Anda di halaman 1dari 26

i

BIOREMEDIASI DALAM PENGENDALIAN LINGKUNGAN

MAKALAH

Disusun untuk memenuhi Tugas Ekologi dan Manajemen Lingkungan yang dibina
oleh Bapak Dr. Fatchur Rohman, M.Si. dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si.

disusun oleh:
Kelompok 3/ Kelas A/ S2 Pendidikan Biologi
1. Louis Ivana Sasea (190341764451)
2. Muhammad Ihsanuddin (190341864412)
3. Rina Wahyuningsih (190341864427)

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


PASCASARJANA
PROGAM STUDI PENDIDIKAN BIOLOGI
SEPTEMBER 2019

i
ii

KATA PENGANTAR

Puji syukur kami ucapkan kehadirat Tuhan YME, yang telah memberikan
rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah ini dengan
baik. Makalah berjudul “Bioremediasi dalam Pengendalian Lingkungan” ini disusun
untuk memenuhi tugas mata kuliah Ekologi dan Manajemen Lingkungan.
Penyusunan makalah ini tidak lepas dari bantuan berbagai pihak, maka dalam
kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada Bapak Dr. Fatchur
Rohman, M.Si dan Bapak Prof. Dr. Ir. Suhadi, M.Si. selaku dosen pengampu mata
kuliah Ekologi dan Manajemen Lingkungan. Terima kasih kami sampaikan kepada
rekan-rekan S2 Pendidikan Biologi kelas A, khususnya kelompok 3 yang telah
bekerja sama dalam menyusun tugas makalah ini. Penulis menyadari bahwa makalah
ini masih banyak kekurangan, sehingga kritik dan saran kami diharapkan dari
pembaca.

Malang, 31 Agustus 2019

Penulis

ii
iii

DAFTAR ISI
Halaman

HALAMAN COVER .................................................................................... i

KATA PENGANTAR .................................................................................. ii

DAFTAR ISI ................................................................................................. iii

BAB I PENDAHULUAN .............................................................................. 1

A. LATAR BELAKANG ........................................................................ 1

B. RUMUSAN MASALAH .................................................................... 2

C. TUJUAN ............................................................................................. 3

BAB II PEMBAHASAN .............................................................................. 4

A. PENGERTIAN BIOREMEDIASI ...................................................... 4

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIOREMEDIASI .. 6

C. JENIS-JENIS BIOREMEDIASI .......................................................... 9

D. TEKNIK BIOREMEDIASI ................................................................. 13

E. CONTOH BIOREMEDIASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI 17

F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BIOREMEDIASI ................... 20

BAB III PENUTUP ....................................................................................... 21

A. KESIMPULAN .................................................................................. 21

DAFTAR PUSTAKA ..................................................................................... 22

iii
1

BAB I
PENDAHULUAN
A. LATAR BELAKANG
Meningkatnya populasi global telah menyebabkan peningkatan ekploitasi
sumber daya alam dan sumber-sumber untuk untuk memenuhi kebutuhan pangan,
energi, dan semua kebutuhan lainnya. Revolusi industri merupakan salah satu respon
untuk memenuhi kebutuhan tersebut, namun hal tersebut menghasilkan bahan kimia
organik dan anorganik dalam jumlah banyak yang secara langsung dan tidak langsung
menyebabkan pencemaran habitat berkepanjangan. Durasi kontaminasi sangat
menyita perhatian karena biodegradabilitasnya dianggap sulit. Pencemaran
lingkungan terjadi begitu cepat dan luas sehingga tingkat kontaminasi yang dapat
terdeteksi bahkan dapat ditemukan di perairan laut terjauh (Sardrood, et. al. 2015).
Ketika suatu zat beracun telah mencemari permukaan tanah, maka ia dapat
menguap, tersapu air hujan dan atau masuk ke dalam tanah. Pencemaran yang masuk
ke dalam tanah kemuadian terendap sebagai zat beracun. Zat beracun tersebut
berdampak langsung kepada manusia ketika bersentuhan atau mencemari air tanah
dan udara diatasnya. Pencemaran tanah bisa disebabkan oleh limbah industri, limbah
domestik dan limbah pertanian. Pencemaran tanah juga dapat menyebabkam
perubahan kimiawi tanah yang radikal, yang menyebabkan perubahan metabolisme
dari mikroorganisme endemik dan antropoda yang hidup di lingkungan tanah
tersebut. Akibatnya bahkan dapat memusnahkan beberapa spesies primer dari rantai
makanan (Muslimah, 2015).
Selain polutan dan racun yang dihasilkan dari indutri yang terus menerus
mempengaruhi lingkungan, kejadian bencana lingkungan yang serius seperti
tumpahan minyak di laut. Permukaan bumi ditutup terdiri atas 70% lautan, sementara
itu laut juga merupakan suatu lahan yang kaya dengan sumber daya alam termasuk
keanekaragaman sumber daya hayati yang dapat dimanfaatkan untuk kemakmuran
dan kesejahteraan masyarakat. Tumpahan minyak dari kapal, pengeboran lepas pantai
maupun akibat kecelakaan kapal tanker menjadi sumber utama pencemaran laut
(Sulistyono,2010).

1
2

Dampak tumpahan minyak berimbas dapat berimbas langsung terhadap


masyarakat di sekitar pantai dan sangat signifikan merusak makhluk hidup. Badan
Dunia Group of Expert on Scientific Aspects of Marine Pollution (GESAMP)
mencatat sekitar 6,44 juta ton per tahun kandungan senyawa hidrokarbon masuk ke
dalam perairan laut dunia (Clark, 2003).
Polutan digolongkan menjadi dua jenis berdasarkan kemampuasn
terdegradasinya, yaitu polutan yang mudah terdegradasi (biodegradable pollutant)
dan polutan yang sukar terdegradasi. Polutan biodegradable adalah sampah yang
mudah terdegradasi di lingungan, contohnya sampah sayuran, jenis polutan ini akan
menimbulkan masalah jika kecepatan produksinya lebih cepat dari kecepatan
degradasinya. Jenis polutan yang sukar atau lambat sekali terdegradasi dapat
menimbulkan masalah lingkungan yang cukup serius.
Penanggulangan masalah pencemaran dapat memanfaatkan metode biologis
sebagai alternatif yang aman dan ramah lingkungan, karena polutan yang mudah
terdegradasi dapat diuraikan oleh mikroorganisme menjadi bahan tidak berbahaya
seperti CO2 dan H2O. Biodegradasi oleh mikroorganisme adalah salah satu cara yang
tepat, efektif, dan hampir tidak ada pengaruh sampingan pada lingkungan.
Mikroorganisme akan mati seiring dengan hilangnya polutan (Citroreksoko, 1996).
Bioteknologi menjadi kunci dalam proses degradasi limbah, yaitu dengan
bioremediasi. Bioremediasi memiliki peran penting sebagai upaya untuk menjaga
keseimangan lingkungan. Pada makalah ini akan dibahas terkait dengan bioremediasi
dan informasi pelengkapnya.

B. RUMUSAN MASALAH
Rumusan masalah pada makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Apa pengertian bioremediasi?
2. Apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi?
3. Apa saja jenis-jenis bioremediasi?
4. Bagaimana teknik dan contoh bioremediasi?
5. Apa saja kekurangan dan kelebihan bioremediasi
3

C. TUJUAN
Tujuan penyusunan makalah ini adalah sebagai berikut.
1. Mengetahui pengertian bioremediasi.
2. Mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi.
3. Mendeskripsikan jenis-jenis bioremediasi.
4. Menjelaskan teknik dan contoh bioremediasi.
5. Menjelaskan kekurangan dan kelebihan bioremediasi.
4

BAB II
PEMBAHASAN

A. PENGERTIAN BIOREMEDIASI
Bioremediasi termasuk salah satu pengembangan dari bidang bioteknologi
lingkungan dengan memanfaatkan proses biologi dalam mengendalikan pencemaran.
Bioremediasi bukan merupakan topik baru dalam kajian mikrobiologi terapan, karena
mikroorganisme telah banyak digunakan selama bertahun-tahun untuk mengurangi
senyawa organik dan bahan beracun baik yang berasal dari limbah rumah tangga
maupun industri. Hal yang baru adalah teknik bioremediasi terbukti sangat efektif dan
ramah dari segi ekonomi untuk membersihkan tanah dan air yang terkontaminasi oleh
senyawa-senyawa kimia beracun (Munir, 2006).
Teknologi bioremediasi oleh mikroba merupakan buah pikir yang runtut dan
terintegrasi berbagai bidang ilmu antara lain mikrobiologi, ekologi, fisiologi,
biokimia, dan genetika yang dipadukan dengan menggunakan prinsip rekayasa untuk
memaksimalkan reaksi metabolik mikoorganisme yang diinginkan dalam pemulihan
lingkungan yang terkontaminasi. Penentu keberhasilan dalam pengolahan limbah
pencemar di lingkungan secara biologi adalah mengetahui faktor-faktor yang
berinteraksi dalam biodegradasi.
Remediasi adalah suatu proses dekontaminasi air dan tanah dari senyawa yang
berbahaya, meliputi hidrokarbon (PAH), persistant organic pollutant (POP), logam
berat, pestisida dan lain-lain (Puspitasari & Khaerudin, 2016). Proses remediasi yang
menggunakan mikroorganisme dikenal dengan istilah bioremediasi. Menurut Priadie
(2012), bioremediasi adalah pemanfaatan mikroorganisme yang telah dipilih dan
ditumbuhkan pada polutan tertentu sebagai usaha untuk menurunkan kadar polutan.
Definisi lain bioremediasi adalah pemanfaatan organisme hidup (bakteri,
fungi, tanaman atau enzimnya) terutama mikrorganisme dalam proses penguraian
limbah organik/anorganik polutan untuk mengendalikan kadar kontaminasi pada
lingkungan menjadi suatu bahan yang tidak berbahaya atau konsentrasinya di bawah
batas yang ditentukan oleh lembaga berwenang (Munir, 2006;Vidali,2011). Selain

4
5

itu, bioremediasi juga diartikan sebagai proses pengolahan limbah minyak bumi yang
sudah lama atau tumpahan/ceceran minyak pada lahan terkontaminasi dengan
memanfaatkan makhluk hidup mikroorganisme, tumbuhan atau organisme lain untuk
mengurangi konsentrasi atau menghilangkan daya racun bahan pencemar (KLH,
2003). Pengertian bioremediasi dapat disimpulkan sebagai suatu proses pemanfaatan
organisme untuk mengendalikan kadar kontaminasi supaya berada di bawah standar
yang telah ditentukan atau dalam kata lain menjadi tidak berbahaya.
Pemerintah Indonesia telah mengatur standar baku kegiatan bioremediasi
dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan pertambangan dan
perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam berat dan pestisida) melalui
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor 128 tahun 2003 tentang Tata
Cara dan Persyaratan Teknis Pengolahan Limbah Minyak Bumi dan Tanah
Terkontaminasi oleh Minyak Bumi Secara Biologis (Bioremediasi) yang
mencantumkan bahwa bioremediasi dilaksanakan dengan memanfaatkan mikroba
lokal.
Bioremediasi memiliki dua tujuan utama menurut Almuthmainah (2013),
yaitu:
1. Menstimulasi pertumbuhan mikroba baik yang indegenus yaitu mikroba asli
maupun non indigeneus atau mikroba yang sengaja dimasukkan dari luar ke
daerah yang terkontaminasi.
2. Menciptakan kondisi lingkungan yang sesuai untuk meningkatkan intensitas
kontak langsung antara mikroba dengan senyawa kontaminan di lingkungan
baik yang terlarut maupun yang terikat oleh partikel untuk mengalami
biotrasformasi, biodegradasi, bahkan sampai biomineralisasi.
Bioremediasi memanfaatkan bakteri/jamur/tanaman untuk mendegradasi atau
mendetoksifikasi zat berbahaya bagi kesehatan manusia atau lingkungan.
Mikroorganisme dapat berasal dari daerah yang terkontaminasi atau hasil isolasi dari
tempat lain yang dibawa ke tempat yang terkontaminasi. Proses utama bioremediasi
terdiri dari biodegradasi, biotarnsformasi, dan biokatalis.
6

1. Biodegradasi
Biodegradasi adalah suatu proses penguraian oleh aktivitas
mikroorganisme yang mengakibatkan transformasi struktur suatu senyawa
sehingga terjadi perubahan integritas molekuler, dalam proses biodegradasi
terjadi konversi yang lengkap dari bahan-bahan kimia yang kompleks menjadi
produk-produk yang termineralisasi seperti air dan karbon dioksida (&
Nagabhushanam, 2005).
2. Biotransformasi
Pada saat bioremediasi, enzim yang diproduksi oleh mikroorganisme
memodifikasi polutan beracun dengan mengubah struktur kimia polutan
tersebut. Proses biotransformasi pada banyak kasus berujung pada
biodegradasi (Waluyo, 2018).
3. Biokatalis
Enzim yang dihasilkan oleh mikroorganisme juga berperan untuk mengkatalis
reaksi degradasi, sehingga mempercepat proses keseimbangan (Lumbanraja,
2014).

B. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI BIOREMEDIASI


Kesuksesan proses biodegradasi banyak ditentukan oleh aktivitas enzim.
Mikroorganisme yang berpotensi menghasilkan enzim pendegradasi hidrokarbon
perlu dioptimalkan aktivitasnya dengan pengaturan kondusi dan penambahan
suplemen yang sesuai. Faktor-faktor yang mempengaruhi proses bioremediasi
(Puspitasari & Khaeruddin, 2016) adalah sebagai berikut:
1. Populasi Mikroorganisme
Mikroorganisme mungkin berasal dari daerah yang terkontaminasi
atau mereka dapat diisolasi dari tempat lain dan dibawa ke lokasi yang
terkontaminasi. Senyawa kontaminan diubah oleh organisme hidup melalui
reaksi yang terjadi sebagai bagian dari proses metabolisme mereka.
Biodegradasi suatu senyawa sering kali merupakan akibat dari aksi beberapa
organisme. Ketika mikroorganisme diimpor ke lokasi yang terkontaminasi
7

untuk meningkatkan degradasi, disebut dengan proses yang dikenal sebagai


bioaugmentasi.
Agar bioremediasi menjadi efektif, mikroorganisme harus secara
enzimatik menyerang polutan dan mengubahnya menjadi produk yang tidak
berbahaya. Karena bioremediasi hanya dapat efektif jika kondisi lingkungan
memungkinkan pertumbuhan dan aktivitas mikroba, penerapannya sering
melibatkan manipulasi parameter lingkungan untuk memungkinkan
pertumbuhan dan degradasi mikroba berlangsung lebih cepat.
Seperti teknologi lainnya, bioremediasi memiliki keterbatasan.
Beberapa kontaminan, seperti hidrokarbon organik atau hidrokarbon aromatik
tinggi, tahan terhadap serangan mikroba. Mereka terdegradasi baik secara
perlahan atau tidak sama sekali, oleh karena itu tidak mudah untuk
memperkirakan tingkat pembersihan untuk bioremediasi; tidak ada aturan
untuk memprediksi jika kontaminan dapat terdegradasi. Teknik bioremediasi
biasanya lebih ekonomis daripada metode tradisional seperti insinerasi, dan
beberapa polutan dapat diolah di lokasi, sehingga mengurangi risiko paparan
bagi petugas kebersihan, atau kemungkinan paparan yang lebih luas sebagai
akibat dari kecelakaan transportasi. Karena bioremediasi didasarkan pada
proses alami, publik menganggapnya lebih dapat diterima daripada teknologi
lainnya.
Sebagian besar sistem bioremediasi dijalankan di bawah kondisi
aerobik, tetapi menjalankan sistem di bawah kondisi anaerobik dapat
memungkinkan organisme mikroba untuk mendegradasi molekul yang
biasanya sukar.
2. Nutrisi
Mikroorganisme pada daerah yang terkontaminasi tidak selalu dalam
jumlah yang diperlukan, pertumbuhan mereka harus dirangsang. Biostimulasi
biasanya melibatkan penambahan nutrisi dan oksigen untuk membantu
mikroorganisme. Nutrisi adalah kebutuhan dasar dan memungkinkan
mikroorganimse untuk memproduksi enzim yang diperlukan untuk memecah
8

kontaminan. Jenis nutrisi yang dibutuhkan bagi mikroba diantaranya adalah


unsur karbon (C), nitrogen (N), posfor (P), dan lain-lain.
Pada jenis bioremediasi in situ dan ex situ, jika tanah yang digunakan
bekas pertanian mungkin tidak diperlukan penambahan nutrisi, untuk
hidrokarbon ditambah nitrogen dan fosfor, dapat pula dengan makro & mikro
nutrisi yang lain. Mikroorganisme membutuhkan nutrisi sebagai sumber
karbon, energi, dan keseimbangan metabolisme sel. Pada penangan limbah
minyak bumi biasanya dilakukan penambahan nutrisi antara lain sumber
nitrogen dan fosfor sehingga proses degradasi oleh mikroorganisme
berlangsung lebih cepat dan pertumbuhannya
3. Lingkungan
Faktor lingkungan yang berpengaruh terhadap bioremediasi antara lain
oksigen, suhu, dan pH. pH atau derajat keasaman adalah salah satu faktor
yang dapat menentukan keberhasilan proses bioremediasi. Nilai pH
lingkungan juga berpengaruh terhadap kemampuan mikroorganisme baik
untuk menjalankan fungsi seluler, transport membran sel maupun
keseimbangan reaksi yang dilakukan oleh mikroorganisme (Munawar, 2007).
Derajat keasaman (pH) sangat berpengaruh terhadap kehidupan
mikroorganisme dalam proses biodegradasi hidrokarbon. Sebagian besar
biodegradasi oleh mikroorganisme terjadi pada pH netral, nilai pH yang
ekstrim ada beberapa jenis tanah berpengaruh negatif terhadap kecepatan
degradasi hidrokarbon (Holifah et. al., 2018).
Umumnya kecepatan degradasi minyak bumi oleh bakteri aerob
berlangsung optimal pada suhu sekitar 15-30oC. Suhu yang melebihi titik ini
dapat meningkatkan kecepatan degradasi hidrokarbon secara maksimum,
o
biasanya pada kisaran 30-40 C Suhu yang melebihi titik ini dapat
meningkatkan toksisitas membran mikroorganisme (Bossert & Bartha dalam
Vidali 2011).
Metabolisme diawali dengan katabolisme senyawa hidrogen oleh
bakteri maupun jamur berupa oksidasi substrat dengan katalis enzim oksidase,
9

dengan demikian tersedianya oksigen merupakan syarat keberhasilan


degradasi hidrokarbon minyak. Terbatasnya oksigen, merupakan salah satu
faktor pembatas dalam biodegradasi hidrokarbon minyak. Kadar air dan
bentuk poros tanah berpengaruh pada proses bioremediasi, di mana
nilai aktivitas air dubuthhkan untuk pertumbuhan mikroba berkisar 0.9-1.0,
umumnya kadar air 50-60%. Bioremediasi lebih maksimal pada tanah yang
poros.

C. JENIS-JENIS BIOREMEDIASI
Bioremediasi yang melibatkan miroba dapat dibedakan menjadi tiga cara
yaitu: Biostimulasi, Bioagumentasi, dan Bioremediasi Intrinsik.
1. Biostimulasi yaitu suatu proses yang dilakukan melalui penambahan zat gizi
tertentu yang dibutuhkan oleh mikroorganisme atau menstimulasi kondisi
lingkungan sedemikian rupa agar mikroorganisme tumbuh dan beraktifitas
lebih baik. Hal ini didasarkan jika kondisi yang dibutuhkan mikroorganisme
untuk tumbuh tidak terpenuhi, mikroorganisme tersebut akan tumbuh lambah
bahkan mati (Adams, 2015).
Contoh dari metode biostimulasi ini dilakukan oleh Munawar dkk.
(2007) mereka melakukan bioremediasi tumpahan minyak mentah dengan
metode biostimulasi nutrien organik di lingkungan pantai Surabaya Timur
dimana lingkungan pantai Surabaya timur ini rawan terkena tumpahan minyak
karena lingkungan ini banyak dilewati kapal-kapal komersial baik lokal
maupun internasional serta kapal-kapal milik Angkatan Laut Indonesia.
Mereka melakukan percobaan dengan menggunakan beberapa petak
tanah berukuran 0,5 m x 0,5 m sebanyak 19 petak contoh dan terdapat 1
kontrol. Kemudian petak tanah tersebut ditambahkan 1 liter minyak mentah
kemudian diberi penambahan nutrien organik berbagai variasi (0,2 kg, 0,3kg
dan 0,4 kg) pada petak tanah tersebut (gambar percobaan peneltian 1).
Variabel yang diteliti dari penelitian ini adalah jumlah bakteri yang tumbuh
10

(cfu/g tanah), kadar minyak mentah di tanah (g/kg tanah), dan bioremediasi
minyak oleh bakteri (%).
Hasilnya menunjuukan bahwa penambahan nutrien organik pada
bioremediasi tumpahan minyak mentah mampu menstimulasi pertumbuhan
mikroba tanah meningkat sampai waktu 4 minggu. Selain itu kadar minyak
dalam tanah juga mengalami penurunan yang signifikan dikarenakan
banyaknya jumlah bakteri tersebut. Hasil ini berbeda nyata antara perlakuan
dan kontrol. Bioremediasi dengan teknik ini mampu menurunkan konsentrasi
minyak sampai dengan 88,25% dari konsentrasi awal dalam waktu 4 minggu.

Gambar 1: Percobaan penelitian Munawar dkk (2007).


2. Bioagumentasi yaitu penambahan produk mikroba tertentu ke dalam limbah
untuk meningkatkan efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi. Cara
ini paling sering digunakan dalam menghilangkan kontaminasi di suatu
tempat. Hambatan mekanisme ini yaitu sulit untuk mengontrol kondisi situs
yang tercemar agar mikroba dapat berkembang dengan optimal (Adams,
2015). Selain itu mikroba perlu beradaptasi dengan lingkungan tersebut, oleh
karena itu dalam beberapa hal, teknik bioaugmentasi juga diikuti dengan
penambahan nutrien tertentu (Munir, 2006).
Contoh dari metode ini salah satunya dilakukan oleh Sulistyorini dan
Munawar (2019) melakukan bioremediasi dengan mengambil sampel tanah
dari tambang minyak Wonocolo Bojonegoro yang kemudian tanah yang
tercemar limbah minyak bumi tersebut diberi penambanhan bakteri
11

Pseudomonas putida dengan metode bioagumentasi. Starter bakteri terlebih


dahulu di tumbuhkan (seeding) dengan metode aerasi dan ditambah dengan
nutrisi agar dapat tumbuh dengan baik. Nutrisi tersebut berupa (NH4Cl
sebagai nirogen dan KH2PO4 sebagai fosfat). Kemudian sampel tanah
ditetapkan jumlah senyawa hidrokarbon Total Petroleum Hydrocarbon (TPH)
lalu di tempatkan dalam pot sebanyak 2 kg. Tanah tersebut kemudian diberi
bakteri Pseudomonas putida dengan variasi konsentrasi (4%, 8% dan 12%)
dan dilakukan aerasi dengan cara membolak-balikan tanah tersebut.
Hasilnya menjelaskan adanya penurunan kandungan TPH pada tanah
tercemar minyak bumi selama proses bioremediasi. Hal ini ditunjukkan dari
nilai persen penurunan TPH yang cenderung menurun. Pada konsentrasi 4%
menurunkan 32,6%, pada konsentrasi 8% sebesar 39,6% dan pada 12%
sebesar 45,4%. Jadi semakin banyak bakteri Pseudomonas putida ini semakin
besar pula limbah tersebut dapat terdegradasi, hal ini juga tergantung dari
kemampuan bakteri dalam mendegradasi bahan pencemar.
3. Bioremediasi Intrinsik yaitu jenis bioremediasi yang terjadi secara alami
(tanpa campur tangan manusia) dalam air ataupun tanah yang tercemar
limbah.
Berdasarkan lokasi, bioremediasi dapat dibedakan menjadi dua yaitu: secara
in-situ dan ex-situ.
1. Bioremediasi In-Situ, yaitu proses pengelolaan limbah di lokasi itu berada
dengan mengandalkan kemampuan mikroorganisme yang telah ada di
lingkungan tercemar untuk mendegradasinya. Proses bioremediasi ini
dilakukan pada tempat lokasi limbah tersebut (Wardani, 2017).
Contoh dari metode ini yaitu dilakukan oleh Setiyo, dkk (2011) yaitu
dilakukan bioremediasi secara in-situ pada lahan yang tercemar pestisida oleh
mikroba yang ada pada kompos. Penelitian dilakukan di kawasan Bedugul
Bali. Pencemaran lahan pertanian di Bedugul sebagai akibat penggunaan
insektisida. Dampak negatif dari aktivitas penggunaan pestisida ini yaitu 1.
12

Hortikultura hasil panen mengandung pestisida, 2. Ekosistem lahan


pertanian tercemar, dan 3. Ekosistem perairan danau Buyan tercemar.
Metode penelitiannya dilakukan dengan memberi pupuk kompos
(kotoran sapi dan ayam) ke lahan pertanian dengan dosis 12 ton/ha pada
lapisan olah atau kedalaman 10-15 cm. Kemudian diukur kandungan bakteri
atau populasi bakteri dengan metode TPC dan diukur kandungan C-Organik
dengan AOAC 1995 dan N-Organik dengan CHONS Analyser 1998.
Kemudian tanah tersebut disemprot pestisida dengan dosis rendah dan tinggi
di tanah yang sudah terkompos.
Hasilnya menunjukkan bahwa berdasarkan populasi mikroba dan
kandungan C/N tanah proses bioremediasi residu pestisida secara in-situ pada
lahan budidaya hortikultura di Bedugul Bali berlangsung secara optimal.
Residu pestisida dari masing-masing dosis penyemprotan pada hari ke 35
tersisa 0.25%-1.7% atau di bawah 0.003 ppm. Identifikasi awal kelompok
aktinomisetes mendominasi proses bioremediasi pada saat kelengasan tanah di
bawah 30 %, dan kelompok bakteri mendominasi proses pada kelengasan
tanah di atas 30%.
2. Bioremediasi Ex-Situ, yaitu bioremediasi yang dilakukan dengan mengambil
limbah di suatu lokasi lalu ditreatment di tempat lain, setelah itu baru
dikembalikan ke tempat asal. Kemudian diberi perlakuan khusus dengan
memakai mikroba. Bioremediasi Ex-Situ lebih cepat dan mudah dikontrol
dibanding in-situ, serta dapat melakukan remediasi jenis kontaminan dan jenis
tanah yang lebih beragam (Wardani, 2017).
Contoh dari jenis bioremediasi ini dilakukan oleh Rahayu, dkk (2006)
yaitu dilakukan bioremediasi secara ex-situ pada tanah yang terkontaminasi
limbah B3 yang mengandung logam berat yang berada di industri pelapisan
logam atau elekroplating yang digunakan dalam otomotif dan kerajinan emas
dan perak. Salah satu akibat dari industri elektroplating ini tercemarnya logam
berat pada sungai di Jakarta dan Bekasi. Bahan limbah B3 diambil dari salah
satu industri elektroplating di Jakarta dimana dari hasil pengukuran logam
13

terdapat logam berat berupa Cu, Fe, Zn, Pb, Mn, Ni, Cr, dan Cd. Sementara
sumber bakteri di isolasi dari timbunan limbah elektroplating dan dari sungai
dekat pembuangan limbah.
Aplikasi bioremediasi pada tanah yang tercemar dilakukan secara ex-
situ. Tanah tersebut diaplikasi dengan mikroorganisme dominan dan
ditambahkan kompos EM4 yang mengandung bakteri sebesar (20%).
Pemeliharaan tanah ditambah pupuk NPK dan disiram setiap hari untuk
menjaga kelembaban. Kemudain setiap bulan di analisis kandungan logam
berat dengan metode TCLP (Toxicity Characteristic Leaching Procedure) dan
diukur menggunakan AAS (Atomic Absorption Specthrphotometer).
Hasilnya terdapat beberapa jenis bakteri yang mampu mendegradasi
logam berat dengan cara menyerap logam berat tersebut ke dalam sel-selnya
sehingga logam tersebut tidak dapat bergerak ke dalam tanah lebih jauh lagi.
Bakteri Bacillus mempunyai kemampuan untuk mendegradasi logam seperti
Cu, Fe, Zn, Ni dan Pb.

D. TEKNIK BIOREMEDIASI
Polutan dapat tersebar dengan mudah di lingkungan terestrial dan akuatik.
Namun dengan bantuan beberapa mikroorganisme polutan dapat diremediasi. Adapun
teknik yang berperan dalam bioremediasi di lingkungan terestrial dan akuatik adalah
sebagai berikut.
1. Teknik bioremediasi di lingkungan terrestrial
Lingkungan terestrial atau tanah apabila tercemar oleh polutan maka akan
merusak lingkungan dan mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Secara umum
untuk menghilangkan polutan pada tanah tersebut, ada beberapa teknik
bioremediasi yang digunakan, yaitu sebagai berikut.
a) Composting
Pada teknik ini, bahan-bahan yang tercemar dicampur dengan bahan
organik padat yang relatif mudah terombak, dan diletakkan membentuk suatu
tumpukan. Bahan organik yang dicampurkan dapat berupa limbah pertanian,
14

sampah organik, atau limbah gergajian. Untuk mempercepat perombakan


kadang-kadang diberi pupuk N, P, atau nutrient anorganik lain. Bahan yang
telah dicampur sering ditumpuk membentuk barisan yang memanjang, yang
disebut “windrow”. Selain itu dapat juga ditempatkan dalam wadah yang besar
atau luas dan diberi aerasi, khusus untuk bahan yang tercemari bahan kimia
berbahaya. Aerasi diberikan melalui pengadukan secara mekanis atau
menggunakan alat khusus untuk memberikan aerasi. Kelembaban bahan
campuran tetap dijaga. Setelah diinkubasikan terjadi pertumbuhan mikroba, dan
suhu tumpukan meningkat mencapai 50-600C. Meningkatnya suhu dapat
meningkatkan perombakan bahan oleh mikroba.Metode composting telah
digunakan misalnya untuk mengatasi tanah yang terkontaminasi klorofenol.
Pada skala lapangan menunjukkan bahwa dengan metode ini dapat menurunkan
konsentrasi bahan peledak TNT, RDX, dan HMX dalam sedimen yang
tercemar oleh bahan-bahan tersebut.
b) Biopile
Teknik biopile merupakan pengembangan dari teknik pengomposan.
Biopile merupakan salah satu teknik bioremediasi ex-situ yang dilakukan di
permukaan tanah. Teknik ini juga disebut sebagai aerated compost pile. Oleh
karena aerasi pada pengomposan terjadi secara alami, sedangkan pada biopile
menggunakan pompa untuk menginjeksikan oksigen ke dalam tumpukan tanah
tercemar yang diolah. Proses biodegradasi dipercepat dengan optimasi pasokan
oksigen, pemberian nutrien dan mikroba serta pengaturan kelembaban. Pada
biopile aerasi diberikan menggunakan peralatan. Pemberian aerasi dilakukan
dengan dua cara yaitu, pertama dengan pompa penghisap untuk memasukkan
oksigen dari udara ke lapisan tanah, dan yang ke-dua menggunakan blower
untuk menginjeksikan udara ke dalam tanah. Urutan proses biopile secara
umum adalah: (1) Dilakukan pencampuran bahan terlebih dahulu, (2) Diberi
aerasi menggunakan pipa-pipa, (3) Diberi mikroba pendegradasi bahan
pencemar, (4) pH diatur dengan pemberian kapur, (5) Diberi tambahan nutrien
NPK, (6) Diberi bulking agent untuk menggemburkan tanah (7) Diberi tanah
15

pencampur untuk menurunkan kandungan bahan pencemar (8) Dari hasil uji
kemudian dilakukan revegetasi (EPA US, 2016). Salah satu contoh dari hasil
teknik biopile adalah pada penelitian Bioremediasi Limbah Minyak Bumi
dengan Teknik Biopile di Lapangan Klamono Papua ditemukan bahwa bakteri
petrofilik lokal mampu menurunkan TPH sebesar 91,04% selama enam
minggu, sehingga bakteri petrofilik lokal efektif sebagai agen biologis pada
proses bioremediasi limbah minyak bumi dengan metode biopile.
c) Landfarming
Landfarming sering juga disebut dengan landtreatment atau
landapplication. Cara ini merupakan salah satu teknik bioremediasi yang
dilakukan di permukaan tanah. Prosesnya memerlukan kondisi aerob, dapat
dilakukan secara in-situ maupun ex-situ. Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam melakukan teknik ini, yaitu kondisi lingkungan, sarana,
pelaksanaan, sasaran dan biaya. Untuk tanah tercemar, tanah hendaknya
memiliki konduktivitas hidrolik sedang seperti lanau (loam) atau lanau
kelempungan (loamy clay). Apabila diterapkan pada tanah lempung dengan
kandungan clay lebih dari 70% akan sulit dilaksanakan. Hal ini disebabkan sifat
lempung yang mudah mengeras apabila terkena air. Kegiatan landfarming
dapat dilakukan secara ex-situ maupun in-situ. Namun bila letak tanah tercemar
jauh diatas muka air (water table) maka landfarming dapat dilakukan secara in-
situ. Pencemar yang tersusun atas bahan yang mempunyai penguapan rendah
masih sesuai untuk ditangani secara landfarming. Bahan pencemar yang mudah
menguap tidak cocok menggunakan teknik ini karena dilakukan secara terbuka
(EPA, 2014).
Kemungkinan pelaksanaannya apabila tersedia lahan, alat berat untuk
menggali dan meratakan tanah, serta kondisi lingkungan yang mendukung.
Apabila ini dipenuhi, maka memungkinkan untuk diterapkan teknik
landfarming secara ex-situ. Kondisi lingkungan; iklim di lingkungan tempat
kegiatan landfarming sangat mempengaruhi proses. Apabila dilaksanakan
secara ex-situ, tanah tercemar yang diambil dari lokasi yang tercemar
16

dibersihkan terlebih dahulu dari batu-batu dan bahan lain. Selanjutnya tanah
dicampur dengan nutrien dan pHnya diatur. Penambahan nutrient juga disebut
biostimulation. Pada jenis tanah tertentu, perlu ditambahkan bahan penyangga
berupa serbuk gergaji, kompos, atau bahan organik lain untuk meningkatkan
porositas dan konduktivitas hidrolik. Setelah tercampur, tanah ditebarkan di
lahan pengolah (EPA, 2014). Salah satu contoh dari hasil teknik landfarming
yaitu pada penelitian penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan
Tercemar Limbah Minyak Bumi di dapatkan hasil bahwa penambahan kompos
dan urea dapat meningkatkan efisiensi degradasi TPH dan diperoleh hubungan
positif antara jumlah penambahan kompos dan urea terhadap tingkat degradasi
TPH.
2. Teknik bioremediasi di lingkungan akuatik
Lingkungan akuatik atau perairan apabila tercemar oleh polutan juga akan
merusak lingkungan dan mempengaruhi kehidupan mahluk hidup. Oleh sebab
itu, bioremediasi juga dilakukan di lingkungan akuatik atau perairan. Namun
bioremediasi yang dilakukan di perairan cukup sulit karena terdapat beberapa
faktor pembatas, antara lain :
a. Jumlah bakteri (semakin lama waktu degradasi, maka semakin tinggi total
bakteri sampai batas tertentu sebelum terjadi fase kematian).
b. Suhu air laut yang rendah.
c. Kurangnya sumber nitrogen dan garam fosfat yang diperlukan untuk
pertumbuhan bakteri menyebabkan degradasi alami yang dilakukan bakteri
terjadi dalam waktu lama.
Pencemaran yang paling sering terjadi pada lingkungan akuatik adalah di
laut, dengan jenis polutannya minyak bumi. Ketika minyak masuk ke lingkungan
laut, maka minyak tersebut dengan segera akan mengalami perubahan secara
fisik dan kimia. Adapun bioremediasi yang bisa diterapkan pada tumpahan
minyak yaitu sebagai berikut.
a. Nutrient Enrichment
17

Ketika minyak terlepas dalam jumlah besar, kemampuan mikroorganisme


untuk mendegradasi petroleum dibatasi oleh kurang mencukupinya nutrien.
Penambahan nitrogen,fosfor, dan nutrien lain dimaksudkan untuk mengatasi
kurangnya nutrien dan memungkinkanuntuk proses biodegradasi petroleum
pada laju yang optimal.
b. Seeding with Naturally Occurring Microorganisms
Seeding (inokulasi) merupakan penambahan mikroorganisme pada suatu
lingkungan untuk menaikkan laju biodegradasi. Nutrien juga selalu disertakan
seed culture
c. Seeding with Genetically Engineered Microorganisms (GEM)
Alasan dibuatnya organisme ini adalah kemungkinan dapat didesain agar
mampu mendegradasi fraksi petroleum lebih efektif daripada spesies alami
atau mampumendegradasi fraksi petroleum yang tidak dapat didegradasi oleh
spesies alami.

E. CONTOH BIOREMIDIASI DALAM KEHIDUPAN SEHARI-HARI


1. Bioremediasi Sebagai Pengendali Pencemaran Air
Sehubungan dengan bioremediasi, Pemerintah Indonesia telah
mempunyai payung hukum yang mengatur standar baku kegiatan
Bioremediasi dalam mengatasi permasalahan lingkungan akibat kegiatan
pertambangan dan perminyakan serta bentuk pencemaran lainnya (logam
berat dan pestisida) melalui Kementerian Lingkungan Hidup, Kep Men
LH No.128 tahun 2003, tentang tatacara dan persyaratan teknis dan
pengelolaan limbah minyak bumi dan tanah terkontaminasi oleh minyak
bumi secara biologis (Bioremediasi) yang juga mencantumkan bahwa
bioremediasi dilakukan dengan menggunakan mikroba lokal.
Saat ini, bioremediasi telah berkembang pada pengolahan air limbah
yang mengandung senyawa-senyawa kimia yang sulit untuk didegradasi dan
biasanya dihubungkan dengan kegiatan industri, antara lain logam-logam berat,
petroleum hidrokarbon, dan senyawa-senyawa organik terhalogenasi seperti
18

pestisida dan herbisida, maupun nutrisi dalam air seperti nitrogen dan fosfat
pada perairan tergenang (Great Lakes Bio Systems. Inc. Co Orb-3.com/).
Pengembangan IPTEK dalam bioremediasi untuk detoksifikasi atau
menurunkan polutan dalam pengendalian pencemaran air telah menjadikan
metoda ini menjadi lebih menguntungkan dibandingkan dengan metoda yang
menggunakan bahan kimia. Bahkan, saat ini, flokulan umum yang berbahan
baku Alam untuk menurunkan bahan pencemar air sungai telah bisa
digantikan dengan bioflokulan yang mikroorganismanya diisolasi dari proses
lumpur aktif dan diketahui dapat menurunkan turbiditi sebesar 84-94%). Selain
itu, kehandalan mikroba termasuk diantaranya bakteri, jamur, dan protozoa
dalam pengolahan air limbah dan peranannya dalam menjaga
keseimbangan ekologis perairan sudah banyak dielaborasi (Hamdiyati,
2013).
Lebih lanjut mikroorganisme yang digunakan biasanya yang
menempel, mikroorganisme ini keberadaannya menempel pada suatu
permukaan misalnya pada batuan ataupun tanaman air. Selanjutnya
diaplikasikan pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPA) misalnya dengan
sistem trickling filter. Selama pengolahan aerobik air limbah domestik, genus
bakteri yang sering ditemukan berupa Gram-negatif berbentuk batang
heterotrofik organisme, termasuk Zooglea, Pseudomonas, Chromobacter,
Achromobacter, Alcaligenes dan Flavobacterium. Filamentous bakteri seperti
genera Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus juga ditemukan dalam biofilm,
sebagaimana organisme seperti genera Beggiatoa, Thiotrix dan Sphaerotilus
juga ditemukan dalam biofilm, sebagaimana organisme seperti Nitrosomonas
dan nitrifikasi Nitrobacter. (Priadie, 2012).
2. Bioremediasi dalam Tanah
Pada tahun 90-an, penanganan dan pengelolaan limbah padat di
industri kertas umumnya dibuang secara timbunan terbuka (open dumping) di
lokasi sekitar pabrik. Menurut Peraturan Menteri Negara Lingkungan Hidup
No. 33 Tahun 2009 (pasal 3) tentang Tata Cara Pemulihan Lahan
19

Terkontaminasi Limbah Bahan Berbahaya dan Beracun menyatakan bahwa


penanggungjawab usaha atau kegiatan wajib melakukan pemulihan lahan
terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun yang diakibatkan dari
usaha atau kegiatannya. Oleh karena itu perlu dilaksanakan pemulihan
lahan terkontaminasi limbah bahan berbahaya dan beracun. Salah satunya
limbah bahan berbahaya dan beracun tersebut adalah timbal (Pb) yang
dihasilkan oleh kegiatan industri kertas proses deinking. Logam Pb
merupakan logam berat yang sangat beracun dan tidak dibutuhkan oleh
manusia, sehingga bila makanan tercemar oleh logam tersebut, tubuh akan
mengeluarkannya. Di dalam tubuh manusia, logam Pb bisa menghambat
aktivitas enzim yang terlibat dalam pembentukan hemoglobin (Hb) dan
sebagian kecil logam Pb dieksresikan lewat urin atau feses karena
sebagian terikat oleh protein, sedangkan sebagian lagi terakumulasi dalam
ginjal, hati, kuku, jaringan lemak, dan rambut. Salah satu pilihan untuk
mengatasi masalah kontaminasi oleh logam Pb adalah bioremediasi
menggunakan mikroba (Suhendrayatna. Tindakan remediasi perlu dilakukan
agar lahan yang tercemar dapat digunakan kembali untuk berbagai kegiatan
secara aman.
Laju degradasi mikroba terhadap logam berat tergantung pada
beberapa faktor, yaitu aktivitas mikroba, nutrisi, derajat keasaman dan faktor
lingkungan (Donlon, 2006). Teknologi bioremediasi ada dua jenis, yaitu ex-situ
dan in situ. Ex-situ adalah pengelolaan yang meliputi pemindahan secara fisik
bahan-bahan yang terkontaminasi ke suatu lokasi untuk penanganan lebih
lanjut (Vidali, 2001). Penggunaan bioreaktor, pengolahan lahan
(landfarming), pengkomposan dan beberapa bentuk perlakuan fase padat
lainnya adalah contoh dari teknologi ex-situ, sedangkan teknologi in situ
adalah perlakuan yang langsung diterapkan pada bahan kontaminan di
lokasi tercemar (Vidali, 2001). Tanah terkontaminasi logam Pb dapat
dipulihkan dengan proses bioremediasi. Hal ini ditunjukkan dari
20

kemampuan mikroba untuk mengubah logam yang semula aktif menjadi tidak
aktif, (Sugesti, dkk., 2011)
F. KELEBIHAN DAN KEKURANGAN BIOREMIDIASI
Suatu metode pasti memiliki kelebihan dan kekurangan masing-masing, di
mana kekurangan tersebut pasti sudah dipertimbangkan dan diminimalisir. Pada
penerapan bioremediasi memiliki kelebihan dan kekurangan sebagai berikut.
1. Kelebihan Bioremidiasi
Menurut Cookson (1995), kelebihan bioremediasi sebagai berikut.
a. Proses pelaksanaan dapat dilakukan langsung di daerah tersebut
dengan lahan yang terbatas.
b. Mengubah polutan bukan hanya memindahkannya.
c. Proses degradasi dapat dilaksanakan dalam jangka waktu yang cepat.
d. Bioremediasi sangat aman digunakan karena menggunakan
mikroba yang secara alamiah sudah ada dilingkungan (tanah).
e. Bioremediasi tidak menggunakan/menambahkan bahan kimia
berbahaya.
f. Teknik pengolahannya mudah diterapkan dan murah biaya.

2. Kekurangan bioremediasi adalah sebagai berikut.


a. Tidak semua bahan kimia dapat diolah secara bioremediasi.
b. Membutuhkan pemantauan yang ekstensif.
c. Membutuhkan lokasi tertentu.
d. Pengotornya bersifat toksik
e. Berpotensi menghasilkan produk yang tidak dikenal
f. Tidak dapat digabung dengan teknik pengolahan lain
21

BAB III
PENUTUP

A. KESIMPULAN
1. Bioremediasi adalah sebagai suatu proses pemanfaatan organisme untuk
mengendalikan kadar kontaminasi supaya berada di bawah standar yang telah
ditentukan atau dalam kata lain menjadi tidak berbahaya. Bioremediasi terdiri
dari proses biodegradasi, biokatalis, dan biotransformasi.
2. Faktor-faktor yang mempengaruhi bioremediasi adalah populasi organisme,
nutrisi, dan lingkungan meliputi suhu, pH, oksigen, dan kadar air.
3. Jenis-jenis bioremediasi terdiri dari a) biostimulasi yaitu yaitu suatu proses
yang dilakukan melalui penambahan zat gizi tertentu yang dibutuhkan oleh
mikroorganisme atau menstimulasi kondisi lingkungan sedemikian rupa agar
mikroorganisme tumbuh dan beraktifitas lebih baik, b) Bioagumentasi yaitu
penambahan produk mikroba tertentu ke dalam limbah untuk meningkatkan
efisiensi dalam pengolahan limbah secara biologi, dan c) Bioremediasi
Intrinsik yaitu jenis bioremediasi yang terjadi secara alami (tanpa campur
tangan manusia) dalam air ataupun tanah yang tercemar limbah.
4. Teknik bioremediasi terdiri dari teknik teresterial misalnya
composting,biopile, landfarming. Sedangkan teknik bioremediasi di
lingkungan akuatik misalnya nutrient enrichment, seeding with naturally
occuring microorganisms, dan seeding with genetically enginineered
microorganisms (GEM). Contoh bioremediasi adalah Bioremediasi Limbah
Minyak Bumi dengan Teknik Biopile di Lapangan Klamono Papua.
5. Kekurangan bioremediasi diantaranya pengotornya bersifat toksik, tidak
semua bahan kimia dapat dibioremediasi, membutuhkan lokasi tertentu,
membutuhkan pemantauan ekstensif. Sedangkan kelebihannya adalah biaya
yang murah, aman, tidak menggunakan bahan kimia.

21
22

DAFTAR PUSTAKA

Adams, G.O., Fufeyin, T.T., Okoro, S.E., Ehinomen. 2015. Bioremediation


Biostimualtion and Bioagumention: A Review. International Journal of
Environmental Bioremediation & Biodegradation. 3(1):28-39.
Almuthmainah. 2013. Pengolahan Limbah Cair dengan Bioremediasi. Tesis. Depok:
Universitas Indonesia.
Barokah, A., dkk. 2011. Penggunaan Biokompos dalam Bioremediasi Lahan
Tercemar Limbah Minyak Bumi. Jakarta: UIN Syarif Hidayatullah
Citroreksoko, P. 1996. Pengantar Bioremediasi. Peranan Bioremediasi dlaam
Pengelolaan Lingkungan, Prosiding Pelatihan dan Lokakarya, Cibinong:
LIPI.
Clark R. B. 2003. Marine Pollution. New York: Oxford University Press.
Cookson, J.T. 1995. Bioremediation Engineering : Design and Application.
McGraw-Hill, Inc. Toronto.
Donlon, D.L. dan Bauder, J.W. A General Essay on Bioremediation of
Contaminated Soil,
http://waterquality.montana.edu/docs/methane/Donlan.shtml, diakses: 31
Agustus 2019.
EPA. 2014. Best Practice Note : Landfarming. Environment Protection Authority:
Sydney
EPA US. 2016. How To Evaluate Alternative Cleanup Technologies For
Underground Storage Tank Sites. Land And EPA 510-B-16-005
Emergency Management, online www.epa.gov/ust
Fingerman, M. & Nagabhushanam R. 2005. Bioremediation of Aquatic and
Terresterial Ecosystem. New Orleans: Science Publishers.
Hamdiyati, Y. 2013. Mikrobiologi Lingkungan (Mikrobiologi Tanah Dan
Mikrobiologi Air). Jakarta: Saliwa.
Holifah, Supartono, dan Harjono. 2018. Analisis Penambahan Kotoran Kambing dan
Kuda pada Proses Bioremediasi Oli Sludge di Pertambangan desa Wonocolo.
Indonesian Journal of Chemical Science, 7 (1): 36-42,.
Lumbanraja, P. 2014. Mikroorganisme dalam Bioremediasi. Medan: USU.
23

Munawar, M., dan Surtiningsih T. 2007. Bioremediasi Tumpahan Minyak Mentah


dengan Metode Biostimulasi Nutrien Organik di Lingkungan Pantai Surabaya
Timur. Berk. Penel. Hayati. 13:91-96.
Munawar, M., Zaidan. 2013. Bioremediasi Limbah Minyak Bumi dengan Teknik
Biopile di Lapangan Klamono Papua. Palembang
Munir, E. 2006. Pemanfaatan Mikroba dalam Bioremediasi: Suatu Teknologi
Alternatif untuk Pelestarian Lingkungan. Medan: Universitas Sumatera Utara.
Muslimah. 2015. Dampak Pencemaran Tanah dan Langkah Pencegahan.
Agrisamudra, 2 (1): 11-19.
Priadie, B. 2012. Teknik Bioremediasi sebagai alternatid dalam Upaya Pengendalian
Pencemaran Air. Jurnal Ilmu Lingkungan, 10 (1): 38-48.
Puspitasari & Khaeruddin. 2016. Kajian Bioremediasi pad Tanah Tercemar Pestisida.
KOVALEN. 2(3): 98-106.
Rahayu, S. P. 2006. Penelitian Bioremediasi (Ex-Situ) Tanah Terkontaminasi Limbah
B3 Yang Mengandung Logam Berat. Jurnal Kimia dan Kemasan, 8-17.
Rahayu, S. P. 2005. Peranan Mikroorganisme dalam Bioremediasi Tanah Tercemar
Logam Berat dari Limbah Industri. Bulletin Penelitian, 27 (3): 21-29
Sardrood, B. P. 2013. Fungi as Bioremediators, Soil Biology. New York: Springer.
Setiyo, Y., Gunam, I. B. W., Gunadnya, I.22B. P., & Tika, I. W. 2011. Bioremediasi
In-Situ Lahan Tercemar Pestisida Oleh Mikroba yang Ada Pada Kompos.
The Excellent research: Universitas Udayana.
Sulistyono. 2010. Dampak Tumpahan Minyak (Oil spill) di Perairan Laut pada
Kegiatan Industri Migas dan Metode Penanggulangannya, Jurnal Forum
Teknologi, 3 (1): 49-57.
Sulistyorini dan Munawar Ali. 2019. Bioremediasi dengan Pseudomonas putida
terhadap Pencemaran Tanah Minyak Bumi dengan Bioagumentasi. Jurnal
Envirotek. 10(1).
Vidali, M. 2001. Bioremediation. An Overview. Pure and Applied Chemistry
73:1163-1172.
Waluyo. L. 2018. Bioremediasi Limbah. Malang: UMM Press.
Wardani, Agustin Krisna., Sudarma Dita Wijayanti, Endrika Widyastuti. 2017.
Pengantar Bioteknologi. Malang: Universitas Brawijaya Press.

Anda mungkin juga menyukai