Anda di halaman 1dari 17

Profil Usaha Kecil dan Pengembangannya

a. Tahap Studi Kelayakan


Studi kelayakan usaha secara umum dapat dilakukan melalui langkah-langkah
sebagai berikut :

Tahap Penemuan ide. Pada tahap ini wirausaha memiliki ide untuk merintis
usaha barunya. Ide tersebut kemudian dirumuskan dan diidentifikasi. Misalnya
peluang bisnis apa saja yang paling memberikan keuntungan, yaitu: bisnis
industri, perakitan, perdagangan, usaha jasa, atau jenis usaha lainnya yang
dianggap paling layak.

Memformulasikan Tujuan. Tahap ini adalah tahap perumusan visi dan misi
bisnis. Apa visi dan misi bisnis yang hendak diemban setelah jenis bisnis
tersebut diidentifikasi? Apakah misinya untuk menciptakan barang dan jasa
yang sangat diperlukan masyarakat sepanjang waktu ataukah untuk
menciptakan keuntungan yang langgeng?

Tahap Analisis. Proses sistematis yang dilakukan untuk membuat suatu


keputusan apakah bisnis tersebut layak dilaksanakan atau tidak. Tahapan ini
dilakukan seperti prosedur proses penelitian ilmiah lainnya, yaitu dimulai
dengan mengumpulkan data, mengolah, menganalisis, dan menarik kesimpulan.
Kesimpulan dalam studi kelayakan usaha hanya dua, yaitu dilaksanakan (go)
atau tidak dilaksanakan (no go).

Tahap Keputusan. Langkah berikutnya adalah tahap mengambil keputusan


apakah bisnis layak dilaksanakan atau tidak. Karena menyangkut keperluan
investasi yang mengandung risiko, maka keputusan bisnis biasanya berdasarkan
beberapa kriteria investasi, seperti Pay Back Pe¬riod (PBP), Net Present Value
(NPV), Internal Rate of Return, dan sebagainya

Setelah ide untuk memulai usaha muncul, maka langkah pertama yang harus
dilakukan adalah membuat perencanaan.

Perencanaan usaha adalah suatu cetak biru tertulis (blue-print) yang berisikan
tentang misi usaha, usulan usaha, operasional usaha, rincian finansial, strategi
usaha, peluang pasar yang mungkin diperoleh, dan kemampuan serta
keterampilan pengelolanya. Perencanaan usaha sebagai persiapan awal memiliki
dua fungsi penting, yaitu :

Sebagai pedoman mencapai keberhasilan manajemen usaha

Sebagai alat untuk mengajukan kebutuhan permodalan yang bersumber dan


luar.

Beberapa unsur penting dalam perencanaan usaha, yaitu :

- Ringkasan eksekutif (executive summary)


- Pernyataan misi (mission statement)
- Lingkungan usaha (business environment)
- Perencanaan pemasaran (marketing plan)
- Tim manajemen (management team).
- Data finansial (financial data).
- Aspek-apek legal (legal consideration).
- Jaminan asuransi (insurance requirements).
- Orang-orang penting (key person).
- Pemasok (supliers).
- Risiko (risk).

b. Profil Usaha Kecil


Sampai saat ini batasan usaha kecil masih berbeda-beda tergantung pada fokus
permasalahannya masing-masing. Usaha kecil telah didefinisikan dengan cara
yang berbeda tergantung pada kepentingan organisasi.

Dan Steinhoff dan John F. Burgess (1993: 14),

“A small business is one which independently owned and operated and is not
dominant in its field”.

“Small Business Development Centre” University of Winconsin-Madison,


perusahaan kecil memiliki ciri-ciri sebagai berikut: “Greater potential, greater
risk, limited access to capital, one or few managers, and less able to survive
major mistakes”.
M. Kusman Sulaeman (1988-1989:43), mengemukakan beberapa ciri pekerjaan
manajerial dari usaha kecil, yaitu :

“No training, job is directly important, challenging, satisfying, less formal work,
much operating, mixed works, direct contact, informal communication, and
much more telephone, sales less than $200 m, earning/share is low, less
diversified production, less conservative financing method, and market position
is weak, more operational, routine work, authoritarian, short term thinking, and
operating orientation”.

Di Indonesia sendiri belum ada batasan dan kriteria yang baku mengenai usaha
kecil, Berbagai instansi menggunakan batasan dan knitenia menunut fokus
penmasalahan yang dituju. Dalam Undang-undang No. 9/1995 Pasal 5 tentang
usaha kecil disebutkan beberapa kriteria usaha kecil sebagai berikut:

1) Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp 200.000.000 (dua ratus juta


rupiah) tidak termasuk tanah dan bangunan tempat usaha, atau

2) Memiliki hasil penjualan tahunan paling banyak Rp 1.000.000.000 (satu


miliar rupiah).

Biro Pusat Statistik Indonesia (BPS) mendefinisikan usaha kecil dengan


ukuran tenaga kerja, yaitu 5 sampai dengan 19 orang yang terdiri (termasuk)
pekerja kasar yang dibayar, pekerja pemilik, dan pekerja keluarga. Perusahaan
industri yang memiliki tenaga kerja kurang dan 5 orang diklasifikasikan sebagai
industri rumah tangga (home indus¬tri). Berbeda dengan klasifikasi yang
dikemukakan oleh Stanley dan Morse, bahwa industri yang menyerap tenaga
kerja 1-9 orang termasuk industri kerajinan numah tangga. Industri kecil
menyerap 10-49 orang, industri sedang menyerap 50-99 orang, dan industri
besar menyerap tenaga kerja 100 orang lebih.

Pada usaha kecil, manajer yang mengoperasikan perusahaan adalah


pemilik, majikan, dan investor yang me-ngambil berbagai keputusannya secara
mandiri. Jumlah modal yang diperlukan juga biasanya relatif kecil dan hanya
dari beberapa sumber saja. Karena permodalan relatif kecil dan dikelola secana
mandiri, maka daerah operasinya juga adalah lokal, majikan dan karyawan
tinggal dalam suatu daerah yang sama, bahan baku lokah dan pemasarannyapun
hanya pada lokasi/daerah tertentu. Akan tetapi, secara keseluruhan meru-pakan
sektor yang mampu menyerap tenaga kerja lokal yang cukup besar dan tersebar.
Komisi untuk Perkembangan Ekonomi (Commity for Economic
Development—CED), mengemukakan kriteria usaha kecil sebagai berikut:

1) Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik.

2) Modal disediakan oleh pemilik atau sekelompok kecil.

3) Daerah operasi bersifat lokal.

4) Ukuran dalam keseluruhan relatif kecil.

Kekuatan dan kelemahan Usaha Kecil

Bebenapa kekuatan usaha kecil antara lain:

- Memiliki kebebasan untuk bertindak. Bila ada perubahan, misalnya


perubahan produk baru, teknologi baru, dan perubahan mesin baru, usaha
kecil bisa bertindak dengan cepat untuk menyesuaikan dengan keadaan
yang berubah tersebut. Sedangkan, pada perusahaan besar, tindakan cepat
tersebut susah dilakukan.
- Fleksibel. Perusahaan kecil sangat luwes, ia dapat menyesuaikan dengan
kebutuhan setempat. Bahan baku, tenaga kerja dan pemasaran produk
usaha kecil pada umumnya menggunakan sumber-sumber setempat yang
bersifat lokal. Beberapa perusahaan kecil di antaranya menggunakan
bahan baku dan tenaga kerja bukan lokal yaitu menda-tangkan dari daerah
lain atau impor.
- Tidak mudah goncang. Karena bahan baku dan sumber daya lainnya
kebanyakan lokal, maka perusahaan kecil tidak rentan terhadap fluktuasi
bahan baku impor. Bahkan bila bahan baku impor sangat mahal sebagai
akibat tingginya nilai mata uang asing, maka kenaikan mata uang asing
tersebut dapat dijadikan peluang dengan memproduksi barang-barang
untuk keperluan ekspor.
Kelemahan perusahaan kecil dua aspek, yaitu :

1. Aspek kelemahan struktural. Kelemahan dalam struktur perusahaan


misalnya kelemahan dalam bidang manajemen dan organisasi, kelemahan
dalam pengendalian mutu, kelemahan dalam mengadopsi dan penguasaan
teknologi, kesulitan mencari permodalan, tenaga kerja masih lokal, dan
terbatasnya akses pasar. Kelemahan faktor struktural yang satu saling
terkait dengan faktor yang lain kemudian membentuk lingkaran
ketergantungan yang tidak berujung pangkal dan membuat usaha kecil
terdominasi dan rentan.

Secara struktural, salah satu kelemahan usaha kecil yang paling menonjol
adalah kurangnya permodalan. Akibatnya terjadi ketergantungan pada kekuatan
pemilik modal. Karena pemilik modal juga lebih menguasai sumber-sumber
bahan baku dan dapat mengusahakan bahan baku, maka pengusaha kecil
memiliki ketergan-tungan pada pemilik modal yang sekaligus penguasa bahan
baku. Akibat dan ketergantungan tersebut, otomatis harga jual produk yang
dihasilkan usaha kecil secara tidak langsung ditentukan oleh penguasa pasar dan
pemilik modal, maka terjadilah pasar monopsoni.

Dengan kondisi ini, maka batas keuntungan pengusaha kecil ditentukan oleh
batas harga jual produk dan batas harga beli bahan baku. Terjadilah repatriasi
keuntungan yang mengakibatkan permodalan usaha kecil jumlahnya tetap kecil.
Kondisi tersebut mengakibatkan ketengantungan pengusaha kecil yang menjadi
buruh pada perusahaan sendiri dengan upah yang ditentukan oleh batas
keuntungan dari pemilik modal sekaligus penguasa pasar dan penguasa sumber-
sumber bahan baku.

2. Aspek kelemahan Kultural. Kelemahan kultural mengakibatkan


kelemahan struktural. Kelemahan kultural mengakibatkan kurangnya
akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan lain guna
memperoleh akses permodalan, pemasaran, dan bahan baku, seperti:
a. Informasi peluang dan cara memasarkan produk.
b. Informasi untuk mendapatkan bahan baku yang baik, murah, dan mudah
didapat.
c. Informasi untuk memperoleh fasilitas dan bantuan pengusaha besar dalam
menjalin hubungan kemitraan.
d. Informasi tentang tata cara pengembangan produk, baik desain, kualitas,
maupun kemasannya.
e. Informasi untuk menambah sumber permodalan dengan persyaratan yang
terjangkau.

c. Pengembangan Usaha Kecil


Banyak konsep yang dikemukakan oleh para ahli ekonomi dan
manajemen modern tentang cara meraih keberhasilan usaha kecil dalam
mempertahankan eksistensinya secara dinamis. Dalam berbagai konsep strategi
bersaing dikemu-kakan bahwa keberhasilan suatu perusahaan sangat tergantung
pada kemampuan internal. Untuk menghadapi kondisi jangka panjang dan
dinamis, perusahaan harus dikembangkan melalui strategi yang berbasis pada
pengembangan sumber daya internal secara superior (internal resource-based
strategy) untuk menciptakan kompetensi inti (core competency).

Dalam menghadapi krisis ekonomi nasional seperti sekarang ini, baik


teori dynamic strategy maupun teori resource-based strategy sangat relevan bila
khusus diterapkan dalam pemberdayaan usaha kecil. Menurut teori resources-
based strategy, agar perusahaan meraih keuntungan secara terus-menerus, maka
perusahaan harus mengutamakan kapabilitas internal yang supe¬rior, yang tidak
transparan, sukar ditiru atau dialihkan oleh pesaing dan memberi daya saing
jangka panjang (futuristik) yang kuat dan melebihi tuntutan masa kini di pasar
dan dalam situasi eksternal yang bergejolak.

Agar perusahaan kecil berhasil take-off, maka harus ada usaha khusus
yang diarahkan untuk survival, consolidation, control, planning, dan
expectation. Dalam tahapan ini diperlukan penguasaan manajemen, yaitu
mengubah pemilik sebagai pengusaha (owners as businessman) yang merekrut
tenaga dan diberi wewenang secara jelas. Perubahan yang dilakukan, yaitu :
bidang pemasaran harus mengubah getting customer menjadi improve
competitive situation, bidang keuangan tahap cash flow berubah menjadi tahap
tighten financial control, improve margin, and control cost, dan bidang
pendanaan usaha kecil harus sudah ventura capital (Yuyun Wirasasmita,1993:
2)

Menurut teori the design school, perusahaan harus mendesain strategi


perusahaan yang ‘fit” antara peluang dan ancaman eksternal dengan
kemampuan internal yang memadai yang didukung dengan menumbuhkan
kapabilitas inti (core competency) yang merupakan kompetensi khusus
(distinctive competency) dan pengelohaan sumber daya perusahaan.

Dalam konteks persaingan bebas yang semakin dinamis seperti sekarang,


perusahaan harus menekankan pada strategi pengembangan kompetensi inti
(building core competency), yaitu pengetahuan dan keunikan untuk
menciptakan keunggulan. Keunggulan tersebut dapat diciptakan melalui “The
New 7-S’ strategy (The New 7-S’s)”, yaitu :

a. Superior stakeholder satisfaction, yaitu mengutamakan kepuasan


stakeholder.
b. Strategic sooth saying, yaitu merancang strategi yang membuat kejutan
atau yang mencengangkan.
c. Position for speed, yaitu posisi untuk mengutamakan kecepatan.
d. Position for surprise, yaitu posisi untuk membuat kejutan.
e. Shifting the role of the game, yaitu strategi untuk mengadakan
perubahan/pergeseran peran yang dimainkan.
f. Signaling strategic intent, yaitu mengindikasikan tujuan dan strategi.
g. Simultanous and sequential strategic thrusts, yaitu membuat rangkaian
penggerak/pendorong strategi secara simultan dan berurutan

BAB IV
MERINTIS USAHA BARU DAN MODEL
PENGEMBANGANNYA
1. Bagaimana cara memasuki dunia usaha? Berikan contoh pada pengusaha dan
perusahaan yang saudara pilih tentang cara mereka memasuki dunia usaha!

2. Jelaskan profil usaha kecil dan model pengembangannya! Berikan gambaran


profil dan model pengembangan usaha oleh pengusaha dan perusahaan yang
saudara pilih!

3. Bagaimana kerangka pengembangan usaha kecil? Berikan gambaran dari


pengusaha dan perusahaan yang saudara pilih!

4. Jelaskan tantangan untuk mendirikan usaha baru! Berikan gambaran pada


pengusaha dan perusahaan yang saudara pilih!
5. Jelaskan kegagalan dalam mendirikan usaha baru! Berikan gambaran
kegagalan yang pernah dialami oleh pengusaha dan perusahaan yang saudara
pilih!

6. Jelaskan rencana pengembangan usaha yang saudara pilih!

JAWABAN:

1. - Merintis usaha baru (starting)

- Memasuki bisnis keluarga

- Kerjasama Management (franchaising)

- Membeli perusahaan orang lain (buying)

Perusahaan yang kami pilih termasuk ke merintis usaha baru, karena kami
memulai semuanya dari awal,

2. Sampai saat ini batasan usaha kecil masih berbeda-beda tergantung pada
fokus permasalahan masing-masing.

Menurut UU no.9/1995 Pasal 5 tentang usaha kecil, menyebutkan :

a). Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak termasuk
tanah dan tempat usaha, atau b). Memiliki hasil penjualan tahunan paling
banyak Rp.1.000.000.000,-

Dari hasil penelitian, mahasiswa sulit untuk mau dan memulai wirausaha
dengan alasan mereka tidak di ajar dan di rangsang untuk berusha sendiri.Hal
ini di dukung oleh lingkungan budaya masyarakat dan keluarga yang dulu selalu
ingin anaknya menjadi anak gajian atau menjadi seorang pegawai negeri. Disisi
lain, para orang tua kebanyakan tidak memiliki pengalaman dan pengetahuan
untuk berusaha.
Sementara itu, pemerintah kurang begitu tanggap untuk mengubah pola pikir
masyarakat. Kalaupun ada, sebagian kecil baru di mulai tahun 1990-an. Baik
melalui materi kuliah atau cara-cara lain. Baru pada tahun 2000-an kegiatan
wirausaha mulai di galakakan lagi. Dalam hal pendidikan kewirausahaan (entre
preneurship), indonesia tertinggal jauh di bandingkan luar negri, bahkan di
beberapa negara pendidikan tersebut telah dilakukan puluhan tahun yg lalu.
Misalnya, di negara-negara eropa dan amerika serikat utara pendidikan
kewirausahaan telah di mulai sejak tahun 1970-an, bahkan di amerika serikat
lebih dari 500 sekolah sudah mengajarkan MataKuliah kewirausahaan era tahun
1990-an. Hasilnya kita patut bersyukur bahwa dewasa ini sudah mulai berdiri
beberapa sekolah yang memang berorientasi untuk menjadikan hasil
mahasiswanya sebagai calon pengusaha unggul setelah pendidikan.
a. Menggambarkan langkah-langkah memasuki dunia usaha
Cara Untuk Memasuki Dunia Usaha

Ada tiga cara yang dapat dilakukan untuk memulai suatu usaha atau memasuki
dunia usaha:

 Merintis usaha baru (starting)


1. Perusahaan milik sendiri (sole proprietorship), bentuk usaha yang
dimiliki dan dikelola sendiri oleh seseorang.
2. Persekutuan (partnership), suatu kerjasama (aosiasi) dua orang
atau lebih yang secara bersama-sama menjalankan usaha bersama.
3. Perusahaan berbadan hukum (corporation), perusahaan yang
didirikan atas dasar badan hukum dengan modal saham-saham.
 Memasuki Bisnis Keluarga
 Dengan membeli perusahaan orang lain (buying)
 Kerjasama manajemen (franchising)

b. Mengenal cara merintis usaha baru dan model pengembangannya


Wirausaha adalah seseorang yang mengorganisir, mengelola, dan memiliki
keberanian menghadapi resiko untuk tumbuh dan berkembang.

Sebagai pengelola dan pemilik usaha (business owner manager) atau pelaksana
usaha kecil (small business operator), ia harus memiliki:

 Kecakapan untuk bekerja


 Kemampuan mengorganisir
 Kreatif
 Lebih menyukai tantangan

Menurut hasil survei Peggy Lambing:

 Sekitar 43% responden (wirausaha) mendapatkan ide bisnis dari


pengalaman yang diperoleh ketika bekerja di beberapa perusahaan atau
tempat-tempat profesional lainnya.
 Sebanyak 15% responden telah mencoba dan mereka merasa mampu
mengerjakannya dengan lebih baik.
 Sebanyak 11% dari wirausaha yang disurvei memulai usaha untuk
memenuhi peluang pasar, sedangkan 46% lagi karena hobi.

Menurut Lambing ada dua pendekatan utama yang digunakan wirausaha untuk
mencari peluang dengan mendirikan usaha baru:

 Pendekatan ”in-side out” atau ”idea generation” yaitu pendekatan


berdasarkan gagasan sebagai kunci yang menentukan keberhasilan usaha.
 Pendekatan ”the out-side in” atau “opportunity recognition” yaitu
pendekatan yang menekankan pada basis ide merespon kebutuhan pasar
sebagai kunci keberhasilan.

Berdasarkan pendekatan ”in-side out”, untuk memulai usaha, seseorang calon


wirausaha harus memiliki kompetensi usaha. Menurut Norman Scarborough,
kompetensi usaha yang diperlukan meliputi:

 Kemampuan teknik
 Kemampuan pemasaran
 Kemampuan finansial
 Kemampuan hubungan
Dalam merintis usaha baru, ada beberapa hal yang harus diperhatikan:

 Bidang dan jenis usaha yang dimasuki.

Beberapa bidang usaha yang bisa dimasuki, diantaranya:

1. Bidang usaha pertanian (pertanian, kehutanan, perikanan, dan


perkebunan).
2. Bidang usaha pertambangan (galian pasir, galian tanah, batu, dan
bata).
3. Bidang usaha pabrikasi (industri perakitan, sintesis).
4. Bidang usaha konstruksi (konstruksi bangunan, jembatan,
pengairan, jalan raya).
5. Bidang usaha perdangan (retailer, grosir, agen, dan ekspor-impor).
6. Bidang jasa keuangan (perbankan, asuransi, dan koperasi).
7. Bidang jasa perseorangan (potong rambut, salon, laundry, dan
catering).
8. Bidang usaha jasa-jasa umum (pengangkutan, pergudangan, wartel,
dan distribusi).
9. Bidang usaha jasa wisata (usaha jasa parawisata, pengusahaan
objek dan daya tarik wisata dan usaha sarana wisata).
 Bentuk usaha dan kepemilikan yang akan dipilih

Ada beberapa kepemilikan usaha yang dapat dipilih, diantaranya perusahaan


perseorangan, persekutuan (dua macam anggota sekutu umum dan sekutu
terbatas), perseroan, dan firma.

 Tempat usaha yang akan dipilih

Dalam menentukan tempat usaha ada beberapa hal yang perlu dipertimbangkan,
diantaranya:
1. Apakah tempat usaha tersebut mudah dijangkau oleh konsumen
atau pelanggan maupun pasar?
2. Apakah tempat usaha dekat dengan sumber tenaga kerja?
3. Apakah dekat ke akses bahan baku dan bahan penolong lainnya
seperti alat pengangkut dan jalan raya
 Organisasi usaha yang akan digunakan.
 Kompleksitas organisasi usaha tergantung pada lingkup atau cakupan
usaha dan skala usaha. Fungsi kewirausahaan dasarnya adalah kreativitas
dan inovasi, sedangkan manajerial dasarnya adalah fungsi-fungsi
manajemen. Semakin kecil perusahaan maka semakin besar fungsi
kewirausahaan, tetapi semakin kecil fungsi manajerial yang dimilikinya.
 Lingkungan usaha

Lingkungan usaha dapat menjadi pendorong maupun penghambat jalannya


perusahaan.Lingkungan yang dapat mempengaruhi jalannya usaha/perusahaan
adalah lingkungan mikro dan lingkungan makro.
Lingkungan mikro adalah lingkungan yang ada kaitan langsung dengan
operasional perusahaan, seperti pemasok, karyawan, pemegang saham, majikan,
manajer, direksi, distributor, pelanggan/konsumen, dan lainnya.
Lingkungan makro adalah lingkungan diluar perusahaan yang dapat
mempengaruhi daya hidup perusahaan secara keseluruhan, meliputi lingkungan
ekonomi, lingkungan teknologi, lingkungan sosial, lingkungan sosiopolitik,
lingkungan demografi dan gaya hidup.

Ada dua pendekatan utama yang digunakan para wirausaha untuk mencari
peluang dengan mendirikan usaha baru, yaitu :

1. Pendekatan berdasarkan pengalaman, ketrampilan, kemampuan, dan


latar belakangnya sendiri dalam menentukan jenis usaha yang akan
dirintis
2. Pendekatan berdasarkan kebutuhan pasar, yaitu pendekatan yang
menekankan pada pengamatan lingkungan tentang kebutuhan pasar
ditransfer menjadi peluang-peluang bisnis

c. Membeli perusahaan yang sudah didirikan

Membeli perusahaan yang sudah didirikan yaitu membeli perusahaan


yang telah didirikan atau dirintis atau diorganisir oleh orang lain dengan nama
(goodwill) dan organisasi yang sudah ada. Trend membeli bisnis ini pada tahun
1990 merupakan tahun semakin banyaknya orang baru menjadi
pengusaha.Membeli bisnis bukanlah hal yang mudah.Sering kali antara
pengusaha yang menjual dan yang membeli perusahaan sulit untuk
mendapatkan kesepakatan bersama, sehingga diperlukan waktu yang cukup
lama untuk menganalisa perusahaan tersebut.
Banyak alasan mengapa sesorang memilih membeli perusahaan yang
sudah ada dari pada mendirikan atau merintis usaha baru, antara lain :
- Resiko lebih rendah karena telah mengetahui jalannya perusahaan melalui
analisa dan surve perusahaan yang telah dilakukan sebelum melakukan
pembelian.
- Lebih mudah. Untuk mendirikan suatu perusahaan tidaklah mudah, dibutuhkan
berbagai proses seperti ijin usaha, penentuan jenis usaha, lokasi perusahaan dan
lain – lain. Inilah mengapa pengusaha banyak yang memilih untuk membeli
perusahaan yang sudah didirikan karena tinggal menjalankan atau meneruskan
operasionalnya.
- Memiliki peluang untuk membeli dengan harga yang bisa ditawar.

Membeli perusahaan yang sudah didirikan memiliki beberapa


keuntungan bila membeli perusahaan yang sudah berkembang dengan harga
yang bias ditawar (diterima). Keuntungan lainnya adalah :
 Telah memiliki bisnis konsumen.
Perusahaan yang sudah berdiri biasanya telah memiliki jaringan konsumen,
sehingga kita tinggal mengembangkan jaringan tersebut.
 Memiliki lokasi terbaik.
Untuk mendirikan perusahaan biasanya telah melalui tinjau lokasi yang tepat,
sehingga kita tidak perlu lagi meninjau ulang agar dapat menghemat anggaran.
 Memiliki karyawan yang andal
Dalam perusahaan telah ada karyawan yang melaksanakan kegiatan operasional
perusahaan, kemungkinan besar telah memiliki keahlian dalam bidangnya
masing masing.
 Memiliki pemasok.
Operasioanl perusahaan dapat meneruskan dari pemilik perusahaan terdahulu,
sebagaimana termasuk pemasok yang merupakan factor penting dalam
tersedianya bahan baku dalam proses produksi.
 Peralatan telah terpasang
Membeli perusahaan yang telah didirikan dapat mewarisi peralatan – peralatan
dalam perusahaan sehingga tidak perlu membeli dan memasang peralatan baru,
kecuali mengganti peralatan yang telah aus.
 Kapasitas produktif telah diketahui.
Kelanjutan proses operasional perusahaan dapat dipelajari dari pembukuan –
pembukuan operasional terdahulu,sehingga dapat mengetahui kapasitas
produktif yang tepat

Adapun kerugian dari membeli perusahaan yang sudah didirikan antara lain :
• Sering tidak ada nilainya.
Perusahaan yang dijual sering kali perusahaan yang mengalami pailit atau akan
gulung tikar. Setelah dibeli, kondisi perusahaan kemungkinan malah lebih
memburuk.
• Bisnis yang dijual sering tidak menguntungkan.
Penjual perusahaan kebanyakan menutupi kondisi bisnis yang sedang terjadi
agar nampak bisnis tersebut lancer sehingga pembeli bersedia membeli
perusahaannya.
• Pemilik lama memiliki citra buruk.
Karakteristik pemilik lama sedikit banyak mempengaruhi jalannya perusahaan
khususnya dilingkungan social karena citra perusahaan tak terlepas dari citra
pemilik atau pemimpinnya.
• Karyawan yang ada tidak sesuai.
Pemilik lama yang cocok dan puas dengan kinerja karyawannya belum tentu
juga akan demikian dengan pemilik yang baru. Dibutuhkan refresh karyawan
dan pelatihan karyawan kembali.
• Lokasi yang tidak sesuai.
Perubahan lingkungan social dapat merubah kondisi perusahaan termasuk lokasi
perusahaan yang bias jadi menjadi tidak sesuai dengan bisnis yang dijalankan.
• Peralatan sudah usang.
Kebanyakan dari perusahaan yang telah didirikan memiliki peralatan yang using
akibat dari kurang terawatnya peralatan tersebut secara berkala.Hal ini dapat
menimbulkan kerugian jika peralatan tersebut ikut dalam perhitungan
pembelian dengan nominal yang lebih tinggi dari kondisi peralatan yang
sebenarnya.
• Inovasi sulit diterapkan.
Rutinitas yang ada dalam perusahaan yang telah didirikan seperti proses
operasioanal, kinerja karyawan dal lain-lain dibawah pimpinan pemilik lama
dapat menimbulkan sulit untuk mengadakan inovasi demi kemajuan
perusahaan.
Oleh karena itu, sebelum melakukan kontrak jual beli perusahaan yang
telah didirikan terdapat beberapa aspek yang harus diperhitungkan, antara lain :
Menyangkut masalah internal (pembeli perusahaan) :
• Pengalaman yang dimililki untuk menjalankan perusahaan tersebut ?
• Apakah ada bisnis cocok yang dijual dalam pasar sesuai keinginan ?
• Seberapa kritis keberhasilan yang dapat diraih dalam bisnis dipilih ?
Menyangkut masalah perusahaan yang akan dibeli :
• Mengapa perusahaan dijual ?
• Dimana lokasi perusahaan tersebut ?
• Bagaimana kondisi perusahaan tersebut ?
• Berapa harga rasional perusahaan yang akan dijual dan kita mampu membeli
?
• Bagaimana mengenai potensi produk dan jasa perusahaan ?
• Aspek legal yang dimiliki perusahaan ?
• Apakah potensi keberhasilan perusahaan ada ?
• Perubahan apa yang akan dibuat untuk mewujudkan impian perusahaan
nantinya ?
d. Profil usaha kecil dan model pengembangannya

Sampai saat ini batasan usaha kecil masih berbeda-beda tergantung pada fokus
permasalahan masing-masing.

1. Menurut UU no.9/1995 Pasal 5 tentang usaha kecil, menyebutkan :

a). Memiliki kekayaan bersih paling banyak Rp. 200.000.000,- tidak


termasuk tanah dan tempat usaha, atau b). Memiliki hasil penjualan tahunan
paling banyak Rp.1.000.000.000,

2. Menurut BPS (1988) usaha kecil memiliki tenaga kerja 5 s/d 19 orang yang
termasuk pekerja kasar, pekerja pemilik dan pekerja keluarga. Perusahaan yang
memiliki tenaga kerja kurang dari 5 orang diklasifikasikan sebagai industri
rumah tangga.

3. Menurut Stanley dan Morse industri yang menyerap tenaga kerja 1-9 orang
termasuk industri kerajinan rumah tangga, Industri kecil menyerap tenaga kerja
10-49 orang, industri sedang menyerap 50–99 orang dan industri besar
menyerap tenaga kerja 100 orang atau lebih
Sedangkan menurut Komisi Perkemba-ngan Ekonomi mengemukakan kriteria
usaha kecil sbb:

a. Manajemen berdiri sendiri, manajer adalah pemilik


b. Modal disediakan oleh pemilik
c. Daerah operasi bersifat lokal
d. Ukuran dalam keseluruhan relatif kecil.

Selain meiliki ciri-ciri diatas usaha kecil memiliki kekuatan dan kelemahan.

a. Kekuatan usaha kecil adalah :

1. memiliki kebebasan untuk bertindak

2. Fleksibel

3. Tidak mudah goncang

b. Kelemahan Usaha Kecil

1. aspek kelemahan struktural adalah kelemahan usaha kecil dalam manajemen,


organisasi, teknologi, sumber daya dan pasar.

2. Kelemahan kultural adalah kelemahan dalam budaya perusahaan yang


kurang menceminkan perusahaan sebagai Corporate culture.

Kelemahan kultural mengakibatkan kelemahan struktural.Kelemahan kultural


mengakibatkan kurangnya akses informasi dan lemahnya berbagai persyaratan
lain guna memperoleh akses permodalan, pemasaran dan bahan baku.

Sumber : http://kerajaanberbagi.blogspot.com/2012/06/merintis-usaha-baru-
dan-pengembangannya.html

Anda mungkin juga menyukai