Anda di halaman 1dari 25

KHOTBAH HUKUM KE 6: JANGAN MEMBUNUH

(KELUARAN 20:13)
Pdt. Budi Asali, M.Div.

Keluaran 20: 13: “Jangan membunuh”.

1) Hukum ini berhubungan hanya dengan sesama manusia.

Sekalipun merusak / membunuh tanaman atau membunuh binatang secara


sembarangan (tanpa ada gunanya) bisa dikatakan sebagai sesuatu yang salah,
tetapi itu bukan merupakan pelanggaran terhadap hukum ini.

Alasannya: hukum ini tidak pernah dikutip dalam hubungan bukan dengan
manusia, sebaliknya beberapa kali hukum ini dikutip dalam hubungannya dengan
sesama manusia. Misalnya:
Matius 5:21-25 - “(21) Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek
moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. (22)
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya
harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan
ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam
neraka yang menyala-nyala”.
Roma 13:9 - “Karena firman: jangan berzinah, jangan membunuh, jangan
mencuri, jangan mengingini dan firman lain manapun juga, sudah tersimpul
dalam firman ini, yaitu: Kasihilah sesamamu manusia seperti dirimu sendiri!”.

Juga, kalau kita melihat hukum yang menjadi ringkasan dari hukum Taurat, yaitu
Matius 22:37,39, maka jelaslah bahwa hukum ke 6 ini harus diterapkan kepada
sesama manusia.

Matius 22:37-40 - “(37) Jawab Yesus kepadanya: ‘Kasihilah Tuhan, Allahmu,


dengan segenap hatimu dan dengan segenap jiwamu dan dengan segenap akal
budimu. (38) Itulah hukum yang terutama dan yang pertama. (39) Dan hukum
yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah sesamamu manusia seperti
dirimu sendiri. (40) Pada kedua hukum inilah tergantung seluruh hukum Taurat
dan kitab para nabi.’”.
Catatan: Hukum keenam ini juga dikutip dalam ayat-ayat di bawah ini, tetapi
dalam ayat-ayat tersebut tidak terlihat dalam hubungan dengan apa / siapa
hukum itu digunakan.

¨ Matius 19:18 - “Kata orang itu kepadaNya: ‘Perintah yang mana?’ Kata Yesus:
‘Jangan membunuh, jangan berzinah, jangan mencuri, jangan mengucapkan
saksi dusta”. Bdk. Markus 10:19 Lukas 18:20.

¨ Yakobus 2:11 - “Sebab Ia yang mengatakan: ‘Jangan berzinah’, Ia mengatakan


juga: ‘Jangan membunuh’. Jadi jika kamu tidak berzinah tetapi membunuh, maka
kamu menjadi pelanggar hukum juga”.

2) Contoh pelanggaran terhadap hukum ini:

a) Membunuh orang secara fisik.

Ini sudah jelas dan karena itu tidak akan saya beri penjelasan lebih jauh lagi.
Yang akan saya jelaskan di sini justru adalah tindakan membunuh yang tidak
dianggap sebagai pelanggaran terhadap hukum ke 6 ini (tidak dianggap sebagai
dosa).

John Murray: “The Commandment is not in the general term of prohibiting the
putting to death of another, as our word ‘kill’ might suggest. The term used in the
commandment is the specific one to denote what we call ‘murder.’” (= Hukum ini
bukanlah dalam istilah umum melarang membunuh orang lain, seperti kata
‘kill’dalam bahasa kita. Istilah yang digunakan dalam hukum ini adalah istilah
spesifik yang menunjuk pada apa yang kita sebut ‘murder’) - ‘Principles of
Conduct’, hal 113.

John Stott: “The commandment ‘You shall not kill’ would be better expressed ‘Do
not commit muder’ (NEB), for it is not a prohibition against taking all human life in
any and every circumstance, but in particular against homicide or murder” [=
Hukum ‘Jangan membunuh (kill)’ akan dinyatakan dengan lebih baik ‘Jangan
melakukan ‘murder’ (NEB), karena itu bukan merupakan suatu larangan terhadap
pembunuhan / pengambilan semua nyawa manusia dalam seadanya dan setiap
keadaan, tetapi secara khusus dalam pembunuhan atau ‘murder’] - ‘The
Message of the Sermon on the Mount’, hal 82.

Catatan: dalam bahasa Inggris dibedakan antara ‘to kill’ dan ‘to murder’, dan
John Murray maupun John Stott mengatakan bahwa yang dilarang adalah ‘to
murder’, bukan ‘to kill’. Tetapi dalam bahasa Indonesia tak ada pembedaan
seperti itu.

Stott melanjutkan dengan memberi bukti sebagai berikut: dalam hukum Taurat
Musa sekalipun ada larangan membunuh (hukum ke enam), tetapi juga ada
penjatuhan hukuman mati, dan perintah untuk membasmi bangsa kafir tertentu.

Adapun pembunuhan yang tidak bisa dianggap sebagai pelanggaran


terhadap hukum ke 6 ini, bahkan bisa dikatakan sebagai tidak berdosa,
yaitu:

1. Pembunuhan yang dilakukan dalam rangka pembelaan diri pribadi, dimana


situasinya adalah ‘membunuh atau dibunuh’. Ingat bahwa syarat yang satu ini
harus ditekankan. Kalau ada kemungkinan lain, misalnya lari, maka kita harus
lari. Tetapi kalau hanya ada dua kemungkinan, yaitu membunuh atau dibunuh,
maka kita boleh membunuh sebagai usaha untuk membela diri.

Catatan: saya menganggap ini juga berlaku kalau orang yang kita kasihi mau
dibunuh, atau kalau kita mau dilukai secara parah.

Webster’sNew World Dictionary (dalam entry ‘homicide’): “‘justifiable homicide’ is


homicide committed in the performance of duty, in self-defence, etc.” [=
‘pembunuhan yang bisa dibenarkan’ adalah pembunuhan yang dilakukan dalam
pelaksanaan kewajiban, dalam pembelaan diri, dsb.].

The Biblical Illustrator (Old Testament) tentang Keluaran 20:13: “When a man is
attacked he should defend himself; or, if others need help, he should assist them
(Prov 24:11,12)” [= Pada waktu seseorang diserang ia harus mempertahankan
dirinya sendiri; atau, jika orang-orang lain membutuhkan pertolongan, ia harus
membantu mereka (Amsal 24:11-12)].

Amsal 24:11-12 - “(11) Bebaskan mereka yang diangkut untuk dibunuh,


selamatkan orang yang terhuyung-huyung menuju tempat pemancungan. (12)
Kalau engkau berkata: ‘Sungguh, kami tidak tahu hal itu!’ Apakah Dia yang
menguji hati tidak tahu yang sebenarnya? Apakah Dia yang menjaga jiwamu
tidak mengetahuinya, dan membalas manusia menurut perbuatannya?”.

Dasar Kitab Suci untuk ajaran ini:

a.· Matius 22:39 mengharuskan kita untuk juga mengasihi diri sendiri.

Matius 22:39 - “Dan hukum yang kedua, yang sama dengan itu, ialah: Kasihilah
sesamamu manusia seperti dirimu sendiri”.

Jelas bahwa bukan hanya sesama manusia yang harus kita kasihi, tetapi juga diri
kita sendiri. Sedangkan kalau kita membiarkan diri kita dibunuh, maka itu berarti
kita tidak mengasihi diri kita sendiri.

·b Keluaran 22:2-3a - “(2) Jika seorang pencuri kedapatan waktu


membongkar, dan ia dipukul orang sehingga mati, maka si pemukul tidak
berhutang darah; (3a) tetapi jika pembunuhan itu terjadi setelah matahari terbit,
maka ia berhutang darah”.

Ini suatu hukum yang kelihatan aneh, bukan? Para penafsir mengatakan bahwa
ini sebetulnya bukan sembarang pencuri, karena yang digambarkan di sini
adalah seorang pencuri yang masuk ke dalam sebuah rumah dengan kekerasan,
dengan mendobrak.

Pulpit Commentary: “Rather, ‘Breaking in’ - i.e. making forcible entry into a
house. The ordinary mode of ‘breaking in’ seems to have been by a breach in the
wall”(= Lebih tepat, ‘Mendobrak’ - yaitu masuk secara paksa / dengan kekerasan
ke dalam sebuah rumah. Cara yang lazim untuk ‘mendobrak’ kelihatannya
adalah dengan menembus tembok / dinding) - hal 185.

Orang seperti itu mungkin saja mempunyai maksud untuk membunuh pemilik
rumah, dan karena itu dalam kasus seperti itu, pemilih rumah tidak salah untuk
membunuhnya, sebagai suatu tindakan pembelaan diri.

Bandingkan dengan terjemahan NIV tentang Keluaran 22:2 yang berbunyi: “If a
thief is caught breaking in and is struck so that he dies, the defender is not guilty
of bloodshed” (= Jika seorang pencuri kedapatan waktu mencuri dan dipukul
sehingga mati, pembela diri itu tidak bersalah melakukan pencurahan darah).

Wycliffe Bible Commentary: “A mortal blow struck in darkness in defense of life


and property was excused, but in the light of day, it was reasoned, such violent
defense would not be necessary. The life, even of a thief, is of consequence in
the eyes of God” (= Suatu pukulan yang mematikan yang dilakukan dalam gelap
dalam pembelaan nyawa dan milik dimaafkan, tetapi pada waktu hari terang /
siang, dipertimbangkan bahwa pembelaan bengis / keras seperti itu tidaklah
diperlukan. Nyawa, bahkan dari seorang pencuri, merupakan sesuatu yang
penting dalam pandangan Allah).

Keil & Delitzsch mengutip kata-kata seorang yang bernama Calovius yang
berkata sebagai berikut: “The reason for this disparity between a thief by night
and one in the day is, that the power and intention of a nightly thief are uncertain,
and whether he may not have come for the purpose of committing murder; and
that by night, if thieves are resisted, they often proceed to murder in their rage;
and also that they can neither be recognised, nor resisted and apprehended with
safety” (= Alasan untuk perbedaan antara seorang pencuri pada malam dan
pada siang ini adalah, bahwa kekuatan dan maksud dari pencuri pada malam
tidaklah pasti, dan apakah ia tidak datang dengan tujuan membunuh; dan bahwa
pada malam, jika pencuri dilawan, mereka sering beralih pada pembunuhan
dalam kemarahan mereka; dan juga bahwa mereka tidak bisa dikenali, ataupun
dilawan dan ditahan dengan aman).

Pulpit Commentary: “The principle here laid down has had the sanction of Solon,
of the Roman law, and of the law of England. It rests upon the probability that
those who break into a house by night have a murderous intent, or at least have
the design, if occasion arise, to commit murder” (= Prinsip yang diberikan di sini
telah mendapatkan persetujuan dari Solon, dari hukum Romawi, dan dari hukum
Inggris. Itu didasarkan pada kemungkinan bahwa mereka yang mendobrak
masuk ke dalam sebuah rumah pada malam hari mempunyai maksud untuk
membunuh, atau setidaknya mempunyai rencana, jika dibutuhkan, akan
melakukan pembunuhan) - hal 185.
c.· Neh 4:11-14 - “(11) Tetapi lawan-lawan kami berpikir: ‘Mereka tidak akan tahu
dan tidak akan melihat apa-apa, sampai kita ada di antara mereka, membunuh
mereka dan menghentikan pekerjaan itu.’ (12) Ketika orang-orang Yahudi yang
tinggal dekat mereka sudah sepuluh kali datang memperingatkan kami: ‘Mereka
akan menyerang kita dari segala tempat tinggal mereka,’ (13) maka aku
tempatkan rakyat menurut kaum keluarganya dengan pedang, tombak dan
panah di bagian-bagian yang paling rendah dari tempat itu, di belakang tembok,
di tempat-tempat yang terbuka. (14) Kuamati semuanya, lalu bangun berdiri dan
berkata kepada para pemuka dan para penguasa dan kepada orang-orang yang
lain: ‘Jangan kamu takut terhadap mereka! Ingatlah kepada Tuhan yang maha
besar dan dahsyat dan berperanglah untuk saudara-saudaramu, untuk anak-
anak lelaki dan anak-anak perempuanmu, untuk isterimu dan rumahmu.’”.

d.· Kitab Ester menunjukkan bahwa pada waktu orang Yahudi mau dibasmi,
mereka membela diri, dan membunuh orang-orang yang mau membunuh
mereka. Dan tindakan ini tidak pernah disalahkan / dikecam oleh Tuhan (Ester
3:8-13 8:3-13 9:1-6).

Ester 3:8-13 - “(8) Maka sembah Haman kepada raja Ahasyweros: ‘Ada suatu
bangsa yang hidup tercerai-berai dan terasing di antara bangsa-bangsa di dalam
seluruh daerah kerajaan tuanku, dan hukum mereka berlainan dengan hukum
segala bangsa, dan hukum raja tidak dilakukan mereka, sehingga tidak patut
bagi raja membiarkan mereka leluasa. (9) Jikalau baik pada pemandangan raja,
hendaklah dikeluarkan surat titah untuk membinasakan mereka; maka hamba
akan menimbang perak sepuluh ribu talenta dan menyerahkannya kepada
tangan para pejabat yang bersangkutan, supaya mereka memasukkannya ke
dalam perbendaharaan raja.’ (10) Maka raja mencabut cincin meterainya dari
jarinya, lalu diserahkannya kepada Haman bin Hamedata, orang Agag, seteru
orang Yahudi itu, (11) kemudian titah raja kepada Haman: ‘Perak itu terserah
kepadamu, juga bangsa itu untuk kauperlakukan seperti yang kaupandang baik.’
(12) Maka dalam bulan yang pertama pada hari yang ketiga belas dipanggillah
para panitera raja, lalu, sesuai dengan segala yang diperintahkan Haman,
ditulislah surat kepada wakil-wakil raja, kepada setiap bupati yang menguasai
daerah dan kepada setiap pembesar bangsa, yakni kepada tiap-tiap daerah
menurut tulisannya dan kepada tiap-tiap bangsa menurut bahasanya; surat itu
ditulis atas nama raja Ahasyweros dan dimeterai dengan cincin meterai raja. (13)
Surat-surat itu dikirimkan dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat ke segala
daerah kerajaan, supaya dipunahkan, dibunuh dan dibinasakan semua orang
Yahudi dari pada yang muda sampai kepada yang tua, bahkan anak-anak dan
perempuan-perempuan, pada satu hari juga, pada tanggal tiga belas bulan yang
kedua belas - yakni bulan Adar -,dan supaya dirampas harta milik mereka”.

Ester 8:3-13 - “(3) Kemudian Ester berkata lagi kepada raja sambil sujud pada
kakinya dan menangis memohon karunianya, supaya dibatalkannya maksud
jahat Haman, orang Agag itu, serta rancangan yang sudah dibuatnya terhadap
orang Yahudi. (4) Maka raja mengulurkan tongkat emas kepada Ester, lalu
bangkitlah Ester dan berdiri di hadapan raja, (5) serta sembahnya: ‘Jikalau baik
pada pemandangan raja dan jikalau hamba mendapat kasih raja, dan hal ini
kiranya dipandang benar oleh raja dan raja berkenan kepada hamba, maka
hendaklah dikeluarkan surat titah untuk menarik kembali surat-surat yang berisi
rancangan Haman bin Hamedata, orang Agag itu, yang ditulisnya untuk
membinasakan orang Yahudi di dalam semua daerah kerajaan. (6) Karena
bagaimana hamba dapat melihat malapetaka yang menimpa bangsa hamba dan
bagaimana hamba dapat melihat kebinasaan sanak saudara hamba?’ (7) Maka
jawab raja Ahasyweros kepada Ester, sang ratu, serta kepada Mordekhai, orang
Yahudi itu: ‘Harta milik Haman telah kukaruniakan kepada Ester, dan Haman
sendiri telah disulakan pada tiang karena ia sudah mengacungkan tangannya
kepada orang Yahudi. (8) Tuliskanlah atas nama raja apa yang kamu pandang
baik tentang orang Yahudi dan meteraikanlah surat itu dengan cincin meterai
raja, karena surat yang dituliskan atas nama raja dan dimeteraikan dengan cincin
meterai raja tidak dapat ditarik kembali.’ (9) Pada waktu itu juga dipanggillah para
panitera raja, dalam bulan yang ketiga - yakni bulan Siwan - pada tanggal dua
puluh tiga, dan sesuai dengan segala yang diperintahkan Mordekhai ditulislah
surat kepada orang Yahudi, dan kepada para wakil pemerintah, para bupati dan
para pembesar daerah, dari India sampai ke Etiopia, seratus dua puluh tujuh
daerah, kepada tiap-tiap daerah menurut tulisannya dan kepada tiap-tiap bangsa
menurut bahasanya, dan juga kepada orang Yahudi menurut tulisan dan
bahasanya. (10) Maka ditulislah pesan atas nama raja Ahasyweros dan dimeterai
dengan cincin meterai raja, lalu dengan perantaraan pesuruh-pesuruh cepat
yang berkuda, yang mengendarai kuda kerajaan yang tangkas yang diternakkan
di pekudaan, dikirimkanlah surat-surat (11) yang isinya: raja mengizinkan orang
Yahudi di tiap-tiap kota untuk berkumpul dan mempertahankan nyawanya serta
memunahkan, membunuh atau membinasakan segala tentara, bahkan anak-
anak dan perempuan-perempuan, dari bangsa dan daerah yang hendak
menyerang mereka, dan untuk merampas harta miliknya, (12) pada hari yang
sama di segala daerah raja Ahasyweros, pada tanggal tiga belas bulan yang
kedua belas, yakni bulan Adar. (13) Salinan pesan tertulis itu harus diundangkan
di tiap-tiap daerah, lalu diumumkan kepada segala bangsa, dan orang Yahudi
harus bersiap-siap untuk hari itu akan melakukan pembalasan kepada
musuhnya”.

Ester 9:1-6 - “(1) Dalam bulan yang kedua belas - yakni bulan Adar -,pada hari
yang ketiga belas, ketika titah serta undang-undang raja akan dilaksanakan,
pada hari musuh-musuh orang Yahudi berharap mengalahkan orang Yahudi,
terjadilah yang sebaliknya: orang Yahudi mengalahkan pembenci-pembenci
mereka. (2) Maka berkumpullah orang Yahudi di dalam kota-kotanya di seluruh
daerah raja Ahasyweros, untuk membunuh orang-orang yang berikhtiar
mencelakakan mereka, dan tiada seorangpun tahan menghadapi mereka, karena
ketakutan kepada orang Yahudi telah menimpa segala bangsa itu. (3) Dan
semua pembesar daerah dan wakil pemerintahan dan bupati serta pejabat
kerajaan menyokong orang Yahudi, karena ketakutan kepada Mordekhai telah
menimpa mereka. (4) Sebab Mordekhai besar kekuasaannya di dalam istana raja
dan tersiarlah berita tentang dia ke segenap daerah, karena Mordekhai itu
bertambah-tambah besar kekuasaannya. (5) Maka orang Yahudi mengalahkan
semua musuhnya: mereka memukulnya dengan pedang, membunuh dan
membinasakannya; mereka berbuat sekehendak hatinya terhadap pembenci-
pembenci mereka. (6) Di dalam benteng Susan saja orang Yahudi membunuh
dan membinasakan lima ratus orang”.

·e. Alasan lain adalah: kalau kita membiarkan diri dibunuh, maka nanti si
pembunuh itu juga harus dihukum mati, sehingga akan ada 2 orang yang mati.
Sedangkan kalau kita membunuhnya sebagai tindakan bela diri, yang mati hanya
satu orang.

Banyak orang tidak menyetujui ajaran ini berdasarkan:

a. Matius 5:39b - “Janganlah melawan orang yang berbuat jahat kepadamu,


melainkan siapapun yang menampar pipi kananmu, berilah juga kepadanya pipi
kirimu”.

Tetapi perlu diingat bahwa Matius 5:39 menggunakan istilah ‘menampar’ yang
jelas tidak membahayakan jiwa, bukannya ‘membacok’, ‘menusuk’, ‘mengepruk’,
dsb. Jadi, Mat 5:39 hanya berlaku untuk serangan yang tidak membahayakan
jiwa kita, bahkan boleh dikatakan merupakan serangan yang ringan.

b. Pada waktu Yesus ditangkap dan dibunuh, Ia tidak melawan / membela diri.

Tetapi perlu diingat bahwa Yesus memang datang ke dunia untuk mati menebus
dosa kita. Kalau waktu ditangkap dan mau dibunuh Ia melawan, bagaimana
mungkin Ia menebus dosa kita? Juga perlu dicamkan bahwa tidak setiap
tindakan Yesus harus kita teladani. Misalnya bahwa Ia berpuasa 40 hari, atau
bahwa Ia tidak pernah kawin / pacaran, jelas tidak bisa dijadikan pedoman hidup
kita. Jadi, tindakan Yesuspun harus kita tafsirkan bersama ayat-ayat Kitab Suci
yang lain, untuk mengetahui apakah tindakan itu harus diteladani atau tidak.

c. Matius 26:51-54 - “(51) Tetapi seorang dari mereka yang menyertai Yesus
mengulurkan tangannya, menghunus pedangnya dan menetakkannya kepada
hamba Imam Besar sehingga putus telinganya. (52) Maka kata Yesus
kepadanya: ‘Masukkan pedang itu kembali ke dalam sarungnya, sebab
barangsiapa menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang. (53) Atau
kausangka, bahwa Aku tidak dapat berseru kepada BapaKu, supaya Ia segera
mengirim lebih dari dua belas pasukan malaikat membantu Aku? (54) Jika begitu,
bagaimanakah akan digenapi yang tertulis dalam Kitab Suci, yang mengatakan,
bahwa harus terjadi demikian?’”.

Ada 2 kemungkinan untuk menjelaskan ayat ini sehingga ayat ini tidak diartikan
bahwa orang Kristen sama sekali tidak boleh membela diri:

· Ada orang yang menafsirkan bahwa kata-kata ‘sebab barangsiapa


menggunakan pedang, akan binasa oleh pedang’ tidak menunjuk kepada Petrus
(sekalipun diucapkan kepada Petrus). Lalu menunjuk kepada siapa? Kepada
orang-orang Romawi dan Yahudi, yang saat itu menggunakan ‘pedang’ terhadap
Yesus (mau membunuh Yesus). Jadi, seluruh kalimat diartikan sebagai berikut:
“Masukkan pedangmu ke dalam sarungnya, sebab orang-orang yang
menggunakan pedang terhadap Aku ini akan binasa oleh pedang (Bapa yang
membinasakan mereka, kamu tidak perlu membunuh mereka)”.

· Yang menganggap bahwa kata-kata ini ditujukan kepada Petrus, menafsirkan


bahwa pada saat itu Petrus tidak boleh melawan karena:

* kekristenan tidak boleh dimajukan / dibela dengan menggunakan kekerasan.

* pada saat itu yang mau mengangkap dan membunuh Yesus adalah pemerintah
/ alat negara. Karena itu tidak boleh dilawan.

Jadi, kata-kata ini tidak berlaku pada saat kasusnya adalah pribadi berusaha
membunuh pribadi.

Kalau pembelaan diri diijinkan, maka jelas bahwa belajar ilmu bela diri, selama
tidak ada unsur-unsur yang tidak alkitabiah seperti tenaga dalam dsb, juga
diijinkan!

2. Pembunuhan dalam perang / pembelaan diri nasional.

a. Ini harus merupakan perang yang benar (just war).

Saya tekankan bahwa ini merupakan perang yang benar. Jadi, pembelaan diri
secara nasional ini terjadi pada saat negara diserang / diagresi secara tidak
benar oleh negara lain. Kalau perang itu adalah perang yang salah, seperti
mengagresi negara lain, maka tentu saja orang Kristen tidak boleh ikut perang
seperti itu.

Catatan: kasus ‘holy war’ (= perang kudus) dalam Perjanjian Lama merupakan
sesuatu yang berbeda, karena Tuhan yang memerintahkan hal itu. Dalam hal itu
Israel menjadi algojo Tuhan untuk menghukum mati bangsa-bangsa kafir itu.
Perang seperti ini tidak ada lagi dalam jaman sekarang.

b. Apa dasarnya untuk mengijinkan pembunuhan dalam perang yang benar?

· Kalau pembelaan diri pribadi diijinkan, maka jelas pembelaan diri secara
nasional (bukan agresi ke negara lain!) juga harus diijinkan.

· Kalau ada orang yang melarang perang secara mutlak dengan alasan bahwa
kita harus mengasihi musuh, perlu diingat bahwa pada saat negara kita diserang
musuh, akan ada banyak orang di negara kita yang dibunuh, diperkosa,
dirampok dalam serangan negara lain tersebut. Lalu, dimana kasih kita kepada
orang-orang itu?

· Hal lain yang mendukung diijinkannya pembelaan diri nasional adalah bahwa
Kitab Suci (bahkan Perjanjian Baru) tidak melarang seseorang menjadi tentara.
Bandingkan dengan:
* Lukas 3:14 - “Dan prajurit-prajurit bertanya juga kepadanya: ‘Dan kami, apakah
yang harus kami perbuat?’ Jawab Yohanes kepada mereka: ‘Jangan merampas
dan jangan memeras dan cukupkanlah dirimu dengan gajimu.’”.

* Kis 10:1 - “Di Kaisarea ada seorang yang bernama Kornelius, seorang perwira
pasukan yang disebut pasukan Italia”.

Orang-orang ini tidak diperintahkan untuk berhenti menjadi tentara.

· 1Raja-Raja 2:5-6 - “(5) Dan lagi engkaupun mengetahui apa yang dilakukan
kepadaku oleh Yoab, anak Zeruya, apa yang dilakukannya kepada kedua
panglima Israel, yakni Abner bin Ner dan Amasa bin Yeter. Ia membunuh mereka
dan menumpahkan darah DALAM ZAMAN DAMAI SEAKAN-AKAN ADA
PERANG, sehingga sabuk pinggangnya dan kasut kakinya berlumuran darah. (6)
Maka bertindaklah dengan bijaksana dan janganlah biarkan yang ubanan itu
turun dengan selamat ke dalam dunia orang mati”.

Bandingkan dengan:

* 2Samuel 3:27-29 - “(27) Ketika Abner kembali ke Hebron, maka Yoab


membawanya sebentar ke samping di tengah-tengah pintu gerbang itu, seakan-
akan hendak berbicara dengan dia dengan diam-diam; kemudian ditikamnyalah
dia di sana pada perutnya, sehingga mati, membalas darah Asael, adiknya. (28)
Ketika hal itu didengar Daud kemudian, berkatalah ia: ‘Aku dan kerajaanku tidak
bersalah di hadapan TUHAN sampai selama-lamanya terhadap darah Abner bin
Ner itu. (29) Biarlah itu ditanggung oleh Yoab sendiri dan seluruh kaum
keluarganya. Biarlah dalam keturunan Yoab tidak putus-putusnya ada orang
yang mengeluarkan lelehan, yang sakit kusta, yang bertongkat, yang tewas oleh
pedang atau yang kekurangan makanan.’”.

* 2Samuel 20:9-12 - “(9) Berkatalah Yoab kepada Amasa: ‘Engkau baik-baik,


saudaraku?’ Sementara itu tangan kanan Yoab memegang janggut Amasa untuk
mencium dia. (10) Amasa tidak awas terhadap pedang yang ada di tangan Yoab
itu; Yoab menikam pedang itu ke perutnya, sehingga isi perutnya tertumpah ke
tanah. Tidak usah dia ditikamnya dua kali, sebab ia sudah mati. Lalu Yoab dan
Abisai, adiknya, terus mengejar Seba bin Bikri. (11) Dan seorang dari orang-
orang Yoab tinggal berdiri di dekat mayat itu, sambil berkata: ‘Siapa yang suka
kepada Yoab dan siapa yang memihak kepada Daud, baiklah mengikuti Yoab!’
(12) Dalam pada itu Amasa terguling mati dalam darahnya di tengah-tengah jalan
raya. Ketika orang itu melihat, bahwa seluruh rakyat berdiri menonton, maka
disingkirkannya mayat Amasa dari jalan raya ke padang, lalu dihamparkannya
kain di atasnya, karena dilihatnya, bahwa setiap orang yang datang ke sana
berdiri menonton”.

Yoab membunuh pada masa damai, dan itu sebabnya Daud mengecam dia.
Yoab pasti sudah banyak membunuh musuh pada masa perang, dan itu tidak
pernah dikecam oleh Daud. Ini menunjukkan bahwa membunuh musuh pada
perang merupakan sesuatu yang dijinkan!

3. Pembunuhan dalam pelaksanaan hukuman mati.

Seluruh proses penjatuhan dan pelaksanaan hukuman mati, asalkan hal ini
dilakukan berdasarkan kebenaran / keadilan.Jadi, baik polisi yang menangkap,
jaksa yang menuntut, saksi yang bersaksi tentang kesalahan orang itu, hakim
yang memutuskan hukuman mati, maupun algojo yang melaksanakan hukuman
mati itu, semua tidak bersalah. Bahkan menurut saya, mereka bukan hanya tidak
bersalah, tetapi sebaliknya, mereka melakukan tindakan yang benar

Banyak orang kristen yang tidak menyetujui adanya hukuman mati, dengan
alasan bahwa itu merupakan sesuatu yang tidak kasih, tidak menghargai nyawa
manusia, tidak alkitabiah, tidak kristiani, dan juga karena mereka menganggap
bahwa orang yang dihukum mati itu tidak diberi kesempatan bertobat. Tetapi
semua ini merupakan pandangan yang salah, karena:

a. Perjanjian Lama dan Perjanjian Baru jelas menyetujui adanya hukuman mati!

Kejadian 9:6 - “Siapa yang menumpahkan darah manusia, darahnya akan


tertumpah oleh manusia, sebab Allah membuat manusia itu menurut gambarNya
sendiri”.

Keluaran 21:15 - “Siapa yang memukul ayahnya atau ibunya, pastilah ia dihukum
mati”.

Im 20:10 - “Bila seorang laki-laki berzinah dengan isteri orang lain, yakni berzinah
dengan isteri sesamanya manusia, pastilah keduanya dihukum mati, baik laki-laki
maupun perempuan yang berzinah itu”.

Bilangan 35:31 - “Janganlah kamu menerima uang tebusan karena nyawa


seorang pembunuh yang kesalahannya setimpal dengan hukuman mati, tetapi
pastilah ia dibunuh”.

Ulangan 13:5 - “Nabi atau pemimpi itu haruslah dihukum mati, karena ia telah
mengajak murtad terhadap TUHAN, Allahmu, yang telah membawa kamu keluar
dari tanah Mesir dan yang menebus engkau dari rumah perbudakan - dengan
maksud untuk menyesatkan engkau dari jalan yang diperintahkan TUHAN,
Allahmu, kepadamu untuk dijalani. Demikianlah harus kauhapuskan yang jahat
itu dari tengah-tengahmu”.

Roma 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi
jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah
menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan
murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.
Wycliffe Bible Commentary: “this command is wrongly quoted in opposition to
capital punishment administered by the state. The judicial taking of life in
punishment for crime is authorized in Exodus 21, as well as in Romans 13” [=
hukum ini (hukum keenam) dikutip secara salah dalam menentang hukuman mati
yang dilaksanakan oleh negara. Pengambilan nyawa oleh pengadilan dalam
penghukuman untuk kejahatan diberi otoritas dalam Keluaran 21, maupun dalam
Roma 13].
b. Paulus menyatakan bahwa ia rela dihukum mati kalau ia memang layak untuk
itu.

Kis 25:11 - “Jadi, jika aku benar-benar bersalah dan berbuat sesuatu kejahatan
yang setimpal dengan hukuman mati, aku rela mati, tetapi, jika apa yang mereka
tuduhkan itu terhadap aku ternyata tidak benar, tidak ada seorangpun yang
berhak menyerahkan aku sebagai suatu anugerah kepada mereka. Aku naik
banding kepada Kaisar!’”.

c. Kalau seorang pembunuh tidak dihukum mati, maka kita tidak menghargai
nyawa dari korban pembunuhan tersebut.

John Stott: “Those who campaign for the abolition of the death penalty on the
ground that human life (the murderer’s) should not be taken tend to forget the
value of the life of the murderer’s victim” [= Mereka yang berkampanye untuk
penghapusan hukuman mati dengan dasar bahwa nyawa / kehidupan manusia
(dari si pembunuh) tidak boleh diambil, cenderung untuk melupakan nilai dari
nyawa / kehidupan dari korban dari si pembunuh] - ‘The Message of the Sermon
of the Mount’, hal 83.

d. Orang yang dijatuhi hukuman mati itu bukannya tidak diberi kesempatan untuk
bertobat.

Orang yang dijatuhi hukuman mati tetap mempunyai kesempatan bertobat,


karena saat di antara penjatuhan keputusan hukuman mati dan pelaksanaan
hukuman mati itu, bisa ia pergunakan untuk bertobat dan percaya kepada Yesus.
Kalau ia melakukan hal itu, sekalipun ia mati, ia tetap selamat / masuk surga.

Supaya saudara tidak menganggap ajaran ini sebagai ‘extrim’ dan datang
dari diri saya sendiri, di sini saya akan memberikan komentar beberapa
penafsir:

1. Matius 5:38-41 - “(38) Kamu telah mendengar firman: Mata ganti mata dan gigi
ganti gigi. (39) Tetapi Aku berkata kepadamu: Janganlah kamu melawan orang
yang berbuat jahat kepadamu, melainkan siapapun yang menampar pipi
kananmu, berilah juga kepadanya pipi kirimu. (40) Dan kepada orang yang
hendak mengadukan engkau karena mengingini bajumu, serahkanlah juga
jubahmu. (41) Dan siapapun yang memaksa engkau berjalan sejauh satu mil,
berjalanlah bersama dia sejauh dua mil”.

Calvin (tentang Matius 5:39): “Though Christ does not permit his people to repel
violence by violence, yet he does not forbid them to endeavor to avoid an unjust
attack” [= Sekalipun Kristus tidak mengijinkan umatNya untuk melawan
kekerasan dengan kekerasan, tetapi Ia tidak melarang mereka untuk berusaha
menghindari suatu serangan yang tidak adil].

Barnes’ Notes (tentang Matius 5:38-41): “The general principle which he laid
down was, that we are not to resist evil; ... But even this general direction is not to
be pressed too strictly. Christ did not intend to teach that we are to see our
families murdered, or to be murdered ourselves, rather than to make resistance.
The law of nature, and all laws, human and Divine, have justified self-defence,
when life is in danger” [= Prinsip umum yang Ia tetapkan adalah bahwa kita tidak
boleh melawan kejahatan; Tetapi bahkan pengarahan umum ini tidak boleh
ditekankan secara terlalu ketat. Kristus tidak bermaksud untuk mengajar bahwa
kita harus membiarkan keluarga kita atau diri kita dibunuh, dan bukannya
melakukan perlawanan. Hukum alam, dan semua hukum, baik hukum manusia
maupun hukum ilahi, membenarkan pembelaan diri, pada waktu jiwa ada dalam
bahaya] - hal 26.

2. Tentang Matius 5:39 dimana ada kata-kata ‘jangan melawan orang yang
berbuat jahat kepadamu’,D.Martyn Lloyd-Jones (hal 274-275) mengatakan
tentang seseorang yang bernama Count Tolstoy, yang menafsirkan ayat ini
secara extrim dengan mengatakan bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai
polisi, tentara, hakim, maupun pengadilan, karena semua ini berarti ‘melawan
kejahatan’, dan itu tidak kristiani.

D. Martyn Lloyd-Jones: “those who base their pacifism upon this paragraph ... are
guilty of a kind of heresy” [= mereka yang mendasarkan sikap cinta damai / anti
perang pada teks ini ... bersalah tentang sejenis kesesatan] - ‘Studies in the
Sermon of the Mount’, hal 278.

3. Dalam membahas Lukas 6:29 - “Barangsiapa menampar pipimu yang satu,


berikanlah juga kepadanya pipimu yang lain, dan barangsiapa yang mengambil
jubahmu, biarkan juga ia mengambil bajumu”, John Stott membandingkan dua
teks di bawah ini.

Roma 12:17-21 - “(17) Janganlah membalas kejahatan dengan kejahatan;


lakukanlah apa yang baik bagi semua orang! (18) Sedapat-dapatnya, kalau hal
itu bergantung padamu, hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang! (19)
Saudara-saudaraku yang kekasih, janganlah kamu sendiri menuntut
pembalasan, tetapi berilah tempat kepada murka Allah, sebab ada tertulis:
Pembalasan itu adalah hakKu. Akulah yang akan menuntut pembalasan, firman
Tuhan. (20) Tetapi, jika seterumu lapar, berilah dia makan; jika ia haus, berilah
dia minum! Dengan berbuat demikian kamu menumpukkan bara api di atas
kepalanya. (21) Janganlah kamu kalah terhadap kejahatan, tetapi kalahkanlah
kejahatan dengan kebaikan!”.

Roma 13:4 - “Karena pemerintah adalah hamba Allah untuk kebaikanmu. Tetapi
jika engkau berbuat jahat, takutlah akan dia, karena tidak percuma pemerintah
menyandang pedang. Pemerintah adalah hamba Allah untuk membalaskan
murka Allah atas mereka yang berbuat jahat”.

Dan John Stott lalu berkata sebagai berikut:


“It is better, then, to see the end of Romans 12 and the beginning of Romans 13
as complementary to one another. Members of God’s new community can be
both private individuals and state officials. In the former role we are never to take
personal revenge or repay evil for evil, but rather bless our persecutors (12:14),
serve our enemies (12:20), and seek to overcome evil with good (12:21). In the
latter role, however, if we are called by God to serve as police or prison officers
or judges, we are God’s agents in the punishments of evildoers. True,
‘vengeance’ and ‘wrath’ belong to God, but one way in which he executes his
judgment on evildoers today is through the state. To ‘leave room for God’s wrath’
(12:19) means to allow the state to be ‘an agent of wrath to bring punishment on
the wrongdoer’ (13:4).” [= Maka, adalah lebih baik untuk memandang bagian
akhir dari Roma 12 dan bagian awal dari Roma 13 sebagai saling melengkapi.
Anggota-anggota dari masyarakat yang baru dari Allah bisa merupakan pribadi
maupun pejabat pemerintah. Dalam peranan yang pertama kita tidak pernah
boleh membalas dendam atau membalas kejahatan dengan kejahatan, tetapi
sebaliknya memberkati penganiaya kita (12:14), melayani musuh kita (12:20),
dan berusaha mengalahkan kejahatan dengan kebaikan (12:21). Tetapi, dalam
peranan yang terakhir, jika kita dipanggil oleh Allah untuk melayani sebagai polisi
atau pejabat penjara atau hakim, kita adalah agen Allah dalam menghukum
pelaku kejahatan. Memang benar ‘pembalasan’ dan ‘murka’ adalah milik Allah,
tetapi salah satu cara yang Ia pakai untuk melaksanakan penghakimanNya
terhadap pelaku kejahatan sekarang ini adalah melalui pemerintah. ‘Memberi
tempat kepada murka Allah’ (12:19) berarti mengijinkan pemerintah untuk
menjadi ‘agen kemurkaan untuk membawa hukuman kepada pelaku kejahatan’
(13:4)] - ‘Involvement’, vol I, hal 127.

Jadi, Lukas 6:29 tidak berarti bahwa suatu negara tidak boleh mempunyai polisi,
hakim atau pengadilan. Konsekuensi, sebagai orang kristen kita boleh
melaporkan orang yang menampar / memukul / menganiaya kita ke polisi atau
mengajukannya ke pengadilan, karena kalau tidak, maka apa gunanya polisi,
hakim dan pengadilan itu? Melaporkan si pemukul ke polisi / mengajukannya ke
pengadilan dengan tujuan supaya keadilan ditegakkan, dan supaya ia tidak
melakukan hal itu kepada orang lain, dan supaya orang lain tidak meniru
tindakannya, boleh dilakukan. Yang dilarang oleh ayat ini adalah balas dendam
pribadi.

b) Euthanasia (= pembunuhan karena ‘belas kasihan’), baik secara aktif


maupun pasif.

Biasanya ini dilakukan terhadap orang yang sudah sakit berat, sangat menderita
(kesakitan), dan tidak ada harapan untuk sembuh, lalu dibunuh oleh dokter
(aktif), atau dibiarkan mati tanpa diberi pertolongan (pasif). Kadang-kadang ini
dilakukan atas permintaan si penderita itu sendiri. Ini semua dilarang, karena
tetap merupakan suatu pembunuhan! Tuhan pasti tetap mempunyai rencana
dengan membiarkan orang itu hidup, dan karena itu kita tidak berhak mengambil
nyawa orang itu.

Yang memusingkan adalah kalau keluarga dari si sakit itu sudah tidak
mempunyai uang untuk membiayai penyambungan nyawa dari si sakit!

c) Bunuh diri.
Alasannya:

· Diri kita diciptakan oleh Tuhan, dan karenanya diri kita dan nyawa kita adalah
milik Tuhan. Jadi kita tidak berhak membunuh diri kita sendiri, dengan alasan
bahwa nyawa kita adalah milik kita sendiri dan karena itu boleh kita perlakukan
semau kita.

· Matius 22:39 memerintahkan kita mengasihi sesama kita seperti diri kita sendiri.
Dan membunuh diri jelas tidak mengasihi diri sendiri.

· Dalam Kisah Para Rasul 16:27-28 Paulus melarang kepala penjara itu
membunuh diri.

Kis 16:27-28 - “(27) Ketika kepala penjara itu terjaga dari tidurnya dan melihat
pintu-pintu penjara terbuka, ia menghunus pedangnya hendak membunuh diri,
karena ia menyangka, bahwa orang-orang hukuman itu telah melarikan diri. (28)
Tetapi Paulus berseru dengan suara nyaring, katanya: ‘Jangan celakakan dirimu,
sebab kami semuanya masih ada di sini!’”.

· Kita harus memuliakan Tuhan, baik dengan hidup kita maupun dengan
kematian kita.

1Korintus 10:31 - “Aku menjawab: Jika engkau makan atau jika engkau minum,
atau jika engkau melakukan sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk
kemuliaan Allah”.

Filipi 1:20 - “Sebab yang sangat kurindukan dan kuharapkan ialah bahwa aku
dalam segala hal tidak akan beroleh malu, melainkan seperti sediakala,
demikianpun sekarang, Kristus dengan nyata dimuliakan di dalam tubuhku, baik
oleh hidupku, maupun oleh matiku”.

Sedangkan kematian dengan bunuh diri jelas tidak memuliakan Tuhan.

d) Melakukan hal-hal yang membahayakan diri sendiri, seperti ngebut, dan


sebagainya

Di TV ada banyak acara yang menunjukkan orang-orang yang senang


membahayakan nyawanya sendiri, seperti menjadi matador, menjadi pembalap,
meloncati deretan mobil dengan menggunakan motor / mobil, mendekati
binatang-binatang buas seperti singa, buaya atau ikan hiu, dan sebagainya. Ini
semua merupakan hal yang salah!
e) Tidak mau menjaga kesehatan / melakukan hal-hal yang merusak
kesehatan, seperti:

· sakit tetapi tidak mau ke dokter / minum obat.

· tidak mau berpantang demi kesehatannya.

Misalnya: punya tekanan darah tinggi tetapi terus makan makanan yang asin,
punya diabetes tetapi terus makan yang manis-manis, punya kolesterol tinggi
tetapi terus makan makanan berkolesterol tinggi, dsb.

· merokok (termasuk menjadi perokok pasif).

· menggunakan narkotik, ecstasy, pil koplo, dan sebagainya

· menggunakan minuman keras secara berlebihan.

f) Melakukan hal-hal yang membahayakan orang lain.

Keluaran 21:28-32 - “(28) Apabila seekor lembu menanduk seorang laki-laki atau
perempuan, sehingga mati, maka pastilah lembu itu dilempari mati dengan batu
dan dagingnya tidak boleh dimakan, tetapi pemilik lembu itu bebas dari hukuman.
(29) Tetapi jika lembu itu sejak dahulu telah sering menanduk dan pemiliknya
telah diperingatkan, tetapi tidak mau menjaganya, kemudian lembu itu menanduk
mati seorang laki-laki atau perempuan, maka lembu itu harus dilempari mati
dengan batu, tetapi pemiliknyapun harus dihukum mati. (30) Jika dibebankan
kepadanya uang pendamaian, maka haruslah dibayarnya segala yang
dibebankan kepadanya itu sebagai tebusan nyawanya. (31) Kalau ditanduknya
seorang anak laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus diperlakukan
menurut peraturan itu juga. (32) Tetapi jika lembu itu menanduk seorang budak
laki-laki atau perempuan, maka pemiliknya harus membayar tiga puluh syikal
perak kepada tuan budak itu, dan lembu itu harus dilempari mati dengan batu”.

g) Abortus / pengguguran kandungan.

Di USA, mulai tahun 1973-1986 terjadi 20 juta aborsi! Ini lebih banyak dari
penduduk Los Angeles dan New York City digabung menjadi satu!

Bagaimanapun kecilnya, bayi dalam kandungan itu sudahlah merupakan seorang


manusia. Karena itu pengguguran kandungan jelas merupakan pembunuhan.

Dalam memutuskan pengguguran, biasanya yang diperhitungkan adalah ibu dari


si bayi, sedangkan si bayi tidak diperhitungkan. Misalnya: ibunya mengandung di
luar nikah, atau mengandung karena pemerkosaan. Dari pada ibunya malu, si
bayi digugurkan. Ini salah! Bayinya harus diperhitungkan. Si pemerkosa memang
pantas dihukum mati, tetapi apa salahnya bayi itu sehingga harus dibunuh?
Kadang-kadang orang melakukan abortus karena dokter berkata anak itu akan
lahir cacat. Perlu diingat bahwa kalau abortus bisa dibenarkan berdasarkan
alasan ini, maka konsekwensinya adalah: anak dan orang dewasa yang cacat
juga boleh dibunuh!

Dalam Buletin ‘Disciples’, terbitan Perkantas Jatim, Edisi April - Juni 2000, hal 12,
ada suatu artikel yang menarik yang berhubungan dengan abortus, yang saya
kutip di bawah ini:

“Seandainya anda setuju aborsi .....

1. Ada seorang pendeta dan istrinya yang sangat, sangat miskin. Mereka
mempunyai 14 anak. Sekarang mereka mengetahui bahwa sang istri sedang
mengandung anak mereka ke 15. Mereka hidup dalam kemiskinan yang amat
sangat. Mengingat kemiskinan dan ledakan penduduk dunia, apakah anda
menganjurkan dia untuk aborsi?

2. Seorang ayah sakit sniffles, sang ibu kena TBC. Mereka punya 4 anak,
pertama buta, kedua meninggal, ketiga tuli, keempat kena TBC. Sang ibu
mengandung lagi, apakah anda menganjurkan aborsi?

3. Seorang lelaki kulit putih memperkosa dan menghamili seorang gadis kulit
hitam yang berusia 13 tahun. Jika anda orangtua kandung dari gadis itu apakah
anda menganjurkan aborsi?

4. Seorang pemudi hamil. Dia belum menikah. Tunangannya bukanlah ayah dari
bayi tersebut, dan ia hendak meninggalkan gadis tersebut. Apakah anda
menganjurkan aborsi?”.

Di bawah artikel itu, jawaban atas pertanyaan-pertanyaan itu ditulis secara


terbalik, dan berbunyi sebagai berikut:

1. Ketahuilah jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru
saja membunuh John Wesley, seorang penginjil besar pada abad ke 19.

2. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja
membunuh Beethoven, seorang komposer lagu-lagu rohani ternama didunia.

3. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda baru saja
membunuh Ethel Waters, seorang penyanyi black Gospel ternama didunia.

4. Jika anda menganjurkan aborsi pada kasus ini berarti anda telah membunuh
Yesus, Juruselamat kita.

h) Penggunaan alat KB tertentu, yang sifatnya abortive / menggugurkan


(menghancurkan sel telur dan sperma yang sudah bertemu), seperti spiral.
Alat KB lain yang bersifat mencegah pertemuan sperma dengan sel telur,
seperti kondom, tidak dilarang. Demikian juga dengan pil KB, yang cara
kerjanya membuat sel telur tidak bisa matang sehingga tidak bisa dibuahi.
Ini boleh digunakan.

i) Proses pembuatan bayi tabung.


Sebetulnya saya berpendapat bahwa pembuatan bayi tabung tidak salah, selama
pembuatannya menggunakan sperma dan sel telur dari sepasang suami istri.
Tetapi biasanya dalam proses pembuatan bayi tabung, karena mahalnya biaya
pembuatan bayi tabung itu, maka tidak dibuat hanya satu bayi tetapi beberapa
bayi, dan nanti hanya dipilih salah satu sedangkan yang lain dimusnahkan.
Pemusnahan bayi-bayi yang lain ini yang termasuk dalam pembunuhan.

j) Pembunuhan non fisik.

Ahli-ahli Taurat dan orang-orang Farisi menafsirkan hukum ke 6, sebagai


larangan terhadap pembunuhan secara fisik / lahiriah saja, tetapi Yesus dan
Perjanjian Baru menerapkannya pada hal-hal lain, yaitu:

1. Kebencian.

1Yohanes 3:15a - “Setiap orang yang membenci saudaranya, adalah seorang


pembunuh manusia”.

Apakah semua kebencian salah? Tidak.

Bdk. Mazmur 139:21-22 - “(21) Masakan aku tidak membenci orang-orang yang
membenci Engkau, ya TUHAN, dan tidak merasa jemu kepada orang-orang yang
bangkit melawan Engkau? (22) Aku sama sekali membenci mereka, mereka
menjadi musuhku”.

John Stott: “The truth is that evil men should be the object simultaneously of our
‘love’ and ‘hatred’, ... To ‘love’ them is ardently to desire that they will repent and
believe, and so be saved. To ‘hate’ them is to desire with equal ardour that, if
they stubbornly refuse to repent and believe, they will incur God’s judgment. ...
So there is such thing as perfect hatred, just as there is such a thing as righteous
anger. But it is a hatred for God’s enemies, not our own enemies” (=
Kebenarannya adalah bahwa orang-orang jahat harus secara berbarengan
menjadi obyek dari ‘kasih’ dan ‘kebencian’ kita, ... ‘Mengasihi’ mereka berarti
dengan sungguh-sungguh / bersemangat menginginkan supaya mereka bertobat
dan percaya, dan dengan demikian diselamatkan. ‘Membenci’ mereka berarti
menginginkan dengan keinginan / semangat yang sama supaya, jika mereka
dengan tegar tengkuk menolak untuk bertobat dan percaya, mereka akan
mendapatikan penghakiman Allah. ... Jadi ada kebencian yang sempurna sama
seperti ada kemarahan yang benar. Tetapi itu adalah kebencian terhadap
musuh-musuh Allah, bukan musuh-musuh kita sendiri) - ‘The Message of the
Sermon on the Mount’, hal 117.

Catatan: orang yang tidak percaya, belum diperdamaikan dengan Allah, dan
karena itu, ia juga adalah musuh Allah (Matius 12:30). Tetapi saya kira bukan itu
yang dimaksudkan oleh Stott. Yang ia maksudkan adalah orang-orang yang
betul-betul memusuhi Allah. Orang itu bisa adalah orang sesat, orang beragama
lain yang anti Kristen, atau Atheist, Komunis dan sebagainya.

2. Matius 5:21-26 - “(21) Kamu telah mendengar yang difirmankan kepada nenek
moyang kita: Jangan membunuh; siapa yang membunuh harus dihukum. (22)
Tetapi Aku berkata kepadamu: Setiap orang yang marah terhadap saudaranya
harus dihukum; siapa yang berkata kepada saudaranya: Kafir! harus dihadapkan
ke Mahkamah Agama dan siapa yang berkata: Jahil! harus diserahkan ke dalam
neraka yang menyala-nyala. (23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan
persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada
dalam hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di
depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu
kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu. (25) Segeralah berdamai
dengan lawanmu selama engkau bersama-sama dengan dia di tengah jalan,
supaya lawanmu itu jangan menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu
menyerahkan engkau kepada pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam
penjara. (26) Aku berkata kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar
dari sana, sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas”.

Ada 4 hal yang dibicarakan oleh text ini, yang bukan merupakan pembunuhan
fisik, tetapi semuanya dihubungkan dengan hukum ke 6 ini:

a. Kemarahan tertentu (ay 22a).

(1) Tidak semua kemarahan adalah dosa.

Ay 22a (KJV): ‘But I say unto you, That whosoever is angry with his brother
without a cause shall be in danger of the judgment’ (= Tetapi Aku berkata
kepadamu: Bahwa siapapun yang marah kepada saudaranya tanpa alasan akan
ada dalam bahaya penghakiman).

Kata-kata ‘without a cause’ (= tanpa alasan) hanya ada dalam manuscripts


tertentu.

Stott mengatakan (hal 83) bahwa sekalipun kata-kata ‘without a cause’ itu
mungkin sekali tidak orisinil, tetapi kata-kata itu memberikan penafsiran yang
benar tentang apa yang Yesus maksudkan, karena jelas bahwa tidak semua
kemarahan merupakan dosa. Terlepas dari asli atau tidaknya, atau benar atau
tidaknya, kata-kata ‘without a cause’ itu dalam terjemahan KJV ini, Kitab Suci
jelas tidak menganggap semua kemarahan sebagai dosa. Ini terlihat dari:

(a) Efesus 4:26 yang berbunyi: ‘Apabila kamu menjadi marah, janganlah kamu
berbuat dosa: janganlah matahari terbenam, sebelum padam amarahmu’, jelas
menunjukkan bahwa ‘marah’ tidak selalu identik dengan ‘dosa’, dan bahwa kita
bisa marah tetapi tidak berdosa.

(b) Yesus berulangkali marah (Markus 3:5 Yoh 2:13-17), tetapi Kitab Suci tetap
mengatakan bahwa Yesus tidak berdosa (Ibrani 4:15).

Mark 3:5 - “Ia berdukacita karena kedegilan mereka dan dengan marah Ia
memandang sekelilingNya kepada mereka lalu Ia berkata kepada orang itu:
‘Ulurkanlah tanganmu!’ Dan ia mengulurkannya, maka sembuhlah tangannya
itu”.

Yohanes 2:13-17 - cerita dimana Yesus mengobrak-abrik Bait Suci.

(c) Kemarahan jemaat Efesus terhadap rasul-rasul palsu dipuji (Wahyu 2:2), dan
sebaliknya ke‘sabar’an jemaat Korintus terhadap rasul-rasul palsu justru dikecam
(2Korintus 11:4).

Wahyu 2:2 - “Aku tahu segala pekerjaanmu: baik jerih payahmu maupun
ketekunanmu. Aku tahu, bahwa engkau tidak dapat sabar terhadap orang-orang
jahat, bahwa engkau telah mencobai mereka yang menyebut dirinya rasul, tetapi
yang sebenarnya tidak demikian, bahwa engkau telah mendapati mereka
pendusta”.

2Korintus 11:4 - “Sebab kamu sabar saja, jika ada seorang datang memberitakan
Yesus yang lain dari pada yang telah kami beritakan, atau memberikan kepada
kamu roh yang lain dari pada yang telah kamu terima atau Injil yang lain dari
pada yang telah kamu terima”.

Kemarahan yang benar biasanya adalah kemarahan yang dilandasi oleh kasih,
dan ditujukan terhadap dosa, ketidak-adilan, penindasan, dan kesesatan.

Contoh:

· orang tua yang marah kepada anak yang nakal.

· orang kristen yang marah karena adanya ajaran sesat atau karena adanya
korupsi dalam gereja.

· kita marah karena adanya terorisme.

· kita marah mendengar orang yang bersalah dibebaskan / orang yang tidak
bersalah dihukum oleh pengadilan.

Perlu dicamkan bahwa sekalipun kemarahan seperti ini merupakan kemarahan


yang benar, tetapi kalau perwujudannya kelewat batas maka itu juga menjadi
salah / dosa. Misalnya kalau kemarahan terhadap anak diwujudkan dengan
memaki anak atau memukul sehingga mencederai anak tersebut. Atau, saking
marahnya kepada seorang pengajar sesat, kita lalu memukuli pengajar sesat itu.
Ini jelas juga merupakan perwujudan yang salah / kelewat batas dari kemarahan
yang benar!

(2) Tetapi jelas ada banyak kemarahan yang memang merupakan dosa, dan
mungkin sebagian besar kemarahan kita, tidak bisa disebut sebagai ‘holy anger’
(= kemarahan yang suci), dan memang merupakan dosa. Dan ini dihubungkan
oleh Yesus dengan hukum ke 6 (ay 21). Jadi, kemarahan seperti itu merupakan
pembunuhan dalam hati / pikiran.

(3) Kata ‘saudara’ dalam ay 22 kelihatannya harus diartikan bukan sebagai


‘saudara seiman’, tetapi sebagai ‘sesama manusia’, atau ‘siapapun yang
mempunyai hubungan dengan kita’.

b. Mencaci-maki / mengeluarkan kata-kata yang bersifat menghina (ay 22b,c).

(1) Mengatakan ‘kafir’ (ay 22b).

RSV: ‘whoever insults his brother’ (= siapapun menghina saudaranya).

KJV/NIV/NASB tidak menterjemahkan kata ini, tetapi hanya mentransliterasikan


(mengganti huruf-huruf Yunaninya dengan huruf Latin) sebagai ‘Raca’.

D. Martyn Lloyd-Jones: “‘Raca’ means ‘worthless fellow’” (= ‘Raca’ berarti ‘orang


yang tidak berharga’) - ‘Studies in the Sermon on the Mount’, hal 224.

John Stott mengatakan (hal 84) bahwa kata ‘Raca’ itu mungkin sama dengan
kata Aram yang berarti ‘empty’ (= kosong).

Tasker (Tyndale) mengatakan bahwa kata ‘Raca’ tidak terlalu berbeda dengan
MORE (yang digunakan dalam ay 22c) yang artinya ‘bodoh / tolol’ (dalam Kitab
Suci Indonesia diterjemahkan ‘jahil’).

Barclay: “Raca is an almost untranslatable word, because it describes a tone of


voice more than anything else. Its whole accent is the accent of contempt. To call
a man Raca was to call him a brainless idiot, a silly fool, an empty-headed
blunderer. It is the word of one who despises another with an arrogant contempt”
(= Raca hampir tidak bisa diterjemahkan, karena kata itu lebih menggambarkan
nada suara dari pada apapun yang lain. Seluruh penekanannya merupakan
penekanan penghinaan / kejijikan. Menyebut seseorang sebagai Raca berarti
menyebutnya sebagai seorang idiot yang tidak mempunyai otak, seorang tolol,
seorang pembuat kesalahan yang kepalanya kosong) - hal 139.

Bdk. Amsal 14:21a - “Siapa menghina sesamanya berbuat dosa”.

(2) Mengatakan ‘jahil’ (ay 22c).

(a) Kata ‘jahil’ ini jelas merupakan terjemahan yang salah.

KJV/RSV/NIV/NASB: ‘fool’ (= bodoh / tolol).

Kata Yunani yang dipakai adalah MORE (dari mana diturunkan kata bahasa
Inggris ‘moron’ / ‘dungu’).
Tetapi Adam Clarke mengatakan (hal 71) bahwa mungkin itu berasal dari kata
bahasa Ibrani MARAH, yang berarti ‘memberontak’ atau ‘murtad’. Jadi mungkin
bisa diartikan sebagai ‘sesat’. Tetapi Clarke mengatakan bahwa ini hanya
bersalah, kalau si penuduh / pemaki itu tidak bisa membuktikan tuduhan /
makiannya tersebut.

Barclay mengatakan (hal 140) bahwa sekalipun kata Yunaninya bisa diartikan
‘bodoh’ / ‘tolol’, tetapi kalau kita menyebut seseorang dengan kata ini, maka
artinya adalah bahwa orang itu ‘bodoh secara moral’. Ini berarti kita mencap
orang tersebut sebagai orang yang tidak bermoral, dan dengan demikian
merusak reputasi orang tersebut.

(b) Mengatakan seseorang sebagai bodoh / tolol, tidak selalu merupakan dosa.

Dalam Mat 23:17 Yesus sendiri berkata kepada / tentang ahli-ahli Taurat dan
orang-orang Farisi dengan kata-kata sebagai berikut: “Hai kamu orang-orang
bodoh dan orang-orang buta, apakah yang lebih penting, emas atau Bait Suci
yang menguduskan emas itu?”.

Kata Yunani yang digunakan dalam Mat 23:17 ini sama dengan yang digunakan
dalam Mat 5:22, hanya saja dalam Matius 23:17 ini digunakan bentuk jamak.

Bandingkan juga dengan Yesaya 19:13 Yer 4:22 Yer 5:21 Hos 7:11 Lukas 11:40
24:25 Roma 1:22 1Korintus 15:36 2Korintus 11:19 Galatia 3:1 1Petrus 2:15
dimana Yesus / rasul-rasul / nabi-nabi juga mengatakan seseorang sebagai
‘bodoh’. Tetapi dalam semua ayat-ayat ini, kata bahasa Yunaninya berbeda
dengan yang digunakan dalam Matius 5:22 dan Matius 23:17.

Dari semua ini harus disimpulkan bahwa sama seperti marah, maka mengatakan
‘bodoh’ / ‘tolol’ hanya salah, kalau hal itu dilandasi kebencian atau emosi yang
tidak terkendali.

c. Adanya ‘ganjelan’ yang belum dibereskan dalam hati saudara kita terhadap
kita.

Matius 5:23-24 - “(23) Sebab itu, jika engkau mempersembahkan


persembahanmu di atas mezbah dan engkau teringat akan sesuatu yang ada
dalam hati saudaramu terhadap engkau, (24) tinggalkanlah persembahanmu di
depan mezbah itu dan pergilah berdamai dahulu dengan saudaramu, lalu
kembali untuk mempersembahkan persembahanmu itu”.

(1) Apa yang dimaksud dengan ‘ganjelan’ itu?

William Hendriksen beranggapan (hal 300) bahwa ‘ganjelan’ itu tidak mungkin
merupakan sesuatu yang remeh / kecil, karena kalau demikian, alangkah
sedikitnya orang yang bisa berbakti kepada Allah. Jadi, ia beranggapan bahwa
‘ganjelan’ itu haruslah sesuatu yang cukup penting / besar. Tetapi saya
berpendapat bahwa kata-kata ini sukar dipraktekkan, karena besar atau kecil
merupakan sesuatu yang relatif.

Selanjutnya Hendriksen membahas apakah orang yang mempunyai ganjelan


terhadap kita itu harus benar, baru kita wajib melakukan ay 23-24 ini? Atau
apakah sekalipun ia tidak benar, tetapi ia menyangka bahwa ia benar, kita tetap
wajib melakukan ay 23-24 ini?

Pulpit Commentary: “It is noteworthy that our Lord in this verse does not define
on whose side the cause of the quarrel lies” (= Perlu diperhatikan bahwa Tuhan
kita dalam ayat ini tidak mendefinisikan pada sisi siapa penyebab pertengkaran
ini terletak) - hal 162.

Hendriksen mengatakan bahwa Lenski berpendapat bahwa orang yang


mempunyai ganjelan itu harus benar. Matthew Poole juga mengatakan (hal 23)
bahwa orang itu harus mempunyai ‘just reason’ (= alasan yang benar).

Tetapi Hendriksen sendiri beranggapan bahwa kalaupun saudara kita itu salah,
tetapi kalau ia mengira dirinya benar, sehingga ia mempunyai ganjelan terhadap
kita, maka kita tetap harus mengusahakan perdamaian dengan dia (bukan minta
maaf, tetapi menjelaskan / memberi pengertian kepadanya). Dan kelihatannya
Pulpit Commentary mempunyai pandangan yang sama dengan Hendriksen.

Satu hal lain yang ingin saya tambahkan adalah: kalau kita disuruh berinisiatif
untuk membereskan suatu ‘ganjelan’ yang ada dalam diri saudara kita, apalagi
kalau ‘ganjelan’ itu ada dalam diri kita sendiri! Adakah saudara seiman / orang di
sekitar saudara terhadap siapa saudara mempunyai ‘ganjelan’? Bawa itu kepada
Tuhan, dan bereskan! Bahkan mungkin sekali untuk membereskan hal itu,
saudara harus datang kepada orang tersebut, membicarakannya, dan
membereskannya!

(2) Bagaimana kalau kita sudah mengusahakan perdamaian secara benar, tetapi
orang tersebut tidak mau berdamai?

Pulpit Commentary: “The Christian can never excuse himself by saying, ‘My
brother will not be reconciled to me.’ He must be; and the Christian must not rest
until he is. The burden of right relations rests on him” (= Orang kristen tidak
pernah bisa beralasan dengan berkata: ‘Saudaraku tidak mau diperdamaikan
dengan aku’. Ia harus; dan orang kristen itu tidak boleh berhenti sampai ia mau.
Beban dari hubungan yang benar ada pada orang kristen itu) - hal 225.

Saya berpendapat bahwa kata-kata ini salah, tolol dan tidak masuk akal. Clarke
mengatakan (hal 72) bahwa kalau kita sudah berusaha untuk berdamai, tetapi
orang itu tidak mau, maka itu tidak akan menghalangi ibadah kita kepada Allah.

Bdk. Roma 12:18 - “Sedapat-dapatnya, kalau hal itu bergantung padamu,


hiduplah dalam perdamaian dengan semua orang!”.
NIV: ‘If it is possible, as far as it depends on you, live at peace with everyone’ (=
Jika memungkinkan, sejauh itu tergantung kepadamu, hiduplah dalam damai
dengan setiap orang).

Calvin (tentang Matius 5:23): “so long as a difference with our neighbour is kept
up by our fault, we have no access to God” (= selama suatu perbedaan dengan
sesama kita dipelihara / dipertahankan oleh kesalahan kita, kita tidak mempunyai
akses kepada Allah).

Calvin (tentang Roma 12:18): “We are not to seek to be in such esteem as to
refuse to undergo the hatred of any for Christ, whenever it may be necessary.
And indeed we see that there are some who, though they render themselves
amicable to all by the sweetness of their manners and peaceableness of their
minds, are yet hated even by their nearest connections on account of the gospel.
The second caution is, - that courteousness should not degenerate into
compliance, so as to lead us to flatter the vices of men for the sake of preserving
peace. Since then it cannot always be, that we can have peace with all men, he
has annexed two particulars by way of exception, ‘If it be possible,’ and, ‘as far as
you can.’” (= Kita tidak boleh mengusahakan untuk berada dalam penilaian
seperti itu sehingga menolak untuk mengalami kebencian dari siapapun demi
Kristus, kapanpun itu diperlukan. Dan memang kita melihat bahwa ada beberapa
orang yang, sekalipun mereka membuat diri mereka sendiri ramah / baik kepada
semua orang oleh manisnya cara-cara / sikap mereka dan kecintaan damai dari
pikiran mereka, tetapi dibenci bahkan oleh koneksi-koneksi mereka karena injil.
Hal kedua yang harus diwaspadai adalah, - bahwa kesopanan tidak boleh
memburuk menjadi kecenderungan untuk mengalah, sehingga membimbing kita
untuk menjilat kejahatan-kejahatan dari orang-orang demi memelihara
perdamaian. Jadi, karena kita tidak selalu bisa mempunyai damai dengan semua
orang, ia telah menggabungkan dua keterangan sebagai perkecualian, ‘Jika
memungkinkan’, dan ‘sejauh kamu bisa’.).

(3) Mengapa hal seperti ini dihubungkan oleh Yesus dengan hukum ke 6?

D. Martyn Lloyd-Jones: “the commandment not to kill really means we should


take positive steps to put ourselves right with our brother” (= perintah untuk tidak
membunuh berarti bahwa kita harus mengambil langkah-langkah yang positif
untuk meluruskan / memperbaiki hubungan kita dengan saudara kita) - ‘Studies
in the Sermon on the Mount’, hal 227.

d. Ada hutang yang belum dibayar (ay 25-26).

Matius 5:25-26 - “(25) Segeralah berdamai dengan lawanmu selama engkau


bersama-sama dengan dia di tengah jalan, supaya lawanmu itu jangan
menyerahkan engkau kepada hakim dan hakim itu menyerahkan engkau kepada
pembantunya dan engkau dilemparkan ke dalam penjara. (26) Aku berkata
kepadamu: Sesungguhnya engkau tidak akan keluar dari sana, sebelum engkau
membayar hutangmu sampai lunas”.
(1) Kata-kata ‘sebelum engkau membayar hutangmu sampai lunas’ pada akhir ay
26 menunjukkan bahwa persoalan yang akan dibawa ke pengadilan itu adalah
persoalan hutang yang belum / tidak dibayar.

(2) Sebetulnya berhutang saja sudah merupakan sesuatu yang memalukan,


apalagi kalau berhutang dan tidak membayar hutangnya. Kitab Suci
menggambarkan orang yang berhutang dan tidak membayar kembali sebagai
orang fasik.

Ulangan 28:1,2,12 - “(1) ‘Jika engkau baik-baik mendengarkan suara TUHAN,


Allahmu, dan melakukan dengan setia segala perintahNya yang kusampaikan
kepadamu pada hari ini, maka TUHAN, Allahmu, akan mengangkat engkau di
atas segala bangsa di bumi. (2) Segala berkat ini akan datang kepadamu dan
menjadi bagianmu, jika engkau mendengarkan suara TUHAN, Allahmu: ... (12)
TUHAN akan membuka bagimu perbendaharaanNya yang melimpah, yakni
langit, untuk memberi hujan bagi tanahmu pada masanya dan memberkati
segala pekerjaanmu, sehingga engkau memberi pinjaman kepada banyak
bangsa, tetapi engkau sendiri tidak meminta pinjaman”.

Roma 13:8a - “Janganlah kamu berhutang apa-apa kepada siapapun juga, tetapi
hendaklah kamu saling mengasihi”.

Catatan: banyak penafsir mengatakan bahwa ayat ini tidak bicara tentang hutang
uang, tetapi tetap ada yang menganggap ini juga berhubungan dengan uang.

Mazmur 37:21a - “Orang fasik meminjam dan tidak membayar kembali”.

(3) Hutang yang tidak dibayar jelas akan merupakan suatu ganjelan dalam diri
orang yang memberi hutang, dan karena itu orang kristen harus secepatnya
membereskan hutangnya.

(4) Kontras dan persamaan.

Ada kontras antara ay 22-24 dengan ay 25-26. Yang pertama berurusan dengan
‘saudaranya’ (ay 22) / ‘saudaramu’ (ay 23), dan yang kedua berurusan dengan
‘lawanmu’ (ay 25).

Tetapi juga ada persamaan antara ay 23-24 dengan ay 25-26, yaitu ada ganjelan
dalam diri orang tersebut terhadap kita, dan ini harus dibereskan. Persamaan
yang lain adalah bahwa dalam kedua kasus, persoalannya harus dibereskan
dengan secepatnya (jangan ditunda-tunda).

Barclay: “When personal relations go wrong, in nine cases out of ten immediate
action will mend them; but if that immediate action is not taken, they will continue
to deteriorate, and the bitterness will spread in an ever-widening circle” (= Pada
waktu hubungan pribadi rusak, dalam 9 dari 10 kasus, tindakan langsung /
segera akan memperbaikinya; tetapi jika tindakan langsung / segera itu tidak
dilakukan, hubungan itu akan terus memburuk, dan kepahitan akan menyebar
makin lama makin luas) - hal 145.

k) Fitnah.

Sekalipun fitnah itu sendiri bukan pembunuhan, tetapi fitnah sering menyebabkan
matinya seseorang, dan dalam kasus seperti itu, menjadi pembunuhan /
pelanggaran terhadap hukum keenam ini.

Contoh:

1. Fitnah terhadap Nabot (1Raja 21:1-16).

2. Fitnah terhadap Stefanus (Kis 6:13-14).

3. Fitnah terhadap Yesus (Matius 26:59-61 Markus 14:57-59).

Renungkan: berapa kali saudara melanggar hukum ke 6 ini?KHOTBAH HUKUM


KE 6: JANGAN MEMBUNUH (KELUARAN 20:13).

Anda mungkin juga menyukai