalam SNI 1725:2016.
beban-beban (beban,perpindahan dan pengaruh lainnya) dikelompokan
menurut sumbernya kedalam beberapa kelompok, yaitu :

1. Beban tetap.
2. Beban lalu-lintas.
3. Beban lingkungan ( angin, hujan, gempa, dsb.)
4. Beban-beban lainnya.
Berdasarkan lamanya bekerja, beban dibedakan menjadi 2, yaitu :

1. Beban tetap : beban yang bekerja sepanjang waktu atau pada jangka waktu
yang lama.
2. Beban transient : beban yang bekerja dalam jangka waktu yang pendek.

4.2 Beban Tetap


4.2.1 Beban Mati
Massa setiap bagian bangunan harus dihitung berdasarkan dimensi yang
tertera dalam gambar dan berat jenis bahan yang digunakan. Berat dari bagian-
bagian bangunan tersebut adalah massa dikalikan dengan percepatan gravitasi (g).
Percepatan gravitasi yang digunakan dalam standar ini adalah 9,81 m/detik2.
Besarnya kerapatan massa dan berat isi untuk berbagai macam bahan diberikan
dalam Tabel 3.1.

19
Tabel 4.1 Berat isi untuk beban mati

No. Bahan Berat isi Kerapatan Massa


3 3
(kN/m ) (kg/m )
Lapisan permukaan beraspal
1 22,0 2245
(bituminous wearing surfaces)
2 Besi tuang (cast iron) 71,0 7240
Timbunan tanah dipadatkan
3 17,2 1755
(compacted sand, silt or clay)
Kerikil dipadatkan (rolled gravel,
4 18,8-22,7 1920-2315
macadam or ballast)
5 Beton aspal (asphalt concrete) 22,0 2245

6 Beton ringan (low density) 12,25-19,6 1250-2000

Beton f’c < 35 MPa 22,0-25,0 2320


7
35 < f’c < 105 MPa 22 + 0,022 f’c 2240+2,29 f’c

(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

Pengambilan kerapatan massa yang besar, aman untuk suatu keadaan batas
akan tetapi tidak untuk keadaan yang lainnya. Untuk mengatasi hal tersebut dapat
digunakan faktor beban terkurangi. Akan tetapi, apabila kerapatan massa diambil
dari suatu jajaran nilai, dan nilai yang sebenarnya tidak bisa ditentukan dengan
tepat, perencana harus memilih di antara nilai tersebut yang memberikan keadaan
yang paling kritis.

Beban mati jembatan merupakan kumpulan berat setiap komponen


struktural dan nonstruktural. Setiap komponen ini harus dianggap sebagai suatu
kesatuan beban yang tidak terpisahkan pada waktu menerapkan faktor beban
normal dan faktor beban terkurangi. Perencana jembatan harus menggunakan
keahliannya di dalam menentukan komponen-komponen tersebut.

20
4.2.2 Berat Sendiri
Berat sendiri adalah berat bagian tersebut dan elemen-elemen struktural
lain yang dipikulnya, termasuk dalam hal ini adalah berat bahan dan bagian
jembatan yang merupakan elemen struktural, ditambah dengan elemen
nonstruktural yang dianggap tetap. Adapun faktor beban yang digunakan untuk
berat sendiri dapat dilihat pada Tabel 3.2.

Tabel 4.2 Faktor beban untuk berat sendiri

Faktor beban (γMS)

Tipe
s u
Keadaan Batas Layan (γ MS) Keadaan Batas Ultimit (γ MS )
Beban
Bahan Biasa Terkurangi

Baja, 1,0 1,10 0,90


Aluminium 1,0 1,10 0,90
Tetap Beton pracetak 1,0 1,20 0,85
Beton dicor ditempat 1,0 1,30 0,75
Kayu 1,0 1,40 0,70
(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

4.2.3 Beban Mati Tambahan


Beban mati tambahan adalah berat seluruh bahan yang membentuk suatu
beban pada jembatan yang merupakan elemen nonstruktural, dan besarnya dapat
berubah selama umur jembatan. Dalam hal tertentu, nilai faktor beban mati
tambahan yang berbeda dengan ketentuan pada Tabel 3.3 boleh digunakan dengan
persetujuan instansi yang berwenang. Hal ini bisa dilakukan apabila instansi
tersebut melakukan pengawasan terhadap beban mati tambahan pada jembatan,
sehingga tidak dilampaui selama umur jembatan.

Tabel 4.3 faktor beban untuk beban mati tambahan

21
Faktor beban (γMS)

Tipe
s u
Keadaan Batas Layan (γ MS) Keadaan Batas Ultimit (γ MS )
Beban
Keadaan Biasa Terkurangi

(1)
Umum 1,00 2,00 0,70
Tetap
Khusus (terawasi) 1,0 1,40 0,80
(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

Semua jembatan harus direncanakan untuk bisa memikul beban tambahan


yang berupa aspal beton setebal 50 mm untuk pelapisan kembali di kemudian hari
kecuali ditentukan lain oleh instansi yang berwenang. Lapisan ini harus
ditambahkan pada lapisan permukaan yang tercantum dalam gambar rencana.

Pengaruh dari alat pelengkap dan sarana umum yang ditempatkan pada
jembatan harus dihitung seakurat mungkin. Berat pipa untuk saluran air bersih,
saluran air kotor dan lainlainnya harus ditinjau pada keadaan kosong dan penuh
sehingga keadaan yang paling membahayakan dapat diperhitungkan.

4.3 Beban Hidup ( LL )


Beban hidup adalah semua berat benda yang melintas pada jembatan, yaitu
berat kendaraan Trailer yang melewati jembatan dan juga berat pejalan kaki yang
melewati jembatan

4.3.1 Beban Lajur “D”


Beban lajur ”D” terdiri dari beban tersebar merata (BTR) yang digabung
dengan beban garis (BGT) seperti yang terlihat dalam gambar 3.1.

22
Gambar 4.1 Beban Lajur “D”
(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)
Tabel 4.4 Faktor beban lajur “D”

Faktor beban ( γ TD ¿
Tipe
Jembatan Keadaan Batas Layan Keadaan Ultimit
Beban
S
(γ )
TD (γ UTD )
Beton 1.00 1.80
Transien Boks Girder
1.00 2.00
Baja

(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

Distribusi beban hidup dalam arah melintang digunakan untuk


memperoleh momen dan geser dalam arah longitudinal pada gelagar jembatan.
Hal itu dilakukan dengan beban lajur “D” tersebar pada seluruh lebar balok (tidak
termasuk parapet, kerb dan trotoar) dengan intensitas 100% untuk panjang
terbebani yang sesuai.

4.3.2 Pembebanan Truk "T"


Pembebanan truk "T" terdiri dari kendaraan semi-trailer yang mempunyai
susunan dan berat as seperti terlihat dalam gambar 3.2. Berat dari masing-masing
as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar yang merupakan bidang kontak
antara roda dengan permukaan lantai.
Berat dari masing-masing as disebarkan menjadi 2 beban merata sama besar
yang merupakan bidang kontak antara roda dengan permukaan lantai. Jarak antara
2 as tersebut bisa diubah-ubah antara 4 m sampai 9 m untuk mendapatkan
pengaruh terbesar pada arah memanjang jembatan. Untuk menyebarkan
pembebanan truk ”T” dalam arah melintang terlepas dari panjang jembatan atau
susunan bentang, hanya ada satu kendaraan truk ”T” yangbisa ditempatkan pada

23
satu lajur lalu-lintas rencana.Kendaraan truk ”T” harus ditempatkan di tengah-
tengah lajur lau-lintas rencana

Gambar 4.2 Pembebanan Truk “T” (500 kN)


(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

4.3.3 Faktor Beban Dinamis


Faktor beban dinamis (FBD) merupakan interbeban antara kendaraan yang
bergerak dengan jembatan. Besarnya DLA tergantung pada frekuensi dasar dari
suspensi kendaraan, biasanya antara 2 sampai 5 Hz untuk kendaraan berat, dan
frekuensi dari getaran lentur jembatan. Untuk perencanaan FBD dinyatakan
sebagai beban statik ekivalen. Harga FBD yang dihitung digunakan pada seluruh
bagian bangunan yang berada diatas permukaan tanah. Faktor beban dinamis
berlaku pada BGT pada beban lajur ”D” dan beban truk “T”untuk simulasi kejut
dari kendaraan yang bergerak pada struktur jembatan. FBD diterapkan pada
keadaan batas daya layan dan batas ultimate. Untuk bentang tunggal panjang
bentang ekivalen diambil sama dengan panjang bentang sebenarnya. Untuk
bentang menerus panjang bentang ekivalen LE diberikan dengan rumus:

Lg =√ L AV x Lmax ………………….……....................…………. (3.3)

Dimana :
LAV = panjang bentang rata-rata dari kelompok bentang yang
disambungkan secara menerus.
Lmax = panjang bentang mbebanmum dalam kelompok bentang yang

24
disambung secara menerus.

Untuk pembebanan truk "T", FBD diambil 30%. Nilai FBD yang dihitung
digunakan pada seluruh bagian bangunan yang berada di atas permukaan tanah.
Untuk bagian bangunan bawah dan fondasi yang berada di bawah garis
permukaan, nilai FBD harus diambil sebagai peralihan linier dari nilai pada garis
permukaan tanah sampai nol pada kedalaman 2 m. Untuk bangunan yang
terkubur, seperti halnya gorong-gorong dan struktur baja-tanah, nilai FBD jangan
diambil kurang dari 40% untuk kedalaman nol dan jangan kurang dari 10% untuk
kedalaman 2 m. Untuk kedalaman antara bisa diinterpolasi linier. Nilai FBD yang
digunakan untuk kedalaman yang dipilih harus diterapkan untuk bangunan
seutuhnya.

Gambar 4.3 Faktor beban dinamis untuk beban T untuk pembebanan lajur “D”
(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

Untuk faktor beban truk ditabelkan di tabel di bawah ini:

Tabel 4.5 Faktor beban Truk

Faktor beban ( γ TD ¿
Tipe
Jembatan Keadaan Batas Layan Keadaan Ultimit
Beban
S U
(γ )
TD (γ TD )
Beton 1.00 1.80
Transien Boks Girder
1.00 2.00
Baja

(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

25
4.3.4 Pembebanan untuk Pejalan Kaki
Semua komponen trotoar yang lebih lebar dari 600 mm harus direncanakan
untuk memikul beban pejalan kaki dengan intensitas 5 kPa dan dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraanpada masing-masing lajur kendaraan.
Jika trotoar dapat dinaiki maka beban pejalan kaki tidak perlu dianggap bekerja
secara bersamaan dengan beban kendaraan. Jika ada kemungkinan trotoar berubah
fungsi di masa depan menjadi lajur kendaraan, maka beban hidup kendaraan harus
diterapkan pada jarak 250 mm dari tepi dalam parapet untuk perencanaan
komponen jembatan lainnya. Dalam hal ini, faktor beban dinamis tidak perlu
dipertimbangkan.

4.3.5 Beban Rem


Gaya rem yang dipakai harus diambil yang terbesar dari :

1. 25% dari berat gandar truk desain atau,


2. 5% dari berat truk rencana ditambah beban lajur terbagi rata BTR
Gaya rem tersebut harus ditempatkan di semua lajur rencana yang dimuati
sesuai dengan lalu lintas rencana dan yang berisi lalu lintas dengan arah yang
sama. Gaya ini harus diasumsikan untuk bekerja secara horizontal pada jarak 1800
mm diatas permukaan jalan pada masingmasing arah longitudinal dan dipilih yang
paling menentukan. Untuk jembatan yang dimasa depan akan dirubah menjadi
satu arah, maka semua lajur rencana harus dibebani secara simultan pada saat
menghitung besarnya gaya rem.

4.4 Beban Lingkungan


Beban lingkungan memasukkan pengaruh temperatur, angin, banjir, gempa
dan penyebab alamiah lainnya. Besarnya beban rencana yang diberikan, dihitung
berdasarkan analisa statistik dari kejadian umum yang tercatat tanpa
memperhitungkan hal khusus yang mungkin akan memperbesar pengaruh
setempat. Perencana mempunyai tanggung jawab untuk mengidentifikasi kejadian
khusus setempat dan harus memperhitungkannya dalam perencanaan.

4.4.1 Beban Angin


1. Tekanan angin horizontal

26
Beban angin harus diasumsikan terdistribusi secara merata pada permukaan
yang terekspos oleh angin. Luas area yang diperhitungkan adalah luas area dari
semua komponen, termasuk sistem lantai dan railing yang diambil tegak lurus
terhadap arah angin. Untuk jembatan dengan elevasi lebih tinggi dari 10.000 mm
diatas permukaan tanah atau permukaan air, kecepatan angin rencana (VDZ) harus
dihitung dengan persamaan sebagai berikut:

V 10
V DZ =2.5V o ( )
VB
z
ln( )
zo
………………………...................................

(3.4)

Keterangan :
V DZ = kecepatan angin rencana pada elevasi rencana, Z (km/jam)
V 10 = kecepatan angin pada elevasi 10.000 mm diatas permukaan
tanah atau diatas permukaan air rencana (km/jam)
V VB = keceptan angin rencana yaitu 90 hingga 126 km/jam pada elevasi 10.000
mm.
Z = elevasi struktur diukur dari permukaan tanah atau permukaan
air dimana beban angina dihitung (Z > 10.000 mm)
V 0 = kecepatan gesekan angin (km/jam)
V 0 = panjang gesekan di hulu jembatan (mm)

2. Beban angin pada struktur ( EW S )


Perencana dapat menggunakan kecepatan angin rencana dasar yang berbeda
untuk kombinasi pembebanan yang tidak melibatkan kondisi beban angin yang
bekerja pada kendaraan. Dengan tidak adanya data yang lebih tepat, tekanan angin
rencana dalam MPa dapat ditetapkan dengan menggunakan persamaaan berikut:

2
V DZ
PD =PB ( ) ………………………....................................................
VB
(3.5)
keterangan:

PB = tekanan angin dasar (MPa)

Gaya total beban angin tidak boleh diambil kurang dari 4,4 kN/mm pada bidang
tekan dan 2,2 kN/mm pada bidang hisap pada struktur rangka dan pelengkung,

27
serta tidak kurang dari 4,4 kN/mm pada balok atau gelagar.

3. Gaya angin pada kendaraan ( EW 1 )


Jembatan harus direncanakan memikul gaya akibat tekanan angin pada
kendaraan, dimana tekanan tersebut harus diasumsikan sebagai tekanan menerus
sebesar 1,46 N/mm, tegak lurus dan bekerja 1800 mm diatas permukaan jalan.

4. Tekanan angin vertikal


Jembatan harus mampu memikul beban garis memanjang jembatan yang
mempersentasikan gaya angin vertikal ke atas sebesar 9,6 x 10-4 Mpa dikalikan
lebar jembatan, termasuk parapet dan trotoar. Gaya ini harus ditinjau hanya untuk
Keadaan Batas Kuat III dan Layan IV yang tidak melibatkan angin pada
kendaraan dan hanya ditinjau untuk kasus pembebanan dimana arah angin
dianggap bekerja tegak lurus terhadap sumbu memanjang jembatan.

4.4.2 Pengaruh Temperatur


Deformasi akibat perubahan temperatur yang merata dapat dihitung dengan
menggunakan prosedur. Prosedur ini dapat digunakan untuk perencanaan
jembatan yang menggunakan gelagar terbuat dari beton atau baja. Rentang
temperatur harus seperti yang ditentukan dalam Tabel. Perbedaan antara
temperatur minimum atau temperatur maksimum dengan temperatur nominal
yang diasumsikan dalam perencanaan harus digunakan untuk menghitung
pengaruh akibat deformasi yang terjadi akibat perbedaan suhu tersebut.
Temperatur minimum dan maksimum yang ditentukan dalam Tabel 18 harus
digunakan sebagai Tmin design dan Tmax design pada Persamaan 33.

∆ T =α L (T max design−T min design) ………………………................ (3.6)

Keterangan :

L adalah panjang komponen jembatan (mm)

α adalah koefisien muai temperatur (mm/mm/ºC)

28
Tabel 4.6 Temperatur jembatan rata-rata nominal

Temperatur jembatan Temperatur


Tipe bangunan atas rata-rata minimum jembatan rata-rata
(1) maksimum
Lantai beton diatas gelagar atau
15°C 40°C
boks beton
Lantai beton diatas gelagar,
15°C 40°C
boks atau rangka baja
Lantai pelat baja diatas gelagar,
15°C 45°C
boks atau rangka baja

CATATAN (1) Temperatur jembatan rata-rata minimum bisa dikurangi 5°C untuk
lokasi yang terletak pada ketinggian lebih besar dari 500 m
di atas permukaan laut

(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

Besarnya nilai koefisien perpanjangan dan modulus elastisitas yang


digunakan untuk menghitung besarnya pergerakan dan gaya yang terjadi diberikan
dalam tabel berikut:

Tabel 4.7 Sifat bahan rata-rata akibat pengaruh temperatur

Koefisien Modulus
Bahan Perpanjangan akibat Elastisitas
suhu (α) (MPa)

Baja 12 x 10-6 per °C 200.000


Beton: 10 x 10-6
Kuat tekan <30 MPa per °C

29
4700√f’c

Kuat tekan >30 MPa 11 x 10-6 per °C 4700√f’c

(Sumber: Pembebanan Untuk Jembatan SNI 1725:2016)

4.5 Beban Gempa


Jembatan harus direncanakan agar memiliki kemungkinan kecil untuk
runtuh namun dapat mengalami kerusakan yang signifikan dan gangguan terhadap
pelayanan akibat gempa Penggantian secara parsial atau lengkap pada struktur
diperlukan untuk beberapa kasus. Kinerja yang lebih tinggi seperti kinerja
operasional dapat ditetapkan oleh pihak yang berwenang. Beban gempa diambil
sebagai gaya horizontal yang ditentukan berdasarkan perkalian antara koefisien
respons elastik (Csm) dengan berat struktur ekivalen yang kemudian dimodifikasi
dengan faktor modifikasi respons (Rd) dengan formulasi sebagai berikut :
C sm
EQ = x wt …………………..............................................…………
Rd
(3.7)

Keterangan:
EQ adalah gaya gempa horizontal statis (kN)
Csm adalah koefisien respons gempa elastis
Rd adalah faktor modifikasi respons
Wt adalah berat total struktur terdiri dari beban mati dan beban hidup
yang sesuai (kN)

Koefisien respons elastik Csm diperoleh dari peta percepatan batuan dasar
dan spektra percepatan sesuai dengan daerah gempa dan periode ulang gempa
rencana. Koefisien percepatan yang diperoleh berdasarkan peta gempa dikalikan
dengan suatu faktor amplifikasi sesuai dengan keadaan tanah sampai kedalaman
30 m di bawah struktur jembatan. Ketentuan pada standar ini berlaku untuk
jembatan konvensional. Pemilik pekerjaan harus menentukan dan menyetujui
ketentuan yang sesuai untuk jembatan nonkonvensional. Ketentuan ini tidak perlu
digunakan untuk struktur bawah tanah, kecuali ditentukan lain oleh pemilik
pekerjaan. Pengaruh gempa terhadap gorong-gorong persegi dan bangunan bawah
tanah tidak perlu diperhitungkan kecuali struktur tersebut melewati patahan aktif.

30
Pengaruh ketidakstabilan keadaan tanah (misalnya : likuifbeban, longsor, dan
perpindahan patahan) terhadap fungsi jembatan harus diperhitungkan. Perhitungan
pengaruh gempa terhadap jembatan termasuk beban gempa, cara analisis, peta
gempa, dan detail struktur mengacu pada SNI 2833:2008 Standar perencanaan
ketahanan gempa untuk jembatan.

4.6 Faktor Beban dan Kombinasi


Gaya total terfaktor yang digunakan dalam perencanaan harus dihitung
dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:

� = ∑ 𝜂𝑖𝛾𝑖�𝑖 …………………..............................................…………(3.8)

Untuk beban-beban dengan nilai maksimum γi lebih sesuai maka:

𝜂𝑖 = η D ηR η1 ≥ 0,95 …………………................................... ………


(3.9)

Untuk beban-beban dengan nilai minimum γi lebih sesuai maka:

1
𝜂𝑖 = ≤ 1 …………………...................................................…
ηD η R η1
(3.10)

keterangan:

Q = gaya total terfaktor

ηi = faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas, redundansi, dan


klasifikasi

γi = faktor beban

31
Qi = gaya atau beban yang bekerja pada jembatan

ηD = faktor pengubah respon berkaitan dengan daktilitas

ηR = faktor pengubah respon berkaitan dengan redundansi

ηI = faktor pengubah respon berkaitan dengan klasifikasi operasional

Kombinasi pembebanan sebagai berikut harus diselidiki pada keadaan

batas daya layan yaitu kombinasi antara beban mati (MS), beban mati tambahan

(MA), tekanan tanah (TA), beban arus dan hanyutan (EU), susut (SH), gaya

akibat pelaksanaan (PL) dan prategang (PR).

Berikut merupakan kelompok pembebanan dan simbol untuk

pembebanan dalam perencanaan jembatan:

1. Beban permanen
MS = beban mati komponen struktural dan non struktural jembatan

MA = beban mati perkerasan dan utilitas

TA = gaya horizontal akibat tekanan tanah

PL = gaya-gaya yang terjadi pada struktur jembatan yang disebabkan

oleh proses pelaksanaan, termasuk semua gaya yang terjadi akibat

perubahan statika yang terjadi pada konstruksi segmental

PR = prategang

2. Beban transien
SH = gaya akibat susut/rangkak

TB = gaya akibat rem

TR = gaya sentrifugal

32
TC = gaya akibat tumbukan kendaraan

TV = gaya akibat tumbukan kapal

EQ = gaya gempa

BF = gaya friksi

TD = baban lajur “D”

TT = beban truk “T”

TP = beban pejalan kaki

SE = beban akibat penurunan

ET = gaya akibat temperatur gradient

EUn = gaya akibat temperatur seragam

EF = gaya apung

EWs = beban angin pada struktur

EWL = beban angin pada kendaraan

EU = beban arus dan hanyutan

33
BAB 5
PERMODELAN

5.1 Pemodelan dan Analisis Struktur Pada SAP2000


1. Membuka program SAP2000
 Untuk memulai pemodelan maka klik File  New Model (atau tekan
Ctrl + N)
 Ubah satuan dalam kN, m, C
 Kemudian pilih Grid Only, kemudian pilih OK

Gambar 5.1

2. klik kanan pada mouse lalu pilih Edit Grid Data  Modify/Show System.
Kemudian pada X Grid Data isikan sesuai bentang truss persegmen
panjangnya pada kolom Ordinate. Untuk Z Grid Data diisi sesuai data
ketinggian truss tersebut pada kolom Ordinate. Sedangkan untuk Ordinate
pada Y Grid Data diisi sesuai dengan data lebar jembatan (sesuai gambar).
Kemudian pilih OK dan OK lagi.

34
Gambar 5.2
3. Menginput data material baja yang digunakan dengan mutu baja BJ 55 (fu =
550 MPa dan fy = 410 MPa) dan mutu beton (f’c) = 25 MPa
 Pilih Define  Materials
 Pilih Add New Material kemudian diisikan sesuai pada gambar  OK

4. Menginput penampang baja sesuai data profil paja yang digunakan yaitu:

35
 Pilih Define  Frame Sections
 Pilih Add New Property kemudian pilih penampang I (IWF)
Gelagar Melintang (GM) : profil IWF 1000.350.16.25
Batang Diagonal (web) (BD) : profil IWF 400.400.13.21
Gelagar memanjang (GP) : profil IWF 1000.400.16.28
Gelagar memanjang tegah (GPT) : profil IWF 400.400.13.21
Bracing Atas (BA) : profil IWF 400.400.13.21
Ikatan angin (A) : profil L 130.130.9.21

36
5. Menginput data slab jembatan yang digunakan yaitu:
 Pilih Define  Area Sections
 Pilih Add New Section kemudian diisi ketebalan Slab (plat lantai
jembatan) = 0,2 m

37
6. Mulai menggambar model struktur jembatan truss pada grid yang telah dibuat
dengan cara pilih Draw Frame/Cable Element. Penggambaran dilakukan
sesuai denah rangka yang telah dibuat sebelumnya. Metode penggambaran
yaitu terputus tiap segmennya pada tiap – tiap joint sambungan sesuai dengan
penempatan masing – masing nama batangnya.

38
Gambar
7. Menggambar slab (plat lntai) jembatan truss dengan cara pilih Draw
Rectangular Area Element. Penggambaran dilakukan sesuai denah slab
yang telah dibuat sebelumnya. Metode penggambaran yaitu pada setiap
segmen rangka gelagar jembatannya.

8. Setelah itu dipasangi tumpuan pada masing – masing ujung dari struktur
truasnya, yaitu berupa tumpuan sendi dan rol
 Klik terlebih dahulu titik yang akan dipasangi tumpuan sendi (ujung kiri
truss)
 Kemudian pilih Assign  Joint  Restraints kemudian pilih pada bagian
tumpuan sendi  OK
 Klik lagi titik yang akan dipasangi tumpuan rol (ujung kanan truss)

39
9. Untuk menampilan prespektif 3D dari struktur jembatan truss yang telah
digambar, maka:
Klik Set Display Option  pada kolom General centang Extrude View 
OK

40
10. Untuk mendapatkan nilai Periode Alami (T) dan Berat Jembatan (Wt) maka
harus dilakukan proses Running Analysis. Namun sebelum itu jembatan perlu
disatukan dulu dalam satu grup.
 Blok seluruh bagian jembatan
 Pilih Assign  Assign to Group  Add New Group kemudian OK
 Kemudian lakukan Proses Running dengan cara klik Run Analysis (F5)
11. Untuk melihat nilai periode alami pilih Display  Show Deformed Shape
(F6)  dalam koloh Case pilih Modal kemudian OK

Maka nilai periode alami (T) jembatan = 0,25089 s


12. Untuk memperoleh nilai berat sendiri jembatan, maka pilih Display  Show
Tables

41
Kemudian pada Other Defenitions pilih Table ; Group 3 – masses and
weight  OK

Maka berat jembatan (Wt) = 3394,572 kN


Setelah itu klik lock/unlock model untuk membatalkan proses Running guna
penginputan beban.

13. Mendefenisikan beban


Semua beban didefenisikan pada SAP2000 dengan cara: pilih Define 
Load Cases

14. Menginput beban mati tambahan pada slab (DL)


 Slab (plat lantai) jembatan terlebih dahulu di blok, dengan cara pilih Select
 Select  Properties  Area Sections  kemudian pilih Slab  OK
 Kemudian Assign  Area Loads  Uniform to Frame
 Masukan nilai beban mati tambahan (Dead) = 1,7 kN/m2  OK

42
15. Menginput Beban hidup pejalan kaki di daerah trotoar
 Bagian Slab (plat lantai) yang menumpu trotoar jembatan terlebih dahulu
di blok.
 Kemudian Assign  Area Loads  Uniform to Frame
 Masukan nilai beban hidup (Live) = 4,0 kN/m2  OK

16. Memasukan beban lajur akibat beban kendaraan lalu lintas rencana pada
gelagar memanjang.
a. Beban lajur merata (Q) pada gelagar memanjang
 Gelagar memanjang jembatan terlebih dahulu di blok.
 Kemudian Assign  Frame Load  Distributed
 Masukan nilai beban hidup (Live) merata = 1,7 kN/m2  OK

b. Beban terpusat (P) pada ½ bentang, ¼ bentang kiri, dan ¼ bentang kanan

43
 Klik joint bagian tengah jembatan, joint ¼ dari kiri jembatan, dan ¼
dari kanan jembatan
 Kemudian Assign  Joint Loads  Forces
 Pada kolom Force Global Z masukan nilai beban hidup (Live)
terpusat = -102,9 kN  OK

c. Beban terpusat horisontal akibat gaya rem pada joint gelagar memanjang
 Klik joint pada gelagar yang akan diberikan beban horisontal akibat
gaya rem
 Kemudian Assign  Joint Loads  Forces
 Pada kolom Force Global X masukan nilai beban hidup (Live)
terpusat = 5,10 kN  OK

44
17. Beban terpusat horisontal akibat beban angin pada joint truss jembatan
(bidang samping)
 Klik joint pada truss yang akan diberikan beban horisontal akibat gaya
tekan dan hisap
 Kemudian Assign  Joint Loads  Forces
 Pada kolom Force Global Y masukan nilai beban angin (Wind) tekan =
15,01 kN dan angin hisap = 7,41 kN  OK

45
18. Memasukan beban gempa statik ekivalen pada pusat massa (diafraghma) slab
lantai jembatan
 Terlebih dahulu membuat diafraghma pada lantai jembatan dengan cara
blok seluruh gelagar dan lantai jembatan kemudian Assign  Joint 
Constraints
 Kemudian dibuat diafraghma lantainya

46
 Pilih Define  Load Cases  kemudian klik pada bagian EQx 
kemudian pilih Modify Lateral Load

 Pada kolom FX di isikan nilai beban gempa lateral arah X sebesar


1810,4384 kN lalu OK

 Ulangi cara yang sama untuk EQy, Pada kolom FY di isikan nilai beban
gempa lateral arah Y sebesar 1810,4384 kN lalu OK.
19. Memasukan beban ultimit kombinasi dari semua beban yang bekerja secara
besaramaan dengan kombunasi sebagai berikut:
Comb 1 : 1,4DL
Comb 2 : 1,2DL + 1,6LL
Comb 3 : 1,2DL + 1LL + 1EQX + 0,3EQY
Comb 4 : 1,2DL + 1LL – 1EQX – 0,3EQY
Comb 5 : 1,2DL + 1LL + 0,3EQX + 1EQY
Comb 6 : 1,2DL + 1LL – 0,3EQX – 1EQY
Comb 7 : 1,2DL + 1LL + 1,6WL
Comb 8 : 1,2DL + 1LL – 1,6WL
 Pilih Define  Combinations  Add New Combo

47
 Masukan kombinasi beban tersebut satu persatu sesuai kode kombinasinya
lalu OK

20. Setelah dipastikan semua benar, maka dilakukan proses Running Analisys
dengan cara:
 Klik Run Analysis (atau tekan F5)
 Kemudian klik Run Now dan tunggu sampai proses selesai Analysis
Complete kemudian OK
21. Cek kapasitas penampang dengan cara
 Klik Start Steel Design/Check of Structure
 Tunggu sampai prosesnya selesai kemudian perhatikan gradasi warnanya
(jangan sampai ada batang yang berwarna merah)

22. Mencari nilai gaya dalam perbatang sesuai kode masing – masing batang
 Blok batang yang akan dicari nilai gaya dalamnya, misal batang Gelagar
Memanjang (GP) IWF 400.400. 13.21

48
 Pilih Select  Select  Properties  Frame Sections  kemudian pilih
GP  OK. Maka semua batang Gelagar Memanjang (GP) IWF 400.400.
13.21 akan terblok secara otomatis.
 Pilih Display  Show Tables  kemudian pilih Frame Output  OK

 Kemudian pilih File  Export Current Table  To Excel

 Kemudian di Ms. Excel data tersebut diolah untuk memproleh nilai


Momen M3 (Mu+ dan Mu-), Gaya Geser V2 (Vu+ dan Vu-), serta Gaya
Aksial P (Pu+ dan Pu-).
23. Mencari nilai lendutan (displacement) di tengah bentang (1/2 L) maupun di
seperempat bentang kiri dan kanan jembatan.

49
 Klok joint pada gelagar ditengah bentang untuk mendapatkan nilai
lendutan ½ L
 Pilih Display  Show Tables  kemudian pilih Frame Output 
Displacement  OK

 Kemudian pilih File  Export Current Table  To Excel


 Kemudian di Ms. Excel data tersebut diolah untuk memproleh nilai U3
(arah Z)

50

Anda mungkin juga menyukai