Contoh Lapkas Korioamnionitis
Contoh Lapkas Korioamnionitis
KORIOAMNIONITIS
M Syukran G Syabena
Arfan Gifari
Pembimbing :
dr. Pom Harry Satria, Sp.OG
akut pada cairan ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan
pecah dini dan persalinan lama. Periode ketuban pecah yang lama merupakan
risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin. 2-3 Bakteri penyebab biasanya
yang lain. Pada ibu, risiko yang dapat terjadi adalah sepsis, endometritis pasca
korioamnionitis. Usia ibu lebih memiliki peranan penting sebagai faktor resiko.
Ibu yang hamil di usia muda memiliki perilaku yang relatif kurang baik dalam
ini mencapai 5-25% terutama pada neonatus dengan berat badan lahir rendah.
korioamnionitis.
BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Definisi
Korioamnionitis atau infeksi intra uterin merupakan infeksi akut pada cairan
ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri. 2 Bakteri
2.2 Epidemiologi
Penelitian membuktikan bahwa insiden korioamnionitis adalah 0,5-2% dari
semua persalinan.9 Infeksi ini berhubungan dengan ketuban pecah dini dan
persalinan lama. Sekitar 25% infeksi intrauterin disebabkan oleh ketuban pecah
dini. Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan persalinan, makin tinggi
serius bagi ibu dan janin, bahkan berlanjut menjadi sepsis. Korioamnionitis
bakteri fakultatif dan anaerob. Bakteri yang paling sering ditemukan adalah
Faktor ras tidak menjadi faktor resiko terjadinya korioamnionitis. Usia ibu
lebih memiliki peranan penting sebagai faktor resiko. Ibu yang hamil di usia
muda memiliki perilaku yang relatif kurang baik dalam menjaga higiene
janin dan/atau rongga uterus terhadap mikroba dari vagina akan meningkatkan
3
risiko korioamnionitis. Faktor-faktor ini meliputi nuliparitas (karena nuliparitas
dini, pemeriksaan vagina dengan jari, kateter intrauterin, dan infeksi urogenital
(terutama infeksi vagina atau serviks, termasuk infeksi menular seksual (IMS).
respon imun ibu atau dengan mengganggu komposisi cairan ketuban dengan cara
Terdapat faktor risiko tambahan seperti penyakit kronis ibu, status nutrisi ibu,
dan stres emosional, semua hal tersebut bisa meningkatkan kerentanan wanita
terhadap infeksi dengan cara mempengaruhi fungsi sistem imun. Hubungan pasti
2.5 Patofisiologi
Korioamnionitis terjadi akibat infeksi asenden mikroorganisme dari
serviks dan vagina setelah terjadinya ketuban pecah dan persalinan8,10. Selain itu
dan bakteremia maternal dan induksi bakteri pada cairan amnion akibat
vaginosis.4,13
4
Gambar 1. Tempat potensial infeksi bakteri di uterus.10
selaput ketuban. Walaupun sangat jarang, korioamnionitis dapat juga terjadi pada
dengan pecahnya selaput ketuban < 24 jam sebelum persalinan, akan menderita
bakteremia. Bila pecahnya selaput ketuban terjadi >24 jam maka sebanyak 17%
jarang terjadi. Hal ini mungkin disebabkan oleh infeksi Listeria monosytogenes,
yang merupakan batang gram positif anaerob, yang menginfeksi janin secara
Gejala pada ibu dapat asimtomatis atau hanya berupa demam ringan dan jarang
5
menyebabkan sepsis pada ibu. Streptokokus grup A juga dapat menyebakan
infeksi janin dan rongga amnion pada selaput ketuban yang masih intak10.
Organisme penyebab infeksi menyebar pertama kali ke dalam ruang korio
desidua, dan pada beberapa kasus dapat melintas melalui membran korioamnion
yang masih utuh dan masuk ke dalam cairan amnion, sehingga menyebabkan
paling banyak dipergunakan saat ini adalah teori invasi bakteri dari ruang
serviks11.
Persalinan prematur disebabkan akibat janin itu sendiri. Pada janin yang
corticotropin releasing hormone (CRH) dari hipotalamus janin dan juga produksi
CRH dari plasenta. Hal ini akan meningkatkan kadar produksi adrenal janin
6
berupa peningkatan kortisol yang berhubungan dengan peningkatan kadar
prostaglandin11.
prematur11
2.6 Diagnosis
Tanda dan gejala klinis korioamnionitis meliputi11 :
1. Demam (suhu intrapartum > 100.4˚ F atau > 37,8˚ C)
2. Takikardia ibu (>120x/menit)
3. Takikardia janin (>160x/menit)
4. Cairan ketuban berbau atau tampak purulen
5. Uterus teraba tegang
6. Leukositosis ibu (leukosit 15.000-18.000 sel/mm3)
Bila terdapat dua dari enam gejala diatas ditemukan pada kehamilan, maka risiko
ibu ≥ 37,8˚C dan 2 atau lebih dari kondisi dibawah ini: takikardia ibu (>100
x/menit), takikardia janin (>160 x/menit), nyeri uterus, cairan amnion berbau dan
7
Korioamnionitis seringkali bukan suatu gejala akut, namun merupakan
suatu proses kronis dan tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau
terjadi ketuban pecah dini. Bahkan sampai setelah persalinan sekalipun pada
atau kultur) dapat tidak ditemukan tanda klasik diatas selain tanda-tanda
prematuritas11.
Terdapat beberapa metode laboratorium lain yang diharapkan dapat
lebih pasti dari korioamnionitis. Kombinasi pewarnaan Gram dan kultur dari hasil
semua sel leukosit polimorfonuklear adalah sel yang berasal dari ibu, sedangkan
dan spesifik digunakan secara tersendiri terlepas dari gejala dan tanda klinis
2.7 Tatalaksana
8
Wanita dengan korioamnionitis sebaiknya mendapat terapi antimikroba
dan janin dilahirkan tanpa memandang usia gestasi. 3,4 Mengingat bahwa
misalnya sepsis atau infeksi anaerob serius dengan adanya cairan amnion berbau
busuk, terapi kombinasi yang terdiri dari penisilin atau ampisilin, aminoglikosida
ampisilin yang digunakan adalah 2 gr tiap 4 atau 6 jam, gentamisin 1,5mg/kg tiap
dampak pada terapi antibiotika pada janin. Jika antibiotika diberikan intrapartum,
maka pemberian antibiotika untuk bayi diberikan terus menerus selama 7 hari.
Namun jika antibiotika ibu diberikan setelah kelahiran bayi, maka dapat diperiksa
kultur darah bayi dan antibiotika dapat dihentikan pada hari ke-3 jika kultur tidak
tumbuh.4
9
Persalinan sebaiknya pervaginam4. Jika persalinan tidak timbul spontan,
belum selesai dalam interval 12 jam setelah diagnosis ditegakkan. Hal ini
peningkatan infeksi neonatus jika interval antar diagnosis dan persalinan kurang
dari 12 jam, namun peningkatan kejadian infeksi neonatus setelah interval 12 jam
untuk dipertimbangkan.4
Durasi pemberian antibiotika setelah persalinan belum dapat dipastikan.
2.8 Komplikasi
2.8.1 Komplikasi Maternal
10
Korioamnionitis dapat meningkatkan 2-3 kali lipat persalinan secara
hasil kultur darah yang positif (bakteremia) sebagian besar oleh bakteri GBS dan
E.coli. Namun komplikasi lainnya seperti DIC, ARDS, septic shock, kematian
sama dengan SIRS, maka agak sulit membedakannya dengan yang terjadi pada
fetus, FIRS sebenarnya dapat dideteksi bila terjadi peningkatan IL-6 pada darah
umbilical (tali pusat) yang biasanya didapatkan pada persalinan preterm dan
PPROM namun kadang dapat muncul pada umur kehamilan aterm. Penunjuk
histopatologik dari FIRS adalah funisitis dan korionik vaskulitis. FIRS sekarang
dan berhubungan pada neonatus preterm dengan kegagalan multi organ, termasuk
11
FIRS dapat ditimbulkan oleh inflamasi non infeksis, namun manifestasinya
biasanya lebih terlihat pada proses infeksi. Meski kontoversial, paparan fetus
menampakkan efek advers saat atau segera setelah lahir. Efek advers yang
muncul termasuk kematian perinatal, asfiksi, sepsis neonatus dini, septic shock,
terutama pada neonatus dengan berat lahir rendah. Secara umum terjadi
peningkatan 3-4 kali lipat kematian perinatal diantara neonatus dengan berat lahir
rendah yang dilahirkan oleh ibu dengan korioamnionitis. 4 Selain itu terjadi juga
negara maju neonatus cukup bulan yang lahir dari ibu dengan korioamnionitis
dapat bertahan dengan baik. Hanya sedikit bahkan tidak terjadi peningkatan
mortalitas perinatal, risiko sepsis dan pneumonitis juga jarang terjadi pada
12
terjadi pada 2-5% kasus dan terjadi peningkatan kejadian infeksi postpartum.4
korioamnionitis intrapartum.7
BAB 3
KESIMPULAN
Korioamnionitis atau infeksi intra uterin merupakan infeksi akut pada cairan
ketuban, janin dan selaput korioamnion yang disebabkan oleh bakteri. Bakteri
ketuban janin dan/atau rongga uterus terhadap mikroba dari vagina akan
13
korioamnionitis. Makin lama jarak antara ketuban pecah dengan persalinan,
makin tinggi pula risiko morbiditas dan mortalitas ibu dan janin.
seringkali bukan suatu gejala akut, namun merupakan suatu proses kronis dan
tidak menunjukkan gejala sampai persalinan dimulai atau terjadi ketuban pecah
dini. Bahkan sampai setelah persalinan sekalipun pada wanita yang terbukti
umum gejala dan tanda infeksi intrapartum yaitu suhu ibu ≥ 37,8˚C dan 2 atau
lebih dari kondisi dibawah ini: takikardia ibu (>100 x/menit), takikardia janin
(>160 x/menit), nyeri uterus, cairan amnion berbau dan leukositosis ibu (>15.000
sel/mm3) .
14
DAFTAR PUSTAKA
http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC3008318/
9. Newton, Edward R. Chorioammnionitis and Intraamniotic Infection. Clinical
Obstetrics and Gynecology Vol 36, Number 4. Lippincot Co. 1993; 795-808
10. Goldenberg RL, Hauth JC, Andrews WW. Intrauterine infection and preterm
delivery. New England Journal Of Medicine. 2000. http://www.nejm org
11. Gibbs RS, Sweet RL, DufF WP. Maternal and Fetal Infectious Disorder. In :
Creasy RK, Resnik R, eds. Matemal-Fetal Medicine. 5th ed. Philladelphia :
WB Saunders. 2004: pp 741-99
15
12. Sumber: Fahey JO. Clinical management of intra-amniotic infection and
korioamnionitis: a review of literature. J Midwifery Womens
Health. 2008;53(3):227-235.
13. Arias F. Premature Rupture of Membrane. Practical Guide to: High Risk
Pregnancy and Delivery, 2nd ed. St Louis: Mosby Year Book; 1993: 100-113
14. Gardner K. Emergency delivery, preterm labor and postpartum hemorrage.
In: Pearlman MD, Tintinalli JE, Dyne PL. Obstetric & Gynecologic
Emergencies Diagnosis & Management. New York: McGraw-Hill; 2004: 320
15. Ketuban pecah dini. Dalam: Saifuddin AB ed. Buku Panduan Praktis
Pelayanan Kesehatan Maternal dan Neonatal. Jakarta: Yayasan Bina Pustaka
Sarwono Prawirohadjo: M-115
16