Anda di halaman 1dari 26

RESUME LAPORAN PENDAHULUAN

KEPERAWATAN JIWA
Disusun untuk memenuhi salahsatu tugas keperawatan jiwa

Disusun oleh : Ade Muttaqin

NPM : 08170100048

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN


SEKOLAH TINGGI INDONESIA MAJU JAKARTA
JAKARTA
2018
LAPORAN PENDAHULUAN

A. WAHAM
1. Pengertian
Waham adalah suatu keyakinan yang salah yang dipertahankan secara
kuat / terus–menerus, tetapi tidak sesuai dengan kenyataan ( Keliat dan
Akemat,2010 )

Waham adalah keyakinan terhadap suatu yang salah dan secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakini oleh orang lain dan bertentangan
dengan realita normal. (Stuart dan sundeen,1998).

Waham adalah keyakinan klien yang tidak sesuai dengan kenyataan,


tetapi dipertahankan dan tidak dapat diubah secara logis oleh orang lain.
Kenyataan ini berasal dari pemikiran klien klien yang sudah kehilangan
kontrol ( Depkes RI, 2000 ).

Berdasarkan pengertian diatas dapat disimpulkan bahwa waham adalah


suatu keyakinan yang salah atau tidak sesuai dengan kenyataan tetapi
tetap dipertahankan.

2. Faktor Predisposisi
Faktor predisposisi yang mempengaruhi terjadinya waham, yaitu faktor
perkembangan, sosial budaya, psikologis dan genetik.

3. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi terjadinya waham adalah faktor sosial budaya,
biokimia, dan psikologis.
4. Jenis Waham
a) Waham Kebesaran
Individu menyakini bahwa ia memiliki kebebasan atau kekuasaan
khusus dan diucapkan berulang kali.
b) Waham Curiga
Individu menyakini bahwa ada seseorang atau kelompok yang
berusaha merugikan / mencederai dirinya dan diucapkan berulang
kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
c) Waham Agama
Individu memiliki keyakinan terhadap suatu agama secara berlebihan
dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai kenyataan.
d) Waham Somatik
Individu menyakini bahwa tubuh atau bagian tubuhnya terganggu
atau terserang penyakit dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak
sesuai kenyataan.
e) Waham Nihilistik
Individu menyakini bahwa dirinya sudah tidak ada didunia /
meninggal dan diucapkan berulang kali, tetapi tidak sesuai dengan
kenyataan.

5. Fase – fase
Menurut Yosep (2009), proses terjadinya waham meliputi 6 fase, yaitu :
a) Fase of human need
Waham diawali dengan terbatasnya kebutuhan-kebutuhan klien
baik secara fisik maupun psikis.
b) Fase lack of self esteem
Tidak adanya pengakuan dari lingkungan dan tingginya
kesenjangan antara self ideal dengan self reality (keyataan dengan
harapan).
c) Fase control internal external
Klien mencoba berpikir rasional bahwa apa yang ia yakini atau
apa-apa yang ia katakan adalah kebohongan, menutupi kekurangan
dan tidak sesuai dengan keyataan, tetapi menghadapi keyataan bagi
klien adalah suatu yang sangat berat, karena kebutuhannya untuk
diakui, kebutuhan untuk dianggap penting dan diterima lingkungan
menjadi prioritas dalam hidupnya, karena kebutuhan tersebut
belum terpenuhi sejak kecil secara optimal.
d) Fase envinment support
Adanya beberapa orang yang mempercayai klien dalam
lingkungannya menyebabkan klien merasa didukung, lama
kelamaan klien menganggap sesuatu yang dikatakan tersebut
sebagai suatu kebenaran karena seringnya diulang-ulang.
e) Fase comforting
Klien merasa nyaman dengan keyakinan dan kebohongannya serta
menganggap bahwa semua orang sama yaitu akan mempercayai
dan mendukungnya
f) Fase improving
Apabila tidak adanya konfrontasi dan upaya-upaya koreksi, setiap
waktu keyakinan yang salah pada klien akan meningkat. Tema
waham yang muncul sering berkaitan dengan traumatik masa lalu
atau kebutuhan-kebutuhan yang tidak terpenuhi (rantai yang
hilang). Waham bersifat menetap dan sulit untuk dikoreksi. Isi
waham dapat menimbulkan ancaman diri dan orang lain.

6. Masalah Keperawatan Dan Data Yang Perlu Dikaji


a. Masalah keperawatan yang mungkin muncul
Gangguan proses pikir : waham
b. Data yang perlu dikaji
1) Subjektif :
a) Klien mengatakan bahwa dirinya adalah orang yang paling
hebat
b) Klien mengatakan bahwa dirinya memiliki kebesaran atau
kekuasaan khusus
2) Objektif :
a) Klien terlihat terus ngocehtentang pemahaman yang
dimilikinya
b) Pembicaraan klien cenderung diulang
c) Isi pembicaraan tidak sesuai dengan kenyataan

7. Diagnosa Keperawatan
Setelah pengkajian dilakukan dan data subjektif dan objektif sudah
ditemukan pada pasien, diagnosa yang dapat ditegakkan adalah
Gangguan Proses Pikir : Waham.

8. DAFTAR PUSTAKA

Direja . (2011). Buku ajar asuhan keperawatan jiwa. Yogyakarta :

Nuha Medika

Keliat dan Akemat. (2010). model praktik keperawatan profesional

jiwa. Jakarta : EGC

Yosep. (2009). Keperawatan Jiwa, Edisi Revisi. Jakarta : Refika


Aditama
LAPORAN PENDAHULUAN

B. Harga Diri Rendah

1. Pengertian

Gangguan konsep diri adalah suatu keadaan negatif dari

perubahan mengenai perasaan, pikiran atau pandangan tentang

dirinya sendiri yang negatif. Harga diri rendah adalah perasaan

tidak berharga, tidak berarti dan rendah diri yang berkepanjangan

akibat evaluasi diri yang negatif terhadap diri sendiri atau

kemampuan diri. (Budi Ana Keliet, 1999).

2. Faktor Predisposisi

Faktor predisposisi yang merupakan faktor pendukung harga

diri rendah meliputi penolakan dan kurangnya penghargaan diri

dari orang tua, harapan orang tua yang tidak realistis, orang tua

yang tidak benar, membenci dan tidak menerima akan

mempunyai keraguan atau ketidakpastian, kegagalan yang

berulangkali, kurang mempunyai tanggungjawab personal,

ketergantungan pada orang lain dan ideal diri yang tidak realistis,

gagal mencintai dirinya dan menggapai cinta orang lain.

3. Faktor Presipitasi

Faktor presipitasi munculnya harga diri rendah meliputi

trauma seperti penganiayaan seksual dan psikologis atau

menyaksikan kejadian yang mengancam kehidupan seperti


kehilangan bagian tubuh, perubahan aturan, bentuk dan

penampilan fungsi tubuh, perubahan fisik berhubungan dengan

tumbuh kembang normal, adanya kegagalan yang mengakibatkan

produktifitas menurun.

4. Mekanisme Koping

Menurut Stuart dan Sundeen yang dikutip oleh Anna Budi

Keliat, 1998, mekanisme koping pada pasien dengan gangguan

konsep diri menjadi 2 yaitu :

a. Koping jangka pendek

 Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan lari

sementara dari kasus.

 Aktifitas yang dapat memberikan kesempatan

mengganti identitas sementara.

 Aktifitas yang memberikan kekuatan atau dukungan

sementara terhadap konsep diri atau identitas yang

kabur.

 Aktifitas yang memberi arti dalam kehidupan.

b. Koping jangka panjang

Semua koping jangka pendek dapat berkembang menjadi

koping jangka panjang. Penjelasan positif akan menghasilkan

identitas dan keunikan individu.


5. Masalah Keperawatan

Harga Diri Rendah

6. Data Yang Perlu Dikaji

a) Data Subyektif : mengkritik diri sendiri atau orang lain,

perasaan tidak mampu, pandangan hidup yang pesimis,

perasaan lemah dan takut, penolakan terhadap kemampuan

diri sendiri , pengurangan diri / mengejek diri sendiri, hidup

yang berpolarisasi, ketidakmampuan menentukan tujuan,

mengungkapkan kegagalan pribadi, merasionalisasikan

penolakan.

b) Data Obyektif : produktifitas menurun, perilaku destruktif

pada diri sendiri dan orang lain, penyalahgunaan zat, menarik

diri dari hubungan sosial, ekspresi wajah malu dan rasa

bersalah, menunjukkan tanda depresi (sukar tidur dan sukar

makan), tampak mudah tersinggung / mudah marah.

7. DAFTAR PUSTAKA

Fitria,N.2009. Prinsip Dasar & Aplikasi Laporan Pendahuluan &

Strategi Pelaksanaan Tindakan Keperawatan (LP & SP) untuk 7

Diagnosa. Jakarta : Salemba Medika.

Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :

EGC 4.

Wilkinson,J. 2006. Buku Saku Diagnosis Keperawatan. Jakarta :

EGC.
LAPORAN PENDAHULUAN

C. Perilaku kekerasan
1. Pengertian
Perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik
terhadap diri sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut
dilakukan untuk mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang
tidak konstruktif. (Stuart dan Sundeen, 1995)
Perilaku kekerasan adalah prilaku yang ditandai dengan
menyentuh orang lain secara menakutkan, mengucapkan kata-
kata ancaman, dan melukai pada tingkat ringan dan paling berat
atau merusak secara serius.(Budi Anna Keliat , 2002)
Kesimpulan : Perilaku kekerasan adalah perilaku dimana
seseorang melakukan tindakan yang membahayakan dirinya
maupun orang lain sebagai akibat dari perasaan jengkel yang
timbul sebagai respon kekesalan atau kebutuhan yang tidak
terpenuhi yang dirasakan sebagai ancaman.
2. Factor predisposisi
a. Factor perkembangan
b. Factor budaya yang tertutup dan membatas.
c. Factor psikologis.
d. Factor biologis.
3. Factor presipitasi :
Faktor presipitasi adalah sebagai faktor pencetus terjadinya suatu
perilaku kekerasan. Dapat bersumber dari klien, lingkungan atau
interaksi dari orang lain, kondisi klien seperti kelemahan fisik
(penyakit fisik) keputusasaan, ketidak berdayaan, percaya diri
yang kurang, dapat menjadi penyebab prilaku kekerasan
4. Mekanisme Koping :
Mekanisme koping yang sering digunakan pada klien dengan
prilaku kekerasan adalah :
a. Displacemen
Pengalihan emosi yang semula ditunjukkan pada seseorang
atau benda kepada orang lain yang biasanya netral atau lebih
sedikit mengancam jiwanya
b. Sublimasi
Penerimaan suatu sasaran pengganti yang mulia artinya
dimana suatu masyarakat untuk suatu dorongan yang
mengalami halangan dalam penyaluran secara normal
c. Proyeksi
Pengalihan unsur emosianal dari suatu pikiran yang
menggangu dapat bersifat sementara atau berjangka waktu
d. Persepsi
Mengesampingkan secara tidak sadar tentang suatu pikiran,
impuls atau ingatan yang menyakitkan atau bertentangan dari
kesadaran seseorang

5. Masalah Keperawatan :
Perilaku Kekerasan
6. Data yang dikaji :
Data Subyektif :
 Klien mengatakan pernah melakukan tindakan kekerasan
 Klien mengatakan merasa orang lain mengancam
 Klien mengatakan orang lain jahat
Data Obyektif :
 Muka tampak merah
 Mata melotot
 Tegang saat berbicara
 Nada suara tinggi
 Sering mengepalkan tangan
 Mengatupkan rahangnya
 Jalan mondar mandiri
7. Diagnose Keperawatan :
Prilaku kekerasan
8. DAFTAR PUSTAKA
Aziz R, dkk.(2003). Pedoman Asuhan Keperawatan Jiwa
Semarang. RSJD Dr. Amino Gonohutomo.
Ernawati, Dalami.(2009). Asuhan Keperawatan Klien Dengan
Gangguan Jiwa I. Jakarta : Trans Info Media.
Keliat Budi Ana. (1999).Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa,
Edisi I.Jakarta : EGC.
Stuart GW, Sundeen.(1995). Principles and Practice of Psykiatric
Nursing (5 th ed.). St.Louis Mosby Year Book.
Tim Direktorat Keswa.(2000). Standar Asuhan Keperawatan
Jiwa, Edisi 1.Bandung: RSJP Bandung.
LAPORAN PENDAHULUAN

D. Isolasi Sosial
1. Pengertian
Hubungan sosial adalah hubungan untuk menjalin kerjasama dan
ketergantungan dengan orang lain (Stuart and Sundeen,1998).
Kerusakan interaksi sosial adalah suatu kerusakan interpersonal
yang terjadi akibat kepribadian yang tidak fleksibel yang
menimbulkan perilaku maladaptif yang mengganggu fungsi
seseorang dalam berhubungan sosial.Isolasi sosial adalah suatu
keadaan kesepian yang dialami seseorang karena orang lain
menyatakan sikap yang negatif dan mengancam.
2. Faktor Predisposisi
Faktor perkembangan sosial budaya yang merupakan faktor
predisposisi terjadinya perilaku menarik diri. Kegagalan
perkembangan dapat mengakibatkan individu tidak percaya diri,
tidak percaya pada orang lain, ragu-ragu, takut salah, pesimis,
putus asa terhadap hubungan dengan orang lain, menghindari
orang lain, tidak mampu merumuskan keinginan dan merasa
tertekan. Keadaan ini dapat menimbulkan perilaku tidak ingin
berkomunikasi dengan orang lain, lebih menyukai berdiam diri
dan menyendiri.
3. Faktor Presipitasi
Tingkat kecemasan yang berat menyebabkan menurunnya
kemampuan individu untuk berhubungan dengan orang lain.
Intensitas kecemasan yang ekstrim dan memanjang disertai
keterbatasan kemampuan individu untuk mengatasi masalah yang
diyakini menimbulkan berbagai masalah gangguan berhubungan
(menarik diri).
4. Mekanisme Koping
Individu mempunyai respons sosial maladaptif yang menggunakan
berbagai mekanisme dalam upaya untuk mengatasi ansietas.
Mekanisme yang disajikan disini berkaitan dengan jenis spesifik
dari masalah-masalah berhubngan :
a. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian anti
sosial yaitu proyeksi, pemisahan dan merendahkan orang lain.
b. Koping yang berkaitan dengan gangguan kepribadian
borderline yaitu pemisahan, reaksi formasi, proyeksi, isolasi,
idealisasi orang lain, merendahkan orang lain dan identifikasi –
proyeksi.
5. Masalah keperawatan
Isolasi sosial
6. Data yang perlu dikaji
a. Data subyektif
 Klien mengatakan malas berinteraksi
 Klien mengatakan tidak mau berinteraksi dengan orang
lain.
b. Data obyektif
 Mematung
 Mondar mandir tanpa arah
 Menyendiri
 Mengurung diri
 Tidak mau berbicara dengan orang lain
 Tidak berinisiatif berhubungan sosial
7. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Isolasi sosial
8. DAFTAR PUSTAKA
Stuart, Gail W. 2006. Buku Saku keperawatan Jiwa. Jakarta : EGC

Stuart adn Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :


EGC
LAPORAN PENDAHULUAN

E. Halusinasi
1. Pengertian
Gangguan persepsi adalah ketidakmampuan manusia dalam
membedakan antara ransang yang timbul dari sumber internal
seperti perasaan, pikiran, sensasi, somatik dengan impulsif dan
stimulus eksternal persepsi mengacu pada respons reserptor
sensori terhadap stimulus eksternal persepsi sehingga gangguan
persepsi dapat terjadi pada proses sensasi dari pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan atau pengecapan. Gangguan ini
bersifat ringan, berat atau sementara, lama (Harsir,Nudis 1987).
Halusinasi adalah persepsi sensorik tentang suatu obyek gambaran
dan pikiran yang sering terjadi tanpa adanya rangsangan dari luar
yang dapat meliputi semua sistem penginderaan (pendengaran,
penglihatan, penciuman, perabaan dan pengecapan) (Cook &
Fonntare,1987)
Halusinasi adalah gangguan penyerapan atau persepsi pancaindra
tanpa adaanya rangsang dari luar yang dapat terjadi pada sistem
penginderaann dimana terjadi pada saat individu itu penuh atau
baik. Dengan kata lain klien berespons terhadap rangsang yang
tidak nyata dan hanya dirasakan oleh klien dan tidak dapat
ditentukan oleh yang lain (Wilson,1983).
Jadi Halusinasi adalah keadaan dimana pancaindra tidak dapat
membedakan rangsangan interna dan eksterna yang menimbulkan
respons yang tidak sesuai dengan jumlah (interpretasi yang
datang).
2. Proses Prediposisi
Pada pasien dengan halusinasi (Stuart and Lumala,1998) adalah
faktor perkembangan yaitu jika tugas perkembangan mengalami
hambatan dan hubungn interpersonal yang terganggu maka
individu mengalami stres dan kecemasan. Dan faktor sosio
kultural di masyarakat seperti kemiskinan, ketidakharmonisan
sosial budaya, hidup terisolasi dan stres yang menumpuk.
Selanjutnya faktor biokimia yang menyebabkan terjadinya
pelepasan zat-zat halusinogen (bupatin dan simotil transerase)
yang menyebabkan terjadinya gangguan dalam proses informasi
dan penurunan kemampuan menanggapi rangsangan.
3. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi halusinasi menurutStuart and Sundeen,1998
adalah stressor sosial dimana stres dan kecemasan akan meningkat
bila terjadinya penurunan stabilitas keluarga, perpisahan dari
orang sangat penting atau diasingkan oleh kelompok
masyarakat.Faktor biokimia dimana karena klien kurang
berinteraksi dengan kelompok lain, suasana terisolasi (sepi)
sehingga dapat meningkatkan stres dan kecemasan yang
merangsang tubuh mengeluarkan zat-zat halusigenik.
Kemudian masalah keperawatan yang menjadi penyebab
munculnya halusinasi antara lain adalah harga diri rendah dan
isolasi sosial. Akibat kurangnya ketrampilan berhubungan sosial,
klien jadi menarik diri dari lingkungan. Dampak selanjutnya klien
akan lebih terfokus pada dirinya sendiri. Stimulus eksternal
menjadi lebih dominan dibandingkan dengan stimulus internal.
4. Mekanisme Koping
Mekanisme koping adalah tiap upaya yang diarahkan pada
penatalaksanaan stres, termasuk upaya penyelesaian masalah
langsung dan mekanisme pertahanan yang digunakan untuk
melindungi diri (Stuart & Sundeen,1998,hal 33). Mekanisme
koping merupakan upaya langsung dalam mengatasi stres yang
berorientasi pada tugas yang meliputi upaya pencegahan langsung,
mengurangi ancaman yang ada. Mekanisme koping yang sering
dilakukan oleh klien dengan halusinasi adalah regresi yaitu
berhubungan dengan masalah proses informasi dan upaya untuk
menanggulangi ansietas, klien jadi malas beraktifitas sehari-hari.
Proyeksi yaitu upaya untuk menyelesaikan kehancuran persepsi
dan mencoba menjelaskan gangguan persepsi dengan mengalihkan
tanggungjawab kepada orang lain atau suatu benda. Denial adalah
menghindari kenyataan yang tidak diinginkan dengan
mengabaikan dan mengakui adanya kenyataan ini.
5. Fase –fase Halusinasi
Menurut Stuart and Laraia,1998, halusinasi dibagi menjadi 4 fase
yaitu :
a. Fase pertama :
Individu mengalami stres, cemas, perasaan terpisah kecuali
kesepian klien mungkin melamun dan memfokuskan pada
hal-hal yang menyenangkan untuk menghilangkan kecemasan
dan stres. Hal ini menolong sementara integrasi pemikirannya
meningkat tetapi masih bisa mengontrol kesadaran dan
mengenal pikirannya.
b. Fase kedua :
Ketakutan meningkat dipengaruhi oleh pengalaman berada
pada tingkat pendengaran halusinasi pikiran internal menjadi
menonjol. Halusiansi sensori dapat berupa bisikan yang tidak
jelas dan suara aneh tetapi klien takut bila orang lain
mendengar atau memperhatikannya, perasaan klien tidak
efektif untuk mengontrol dirinya dan halusinasi dengan
memproyeksikan pengalaman sehingga seolah-olah halusinasi
datangnya dari tempat lain.
c. Fase ketiga :
Halusinasi semakin menonjol menguasai dan mengontrol
klien menjadi lebih terbiasa dan tidak berdaya dengan
halusinasinya tersebut memberi kemungkinan dan rasa aman
sementara.
d. Fase keempat :
Klien merasa tidak berdaya dan terpaku untuk melepaskan
dirinya dan kontrol yang sebelumnya menyenangkan menjadi
memerintah, memarahi, mengancam dirinya, klien tidak
behubungan dengan orang lain karena terlalu sibuk dengan
halusinasinya. Mungkin klien berada dalam dunia
menakutkan. Bila tidak dilakukan intervensi secepatnya
proses tersebut bisa menjadi kronik.
6. Klasifikasi jenis dan sifat masalah
Adapun jenis dan sifat halusinasi menurut Wilson & Kneils,1998
yaitu :
a. Halusinasi dengar (Auditarik dan Akustik) yaitu suara atau
ucapan yang didengar oleh klien tetapi tidak ada obyek realita,
merupakan proyeksi ketidakmampuan klien menerima
persepsi dari dirinya yang dihubungkan dengan kekuatan
ketakutan luar yang kadang-kadang suara tersebut memaki-
maki, menghina orang lain, menertawakan dan mengancam.
b. Halusinasi lihat (Visual) yaitu bayangan visual atau sensasi
yang dialami oleh klien tanpa adanya stimulus, klien mungkin
melihat bayangan dari figure obyek atau kejadian orang lain
tidak melihat obyek tersebut.
c. Halusinasi kecap (Eustatorik) yaitu halusinasi rasa yang
terjadi bersama-sama dengan halusinasi bau, klien merasa
mengecap sesuatu bau atau rasa di dalam mulitnya.
d. Halusinasi hirup atau bau (Olfaktori) yaitu klien mengalami
atau mengatakan mencium bau-bauan seperti bunga,
kemenyan dan bau-bau lain yang sebenarnay tidak ada
sumbernya.
e. Halusinasi raba (Taktil) yaitu klien merasa ada seseorang
yang memegang, meraba, memukul klien. Halusinasi septik
yaitu klien merasakan rabaan yang merupakan rangsangan
seksual.
Dari semua tipe halusinasi tersebut dapat terjadi sendiri atau
secara kombinasi halusinasi dapat menimbulkan perubahan
yang jelas pada perubahan lingkungan yang nyata, sehingga
klien dapat sulit diajak bicara, komunikasi mengenai diri dan
lingkungannya serta mengukur efek yang terdapat pada klien
tersebut.
7. Masalah Keperawatan
Gangguan Sensori persepsi : Halusinasi
8. Data yang perlu dikaji
Data Subyektif
 Klien mengatakan sering mendengar suara bisikan di
telinga.
 Klien mengatakan sering melihat sesuatu
Data Obyektif
 Klien tampak ketakutan
 Klien tampak bicara sendiri
 Klien tampak marah tanpa sebab
 Klien kadang tertawa sendiri
 Klien sering menyendiri
 Klien tampak mondar-mandir

9. DIAGNOSA KEPERAWATAN
Gangguan sensori persepsi : Halusinasi
10. DAFTAR PUSTAKA
Carpenito-Lynda Juall.1998. Buku Saku Diagnosa Keperawatan.
Jakarta : EGC
Keliat, B.A. 2006. Proses Keperawatan dan Keperawtan Kesehatan
Jiwa. Jakarta : EGC
Stuart and Sundeen. 1998. Buku Saku Keperawatan Jiwa. Jakarta :
EGC

Kecemasan

1. Definisi
Cemas (ansietas) adalah sebuah emosi dan penglaman subjektif dri
seseorang. Pengertian lain cemas adalah suatu keadaan yang membuat
seseorng tidak nyaman dan terbagi dalam beberapa tingkatan. Jdi,
cemas berkaitan dengan persaan tiidak pasti dan tidak berdaya.
(Kususmawati, 2010)
1. Penyebab
a. Faktor Predisposisi (pendukung)
Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai
berikut:

1) Peristiwa traumatik
2) Konflik emosional
3) Gangguan konsep diri
4) Frutasi
5) Gangguan fisik
6) Pola mekanisme koping keluarga
7) Riwayat gangguan kecemasan
8) Medikasi
b. Faktor Presipitasi
1) Ancaman terhadap integritas fisik
a) Sumber internal
b) Sumber eksternal
2) Ancaman terhadap harga diri
a) Sumber internal
b) Sumber eksternal
2. Jenis
a. Kcemasan Ringan
Kecemasan ringan adalah perasaan bahwa ada sesuatu yang
berbeda dan membutuhkan perhatian khusus. Stimulasi sensori
meningkat dan membantu individu memfokuskan perhatian untuk
belajar, menyelesaikan masalah, berpikir, bertindak, merasakan,
dan melindungi diri sediri.
b. Kecemasan Sedang
Kecemasan sedang merupakan perasaan yang mengganggu bahwa
sesuatu yang benar-benar berbeda; individu menjadi gugup atau
agitasi.
c. Kecemasan Berat
Kecemasan berat yakni ada sesuatu yang berbeda dan ada
ancaman, memperlihatkan respon takut dan distress.
d. Panik
Individu kehilangan kendali dan detail perhatian hilang, karena
kehilangan kontrol, maka tidak mampu melakukan apapun
meskipun dengan perintah. (Prabowo, 2014)
Mekanisme Koping

Kemampuan individu menanggulangi kecemasan secara konstruksi


merupakan faktor utama yang membuat pasien berperilaku patologis
atau tidak. Mekanisme koping untuk mengatasi kecemasan sedang,
berat, dan panik membutuhkan banyak energi. Menurut Suliswati
(2005), mekanisme koping yang dapat dilakukan ada dua jenis, yaitu:

a. Task Oriented Reaction atau reaksi yang berorientasi pada tugas.


Tujuan yang ingin dicapai dengan melakukan koping ini dalah
individu mencoba menghadapi kenyataan tuntutan stress dengan
menilai secara objektif ditujukan untuk mengatasi masalah,
memulihkan konflik dan memenuhi kebutuhan.
1)
b. Ego Oriented Reaction atau reaksi berorientasi pada ego. Koping
ini tidak selalu sukses dalam mengatasi masalah. Mekanisme ini
seringkali digunakan untuk melindungi diri, sehingga disebut
mekanisme pertahanan ego diri biasanya mekanisme ini tidak
membantu untuk mengatasi masalah secara realita.
3. Penatalaksanaan
Menurut Hawari (2008) penatalaksanaan ansietas pada tahap
pencegahan dan terapi memerlukan suatu metode pendekatan yang
bersifat holistik, yaitu mencakup fisik (somatik), psikologik atau
psikiatrik, psikososial atau psikoreligius. Selengkapnya seperti pada
uraian berikut:
a. Upaya meningkatkan kekebalan terhadap stress, dengan cara:
1) Makan makanan yang bergizi dan seimbang
2) Tidur yang cukup
3) Cukup olahraga
4) Tidak merokok
5) Tidak minum minuman keras.
b. Terapi psikofarmaka
c. Terapi somatik .
d. Psikoterapi .
e. Terapi psikoreligius

Daftar Pustaka

Kususmawati, F. (2010). Buku Ajar Keperawatan Jiwa. Jakarta: Salemba


Medika.

Prabowo, E. (2014). Konsep dan Aplikasi Asuhan Keperawatan Jiwa.


Yogyakarta: Nuha Medika.
PSIKOFARMAKA

I. Definisi
Psikofarmaka atau obat psikotropik adalah obat yang bekerja secara
selektif pada Sistem Saraf Pusat (SSP) dan mempunyai efek utama terhadap
aktivitas mental dan perilaku, digunakan untuk terapi gangguan psikiatrik yang
berpengaruh terhadap taraf kualitas hidup pasien.
Obat psikotropik dibagi menjadi beberapa golongan, diantaranya:
antipsikosis, anti-depresi, anti-mania, anti-ansietas, anti-insomnia, anti-panik, dan
anti obsesif-kompulsif,. Pembagian lainnya dari obat psikotropik antara lain:
transquilizer, neuroleptic, antidepressants dan psikomimetika.

II. Obat-Obat Psikotropika a.


Obat Anti-Psikosis
Anti-psikosis disebut juga neuroleptic, dahulu dinamakan major transquilizer.
Salah satunya adalah chlorpromazine (CPZ), yang diperkenalkan pertama kali
tahun 1951 sebagai premedikasi dalam anastesi akibat efeknya yang membuat
relaksasi tingkat kewaspadaan seseorang. CPZ segera dicobakan pada penderita
skizofrenia dan ternyata berefek mengurangi delusi dan halusinasi tanpa efek
sedatif yang berlebihan.

Mekanisme Kerja
Semua obat anti-psikosis merupakan obat-obat potensial dalam memblokade
reseptor dopamin dan juga dapat memblokade reseptor kolinergik, adrenergik dan
histamin. Pada obat generasi pertama (fenotiazin dan butirofenon), umumnya
tidak terlalu selektif, sedangkan benzamid sangat selektif dalam memblokade
reseptor dopamine D2. Anti-psikosis “atypical” memblokade reseptor dopamine
dan juga serotonin 5HT2 dan beberapa diantaranya juga dapat memblokade
dopamin sistem limbic, terutama pada striatum.
b. Obat Antidepresan
Sinonim antidepresan adalah thimoleptika atau psikik energizer. Umumnya yang
digunakan sekarang adalah dalam golongan trisiklik (misalnya imipramin,
amitriptilin, dothiepin dan lofepramin)

c. Obat Antimania
Obat anti mania mempunyai beberapa sinonim antara lain mood modulators,
mood stabilizers dan antimanik. Dalam membicarakan obat antimania yang
menjadi acuan adalah litium karbonat.

d. Anti-Ansietas
Obat anti-ansietas mempunyai beberapa sinonim, antara lain psikoleptik,
transquilizer minor dan anksioliktik. Dalam membicarakan obat antiansietas yang
menjadi obat racun adalah diazepam atau klordiazepoksid

e. Anti-Insomnia
Sinonimnya adalah hipnotik, somnifacient, atau hipnotika. Obat acuannya
adalah fenobarbital.

f. Obat anti Obsesif-Kompulsif


Dalam membicarakan obat anti obsesi kompulsi yang menjadi acuan adalah
klomipramin.

Obat anti obsesi kompulsi dapat digolongkan menjadi :

1. Obat anti obsesi kompulsi trisiklik, contoh klomipramin

2. Obat anti obsesi kompulsi SSRJ, contoh sentralin, paroksin,


flovokamin, fluoksetin
1. Terapi modalitas

a. Definisi

Terapi Modalitas merupakan terapi utama dalam keperawatan jiwa.

Terapi ini diberikan dalam upaya mengubah perilaku pasien dari

perilaku yang maladaptif menjadi perilaku yang adaptif (Prabowo,

2014).

Terapi modalitas keperawatan jiwa merupakan bentuk terapi non-

farmakologis yang dilakukan untuk memperbaiki dan mempertahankan

sikap klien agar mampu bertahan dan bersosialisasi dengan lingkungan

masyarakat sekitar dengan harapan klien dapat terus bekerja dan tetap

berhubungan dengan keluarga, teman, dan sistem pendukung yang

ada ketika menjalani terapi (Nasir dan Muhits, 2011).

b. Jenis-jenis terapi modalitas

1) Terapi aktivitas kelompok

terapi kelompok adalah terapi psikologis yang dilakukan secara

kelompok untuk memberikan stimulasi bagi pasien dengan

gangguan interpersonal (Yosep,2008).

Terapi aktivitas kelompok adalah suatu bentuk psikoterapi yang

kegiatannya diikuti oleh beberapa pasien yang mempunyai masalah

yang sama atau sejenis dan dipandu oleh satu atau lebih terapis

pada saat yang sama dengan cara berdiskusi satu sama lain

(Susana,2011). Menurut Depkes RI terapi aktivitas kelompok

merupakan salah satu upaya untuk memfasilitasi psikoterapis


terhadap sejumlah pasien pada waktu yang sama untukm

memantau dan meningkatkan hubungan antar anggota

(Prabowo,2014).

2) Terapi keluarga

Terapi keluarga adalah pendekatan terapeutik yang melihat

masalah individu dalam konteks lingkungan khususnya keluarga

dan menitik beratkan pada proses interpersonal. Tetapi keluarga

merupakan intervensi spesifik dengan tujuan membina komunikasi

secara terbuka dan interaksi keluarga secara sehat (Nasir dan

Muhits, 2011).

Terapi keluarga merupakan salah satu bentuk psikoterapi kelompok


yang berdasarkan pada kenyataan bahwa manusia adalah mahluk
sosial dan bukan suatu mahluk yang terisolir

Anda mungkin juga menyukai