Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

Terapi obat dan terapi organik terhadap gangguan mental dapat


didefinisikan sebagai suatu usaha untuk memodifikasi atau mengoreksi perilaku,
pikiran, atau mood yang patologis dengan zat kimia atau cara fisik lainnya.
Hubungan antara keadaan fisik dan otak sangat kompleks dan tidak dimengerti
seluruhnya. Tetapi berbagai parameter perilaku normal dan abnormal seperti
persepsi, afek dan kognisi mungkin dipengaruhi oleh perubahan fisik dalam
sistem saraf pusat (seperti penyakit serebrovaskular, epilepsi, obat yang legal dan
obat terlarang).1,2
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang
berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.4 Psikotropik adalah obat yang
mempengaruhi fungsi perilaku, emosi, dan pikiran yang biasa digunakan dalam
bidang psikiatri atau ilmu kedokteran jiwa. Berbeda dengan antibiotik,
pengobatan dengan psikotropik bersifat simtomatik dan lebih didasarkan atas
pengetahuan empirik. Psikotropik hanya mengubah keadaan jiwa pasien sehingga
lebih kooperatif dan dapat menerima psikoterapi dengan baik. Berdasarkan
penggunaan klinik, psikotropik dapat dibedakan menjadi 4 golongan yaitu
antipsikosis, anti ansietas, antidepresi, dan antimania.1,2
Farmakoterapi atau terapi obat merupakan komponen penting dalam
pengobatan gangguan depresif dan gangguan cemas. Ada banyak faktor yang
harus diperhitungkan, misalnya target simptom, kerja obat, farmakokinetik, cara
pemberian, efek samping, interaksi obat, sampai pada harga obat. Transmitter
utama yang terlibat dalam depresi adalah dopamin, norepinefrin, dan serotonin.3
Antidepresan terbagi menjadi beberapa golongan, yaitu trisiklik
antidepresan (TCA), seletive serotinin reuptake inhibitors (SSRI), seletive
norephineprin reuptake inhibitors (SNRI), Antagonist 5-HT2, antidepresan
tetrasiklik dan unisiklik, dan monoamine oksidase inhibitors (MAOI). Perbedaan
1
2

jenis antidepresan membedakan efektivitas, keamanan dan efek samping oleh


karena itu pemilihan antidepresan berdasarkan beberapa kriteria, antara lain,
tolerabilitas, reaksi obat sebelumnya, kondisi medis yang menyertai, interaksi obat
dan faktor harga yang sesuai dengan kemampuan pasien.3,4 Indikasi dari
pemberian obat antidepresan ini antara lain depresi, gangguan cemas, gangguan
nyeri, angguan disforik prahaid, gangguan makan, dan lainnya.3
Obat antiansietas yaitu obat golongan sedatif-hipnotik dikarenakan
memiliki sifat sedasi/kantuk disertai hilangnya rasa cemas/anxiety.3 Sinonim dari
obat ini dikenal dengan psycholeptics, minor tranquillizers, anxiolytics,
antianxiety drugs, dan ansiolitika. Obat antiansietas dibagi menjadi dua golongan
yaitu; Benzodiazepin dan non benzodiazepine. Indikasi terapeutik dari obat
antiansietas adalah antara lain untuk ansietas, gangguan campuran ansietas-
depresif, gangguan panik dan fobia sosial, gangguan obsesif-kompulsif dan
gangguan stres pascatrauma, insomnia, depresi, gangguan bipolar I, dan untuk
mengontrol relaksasi otot pada gangguan neuromuskular tertentu.3
Gangguan depresi dan cemas saat ini umum dijumpai dan dialami dalam
kehidupan sehari-hari tidak menutup kemungkinan di praktek dokter umum.
Berdasarkan SKDI, gangguan depresi dan cemas yaitu kompetensi 3A bagi dokter
umum. Sehingga dokter umum harus mampu melakukan diagnosis, tatalaksana
awal sebelum dirujuk ke dokter umum, dan menindaklanjuti sesudah kembali dari
rujukan. Referat ini diharapkan mampu memberikan pengetahuan mengenai
farmakologi obat antidepresi dan anti ansietas, sehingga dokter umum kedepannya
dapat melakukan tatalaksana depresi dan ansietas dengan tepat.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Patofisiologi Depresi


Pemahaman tentang patofisiologi depresi mayor saat ini telah terjadi
pergeseran. Selain gagasan lama bahwa defisit dalam fungsi atau jumlah
monoamin (hipotesis monoamin) merupakan hal pokok dalam biologi depresi,
terdapat bukti bahwa faktor neurotrofik dan endokrin berperan penting (hipotesis
neurotrofik).3,5
a) Hipotesis Neurotrofik

Gambar 1. Hipotesis neurotrofik pada depresi mayor. Perubahan pada faktor-faktor


trofik (khususnya brain-derived neurotrophic factor, BDNF) dan hormon tampaknya
berperan besar dalam timbulnya depresi mayor (A). Keberhasilan terapi menyebabkan
perubahan pada faktor-faktor ini (B). CREB, cAMP response element-binding (protein).3

3
4

Faktor pertumbuhan saraf misalnya brain-derived neurotrophic factor


(BDNF, faktor neurotrofik asal otak) penting dalam regulasi plastisitas,
ketahanan, dan pertumbuhan saraf (neurogenesis). Terdapat bukti bahwasanya
depresi berkaitan dengan hilangnya dukungan neurotrofik dan bahwa terapi
antidepresan yang efektif meningkatkan neurogenesis dan konektivitas sinaps di
daerah-daerah korteks misalnya hipokampus. BDNF diperkirakan mempengaruhi
kelangsungan hidup dan pertumbuhan neuron melalui pengaktifan reseptor kinase
B di neuron dan sel glia. Stres dan nyeri berkaitan dengan penurunan kadar BDNF
dan bahwa berkurangnya dukungan neurotrofik ini berperan menyebabkan
perubahan struktural atrofik di hipokampus dan mungkin di sebagian lain seperti
korteks frontalis medialis dan singulatus anterior. Hipokampus diketahui berperan
penting dalam ingaan konteksual dan regulasi sumbu hipotalamus-hipofisis-
adrenal (PHA). 3
Demikian juga, singulatus anterior berperan dalam integrasi rangsangan
emosi dan fungsi atensi, sementara korteks frontalis orbitalis medialis juga diduga
berperan dalam ingatan, belajar, dan emosi. Selain itu, mutasi di gen BDNF
terbukti berkaitan dengan perubahan perilaku depresif dan rasa cemas baik pada
hewan maupun manusia. 3

b) Monoamin dan Neurotransmiter Lain


Hipotesis monoamin pada depresi menyarankan bahwa depresi berkaitan
dengan defisiensi dalam jumlah atau fungsi serotonin (5-HT), norepinefrin (NE),
dan dopamin (DA) di korteks dan limbus. Terdapat polimorfisme fungsional
untuk regio promotor gen pengangkut serotonin yang mengatur seberapa banyak
protein pengangkut tersedia. Orang yang homozigot untuk alel s (pendek)
mungkin lebih rentan mengalami depresi mayor dan perilaku bunuh diri sebagai
respons terhadap stres. Studi pada pasien depresi kadang menunjukkan perubahan
pada fungsi monoamin. 3,5
5

Gambar 2. Hipotesis amin pada depresi mayor. Depresi tampaknya berkaitan dengan
perubahan pada sinyal serotonin atau norepinefrin di otak (atau keduanya) disertai efek
signifikan di hilir. Sebagian besar antidepresan menyebabkan perubahan pada sinyal
amin. AC, adenilil siklase; 5-HT, serotonin; CREB, cAMP response element-binding
(protein); DAG, diasil gliserol; IP3, insositol trisfosfat; MAO, monoamin oksidase; NET,
norepinefrine transporter (pengangkut norepinefrin); PKC, protein kinase C; PLC,
fosfolipase C; SERT, serotonin transporter (pengangkut serotonin). 3

c) Faktor Neuroendokrin dalam Patofisiologi Depresi


Depresi diketahui berkaitan dengan sejumlah kelainan hormon. Di antara
temuan-temuan yang paling sering di replikasi adalah kelainan dalam sumbu HPA
pada pasien dengan MDD. Selain itu, MDD dilaporkan berkaitan dengan
peningkatan kadar kortisol. Telah diketahui bahwa glukokortikoid eksogen dan
6

peningkatan kortisol endogen berkaitan dengan gejala-gejala mood dan defisit


kognitif serupa dengan yang ditemukan pada MDD. Steroid seks diperkirakan
juga berperan dalam patofisilogi depresi. Keadaan defisiensi estrogen, ketika
terjadi pascapartus dan pascamenopause, diduga berperan dalam sebagian
etiologi depresi pada wanita. 3

d) Integrasi Berbagai Hipotesis Mengenai Patofisiologi Depresi


Telah jelas bahwa sistem monoamin, neuroendokrin, dan neurotrofik
saling berkaitan melalui jalur-jalur penting. Sebagai contoh, kelainan HPA dan
steroid mungki ikut berperan menekan transkripsi gen BDNF. Reseptor
glukokortikoid ditemukan dengan densitas tinggi di hipokampus. Pengikatan
reseptor glukokorikoid. 3

2.2 Obat Antidepresi


2.2.1 Definisi Obat Antidepresi
Obat antidepresan adalah obat yang digunakan untuk mengobati gangguan
depresi. Sinonim antidepresi atau antidepresan adalah thimoleptika atau psikik
energizer.1 Sebagian dari perkembangan pemberian obat antidepresan mungkin
dengan luasnya aplikasi obat-obat ini diluar penyakit depresi. Sebagai contoh,
antidepresan telah disetujui oleh Food and Drug Administration (FDA) untuk
mengobati gangguan panik, gangguan cemas menyeluruh, gangguan stres
pascatrauma, dan gangguan obsesif kompulsif. Selain itu, antidepresan sering
digunakan untuk mengobati gangguan nyeri yang berhubungan dengan
fibromialgia. 3
Beberapa antidepresan digunakan untuk mengobati gangguan disforik
prahaid, mengurangi gejala vasomotorik menopause, dan mengobati inkontinensia
urin. Karena itu, antidepresan memiliki spektrum pemakaian yang luas dalam
praktik kedokteran. Namun, pemakaian utama mereka tetap sebagai terapi MDD. 3
7

2.2.2 Jenis-jenis dan Dosis Obat Antidepresi


Kimia dan Subgolongan
Antidepresi yang tersedia saat ini terdiri dari beragam tipe kimiawi.
Terdapat perbedaan dalam sasaran molekul yang membedakan beberapa
subgolongan. 3
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI) mencerminkan
suatu golongan obat yang secara kimiawi beragam dengan efek primer
menghambat pengangkut serotonin (serotonin transporter, SERT).
Fluoksetin berasal dari penelitian untuk mencari bahan kimia yang
memiliki afinitas tinggi terhadap reseptor monoamin tetapi tidak
memiliki afinitas adrenoreseptor alfa, histamin, atau asetilkolin yang
dijumpai pada antidepresan trisiklik. 3
Saat ini terdapat enam SSRI, dan merupakan antidepresan tersering
digunakan secara klinis, antara lain fluoksetin, sertralin, sitalopram,
paroksetin, fluvoksamin, dan esitalopram. Seperti semua antidepresan,
SSRI sangat lipofilik. Keunggulan SSRI terutama berasal dari
kemudahan pemakaiannya, keamanannya pada kelebihan dosis,
tolerabilitasnya yang relatif, biaya terjangkau, dan spektrum
pemakaian yang luas. 3
b. Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors
Dua kelas antidepresan bekerja sebagai inhibitor penyerapan ulang
serotonin dan norepinefrin, antara lain: 3
1) Selective serotonin-norephinephrine reuptake inhibitor
SNRI mencakup venlafaksin, metabolitnya desvenlafaksin,
dan duloksetin. Selain penggunaan utama untuk depresi mayor,
aplikasi lain SNRI adalah terapi gangguan nyeri termasuk
neuropati dan fibromialgia. SNRI juga digunakan untuk
mengobati rasa cemas, inkontinensia urin, dan gejala vasomotorik
menopause. SNRI mengikat pengangkut serotonin dan
8

norepinefrin, demikian juga TCA. Namun, tidak seperti TCA,


SNRI tidak memiliki afnitas signifikan terhadap reseptor lain. 3
2) Antidepresan trisiklik.
TCA dahulu adalah golongan antidepresan utama sampai
diperkenalkannya SSRI. Saat ini TCA digunakan terutama depresi
yang tidak responsif terhadap obat-obat antidepresan yang umum
digunakan misalnya SSRI atau SNRI. Berkurangnya popularitas
TCA terutama disebabgkan oleh tolerabilitasnya yang relatif
kurang dibandingkan dengan obat-obat baru, kesulitan pemakaian,
dan sifat letal jika kelebihan dosis. Pemakaian lain TCA adalah
kondisi nyeri, enuresis, dan insomnia. 3
c. Antagonist 5-HT2
Dua antidepresan diduga terutama bekerja sebagai antagonis di
reseptor 5-HT2: trazodon dan nefazodon. Struktur trazodon mencakup
sebuah gugus triazolo yang diduga berperan menghasilkan efek anti
depresan. Trazodon dahulunya paling sering diresepkan sampai digantikan
oleh SSRI pada tahun 1980-an. Pemakaian tersering sebagai hipnotik yang
membuat kantuk berat dan toleransi ketergantungan. Nefazodon dapat
termasuk hepatotoksik, gagal hati yang fatal. 3
d. Antidepresan Tetrasiklik dan Unisiklik
Sejumlah antidepresan tidak benar-benar pas untuk dimasukkan ke
golongan lain. Diantaranya adalah bupropion, mirtazapin, amoksapin, dan
maproilin. Bupoprion memiliki efek stimulansia dan mengaktifkan SSP. 3
e. Inhibitor Monoamin Oksidase
MAOI salah satu golongan antidepresan modern pertama,
diperkenalkan pada tahun 1950-an, tetapi jarang digunakan karena
toksisitas dan interaksi obat dan makanan yang fatal. Pemakaian
digunakan untuk mengobati depresi yang idak responsif terhadap
antidepresan lain. Namuun, MAOI secara historis juga pernah digunakan
untuk mengobati keadaan cemas, termasuk kecemasan sosial dan
gangguan panik. Selain itu, selegilin digunakan untuk mengobati penyakit
9

parkinson. MAOI yang ada saat adalah turunan hidrazin fenelzin dan
isokarbosazid dan non-hidrazin tranilsipromin, selegilin dan moklobemid.3

Tabel 1. Kisaran dosis antidepresi. 3


10

2.2.3 Indikasi Obat Antidepresi


Indikasi utama untuk obat antidepresi adalah untuk mengobati penyakit
depresi mayor (major depressive disorder, MDD). MDD merupakan salah satu
penyebab disabilitas tersering di negara maju. Selain itu, depresi mayor sering
berkaitan dengan beragam penyakit medis dari nyeri kronik hingga penyakit arteri
koroner. Jika depresi terdapat bersamaan dengan penyakit medis lain, beban
penyakit pasien meningkat, dan kualitas hidup dan sering prognosis untuk terapi
efektif berkurang secara substansial. 3
Antidepresi adalah obat yang menurunkan gejala dari depresi dan
ketidakseimbangan kimiawi neurotransmiter di otak. Neurotransimiter adalah
jalur komunikasi antara saraf di otak yang berlokasi di vesikel dalam sel saraf.
Neurotransimiter tersebut seperti serotonin, dopamin dan noreadrenalin atau
norepinefrin yang dilepaskan secara exonik di ujung saraf dan diterima oleh saraf
lainnya. Antidepresi menginhibisi dari reuptake neurotransmiter ataupun dengan
meningkatkan konsentrasi dari neurotransmiter tersebut.5
Indikasi Klinis1
a. Depresi
Indikasi FDA untuk pemakaian antidepresan dalam mengobati depresi
mayor cukup luas. Sebagian besar antidepresan telah disetujui untuk penanganan
akut dan jangka panjang depresi mayor. Serangan akut MDD cenderung menetap
sekitar 6-14 bulan jika tidak diobati. Tujuan pengobatan akut MDD adalah remisi
semua gejala. Karena antidepresan mungkin belum memberi manfaat maksimal
selama 8-12 bulan atau lebih, tidaklah aneh jika terapi dicoba selama 8-12 minggu
pada dosis terapeutik. 3
b. Gangguan Cemas
Setelah depresi mayor, gangguan cemas (anxiety disorder) merupakan
penerapan tersering antidepresan. Sejumlah SSRI dan SNRI telah disetujui untuk
semua gangguan cemas mayor, termasuk OCD, gangguan panik dan gangguan
cemas sosial. Gangguan cemas, SSRI dan SNRI umumnya telah menggantikan
obat-obat tersebut. Meskipun antidepresan lama dan obat-obat golongan sedatif-
hipnotik kadang masih digunakan untuk mengobatiGolongan benzodiasepin jauh
11

lebih cepat meredakan gejala cemas generalisata dan serangan panik daripada
semua antidepresan. Namun, antidepresan tampaknya paling tidak sama
efektifnya dan mungkin lebih efektif daripada benzodiazepin dalam terapi jangka
panjang gangguan-gangguan cemas ini. Selain itu, antidepresan tidak ada risiko
ketergantungan dan toleransi yang mungkin terjadi pada pemberian
benzodiazepin.3
c. Gangguan Nyeri
Antidepresan diketahui memiliki sifat analgesik tanpa bergantung pada
efeknya pada mood. TCA telah digunakan untuk pengobatan nyeri. Obat memiliki
sifat menghambat penyerapan ulang norepinefrin dan 5-HT sering berguna untuk
mengobati gangguan nyeri. Jalur-jalur monoamin kortikospinal asendens
tampaknya penting dalam sistem analgesik endogen. 3
d. Gangguan Disforik Prahaid
Sekitar 5% wanita subur akan mengalami gejala mood dan fisik yang
menonjol selama fase luteal hampir setiap daur haid; gejala ini mungkin berupa
rasa cemas, mood tertekan, insomnia, rasa lelah dan berbagai gejala fisik lainnya.
SSRI, fluoksetin, dan sertralin telah disetujui untuk indikasi ini. 3
e. Berhenti Merokok
Bupropion disetujui sebagai pengobatan berhenti merokok melalui efek
meniru nikotin pada reseptor dopamin dan norepinefrin serta mengantagonis
reseptor nikotinik. Nikotin juga diketahui memiliki efek antidepresan pada
sebagian orang, dan bupropion mungkin menggantikan efek ini. Antidepresan lain
yaitu nortriptilin. 3
f. Gangguan Makan
Antidepresan tampaknya bermanfaat dalam pengobatan bulimia, tetapi
tidak untuk anoreksia melalui pengurangan siklus binge-purge tersebut. Terapi
primer anoreksia adalah dengan pemberian makan, terapi keluarga, dan terapi
kognitif. 3
g. Pemakaian lain
Pada paien enuresis pada anak, inkontinensia urin, gejala vasomotor
perimenopause, ejakulasi dini. 3
12

2.2.4 Farmakokinetik Obat Antidepresi


Antidepresi memiliki beberapa gambaran farmakokinetik. Sebagian besar
diserap cukup cepat per oral, mencapai kadar plasma punca dalam 2-3 jam, terikat
ke protein plasma, menjalani metabolisme di hati, dan dibersihkan di ginjal.
Namun, bahkan di dalam kelas yang sama, farmakokinetik tiap-tiap antidepresan
cukup bervariasi. 3
Tabel 2. Profil farmakokinetik beberapa antidepresan3

a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors


Prototipe SSRi, fluoksetin, berbeda dari SSRI lain pada beberapa
aspek. Fluoksetin dimetabolisme menjadi suatu produk aktif,
norfluoksetin, yang mungkin memiliki konsentrasi plasma lebih besar
daripada ungkin memiliki konsentrasi plasma lebih besar daripada
fluoksetin. Waktu paruh eliminasi norfluoksetin adalah sekitar tiga kali
lebih lama daripada fluoksetin dan berperan menjadiSSRI dengan waktu
13

paruh terlama. Karena itu, fluoksetin perlu dihentikan 4 minggu atau lebih
sebelum MAOI dapat diberikan untuk memperkecil risiko sindrom
serotonin. Fluoksetin dan paroksetin adalah inhibitor kuat isoenzim
CYP2D6, dan hal ini berpotensi berperan dalam interaksi obat.
Sebaliknya, fluvoksamin merupakan inhibitor CYP3A4. Sementara
sitalopram, esitalopram, dan setralin memiliki interaksi CYP yang ringan
saja. 3
b. Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors
1) Selective serotonin-norephinephrine reuptake inhibitor
Venlafaksin dimetabolisme secara ekstensif di hati melalui
isoenzim CYP2D6 menjadi O-desmetilvenlafaksin
(desvenlafaksin). Keduanya memiliki paruh waktu serupa sekitar
11 jam. Meskipun relatif singkat, kedua obat tersedia dalam bentuk
yang memungkinan dosis sekali sehari. Dibandingkan dengan
semua antidepresan, keduanya paling sedikit terikat ke protein.
Desvenlafaksin mengalami konjugasi dan tidak menjalani
metabolisme oksidatif yang ekstensif. Paling sedikit 45%
desfenlavaksin diekskresikan tanpa diubah di urin dibandingkan
dengan 4-8% venlafaksin. Duloksetin mudah diserap dan memiliki
waktu paruh sekitar 12 jam, tetapi diberikan dalam dosis sekali
sehari. Obat ini terikat erat ke protein 97% dan mengalami
metabolisme oksidatif melalui CYP2D6 dan CYP1A2. 3
2) Antidepresan trisiklik
Golongan TCA cenderung diserap baik dan memiliki waktu paruh
panjang. Karenannya sebagian besar diberika sekali sehari pada
malam hari karena efek mengantuk. 3
c. Antagonist 5-HT2
Trazodon dan nefazodon cepat diserap dan mengalami
metabolisme ekstensif di hati. Waktu parah yang singkat mengharuskan
untuk digunakan dalam dosis terpisah. Namun, Trazodon sering
14

diresepkan sebagai dosis tunggal malam sebagai hipnotik dalam dosis


rendah. 3
d. Antidepresan Tetrasiklik dan Unisiklik
Bupropion cepat diserap dan memiliki tingkat pengikatan protein
rerata 85%. Obat ini mengalami metabolisme ekstensif di hati dan
mengalami efek first-pass yang substansional. Obat ini memiliki eliminasi
bifase dengan fase pertama berlangsung sekitar 1 jam dan fase kedua
berlangsung 14 jam. Amoksapin cepat diserap dan tingkat pengikat dengan
protein sekitar 85%.3
e. Inhibitor Monoamin Oksidase
Terdapat tiga MAOI yang dimetabolisme melalui jalur-jalur berbeda,
tetapi cenderung memiliki efek first-pass yang ekstensif yang dapat
menurunkan ketersediaan hayati secara substansial. MAOI diserap baik di
saluran cerna. Karena efek first pass yang menonjl dan kecendrungan
menghambat MAOI di usus akan menyebabkan efek presor tiramin.Kini
dikembangkan rute alternatif sebagai contoh selegilin tersedia dalam
bentuk transdermis dan sublingual yang melewatkan usus dan hati. Rute
ini mengurangi risiko interaksi obat dan secara substansial meningkatkan
ketersediaan hayati obat. 3

2.2.5 Farmakodinamik Obat Antidepresan


Seperti telah disebutkan, semua antidepresan yang saat ini ada
meningkatkan neurotransmisi monoamin melalui satu dari beberapa
mekanisme. Mekanisme tersering adalah inhibisi aktivitas SERT, NET,
atau kedua pengangkut monoamin. Antidepresan yag menghambat SERT,
NET, atau keduanya adalah SSRI dan SNRI (berdasarkan definisi) dan
TCA. Mekanisme lain untuk meningkatkan ketersediaan monoamin adalah
inhibisi penguraian enzimatik mereka (MAOI) Strategi lain untuk
meningkatkan tonus monoamin mencakup pengikatan autoreseptor
prasinaps (mirtazapin) atau reseptor pascanisaps spesifik (antagonis 5-HT2
dan mirtazapin). 3,6
15

Pada akhirnya, meningkatnya ketersediaan monoamin untuk


pengikatan di celah sinaps menyebabkan rangkaian proses yang
meningkatkan transkripsi beberapa protein dan inhibisi bagi protein –
protein lainnya. Hasil akhir dari protein – protein inilah, termasuk BDNF,
reseptor glukokortikoid, β-adrenoreseptor, dan protein lain, yang
tampaknya menentukan manfaat serta toksisitas suatu obat. 3
a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors (SSRI)
Pengangkut serotonin (SERT) adalah suatu glikoprotein dengan 12
regio transmembran terbenam di membran ujung akson dan badan sel
neuron serotonergik. Ketika serotonin ekstrasel berikatan dengan
reseptor di pengangkut, terjadi perubahan konformasi di pengangkut
dan serotonin, Na, dan Cl dipindahkan ke dalam sel. Pengikatan K
intrasel kemudian menyebabkan kembalinya pengangkut ke
konformasi aslinya dan pekepasan serotonin di dalam sel. SSRI secara
alosteris menghambat pengangkut denga mengikat reseptor di tempat
di luar tempat pengikatan aktif untuk serotonin. Pada dosis terapeutik,
sekitar 80% aktivitas pengangkut terhambat. Terdapat polimorfisme
fungsional untuk SERT yang menentukan aktivitas pengangkut. 3
SSRI memiliki efek paling ringan pada neurotransmiter lain. Tidak
seperti TCA dan SNRI, tidak banyak bukti bahwa SSRIs memiliki efek
menonjol pada adrenoreseptor beta atau pengangkut norepinefrin,
NET. Pengikatan ke pengangkut serotonin menyebabkan inhibisi tonik
sistem dopamin, meskipun efek ini memperlihatkan variabilitas antar
individu substansial. SSRI tdak berikatan secara agresif dengan
reseptor histamin, muskarinik, atau yang lain. 3
b. Obat yang Menghambat Pengangkut Baik Serotonin Maupun
Norepinefrin
Sejumlah besar antidepresan memiliki efek inhibisi campuran
pada pengangkut serotonin dan norepinefrin. Obat-obat baru dalam
golongan ini (venlafaksin dan duloksein) ditandai dengan singkatan
SNRI, sementara obat-obat lama disebut TCA. 3
16

1) Selective serotonin-norephinephrine reuptake inhibitor


SNRI berikatan dengan pengangkut serotonin maupun
pengangkut norepinefrin. NET secara struktur sangat mirip dengan
pengangkut 5-HT. Seperti pengangkut serotonin, NET mengikat
norepinefrin. NET juga memiliki afinitas ringan terhadap domain.
Venlafaksin merupakan inhibitor lemah NET, sementara
desvenlafaksin, duloksetin, dan milnasipran merupakan inhibitor
yang lebih seimbang terhadap SERT dan NET. SNRI berbeda
dengan TCA karena tidak memiliki efek antihistamin, menghambat
adrenergik alfa dan antikolinergik. Oleh karena itu SNRIs
cenderung lebih disukai dari TCA dalam mengobati MDD dan
sindrm nyeri karena tolerabilitasnya yang lebih baik. 3,8
2) Antidepresan trisiklik.
TCA berfungsi mirip SRI dan aktivitas antidepresan
mereka diperkirakan berkaitan terutama dengan inhibisi terhadap
penyerapan ulang norepinefrin dan 5-HT. Namun efek samping
TCA lebih banyak. 3
c. Antagonist 5-HT2
Efek utama obat golongan ini yaitu memblokade reseptor 5-HT2.
Inhibisi reseptor ini pada penelitian berkaitan dengan efek antiansietas,
antipsikotik, dan antidepresan yang siginifikan. Sebaliknya agonis reseptor
ini misalnya asam lisergat dan meskalin sering bersifat halusinogenik dan
ansiogenik. Reseptor 5-HT2 adalah reseptor terhubunga dengan protein G
dan tersebar di seluruh neokorteks. 3
d. Antidepresan Tetrasiklik dan Unisiklik
Obat ini dalam penelitian merupakan inhibitor lemah sampai sedang
dalam penyerapan ulang norepinefrin dan dopamin. Namun efek ini
tampaknya tidak terlalu berkaitan dengan manfaat antidepresan. 3
e. Inhibitor Monoamin Oksidase
MAOI bekerja dengan mengurangi kerja monoamin oksidase di neuron
dan meningkatkan kandungan monoamin. Terdapat dua bentuk monoamin
17

oksidase. MAO-A terdapat di neuron dopamin dan norepinefrin serta


terutama ditemukan di otak, usus, plasenta, dan hati. Substrat utamanya
adalah norepinefrin, epinefrin dan serotonin. MAO-B ditemukan terutama di
neuron serotonergik dan histaminergik. Kedua MAO ini memetabolisme
triptamin dan dopamin. 3

Tabel 3. Efek antidepresi pada beberapa reseptor dan pengangkut. 3

2.2.6 Efek Samping dan Kontraindikasi Obat Antidepresi


a. Selective Serotonin Reuptake Inhibitors
Efek samping SSRI diperkirakan dari inhibisi kuat mereka
terhadap SERT. SSRI meninggalkan tonus serotonergik, tidak hanya di
otak tetapi di seluruh tubuh. Meningkatnya aktivitas serotonergik di
usus seringkali menyebabkan mual, gangguan pencernaan, diare, dan
gejala saluran cerna lainnya. Meningkatnya tonus serotonergik di
tingkat korda spinalis dan di atasnya menyebabkan penurunan fungsi
18

dan minat seksual. Akibatnya, paling tidak 30-40% pasien yang diberi
SSRI melaporkan penurunan libido, orgasme yang tertunda, atau
berkurangnya gairah. 3
Efek samping lain yang ditemukan adalah nyeri kepala dan
insomnia atau hipersomnia. Sebagian pasien mengalami penambahan
berat saat mendapat SSRI, terutama paroksetin. Sebagian besar
antidepresan dimasukan dalam kategori C oleh sistem klasifikasi
teratogen FDA. Terdapat keterkaitan paroksetin dengan cacat sekat
jantung pada trimester pertama. Karena itu paroksetin termasuk ke
dalam kategori D. 3
b. Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors
SNRI menimbulkan efek samping serotonergik seperti SSRI.
Selain itu, SNRI menimbulkan efek noradrenergik seperti peningkatan
darah dan kecepatan jantung, dan peningkata SSP, misalnya insomnia,
rasa cemas, dan agitasi. 3
c. Antagonist 5-HT2
Efek samping tersering adalah mengantuk dan gangguan
pencernaan. Efek samping lain yang dilaporkan adalah hipotensi
ortostatik yang bergantung dosis pada sebagian pasien. 3
d. Antidepresan Tetrasiklik dan Unisiklik
Efek samping amoksapin kadang menyebabkan sindrom
parkinsonian karena efeknya yang menghambat reseptor D2.
Mirtazapin memiliki efek sedatif yang signifikan. 3
e. Inhibitor Monoamin Oksidase
Efek sampingnya yaitu hipotensi ortostatik dan penambahan
berat badan. Efek samping lain dalam pengobatan MAOI termasuk
mengantuk, penglihatan kabur, mulut kering, disuria dan konatipasi.
MAOI dan SSRI jangan diberikan bersamaan karena bahaya “sindrom
serotinin” yang dapat mematikan. 3
19

2.3 Ansietas
2.3.1 Definisi Gangguan Ansietas
Berdasarkan Diagnostic and statistical Manual of Mental Disorders, Fifth
Edition (DSM-5), gangguan cemas adalah gangguan yang ditandai dengan
ketakutan dan kecemasan yang berlebihan dan berhubungan dengan kelainan
perilaku. Gangguan ansietas dibagi menjadi gangguan panik, fobia, dan gangguan
cemas menyeluruh.7
Gangguan cemas menyeluruh atau generalized anxiety disorders (GAD)
merupakan kondisi gangguan yang ditandai dengan kecemasan dan kekhawatiran
yang berlebiha dan tidak rasional bahkan terkadang tidak realistik terhadap
berbagai peristiwa kehidupan sehari-hari. Kondisi ini terjadi hampir setiap hari
dan berlangsung sekurangnya selama 6 bulan. Fobia dibagi menjadi beberapa
subtipe seperti fobia sosial, fobia spesifik dan agorafobia. Fobia sosial ditandai
oleh ketakutan menjadi pusat perhatian orang banyak. Sedangkan, fobia spesifik
adalah ketakutan pada suatu objek atau situasi tertentu. 7

2.3.2 Patofisiologi Gangguan Ansietas


a) Faktor Genetik
Sebuah studi mengatakan bahwa terdapat hubungan genetik pasien GAD
dengan depresi berat pada pasien wanita. Sekitar 25% dari keluarga tingkat
pertama penderita GAD akan menderita gangguan yang sama.6 Hampir separuh
dari semua pasien dengan gangguan panik setidaknya memiliki satu kerabat yang
memiliki gangguan yang sama.2 Pada pasangan kembar didapatkan angka 50%
pada kembar monozigotik dan 15% pada kembar zigotik. Pada keturunan pertama
pasien dengan gangguan panik dengan agorafobia mempunyai resiko 4-8 kali
mengalami serangan yang sama.7
b) Faktor Biologik
Adanya gangguan cemas berkaitan dengan perubahan struktur anatomis,
biokimiawi, dan jalur neurotrasmitter. Pada penelitian dengan menggunakan
hewan ditemukan bahwa serangan cemas berhubungan dengan neurotransmisi
serotonergik dan noradrenergik. Reseptor glutamat juga dinilai memiliki peran
20

pada memori rasa takut. Penelitian lebih jauh menyebutkan ansietas berhubungan
dengan area limbik dan aktivasi prekortikal.2,7
Diperoleh data dari penelitian pada otak pasien dengan gangguan panik
beberapa neurotransmitter mengalami gangguan fungsi yaitu serotonin, GABA,
dan norepinefrin. Pada beberapa kasus ditemukan peningkatan tonus simpatetik
dalam sistem otonomik.2,6 Serangan panik juga adalah respon terhadap rasa takut
akibat fear network yang terlalu sensitif, yaitu amigdala, korteks prefrontal dan
hipokampus. Sedangkan, area otak yang diduga terlibat pada timbulnya GAD
adalah lobus oksipitalis yang mempunyai reseptor benzodiazepin tertinggi di otak.
Pemeriksaan PET (Positron Emission Tomography) pada pasien GAD ditemukan
penurunan metabolisme di ganglia basal dan massa putih otak. 7
Serotonin yang sumbernya di nuklei raphe dan dengan target hampir
seluruh otak memiliki fungsi dalam regulasi termasuk ansietas dan memodulasi
dopaminergik dan noreadrenergik. Peningkatan serotonergik berkorelasi dengan
penurunan anxietas meskipun mekanisme pasti belum diketahui.8

c) Faktor Psikoanalitik
Teori psikoanalitik menghipotesiskan bahwa anxietas adalah gejala dari
konflik bawah alam sadar yang tidak terselesaikan. Anxietas didefinisikan sebagai
sinyal adanya bahaya pada ketidaksadaran terdapat konflik psikik antara
keinginan tidak disadari yang bersifat seksual atau agresif dan ancaman tersebut
dari ego atau relitas eksternal.4,7 Pada tingkat yang paling primitif anxietas
dihubungakan dengan perpisahan dengan objek cinta. Adanya kejadian traumatis
juga dapat menyebabkan perubahan pada sirkuit neuron yang berhubungan
dengan gejala ansietas. 7
d) Teori Perilaku Koginitif
Menurut teori ini, ansiteas adalah respons yang dipelajari terhadap stimulus
lingkungan spesifik. Di dalam model pembelajaran klasik, orang tanpa alergi
makanan dapat menjadi sakit setelah di restoran memakan kerang yang
terkontaminasi. Pajanan berikutnya terhadap kerang dapat menyebabkan orang ini
merasa sakit. Melalui generalisasi, mereka dapat menjadi tidak percaya pada
21

makanana yang disiapkan orang lain. Sebagai penyebab lainnya, mereka belajar
memiliki respons internal ansietas dengan meniru respons ansietas orang tua
mereka (teori pembelajaran sosial).4
e) Teori eksistensial
Konsep teori ini adalah bahwa orang menyadari rasa kosong yang mendalam
di dalam di hidup mereka perasaan yang mungkin bahkan lebih membuat tidak
nyaman daripada penerimaan terhadap kematian yang tidak dapat dielakan.
Ansietas adalah respon mereka terhadap kehampaan yang luas mengenai
keberadaan dan arti.4

2.3.3 Definisi Obat AntiAnsietas


Obat antiansietas yaitu obat golongan sedatif-hipnotik dikarenakan
memiliki sifat sedasi/kantuk disertai hilangnya rasa cemas/anxiety.1 sinonim
dari obat ini dikenal dengan psycholeptics, minor tranquillizers, anxiolytics,
antianxiety drugs, dan ansiolitika. 3,5

2.3.4 Jenis-jenis dan Dosis Obat AntiAnsietas


Obat antiansietas disebut ansiolitika yaitu obat yang dapat mengurangi
antiansietas dan patologik, ketegangan dan agitasi obat-obat ini tidak
berpengaruh pada proses kognitif dan persepsi, efek otonomik dan ekstra
piramidal tetapi menurunkan ambang kejang dan berpotensi untuk
ketergantungan obat. 3,9
Obat antiansietas dibagi menjadi dua golongan yaitu Benzodiazepin
dan non-benzodiazepine. Obat golongan non-benzodiazepine seperti
buspiron, obat anti histamin sepeperti hyroxyzine.3,9
22

Berikut sediaan obat anti ansietas golongan benzodiazepine:


Tabel 4. Sediaan Obat dan Dosis Golongan Benzodiazepine. 10

2.3.5 Indikasi Obat AntiAnsietas


Obat-obat antiansietas sebaiknya digunakan dalam periode waktu
yang singkat, spesifik, dan sebelumnya telah ditentukan karena ditakutkan
akan terjadi ketergantungan, meskipun banyak obat yang efektif untuk
meredakan ansietas. Respons psikologis, perilaku, dan fisiologi yang
menandai rasa cemas dapat tumbuh dalam berbagai bentuk. Biasanya adanya
rasa cemas disertai oleh meningkatnya kewaspadaan, ketegangan otot, dan
hipereaktivitas otonom. Rasa cemas juga sering sekunder terhadap suatu
23

penyakit organik seperti infark miokardium akut, angina pektoris, tukak


saluran cerna, dsbnya yang memerlukan terapi spesifik. Indikasi terapeutik
dari obat antiansietas adalah antara lain untuk ansietas, gangguan campuran
ansietas-depresif, gangguan panik dan fobia sosial, gangguan obsesif-
kompulsif dan gangguan stres pascatrauma, insomnia, depresi, gangguan
bipolar I, dan untuk mengontrol relaksasi otot pada gangguan neuromuskular
tertentu. 3

2.3.6 Farmakokinetik Obat AntiAnxietas


a. Benzodiazepin
Berkat sifat lipofiliknya, semua benzodiazepin kecuali clorzepate
diabsorbsi tanpa perubahan di gastrointestinal. Sebagian besar mengalami
oksidasi di mikrosom, termasuk N-dealkilasi dan hidroksilasi alifatik yang
dikatalaisis oleh berbagai isozim sitokrom P450, khususnya CYP3A4.
Golongan ini yang metabolit aktifnya memiliki waktu paruh lama yang
lebih besar kemungkinan menyebabkan efek kumulatif pada dosis multipel
Pada tabel dapat dilihat sifat farmakokinetik terhadap beberapa
benzodiazepin. 3,4

Tabel 5. Farmakokinetik beberapa golongan benzodiazepine.3


24

b. Buspiron
Buspiron mudah diserap per oral tetapi mengalami metabolisme
first-pass yang ekstenif melalui reaksi hidoksilasi dan dealkilasi untuk
membentuk beberapa metabolit aktif. Metabolit utama memiliki efek
menghambat adrenoreseptor alfa 2 dan dapat masuk ke sususnan saraf pusat
untuk mencapai kadar yang lebih tinggi daripada obat induk. Waktu paruh
eliminasi 2-4 jam, dan disfungsi hati dapat memperlambat klirensnya.
Ekskresinya melalui berlangsung melalui urin dan tinja, terutama dalam
bentuk metabolitnya. Obat ini tidak menimbulkan gangguan psikomotor
dibandingkan benzodiazepin. 3,4
c. Hidroxyzine
Obat ini diabsorbsi dengan baik di saluran gastrointestinal. Efek
sedatif dapat ditemukan pada pemberian mulai 20-60 menit setelah
diberikan. Obat ini dimetabolisme di hati dan memiliki beberapa aktivitas
kolinergik antimuskarinik.4

2.3.6 Farmakodinamik Obat AntiAnxietas


a. Benzodiazepin
Mekanisme kerja benzodiazepine merupakan potensiasi inhibisi
neuron dengan GABA sebagai mediatornya. Reseptor GABA merupakan
protein yang terikat pada membran dan dibedakan dalam dua bagian besar
sub-tipe, yaitu reseptor GABAA dan reseptor GABAB Benzodiazepin
bekerja pada reseptor GABAA, tidak pada reseptor GABAB. Benzodiazepin
berikatan langsung pada sisi spesifik (subunit γ) reseptor GABAA (reseptor
kanal ion klorida kompleks). Pengikatan ini akan menyebabkan pembukan
kanal klorida, memungkinkan masuknya ion klorida kedalam sel,
menyebabkan peningkatan potensial elektrik sepanjang membran sel dan
menyebabkan sel sukar tereksitasi. 3,4,8,11
b. Buspiron
Buspirone lebih bekerja sebagai agonis atau agonis parsial pada
reseptor serotonin 5-HTIA. Buspirone juga memiliki aktivitas pada reseptor
25

5-HT2 dan reseptor dopamine tipe 2 (D2), meskipun makna efek pada
reseptor ini tidak diketahui. 3,4
c. Hidroxyzine
Efek dari antihistamin pada SSP mencakup sedasi dan antagonisme
gangguan gerakan yang dicetuskan blokade reseptor dopamine tipe 2(D2).
Di perifer meningkatkan permeabilitas kapiler dan pelepasan mediator anti
inflamasi.4

2.3.7 Efek Samping dan Kontraindikasi Obat AntiAnxietas


Ada beberapa efek samping obat dari golongan ini khusunya
benzodiazepin adalah : Sedasi : mengantuk, kewaspadaan kurang, kinerja
psikomotor menurun, kemampuan kognitif melemah. Relaksasi otot : rasa
lemah, cepat lelah. Potensi menimbulkan ketergantungan lebih rendah dari
narkotik, potensi menimbulkan ketergantungan obat disebabkan oleh efek
obat yang masih dapat dipertahankan setelah dosisakhir berlangsung
sangat singkat. Penghentian obat secara mendadak, akan menimbulkan
gejala putus obat : pasien menjadi irirtable, bingung, gelisah, imsonia,
tremor, palpitasi, keringat dingin, konvulsi. Hal ini berkaitan dengan
penurunan kadar Benzodiazepin dalam plasma. Ketergantungan lebih
sering pada individu dengan riwayat peminum alkohol,penyalahgunaan
obat, atau unstable personalities, oleh kerena itu obat Benzodiazepin tidak
dianjurkan kepada pasien-pasien tersebut.Golongan Benzodiazepin
sebagai obat anti-ansietas yang mempunyai ratio terapeutik yang lebih
tinggi dan kurang menimbulkan efek adiksi, toksisitas rendah. Golongan
ini merupakan drug of choice dari semua obat yang mempunyai efek anti-
ansietas.3,4
BAB III
KESIMPULAN

Bagi orang yang mengalami depresi dan ansietas atau kedua-duanya secara
bersamaan, konflik-konflik yang kompleks bisa menjadi pencetus munculnya
kecemasan dan stress. Secara subjektif, kecemasan itu adalah perasaan yang tidak
enak, yang perlu secepat-cepatnya ditangani. Bentuk-bentuk ansietas secara psikis
sendiri berupa gangguan panik, fobik, gangguan obsesif kompulsif, dan gangguan
stress pasca trauma. Terapi yang dianjurkan adalah manajemen krisis,
farmakoterapi dan psikoterapi. Adapun beberapa hipotesis patofisiologi terjadinya
depresi adalah hipotesis Neurotrofik, Monoamin, dan Faktor Neuroendokrin.
Ada dua jenis penggolongan obat anti ansietas, yaitu: Benzodiazepine dan
Non-benzodiazepine. Golongan benzodiazepine merupakan drug of choice untuk
pengobatan gangguan ansietas, karena mempunyai ratio terapeutik yang lebih
tinggi dan kurang menimbulkan efek adiksi serta memiliki toksisitas yang rendah.
Pemberian obat golongan benzodiazepine tidak dianjurkan pada pasien-
pasien dengan riwayat peminum alcohol, penyalahgunaan obat dan unstable
personalities, karena ketergantungan relative sering terjadi. Dalam pemberian obat
anti ansietas tetap perlu diperhatikan penggunaan obat yang tepat, efek samping
obat, interaksi obat dan kontra indikasinya.
Ada lima jenis penggolongan obat anti depresi, yaitu: Selective Serotonin
Reuptake Inhibitors (SSRI), Serotonin-Norepinephrine Reuptake Inhibitors
(SNRI), Antagonist 5-HT2, Antidepresan Tetrasiklik dan Unisiklik, dan Inhibitor
Monoamin Oksidase. Indikasi utama untuk obat antidepresan adalah untuk
mengobati penyakit depresi mayor (major depressive disorder, MDD). MDD
merupakan salah satu penyebab disabilitas tersering di negara maju. Selain itu,
depresi mayor sering berkaitan dengan beragam penyakit medis dari nyeri kronik
hingga penyakit arteri koroner. Jika depresi terdapat bersamaan dengan penyakit
medis lain, beban penyakit pasien meningkat, dan kualitas hidup dan sering
prognosis untuk terapi efektif berkurang secara substantial.

26
27

DAFTAR PUSTAKA

1. Tanu, Ian. Farmakologi dan Terapi. Edisi 5. Jakarta : FK UI. 2012. Hal
169-171
2. Psychiatry TCJo. Clinical practice guidelines. 2014;51 (management of
Anxiety Disorders)
3. Katzung B, Masters S, Trevor A. 2013. Farmakologi Dasar Dan Klinik
Edisi 12. Jakarta: EGC
4. Sadock BJ, Sadock VA. 2010. Kaplan and Sadock : Buku Ajar Psikiatri
Klinik. 2 ed. Muttaqin H, Sihombing RNE, editors. Jakarta: EGC
5. Sharma. 2017. Antidepressants: Mechanism of Action, Toxicity and
Possible Amelioration. Journal of Applied Biotechnology &
Bioengineering. Volume 3 Issue 5
6. Konduru J, Sabbavarapu, Varali. 2014. A Review on Antidepressant
Drugs. Adv Pharmacoepidemiol Drug Saf 2014, 3:1
7. Wiedesmann, Klaus. 2015. Anxiety Disorders. Journal of Elsevier, vol 2
(1), p805-808.
8. Bystritsky A, Khalsa S, Cameron M, Schiffman J. 2013. Current
Diagnosis and Treatment of Anxiety Disorder. P&T : Vol. 38 No. 1
9. Muslim, Rusdi. 2007. Penggunaan Klinis Obat Psikotropik. Edisi 3.
Jakarta : PT Nuh Jaya.
10. ADIS. 2014. Benzodiazepine for General Practitioners. Drug and Alcohol
Services South Australia.
11. Farach F.J, Pruit L, Jun J,dkk.2012. Pharmacological treatment of anxiety
disorders: Current treatments and future directions. Journal of Anxiety
Disorders 26 (2012) 833– 843

Anda mungkin juga menyukai