Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH

SENGKETA DALAM KONTRAK KONSTRUKSI

MATA KULIAH
ADMINISTRASI DAN ASPEK HUKUM
PEMBANGUNAN

DOSEN:
ELIATUN, ST., MT.

DISUSUN OLEH:

MAHBOB, ST.
NIM. 1820828310047

MANAJEMEN KONSTRUKSI
PROGRAM STUDI MAGISTER TEKNIK SIPIL
FAKULTAS TEKNIK
UNIVERSITAS LAMBUNG MANGKURAT
BANJARMASIN
2019
BAB I. PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Suatu dokumen kontrak konstruksi harus benar-
benar dicermati dan ditangani secara benar dan hati-
hati karena mengandung aspek hukum yang akan
mempengaruhi dan menentukan baik buruknya
pelaksanaan kontrak. Pentingnya Administrasi kontrak
bertujuan untuk memastikan bahwasanya Pihak-pihak
yang terkait dalam kontrak tersebut dapat memenuhi
kewajiban sesuai dengan perjanjian. Walaupun
kelihatannya sederhana, namun dalam kenyataannya
mengadministrasikan suatu kontrak tidaklah mudah.
Dalam kebiasaan pelaksanaan suatu kontrak
konstruksi yang melibatkan Owneer/Pengguna Jasa dan
Kontraktor selaku Penyedia Jasa, posisi Penyedia Jasa
selalu dipandang lebih lemah daripada posisi Pengguna
Jasa. Dengan kata lain posisi Pengguna Jasa lebih
dominan dari pada posisi Penyedia Jasa. Penyedia Jasa
hampir selalu harus memenuhi konsep/draf kontrak
yang dibuat Pengguna Jasa karena Pengguna Jasa selalu
menempatkan dirinya lebih tinggi dari Penyelia Jasa.
Peraturan perundang-undangan yang baku untuk
mengatur hak-hak dan kewajiban para pelaku industri
jasa konstruksi sampai lahirnya Undang-Undang No.
18/1999 tentang Jasa Konstruksi, belum ada sehingga
asas “Kebebasan Berkontrak” sebagaimana diatur oleh
Kitab Undang-Undang Hukum Perdata (KUHPer) Pasal
1338 dipakai sebagai satu-satunya asas dalam
penyusunan kontrak. Dengan posisi yang lebih
dominan, Pengguna Jasa lebih leluasa menyusun
kontrak dan ini dapat merugikan Penyedia Jasa.
Ketidak seimbangan antara terbatasnya pekerjaan
Konstruksi/Proyek dan banyaknya Penyedia Jasa
mengakibatkan posisi tawar Penyedia Jasa sangat
lemah. Dengan banyaknya jumlah Penyedia Jasa maka
Pengguna Jasa leluasa melakukan pilihan. Adanya
kekhawatiran tidak mendapatkan pekerjaan yang
ditenderkan Pengguna jasa/Pemilik Proyek
menyebabkan Penyedia Jasa “rela” menerima Kontrak
Konstruksi yang dibuat Pengguna Jasa. Bahkan sewaktu
proses tender biasanya Penyedia Jasa enggan bertanya
hal-hal yang sensitive namun penting seperti
ketersediaan dana, isi kontrak, kelancaran pembayaran,
Penyedia Jasa takut pihaknya dimasukkan dalam daftar
hitam.
Kondisi ideal pelaksana konstruksi adalah apabila
seluruh komponen kontrak konstruksi dengan
pengguna jasa terinci secara jelas yang tercakup dalam
surat perjanjian, syarat umum kontrak, spesifikasi
teknis, dll.
Seringkali terjadi perselisihan/sengketa akibat
kelalaian dalam mengadministrasikan kontrak
konstruksi tersebut, sehingga sering menimbulkan
perselisihan/sengketa diantara kedua belah pihak.
Sengketa konstruksi adalah sengketa yang terjadi
sehubungan dengan pelaksanaan suatu usaha jasa
konstruksi antara para pihak yang tersebut dalam suatu
kontrak konstruksi. Dalam penyelenggaraan proyek
konstruksi, fungsi-fungsi perencanaan dan Pelaksanaan
dilaksanakan secara terpisah-pisah oleh berbagai pihak
yang berbeda. Sejalan dengan meningkatnya aktivitas
pembangunan berbagai fasilitas infrastruktur yang
disertai dengan kemajuan teknologi konstruksi,
terdapat peningkatan potensi timbulnya perbedaan
pemahaman, perselisihan pendapat, maupun
pertentangan antar berbagai pihak yang terlibat dalam
kontrak konstruksi. Hal ini seringkali tidak dapat
dihindari. Perselisihan yang timbul dalam
penyelenggaraan proyek-proyek konstruksi perlu
diselesaikan sejak dini dan memuaskan bagi semua
pihak. Sehingga menjadi persengketaan dan berakibat
pada penurunan kinerja pelaksanaan konstruksi secara
keseluruhan.
Sengketa konstruksi dapat timbul antara lain
karena, keterlambatan penyelesaian pekerjaan,
perbedaan penafsiran dokumen kontrak, ketidak
mampuan baik teknis maupun manajerial dari para
pihak. Selain itu sengketa konstruksi dapat pula terjadi
apabila karena klaim yang tidak dilayani, keterlambatan
pembayaran pengguna jasa ternyata tidak
melaksanakan tugas-tugas pengelolaan dengan baik
dan mungkin tidak memiliki dukungan dana yang cukup.
Seringkali juga terjadi perselisihan disebabkan
karena faktor eksteren Penyedia jasa, seperti
perbedaan gambar rencana dengan Spesifikasi teknis
dan Bill of Quantity, lambatnya keputusan direksi
pekerjaan dalam suatu usulan material atau design,
adanya force majeure, dan lain-lain yang
mengakibatkan bertambahnya waktu penyelesaian dan
biaya pelaksanaa pekerjaan. Sementara kebiasaan pada
proyek pemerintah terutama yang dibiayai oleh
APBD/APBN dibatasi oleh Tahun anggaran, dimana
proyek harus diselesaikan sebelum tutup buku
anggaran.

1.2. Tujuan
Tujuan dari pembuatan makalah ini adalah untuk
memenuhi tugas mata kuliah Administrasi dan Aspek
Hukum Pembangunan mengenai penyelesaian sengketa
kontrak konstruksi sebelum sampai melibatkan pihak
ketiga (mediasi, arbitrase, dll) dan kaitannya dengan
kontrak konstruksi dan aspek hukumnya.

1.3. Permasalahan
1.3.1. Prinsip-prinsip hukum apakah yang harus
dipatuhi dalam suatu kontrak konstruksi?
1.3.2. Aspek hokum apa saja kah yang perlu
diperhatikan dalam kontrak konstruksi sehingga
tidak berdampak hukum?
1.3.3. Faktor-faktor apakah yang menyebabkan
terjadinya sengketa konstruksi?
1.3.4. Jenis sengketa kontrak konstruksi apakah yang
sering terjadi dalam pelaksanaan suatu kontrak
konstruksi?
1.3.5. Kekuatan dokumen apa yang diperlukan dalam
sengketa konstruksi?
BAB II PEMBAHASAN

2.1. Prinsip Hukum Dalam Kontrak Konstruksi


Dalam KUH Perdata Indonesia tidak banyak
mengatur tentang kontrak konstruksi. Kebanyakan
ketentuan tentang hukum konstruksi tersebut bersifat
hukum mengatur, jadi umumnya dapat dikesampingkan
oleh para Pihak. Adapun prinsip-prinsip yuridis
mengenai kontrak konstruksi yang terdapat dalam KUH
Perdata adalah sebagai berikut:
1. Prinsip Korelasi antara tanggung jawab para pihak
dengan kesalahan dan penyediaan bahan bangunan,
2. Prinsip ketegasan Tanggung jawab Pemborong jika
bangunan musnah karena cacat dalam penyusunan
atau faktor tidak ditopang oleh kesanggupan tanah,
3. Prinsip Larangan Merubah harga kontrak,
4. Prinsip kebebasan pemutusan kontrak secara
sepihak oleh Pihak Owner,
5. Prinsip kontrak yang melekat dengan Pihak
Pemborong,
6. Prinsip Vicarious Liability (tanggung jawab
pengganti),
7. Prinsip hak retensi.

Sedangkan prinsip hukum Pemborongan dalam


Undang-Undang Jasa Konstruksi No. 18 Tahun 1999,
berdasarkan pada azas-azas Kejujuran dan keadilan,
Azas manfaat, azas keserasian, keseimbangan,
kemandirian, keterbukaan, kemitraan serta azas
keamanan dan keselamatan demi kepentingan
mansyarakat dan negara.

2.2. Aspek Hukum Kontrak Konstruksi


Sesuai dengan pasal 1338 KUH Perdata
menyatakan bahwasanya seluruh perjanjian yang
dibuat secara sah merupakan undang-undang bagi
mereka yang membuatnya. Sehingga suatu dokumen
kontrak sesungguhnya adalah hukum.
Adapun beberapa aspek hukum yang sering
menimbulkan dampak hukum yang cukup luas yaitu:
a. Penghentian Sementara Pekerjaan
b. Pengakhiran perjanjian/pemutusan kontrak
c. Ganti rugi keterlambatan
d. Penyelesaian perselisihan
e. Keadaan memaksa/Force Majeure
f. Hukum yang berlaku
g. Bahasa kontrak
h. Domisili

2.3. Faktor Penyebab Sengketa Konstruksi


Berbagai faktor potensial penyebab perselisihan
dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi,
dikelompokkan dalam 3 aspek yang saling terkait satu
dengan yang lainnya, sbb:
1. Aspek Teknis/Mutu
 Faktor perubahan lingkup pekerjaan
 Faktor perbedaan kondisi lapangan
 Faktor kekurangan material yang sesuai dengan
spesifikasi teknis
 Faktor keterbatasan peralatan
 Faktor kurang jelas atau kurang lengkapnya
gambar rencana dan/atau spesifikasi teknis.
2. Aspek Waktu
 Faktor penundaan waktu pelaksanaan pekerjaan
 Faktor percepatan waktu penyelesaian pekerjaan
 Faktor keterlambatan waktu penyelesaian
pekerjaan.
3. Aspek Biaya
 Faktor penambahan biaya pengadaan sumber
daya proyek
 Faktor penambahan biaya atas hilangnya
produktivitas
 Faktor penambahan biaya atas biaya overhead
dan keuntungan.
Ketidakpastian sudah merupakan risiko dalam
suatu proyek konstruksi, tidak semua hal secara detil
dapat ditentukan dengan baik selama proses
perencanaan sehingga para pihak yang terlibat harus
menyelesaikannya setelah masa pelaksanaan dimulai.
Penyusunan dokumen kontrak yang adil bagi semua
pihak untuk mengatur hubungan seperti dalam proyek
konstruksi yang memiliki sedikit banyak tingkat
ketidakpastian menjadi sesuatu yang tidak mudah.
Penggunaan kontrak konstruksi yang standar belum
umum dilakukan di Indonesia, apalagi untuk keperluan
pengaturan hubungan yang bersifat subkontraktual.
Aturan- aturan dalam kontrak yang sulit menghilangkan
seluruh “celah” (gaps) seringkali diperparah dengan
sifat oportunisnik dari para pelaku yaitu pihak yang
memiliki posisi tawar yang lebih tinggi. Pihak dengan
posisi tawar yang lebih tinggi ini bisa dilakoni oleh
pemilik, perencana, pengawas, kontraktor,
subkontraktor, atau pemasok, tergantung kepada
situasi yang dihadapi.

2.4. Jenis Sengketa Konstruksi


Seringnya terjadi sengketa dalam pelaksanaan
suatu kontrak konstruksi terjadi karena adanya
perubahan lingkup pekerjaan pada waktu pelaksanaan
konstruksi, yang bagi penyedia jasa dapat
mengakibatkan adanya berakibat pada waktu
penyelesaian pekerjaan serta perubahan biaya
pelaksanaan pekerjaan.
Adapun jenis sengketa dalam suatu proyek
konstruksi dikelompokkan seperti tabel berikut:

Penyebab Sengketa
No. Jenis Sengketa
A B C D E F G H I J
1. Biaya     
2. Waktu    
Pelaksanaan
3. Lingkup  
Pekerjaan
4. Gabungan       
Biaya, Waktu &
Lingkup
Pekerjaan
Dimana:
A = Perijinan
B = Surat Perjanjian Kerjasama (Kontrak)
C = Persyaratan Kontrak
D = Gambar Rencana
E = Spesifikasi Teknis
F = Rencana Anggaran Biaya
G = Administrasi Kontrak
H = Kondisi Lapangan
I = Kondisi Eksternal
J = Etika Profesi
Dari tabel duiatas terlihat, bahwasanya jenis
sengketa yang paling sering terjadi adalah gabungan
biaya, waktu dan lingkup pekerjaan. Jenis sengketa ini
sering terjadi saat pelaksanaan konstruksi karena sering
terjadinya perubahan perubahan lingkup pekerjaan
pada waktu pelaksanaan konstruksi, yang bagi penyedia
jasa (kontraktor) dapat mengakibatkan adanya
perubahan biaya pada pelaksanaan pekerjaan dan juga
dapat berakibat adanya perubahan waktu pelaksanaan
konstruksi. Dalam hal ini, batasan dana (anggaran) yang
dimiliki oleh pemilik pada saat pelaksanaan konstruksi
juga sangat berpengaruh terhadap terjadinya sengketa.
Menurut survey yang dilakukan Soekirno, dkk
(2006) yang ditulis dalam makalah yang ditulis oleh
Poernomo Soekirno, dkk (FTSL, ITB Bandung), terhadap
beberapa kontraktor nasional di Jawa Timur, penyebab
sengketa yang sering terjadi berdasarkan hasil survei
tersebut adalah kondisi eksternal (26,79%), gambar
rencana (21,43%), kondisi lapangan (19,64%) dan
spesifikasi teknis (16,07%). Temuan ini sejalan dengan
kenyataan bahwa pada tahap pelaksanaan konstruksi
bangunan gedung, kinerja kontraktor dipengaruhi oleh
perubahan kondisi eksternal, seperti kebijakan
pemerintah dalam ekonomi dan fiskal, serta kondisi
sosial. Sebagai contoh bila terjadi lonjakan perubahan
harga atau biaya baik tenaga kerja, bahan/material,
peralatan dll, dapat menyebabkan tersendatnya
pelaksanaan pekerjaan di lapangan karena harga
kontrak awal yang diajukan oleh penyedia jasa
(kontraktor) sangat jauh berbeda dengan harga pada
saat pelaksanaan pekerjaan. Agar pekerjaan dapat tetap
diselesaikan maka penyedia jasa (kontraktor) akan
mengajukan permintaan perubahan kepada pihak
pemilik baik perubahan biaya, perubahan waktu
maupun gabungan antara perubahan biaya, waktu dan
lingkup pekerjaan (jasa). Pada tahun 2005, kondisi
ekonomi dalam negeri masih belum stabil, termasuk
adanya kenaikan harga dasar bahan bakar minyak
(BBM) yang signifikan, mempengaruhi harga-harga
bahan dasar material untuk pekerjaan konstruksi dan
menyebabkan terjadinya pembengkakan biaya untuk
menyelesaikan pekerjaan konstruksi. Perubahan
gambar rencana sering terjadi di lapangan. Gambar
rencana berbeda dengan hasil akhir pembangunan
sesuai yang diinginkan oleh pihak pemilik. Pada tahap
pelaksanaan pembangunan sering pihak pemilik
memerintahkan perubahan-perubahan terhadap
gambar rencana, yang berakibat pada klaim dari pihak
penyedia jasa (kontraktor) berupa permintaan
perubahan baik biaya, waktu maupun gabungan antara
perubahan biaya, waktu dan lingkup pekerjaan (jasa).
Penyebab sengketa lainnya yang mempengaruhi
pelaksanaan pekerjaan adalah kondisi lapangan (kondisi
cuaca, kondisi tanah, kondisi topografi, dll), spesifikasi
teknis, surat perjanjian kerjasama (kontrak),
persyaratan kontrak dan administrasi kontrak.
Pada survey yang sama, juga didiskusikan
mengenai cara penyelesaian sengketanya. Jenis
penyelesaian sengketa yang sering digunakan dalam
sengketa pada tahap pelaksanan pekerjaan konstruksi
adalah negosiasi yaitu sekitar 90%. Hal ini dikarenakan
jenis penyelesaian negosiasi lebih mudah dan dianggap
tidak akan mengganggu jalannya pelaksanaan
pekerjaan dan hasil penyelesaian sengketa dapat
memuaskan semua pihak yang terlibat dalam kontrak.
Suatu kecenderungan terlihat dari hasil survei ini,
bahwa karena kebanyakan proyek yang dikerjakan
adalah proyek pemerintah dan dikerjakan oleh
perusahaan kualifikasi menengah, maka sengketa yang
terjadi sebaiknya diselesaikan dengan jalan negosiasi
antar pihak saja. Hal ini sangat terkait dengan
kekhawatiran dari pihak kontraktor jika sengketa akan
menyebabkan kehilangan pekerjaan yang
bersangkutan, karena untuk mendapatkan proyek
tersebut relatif sulit. Dengan demikian, bila terjadi
sengketa maka perusahaan kontraktor berusaha
enyelesaikan dengan negosiasi agar hubungan baik
dapat tetap terjaga dan berusaha sebisa mungkin
menghindari konflik dengan pihak pemilik. Lembaga
arbitrase (BANI, Arbitrase Adhoc) digunakan bila jenis
penyelesaian sengketa negosiasi yang telah ditempuh
sebelumnya tidak dapat menghasilkan keputusan yang
dapat memuaskan semua pihak.

2.5. Kekuatan Hukum Dokumen Dalam Kontrak Konstruksi


Dalam pelaksanaan proyek konstruksi, kadang kita
menemui kesulitan untuk melaksanakan perintah
karena perintahnya berbeda dengan isi dokumen
kontrak. Kesulitan lainnya yang sering terjadi adalah
perbedaan isi dokumen yang satu dengan yang lainnya.
Untuk itu prinsip dari kekuatan atau prioritas untuk
diikuti dan dilaksanakan adalah:”Dokumen yang terbit
lebih akhir adalah yang lebih kuat/mengikat untuk
dilaksanakan”.
Apabila tidak ditentukan lain, sesuai dengan
prinsip tersebut diatas, maka urutan prioritas
pelaksanaan pekerjaan adalah berdasarkan:
1. Instruksi tertulis dari Konsultan MK (jika ada)
2. Addendum Kontrak (jika ada)
3. Surat Perjanjian Pemborongan dan Syarat-syarat
perjanjian
4. Surat Perintah Kerja, Surat Penunjukan
5. Berita Acara Negosiasi
6. Berita Acara Klarifikasi
7. Berita Acara Aanwijzing
8. Syarat-syarat Administrasi
9. Spesifikasi teknis
10. Gambar Rencana dan Rincian Nilai Kontrak
BAB. III. KESIMPULAN DAN SARAN

3.1. Kesimpulan
3.1.1. Bahwasanya dokumen kontrak sangat penting
dicermati, dipahami dan dilaksanakan dengan
sebaik-baiknya oleh para pihak yang terlibat
didalamnya, karena mengandung aspek hukum
yang berdampak hukum bila Para Pihak lalai
dalam melaksanakan kewajibannya.
3.1.2. Dalam pelaksanaan suatu proyek konstruksi
dengan tingkat kompleksitas sumber daya,
metode, serta permasalahan lainnya, sangat
memungkinkan timbulnya suatu
perselisihan/sengketa. Untuk itu Para Pihak
harus dapat menyelesaikannya dengan sebaik-
baiknya dengan keputusan yang tidak merugikan
salah satu pihak yang bersengketa.
3.1.3. Jenis sengketa yang banyak terjadi dalam
pelaksanaan suatu kontrak konstruksi lebih
banyak disebabkan oleh faktor eksternal yang
sejalan dengan kenyataan bahwasanya kinerja
kontraktor selaku penyedia jasa dipengaruhi oleh
perubahan eksternal tersebut. Untuk itu Pihak
Penyedia harus lebih proaktif dalam
menyampaikan permasalahan-permasalahan
yang dapat menimbulkan perselisihan/sengketa
di dalam pelaksanaan konstruksi.
3.2. Saran
Untuk meminimalkan potensi terjadinya sengketa
dalam suatu pelaksanaan kontrak proyek konstruksi,
para pihak disarankan untuk:
1. Memahami administrasi kontrak dan
pengadministrasian kontrak tersebut.
2. Memahami kontrak secara keseluruhan termasuk
aspek hokum yang terkandung di dalam kontrak
tersebut.
3. Memenuhi kewajibannya sesuai kontrak.
4. Mengelola kontrak dengan fair.
5. Meminta bantuan Lembaga hukum dalam
pengesahan isi dokumen kontrak.
DAFTAR PUSTAKA

PT. PP (PERSERO). 2003. Buku Referensi untuk Kontraktor


Bangunan Gedung dan Sipil. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka
Utama.
Yasin, Nazarkhan. 2006. Mengenal Kontrak Konstruksi di
Indonesia. Jakarta: PT. Gramedia Pustaka Utama.
Fuady, Munir. 2002. Kontrak Pemborongan Mega Proyek.
Bandung: PT. Citra Aditya Bakti.
Soeharto, Iman. 1995. Manajemen Proyek; dari Konseptual
sampai Operasional. Jakarta: Erlangga.
Soekirno, Purnomo. Dkk. 2006. Sengketa dalam
Penyelenggaraan Konstruksi di Indonesia; Penyebab dan
Penyelesaiannya. ITB: FTSL.
Kristiawan. 2006. Paper, Perubahan Lingkup Pekerjaan. Migas
Indonesia.
UU No. 18 Tahun 1999 Tentang Jasa Konstruksi.

Anda mungkin juga menyukai