Anda di halaman 1dari 111

LAPORAN TUTORIAL

BLOK PEDIATRI

SKENARIO 1
BAYIKU...

KELOMPOK XIII
ADAM HAVIYAN G0013002
CHELSEA PRESCYLLIA G0013062
ELDYA YOHANINGTYAS G0013084
FEBRI DWI NINGTYAS G0013094
FIKRI DIAN DINU A G0013096
GISKA WIDYA DEPHITA G0013102
KHANSZARIZENNIA MADANY AGRI G0013130
MEGA ELISA HASYIM G0013152
NAILA MAJE’DHA D G0013170
RICKY IRVAN A G0013200

TUTOR: Ratih Dewi Yudhani, dr., M. Sc

FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2016
BAB I

PENDAHULUAN

SKENARIO I

BAYIKU...

Seorang ibu G2P1A0 berusia 26 tahun dengan usia kehamilan 39 minggu


melahirkan seorang bayi perempuan dengan berat 3,2 kg, panjang 47 cm secara
spontan, warna ketuban jernih, tidak ada mekoneum.

Saat bayi lahir didapatkan bayi tidak bernafas, tonus otot kurang baik. Setelah
dilakukan resusitasi sampain dengan pemberian ventilasi tekanan positif idapatkan
bayi bernafas spontan, tidak ada retraksi, denyut jantung 100x/menit. Skor Apgar 5 –
7 – 10.

Dari anamnesis riwayat kehamilan didapatkan ANC tidak teratur, ketuban


pecah 24 jam, tidak ada demam sebelum melahirkan. Catatan kesehatan ibu
menunjukkan bahwa tanda vital ibu normal. Pemeriksaan TORCH negatif, HbsAg
negatif, gula darah normal. Salunjutnya bayi dan ibunya dibawa ke ruang perawatan
untuk dirawat gabung dan diberikan ASI oleh ibu
BAB II
DISKUSI DAN TINJAUAN PUSTAKA

Seven Jump
A. Langkah I : Membaca skenario dan memahami pengertian beberapa istilah
dalam skenario.
Dalam skenario ini, kami mengklarifikasi istilah sebagai berikut:
1. G2P1A0 adalah sebuah singkatan yang menunjukkan data tentang
jumlah Gravid (kehamilan), jumlah Paritas (kelahiran anak baik lahir
hidup atau lahir mati), dan jumlah Abortus (keguguran) yang dialami
oleh seorang wanita. Dalam skenario ini berarti wanita tersebut telah
mengalami kehamilan sebanyak dua kali, melahirkan sebanyak satu
kali dan tidak pernah mengalami keguguran atau abortus.
2. Melahirkan spontan adalah melahirkan secara alami tanpa bantuan alat
seperti induksi, epidural atau vacuum
3. Mekoneum adalah feses (tinja) pertama bayi yang baru lahir, yang
kental, lengket dan berwarna hitam kehijauan. Mekoneum terbuat dari
cairan ketuban, lendir, lanugo (rambut halus yang menutupi tubuh
bayi), empedu dan sel-sel yang berasal dari kulit dan saluran usus
4. Resusitasi adalah usaha dalam memberikan ventilasi yang adekuat,
pemberian oksigen dan curah jantung yang cukup sehingga fungsi
pernafasan bisa kembali normal
5. Ventilasi tekanan positif adalah bagian dari tindakan resusitasi untuk
memasukkan sejumlah udara ke dalam paru dengan tekanan positif
yang memadai untuk membuka alveoli paru agar bayi bisa bernapas
spontan dan teratur.
6. TORCH adalah istilah untuk menggambarkan gabungan dari empat
jenis penyakit infeksi, yaitu Toksoplasma, Rubella, Cytomegalovirus,
dan Herpes
7. Skor APGAR adalah suatu metode penilaian yang digunakan untuk
mengkaji kesehatan neonatus dalam menit pertama setelah lahir
sampai 5 menit setelah lahir, serta dapat diulang pada menit ke 10-15.
Terdiri dari Appearance (warna kulit), Pulse (denyut nadi), Grimace
(refleks terhadap rangsangan), Activity (tonus otot) dan Respiration
(usaha bernapas)
8. Ketuban atau amnion adalah cairan bening kekuningan yang
mengelilingi bayi belum lahir (janin) selama kehamilan yang berada
dalam kantung amnion. Volume terbanyak pada usia kehamilan 34
minggu
9. Retraksi adalah keadaan dimana tulang iga terlihat lebih menonjol
pada saat inspirasi, yang disebabkan oleh penggunaan berlebih dari
otot dada untuk bernapas. Hal ini biasanya adalah tanda dari kesulitan
bernapas (Blahd, 2014)
10. ANC atau antenatal care adalah asuhan antenatal, adalah upaya
preventif program pelayanan kesehatan obstetrik untuk optimalisasi
luaran maternal dan neonatal melalui serangkaian kegiatan
pemantauan rutin selama kehamilan
11. Rawat gabung adalah cara perawatan dimana ibu dan bayi yang baru
dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan ditempatkan dalam sebuah
ruangan, kamar atau tempat bersama-sama selama 24 jam penuh
seharinya

B. Langkah II : Menentukan atau mendefinisikan permasalahan


Permasalahan pada skenario ini adalah sebagai berikut :
1. Apakah usia ibu pada skenario tergolong usia yang normal untuk
melahirkan?
2. Bagaimana intepretasi berat badan bayi, warna ketuban, mekoneum
dan panjang bayi?
3. Apakah usia kehamilan ibu normal untuk melahirkan?
4. Bagaimana kriteria APGAR dan intepretasinya dalam kasus?
5. Bagaimana proses tumbuh kembang fetus dan bagaimana kriteria bayi
normal?
6. Bagaimana alur dari resusitasi dan indikasinya?
7. Bagaimana perubahan fisiologis bayi intrauterin hingga ektsrauterin?
8. Mengapa bayi tidak dapat bernapas saat lahir?
9. Mengapa tonus otot berkurang?
10. Bagaimana hubungan ANC dan kehamilan (berapa kali, apa yang
diperiksa, manfaat)?
11. Bagaimana intepretasi ketuban pecah 24 jam?
12. Apakah manfaat, indikasi dan kontra indikasi dari rawat gabung?
13. Bagaimana intepretasi catatan kesehatan ibu (tidak ada demam, vital
sign normal, TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal) dan
pengaruhnya terhadap bayi?
14. Bagaimana penjelasan mengenai manfaat dari ASI, fisiologi,
manajemen laktasi, cara menyusui dan Inisiasi Menyusui Dini?

C. Langkah III : Menganalisis permasalahan dan membuat pernyataan sementara


mengenai permasalahan.
Analisis sementara oleh kelompok kami mengenai permasalahan yang
disebutkan dalam langkah II adalah
1. LO nomor 1 : Apakah usia ibu pada skenario tergolong usia yang
normal untuk melahirkan?
Ibu hamil dengan resiko tinggi adalah ibu yang mempunyai resiko atau
bahaya yang lebih besar pada kehamilan/persalinan dibandingkan
dengan kehamilan/persalinan normal. Ada sekitar 5-10% kehamilan
yang termasuk dalam resiko tinggi. (Suririnah, 2008) Kehamilan
resiko tinggi adalah keadaan yang dapat mempengaruhi optimalisasi
ibu maupun janin pada kehamilan yang dihadapi. (Manuaba, 2008).
Faktor-faktor risiko dalam kehamilan :
1) Terlalu muda
Terlalu Muda (Primi Muda) adalah ibu hamil pertama pada
usia kurang dari 20 tahun. Dimana kondisi panggul belum
berkembang secara optimal dan kondisi mental yang belum
siap menghadapi kehamilan dan menjalankan peran sebagai
ibu. (BKKBN, 2007) Secara fisik, kondisi rahim dan panggul
belun berkembang secara optimal, mengakibatkan kesakitan
dan kematian bagi ibu dan bayinya. Pertumbuhan dan
perkembangan fisik ibu terhenti/terhambat. Secara mental,
tidak siap menghadapi perubahan yang akan terjadi pada saat
kehamilan
Risiko yang dapat terjadi:
a. Bayi lahir belum cukup bulan
b. Perdarahan dapat terjadi sebelum bayi lahir
c. Perdarahan dapat terjadi setelah bayi lahir (Rochjati,
2003)
2) Terlalu tua
Terlalu Tua (Primi Tua) adalah ibu hamil pertama pada usia ≥
35 tahun. Pada usia ini organ kandungan menua ,jalan lahir
tambah kaku, ada kemungkinan besar ibu hamil mendapat anak
cacat, terjadi persalinan macet dan perdarahan (Rochjati, 2003)
Pada usia ini kondisi kesehatan ibu mulai menurun, kualitas
uterus dan ovum menurun sehingga kemungkinan adanya
komplikasi dalam medis dan persalinan meningkat
Risiko yang dapat terjadi:
a. Hipertensi/tekanan darah tinggi
b. Pre-eklamspsi
c. Ketuban pecah dini: yaitu ketuban pecah sebelum
persalinan dimulai
d. Persalinan macet: ibu yang mengejan lebih dari 1 jam,
bayi tidak dapat lahir dengan tenaga ibu sendiri melalui
jalan lahir biasa.
e. Perdarahan setelah bayi lahir
f. Bayi lahir dengan berat badan lahir rendah/BBLR <
2500 gr
3) Terlalu sering / terlalu dekat jarak kelahiran
Terlalu Dekat Jarak Kehamilan adalah jarak antara kehamilan
satu dengan berikutnya kurang dari 2 tahun (24 bulan). Kondisi
rahim ibu belum pulih, waktu ibu untuk menyusui dan merawat
bayi kurang. (BKKBN, 2007)
Risiko yang dapat terjadi:
a. Keguguran
b. Anemia
c. Bayi lahir belum waktunya
d. Berat badan lahir rendah (BBLR)
e. Cacat bawaan
f. Tidak seoptimalnya tumbuh kembang balita
4) Terlalu banyak
Terlalu Banyak Anak (Grande Multi) adalah ibu pernah hamil
atau melahirkan lebih dari 4 kali atau lebih. Kemungkinan akan
di temui kesehatan yang terganggu, kekendoran pada dinding
perut, tampak pada ibu dengan perut yang menggantung
(Rochjati, 2003) Hal ini dapat mengakibatkan terjadinya
ganguan dalam kehamilan, menghambat proses perslainan
(seperti kelainan letak), tumbuh kembang anak kurang optimal
serta relatif menambah beban ekonomi keluarga.
Risiko yang dapat terjadi:
a. Kelainan letak, persalinan letak lintang
b. Robekan rahim pada kelainan letak lintang
c. Persalinan lama
d. Perdarahan pasca persalinan
Sehingga ibu pada skenario tidak termasuk ibu dengan risiko tinggi
karena tidak memenuhi kategori terlalu tua, terlalu muda, terlalu sering
dan terlalu banyak.
2. LO nomor 2 : Bagaimana intepretasi berat badan bayi, warna
ketuban, mekoneum dan panjang bayi?
Bayi baru lahir normal memiliki ciri-ciri sebagai berikut:
 Berat badan 2500 – 4000 gram
 Panjang badan 48 – 52 cm
 Lingkar kepala 33 – 35 cm
 Lingkar dada 30 – 38 cm
Klasifikasi berat badan bayi baru lahir (Manuaba, 2007)
 Bayi dengan berat badan normal : 2.500 – 4.000 gram
 Bayi dengan berat badan lebih : > 4000 gram
 Bayi dengan berat badan rendah : <2500 gram / 1500 – 2500
gram
 Bayi dengan berat badan sangat rendah : <1.500 gram
 Bayi dengan berat badan ekstrim rendah : <1.000 gram
Ciri-ciri bayi baru lahir normal:
a. Keadaan umum : bayi sehat tampak kemerah – merahan, aktif,
tonus otot baik, menangis keras, minum baik.
b. Suhu rectal diukur setiap 30 menit sampai suhu tubuh di atas
36⁰.
c. Tiga hari pertama berat badan akan turun oleh karena bayi
mengeluarkan air kencing dan mekonium , sedangkan cairan
yang masuk belum cukup. Pada hari ke empat berat badan akan
naik lagi.
d. Mekonium berwarna hijau tua yang telah berada di saluran
pencernaan sejak berumur 16 minggu, akan mulai keluar dalam
waktu 24 jam, pengeluaran ini akan berlangsung sampai hari ke
2 – 3. Pada hari ke 4 sampai 5 tinja menjadi coklat kehijauan.
Selanjutnya warna tinja tergantung jenis susu yang
diminumnya.
e. Denyut jantung menit pertama 180 kali/ menit lalu turun
sampai 140 kali/ menit – 120 kali/menit pada waktu bayi
berumur 30 menit.
f. Pernafasan cepat pada menit – menit pertama (kira – kira 80
kali/menit)

Interpretasi warna ketuban


Air ketuban yang normal jernih berwarna agak kekuningan,
menyelimuti janin di dalam rahim selama masa kehamilan. Warna air
ketuban kehijauan atau kecoklatan menunjukkan bahwa neonatus telah
mengeluarkan mekonium (kotoran yang terbentuk sebelum lahir, pada
keadaan normal keluar setelah lahir saat pergerakan usus yang pertama
kali). Hal ini dapat menjadi petanda bahwa neonatus dalam keadaan
stres. Keadaan hipoksia menyebabkan peristaltik usus dan relaksasi
otot sfingter ani, maka mekonium dapat keluar melalui anus. Seorang
neonatus dapat menghirup cairan tersebut sehingga mengakibatkan
masalah pernapasan yang serius yaitu sindrom aspirasi mekonium
(SAM) yang membutuhkan penanganan yang tepat. Apabila seorang
klinikus melihat mekonium selama proses persalinan, dapat dilakukan
pemberian amnioinfusion bagi ibu dengan harapan dapat mencegah
berbagai komplikasi pada neonatus. Dijumpainya mekonium di dalam
air ketuban meninggalkan bekas atau sejumlah bukti. Apabila
mekonium berada selama empat jam atau lebih di dalam air ketuban,
maka dasar kuku (nail bed) janin akan berwarna dan kalau berada di
dalam air ketuban dua puluh empat jam atau lebih verniks kaseosa
akan ikut berwarna. Selaput ketuban dan tali pusat pun akan berwarna
oleh mekonium dalam waktu tiga jam dan makrofag dalam satu jam.
Cairan yang berwarna merah jambu menunjukkan perdarahan
yang baru terjadi, sedangkan air ketuban yang berwarna seperti anggur
menunjukkan adanya riwayat perdarahan. Tanda warna air ketuban
tersebut kemungkinan trivial tetapi dapat membantu menentukan
penyebab yang mungkin (IDAI, 2011).

3. LO nomor 4 : Bagaimana kriteria APGAR dan intepretasinya dalam


kasus?
APGAR score adalah suatu metode sederhana yang digunakan
untuk meniali keadaan umum bayi sesaat setelah kelahiran. Tujuannya
untuk mengetahui apakah bayi menderita asfiksia atau tidak. Aspek
yang dinilai adalah warna kulit (Appearance), denyut jantung (Pulse),
respon refleks (Grimace), tonus otot (Activity) dan pernafasan
(Respiration).
Pemeriksaan dilakukan segera setelah bayi lahir, kemudian
diulang setiap 5 menit apabila kondisi bayi belum termasuk normal
(skor APGAR kurang dari 7)
Tabel 1. Kriteria APGAR score

Tabel 2. Interpretasi APGAR score


Atas dasar pengalaman klinis, skor APGAR dapat dibagi dalam
beberapa rentang untuk menilai asfiksia neonatorum:
1) Vigarous baby
Skor APGAR 7-10. Dalam hal ini bayi dianggap sehat dan
tidak memerlukan tindakan istimewa
2) Mild-moderate asphyxia
Skor APGAR 4-6. Pada pemeriksaan fisik akan terlihat
frekuensi jantung >100 kali/menit, tonus otot kurang baik atau
baik, sianosis, refleks iritabilitas tidak ada
3) Severe asphyxia
Skor APGAR 0-3. Pada pemeriksaan fisik ditemukan frekuensi
jantung <100 kali/menit, tonus otot buruk, sianosis berat dan
kadang-kadang pucat, refleks iritabilitas tidak ada

Skor APGAR dapat digunakan untuk menentukan perlu


tidaknya dilakukan resusitasi pada neonatus. Skor APGAR pada menit
15 dan 20 lebih bernilai dalam prognosis neonatus dibandingkan skor
APGAR pada menit 1 dan 5.

Tabel 3. Tindakan resusitasi berdasarkan skor APGAR


Skor Apgar Resusitasi
8,9,10 Tidak ada
5,6,7 Hanya masker O2
2,3,4 Bagging dan masker O2
0 Akselerasi jantung (RJP)

Penilaian Skor APGAR


1) Skor APGAR berguna dalam menilai kondisi bayi saat lahir
2) Skor APGAR saja tidak dapat dijadikan bukti adanya
kerusakan neurologis yang disebabkan oleh hipoksia
3) Bayi yang baru lahir dengan asfiksia yang cukup berat
sehingga dapat menyebabkan kerusakan neurologis akut harus
menunjukkan semua tanda di bawah ini:
a. Ditemukan asidemia atau campuran (pH 7.00) pada
contoh arteri umbilicus
b. Skor APGAR 0-3 selama lebih dari 5 menit
c. Manifestasi neurologi seperti kejang, koma atau
hipotonik
d. Bukti adanya disfungsi multiorgan

Kita membedakan antara penggunaan terminologi depresi


neonatus dengan asfiksia neonatorum. Depresi neonatus merupakan
suatu kondisi dimana neonatus itu memiliki skor APGAR yang rendah,
kurang dari 5 dalam menit pertama atau kurang dari 7 dalam menit ke-
5. Bayi yang menunjukkan tanda-tanda tonus yang lemah, warna yang
jelek, respons yang buruk, dan depresi. Asfiksia perinatal adalah
kondisi dimana bayi memiliki manifestasi abnormalitas gas darah, dan
pH lebih rendah dari 7,1 pada arteri dan 7,2 pada vena. Jadi asfiksia
hanya dapat dinyatakan apabila benar-benar telah ditemui abnormalitas
pada gas darah, karena asfiksia berarti interupsi dari respirasi.
Mayoritas bayi-bayi dengan skor APGAR yang rendah tidak memiliki
pH darah yang rendah.
Kekurangan skor APGAR ialah skor APGAR tidak
menunjukan prognosis jangka panjang dari bayi. Skor ini hanyalah
suatu perkiraan semikuantitatif dari pemeriksaan fisik dan respon bayi
saat dilakukan pemeriksaan. Untuk mendiagnosa depresi neonatus
sebagai suatu asfiksia dan hipoksikiskemia encephalopati, selain skor
APGAR yang rendah, juga diperlukan bukti adanya asidosis
metabolik, kerusakan multisistem organ, dan mungkin kejang.

4. LO nomor 5 : Bagaimana proses tumbuh kembang fetus dan


bagaimana kriteria bayi normal?
Pertumbuhan Fetus
Umur fetus (janin) yang sebenarnya, harus dihitung dari saat
fertilisasi atau karena fertilisasi selalu berdekatan dengan ovulasi,
sekurang-kurangnya dari saat ovulasi. Dalam praktek, tuanya
kehamilan dihitung dari haid yang terakhir. Sesuai dengan tingkat
pertumbuhan, berbagai nama diberikan pada anak yang dikandung itu.
1) Ovum : Umurnya dari 0 – 2 minggu setelah fertilisasi
2) Embrio : Umurnya dari 3 – 5 minggu, mulai terjadi
pembentukan alat-alat badan dalam bentuk dasar
3) Fetus : Janin yang sudah mempunyai bentuk manusia

Pertumbuhan fetus (janin) dipengaruhi oleh:


1) Faktor ibu, seperti:
a. Tinggi badan
b. Keadaan gizi
c. Tingginya tempat tinggal
d. Peminum atau perokok
e. Kelainan pembuluh darah
f. Kelainan uterus
g. Kehamilan ganda
2) Faktor anak, seperti:
a. Jenis kelamin
b. Kelainan genetis
c. Infeksi intrauterine terutama oleh virus
d. Kelainan kongenital lainnya
3) Faktor Plasenta, seperti:
Insuffisiensi dari plasenta dapat menyebabkan
malnutrition intrauterine. Minggu ke-4 panjang kepala-bokong
sekitar 44 mm dan meningkat 1 mm perhari sampai 30 mm
antara Minggu ke-8 dan 28, pertumbuhan meningkat pesat
menjadi sekitar 1,5 mm perhari, hingga periode ini dikenal
sebagai periode pertumbuhan janin.
Pertumbuhan janin adalah hasil dari interaksi antara
dorongan genetik untuk tumbuh dan penyediaan nutrisi selama
kehamilan untuk menunjang dorongan tersebut yang
melibatkan interaksi dinamis antara janin plasenta dan ibunya.

Perkembangan Fetus
Hasil konsepsi terpendam dalam endometrium uterus,
mendapat makanan dari darah ibu, selama 10 minggu organ-organ
terbentuk. Embrio terbungkus dalam dua membran sebelah dalam
amnion dan sebelah luar korion. Selama perkembangan 8 minggu
pertama, terbentuk plasenta sehingga fetusakan terikat oleh tali pusar.
Permulaan periode embrional sebagai mulainya Minggu ke-3
setelah ovulasi. Akhir periode embrional dan mulainya periode janin
ditetapkan oleh sebagian ahli embriologi, terjadi 8 minggu setelah
fertilisasi, atau 10 minggu setelah mulainya periode menstruasi
terakhir.
Pada akhir Minggu ke-8 ini, tubuh bayi mulai terbentuk, dan
kini disebut fetus (berasal dari bahasa latin yang berarti keturunan)
atau janin. Pada usia ini, fetus berukuran kira-kira 3,5 cm dan terus
tumbuh cepat hingga Minggu ke-20, baru kemudian laju
pertumbuhannya melambat. Kepalanya tampak besar jika
dibandingkan dengan tubuhnya tapi wajahnya mulai terbentuk.
Matanya lebih besar dan kini terletak di bagian depan muka untuk
mempersiapkan kemampuan melihatnya. Pembuluh air mata juga telah
terbentuk pada Minggu ke delapan dan telinganya yang terletak di
leher berlahan-lahan jari-jari tangan dan kaki tampak jelas meskipun
masih diliputi selaput tipis.
Walaupun jenis kelamin bayi telah ditentukan sejak konsepsi,
namun belum dapat diketahui hingga Minggu ke-9 setelah alat
kelaminnya muncul, dan jenis kelaminnya dapat dibedakan sejak fetus
berusia 12 minggu. Pada Minggu ke-12 fetus sudah terbentuk
sempurna, kini panjangnya sekitar 8,5 cm. Kantong amniotik berisi
100 ml cairan amniotik. Kepala fetus kini tampak membulat, leher dan
wajahnya telah terbentuk, dan telinganya sudah berada di tempat yang
tepat. Bila dahi fetus disentuh, maka kepalanya akan berpaling dan
keningnya berkerut. Fetus telah mampu menelan dan menggerakkan
bibir atasnya. Kini bagian luar alat kelamin fetus sudah cukup
berkembang sehingga sudah bisa dilihat dan ditetapkan jenis
kelaminnya.
Pertumbuhan tangan janin pada Minggu ke-12 yakni mula-
mula berupa kuncup di ujung lengan lalu diakhir Minggu ke-4 pada
Minggu ke-6 tampak seperti dayung beralur-alur yang kelak akan
berbentuk jari, Lalu jaringan alur-alur tadi memecah dan membentuk
jari-jari dan pada Minggu ke-7, jari-jari telah terbentuk Ujungnya
tampak bengkak, karena pembentukan lapisan peraba. Kuku jari
berbentuk, mulai Minggu ke-10; mula-mula dilapisi selaput kulit tipis,
tapi kukunya belum sempurna hingga usia janin mencapai Minggu ke-
32. Pada Minggu ke-12 jari-jari janin telah berbentuk seluruhnya
Pada usia 16 minggu panjang janin sekitar 14 cm, beratnya
sekitar 130g, tubuhnya ditumbuhi bulu-bulu halus yang disebut lanugo
(latin : lana, wol). Fungsi lanugo belum diketahui. Mula-mula lanugo
tumbuh pada alis mata dan bibir bagian atas tapi pada minggu ke 20
mulai menutupi seluruh tubuh.
Pada Minggu ke 16, vernix caseosa, sal licin berwarna putih
mulai terbentuk. Dapat terlihat jelas di wajah dan kulit kepala pada
Minggu ke 18. mula-mula muncul di punggung, rambut dan lipatan
sendi, namun kemudian menutupi seluruh tubuh. Lapisan luar yang
terbentuk pada bagian kulit tapak kaki dan jari-jarinya, juga tangan dan
jari-jarinya memiliki pola khusus pada setiap manusia.
Pada Minggu ke 28, panjang fetus menjadi kira-kira 1,1 kg.
Antara Minggu ke 26 dan 29, kelopak matanya sudah tumbuh,
sementara rambut di kepalanya sudah panjang, lanugo mulai
menghilang dan warna kulitnya berubah dari merah menjadi warna
kulit manusia umumnya. Pada Minggu ke 28, testis bayi lelaki yang
mulanya di perut mulai turun ke bawah, dan mencapai scrotum pada
Minggu ke 32, testis pada bayi.

Perkembangan Berdasarkan Usia


1) Bulan ke-3
a. Panjangnya 40 mm
b. Janin sudah mempunyai sistem organ seperti yang
dipunyai oleh orang dewasa
c. Genitalnya belum dapat dibedakan antara jantan dan
betina dan tampak seperti betina serta denyut jantung
sudah dapat didengar
2) Bulan ke-4
a. Panjang 56 mm
b. Kepala masih dominan dibandingkan bagian badan
c. Genitalia eksternal tampak berbeda
d. Minggu ke-16 semua organ vital sudah terbentuk.
Pembesaran uterus sudah dapat dirasakan oleh ibu
3) Bulan ke-5
a. Panjang 112 mm
b. Akhir bulan ke-5 ukuran fetus mencapai 160 mm
c. Muka nampak seperti manusia dan rambut mulai
nampak di seluruh tubuh (lanugo)
d. Pada yang jantan, testis mulai menempati tempat
dimana ia akan turun ke dalam skrotum
e. Gerakan janin sudah dapat dirasakan oleh ibu
f. Paru-paru sudah selesai dibentuk tapi belum berfungsi
4) Bulan ke-6
a. Ukuran tubuh sudah lebih proporsional tapi nampak
kurus
b. Organ internal sudah pada posisi normal
5) Bulan ke-7
a. Janin nampak kurus, keriput dan berwarna merah
b. Skrotum berkembang dan testis mulai turun untuk
masuk ke skrotum, hal ini selesai pada bulan ke-9
c. Sistem saraf berkembang sehingga cukup untuk
mengatur pergerakan fetus, jika dilahirkan 10% dapat
bertahan hidup
6) Bulan ke-8
a. Testis ada dalam skrotum dan tubuh mulai ditumbuhi
lemak sehingga terlihat halus dan berisi
b. Berat badan mulai naik, jika dilahirkan 70% dapat
bertahan hidup
7) Bulan ke-9
a. Janin lebih banyak tertutup lemak (vernix caseosa)
b. Kuku mulai nampak pada ujung jari tangan dan kaki
8) Bulan ke-10
a. Tubuh janin semakin besar, maka ruang gerak menjadi
berkurang dan lanugo mulai menghilang
b. Percabangan paru lengkap tapi tidak berfungsi sampai
lahir. Ibu mensuplai antibodi plasenta mulai regresi dan
pembuluh darah plasenta juga mulai regresi.

Perkembangan Sistem Organ


1) Susunan Saraf Pusat
Neurulasi adalah pembentukan lempeng neural (neural
plate) dan lipatan neural (neural folds) serta penutupan lipatan
ini untuk membuat neural tube, yang terbenam ke dalam
dinding tubuh dan berdiferensiasi menjadi otak dan korda
spinalis. Neural tube terbentuk sempurna pada akhir Minggu
ke 4. notokord yang sedang terbentuk memicu ektoderm di
atasnya untuk menebal dan membentuk lempeng neural, yaitu
lempeng sel neuroepitel yang mirip sandal dan meninggi.
Lempeng ini menghasilkan susunan saraf pusat.
Pada pertengahan Minggu ke-3, timbul neural groove
(arul neural) di bagian tengah lempeng neural. Di kedua sisi
alur terdapat lipatan neural yang membesar di ujung cranial
sebagai awal pembentukan otak. Mesoderm paraksial
berdiferensiasi menjadi sklerotom, miotom dan dermatom yang
masing-masing menghasilkan tulang rangka sumbu, otak
rangka dan dermis kulit. Jumlah somit menunjukkan usia
mudigah. Organ sensori untuk janin berkembang sekitar
pertengahan masa gestasi.
2) Sistem Pencernaan
Antara Minggu ke 6 dan 8 perkembangan proliferasi sel
epitel yang melapisi bagian dalam lumen menyebabkan
obliterasi yang kemudian secara bertahap mengalami
regionalisasi. Pertumbuhan awal usus sangat cepat sehingga
usus keluar ke dalam rongga amnion. Enzim pencernaan
terdapat di sekitar Minggu ke 24-28, dengan pengecualian
laktasi. Koordinasi peristaltik usus janin mulai jelas pada
Minggu ke 14. Pada Minggu ke 34 sudah terjadi koordinasi
mengisap, menelan dan peristalsis. Usus mulai menghasilkan
mukus yang akhirnya akan diperlukan untuk melancarkan
lewatnya makanan dan feses selama transit. Mukus menumpuk
di usus janin sebagai mekoneum.
3) Wajah
Wajah terbentuk antara Minggu ke 5 dan 12 dari arkus
brakialis. Hidung tumbuh sebagai pilar jaringan mata terbentuk
dari kombinasi jaringan saraf dan ektoderm khusus. Telinga
mula-mula terletak rendah. Di bawah hidung tonjolan
maksilaris meluas untuk membentuk dasar hidung dan atap
mulut. Bibir atas terbentuk dari tonjolan yang meluas untuk
bertemu di bagian tengah. Fusi prosesus maksilaris yang tidak
memadai menyebabkan malformasi kongenital mulut fusi
palatuom sempurna pada Minggu ke 11.
4) Tengkorak
Tengkorak terbentuk dari jaringan mesenkim di sekitar
otak. Tengkorak di bentuk dari neurokranium yang melindungi
otak dan viserokranium yang membentuk kerangka wajah.
Tiap-tiap elemen tengkorak ini memiliki komponen dan
kartilaginosa pada janin. Tulang datar pada kavaria disatukan
untuk sutura fibrosa lunak yang berbuat dari jaringan ikat padat
yang memungkinkan adanya fleksibilitas. Di T4 sutura-sutura
bertemu terbentuk enam fontanel (ubun-ubun) membranosa
besar. Fontanel posterior menutup sekitar 3 bulan setelah lahir
dan fontanel posterior menutup saat bayi berusia sekitar 18
bulan.
5) Sistem Kardiovaskular
Merupakan sistem yang pertama terbentuk beberapa sel
di mosederm yolk sac kehilangan perlekan dan mulai bergerak
membentuk kelompok yang disebut pulau darah. Pulau-pulau
darah menyatu, membentuk saluran pembuluh darah yang
saling berhubungan untuk membentuk rute yang jelas.
Organisasi rute melintas yolk sac serupa dengan organisasi
geografis delta sungai tempat arus lemah berkonvolusi dan
bergabung.

Jantung primitif berkembang dari “tapal kuda”

mesoderm embrionik. Sebelah anterior lempeng prokrodal dan


membentuk dua saluran di tiap sisi usus depan membentuk
sebuah tabung jantung tunggal. Atrium primitif terbentuk saat
aliran dari vena umbilikus dan plasenta menyatu dengan
pembuluh darah dari kepala hingga menghasilkan volume
darah terbesar. Bentuk khas jantung dihasilkan oleh aliran sel
darah di dalam saluran pembuluh yang menyebabkan tabung
jantung mengambil bentuk lengkung huruf S yang akhirnya
berbentuk jantung.
Pada hari ke-21 sel yang mengelilingi jantung
berdiferensi menjadi sel miokardium yang mampu
menghasilkan respons hingga jantung yang terdiri atas 4
rongga berurutan mulai berdenyut. Susunan matang rongga
jantung tercapai oleh pertumbuhan ke dalam septum ke arah
bantalan atrioventrikel sentral di bagian tengah. Pertumbuhan
jantung janin sebagian bergantung pada after load yang
meningkat oleh faktor yang menyebabkan peningkatkan
impedansi plasenta.
6) Sistem Pernapasan
Trakea dan bronkus utama tumbuh sebagai kantung
keluar pada saluran pencernaan, perkembangannya bergantung
pada interaksi antara tonjolan endoderm dari usus depan yang
sedang tumbuh dan mesoderm splantik yang diinvasinya
sekitar hari ke-22 dan mengalami percabangan antara hari ke-
26 dan 28. Pada Minggu ke-5 perkembangan terbentuk
tonjolan sekunder di cabang kanan x 2 di cabang kiri, yaitu
lobus primitif paru. 4 tahapan dalam perkembangan sistem
pernafasan; fase mudigah (dari Minggu ke 3 - ke 37), fase pseu
dokanalikularis (Minggu ke 7 - ke 16), fase kanalikularis
(Minggu ke 16 - ke 24) dan kantung terminal (Minggu ke 24 -
sampai lahir).
7) Sistem Perkemihan
Berkembang dari mesoderm intermediate dan saling
berkaitan erat dengan kelamin selama perkembangan masa
janin terbentuk 3 pasang ginjal; pronetroi, mesonefroi dan
metanefroi.
a. Pronetroi merupakan struktur transien nonfungsional
yang muncul hanya selama beberapa minggu
b. Mesonefroi muncul pada Minggu ke-4 berfungsi
sebagai ginjal antara sampai akhir periode mudigah
c. Metanefroi terbentuk mulai Minggu ke-5 dan mulai
berfungsi sekitar 4 minggu kemudian janin
menghasilkan sampai 600 ml urine perhari. Urine
menjadi sumber utama cairan amnion dan juga
dihasilkan oleh membran amnion dan paru janin. Janin
menelan sebagian besar cairan amnion.
8) Otot dan Tungkai
Otot yang pertama terbentuk adalah otot punggung dari
pasangan somit. Pembentukan tulang berkaitan erat dengan
pertumbuhan otot dan sambungan saraf dari korda spinalis.
Anggota badan mulai tampai sebagai tonjolan yang berkaitan
dengan somit tertentu pada Minggu ke-4 perkembangan.
Tonjolan anggota badan dibentuk dari migrasi sel otot dari
miotom. Osifikasi perubahan ke struktur tulang dimulai sejak
usia 8 minggu tapi tetap belum sempurna saat lahir.
Menonjolnya jumlah tulang rawan di kerangka, mempermudah
pengeluaran janin saat melahirkan. Pada Minggu ke-9
kerangka tubuh hampir sempurna walaupun tulang tengkorak
masih terus dibentuk.

Bayi Baru Lahir


Kriteria normal bayi baru lahir sudah dibahas pada LO nomor 2.
Berikut manajemen dan perawatan bayi baru lahir (BBL):
Bayi Baru Lahir (BBL) sangat rentan terhadap infeksi yang
disebabkan oleh paparan atau kontaminasi mikroorganisme selama
proses persalinan berlangsung maupun beberapa saat setelah lahir.
Hal-hal yang harus diperhatikan dalam perawatan neonatal
esensial pada saat lahir meliputi:
1) Kewaspadaan Umum (Universal Precaution)
Beberapa mikroorganisme harus diwaspadai karena
dapat ditularkan lewat percikan darah dan cairan tubuh adalah
virus HIV, Hepatitis B dan Hepatitis C. Sebelum menangani
BBL, pastikan penolong persalinan telah melakukan upaya
pencegahan infeksi
2) Penilaian Awal
Untuk semua BBL, lakukan penilaian awal dengan
menjawab 4 pertanyaan:
 Apakah kehamilan cukup bulan?
 Apakah air ketuban jernih, tidak bercampur
mekoneum?
 Apakah bayi menangis atau bernapas / tidak megap-
megap?
 Apakah tonus otot bayi baik / bayi bergerak aktif?
Jika bayi kurang bulan (< 37 minggu/259 hari) atau bayi
lebih bulan (≥ 42 minggu/283 hari) dan atau air ketuban
bercampur mekonium dan atau tidak bernapas atau megap-
megap dan atau tonus otot tidak baik lakukan manajemen BBL
dengan Asfiksia
3) Pencegahan Kehilangan Panas
Saat lahir, mekanisme pengaturan suhu tubuh pada
BBL, belum berfungsi sempurna. Oleh karena itu, jika tidak
segera dilakukan upaya pencegahan kehilangan panas tubuh
maka BBL dapat mengalami hipotermia. Bayi dengan
hipotermia, berisiko tinggi untuk mengalami sakit berat atau
bahkan kematian. Hipotermia mudah terjadi pada bayi yang
tubuhnya dalam keadaan basah atau tidak segera dikeringkan
dan diselimuti walaupun berada di dalam ruangan yang relatif
hangat. Bayi prematur atau berat lahir rendah juga sangat
rentan untuk mengalami hipotermia. Walaupun demikian, bayi
tidak boleh menjadi hipertermia (temperatur tubuh lebih dari
37,5°C). BBL dapat kehilangan panas tubuhnya melalui cara-
cara berikut:Evaporasi, Konduksi, Konveksi, Radiasi
4) Pemotongan dan Perawatan Tali Pusat
5) Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
6) Pencegahan Perdarahan
Arena sistem pembekuan darah pada bayi baru lahir
belum sempurna, maka semua bayi akan berisiko untuk
mengalami perdarahan tidak tergantung apakah bayi mendapat
ASI atau susu formula atau usia kehamilan dan berat badan
pada saat lahir. Perdarahan bisa ringan atau menjadi sangat
berat, berupa perdarahan pada Kejadian Ikutan Pasca Imunisasi
ataupun perdarahan intracranial.
Untuk mencegah kejadian diatas, maka pada semua
bayi baru lahir, apalagi Bayi Berat Lahir Rendah diberikan
suntikan vitamin K1 (Phytomenadione) sebanyak 1 mg dosis
tunggal, intra muskular pada antero lateral paha kiri. Suntikan
Vitamin K1 dilakukan setelah proses IMD dan sebelum
pemberian imunisasi hepatitis B. Perlu diperhatikan dalam
penggunaan sediaan Vitamin K1 yaitu ampul yang sudah
dibuka tidak boleh disimpan untuk dipergunakan kembali
7) Pencegahan Infeksi Mata
8) Pemberian Imunisasi
9) Pemberian Identitas
10) Anamnesis dan Pemeriksaan Fisis
(sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Depkes RI)
(sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Depkes RI)
(sumber: Buku Saku Pelayanan Kesehatan Neonatal Esensial, Depkes RI)
5. LO nomor 6 : Bagaimana alur dari resusitasi dan indikasinya?
Setelah Persalinan
Saat bayi lahir, lakukan penilaian sebagai berikut:
 Apakah kehamilan cukup bulan?
 Apakah air ketuban jernih dan tidak terkontaminasi
mekoneum?
 Apakah bayi bernapas adekuat atau menangis?
 Apakah tonus otot bayi baik?
Bila semua pertanyaan dijawab dengan “ya”, lakukan perawatan rutin
yaitu memberikan kehangatan, membuka/membersihkan jalan napas,
mengeringkan dan menilai warna
Bila salah satu atau lebih pertanyaan dijawab “tidak”, lakukan langkah
awal resusitasi.

Langkah awal resusitasi


 Tempatkan bayi di bawah pemanas radian / infant warmer
 Letakkan bayi terlentang pada posisi setengah tengadah untuk
membuka jalan napas. Sebuah gulungan handuk diletakkan di
bawah bahu untuk membantu mencegah fleksi leher dan
penyumbatan jalan napas.
 Bersihkan jalan napas atas dengan mengisap mulut terlebih
dahulu kemudian hidung, dengan menggunakan bulb syringe,
alat pengisap lendir, atau kateter pengisap. Perhatikan untuk
menjaga bayi dari kehilangan panas setiap saat.
 Pengisapan dan pengeringan tubuh dapat dilakukan bersamaan
bila air ketuban bersih dari mekoneum
 Pengisapan yang kontinyu dibatasi 3-5 detik pada satu
pengisapan. Mulut disap terlebih dahulu untuk mencegah
aspirasi
 Pengisapan lebih agresif hanya boleh dilakukan jika terdapat
mekoneum pada jalan napas. Bila terdapat mekoneum dan bayi
tidak bugar, lakukan pengisapan dari trakea
 Keringkan, stimulasi, ganti kain yang basah dengan kain kering
dan reposisi kepala
 Tindakan yang dilakukan sejak bayi lahir sampai reposisi
kepala dilakukan tidak lebih dari 30 detik
 Menilai pernapasan
 Jika bayi mulai bernapas secara teratur dan memadai, periksa
denyut jantung. Jika denyut jantung > 100 kali/menit dan bayi
tidak mengalami sianosis, hentikan resusitasi. Akan tetapi, jika
sianosis ditemui, berikan oksigen aliran bebas

Ventilasi Tekanan Positif


Setelah dilakukan langkah awal resusitasi, ventilasi tekanan
positif harus dimulai bila bayi tetap apnea setelah stimulasi atau
pernapasan tidak adekuat dan/atau frekuensi jantung kurang dari 100
kali/menit. Bila bayi bernapas adekuat dan frekuensi jantung memadai
tetapi sianosis sentral, bayi diberi oksigen aliran bebas. Bila setelah ini
bayi tetap sianosis, dapat dicoba melakukan ventilasi tekanan positif.
Peralatan yang digunakan untuk ventilasi tekanan positif
adalah salah satu dari 3 alat berikut: Balon Mengembang Sendiri (self
inflating bag), Balon Tidak Mengembang Sendiri (flow inflating bag)
atau T-piece resuscitation. Bila menggunakan Balon Tidak
Mengembang Sendiri atau T-piece resuscitation, tetap harus disiapkan
Balon Mengembang Sendiri sebagai cadangan bila aliran oksigen
berhenti.
Cara melakukan ventilasi tekanan positif:
 Sebelum persalinan berlangsung, pada saat persiapan alat
resusitasi, alat yang akan dipakai untuk ventilasi tekanan
positif dipasang dan dirangkai serta dihubungkan dengan
oksigen sehingga dapat memberikan kadar sampai 90 – 100%.
Siapkan sungkup dengan ukuran yang sesuai berdasarkan
antisipasi ukuran/berat bayi. Ukuran sungkup yang tepat ialah
yang dapat menutupi hidung, mulut dan dagu.
 Setelah alat dipilih dan dipasang, pastikan bahwa alat dan
sungkup berfungsi baik. Peralatan harus disiapkan dan
diperiksa sebelum setiap persalinan berlangsung dan operator
harus memeriksa kembali tepat sebelum penggunaan.
 Operator berdiri di sisi kepala atau samping bayi. Sungkup
diletakkan di wajah bayi dengan lekatan yang baik
 Dilakukan pemompaan pada balon resusitasi dengan tekanan
awal > 30 cm H2O dan selanjutnya 15-20 cm H2O dengan
frekuensi 40-60 kali/menit
 Ventilasi tekanan positif dilakukan selama 30 dtik sebanyak
20-30 kali, dengan fase ekspirasi lebih lama dari fase inspirasi
 Setelah 30 detik ventilasi, dilakukan penilaian frekuensi
jantung
 Bila frekuensi jantung < 60 kali/menit, resusitasi dilanjutkan
dengan kompresi dada dan ventilasi tekanan positif tetap
dilanjutkan secara terkoordinasi. Bila frekuensi jantung > 60
kali/menit, hentikan kompresi dada dan ventilasi tekanan
positif dilanjutkan sampai frekuensi jantung mencapai 100
kali/menit atau lebih dan bayi bernapas spontan.

Bila ventilasi tidak adekuat yang ditandai dengan tidak terjadinya


perbaikan frekuensi jantung, periksa gerakan dada. Bila tidak atau
sedikit saja gerakan dada maka teknik ventilasi harus diperbaiki
dengan cara berikut:
 Memperbaiki lekatan sungkup wajah
 Memperbaiki posisi kepala
 Bila terdapat sekret dalam jalan napas, isap sekretnya
 Usahakan mulut sedikit terbuka
 Bila tekanan kurang, naikkan tekanan saat meremas balon

Kompresi dada
Kompresi dada ialah penekanan yang teratur pada tulang dada
ke arah tulang belakang sehingga meningkatkan tekanan intratoraks
dan memperbaiki sirkulasi darah ke seluruh organ vital tubuh. Bila
laju jantung terlalu rendah, sirkulasi menjadi tidak adekuat untuk
mendukung oksigenasi jaringan. Bayi yang mempunyai frekuensi
jantung kurang dari 60 kali/menit meskipun telah dirangsang dan
diberikan ventilasi tekanan positif selama 30 detik, mungkin
mempunyai kadar oksigen yang sangat rendah dan asidosis yang
signifikan. Akibatnya kontraksi otot jantung tidak cukup kuat untuk
memompa darah ke paru guna mengangkut oksigen yang disangka
sudah ada dalam paru. Darah perlu dipompa secara mekanik
bersamaan dengan melakukan ventilasi paru, sampai miokardium
cukup teroksigenasi untuk berfungsi secara spontan dan adekuat.
Proses ini juga membantu aliran oksigen ke otak.
Indikasi kompresi dada ialah bila frekuensi denyut jantung bayi
kurang dari 60 kali/menit meskipun telah dilakukan ventilasi tekanan
positif yang efektif dengan oksigen tambahan selama 30 detik.
Komplikasi kompresi dada dapat menyebabkan trauma pada bayi.
Organ vital di bawah tulang iga adalah jantung, paru dan sebagian hati.
Tulang rusuk juga rapuh dan mudah patah. Kompresi harus dilakukan
dengan hati-hati supaya tidak merusak organ di bawahnya.

Pemberian obat dan cairan


Obat dan cairan jarang digunakan pada resusitasi BBL.
Bradikardia umumnya disebabkan karena hipoksia dan ventilasi yang
tidak adekuat. Apnea disebabkan oleh oksigenasi yang tidak cukup
pada batang otak. Otot jantung sejumlah kecil bayi mungkin
kekurangan oksigen dalam jangka panjang yang mengakibatkan
berkurangnya efektifitas kontraksi, meski mendapat perfusi darah yang
mengandung banyak oksigen. Bayi ini memerlukan epinefrin untuk
merangsang jantungnya. Bila terjadi kehilangan darah akut, perlu
diberikan cairan penambah volume darah.
Indikasi pemberian obat dan cairan adalah apabila frekuensi
jantung tetap di bawah 60 kali/menit meskipun telah diberikan
ventilasi tekanan positif dan kompresi dada secara terkoordinasi,
tindakan pertama ialah memastikan bahwa ventilasi dan kompresi dada
dilakukan secara optimal dan menggunakan oksigen 100%. Setelah hal
ini dipastikan dan frekuensi jantung tetap di bawah 60 kali/menit, obat
perlu diberikan.
Epinefrin direkomendasikan untuk diberikan secara intravena
dengan dosis intrvena 0,01 – 0,03 mg/kg. Dosis endotrakeal 0,05 – 1,0
mg/kg dapat dipertimbangkan sambil menunggu akses vena didapat,
tetapi efektifitas cara ini belum dievaluasi. Konsentrasi epinefrin yang
digunakan untuk neonatus ialah 1:10.000 (0,1 mg/mL).
Pengembang volume dipertimbangkan jika diketahui atau
diduga kehilangan darah dan frekuensi denyut jantung bayi tidak
menunjukkan respon adekuat terhadap upaya resusitasi lain. Kristaloid
isotonik atau darah dapat diberikan di ruang bersalin. Dosis 10 mL/kg,
dapat diulangi
Algoritma resusitasi Neonatus (American Heart Association)

Diberikan waktu kira-kira 60 detik (the Golden Minute) untuk


melengkapi langkah awal, menilai kembali, dan memulai ventilasi jika
dibutuhkan. Penentuan ke langkah berikut didasarkan pada penilaian
simultan dua tanda vital yaitu pernapasan dan frekuensi denyut
jantung. Setelah ventilasi tekanan positif (VTP) atau setelah
pemberian oksigen tambahan, penilaian dilakukan pada tiga hal yaitu
frekuensi denyut jantung, pernapasan, dan status oksigenasi.
Penghentian resusitasi dipertimbangkan jika tidak terdeteksi detak
jantung selama 10 menit. Banyak faktor ikut berperan dalam
keputusan melanjkan resusitasi setelah 10 menit.
Bayi setelah resusitasi dan sudah menunjukkan tanda-tanda
vital normal, mempunyai resiko untuk perburukan kembali. Oleh
karena itu setelah ventilasi dan sirkulasi adekuat tercapai, bayi harus
diawasi ketat dan antisipasi jika terjadi gangguan.

6. LO nomor 8 : Mengapa bayi tidak dapat bernapas saat lahir?


Keadaan hipoksia di uterus dan proses kelahiran di jalur lahir
menyebabkan fetus akan berusaha untuk bernapas. Namun ketika
keadaan hipoksia tersebut terus berlanjut akan menyebabkan
kesadaran menurun, menurunnya fungsi saraf pusat karena pasokan
oksigen yang terus berkurang sehingga fetus memasuki fase apneu
primer. Ketika pasokan oksigen semakin menurun, denyut jantung
akan menurun hingga setengah dari normal, lalu fetus akan mulai
megap-megap karena refleks spinal. Ketika fetus tetap berada di
uterus, atau refleks megap-megap tersebut gagal untuk
mengoksigenasi paru, maka refleks tersebut akan menghilang sehingga
masuk ke tahan apneu terminal. Ketika keadaan ini tidak teratasi,
maka akan terjadi asidosis, fungsi jantung terganggu hinga gagal
jantung dan kematian fetus (Wyllie, 2015).
Faktor penyebab asfiksia ada tiga antara lain sebagai
berikut (Asri, 2010):
a. Ibu: preeklamsi, eklamsi, perdarahan antenatal, partus lama,
partus macet, demam selama persalinan, infeksi berat,
serotinus, dll.
b. Tali pusat: lilitan tali pusat, tali pusat pendek, simpul tali pusat,
prolapsus tali pusat
c. Keadaan bayi: prematur, persalinan sulit, gemelli, kelainan
kongenital, air ketuban bercampur mekoneum, dll.

D. Langkah IV : Menginventarisasi permasalahan secara sistematis dan


pernyataan sementara mengenai permasalahan pada langkah III.
Riwayat kehamilan
- Usia ibu
- Usia kehamilan
- ANC

Ibu Hamil

Fetus

Persalinan
- Secara spontan
- Ketuban pecah 24 jam
- Warna ketuban jernih
- Tidak ada mekonium
- Tidak ada demam

Bayi

APGAR
- Denyut jantung
- Pernapasan
- Tonus otot
- Kepekaan Refleks
- Warna

Normal Resusitasi Abnormal

Rawat Gabung Penyebab

Diagnosis Banding

Tatalaksana
E. Langkah V : Merumuskan tujuan pembelajaran
1. Apakah usia kehamilan ibu normal untuk melahirkan?
2. Bagaimana perubahan fisiologis bayi intrauterin hingga ektsrauterin?
3. Mengapa tonus otot berkurang?
4. Bagaimana hubungan ANC dan kehamilan (berapa kali, apa yang
diperiksa, manfaat)?
5. Bagaimana intepretasi ketuban pecah 24 jam?
6. Apakah manfaat, indikasi dan kontra indikasi dari rawat gabung?
7. Bagaimana intepretasi catatan kesehatan ibu (tidak ada demam, vital
sign normal, TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah normal) dan
pengaruhnya terhadap bayi?
8. Bagaimana penjelasan mengenai manfaat dari ASI, fisiologi,
manajemen laktasi, cara menyusui dan Inisiasi Menyusui Dini?
9. Bagaimana DD dan tatalaksana dari skenario?

F. Langkah VI : Mengumpulkan informasi baru


Mengumpulkan informasi tambahan di luar waktu diskusi kelompok secara
individu

G. Langkah VII : Melaporkan, membahas dan menata kembali informasi baru


yang diperoleh
1. LO nomor 1: Apakah usia kehamilan ibu normal untuk melahirkan?
Normal. Ibu pada skenario melahirkan pada minggu ke-39.
Usia kehamilan yang dikategorikan normal untuk melakukan
persalinan, atau disebut dengan Usia Kehamilan Aterm berada pada
usia 38-42 minggu. Persalinan dengan usia kehamilan 20-37 minggu
disebut dengan Usia Kehamilan Pre-term, sementara persalinan
dengan usia kehamilan lebih dari 42 minggu disebut dengan Usia
Kehamilan Post-term.
Persalinan dalam usia kehamilan pre-term memiliki resiko
antara lain Respiratory Distress Syndrome (RDS), perdarahan
intra/periventrikuler, NEC (Necrotizing Entero-Cilitis), Displasi
bronko-pulmunar, sepsis pada janin, Patent Ductus Arteriosus, dan
kelainan neurologis.
Persalinan dalam usia kehamilan post-term memiliki resiko
antara lain kelahiran mati atau kematian neonatal, ukuran bayi besar,
Sindrom Dismaturitas, dan Aspirasi Mekoneum.

2. LO nomor 2 : Bagaimana perubahan fisiologis bayi intrauterin hingga


ektsrauterin?
Menurut Pusdiknakes (2003) perubahan fisiologis pada bayi baru lahir
adalah sebagai berikut:
1) Perubahan sistem pernapasan / respirasi
Selama dalam uterus, janin mendapatkan oksigen dari
pertukaran gas melalui plasenta. Setelah bayi lahir, pertukaran
gas harus melalui paru – paru.
a. Perkembangan paru-paru
Paru-paru berasal dari titik tumbuh yang muncul
dari pharynx yang bercabang dan kemudian bercabang
kembali membentuk struktur percabangan bronkus
proses ini terus berlanjut sampai sekitar usia 8 tahun,
sampai jumlah bronkus dan alveolus akan sepenuhnya
berkembang, walaupun janin memperlihatkan adanya
gerakan napas sepanjang trimester II dan III. Paru-paru
yang tidak matang akan mengurangi kelangsungan
hidup BBL sebelum usia 24 minggu. Hal ini
disebabkan karena keterbatasan permukaan alveolus,
ketidakmatangan sistem kapiler paru-paru dan tidak
tercukupinya jumlah surfaktan.
b. Awal adanya napas
Faktor-faktor yang berperan pada rangsangan nafas
pertama bayi adalah:
i. Hipoksia pada akhir persalinan dan rangsangan
fisik lingkungan luar rahim yang merangsang
pusat pernafasan di otak
ii. Tekanan terhadap rongga dada, yang terjadi
karena kompresi paru - paru selama persalinan,
yang merangsang masuknya udara ke dalam
paru - paru secara mekanis. Interaksi antara
system pernapasan, kardiovaskuler dan susunan
saraf pusat menimbulkan pernapasan yang
teratur dan berkesinambungan serta denyut yang
diperlukan untuk kehidupan
iii. Penimbunan karbondioksida (CO2). Setelah
bayi lahir, kadar CO2 meningkat dalam darah
dan akan merangsang pernafasan. Berkurangnya
O2 akan mengurangi gerakan pernafasan janin,
tetapi sebaliknya kenaikan CO2 akan menambah
frekuensi dan tingkat gerakan pernapasan janin.
iv. Perubahan suhu. Keadaan dingin akan
merangsang pernapasan.
c. Surfaktan dan upaya respirasi untuk bernapas
Upaya pernafasan pertama seorang bayi berfungsi
untuk:
i. Mengeluarkan cairan dalam paru-paru
ii. Mengembangkan jaringan alveolus paru-paru
untuk pertama kali
Agar alveolus dapat berfungsi, harus terdapat
survaktan (lemak lesitin /sfingomielin) yang cukup dan
aliran darah ke paru – paru. Produksi surfaktan dimulai
pada 20 minggu kehamilan, dan jumlahnya meningkat
sampai paru-paru matang (sekitar 30-34 minggu
kehamilan). Fungsi surfaktan adalah untuk mengurangi
tekanan permukaan paru dan membantu untuk
menstabilkan dinding alveolus sehingga tidak kolaps
pada akhir pernapasan.
Tidak adanya surfaktan menyebabkan alveoli
kolaps setiap saat akhir pernapasan, yang menyebabkan
sulit bernafas. Peningkatan kebutuhan ini memerlukan
penggunaan lebih banyak oksigen dan glukosa.
Berbagai peningkatan ini menyebabkan stres pada bayi
yang sebelumnya sudah terganggu.
d. Dari cairan menuju udara
Bayi cukup bulan mempunyai cairan di paru-
parunya. Pada saat bayi melewati jalan lahir selama
persalinan, sekitar sepertiga cairan ini diperas keluar
dari paru-paru. Seorang bayi yang dilahirkan secara
sectio cesaria kehilangan keuntungan dari kompresi
rongga dada dan dapat menderita paru-paru basah
dalam jangka waktu lebih lama. Dengan beberapa kali
tarikan napas yang pertama udara memenuhi ruangan
trakea dan bronkus BBL. Sisa cairan di paru-paru
dikeluarkan dari paru-paru dan diserap oleh pembuluh
limfe dan darah.
e. Fungsi sistem pernapasan dan kaitannya dengan fungsi
kardiovaskuler
Oksigenasi yang memadai merupakan faktor
yang sangat penting dalam mempertahankan kecukupan
pertukaran udara.Jika terdapat hipoksia, pembuluh
darah paru-paru akan mengalami vasokontriksi. Jika hal
ini terjadi, berarti tidak ada pembuluh darah yang
terbuka guna menerima oksigen yang berada dalam
alveoli, sehingga menyebabkan penurunan oksigen
jaringan, yang akan memperburuk hipoksia.
Peningkatan aliran darah paru-paru akan
memperlancar pertukaran gas dalam alveolus dan akan
membantu menghilangkan cairan paru-paru dan
merangsang perubahan sirkulasi janin menjadi sirkulasi
luar rahim.
2) Perubahan pada sistem peredaran darah
Setelah lahir darah BBL harus melewati paru untuk
mengambil oksigen dan mengadakan sirkulasi melalui tubuh
guna mengantarkan oksigen ke jaringan. Untuk membuat
sirkulasi yang baik, kehidupan diluar rahim harus terjadi 2
perubahan besar:
a. Penutupan foramen ovale pada atrium jantung
b. Perubahan duktus arteriosus antara paru-paru dan aorta
Perubahan sirkulasi ini terjadi akibat perubahan tekanan
pada seluruh sistem pembuluh. Oksigen menyebabkan sistem
pembuluh mengubah tekanan dengan cara mengurangi
/meningkatkan resistensinya, sehingga mengubah aliran darah.
Dua peristiwa yang merubah tekanan dalam sistem pembuluh
darah:
a. Pada saat tali pusat dipotong resistensi pembuluh
sistemik meningkat dan tekanan atrium kanan menurun,
tekanan atrium menurun karena berkurangnya aliran
darah ke atrium kanan tersebut. Hal ini menyebabkan
penurunan volume dan tekanan atrium kanan itu
sendiri. Kedua kejadian ini membantu darah dengan
kandungan oksigen sedikit mengalir ke paru-paru untuk
menjalani proses oksigenasi ulang
b. Pernafasan pertama menurunkan resistensi pada
pembuluh darah paru-paru dan meningkatkan tekanan
pada atrium kanan oksigen pada pernafasan ini
menimbulkan relaksasi dan terbukanya system
pembuluh darah paru. Peningkatan sirkulasi ke paru-
paru mengakibatkan peningkatan volume darah dan
tekanan pada atrium kanan dengan peningkatan tekanan
atrium kanan ini dan penurunan pada atrium kiri,
toramen kanan ini dan penusuran pada atrium kiri,
foramen ovali secara fungsional akan menutup
Vena umbilikus, duktus venosus dan arteri hipogastrika
dari tali pusat menutup secara fungsional dalam beberapa
menit setelah lahir dan setelah tali pusat diklem. Penutupan
anatomi jaringan fibrosa berlangsung 2-3 bulan.

Perbedaan sirkulasi darah fetus dan bayi


a. Sirkulasi darah fetus
Struktur tambahan pada sirkulasi fetus:
i. Vena umbilicalis : membawa darah yang telah
mengalami deoksigenasi dari plasenta ke
permukaan dalam hepar
ii. Ductus venosus : meninggalkan vena
umbilicalis sebelum mencapai hepar dan
mengalirkan sebagian besar darah baru yang
mengalami oksigenasi ke dalam vena cava
inferior
iii. Foramen ovale : merupakan lubang yang
memungkinkan darah lewat atrium dextra ke
dalam ventriculus sinistra
iv. Ductus arteriosus : merupakan bypass yang
terbentang dari ventriculus dexter dan aorta
descendens
v. Arteri hypogastrica : dua pembuluh darah yang
mengembalikan darah dari fetus ke plasenta.
Pada feniculus umbilicalis, arteri ini dikenal
sebagai arteri umbilicalis. Di dalam tubuh fetus
arteri tersebut dikenal sebagai arteri
hypogastrica.

Sistem sirkulasi fetus


i. Vena umbilicalis : membawa darah yang kaya
oksigen dari plasenta ke permukaan dalam
hepar. Vena hepatica meninggalkan hepar dan
mengembalikan darah ke vena cava inferior
ii. Ductus venosus : adalah cabang – cabang dari
vena umbilicalis dan mengalirkan sejumlah
besar darah yang mengalami oksigenasi ke
dalam vena cava inferior
iii. Vena cava inferior : telah mengalirkan darah
yang telah beredar dalam ekstremitas inferior
dan badan fetus, menerima darah dari vena
hepatica dan ductus venosus dan membawanya
ke atrium dextrum
iv. Foramen ovale : memungkinkan lewatnya
sebagian besar darah yang mengalami
oksigenasi dalam ventriculus dextra untuk
menuju ke atrium sinistra, dari sini darah
melewati valvula mitralis ke ventriculuc sinister
dan kemudian melaui aorta masuk kedalam
cabang ascendensnya untuk memasok darah
bagi kepala dan ekstremitas superior. Dengan
demikian hepar, jantung dan serebrum
menerima darah baru yang mengalami
oksigenase
v. Vena cava superior : mengembalikan darah dari
kepala dan ekstremitas superior ke atrium
dextrum. Darah ini bersama sisa aliran yang
dibawa oleh vena cava inferior melewati valvula
tricuspidallis masuk ke dalam venriculus dexter
vi. Arteria pulmonalis : mengalirkan darah
campuran ke paru - paru yang nonfungsional,
yanghanya memerlukan nutrien sedikit
vii. Ductus arteriosus : mengalirkan sebagian besar
darah dari vena ventriculus dexter ke dalam
aorta descendens untuk memasok darah bagi
abdomen, pelvis dan ekstremitas inferior
viii. Arteria hypogastrica : merupakan lanjutan dari
arteria illiaca interna, membawa darah kembali
ke plasenta dengan mengandung leih banyak
oksigen dan nutrien yang dipasok dari peredaran
darah maternal.
b. Perubahan pada saat lahir
i. Penghentian pasokan darah dari plasenta
ii. Pengembangan dan pengisian udara pada paru-
paru
iii. Penutupan foramen ovale
iv. Fibrosis vena umbilicalis, ductus venosus,
arteriae hypogastrica dan ductus arteriosus
3) Pengaturan suhu
Bayi baru lahir belum dapat mengatur suhu tubuhnya,
sehingga akan mengalami stress dengan adanya perubahan
lingkungan dari dalam rahim ibu ke lingkungan luar yang
suhunya lebih tinggi. Suhu dingin ini menyebabkan air ketuban
menguap lewat kulit, pada lingkungan yang dingin,
pembentukan suhu tanpa mekanisme menggigil merupakan
usaha utama seorang bayi untuk mendapatkan kembali panas
tubuhnya. Pembentukan suhu tanpa menggigil ini merupakan
hasil penggunaan lemak coklat untuk produksi panas.
Timbunan lemak coklat terdapat di seluruh tubuh dan mampu
meningkatkan panas tubuh sampai 100%. Untuk membakar
lemak coklat, sering bayi harus menggunakan glukosa guna
mendapatkan energi yang akan mengubah lemak menjadi
panas. Lemak coklat tidak dapat diproduksi ulang oleh seorang
BBL. Cadangan lemak coklat ini akan habis dalam waktu
singkat dengan adanya stress dingin. Semakin lama usia
kehamilan semakin banyak persediaan lemak coklat bayi.
Jika seorang bayi kedinginan, dia akan mulai
mengalami hipoglikemia, hipoksia dan asidosis. Sehingga
upaya pencegahan kehilangan panas merupakan prioritas
utama dan tenaga kesehatan (perawat dan bidan) berkewajiban
untuk meminimalkan kehilangan panas pada BBL.
4) Metabolisme Glukosa
Untuk memfungsikan otak memerlukan glukosa dalam
jumlah tertentu. Dengan tindakan penjepitan tali pusat dengan
klem pada saat lahir seorang bayi harus mulai mempertahankan
kadar glukosa darahnya sendiri. Pada setiap bayi baru lahir,
glukosa darah akan turun dalam waktu cepat (1 sampai 2 jam)
Koreksi penurunan kadar gula darah dapat dilakukan dengan 3
cara yaitu:
a. Melalui penggunaan ASI
b. Melalui penggunaan cadangan glikogen
c. Melalui pembuatan glukosa dari sumber lain terutama
lemak
BBL yang tidak mampu mencerna makanan dengan
jumlah yang cukup, akan membuat glukosa dari glikogen
(glikogenisasi). Hal ini hanya terjadi jika bayi mempunyai
persediaan glikogen yang cukup. Bayi yang sehat akan
menyimpan glukosa dalam bentuk glikogen terutama di hati,
selama bulan-bulan terakhir dalam rahim. Bayi yang
mengalami hipotermia, pada saat lahir yang mengakibatkan
hipoksia akan menggunakan cadangan glikogen dalam jam-jam
pertama kelahiran. Keseimbangan glukosa tidak sepenuhnya
tercapai dalam 3-4 jam pertama kelahiran pada bayi cukup
bulan. Jika semua persediaan glikogen digunakan pada jam
pertama, maka otak dalam keadaan berisiko. Bayi yang lahir
kurang bulan (prematur), lewat bulan (post matur), bayi yang
mengalami hambatan pertumbuhan dalam rahim dan stres janin
merpakan risiko utama, karena simpanan energi berkurang
(digunakan sebelum lahir).
Gejala hipoglikemi dapat tidak jelas dan tidak khas,
meliputi; kejang-kejang halus, sianosis, apneu, tangis lemah,
letargi, lunglai dan menolak makanan. Hipoglikemi juga dapat
tanpa gejala pada awalnya. Akibat jangka panjang hipoglikemi
adalah kerusakan yang meluas di seluruh di sel-sel otak.
5) Perubahan sistem gastrointestinal
Sebelum lahir, janin cukup bulan akan mulai
menghisap dan menelan. Reflek gumoh dan reflek batuk yang
matang sudah terbentuk baik pada saat lahir.
Kemampuan bayi baru lahir cukup bulan untuk
menelan dan mencerna makanan (selain susu) masih terbatas.
Hubungan antara esofagus bawah dan lambung masih belum
sempurna yang mengakibatkan “gumoh” pada bayi baru lahir
dan neonatus, kapasitas lambung masih terbatas kurang dari 30
cc untuk bayi baru lahir cukup bulan. Kapasitas lambung ini
akan bertambah secara lambat bersamaan dengan tumbuhnya
bayi baru lahir. Pengaturan makanan yang sering oleh bayi
sendiri penting contohnya memberi ASI on demand.
6) Sistem kekebalan tubuh / imun
Sistem imunitas bayi baru lahir masih belum matang,
sehingga menyebabkan neonatus rentan terhadap berbagai
infeksi dan alergi. Sistem imunitas yang matang akan
memberikan kekebalan alami maupun yang di dapat.
Kekebalan alami terdiri dari struktur pertahanan tubuh yang
mencegah atau meminimalkan infeksi.
Berikut beberapa contoh kekebalan alami:
a. Perlindungan oleh kulit membran mukosa
b. Fungsi saringan saluran napas
c. Pembentukan koloni mikroba oleh klit dan usus
d. Perlindungan kimia oleh lingkungan asam lambung
Kekebalan alami juga disediakan pada tingkat sel yaitu
oleh sel darah yang membantu BBL membunuh
mikroorganisme asing. Tetapi pada BBL se-sel darah ini masih
belum matang, artinya BBL tersebut belum mampu
melokalisasi dan memerangi infeksi secara efisien.
Kekebalan yang didapat akan muncul kemudian. BBL
dengan kekebalan pasif mengandung banyak virus dalam tubuh
ibunya. Reaksi antibodi keseluruhan terhadap antigen asing
masih belum dapat dilakukan sampai awal kehidupa anak.
Salah satu tugas utama selama masa bayi dan balita adalah
pembentukan sistem kekebalan tubuh

Tambahan mengenai : Ikterus fisiologis dan patologis


Ikterus adalah salah satu keadaan menyerupai penyakit hati
yang terdapat pada bayi baru lahir akibat terjadinya
hiperbilirubinemia. Ikterus merupakan salah satu kegawatan yang
sering terjadi pada bayi baru lahir, sebanyak 25 – 50% pada bayi
cukup bulan dan 80% pada bayi berat lahir rendah.
Ikterus pada bayi baru lahir dapat merupakan suatu gejala
fisiologis maupun patologis, misalnya pada inkompatibilitas Rhesus
dan ABO, sepsis, penyumbatan saluran empedu dan sebagainya.
Bilirubin adalah produk sampingan dari pemecahan heme yang
sebagian besar ditemukan di sel darah merah. Sel darah merah yang
sudah tua, imatur atau cacat dikeluarkan dari sirkulasi dan dipecahkan
di dalam sistem retikuloendotelial (hati, limpa dan makrofag) dan
haemoglobin menjadi produk sekunder dari hemoglobin dan zat besi.
(Fraser, 2012)
Kadar bilirubin dalam serum tali pusat yang beraksi indirek
adalah 1-3 mg/dL/24 jam, dengan demikian ikterus dapat dilihat pada
hari ke 2 sampai hari 3, biasanya berpuncak antara hari ke 2 dan ke 4
dengan kadar 5-6 mg/dL dan menurun sampai dibawah 2 mg/dL,
antara umur ke 5 dan ke 7. Ikterus yang disertai dengan perubahan-
perubahan ini disebut fisiologis dan disebabkan karena kenaikan
produksi bilirubin pasca pemecahan sel darah merah janin dikombinasi
dengan keterbatasan sementara konjugasi bilirubin oleh hati. Secara
keseluruhan 6-7% bayi cukup bulan mempunyai kadar bilirubin
indirek lebih besar dari 12,9 mg/dL dan kurang dari 3% mempunyai
kadar yang lebih besar dari 15 mg/dL.
Berikut merupakan jenis-jenis ikterus:
1) Ikterus fisiologis
Ikterus fisiologis adalah ikterus normal yang dialami oleh bayi
baru lahir, tidak mempunyai dasar patologi sehingga tidak
berpotensi menjadi kern ikterus. Ikterus ini memiliki tanda-
tanda sebagai berikut:
 Timbul pada hari kedua dan ketiga setelah bayi lahir
 Kadar bilirubin indirek tidak lebih dari 10 mg% pada
neonatus cukup bulan dan 12,5 mg% pada neonatus
kurang bulan
 Kecepatan peningkatan kadar bilirubin tidak lebih dari
5 mg% per hari
 Ikterus menghilang pada 10 hari pertama
 Tidak terbukti mempunyai hubungan dengan keadaan
patologis
 Kadar bilirubin direk tidak lebih dari 1 mg%
2) Ikterus fisiologis yang berlebihan pada bayi prematur
Kondisi ini ditandai dengan kadar bilirubin sebesar 165µmol/l
(10 mg/dl) atau lebih pada hari ke 3 atau 4 dengan puncak
konsentrasi pada hari ke 5 sampai 7 yang kembali ke kadar
normal setelah beberapa minggu. Bayi prematur berisiko lebih
tinggi untuk mengalami kern ikterus. Faktor penunjangnya
antara lain:
 Keterlambatan ekspresi enzim UPD-GT
 Waktu hidup sel darah merah yang lebih singkat
 Komplikasi seperti hipoksia, asidosis dan hipotermia
yang dapat mengganggu kemampuan mengikat albumin
3) Ikterus patologis
Ikterus patologis adalah ikterus yang mempunyai dasar
patologis dengan kadar bilirubin mencapai suatu nilai yang
disebut hiperbilirubinemia. Ikterus patologis memiliki tanda-
tanda sebagai berikut:
 Ikterus terjadi dalam 24 jam pertama
 Kadar bilirubin melebihi 10 mg% pada neonatus cukup
bulan atau melebihi 12,5 mg% pada neonatus cukup
bulan
 Peningkatan bilirubin melebihi 5 mg per hari
 Ikterus menetap sesudah 2 minggu pertama
 Kadar bilirubin direk lebih dari 1 mg%
 Mempunyai hubungan dengan proses hemolitik
4) Ikterus hemolitik
Yang berat umumnya merupakan suatu golongan penyakit
yang disebut eritroblastosisetalis atau morbus hemolitikus
neonatorum, penyakit hemolitik ini biasanya disebabkan oleh
inkompatibilitas golongan darah ibu dan bayi.
5) Ikterus obstruktif
Obstruksi dalam penyaluran empedu dapat terjadi di dalam
hepar dan di luar hepar, akibat obstruksi maka terjadi
penumpukan bilirubin tidak langsung, bila kadarnya melebihi 1
mg% maka dicurigai menyebabkan obstruksi misalnya pada
sepsis, hepatitis neonatorum, obstruksi saluran empedu.
Penyakit lain yang dapat menyebabkan ikterus obstruktif
adalah atresia biliaris ekstrahepatika, kista duktus koledokus,
fibrosis kistik pankreas, kelainan-kelainan duodenum, adanya
pankreas yang menghalangi pengeluaran bilirubin dalam air
kencing dan tinja.

3. LO nomor 3 : Mengapa tonus otot berkurang?


Keadaan hipoksia pada bayi menyebabkan kadar oksigen dalam tubuh
bayi menurun sehingga berkurangnya oksigen pada otak, otot dan
organ lain sehingga dapat diidentifikasi melalui tonus otot yang buruk
(Maryunani 2009)

4. LO nomor 4 : Bagaimana hubungan ANC dan kehamilan (berapa kali,


apa yang diperiksa, manfaat)?
Asuhan antenatal adalah upaya preventif program pelayanan
kesehatan obstetrik untuk optimalisasi luaran maternal dan neonatal
melalui serangkaian kegiatan pemantauan rutin selama kehamilan.
Menurut Prawiroharjo (2009) ada 6 alasan penting
mendapatkan asuhan antenatal, yaitu:
a. Membangun rasa saling percaya antara klien dan petugas
kesehatan
b. Mengupayakan terwujudnya kondisi terbaik bagi ibu dan bayi
yang dikandungnya
c. Memperoleh informasi dasar tentang kesehatan ibu dan
kehamilannya
d. Mengidentifikasi dan menatalaksana kehamilan risiko tinggi
e. Memberikan pendidikan kesehatan yang diperlukan dalam
menjaga kualitas kehamilan dan merawat bayi
f. Menghindarkan gangguan kesehatan selama kehamilan yang
akan membahayakan keselamatan ibu hamil dan bayi yang
dikandungnya

Jadwal pemeriksaan asuhan antenatal


Asuhan antenatal harus dimulai sedini mungkin setelah
diagnosis kehamilan ditegakkan. DEPKES RI menganjurkan
pelakasanaan asuhan antenatal minimal 4 kali. Setiap kali kunjungan
diberi kode K. K1 berarti kunjungan pertama yang dilakukan pada
trimester pertama, K2 pada saat trimester kedua, K3 dan K4 pada
trimester ketiga.
Hingga usia kehamilan 28 minggu kunjungan antenatal
dilakukan setiap 4 minggu sekali. Pada usia kehamilan 28 sampai 36
minggu kunjungan dilakukan sitap 2 minggu sekali. Sedangkan
apabila usisa kehamilan sudah memasuki 36 minggu atau lebih
kunjungan dilakukan lebih sering yaitu 1 minggu sekali. Namun,
jumlah kunjungan bisa dijadwalkan lebih sering tergantung kondisi
kehamilan ibu, terutama pada kehamilan risiko tinggi.
Pemeriksaan pada asuhan antenatal
1) Anamnesis
Aspek yang perlu diketahui pada anamnesis asuhan
antenatal meliputi data umum pribadi, keluhan saat ini, riwayat
menstruasi guna mengetahui usia kehamilan, riwayat
kehamilan dan persalinan, riwayat kehamilan saat ini, riwayat
penyakit pada keluarga, riwayat penyakit pada ibu, riwayat
pemakaian alat kontrasepsi, riwayat imunisasi, dan riwayat
menyusui. Anamnesis yang dilakukan harus terarah dan
dilakukan untuk mengetahui kondisi ibu dan faktor risiko yang
dimilikinya dapat memberi intervensi sedini mungkin.
2) Pemeriksaan fisik dan obstetri
Pemeriksaan ini meliputi pemeriksaan keadaan umum,
pemeriksaan tanda vital, pemeriksaan abdomen, pemeriksaan
dalam, dan pemeriksaan panggul. Pemeriksaan panggul
sebaiknya dilakukan saat usia kehamilan memasuki 36 minggu
karena kondisi jaringan cukup lunak sehingga mengurangi rasa
sakit selama melakukan prosedurnya.
3) Pemeriksaan penunjang
Terdiri dari pemeriksaan laboratorium dan pemeriksaan
ultrasonografi (USG). Pada pemeriksaan laboratorium yang
penting dilakukan adalah:
 Pemeriksaan darah
 Pemeriksaan Hb untuk mengetahui ada tidaknya
anemia
 Pemeriksaan Rhesus untuk mengetahui apakah
ada inkompatibilitas rhesus janin dan ibunya,
seperti pada Erythroblastosis fetalis
 Pemeriksaan darah pada trimester pertama
untuk screening Down syndrome yaitu ada
tidaknya trisomi kromosom ke-21.

5. LO nomor 5 : Bagaimana intepretasi ketuban pecah 24 jam?


Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat
tanda-tanda persalinan mulai dan ditunggu satu jam belum terjadi
inpartu. Pecahnya ketuban sebelum mulainya persalinan yaitu bila
pada primipara pembukaan < 3 cm dan pada multipara < 5 cm.
Sebahagian pecahnya ketuban secara dini terjadi sekitar usia
kehamilan 37 minggu.
Ketuban pecah dini disebabkan oleh karena berkurangnya
kekuatan membrane atau meningkatnya tekanan intar uterin atau oleh
kedua factor tersebut. Berkurangnya kekuatan membrane disebabkan
adanya infeksi yang dapat berasal dari vagina serviks. Normalnya
selaput ketuban pecah pada akhir kala I atau awal kala II persalinan.
Bisa juga belum pecah sampai saat mengedan, sehingga kadang perlu
dipecahkan (amniotomi).
Selain itu, penyebab lainnya adalah sebagai berikut:
a. Serviks inkompeten, kanalis servikalis yang selalu terbuka oleh
karena kelainan pada serviks uteri (akibat persalinan,
curettage)
b. Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidrmion
sehingga mengakibatkan tekanan intra uterin yang meninggi
atau meningkat secara berlebihan (overdistensi uterus)
c. Kelainan letak janin dan rahim : letak sungsang, letak lintang
sehingga tidak ada bagian terendah yng menutupi PAP yang
dapat menghalangi tekanan terhadap membran bagian bawah
d. Kemungkinan kesempitan panggul : bagian terendah belum
masuk PAP (sepalo pelvic disproporsi)
e. Infeksi yang menyebabkan terjadinya biomekanik pada selaput
ketuban dalam bentuk preteolitik sel sehingga memudahkan
ketuban pecah. (Amnionitis/Korioamnionitis).
f. Faktor keturunan (ion Cu serum rendah, vitamin C rendah,
kelainan genetik)
g. Masa interval sejak ketuban pecah sampai terjadi kontraksi
disebut fase laten:
 Makin panjang fase laten, makin tinggi kemungkinan
infeksi
 Makin muda kehamilan, makin sulit upaya
pemecahannya tanpa menimbulkan morbiditas janin
h. Trauma yang didapat misalnya hubungan seksual, pemeriksaan
dalam, maupun amnosintesis menyebabkan terjadinya KPSW
karena biasanya disertai infeksi
i. Faktor golongan darah
Akibat golongan darah ibu dan anak yang tidak sesuai dapat
menimbulkan kelemahan bawaan termasuk kelemahan jaringan
kulit ketuban

Faktor risiko dari ketuban Pecah Sebelum Waktunya, yaitu:


a. Kehamilan multiple : kembar dua (50%), kembar tiga (90%)
b. Riwayat persalinan preterm sebelum : risiko 2-4 kali
c. Tindakan senggama tidak berpengaruh kepada risiko, kecuali
jika perdarahan pervaginam : trimester I (resiko 2x), trimester
II / III (20x) hygiene buruk, beresiko terhadap infeksi
d. Bakteriuria : risiko 2x (prevalensi 7%)
e. pH vagina diatas 4,5 : risiko 32%
f. Serviks tipis / kurang dari 39 mm : risiko 25%

6. LO nomor 6 : Apakah manfaat, indikasi dan kontra indikasi dari


rawat gabung?
Rawat gabung adalah suatu cara perawatan dimana ibu dan
bayi yang baru dilahirkan tidak dipisahkan, melainkan di tempatkan
dalam sebuah ruangan kamar atau tempat bersama- sama selama 24
jam penuh dalam seharinya.
Tujuan rawat gabung adalah agar ibu dapat menyusui bayinya
sedini mungkin kapan saja dibutuhkan, ibu dapat melihat dan
memahami cara perawatan bayi yang benar seperti yang dilakukan
oleh petugas, ibu mempunyai pengalaman dalam merawat bayinya
sendiri selagi ibu masih di rumah sakit dan ibu memperoleh bekal
keterampilan merawat bayi serta menjalankannya setelah pulang dari
rumah sakit. Rawat gabung juga memungkinkan suami dan keluarga
dapat terlibat secara aktif untuk mendukung dan membantu ibu dalam
menyusui dan merawat bayinya secara baik dan benar, selain itu ibu
mendapatkan kehangatan emosional karena ibu dapat selalu kon tak
dengan buah hati yang sangat dicintainya, demikian pula sebaliknya
bayi dengan ibunya.
Tidak semua bayi baru lahir dapat menjalani rawat gabung.
Perlu dibuat suatu kriteria / syarat untuk menentukan bayi mana saja
yang dapat menjalani rawat gabung. Kriteria yang dapat dipakai
adalah sebagai berikut berdasarkan IDAI
a. Bayi normal, tidak mempunyai cacat bawaan
b. Nilai APGAR menit ke 5 lebih dari 7
c. Keadaan stabil
d. Berat badan lahir > 2500 – 4000 gram
e. Umur kehamilan 37 – 42 minggu
f. Tidak ada faktor risiko
g. Ibu sehat

Kontraindikasi rawat gabung:


Kegiatan rawat gabung dimulai sejak ibu bersalin di kamar
bersalin dan di bangsal perawatan pasca persalinan. Akan tetapi, tidak
semua bayi atau ibu dapat segera dirawat gabung. Ibu yang tidak dapat
melaksanakan rawat gabung adalah ibu dengan kelainan jantung yang
ditakutkan menjadi gagal jantung, ibu dengan preklamsia dan eklamsia
berat, ibu dengan penyakit akut yang berat, ibu dengan karsionoma
payudara, dan ibu dengan psikosis. Sedangkan bayi yang tidak dapat
di rawat gabung adalah bayi dengan berat lahir sangat rendah, bayi
dengan kelainan kongenital yang berat, bayi yang memerlukan
observasi atau terapi khusus (bayi kejang, sakit berat).

Manfaat rawat gabung:


Kontak dini antara ibu dan bayi yang telah dibina sejak dari
kamar bersalin seharusnya tetap dipertahankan dengan merawat bayi
bersama ibunya.
a. Secara fisik, rawat gabung bermanfaat memudahkan ibu untuk
menjangkau bayinya untuk melakukan perawatan sendiri dan
menyusui setiap saat, kapan saja bayinya menginginkan.
Perawatan sendiri dan menyusui sedini mungkin, akan
mengurangi kemungkinan terjadinya infeksi silang dari pasien
lain atau petugas kesehatan
b. Secara fisiologis, rawat gabung memberikan kesempatan pada
ibu untuk dekat dengan bayinya, sehingga bayi dapat segera
disusui dan frekuensi ibu memberi ASI akan lebih sering.
Proses ini merupakan proses fisiologis yang alami, di mana
bayi mendapat nutrisi alami yang paling sesuai dan baik. Hal
ini akan menimbulkan refleks prolaktin yang akan memacu
proses produksi ASI.
Selain itu, ibu dengan menyusui akan mengalami refleks
oksitosin yang akan membantu proses fisiologis involusi
rahim. Secara psikologis, Ibu dan bayi akan segera terjalin
proses lekat (early infant-mother bonding) karena adanya
sentuhan badan antara ibu dan bayinya. Hal ini mempunyai
pengaruh yang besar terhadap perkembangan psikologis bayi
karena kehangatan tubuh ibu merupakan stimulasi mental yang
mutlak dibutuhkan oleh bayi.
Rawat gabung juga akan memberikan kepuasan pada ibu
karena ibu dapat melaksanakan tugasnya sebagai seorang ibu
dalam memenuhi kebutuhan nutrisi bagi bayinya dan keadaan
ini akan memperlancar produksi ASI karena seperti telah
diketahui, refleks let - down bersifat psikosomatis. Sebaliknya
bayi akan mendapatkan rasa aman dan terlindung, merupakan
dasar bagi terbentuknya rasa percaya pada diri anak. Ibu akan
merasa bangga karena dapat menyusui dan merawat bayinya
sendiri dan bila suaminya berkunjung, akan terasa adanya
suatu ikatan kesatuan keluarga.
c. Secara edukatif, ibu akan diajari cara menyusui yang benar,
cara merawat payudara, merawat tali pusat, memandikan bayi.
Keterampilan ini diharapkan dapat menjadi modal bagi ibu
untuk merawat bayi dan dirinya sendiri setelah pulang dari
rumah sakit dan di samping pendidikan bagi ibu, dapat juga
dipakai sebagai sarana pendidikan bagi keluarga, terutama
suami, dengan cara mengajarkan suami cara merawat ibu dan
bayi. Suami akan termotivasi untuk memberi dorongan moral
bagi istrinya agar mau menyusui bayinya.
d. Secara ekonomi, rawat gabung memungkinkan ibu untuk
memberikan ASI sedini mungkin. Bagi rumah bersalin
terutama rumah sakit pemerintah, hal tersebut merupakan suatu
penghematan anggaran pengeluaran untuk pembelian susu
formula, botol susu, dot serta peralatan lain yang dibutuhkan.
Lama perawatan ibu menjadi lebih pendek karena involusi
rahim terjadi lebih cepat dan infeksi nosokomial dapat dicegah
atau dikurangi, berarti penghematan biaya bagi rumah sakit
maupun keluarga ibu
e. Secara medis, pelaksanaan rawat gabung akan menurunkan
terjadinya infeksi nosokomial pada bayi serta menurunkan
angka morbiditas dan mortalitas ibu maupun bayi

7. LO nomor 7 : Bagaimana intepretasi catatan kesehatan ibu (tidak ada


demam, vital sign normal, TORCH negatif, HbsAg negatif, gula darah
normal) dan pengaruhnya terhadap bayi?
Vital sign normal dan tidak ada demam
Apabila suhu ibu ≥38oC, air ketuban yang keruh dan bau,
lekosit darah >15.000/mm3 mengindikasikan adanya infeksi
(Prawihardjo, 2007). Infeksi pada ibu hamil akan menyebabkan infeksi
pada bayi. Bayi lebih sensitif terhadap bahaya dari infeksi tersebut
ketika berumur 3-4 bulan dalam kehamilan. Infeksi TORCH dapat
menyebabkan defek kelahiran, pertumbuhan yang tertunda dan
masalah sistem saraf pada bayi (Kaneshiro, 2014).
HbsAg negatif
Tidak ditemukannya antigen Hepatitis B pada ibu. Pada ibu
dengan kehamilan yang terjadi infeksi akut virus ini, bisa
mengakibatkan terjadinya hepatitis fulminan yang dapat menimbulkan
mortalitas tinggi pada ibu dan bayi. Pada ibu dapat menimbulkan
abortus dan terjadinya perdarahan pasca persalinan karena adanya
gangguan pembekuan darah akibat gangguan fungsi hati. Pada bayi
masalah yang serius umumnya tidak terjadi pada masa neonates, tetapi
pada masa dewasa. Jika terjadi penularan vertical VHB, 60-90% akan
menjadi pengidap kronik VHB dan 30% kemungkinan akan menderita
kanker hati atau sirosis hati 40 tahun kemudian.
TORCH negatif
Ibu hamil perlu dilakukan pemeriksaan TORCH (Toxoplasma,
Rubella, Cytomegalovirus, dan Herpes) untuk mengetahui ada
tidaknya infeksi dilakukan melalui pemeriksaan laboratorium karena
gejala klinis tidak spesifik dan dapat bervariasi untuk tiap individu.
Karena infeksi yang terjadi pada ibu dapat mempengaruhi keadaan
bayinya, seperti:
1) Toksoplasmosis Kongenital
Spectrum klinis dan riwayat kelainan alamiah toksoplasmosis
congenital yang tidak di obati, yang secara klinis tampak pada
tahun pertama, 80% dari anak ini mempunyai IQ kurang dari
70 dan banyak yang menderita kejang-kejang serta penglihatan
yang terganggu berat.
a. Kulit
Manifestasi kulit pada bayi dengan
toksoplasmosis congenital meliputi petekie, ekimosis,
atau pendarahan luas akibat trombositopenia, dan ruam.
Ruam mungkin merupakan bintik-bintik halus;
makulopapular difus; lentikuler, macula merah-
kebiruan tua, berbatas tegas; dan papula biru difus.
Ruam makuler mengakibatkan seluruh tubuh,
termasuk telapak tangan dan telapak kaki. Ikterus
karena keterlibatan hati dengan T. gondii dan/atau
hemolisis, sianosis karena pneumonitis interstisial
akibat infeksi kogenital ini, dan edema akibat
miokarditis atau sindrom nefrotik mungkin ditemui.
Ikterus dan hiperbilirubinemia terkonjugasi dapat
menetap selam berbulan-bulan.
b. Tanda-tanda sistemik
Dua puluh lima hingga lebih dari 50% bayi
dengan penyakit yang tampak secara klinis pada saat
lahir, dilahirkan secara prematur. Skor APGAR rendah
juga biasa. Retardasi pertumbuhan intrauterine dan
ketidakstabilan pengaturan suhu dapat terjadi.
Manifestasi sistemik lain meliputi limfadenopati;
hepatosplenomegali; tanda miokarditis, pneumonitis,
dan sindrom nefrotik; muntah; diare; dan masalah
makan
c. Kelainan endokrin
Kelainan endokrin dapat terjadi akibat
keterlibatan hypothalamus atau pituitary atau
keterlibatan organ akhir (end-organ). Yang berikut ini
telah dilaporkan. Miksedema, hipernatremia persisten
dengan diabetes insipidus vasopressin-sensitif tanpa
poliuria dan polidipsia, seksual prekoks, dan
hipopituitarisme anterior sebagian.
d. Sistem saraf sentral
Manifestasi neurologis toksoplasmosis
kongenital bervariasi dari ensefalopati masih akut ke
sindrom neurologis yang tidak kentara. Toxoplasmosis
harus dipikirkan sebagai penyebab setiap penyakit
neurologis yang tidak terdiagnosis pada anak dibawah
umur 1 tahun, terutama jika ada lesi retina
Hidrosefalus mungkin merupakan satu-satunya
manifestasi neurologis klinis toksoplasmosis congenital
dan mungkin terkompensasi atau memerlukan koreksi
dengan pemasangan shunt. Hidrosefalus mungkin
muncul pada masa perinatal, berkembang sesudah masa
perinatal, atau jarang, muncul dikemudian hari. Pola
kejang-kejang berubah-ubah (protean) dan meliputi
kejang motorik fokal, kejang-kejang petit mal dan
grand mal, otot menyentak-nyentak (twitching),
opistotonus dan hipsaritmia (yang dapat sembuh
dengan terapi hormon adrenokortikotropik {ACTH}).
Keterlibatan spinal mungkin dimanifestasikan oleh
paralysis tungkai, kesukaran dalam menelan, dan
distress pernapasan. Mikrosefali biasanya
menggambarkan kerusakan otak yang berat, tetapi
beberapa anak dengan mikrosefali karena toksoplamisis
congenital yang telah diobati tampak berfungsi secara
normal pada umur tahun-tahun pertama toksoplamisis
congenital yang tidak diobati yang bergejala pada umur
1 tahun, dapat menyebabkan pengurangan yang banyak
pada fungsi kognitif dan keterlambatan perkembangan.
Gangguan intelektual juga terjadi pada beberapa anak
dengan infeksi subklinis walaupun dilakukan
pengobatan dengan primentamin dan sulfonamid
selama 1 bulan. Kejang-kejang dan cacat motorik fokal
dapat menjadi nyata setelah masa neonatus, walaupun
infeksi pada saat lahir subklinis.
e. Mata
Hampir pada semua individu dengan infeksi
congenital yang tidak di obati akan berkembang lesi
korioretina pada masa dewasa, dan sekitar 50% akan
menderita gangguan penglihatan berat T. gondii
menyebabkan retinitis nekrotisasi setempat pada
individu dengan infeksi congenital. Kontraktur dapat
terjadi dengan pelepasan retina. Setiap bagian retina
dapat terlibat, unilateral atau bilateral, termasuk
macula. Saraf optikus mungkin terlibat, dan lesi
toksoplasma yang melibatkan proyeksi jalur visual
dalam otak atau korteks visual juga menyebabkan
gangguan penglihatan. Dalam kaitannya dengan lesi
retina dan vitritis, uvea anterior dapat sangat meradang,
menyebabkan eritema pada mata luar. Penemuan okuler
lain meliputi sel dan protein dalam ruangan anterior
(kamera okuli anterior), endapan keratin luas, sinekia
posterior, nodulus pada irisdan pembentukan
neovaskuler pada permukaan iris, kadang-kadang
disertai dengan kenaikan tekanan intraokuler dan
perkembangan glaucoma. Otot-otot ekstraokuler dapat
juga terlihat secara langsung, bermanifetasi sebagai
strabismus, nistagmus, gangguan visus, dan mikro –
oftalmia
f. Telinga
Kehilangan pendengaran sensorineural, baik
ringan maupun berat, dapat terjadi. Belum diketahui
apakah keadaan ini merupakan gangguan statis atau
progresif.
2) Rubella
Ketika rubella terjadi pada wanita hamil, dapat terjadi
sindrom rubella bawaan, yang potensial menimbulkan
kerusakan pada janin yang sedang tumbuh. Anak yang terkena
rubella sebelum dilahirkan beresiko tinggi mengalami
keterlambatan pertumbuhan, keterlambatan mental, kesalahan
bentuk jantung dan mata, tuli, dan kelainan pada organ hati,
limpa dan sumsum tulang.
Pada janin, infeksi rubella dapat menyebabkan abortus
bila terjadi pada trisemester I. mula-mula replikasi virus terjadi
dalam jaringan janin, dan menetap dalam kehidupan janin, dan
mempengaruhi pertumbuhan janin sehingga menimbulkan
kecacatan atau kelainan yang lain. Infeksi ibu pada trisemester
kedua juga dapat menyebabkan kelainan yang luas pada organ.
Menetapnya virus dan interaksi antara virus dan sel di dalam
uterus dapat menyebabkan kelainan yang luas pada periode
neonatal, seperti anemia hemolitika dengan hematopoiesis
ekstra meduler, hepatitis, nefritis interstitial, ensefalitis,
pankreatitis interstitial dan osteomielitis.
Gejala rubella kongenital dapat dibagi dalam 3 kategori
a. Sindrom rubella kongenital yang meliputi 4 defek
utama yaitu:
 Gangguan pendengaran tipe neurosensorik.
Timbul bila infeksi terjadi sebelum umur
kehamilan 8 minggu. Gejala ini dapat
merupakan satu-satunya gejala yang timbul
 Gangguan jantung meliputi PDA, VSD dan
stenosis katup pulmonal
 Gangguan mata: katarak dan glaukoma.
Kelainan ini jarang berdiri sendiri
 Retardasi mental dan beberapa kelainan lain
antara lain: Purpura trombositopeni (Blueberry
muffin rash)
 Hepatosplenomegali, meningoensefalitis,
pneumonitis, dan lain-lain
b. Extended – sindroma rubella kongenital.. Meliputi
cerebral palsy, retardasi mental, keterlambatan
pertumbuhan dan berbicara, kejang, ikterus dan
gangguan imunologi (hipogamaglobulin)
c. Delayed - sindroma rubella kongenital. Meliputi
panensefalitis, dan Diabetes Mellitus tipe-1, gangguan
pada mata dan pendengaran yang baru muncul
bertahun-tahun kemudian
3) Cytomegalovirus (CMV)
Transmisi dari ibu ke janin dapat terjadi selama
kehamilan, Infeksi pada kehamilan sebelum 16 minggu dapat
mengakibatkan kelainan kongenital berat. Gejala klinik infeksi
CMV pada bayi baru lahir jarang ditemukan. Dari hasil
pemeriksaan virologis, CMV hanya didapat 5-10% dari seluruh
kasus infeksi kongenital CMV. Kasus infeksi kongenital CMV
hanya 30-40% saja yang disertai persalinan prematur. Dari
semua yang prematur setengahnya disertai Pertumbuhan Janin
Terhambat (PJT). 10% dari janin yang menunjukkan tanda-
tanda infeksi kongenital mati dalam dua minggu pertama.
infeksi kongenital pada anak baru lahir jelas gejalanya. Gejala
infeksi pada bayi baru lahir bermacam-macam, dari yang tanpa
gejala apa pun sampai berupa demam, kuning (jaundice),
gangguan paru, pembengkakan kelenjar limfe, pembesaran hati
dan limpa, bintik merah di sekujur tubuh, serta hambatan
perkembangan otak (microcephaly). Hal ini bisa menyebabkan
buta, tuli, retardasi mental bahkan kematian. Tetapi ada juga
yang baru tampak gejalanya pada masa pertumbuhan dengan
memperlihatkan gangguan neurologis, mental, ketulian dan
visual. Komplikasi yang dapat muncul pada infeksi CMV
antara lain:
a. Infeksi pada sistem saraf pusat (SSP) antara lain:
meningoencephalitis, kalsifikasi, mikrosefali, gangguan
migrasi neuronal, kista matriks germinal,
ventriculomegaly dan hypoplasia cerebellar). Penyakit
SSP biasanya menunjukan gejala dan tanda berupa:
kelesuan, hypotonia, kejang, dan pendengaran defisit
b. Kelainan pada mata meliputi korioretinitis, neuritis
optik, katarak, koloboma, dan mikroftalmia
c. Sensorineural hearing defisit (SNHD) atau kelainan
pendengaran dapat terjadi pada kelahiran, baik
unilateral atau bilateral, atau dapat terjadi kemudian
pada masa kanak-kanak. Beberapa pasien memiliki
pendengaran normal untuk pertama 6 tahun hidup,
tetapi mereka kemudian dapat mengalami perubahan
tiba-tiba atau terjadi gangguan pendengaran. Di antara
anak-anak dengan defisit pendengaran, kerusakan lebih
lanjut dari pendengaran terjadi pada 50%, dengan usia
rata-rata perkembangan pertama pada usia 18 bulan
(kisaran usia 2-70 bulan). Gangguan pendengaran
merupakan hasil dari replikasi virus dalam telinga
bagian dalam
d. Hepatomegali dengan kadar bilirubin direk
transaminase serum meningkat. Secara patologis
dijumpai kolangitis intralobar, kolestasis obstruktif
yang akan menetap selama masa anak. Inclusian
dijumpai pada sel kupffer dan epitel saluran empedu.
Bayi dengan infeksi CMV kongenital memiliki tingkat
mortalitas 20-30%. Kematian biasanya disebabkan disfungsi
hati, perdarahan, dan intravaskuler koagulopati atau infeksi
bakteri sekunder.
4) Herpes
Bila pada kehamilan timbul herpes genitalis, perlu
mendapat perhatian yang serius, karena melalui plasenta virus
dapat sampai ke sirkulasi fetal serta dapat menimbulkan
kerusakan atau kematian pada janin. Infeksi neonatus
mempunyai angka mortalitas 60%, separuh dari yang hidup,
menderita cacat neurologik atau kelainan pada mata.
Kelainan yang timbul pada bayi dapat berupa
ensefalitis, keratokonjungtivis, atau hepatitis; disamping itu
dapat juga timbul lesi pada kulit. Beberapa ahli kandungan
mengambil sikap partus secara seksio Caesaria, bila pada saat
melahirkan sang ibu menderita infeksi ini. Tindakan ini
sebaiknya dilakukan sebelum ketubah pecah atau paling lambat
enam jam setelah ketuban pecah.
Bila transmisi terjadi pada trimester I cenderung terjadi
abortus; sedangkan bila pada trimester II, terjadi prematuritas.
Selain itu dapat terjadi transmisi pada saat intrapartum.
Infeksi herpes neonatus hampir selalu simtomatik.
Angka mortalitas keseluruhan pada penyakit yang tidak diobati
adalah 50%. Bayi dengan herpes neonatus terdiri dari tiga
katagori penyakit : (1) lesi setempat di kulit, mata dan mulut;
(2) ensefalitis dengan atau tanpa terkenanya kulit setempat; (3)
penyakit diseminata yang mengenai banyak organ, termasuk
sistem saraf pusat. Prognosis terburuk (angka mortalitas sekitar
80%) terdapat pada bayi dengan infeksi diseminata; banyak
diantaranya mengalami ensefalitis. Penyebab kematian bayi
dengan penyakit diseminata biasanya pneumonitis virus atau
koagulopati intravaskular. Banyak yang selamat dari infeksi
berat dapat hidup dengan gangguan neurologi menetap.
(Thapliyal, 2005)

8. LO nomor 8 : Bagaimana penjelasan mengenai manfaat dari ASI,


fisiologi, manajemen laktasi, cara menyusui dan Inisiasi Menyusui
Dini?
Air Susu Ibu adalah suatu emulsi lemak dalam larutan protein,
laktosa dan garam organik yang disekresi oleh kedua belah kelenjar
payudara ibu, sebagai makanan utama bagi bayi.

Fisiologi Laktasi
Laktasi atau menyusui adalah suatu proses
produksi/pembentukan ASI (refleks prolaktin) dan pengeluaran ASI
(refleks let down). Pembentukan ASI (refleks prolaktin) dimulai sejak
kehamilan. Pada masa kehamilan terjadi perubahan - perubahan
payudara terutama besarnya payudara, yang disebabkan oleh adan ya
proliferasi sel- sel duktus laktiferus dan sel-sel kelenjar pembentukan
ASI serta lancarnya peredaran darah pada payudara. Proses proliferasi
ini dipengaruhi oleh hormon - hormon yang dihasilkan oleh plasenta
yaitu laktogen, prolaktin, kariogona dotropin, estrogen dan
progesterone.
Selama kehamilan, hormon prolaktin dari plasenta meningkat
tetapi ASI biasanya belum keluar karena dihambat oleh kadar estrogen
yang tinggi. Setelah persalinan, kadar estrogen dan progesteron
menurun dengan lepasnya plasenta, sedangkan prolaktin tetap tinggi
sehingga tidak ada lagi hambatan terhadap prolaktin oleh estrogen.
Hormon prolaktin ini merangsang sel -sel alveoli yang berfungsi untuk
membuat air susu.
Produksi prolaktin yang berkesinambungan disebabkan oleh
bayi yang selalu menyusui. Prolaktin akan berada di peredaran darah
selama 30 menit setelah dihisap, sehingga prolaktin dapat merangsang
payudara menghasilkan ASI untuk minum berikutnya. Sedangkan
untuk minum yang sekarang, bayi mengambil ASI yang sudah ada.
Makin banyak ASI yang dikeluarkan dari gudang ASI (sinus
laktiferus), makin banyak produksi ASI atau dengan kata lain, makin
sering bayi menyusui makin banyak ASI diproduksi.
Pengeluaran ASI merupakan suatu interaksi yang kompleks
antara rangsangan mekanik, saraf dan bermacam-macam hormon.
Proses pelepasan ASI atau refleks let down dikendalikan oleh
neuroendokrin, dimana bayi yang menghisap payudara ibu akan
merangsang produksi oksitosin yang menyebabkan kontraksi sel- sel
mioepitel. Kontraksi dari sel - sel mioepitel akan memeras air susu
yang telah dibuat dan keluar dari alveoli, masuk ke sistem duktulus
yang selanjutnya mengalir melalui duktus laktiferus dan masuk ke
mulut bayi sehingga ASI tersedia bagi bayi.
Faktor - faktor yang memicu peningkatan refleks letdown yaitu
pada saat ibu melihat bayi, mendengar suara bayi, mencium bayi, dan
memikirkan untuk menyusui bayi. Sementara faktor- faktor yang
menghambat refleks letdown adalah kondisi ibu yang stress, keadaan
bingung (psikis kacau), takut, cemas, lelah, malu dan merasakan nyeri.
Oksitosin juga memacu kontraksi otot rahim sehingga involusi
rahim makin cepat dan membantu mengurangi terjadinya perdarahan.
Tidak jarang, perut ibu akan terasa sangat mulas pada hari- hari
pertama menyusui. Hal ini merupam mekanisme alamiah yang baik
untuk kembalinya uterus ke bentuk semula.

Air Susu Ibu (ASI)


Menyusui merupakan proses fisiologis untuk memberikan
nutrisi kepada bayi secara optimal. Air Susu Ibu (ASI) merupakan
nutrisi ideal untuk menunjang kesehatan, pertumbuhan, perkembangan
bayi secara optimal. ASI mengandung lemak, karbohidrat, protein,
nutrient mikro dan antibodi dalam jumlah yang tepat untuk
pencernaan, perkembangan otak dan pertumbuhan bayi.
Komposisi ASI tidak selalu sama, disesuaikan dengan
kebutuhan bayi setiap saat. Komposisi ASI akan bervariasi tergantung
usia bayi, sehingga ada yang disebut kolostrum, ASI peralihan dan
ASI matur. Komposisi ASI juga bervariasi dari awal hingga akhir
menyusui.
Foremilk (ASI awal) adalah ASI yang bening yang diproduksi
pada awal penyusuan. Foremilk banyak mengandung laktosa dan
protein. Hindmilk (ASI akhir) adalah ASI yang lebih putih pekat,
diproduksi pada akhir penyusuan. Hindmilk banyak mengandung
lemak yang sangat diperlukan sebagai sumber tenaga dan
pembentukan otak.
Karbohidrat utama dalam ASI adalah laktosa. Di dalam usus
halus laktosa akan dipecah menjadi glukosa dan galaktosa oleh enzim
lactase. Produksi enzim lactase pada usus halus bayi kadang-kadang
belum mencukupi, untungnya lactase terdapat dalam ASI. Sebagian
laktosa akan masuk ke usus besar, dimana laktosa ini akan
difermentasi oleh flora usus (bakteri baik pada usus) yaitu laktobasili.
Bakteri ini akan menciptakan keadaan asam dalam usus yang akan
menekan pertumbuhan kuman patogen pada usus dan meningkatkan
abosrpsi kalsium dan fosfor.
Kurang lebih 50% energi yang terkandung pada ASI berasal
dari lemak, atau kurang lebih 40 g/L. Lemak dalam ASI ada dalam
bentuk butiran lemak yang absorpsinya ditingkatkan oleh BSSL (bile
salt-stimulated lipase). Asam lemak yang terkandung pada ASI kaya
akan asam palmitat, asam oleat, asam linoleat dan asam alfa linolenat.
Trigliserida adalah bentuk lemak utama pada ASI, dengan kandungan
antara 97 – 98%. ASI sangat kaya asam lemak esensial yaitu asam
lemak yang tidak bisa diproduksi tubuh tetapi sangat diperlukan untuk
pertumbuhan otak. Asam lemak esensial tersebut adalah asam linoleat
8 – 17%, asam α linolenat 0,5 – 1,0% dan derivatnya yaitu asam
arakidonat 0,5 – 0,7% dan asam dokosaheksanoat (DHA) 0,2 – 0,5%.
Lemak pada ASI didapatkan pada hindmilk. Bayi mendapatkan
kebutuhan energinya sebagian besar dari lemak. Karena itu bayi harus
menyusu sampai payudara kosong baru pindah ke payudara satunya
apabila bayi masih menginginkannya. Waktu menyusui per payudara
yaitu 5 – 20 menit per payudara (rata-rata 15 menit). Menghentikan
bayi menyusu sebelum payudara kosong bisa menyebabkan
hipergalaktia. Hipergalaktia bisa muncul karena ibu memberikan ASI
dengan waktu sebentar (5-10 menit) kemudian berpindah ke payudara
lain. Akibatnya pengosongan payudara tidak optimal dan bayi
mendapat sejumlah besar foremilk yang banyak mengandung laktosa
dan sedikit hindmilk. Akibat lain hipergalaktia adalah timbulnya
malabsorpsi, pembentukan gas yang berlebihan dan terjadinya gagal
tumbuh pada bayi karena bayi hanya mendapatkan sedikit lemak.
Kandungan protein dalam ASI dalam bentuk whey 70% dan
kasein 30% dengan variasi komposisi whey : kasein adalah 90:10 pada
hari ke-4 sampai 10 setelah melahirkan, 60:40 pada ASI matur (hari ke
11 sampai 240) dan 50:50 (setelah hari ke-240). Pada susu sapi
perbandingan whey : kasein adalah 18:82. Protein whey tahan terhadap
suasana asam dan lebih mudah diserap sehingga akan mempercepat
pengosongan lambung. Selain itu protein whey mempunyai fraksi
asam amino fenilalanin, tirosin, dan metionin dalam jumlah lebih
rendah dibanding kasein, tetapi dengan kadar taurin lebih tinggi.
Komponen utama protein whey ASI adalah alfa-laktalbumin,
sedangkan protein whey pada susu sapi adalah beta-laktoglobulin.
Laktoferin, lisozim dan sIgA yang merupakan bagian dari protein
whey yang berperan dalam pertahanan tubuh.
Kandungan zat aktif lain dalam ASI yang terutama bekerja
untuk fungsi kekebalan tubuh adalah komponen protein (α-
laktalbumin, β-laktoglobulin, kasein, enzim, faktor pertumbuhan,
hormone, laktoferin, lisozim, sIgA dan immunoglobulin lain), nitrogen
non protein (α-amino nitrogen, keratin, kreatinin, glukosamin, asam
nukleat, nukleotida, poliamin, urea, asam urat), karbohidrat (laktosa,
oligosakarida, glikopeptida, faktor bifidus), lemak (vitamin larut
dalam lemak – A, D, E, K, karotenoid, asam lemak, fosfolipid, sterol
dan hidrokarbon, trigliserida), vitamin yang larut dalam air (biotin,
kolin, folat, inositol, niasin, asam pantotenat, riboflavin, thiamin,
vitamin B12, vitamin B6, vitamin C), mineral dan ion (bikarbonat,
kalsium, klorida, sitrat, magnesium, fosfat, kalium, natrium, sulfat),
trace mineral (kromium, kobalt, copper, fluorid, iodine, mangaan,
molybdenum, nickel, selenium dan seng) serta sel (sel epithelial,
leukosit, limfosit, makrofag dan neutrofil). Sehingga dapat dimengerti
dengan mendapatkan ASI, bayi mendapatkan kekebalan terhadap
berbagai penyakit seperti radang paru-paru, radang telinga, diare dan
juga mengurangi risiko alergi.
Proses laktasi akan melibatkan unsur hormonal di dalam tubuh
manusia. Setelah memasuki usia kehamilan 16 minggu, wanita hamil
sudah mulai memproduksi ASI, tetapi produksi ASI tidak berlanjut
karena tertahan oleh kehamilannya. Ketika bayi lahir dan plasenta
keluar, hormon yang mempengaruhi ASI akan menjadi aktif, apalagi
bila tindakan IMD dilakukan. Adanya hisapan bayi pada putting
payudara akan menyebabkan sinyal terkirim ke hipofisis. Hipofisis
anterior akan mengeluarkan hormon prolaktin yang berperan dalam
produksi ASI. Sebagian besar prolaktin berada dalam darah sekitar 30
menit setelah penyusuan, yang berarti prolaktin membuat payudara
memproduksi ASI yang berikutnya. Beberapa hal tentang prolaktin
adalah lebih banyak prolaktin yang diproduksi pada malam hari, maka
menyusui pada malam hari sangat penting untuk mempertahankan
laktasi, prolaktin membuat ibu rileks bahkan kadang mengantuk, maka
biasanya ibu dapat beristirahat meskipun menyusui malam hari,
hormon yang berkaitan dengan prolaktin menekan pematangan sel
telur, maka menyusui dapat membantu menunda kehamilan.
Hipofisis posterior akan mengeluarkan hormon oksitosin yang
akan masuk ke dalam aliran darah dan menimbulkan refleks oksitosin
untuk kontraksi otot yang ada di sekeliling saluran ASI, sehingga ASI
yang sudah diproduksi akan dapat dikeluarkan. Kelelahan maupun
masalah-masalah psikologis pada ibu dapat menghambat kerja
oksitosin seperti kekhawatiran ibu, khawatir mengenai pekerjaannya,
perselisihan dengan pasangan ataupun anggota keluarga yang lain.
Oksitosin dapat mulai berfungsi sebelum bayi menyusu, bila ibu
memikirkan untuk menyusui. Berikut tanda dan perasaan bahwa
refleks oksitosin berjalan:
 Ibu mungkin merasa ada perasaan memeras dan
menggelitik dalam payudara sesaat, sebelum dan
sesudah menyusui
 ASI mengalir dari payudara bila ia memikirkan bayinya
atau mendengar tangis bayi
 ASI menetes pada payudara sebelah ketika bayinya
mengusap / menetek
 ASI memancar halus ketika bayi menghentikan
menetek di tengah menyusui
 Nyeri karena kontraksi rahim, kadang dengan aliran
darah ketika menyusui dalam minggu pertama
 Isapan dan menelan yang pelan dan dalam oleh bayi
yang menunjukkan ASI mengalir ke dalam mulutnya
Produksi ASI akan meningkat segera setelah lahir sampai usia
4 sampai 6 minggu dan setelah itu produksinya menetap. Produksi ASI
pada hari pertama dan kedua sangat sedikit tetapi akan meningkat
menjadi ±500cc pada hari ke-5. 600 sampai 690 cc pada minggu kedua
dan kurang lebih 750 cc pada bulan ke-3 sampai ke-5. Produksi ini
akan menyesuaikan kebutuhan bayi. Jika saat itu bayi mendapat
tambahan makanan dari luar, maka kebutuhan bayi akan ASI
berkurang dan berakibat produksi ASI akan turun. Produksi ASI 750 –
1000 ml/hari menghasilkan energi 510 – 615 kkal/hari, energi yang
diperlukan bayi dengan berat 5 – 6 kg. Rerata volume ASI pada ibu
yang menyusui bayi usia 1 – 6 bulan secara eksklusif dan on demand
mendapatkan hasil sebagai berikut:
 Bayi menyusu 10 – 12 kali dalam sehari
 Rata-rata produksi ASI adalah 800 ml/hari
 Produksi ASI setiap menyusui adalah 90 ml/kali yang
dihasilkan 2 payudara
 Pada umumnya bayi akan menyusu pada payudara
pertama sebanyak 75 ml dan dilanjutkan 50 ml pada
payudara kedua
 Menyusui malam hari
Selama 3 bulan pertama, bayi yang mendapat ASI eksklusif
akan kembali ke berat badan lahir paling tidak pada usia 2 minggu dan
tumbuh sesuai atau bahkan di atas grafik sampai usia 3 bulan.
Penurunan berat badan bayi selama 2 mingu pertama kehidupan tidak
boleh melebihi 10%. Bayi yang lahir dengan berat badan rendah lebih
lambat kembali ke berat badan lahir semula, dibandingkan bayi
dengan berat badan lahir normal.
Untuk mencegah malnutrisi seorang ibu harus mengetahui
tanda kecukupan ASI, terutama pada bulan pertama. Setelah bulan
pertama tanda kecukupan ASI lebih tergambar melalui perubahan
berat badan bayi. Tanda bahwa bayi mendapat cukup ASI adalah:
 Produksi ASI akan berlimpah pada hari ke-2 sampai ke-
4 setelah melahirkan, nampak dengan payudara
bertambah besar, berat, lebih hangat dan seringkali ASI
menetes dengan spontan
 Bayi menyusu 8 – 12 kali sehari, dengan perlekatan
yang benar pada setiap payudara dan mengisap secara
teratur selama minimal 10 menit pada setiap payudara
 Bayi akan tampak puas setelah menyusu dan seringkali
tertidur pada saat menyusu, terutama pada payudara
kedua
 Frekuensi buang air kecil (BAK) bayi > 6 kali sehari.
Kencing berwarna jernih, tidak kekuningan. Butiran
halus kemerahan (yang mungkin berupa kristal urat
pada urin) merupakan salah satu tanda ASI kurang
 Frekuensi buang air besar (BAB) bayi > 4 kali sehari
dengan volume paling tidak 1 sendok makan, tidak
hanya berupa noda membekas pada popok bayi, pada
bayi usia 4 hari sampai 4 minggu. Sering ditemukan
bayi yang BAB setiap kali menyusu dan hal ini
merupakan hal yang normal
 Feses berwarna kekuningan dengan butiran-butiran
berwarna putih susu diantaranya (seedy milk), setelah
bayi berumur 4 sampai 5 hari. Apabila setelah bayi
berumur 5 hari, fesesnya masih berupa mekoneum
(berwarna hitam seperti ter) atau transisi antara hijau
kecoklatan, mungkin ini merupakan salah satu tanda
bayi kurang mendapat ASI
 Putting payudara akan terasa sedikit sakit pada hari-hari
pertama menyusui. Apabila sakit ini bertambah dan
menetap setelah 5 – 7 hari, lebih-lebih apabila disertai
dengan lecet, hal ini merupakan tanda bahwa bayi tidak
melekat dengan baik saat menyusu. Apabila tidak
segera ditangani dengan membetulkan posisi dan
perlekatan bayi maka akan menurunkan produksi ASI.
 Berat badan bayi tidak turun lebih dari 10% dibanding
berat lahir
 Berat badan bayi kembali seperti berat lahir pada usia
10 sampai 14 hari setelah lahir
Beberapa bayi menyusu dengan cepat, tetapi bayi lain menyusu
dengan diselingi istirahat / tidur. Beberapa pola menyusu bayi normal
adalah:
 Barracudas adalah tipe menyusu dengan tangan bayi
memegang putting dan kemudian menyusu secara kuat
selama 10 – 20 menit
 Excited ineffectives dimana bayi ingin sekali secara
aktif untuk menyusu dengan putting yang dikeluarkan
dan dimasukkan secara berulang-ulang ke dalam mulut,
dan kemudian menangis apabila ASI tidak keluar
 Procrastinators adalah tipe bayi yang menunggu
sampai ASI keluar dan kemudian mulai menyusu
dengan baik
 Gourmerts adalah bayi yang menjilat dan merasakan
ASI yang menetes terlebih dahulu sebelum benar-benar
melekat pada putting. Apabila bayi dipaksa untuk
cepat-cepat menyusu, maka bayi justru menolak
 Resters adalah tipe yang lebih suka menyusu beberapa
menit kemudian berhenti beberapa menit sehingga
membutuhkan waktu menyusu yang lama (IDAI, 2011)

Inisiasi Menyusu Dini (IMD)


Inisiasi Menyusu Dini adalah proses bayi menyusu segera
setelah dilahirkan, di mana bayi dibiarkan mencari puting susu ibunya
sendiri (tidak disodorkan ke puting susu).
Inisiasi Menyusu Dini akan sangat membantu dalam
keberlangsungan pemberian ASI eksklusif (ASI saja) dan lama
menyusui. Dengan demikian, bayi akan terpenuhi kebutuhannya
hingga usia 2 tahun, dan mencegah anak kurang gizi.
Tahap-tahap dalam Inisiasi Menyusu Dini (IMD)
a. Dalam proses melahirkan, ibu disarankan untuk
mengurangi/tidak menggunakan obat kimiawi. Jika ibu
menggunakan obat kimiawi terlalu banyak, dikhawatirkan akan
terbawa ASI ke bayi yang nantinya akan menyusu dalam
proses inisiasi menyusu dini.
b. Para petugas kesehatan yang membantu Ibu menjalani proses
melahirkan, akan melakukan kegiatan penanganan kelahiran
seperti biasanya. Begitu pula jika ibu harus menjalani operasi
caesar.
c. Setelah lahir, bayi secepatnya dikeringkan seperlunya tanpa
menghilangkan vernix (kulit putih). Vernix (kulit putih)
menyamankan kulit bayi.
d. Bayi kemudian ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dengan
kulit bayi melekat pada kulit ibu. Untuk mencegah bayi
kedinginan, kepala bayi dapat dipakaikan topi. Kemudian, jika
perlu, bayi dan ibu diselimuti.
e. Bayi yang ditengkurapkan di dada atau perut ibu, dibiarkan
untuk mencari sendiri puting susu ibunya (bayi tidak
dipaksakan ke puting susu). Pada dasarnya, bayi memiliki
naluri yang kuat untuk mencari puting susu ibunya.
f. Saat bayi dibiarkan untuk mencari puting susu ibunya, Ibu
perlu didukung dan dibantu untuk mengenali perilaku bayi
sebelum menyusu. Posisi ibu yang berbaring mungkin tidak
dapat mengamati dengan jelas apa yang dilakukan oleh bayi.
g. Bayi dibiarkan tetap dalam posisi kulitnya bersentuhan dengan
kulit ibu sampai proses menyusu pertama selesai.
h. Setelah selesai menyusu awal, bayi baru dipisahkan untuk
ditimbang, diukur, dicap, diberi vitamin K dan tetes mata.
i. Ibu dan bayi tetap bersama dan dirawat-gabung. Rawat-gabung
memungkinkan ibu menyusui bayinya kapan saja si bayi
menginginkannya, karena kegiatan menyusu tidak boleh
dijadwal. Rawat-gabung juga akan meningkatkan ikatan batin
antara ibu dengan bayinya, bayi jadi jarang menangis karena
selalu merasa dekat dengan ibu, dan selain itu dapat
memudahkan ibu untuk beristirahat dan menyusui

Cara menyusui yang tepat:


a. Posisi badan bayi harus lurus menghadap badan ibu mulai dari
kepala, leher, badan hingga kaki.
b. 2 tangan ibu menyangga badan bayi, mendekatkan dengan
badan ibu.
c. Tangan bayi menyangga payudara ibu.
d. Mulut terbuka lebar, bibir bawah terbuka keluar.
e. Aerola mammae masuk ke mulut bayi, lebih banyak areola
terlihat di bagian atas mulut bayi daripada di bawahnya.
f. Dagu menempel pada payudara ibu.
g. Pipi bayi bulat atau datar

Manfaat Inisiasi Menyusu Dini:


a. Meningkatkan refleks menyusu bayi secara optimal
Menyusu pada bayi baru lahir merupakan keterpaduan
antara tiga refleks yaitu refleks mencari (rooting reflex), refleks
mengisap (sucking reflex), refleks menelan (swallowing reflex)
dan bernapas. Gerakan mengisap berkaitan dengan saraf otak
nervus ke 5, 7 dan 12. Gerakan menelan berkaitan dengan
nervus ke 9 dan 10. Gerakan tersebut salah satu upaya
terpenting bagi individu untuk mempertahankan hidupnya.
Pada masa gestasi 28 minggu gerakan ini sudah cukup
sempurna, sehingga bayi dapat menerima makanan secara oral,
namun melakukan gerakan tersebut tidak berlangsung lama.
Setelah usia gestasi 32 – 43 minggu, mampu untuk melakukan
dalam waktu yang lama
b. Menurunkan kejadian hipotermi
Lapisan insulasi jaringan lemak di bawah kulit tipis,
kecepatan kehilangan panas pada tubuh bayi baru lahir ±4 kali
pada orang dewasa. Pada ruang bersalin dengan suhu 20-25°C,
suhu kulit tubuh bayi akan turun 0,3°C, suhu tubuh bagian
dalam turun 0,1 °C / menit. Selama periode dini setelah bayi
lahir, biasanya berakibat kehilangan panas kumulatif 2-3°C.
kehilangan panas ini terjadi melalui konveksi, konduksi,
radiasi dan evaporasi
c. Menurunkan kejadian asfiksia
Dengan IMD, ibu dan bayi menjadi lebih tenang. Hal
ini akan membantu pernapasan dan bunyi jantung lebih stabil
d. Menurunkan kejadian hipoglikemi
Menyusu dini membuat bayi menjadi tenang dan
frekuensi menangis kurang sehingga mengurangi pemakaian
energi
e. Meningkatkan pengeluaran hormone oksitosin
Melalui sentuhan, emutan dan jilatan bayi pada puting
susu ibu akan pengeluaran hormon oksitosin yang penting.
Selain itu gerakan kaki bayi pada saat merangkak di perut ibu
akan membantu melakukan massage uterus untuk merangsang
kontraksi uterus. Oksitosin akan menyebabkan uterus
berkontraksi sehingga membantu pengeluaran plasenta dan
mengurangi terjadinya perdarahan post partum. Oksitosin akan
merangsang hormone lain yang membuat ibu menjadi tenang,
rileks, euphoria, meningkatkan ambang rasa nyeri dan
mencintai bayinya. Oksitosin merangsang pengaliran ASI dari
payudara
f. Memfasilitasi bonding attachment
Ikatan batin menunjukkan perjalinan hubungan orang
tua dan bayi pada saat awal kelahiran. Sebagai individu, orang
tua akan mengembangkan hubungan kasih sayang dengan bayi
menurut gaya dan cara mereka. Jam pertama merupakan saat
peka dimana kontak pertama akan mempermudah jalinan batin.
Sifat dan tingkah laku jalinan saling berhubungan yang tercipta
antara ibu dan bayi sering berupa sentuhan halus ibu dengan
ujung jarinya pada anggota gerak dan wajah bayi serta
membelai dengan penuh kasih sayang. Sentuhan pada pipi
akan membangkitkan respon berupa gerakan memalingkan
wajah ke ibu untuk mengadakan kontak mata dan mengarah ke
payudara disertai gerakan menyondol dan menjilat puting susu
selanjutnya mengisap payudara. Kontak pertama ini harus
berlangsung pada jam pertama setelah kelahirannya. Bayi baru
lahir matanya terbuka lebih lama daripada hari-hari
selanjutnya, sehingga paling baik untuk memulai perlekatan
dan kontak mata antara ibu dan bayi

Menyusui juga memberi manfaat untuk menurunkan risiko pada bayi


dan ibu untuk:
Pada bayi:
 Nonspesifik gastroenteritis
 Necrotizing enterocolitis
 Otitis akut
 Infeksi traktus respiratorius bawah
 Sudden infant death (SIDS)
 Dermatitis atopi
 Asma pada anak kecil
 Obesitas
 Diabetes (tipe 1 dan 2)
 Leukemia anak
Pada ibu:
 Diabetes (tipe 2)
 Karsinoma ovarium
 Karsinoma payudara

Ada beberapa masalah menyusui yang sering timbul selama


menyusui antara lain bingung puting, puting lecet, engorgement
(bengkak), hipergalaktia dan ASI kurang. Pada umumnya menyusui
dikatakan mantap setelah 4 minggu, sehingga penggunaan dot atau
botol sebelum menyusui mantap dikhawatirkan akan menimbulkan
bingung puting. WHO lebih menganjurkan penggunaan cangkir
dibandingkan dot untuk memberikan minum pada bayi. Bayi yang
mendapat cangkir menjalani perawatan lebih lama dibanding yang
mendapat susu botol dan lebih banyak susu yang tumpah pada
penggunaan cangkir/sendok dibandingkan penggunaan dot. Tetapi
risiko terjadi infeksi karena peralatan yang tidak steril lebih mudah
terjadi pada susu botol.
Engorgement seringkali timbul karena perlekatan atau posisi
menyusui yang salah. Selain itu puting terbenam atau datar juga
menyebabkan perlekatan yang tidak sempurna dan akan menyebabkan
engorgement. Cara untuk mengatasi membetulkan posisi dan
perlekatan mulut bayi pada areola dan puting adalah dengan
mengeluarkan ASI baik dengan tangan atau pompa, dan memberikan
kompres. Kompres hangat dan pijatan diberikan sebelum menyusui
untuk melancarkan pengeluaran ASI dan kompres dingin diantara
waktu menyusui untuk mengurangi rasa sakit pada payudara.
Hipergalaktia timbul karena produksi ASI yang berlimpah
yang tidak diimbangi dengan kebutuhan bayi untuk menyusu. Juga
bisa timbul karena ibu memberikan ASI dalam waktu sebentar pada
satu sisi dan kemudian indah ke payudara lain.
ASI kurang yang umumnya karena kelainan anatomis
payudara, seperti hipoplasia payudara. Penyebab lainnya adalah radiasi
pada kanker payudara dan operasi pada payudara. Selain itu proses
menyusui yang tidak benar, misalnya engorgement akan
mengakibatkan pengeluaran zat penghambat kimiawi yang akan
menekan produksi ASI. Untuk mengurangi engorgement tersebut, ibu
harus menyusui bayinya sesering mungkn dan sesuai kebutuhan
sampai tubuh menyesuaikan diri dan memproduksi sejumlah yang
dibutuhkan bayi (IDAI, 2011).

Indikasi dan Kontraindikasi Menyusui


Indikasi mutlak bagi bayi untuk mendapatkan ASI adalah bayi
yang menderita kelainan metabolik bawaan galaktosemia klasik dan
maple syrup urine disease. Adapun bayi yang menderita
phenylketonuria (PKU) boleh mendapatkan ASI dengan pengawasan
yang sangat ketat terhadap kadar fenilalanin dalam darah.
Ibu dengan HIV positif sebaiknya tidak menyusui bila terdapat
susu pengganti yang memenuhi syarat AFASS (acceptable, feasible,
affordable, sustainable, dan safe). Menyusui bukan merupakan
kontraindikasi bagi ibu dengan infeksi HIV, walaupun diduga bahwa
puting lecet atau berdarah dapat meningkatkan risiko penularan. ASI
pada ibu dengan HIV positif harus diperah, tidak boleh menyusu
langsung karena bila menyusu langsung ada saja luka pada puting
yang menyebabkan penularan lebih besar. ASI perah kalau bisa
dipasteurisasi dan diberikan secara eksklusif, tidak boleh ditambah
dengan susu formula, karena susu formula menyebabkan perdarahan
kecil kecil pada usus bayi dan virus di dalam ASI akan lebih mudah
diserap. (IDAI, 2012)
Sedangkan kontraindikasi sementara pada ibu untuk
memberikan ASI adalah ibu yang menderita herpes simpleks tipe 1 di
daerah payudara, mendapat pengobatan psikotropika, opioid, iodium,
dan kemoterapi. Sedangkan ibu yang mendapat mastitis, abses
payudara, hepatitis B, hepatitis C dan tuberculosis boleh memberikan
ASI. Ibu dengan penyakit jantung juga menjadi kontraindikasi karena
dapat menyebabkan gagal jantung. Ibu yang memerlukan pemeriksaan
dengan obat-obat radioaktif perlu menghentikan pemberian ASI
kepada bayinya selama 5x waktu paruh obat. Setelah itu bayi boleh
menetek lagi. Sementara itu, ASI tetap diperah dan dibuang agar tidak
mengurangi produksi. (IDAI, 2011)

Cara Menyimpan ASI


 ASI perah dapat disimpan pada suhu ruangan selama 6 – 8 jam
 Di dalam lemari es pendingin (4°C) tahan 2x24 jam
 Di dalam lemari es pembeku (-4°C) tahan sampai beberapa
bulan (IDAI, 2012)

Tambahan Obat Teratogenik


Teratogen adalah zat atau apapun (obat, zat kimia, polutan,
virus, fisik) yang dalam kehamilan dapat menyebabkan perubahan
bentuk atau fungsi organ dalam perkembangan janin. Teratogen
berasal dari bahasa Yunani teratos, yang berarti monster. Hadegen,
asal kata dari Hades (dewa dalam mitologi Yunani), adalah zat yang
mengganggu pertumbuhan dan fungsi normal dari organ. Trophogen
adalah zat yang dapat mempengaruhi pertumbuhan dan perkembangan
organ. Hadegen dan trophogen inilah yang mempengaruhi proses
pertumbuhan dan perkembangan organ (organogenesis) bahkan setelah
lahir. Berikut penggolongan obat berdasarkan keamanan jika diberikan
selama kehamilan:
1) Kategori A
Studi terkontrol pada ibu hamil tidak menunjukkan
adanya peningkatan resiko untuk terjadinya kelainan janin
apabila diberikan selama kehamilan. Obat-obat yang telah
banyak digunakan oleh wanita hamil tanpa disertai kenaikan
frekuensi malformasi janin atau pengaruh buruk lainnya.
Misalnya parasetamol, penisilin, eritromisin, digoksin,
isoniazid, asam folat, levotiroksin, supplemen kalium, dan
vitamin prenatal, jika diminum sesuai dosis yang
direkomendasikan
2) Kategori B
Studi pada binatang percobaan tidak menunjukan
adanya resiko pada janin, tetapi tidak ada studi terkontrol pada
ibu hamil atau studi terhadap reproduksi binatang percobaan
menunjukan adanya efek samping, tetapi penelitian pada bumil
tidak menunjukkan adanya resiko pada janin pada trimester I
kehamilan dan tidak ada bukti beresiko pada trimester
berikutnya. Contohnya, antibiotik golongan Penisillin
(amoksilin, ampisilin), makrolid (eritromisin, claritromisin,
azitromisin), dan sebagian besar golongan sefalosporin
(cefadroksil, cefixime, ceftriakson, cefotaxim).
Kategori B dibagi lagi berdasarkan temuan-temuan
pada studi toksikologi pada hewan, yaitu:
a. B1 : Dari penelitian pada hewan tidak terbukti
meningkatnya kejadian kerusakan janin. Contoh
simetidin, dipiridamol, dan spektinomisin
b. B2 : Data dari penelitian pada hewan belum memadai,
tetapi ada petunjuk tidak meningkatnya kejadian
kerusakan janin. Contoh tikarsilin, amfoterisin,
dopamin, asetilkistein, dan alkaloid belladonna
c. B3: Penelitian pada hewan menunjukkan peningkatan
kejadian kerusakan janin, tetapi belum tentu bermakna
pada manusia. Misalnya karbamazepin, pirimetamin,
griseofulvin, trimetoprim, dan mebendazol
3) Kategori C
Obat-obat yang dapat memberi pengaruh buruk pada
janin tanpa disertai malformasi anatomic semata-mata karena
efek farmakologiknya. Efeknya bersifat reversibel. Studi pada
binatang percobaan menunjukkan adanya efek samping
(teratogenik atau embriosidal atau memiliki efek lain), dan
tidak ada studi terkontrol pada ibu hamil. Atau belum ada studi
terhadap wanita dan binatang percobaan. Obat ini hanya boleh
diberikan jika besarnya manfaat yang diperoleh melebihi
besarnya resiko terhadap janin. Hampir dua pertiga dari
seluruh obat termasuk kategori ini. Beberapa obat yang
digunakan untuk terapi kondisi yang mengancam nyawa
seperti albuterol (asma), zidovudine dan lamivudine
(HIV/AIDS), dan obat antihipertensi golongan penyekat beta
narkotik, fenotiazin, rifampisin, aspirin, AINS, diuretika dan
penyekat kalsium.
4) Kategori D
Obat-obat yang terbukti menyebabkan meningkatnya
kejadian malformasi janin pada manusia atau menyebabkan
kerusakan janin yang bersifat ireversibel. Adanya bukti positif
mengenai resiko obat ini terhadap janin, tetepi obat ini masih
diperbolehkan untuk diberikan pada wanita hamil, jika
besarnya manfaat yang diperoleh melebihi besarnya resiko
terhadap janin (misalnya jika obat ini diperlukan untuk
mengatasi keadaan yang mengancam jiwa atau penyakit serius
apabila obat yang lebih aman tidak dapat digunakan atau tidak
efektif). Obat-obat dalam kategori ini juga mempunyai
efek farmakologik yang merugikan terhadap janin. Misalnya
androgen, fenitoin, pirimidon, fenobarbiton, kinin,klonazepam,
asam valproat, steroid anabolik, kortikosteroid sistemik,
azatioprine, phenytoin, carbamazepine, asam valproat, dan
lithium.
5) Kategori X
Obat yang telah terbukti mempunyai resiko tinggi
terjadinya pengaruh buruk yang menetap (irreversibel) pada
janin jika diminum pada masa kehamilan. Studi pada binatang
percobaan atau manusia memperlihatkan abnormalitas pada
janin atau tidak terbukti beresiko pada janin dan besarnya
resiko obat ini pada wanita hamil jelas-jelas melebihi manfaat
yang diharapkan. Dilarang penggunaannya pada wanita hamil
atau yang memiliki kemungkinan untuk hamil. Obat dalam
kategori ini merupakan kontraindikasi mutlak selama
kehamilan. Misalnya isotretionin dan dietilstilbestrol,
talidomid

Berikut merupakan obat dan zat lain yang berbahaya pada kehamilan:
1) Alkohol, termasuk teratogenik kuat yang dapat menyebabkan
bayi lahir mati, Fetal Alcohol Syndrome (trias : kelainan pada
wajah, kelainan pertumbuhan janin atau setelah lahir, dan
kelainan pada otak) dan kelainan pada organ lain seperti
kelainan jantung, ginjal, tulang rangka, panca indra, dan
lainnya
2) Tembakau/rokok, mengandung bermacam zat (nikotin, kotinin,
sianida, tiosianat, karbon monoksida, timbal, dll) yang dapat
menurunkan kadar oksigen dalam darah yang menyebabkan
pertumbuhan janin terhambat sehingga berat badan bayi lahir
rendah sampai kematian janin dalam kandungan. Merokok
dapat menyebabkan aborsi spontan, kelahiran prematur, dan
kelainan plasenta/tali pusat
3) Narkotika dan zat psikostimulan. Metamfetamin menyebabkan
berat badan bayi lahir rendah, kokain menyebabkan kelainan
tengkorak, otak, kulit, jantung, abdomen, gangguan kognitif
dan psikomotor, hingga kematian janin. Pada penggunaan
heroin, berat badan bayi lahir akan rendah, keterlambatan
pertumbuhan dan perkembangan, serta gangguan kepribadian.
Ganja mengandung delta-9-tetrahydrocannabinol (THC) yang
merupakan teratogenik
4) Obat Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas
kategori antiinflamasi nonsteroid dan kategori opioid. Anti
inflamasi nonsteroid (NSAIDs) Aspirin adalah golongan
NSAIDs yang bekerja dengan menghambat enzim untuk
pembuatan prostaglandin. Perhatian lebih diperlukan pada
konsumsi aspirin melebihi dosis harian terendah karena obat
ini dapat melalui plasenta. Pemakaian aspirin pada triwulan
pertama berkaitan dengan peningkatan risiko gastroschisis.
Dosis aspirin tinggi berhubungan dengan abruptio plasenta
(plasenta terlepas dari rahim sebelum waktunya). The World
Health Organization (WHO) memiliki perhatian lebih untuk
konsumsi aspirin pada wanita menyusui.Indometasin dan
ibuprofen merupakan NSAIDs yang sering digunakan.
NSAIDs jenis ini dapat mengakibatkan konstriksi
(penyempitan) dari arteriosus duktus fetalis (pembuluh darah
janin) selama kehamilan sehingga tidak direkomendasikan
setelah usia kehamilan memasuki minggu ke – 32. Penggunaan
obat ini selama triwulan pertama mengakibatkan
oligohidramnion (cairan ketuban berkurang) atau
anhidramnion (tidak ada cairan ketuban) yang berkaitan
dengan gangguan ginjal janin. Obat ini dapat digunakan selama
menyusui.Asetaminofen banyak digunakan selama kehamilan.
Obat ini dapat melalui plasenta namun cenderung aman apabila
digunakan pada dosis biasa
5) Obat antikonvulsan (obat kejang/obat epilepsi). Obat-obatan
untuk penyakit epilepsi ini banyak yang masuk di kategori D
sehingga wanita dengan epilepsi memiliki resiko kelainan janin
yang lebih besar 2-3 kali lipat. Namun penyebab terjadinya
kelainan janin ini masih kontroversi apakah karena penyakit
epilepsinya atau karena obat-obatan yang digunakan. Kelainan
janin yang dilaporkan pada ibu hamil dengan epilepsi adalah
bibir sumbing, kelainan jantung, defek pada selubung saraf,
dan kelainan saluran kencing. Ibu hamil yang diterapi dengan
asam valproat memiliki resiko yang lebih tinggi akan
mengalami kelainan janin
6) Obat hipoglikemik oral digunakan untuk menurunkan kadar
gula darah pada penderita diabetes, tetapi seringkali gagal
mengatasi diabetes pada wanita hamil dan bisa menyebabkan
bayi yang baru lahir memiliki kadar gula darah yang sangat
rendah (hipoglikemia). Karena itu untuk mengobati diabetes
pada wanita hamil lebih baik digunakan insulin
7) Obat penyekat ACE dan penyekat reseptor angiotensin (obat
hipertensi). Obat hipertensi golongan ini (captopril, lisinopril,
dan terutama enalapril) sudah dikenal fetotoksik dan
embriotoksik. Obat golongan ini mengganggu sistem renin-
angiotensin janin (suatu hormon yang dihasilkan oleh ginjal
dan paru untuk mengatur tekanan darah) sehingga
pertumbuhan ginjal dan paru janin terganggu. Selain itu dapat
menyebabkan cacat pada anggota gerak (tangan dan kaki),
berat badan lahir rendah, dan gangguan pertumbuhan tulang
tengkorak. Pada ibu hamil yang menderita penyakit darah
tinggi, penggunaan obat darah tinggi golongan penyekat ACE
dan penyekat reseptor angiotensin harus dihindarkan
8) Obat anti peradangan non-steroid (obat radang/obat nyeri).
Obat golongan ini sebenarnya tidak termasuk kategori obat
yang teratogenik, namun mereka dapat menyebabkan efek
samping pada janin apabila digunakan pada trimester ketiga.
Obat seperti Indometasin apabila dikonsumsi pada trimester
ketiga dan selama lebih dari 3 hari, dapat menyebabkan
tekanan darah tinggi pada paru-paru janin, mengurangi cairan
ketuban, perdarahan di otak janin, dan gangguan pada sistem
pencernaan
9) Obat anti mual seperti thalidomide dan meclizin yang sering
digunakan untuk mengatasi mabok perjalanan, mual dan
muntah, bisa menyebabkan cacat bawaan pada hewan
percobaan. Tetapi efek seperti ini belum ditemukan pada
manusia
10) Obat anti kanker. Jaringan janin tumbuh dengan kecepatan
tinggi, karena itu sel-selnya yang membelah dengan cepat
sangat rentan terhadap obat anti-kanker. Banyak obat anti-
kanker yang bersifat teratogen, yaitu dapat menyebabkan cacat
bawaan seperti methotrexate dan aminopetrin
11) Obat kulit, accutane, tretinoin dan Isotretinoin yang digunakan
untuk mengobati jerawat yang berat, psoriasis dan kelainan
kulit lainnya bisa menyebabkan cacat bawaan. Yang paling
sering terjadi adalah kelainan jantung, telinga yang kecil dan
hidrosefalus (kepala yang besar). Resiko terjadinya cacat
bawan adalah sebesar 25%. Etretinat juga bias menyebabkan
cacat bawaan.Obat ini disimpan di dalam lemak dibawah kulit
dan dilepaskan secara perlahan, sehingga efeknya masih
bertahan sampai 6 bulan atau lebih setelah pemakaian obat
dihentikan. Karena itu seorang wanita yang memakai obat ini
dan merencanakan untuk hamil, sebaiknya menunggu paling
tidak selama 1tahun setelah pemakaian obat dihentikan
12) Hormon androgenik yang digunakan untuk mengobati berbagai
kelainan darah dan progestin sintetis yang diminum pada 12
minggu pertama setelah pembuahan, bisa menyebabkan
terjadinya maskulinisasi pada kelamin janin perempuan.
Klitoris bisa membesar dan labia minora menutup. Efek
tersebut tidak ditemukan pada pemakaian pil KB karena
kandungan progestinnya hanya sedikit. Dietilstilbestrol
(DES,suatu estrogen sintetis) bias menyebabkan kanker pada
anak perempuan yang ibunya memakai obat ini selama hamil
13) Antibiotik golongan aminoglikosida, klorampenikol, sulfa, dan
tetrasiklin. Penggunaan antibiotik yang tidak aman pada ibu
hamil dapat menyebabkan kadar obat yang membahayakan
janin. Antibiotik golongan aminoglikosida (gentamisin,
streptomisin) dapat menyebabkan tuli dan kerusakan ginjal.
Golongan klorampenikol dapat menyebabkan gray baby
syndrome (sindrom bayi abu-abu) yaitu bayi tampak pucat dan
kebiruan, pembuluh darah kolaps, yang berujung kematian.
Lain lagi dengan obat golongan tetrasiklin, obat ini apabila
dikonsumsi pada kehamilan dapat menyebabkan gigi bayi yang
tumbuh akan berwarna kuning kecoklatan sedangkan pada obat
golongan sulfa dapat menyebabkan bayi lahir kuning
14) Obat anti peradangan kortikosteroid. Obat golongan
kortikosteroid (deksametason, hidrokortison, prednison) sering
digunakan utk penyakit kronik/serius seperti asma dan
penyakit autoimun. Penelitian pada binatang precobaan
menunjukan hubungan terjadinya bibir sumbing. Pada ibu
hamil penelitian menunjukan resiko 3 dari 1000 dapat
melahirkan dengan bibir sumbing. Maka dari itu penggunaan
kortikosteroid sistemik pada kehamilan trimester awal
termasuk kategori D dan tidak dianjurkan
15) Antikoagulan, janin sangat rentan terhadap antikoagulan (obat
anti pembekuan) warfarin. Cacat bawaan terjadi pada 25% bayi
yang terpapar oleh obah ini selama trimester pertama. Selain
itu, bisa terjadi perdarahan abnormal pada ibu maupun janin.
Jika seorang wanita hamil memiliki resiko membentuk bekuan
darah, lebih baik diberikan heparin. Tetapi pemakaian jangka
panjang selama kehamilan bisa menyebabkan penurunan
jumlah trombosit atau pengeroposan tulang (osteoporosis) pada
ibu
16) Beberapa obat anti-kejang seperti phenytoin, valproic,
trimethadione, paramethadione, carbamazepine, phenobarbital
yang diminum oleh penderita epilepsi yang sedang hamil, bisa
menyebabkan terjadinya celah langit-langit mulut, kelainan
jantung, wajah, tengkorak, tangan dan organ perut pada
bayinya. Bayi yang dilahirkan juga bias mengalami
keterbelakangan mental. Obat anti-kejang yang bisa
menyebabkan cacat bawaan adalah trimetadion (resiko sebesar
70%) dan asam valproate (resikosebesar 1%).Carbamazepine
diduga menyebabkan sejumlah cacat bawaan yang sifatnya
ringan. Bayi baru lahir yang selama dalam kandungan terpapar
oleh phenitoin dan phenobarbital, bisa mudah mengalami
perdarahan karena obat ini menyebabkan kekurangan vitamin
K yang diperlukan dalam proses pembekuan darah. Efek ini
bisa dicegah bila selama 1 bulan sebelum persalinan, setiap
hari ibunya mengkonsumsi vitamin K atau jika segera setelah
lahir diberikan suntikan vitamin K kepada bayinya. Selama
hamil, kepada penderita epilepsi diberikan obat anti-kejang
dengan dosis yang paling kecil tetapi efektif dan dipantau
secara ketat. Wanita yang menderita epilepsi, meskipun tidak
memakai obat anti-kejang selam hamil, memiliki kemungkinan
yang lebih besar untuk melahirkan bayi dengan cacat bawaan.
Resikonya semakin tinggi jika selama hamil sering terjadi
kejang yang berat atau jika terjadi komplikasi kehamilan atau
jka berasal dari golongan sosial-ekonomi yang rendah (karena
perawatan kesehatannya tidak memadai)
17) Vaksin yang terbuat dari virus yang hidup tidak diberikan
kepada wanita hamil, kecuali jika sangat mendesak. Vaksin
rubella (suatu vaksin dengan virus hidup) bisa menyebabkan
infeksi pada plasenta danjanin. Vaksin virus hidup (misalnya
campak, gondongan, polio, cacar air dan demam kuning) dan
vaksin lainnya (misalnya kolera, hepatitis A dan B, influensa,
plag, rabies, tetanus, difteri dan tifoid) diberikan kepada wanita
hamil hanya jika dia memiliki resiko tinggi terinfeksi oleh
salah satu mikro organismenya
18) Yodium radioaktif yang diberikan kepada wanita hamil untuk
mengobati hipertiroidisme (kelenjar tiroid yang terlalu aktif)
bisa melewati plasenta dan menghancurkan kelenjar tiroid
janin atau menyebabkan hipotiroidisme (kelenjar tiroid yang
kurang aktif) yang berat. Propiltiourasil dan metimazol, yang
juga digunakan untuk mengatasi hipertiroidisme, bisa melewati
plasenta dan menyebabkan kelenjar tiroid janin sangat
membesar
19) Vitamin A dan retinoid (turunan dari vitamin A). Vitamin A ini
penting untuk pertumbuhan, reproduksi, dan fungsi
penglihatan. Ada 2 bentuk alami vitamin A, yang pertama
beta-karoten yang merupakan provitamin A sering ditemukan
di buah dan sayur, dan tidak pernah dilaporkan dapat
menyebabkan gangguan janin. Bentuk yang kedua adalah
retinol, kandungannya pada hati ayam atau sapi sangat tinggi.
Sebenarnya suplementasi vitamin A selama kehamilan tidak
diperlukan karena pada dosis tinggi (10.000 – 50.000 IU) dapat
menyebabkan kecacatan pada janin. Dengan makanan sehari-
hari kebutuhan vitamin A sudah cukup, sekitar 5.000 – 8.000
IU. Turunan vitamin A seperti bexarotene (digunakan untuk
limfoma) dan isotretinoin (untuk obat jerawat) termasuk
teratogen yang poten karena dapat menyebabkan kelainan pada
mata, telinga, bibir sumbing, dan gangguan pada tulang.
Penggunaan pada awal kehamilan dapat berakibat gangguan
pada jantung, sistem saraf pusat janin, dan telinga janin hingga
yang paling fatal yaitu kematian janin. Ternyata banyak sekali
obat-obatan yang bersifat teratogenik, padahal obat-obatan ini
cukup sering dipakai dalam pengobatan penyakit umum.
Melihat banyaknya obat-obatan yang dapat mempengaruhi
kehamilan ibu dan pertumbuhan janin, maka sangat penting
bagi para calon ibu untuk lebih waspada dalam mengkonsumsi
obat - obatan selama kehamilan dan senantiasa
mengkonsultasikannya pada dokter
20) Radiasi bom atom, iodium dan rontgen

Obat-obatan yang aman pada kehamilan


1) Obat-obatan untuk saluran napas bagian atas
Keluhan pada saluran pernapasan atas seperti rinore
(hidung berair), bersin-bersin, hidung tersumbat, batuk, sakit
pada tenggorok diikuti dengan lemah dan lesu adalah keluhan
yang umum dimiliki oleh wanita hamil. Flu tersebut dapat
disebabkan oleh rinovirus, koronavirus, influenza virus, dan
banyak lagi. Apabila keluhan ini murni disebabkan oleh virus
tanpa infeksi tambahan oleh bakteri maka terapi menggunakan
antibiotik tidak diperlukan. Obat-obatan yang paling sering
digunakan untuk mengurangi gejala yang terjadi diantaranya
adalah:
a. Antihistamin. Antihistamin atau sering dikenal sebagai
antialergi aman digunakan selama kehamilan.
Antihistamin yang aman termasuk diantaranya adalah
klorfeniramin, klemastin, difenhidramin, dan
doksilamin. Antihistamin generasi II seperti loratadin,
setirizin, astemizol, dan feksofenadin baru memiliki
sedikit data mengenai penggunannnya selama
kehamilan
b. Pereda Batuk. Kodein dan dekstrometorfan adalah obat
pereda batuk yang paling umum digunakan.
Kebanyakan obat flu aman dikonsumsi selama
menyusui
c. Teofilin. Tidak menyebabkan kecacatan pada janin dan
aman digunakan selama menyusui
d. Sodium Kromolin. Tidak menyebabkan kecacatan pada
janin dan aman digunakan selama menyusui
2) Obat-obatan untuk gangguan pencernaan
Keluhan pada saluran cerna merupakan keluhan yang
umum pada wanita hamil, termasuk diantaranya adalah mual,
muntah, hiperemesis gravidarum, intrahepatik kolestasis dalam
kehamilan, dan Inflammatory Bowel Disease. Terapi
menggunakan obat diantaranya adalah:
a. Aman dikonsumsi oleh wanita hamil
b. Agen antidopaminergik. Beberapa obat
antidopaminergik seperti proklorperazin,
metoklopramid, klorpromazin, dan haloperidol aman
dikonsumsi oleh wanita hamil
c. Obat-obatan lain. Antasid, simetidin, dan ranitidin
aman dikonsumsi wania hamil dan menyusui.
Penghambat pompa proton tidak direkomendasikan
untuk wanita hamil. Misoprostol kontraindikasi untuk
kehamilan
3) Analgesik
Analgesik atau dikenal dengan anti nyeri terbagi atas
kategori antiinflamasi nonsteroid dan kategori opioid.
a. Analgesik Opioid. Analgesik opioid adalah preparat
narkotik yang dapat digunakan selama kehamilan.
Preparat narkotik ini dapat melalui plasenta namun
tidak berkaitan dengan kecacatan pada janin selama
digunakan pada dosis biasa. Apabila penggunaan obat
ini dekat dengan waktu melahirkan, maka dapat
menyebabkan depresi pernapasan pada janin. Narkotik
yang umum digunakan adalah kodein, meperidin, dan
oksikodon, semua preparat ini dapat digunakan ketika
menyusui

9. LO nomor 9 : Bagaimana DD dan tatalaksana dari skenario?


Asfiksia
Asfiksia adalah kumpulan dari berbagai keadaan dimana terjadi
gangguan dalam pertukaran udara pernafasan normal. Gangguan
tersebut dapat disebabkan karena adanya obstruksi pada saluran
pernafasan dan gangguan yang diakibatkan karena terhentinya
sirkulasi.
Asfiksia neonatorum adalah keadaan bayi yang tidak dapat
bernafas spontan dan teratur setelah lahir lahir atau beberapa saat
setelah lahir dan dapat menimbulkan komplikasi.

Etiologi dan Faktor Predisposisi


Asfiksia neonatorum terjadi karena adanya gangguan
pertukaran gas serta transport O2dari ibuke janin sehingga terdapat
gangguan dalam persdiaan O2 dan dalam menghilangkan CO2.
Dangguan ini dapat disebabkan secara menahun dalam kehamilan dan
mendadak dalam persalinan. Gangguan menahun dalam kehamilan
dapat berupa gizi ibu yang buruk dan penyakit menahun seperti
anemia, hipertensi, jantung.
Towel (1996), menggolongkan penyebab kegagalan pernafasan
pada bayi terdiri dari:
1) Faktor Ibu
 Hipoksia ibu, dapat terjadi karena hipoventilisasi akibat
pemberian obat analgetik atau anastesia dalam sehingga
akan menimbulkan hipoksia janin dengan segala
akibatnya
 Gangguan aliran darah uterus, berkurangnya aliran
darah pada uterus akan menyebabkan kekurangan
pengaliran O2 ke plasenta dan janin. Misalnya :
gangguan kontraksi uterus (hipotermi, tetani uterus
akibat penyakit/obat), hipotensi mendadak pada ibu
akibat perdarahan, hipertensi akibat penyakit eklampsi
2) Faktor Placenta
 Pertukaran gas antara ibu dan janin dipengaruhi oleh
luas dan kondisi placenta. Asfiksia janin terjadi bila
terdapat gangguan mendadak pada plasenta misalnya :
solusi placenta, perdarahan placenta dan placenta previa
3) Faktor Fetus:
 Kompresi umbilikus akan mengakibatkan terganggunya
aliran darah dalam pembuluh darah umbilikus dan
menghambat pertukaran gas antara ibu dan janin.
Gangguan aliran darah ini dapat ditemukan pada
keadaan tali pusat menumbung, tali pusat melilit,
kompresi tali pusat antara janin dan jalan lahir
4) Faktor Neonatus
 Depresi pusat pernafasan pada bayi baru lahir dapat
terjadi karena: pemakaian obat anastesi/analgetik yang
berlebihan pada ibu secara langsung dapat
menimbulkan depresi pusat pernafasan janin
 Trauma yang terjadi pada persalinan, misalnya
perdarahan intrakranial kelainan kongenital pada bayi
misalnya : hernia diafragma atresia, hipoplasia paru
5) Faktor Persalinan
 Partus lama
 Partus dengan tindakan (SC, Vakum Ekstraksi)

Klasifikasi
Pembagian klasifikasi asfiksia dibuat berdasarkan APGAR score yaitu
1) Asfiksia berat dengan APGAR score 0-3, bayi memerlukan
resusitasi segera secara aktif dan pemberian O2 terkendali
2) Asfiksia sedang dengan APGAR score 4-6 memerlukan
resusitasi dan pemberian O2 sampai bayi dapat bernafas normal
kembali
3) Bayi normal atau sedikit asfiksia (nilai APGAR 7-10). Dalam
hal ini bayi dianggap sehat dan tidak memerlukan tindakan
istimewa.

Tanda dan Gejala:


 Apnoe Primer
Pernafasan cepat, denyut nadi menurun dan tonus neuromus
culas menurun
 Apnoe Sekunder
Apabila asfiksia berlanjut, bayi menunjukkan pernapasan
megap-megap yang dalam, denyut jantung terus menurun, bayi
terlihat lemah (pasif), pernafasan makin lama makin lemah.
(Prawirohardjo, 2009)

Diagnosa
Diagnosis hipoksia janin dapat dibuat dalam persalinan dengan
ditemukannya tanda-tanda gawat janin antara lain:
1) Denyut jantung janin
Frekuensi normal adalah antara 120 dan 160 x/I, selama his
frekuensi ini biasa turun, tetapi diluar his kembali lagi kepada
keadaan semula. Peningkatan kecepatan denyut jantung
umumnya tidak besar artinya, akan tetapi apabila frekuensi
sampai di bawah 100 x/I diluar his dan lebih-lebih jika tidak
teratur, hal itu merupakan tanda bahaya
2) Mekoneum dalam air ketuban
Pada presentase kepala mungkin menunjukkan gangguan
oksigenisasi dan terus menimbulkan kewaspadaan. Adanya
mekoneum air ketuban pada presentasi kepala dapat
merupakan indikasi untuk mengakhiri persalinan, biasanya hal
ini dapat dilakukan dengan mudah
3) Pemeriksaan pH darah janin
Dengan menggunakan amnioskopi yang dimasukkan lewat
serviks dibuat sayatan kecil pada kulit kepala janin dan diambil
contoh darah janin. Adanya asidosis menyebabkan turunnya
pH. Contoh darah janin. Adanya asidosis menyebabkan
turunnya pH. Apabila pH itu sampai turun di bawah 7,2 hal ini
dianggap sebagai tanda bahaya oleh beberapa penulis

Patogenesis
1) Bila janin kekurangan O2 dan kadar CO2 bertambah, timbullah
rangsangan terhadap nesovagus sehingga jantung janin menjadi
lambat. Bila kekurangan O2 itu terus berlangsung, maka
nesovagus tidak dapat dipengaruhi lagi. Timbullah rangsangan
dari nesosimpatikus. Denyut jantung janin menjadi lebih cepat
akhirnya irregular dan menghilang
2) Kekurangan O2 juga merangsang usus, sehingga mekoneum
keluar sebagai tanda janin dalam hipoksia:
 Jika DJJ normal dan ada mekoneum, maka janin mulai
hipoksia
 Jika DJJ > 100 x/i dan ada mekoneum, maka janin
sedang hipoksia
 Jika DJJ < 100 x/i dan ada mekoneum, maka janin
dalam keadaan gawat. Janin akan mengadakan
pernapasan intrauterine dan bila diperiksa, terdapat
banyak air ketuban dan mekoneum dalam paru, bronkus
tersumbat.

Penatalaksanaan
1) Jangan biarkan bayi kedinginan (balut dengan kain) bersihkan
mulut dan jalan nafas.
2) Lakukan resusitas dengan alat yang dimasukkan ke dalam
mulut untuk mengalirkan O2 dengan tekanan 12 mmHg dan
dapat juga dilakukan pernafasan dari mulut ke mulut, masase
jantung.
3) Gejala perdarahan otak biasanya timbul pada beberapa hari
post partum, jadi kepala dapat direndahkan, supaya lendir yang
menyumbat pernafasan dapat keluar.
4) Kalau ada dugaan perdarahan otak berikan injeksi vit K 1-2
mg.
5) Berikan transfusi darah via tali pusat untuk memberikan
glukosa

Sepsis Neonatorum
Sepsis merupakan suatu proses berkelanjutan mulai dari
infeksi, SIRS, sepsis berat, renjatan / syok 104nfuse, disfungsi
multiorgan, dan akhirnya kematian. Sepsis ditandai dengan respon
inflamasi sistemik dan bukti infeksi pada bulan pertama kehidupan,
berupa perubahan 104nfuse104us104c tubuh, perubahan jumlah
leukosit, takikardi, dan takipnea. Sedangkan sepsis berat adalah sepsis
yang ditandai dengan hipotensi atau disfungsi organ atau hipoperfusi
awitan dini (SAD) dan sepsis neonatorum awitan lambat (SAL).
Etiologi dan Faktor Predisposisi
Perbedaan pola kuman penyebab sepsis antar negara
berkembang telah diteliti oleh World Health Organization di empat
negara berkembang yaitu Ethiopia, Philipina, Papua New Guinea dan
Gambia. Penelitian tersebut mengemukakan bahwa kuman
105nfuse105 yang tersering ditemukan pada kultur darah adalah
Staphylococcus aureus (23%), Streptococcus pyogenes (20%) dan E.
coli (18%)
Faktor risiko terjadinya sepsis neonatorum dipengaruhi oleh:
1) Faktor risiko ibu
 Ketuban pecah dini dan ketuban pecah lebih dari 18
jam. Bila ketuban pecah lebih dari 24 jam, kejadian
sepsis pada bayi meningkat sekitar 1% dan bila disertai
korioamnionitis, kejadian sepsis akan meningkat
menjadi 4 kalinya
 Infeksi dan demam (lebih dari 38°C) pada masa
peripartum akibat korioamnionitis, infeksi saluran
kemih, kolonisasi vagina oleh Streptokokus grup B
(SGB), kolonisasi perineal oleh E. coli, dan komplikasi
105nfuse105us lainnya
 Cairan ketuban hijau keruh dan berbau
 Kehamilan multipel
 Persalinan dan kehamilan kurang bulan
 Faktor sosial ekonomi dan gizi ibu
2) Faktor risiko bayi
 Prematuritas dan berat lahir rendah
 Asfiksia neonatorum
 Resusitasi pada saat kelahiran, misalnya pada bayi yang
mengalami fetal distress dan trauma pada proses
persalinan
 Prosedur invasif seperti intubasi endotrakeal,
pemakaian ventilator, kateter, infuse, pembedahan,
akses vena sentral, kateter intratorakal.
 Bayi dengan galaktosemia (predisposisi untuk sepsis
oleh E. coli), defek imun atau asplenia

Gambaran Klinis
Gambaran klinis sepsis neonatorum tidak spesifik. Gejala
sepsis klasik yang ditemukan pada anak jarang ditemukan pada
neonatus, namun keterlambatan dalam menegakkan diagnosis dapat
berakibat fatal bagi kehidupan bayi. Gejala klinis yang terlihat sangat
berhubungan dengan karakteristik kuman penyebab dan respon tubuh
terhadap masuknya kuman. Berdasarkan penelitian hanya sekitar 10%
bayi yang pada darahnya ditemukan bakteri akan mengalami demam,
lebih banyak yang suhu tubuhnya normal atau malah rendah.
Janin yang terkena infeksi akan menderita takikardia, lahir
dengan asfiksia dan memerlukan resusitasi karena nilai apgar rendah.
Setelah lahir, bayi tampak lemah dan tampak gambaran klinis sepsis
seperti hipo/hipertermia, hipoglikemia dan kadang-kadang
hiperglikemia. Selanjutnya akan terlihat berbagai kelainan dan
gangguan fungsi organ tubuh. Selain itu, terdapat kelainan susunan
saraf pusat (letargi, reflekss hisap buruk, menangis lemah kadang-
kadang terdengar high pitch cry, bayi menjadi iritabel dan dapat
disertai kejang), kelainan kardiovaskular (hipotensi, pucat, sianosis,
dingin dan clummy skin). Bayi dapat pula memperlihatkan kelainan
107nfuse107us107c, gastrointestinal ataupun gangguan respirasi
(perdarahan, ikterus, muntah, diare, distensi abdomen, intoleransi
minum, waktu pengosongan lambung yang memanjang, takipnea,
apnea, merintih dan retraksi).

Patofisiologi
Mikroorganisme atau kuman penyebab infeksi dapat mencapai
neonatus melalui beberapa cara yaitu:
a. Pada masa antenatal atau sebelum lahir
Pada masa antenatal kuman dari ibu setelah melewati plasenta
dan 107nfuse107us masuk ke dalam tubuh bayi melalui
sirkulasi darah janin. Penyebab infeksi adalah virus yang dapat
menembus plasenta antara lain:virus rubella, herpes,
sitomegalo, koksaki, influenza, parotitis. Bakteri yang melalui
jalur ini antara lain: malaria, sipilis, dan toksoplasma
b. Pada masa intranatal atau saat persalinan
Infeksi saat persalinan terjadi karena kuman yang ada pada
vagina dan serviks naik mencapai korion dan amnion.
Akibatnya terjadi amnionitis dan korionitis, selanjutnya kuman
melalui 107nfuse107us masuk ke tubuh bayi. Cara lain yaitu
pada saat persalinan, kemudian menyebabkan infeksi pada
janin dapat terjadi melalui kulit bayi atau port de entre, saat
bayi melewati jalan lahir yang terkontaminasi oleh kuman
(misalnya: herpes genetalia, candida albicans, gonorrhea)
c. Infeksi pascanatal atau sesudah melahirkan
Infeksi yang terjadi sesudah kelahiran umumnya terjadi
sesudah kelahiran, terjadi akibat infeksi nasokomial dari
lingkungan di luar rahim (misalnya melalui alat-alat penghisap
lendir, selang endotrakea, 107nfuse, selang nasogastrik, botol
minuman atau dot). Perawat atau profesi lain yang ikut
menangani bayi, dapat menyebabkan terjadinya infeksi
nasokomial. Infeksi juga dapat melalui luka umbilicus.

Penatalaksanaan
Eliminasi kuman penyebab merupakan pilihan utama dalam
tata laksana sepsis neonatorum, sedangkan penentuan kuman
penyebab membutuhkan waktu dan mempunyai kendala tersendiri.
Hal ini merupakan masalah dalam melaksanakan pengobatan optimal
karena keterlambatan pengobatan akan berakibat peningkatan
komplikasi yang tidak diinginkan. Sehubungan dengan hal tersebut,
penggunaan antibiotik secara empiris dapat dilakukan dengan
memperhatikan pola kuman penyebab yang tersering ditemukan di
klinik tersebut. Antibiotik tersebut segera diganti apabila sensitivitas
kuman diketahui. Selain itu, beberapa terapi suportif (adjuvant) juga
sudah mulai dilakukan walaupun beberapa dari terapi tersebut belum
terbukti menguntungkan. Terapi suportif meliputi transfusi granulosit,
intravenous immune globulin (IVIG) replacement, transfusi tukar
(exchange transfusion) dan penggunaan sitokin rekombinan
(DEPKES, 2007).
BAB III
SIMPULAN DAN SARAN

I. Simpulan
1. ANC pada ibu hamil sangat penting untuk memelihara dan
meningkatkan keadaan fisik serta mental ibu hamil sehingga dapat
menyelesaikan kehamilannya dengan baik dan dapat melahirkan bayi
dengan sehat
2. Tindakan yang cepat dan tepat sangat dibutuhkan dalam
penatalaksanaan bayi baru lahir tidak bernafas, sehingga bayi dapat
terhindar dari kematian.
3. Skor APGAR perlu dinilai setelah 5 menit bayi lahir, karena hal ini
mempunyai korelasi yang erat dengan morbiditas dan mortalitas
neonatal.
4. Pemeriksaan TORCH negative, HbsAg negative dan gula darah
normal ini menunjukkan bahwa Ibu dalam kondisi yang aman dari
berbagai ancaman penyakit Toxoplasma, Rubella, CMV, Herpes,
Hepatitis B dan Diabetes melitus.
5. Rawat gabung pasca melahirkan sangat penting untuk mendekatkan
Ibu dengan bayi serta bayi dapat sesegera mungkin mendapatkan
kolostrum dari ASI.
II. Saran
Dalam diskusi skenario pada kesempatan ini kami rasa sudah cukup
bagus walaupun masih ada kekurangan di beberapa aspek, seperti peserta
diskusi masih perlu meningkatkan pemikiran yang kritis dalam menggali
sebuah masalah yang ada di skenario. Semoga pada kesempatan yang
akan datang kami dapat melakukan diskusi dengan lebih baik lagi dengan
partisipasi anggota yang lebih aktif dan diskusi yang lebih tertib
Daftar Pustaka

Asri D et al (2010). Asuhan persalinan normal. Yogyakarta: Nuha Medika


Prawirohardjo, Sarwono. 2009. Ilmu Kebidanan. Jakarta: PT. Bina Pustaka.
BKKBN (2007). Hindari Kehamilan 4 Terlalu. Jakarta: BKKBN
Blahd WH (2014). Chest retractions. http://www.webmd.com/asthma/chest-
retractions - Diakses Febuari 2016.
IDAI (2011) Buku Ajar Nutrisi Pediatrik dan Penyakit Metabolik. Jilid 1. Jakarta:
Badan Penerbit IDAI. Pp: 77 – 97
IDAI (2012) Buku Ajar Neonatologi. Edisi pertama. Jakarta: Badan Penerbit IDAI.
Pp: 383-384
IDAI (2013). Rawat gabung. Ikatan Dokter Anak Indonesia.
http://idai.or.id/artikel/klinik/asi/rawat-gabung - Diakses Febuari 2016.
Kaneshiro NK (2014). TORCH screen.
www.nlm.nih.gov/medlineplus/ency/article/003350.htm - Diakses Febuari
2016.
Manuaba (2008). Patologi Obstetri. Jakarta: EGC
Maryunani A et al (2009). Asuhan kegawatan dan penyulit pada neonatus. Jakarta:
Trans Info Medika.
Prawirahardjo S (2007). Ilmu kebidanan. Jakarta : Penerbit Yayasan Bina Pustaka.
Ramadian, Nurul. 2010. Hubungan antara Frekuensi Antenatal Care dengan
kematian Perinatal di RSUD dr. Moewardi. Skripsi pada Fakultas Kedokteran
Universitas Sebelas Maret: tidak diterbitkan
Rochjati P (2003). Pengenalan Faktor Risiko. Surabaya: Airlangga University Press
Suririnah (2008) Buku Pintar Kehamilan dan Persalinan. Jakarta: Gramedia Pustaka
Utama
Thapliyal N, Jain G, Pandey G (2005) The Practising Doctor. Indian J for Practising
Doctor. Vol 1. No. 4. pp: 14 -18
Wyllie J, Ainsworth S, Tinnion R (2015). Resuscitation and support of transition of
babies at birth. https://www.resus.org.uk/resuscitation-
guidelines/resuscitation-and-support-of-transition-of-babies-at-birth/ - Diakses
Febuari 2016

Anda mungkin juga menyukai