Anda di halaman 1dari 17

1

BAB II

KAJIAN TEORI

PENGGUNAAN MODEL REKA CERITA GAMBAR UNTUK


MENINGKATKAN HASIL BELAJAR SISWA KELAS II
PADA TEMA KEBERSAMAAN

(Penelitian Tindakan Kelas di MI Islahul Ummah Kota Bandung)

A. Model Reka Cerita Gambar


1. Pengertian Model Pembelajaran
Model berasal dari bahasa italia yakni modello yang dapat
diartikan dari berbagai dimensi, jika dari kata benda dapat diartikan
sebagai jenis atau contoh, sedangkan dari kata sifat dapat dipahami sebagai
teladang atau diambil sebagai contoh dan terakhir dari kata kerja dipahami
sebagai membuat dengan contoh. Dengan kata lain, model secara
etimologi yakni sesuattu contoh. Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia
(KBBI), model didefinisikan sebagai pola dari sesuatu yang dibuat atau
yang dihasilkan atau barang tiruan. Maka disimpulkan bahwa model
adalah suatu jeis contoh dari suatu pola ynag dibuat untuk menghasilkan
sesuatu (Rukiati, 2014: 81).
Model pembelajaran adalah suatu perencanaan atau suatu pola
yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pemelajaran di
kelas. Dengan kata lain, pembelajaran yaitu suatu perencanaan atau pola
yang dapat digunakan untuk mendesain pola-pola mengajar secara tatap
muka di dalam kelas dan untuk menentukan material atau perangkat
pembelajaraan (Suhada, 2015: 109).
2. Pengertian Model Reka Cerita Gambar
Pembelajaran reka cerita gambar merupakan pembelajaran
bercerita berdasarkan gambar, bisa gambar satuan (terpisah) bisa pula
gambar berseri/berurutan. Dalam pembelajaran reka gambar siswa diminta
mereka cerita berdasarkan gambar. Siswa berlatih berpikir menemukan
2

dan mengemukakan apa yang dilihat pada gambar sehingga keterampilan


berbicara dapat meningkat (Kartono, 2014: 2).
Model pembelajaran reka cerita gambar adalah pembelajaran
bercerita berdasarkan gambar, bisa gambar satuan (terpisah) bisa juga
dengan gambar berseri (berurutan). Metode reka cerita gambar dapat
diterapkan dengan cara, guru memperlihatkan sebuah gambar atau
serangkaian gambar dan siswa disuruh memperhatikan gambar tersebut.
Selanjutnya, guru menyuruh siswa untuk kembali bercerita yang berkaitan
dengan gambar tersebut (Tambunan, 2016: 82).
Sebuah gambar atau rangkaian beberapa gambar merupakan sarana
ampuh untuk memacing, mendorong atau memotivasi seorang siswa
berbicara. Penghayatan atau pengalaman terhadap suatu gambar atau seri
gambar akan berbeda antara satu siswa dengan siswa lainnya. Karena itu,
wajar jika cerita yang mereka hasilkan akan berbeda pula. Guru harus
menggunakan hal itu sebagai suatu kewajaran, asalkan cerita yang siswa
hasilkan masih relevan dengan gambar yang mereka perhatikan.
3. Langkah-langkah Pembelajaran Reka cerita Gambar
Berdasarkan pemaparan yang telah dijelaskan sebelumnya, bahwa
lngkah-langkah yang akan diterapkan dalam pembelajaran reka cerita
gambar pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
a. Guru menyiapkan beberapa gambar yang saling berhubungan untuk
menjadi sebuah cerita
b. Guru membagikan gambar yang telah disiapkan kepada siswa
c. Siswa menyusun gambar tersebut sesuai dengan urutan yang benar
d. Setelah disusun secara benar, siswa menuliskan isi cerita gambar
tersebut.

Pembelajaran reka cerita gambar merupakan pembelajaran


bercerita berdasarkan gambar, bisa gambar satuan (terpisah), bisa pula
gambar berseri atau berurutan. Nurgiyantoro mengemukakan, bahwa
gambar cerita adalah rangkaian gambar yang membentuk sebuah cerita.
3

Sedangkan penggunaan gambar harus disesuaikan dengan karakteristik


siswa, dari jenjang sekolah mana ia berada, sampai pada tingkat psikologis
siswa. Adapun langkah-langkah Model pembelajaran reka cerita gambar
yaitu:
 guru menjelaskan tujuan pembelajaran/kompetensi dasar,
 siswa dibagi menjadi beberapa kelompok,
 guru menunjukkan atau memasang gambar berseri,
 guru mereka cerita berdasarkan gambar berseri tersebut, sementara
siswa memperhatikan,
 setiap kelompok siswa mendapat kesempatan mereka cerita berdasarkan
gambar tersebut dengan bimbingan guru,
 guru menunjukkan atau menempelkan gambar berseri yang lain,
setiap kelompok mencoba mereka cerita berdasarkan gambar tersebut,
demikian seterusnya sampai seluruh siswa dapat mereka cerita
berdasarkan gambar, evaluasi dan kesimpulan (Anzani, 2016: 175).

B. Hasil Belajar
1. Pengertian Hasil Belajar
Hasil belajar adalah perubahan-perubahan yang terjadi pada diri
siswa, baik yang menyangkut aspek sikip, pengetahuan dan keterampilan
sebagai hasil dari kegiatan belajar. Hasil belajar diartikan juga sebagai
tingkat keberhasilan siswa dalam mempelajari materi pelajaran di sekolah
yang diyatakan dalam bentuk skor yang diperoleh dari hasil tes mengenai
sejumlah materi pelajaran tertentu. Secara sederhana hasil belajar siswa
yaitu kemampuan yang diperoleh siswa setelah melalui kegiatan belajar.
Untuk mengetahui hasil belajar telah sesuai dengan tujuan yang telah
dikehendaki dapat diketahui melalui evaluasi (Susanto, 2015: 5).
Hasil belajar merupakan perubahan prilaku baik peningkatan
pengetahuan, perbaikan sikap maupun peningkatan keterampilan yang
dialami siswa selelah menyelesaikan kegiatan pembelajaran. Hasil belajar
merupakan kemampuan yang ditargetkan guru. Dalam menetapkan hasil
4

belajar, seorang guru dituntut mampu menetapkan apa dan sejauh mana
perubahan prilaku siswa yang seharusnya diwujudkan (Aziz, 2006: 27).
2. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil Belajar
Menurut Achmadi bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi hasil
belajar siswa diantaranya yaitu sebagai berikut:
a. Faktor Internal
1) Minat
Minat berperan penting dalam proses belajar karena
merupakan kecendrungan dalam menentukan sikap unuk melakukan
sesuatu. Dengan minat yang tinggi peserta didik akan merasa tidak
terbebani dalam belajar, sehingga dalam proses belajar peserta didik
akan menjalankan kewajibannya dengan baik. Apabila seseorang
dalam melakukan proses belajar mengajar dapat dengan tanpa
tertekan, dan dapat menikmati segala macam konsekuensi dari
proses belajar maka ia cenderung akan mempunyai hasil belajar yang
lebih baik.
2) Motivasi
Keberhasilan belajar dapat dilihat dalam motivasi yang
ditunjukkan oleh para siswa pada saat melaksanakan kegiatan belajar
mengajar. Hal ini dapat dilihat dalam semangat siswa terhadap
pelajaran.

3) Perhatian dalam Belajar


Perhatian merupakan melihat dan mendengar dengan baik
maupun teliti terhadap sesuatu dalam kegiatan kegiatan belajar siswa
harus memperhatikan, mendengarkan dan mengerjakan bahan ajar
yang diberikan oleh guru. Untuk mendapatkan hasil belajar yang
baik, maka sebagai seorang peserta didik harus mempunyai perhatian
terhadap materi dan bahan ajar yang diberikan oleh guru.
5

4) Kesiapan Belajar
Kesiapan siswa dalam proses belajar dapat dilihat dalam
turut aktif dalam melaksanakan tugas belajarnya, terlibat dalam
pemecahan masalah, serta menerapkan apa yang telah diperolehnya
dalam menyelesaikan tugas. Keberhasilan belajar peserta didik
dipengaruhi kesiapan atau ketersediaan peserta didik dalam
memberikan respon dalam belajar. Semakin baik kesiapan yang
ditunjukan peserta dalam belajar memungkinkan peserta memproleh
prestasi belajar yang baik.
b. Faktor Eksternal
1) Model Guru Mengajar
Model guru mengajar adalah cara mengajar yang dilakukan
guru dalam proses belajar agar peserta didik dapat menerima,
memahami dan lebih mengembangkan bahan pelajaran itu. Dalam
komunikasi instrillsional yang direkayasa guru pengelola proses
pembelajaran diterapkan sebuah model yang relevan dengan
kebutuhan. Apabila model yang relevan mengajar yang digunakan
guru tepat, maka peluang memperoleh hasil pembelajaran para siswa
yang sesuai dengan harapan pun akan lebih besar. Oleh karena itu
setiap guru memiliki cara mengajar masing-masing dalam mencapai
tujuan pembelajaran. Cara mengajar guru adalah cara guru dalam
penyampaian materi pelajaran dalam proses pembelajaran di
sekolah. Cara mengajar guru juga akan berdampak kepada hasil
belajar siswa.
2) Ruang Kelas
Pengaruh fasilitas fisik terhadap keberhasilan belajar
terbukti dengan kurang memadainya hasil belajar para siswa sekolah
yang berlokasi di daerah-daerah tertinggal yang praktis menghadapi
masalah dalam menyediakan fasilitas. Selain pengadaan,
pemeliharaan kemudahan belajar khususnya yang tersedia disekolah
perlu pula senantiasa digalakkan untuk mendukung kelancaran
6

proses belajar. Keadaan kelas serta fasilitas yang baik dan lengkap
akan memberikan rasa nyaman untuk siswa dalam menerima bahan
pelajaran yang diberikan. Jika kelasnya kondusif dan tenang maka
akan memudahkan siswa berkonsentrasi dalam belajar.
3) Teman Bergaul
faktor ekstern yang mempengaruhi pencapaian belajar yaitu
teman bergaul karena teman bergaul berpengaruh terhadap diri dan
sifat siswa dalam proses belajar. Oleh karena itu, agar siswa dapat
memperoleh hasil belajar yag baik maka perlulah diusahakan agar
siswa memiliki teman bergaul yang baik dan memiliki prestasi
belajar yang baik pula (Achmadi, 2016: 7-9).
C. Karakteristik Siswa Usia MI
Karakteristik umum pada dasarnya menggambarkan tentang
kondisi siswa seperti usia, kelas, pekerjaan, dan gender. Karakteristik
siswa merujuk kepada ciri khusus yang dimiliki oleh siswa, dimana ciri
tersebut dapat mempengaruhi tingkat keberhasilan pencapaian tujuan
belajar. Karakteristik siswa merupakan ciri khusus yang dimiliki oleh
masing-masing siswa baik sebagai individu atau kelompok sebagai
pertimbangan dalam proses pengorganisasian pembelajaran. Winkel
mengaitkan karakteristik siswa dengan penyebutan keadaan awal, dimana
keadaan awal itu bukan hanya meliputi kenyataan pada masing-masing
siswa melainkan pula kenyataan pada masing-masing guru (Alfin, 2015:
192).
Karakteristik siswa adalah keseluruhan kelakuan dan kemampuan
yang ada pada siswa sebagai hasil dari pembawaan dan lingkungan
sosilnya sehingga menentukan pola aktivitas dalam meraih cita-citanya.
Pengetahuan mengenai karakteristik siswa memiliki arti yang cukup
penting dalam interaksi belajar mengajar, terutama bagi pendidik,
informasi mengenai karakteristik siswa senantiasa sangat berguna dalam
memilih dan menentukan pola pengajaran yang lebih baik yang menjamin
kemudahan belajar bagi siswa (Suhada, 2015: 21).
7

Perkembangan anak terkhusus anak usia MI memiliki karakterisik


yang berbeda-beda dan unik, berbagai teori membahas tentang
karakteristik anak usia MI sesuai dengan aspek-aspek yang ada pada anak.
Beberapa teori tersebut di antaranya yaitu teori kognitif, teori psikososial,
teori moral, teori perkembangan fisik dan motorik. Konsep-konsep di
dalamnya akan dibahas lebih lanjut sebagai berikut:
1. Perkembangan Kognitif Anak Usia MI
Berada pada tahap konkrit operasional dengan ciri berpikir dengan
lebih terorganisasi, memikirkan alasan logis tentang informasi yang
konkrit, menguasai konservasi Piaget, pembagian kelas, masalah-masalah
bersambung termasuk pengambilan kesimpulan. Memperlihatkan spatial
reasoning dengan lebih efektif seperti diperlihatkan pada penguasaan
konservasi, kemampuan memberikan arahan yang jelas, peta kognitif yang
lebih terorganisasi dengan baik (Saputra, 2017: 247).
2. Perkembangan Psikososial Anak Usia MI
Perkembangan psikososial dalam teori Erikson memberikan
pandangan bahwa manusia dalam perkembangan psikososialnya
mengalami perubahan sepanjang hidupnya. Terdapat delapan tahapan yang
harus dilalui oleh manusia dengan setiap tahapannya terdapat beberapa
krisis yang harus dihadapi Setiap tahapan perkembangan manusia dibentuk
oleh pengaruh sosial dalam diri manusia sehingga matang secara fisik dan
psikologis. Pandangan Erikson terhadap perkembangan psikososial anak
usia MI menekankan pada proses sadar yang dialami anak ketika
berinteraksi sosial. Teori Erikson mengelompokkan anak Usia MI (6-12
tahun) ke dalam tahap industry versus inferiority (berkarya versus
perasaan rendah diri). Anak usia MI pada tahap ini telah menyadari bahwa
dirinya memiliki keunikan dan kemampuan yang berbeda dengan
temannya. Anak mulai membentuk konsep diri sebagai anggota kelompok
sosial di luar keluarga. Ketergantungan anak terhadap keluarga menjadi
berkurang. Hubungan anak dengan orang dewasa di luar keluarga
memberikan pengaruh penting dalam pengembangan kepercayaan diri dan
8

kerentanan terhadap pengaruh social. Anak berusaha memenuhi tugas-


tugas dan berkarya. Anak mencoba mencari perhatian dan penghargaan
atas karyanya. Anak mulai bertanggung jawab serta gemar belajar
bersama. Timbul ketidak percayaan diri pada anak jika tidak mampu
mengerjakan tugas seperti temannya. Bahaya bagi anak ketika timbul rasa
tidak percaya diri oleh sebab itu, dalam proses pembelajaran peran guru
sangat penting dalam menumbuhkan semangat berkarya sesuai dengan
kemampuan masing-masing anak. Guru harus menegaskan bahwa pada
setiap proses pembelajaran, anak telah belajar suatu hal meskipun berbeda
dengan teman-temannya. Tugas utama guru dalam hal ini adalah
menumbuhkan semangat berkarya dan menghindarkan anak dari sikap
tidak percaya diri (Trianingsih, 2016: 200-201)
3. Perkembangan Moral Anak Usia MI
Anak yang bersikap positif atau menerima nilai-nilai moral,
diekspresiakan dalam perilaku yang bersimpati dalam berinteraksi dengan
nilai dan orang disekitarnya, seperti mau menerima, mendukung, peduli,
dan berpartisipasi dalam kegiatan kelompok. Sikap moral yang netral
diekspresikan dalam perilaku sikap tidak memihak (mendukung atau
menolak) terhadap nilai yang ada di masyarakat. Sikap moral yang negatif
diekspresikan dalam perilaku menolak yang diwarnai emosi dan sikap
negatif seperti kecewa, kesal, marah, benci, bermusuhan, dan menentang,
terhadap nilai moral yang ada di masyarakat. Nilai adalah suatu yang
diyakini, dipercayai, dirasakan dan diwujudkan dalam perilaku.
Doktrin dan Dogma Nilai-nilai moral yang dihormati masyarakat
menjadi pandangan hidup umum untuk perilaku tiap warga. Pedoman
umum muncul sebagai dogma suatu kelompok. Doktrin dari suatu ideologi
adalah nilainilai berupa pendapat yang lama dikaji, dialami, deterima suatu
kelompok serta diperjuangkan untuk diwujudkan dalam masyarakat.
Dogma adalah patokan nilai-nilai agama yang dipercaya/diyakini dan
diupayakan perwujudannya oleh warganya dalam masyarakat.
9

Sikap dan Kategori Moral Sikap warga terhadap suatu hal muncul
dalam praktek moral dengan kategori positif, netral, negatif. Manusia
bersikap positif terhadap hal yang memberi kepuasan pada pemenuhan
kebutuhan juga pencapaian cita-cita sesuai tujuan hidup, sikap positf
muncul dalam perilaku asosiatif, akomodatif, integratif dan konstruktif.
Juga mungkin bersikap netral yaitu tak mendukung juga tidak menolak.
Hal-hal yang mengecewakan menumbuhkan emosi dan sikap negatif.
Sikap negatif terwujud dalam perilaku yang mewarnai rasa jengkel,
kecewa, benci, marah, atau bermusuhan.
Perilaku bermoral dan perubahan dalam perilaku bermoral
didalamnya terdapat nilai-nilai yang dianut. Ini menunjukkan apa yang
baik, benar, patut serta seharusnya terjadi. Jika terjadi peringatan,
pembuatan janji, memulai serta maksud membela diri menyatakan
penyesalan menggambarkan suatu harapan. Sikap moral sebagian besar
diteruskan dari generasi ke generasi, penampilan sikap dapat mengalami
perubahan sejalan dengan perkembangan kepribadian yang mewarnai
perilaku seseorang. Ia aktif dan selektif membentuk sikap untuk
berperilaku bermoral dalam lingkungannya. Dalam perkembangan
kepribadian seseorang mungkin bersikap mempertahankan nilai-nilai lama
(konservatif) perubahan kearah kemajuan (progresif). Hal-hal ini menjadi
prinsip moral selaku pedoman yang mewarnai/ mendominasai perilakunya
(Maharani, 2014: 105-106)
4. Perkembangan Fisik dan Motorik Anak Usia MI
Pada periode usia MI perkembangan fisiknya berbeda dengan usia
sebelum dan sesudahnya lebih lambat. Hal ini bukan berarti perkembangan
anak berhenti, tetapi dapat dikatakan bahwa perkembangan fisik anak itu
lebih lambat atau konsisten dibandingkan dengan usia kanak-kanak awal
dan usia masuk pubertas. Selanjutnya karakteristik perkembangan fisik
anak usia MI lebih difokuskan pada: (1) Tinggi dan berat badan, (2)
Proporsi tubuh, dan (3) Otak. Di Indonesia tinggi dan berat badan
diperkirakan penambahanya berkisar 2,5 – 3,5 kg dan 5-7 cm pertahun.
10

Demikian juga pendapat Desmita mengemukakan bahwa selama masa


akhir anak-anak, tinggi bertambah sekitar 5 hingga 6% dan berat
bertambah sekitar 10% pertahun. Pada usia-usia 6 tahun tinggi rata-rata
anak adalah 46 Inci dengan berat 22,5 kg, sedangkan usia 12 tahun tinggi
anak mencapai 60 inci, berat badan mencapai 40kg hingga 42,5kg.
Berdasarkan uraian di atas peningkatan berat badan anak lebih banyak dari
pada panjang badanya. Kaki dan tangan menjadi lebih panjang, dada dan
panggul lebih besar. Peningkatan berat badan anak selama ini terjadi
terutama karena bertambahnya ukuran sistem rangkadan otot serta ukuran
beberapa organ tubuh. Pada saat yang sama secara berangsur-angsur terus
bertambah. Pertambahan ini disebabkan karena faktor keturunan dan
latihan. Pertumbuhan fisik pada masa ini, disamping memberikan
kemampuan bagi anak-anak untuk berpartisipasi dalam berbagai aktivitas
baru tetapi juga dapat menimbulkan permasalahan-permasalahan dan
kesulitan-kesulitan secara fisik dan psikologis mereka. Kesulitan-kesulitan
fisik maksudnya, anak tidak dapat bertindak atau berperilaku secara
berani, hal ini disebabkan karena proporsi tubuhnya yang tidak serasi
(Murti, 2018:23).
Perkembangan motorik, sering juga disebut dengan keterampilan
motorik. Keterampilan motorik adalah gerakan-gerakan tubuh atau bagian-
bagian tubuh yang disengaja, otomatis, cepat dan akurat. Gerakan-gerakan
yang dilakukan oleh anakanak, termasuk anak MI merupakan koordinasi
dari beratus-ratus otot yang rumit. Keterampilan motorik dapat
dikelompokan menurut ukuran otot-otot dan bagian-bagian badan yang
terkait, yaitu keterampilan motorik kasar dan motorik halus. Motorik kasar
meliputi keterampilan otot-otot besar lengan, kaki dan batang tubuh,
seperti berjalan, melompat, berlari. Sedangkan keterampilan motorik halus
meliputi otot-otot kecil yang ada diseluruh tubuh, seperti menyentuh dan
memegang. Keterampilan motorik untuk anak MI, seiring dengan
pertumbuhan fisiknya mereka sudah mampu mengendalikan dirinya untuk
melakukan keterampilan-keterampilan motorik yang lebih terkoordinir.
11

Mereka sudah mampu melakukan keterampilan motorik kasar seperti


melempar bola, menagkap bola, berlari, berdiri di atas satu kaki,
melompat, mengendarai sepeda dan berenang. Mereka juga sudah mampu
melakukan motorik halus, seperti menulis, menggambar dan menyulam
atau menjahit. Keterampilan motorik bagi anak sekolah dasar merupakan
suatu aktivitas yang menyenangkan. Hal ini disebabkan otot-otot mereka
itu mulai menemukan fungsinya atau berkembang, sehingga mereka tidak
dapat duduk diam dalam waktu yang lama. Hal ini sesuai dengan pendapat
Wahab mengemukakan bahwa; anak-anak MI juga lebih mampu
mengendalikan tubuhnya sehingga dapat duduk dan memperhatikan
sesuatu lebih lama. Namun perlu diingat bahwa mereka masih jauh dari
memiliki kematangan fisik dan mereka masih perlu aktif. Anak-anak MI
akan lebih tersiksa kalau harus duduk dan memperhatikan guru dengan
waktu yang lama. Mereka lebih senang berlari, berlompat atau bermain
sepeda. Artinya anak-anak usia MI masih lebih senang melakukan
berbagai aktivitas fisik dari pada berdiam diri (Murti, 2018:24).
5. Perkembangan Metakognitif pada Anak MI
Metakognitif secara umum didefinisikan sebagai pengalaman dan
pengetahuan yang seseorang miliki tentang proses kognitifnya sendiri.
Metakognitif dibedakan menjadi dua, yaitu pengetahuan metakognitif dan
kesadaran metakognitif. Pengetahuan metakognitif yaitu pengetahuan
eksplisit yang dimiliki seseorang tentang kekuatan dan kelemahan kognitif
pada dirinya sendiri. Sedangkan kesadaran kognitif adalah perasaan atau
pengalaman seseorang ketika terlibat dalam proses kognitif Aplikasi
pengetahuan metakognitif dalam pembelajaran dapat dilaksanakan dengan
menyajikan suatu metode pembelajaran yang mendorong anak untuk
semakin sadar dan bertanggung jawab atas pengetahuan dan pemikirannya.
Pengetahuan kognitif pada dasarnya menyangkut berbagai tugas kognitif
yang sulit sehingga memerlukan sistem kognitif dan strategi kognitif,
misalkan tugas mengingat kembali. Pengetahuan kognitif juga
memberikan kesempatan pada anak-anak untuk menghadirkan pendapat
12

atau jawaban yang berbeda-beda atas suatu permasalahan yang disajikan.


Cara pandang yang berbeda tentang jawaban benar menjadi tujuan dalam
pembelajaran yang melibatkan pengetahuan metakognitif. Aplikasi
kesadaran metakognitif dalam pembelajaran yaitu berupa kemajuan anak
dan kemampuan kontrolnya terdapat proses-proses kognitif ketika
memecahkan suatu permasalahan atau tugas yang dapat digunakan untuk
menggambarkan efektifitas kinerjanya. Kesadaran metakognitif ini akan
mendorong anak menjadi seorang ahli dalam pemecahan masalah yaitu
kemampuan untuk melakukan kontrol dan memonitor strategi untuk dapat
memecahkan masalah dengan cara yang efektif dan efisien. Pentingnya
perkembangan metakognitif pada anak yaitu mendorong anak menyadari
kemampuan kognitif dalam dirinya sehingga dapat menentukan metode
yang tepat untuk belajar. Perkembangan metakognitif juga penting
mendorong anak untuk memiliki gagasan-gagasan baru dalam menghadapi
setiap permasalahan atau tugas sehingga anak terlatih untuk menghadapi
segala permasalahan hidup di masa depan (Trianingsih, 2016: 203-204).
D. Tematik
Pembelajaran tematik adalah program pembelajaran yang
berangkat dari satu tema/topik tertentu dan kemudian dielaborasi dari
berbagai aspek atau ditinjau dari berbagai perspektif mata pelajaran yang
bisa diajarkan di sekolah. Pada dasarnya pembelajaran tematik
diimplementasikan pada kelas awal (kelas satu samapi dengan kelas tiga)
sekolah dasar atau madrasah ibtidaiyah. Implementasi yang demikian
mengacu pada pertimbangan fisik dan psikis anak.
Pembelajaran tematik merupakan suatu strategi pembelajaran yang
melibatkan beberapa mata pelajaran untuk memberikan pengalaman yang
bermakna kepada siswa. Keterpaduan dalam pembelajaran ini dapat dilihat
dari aspek proses atau waktu, aspek kurikulum dan aspek belajar mengajar
(Majid, 2014: 4).
Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggunakan
tema dalam mengaitkan beberapa mata pelajaran sehingga dapat
13

memberikan pengalaman bermakna kepada siswa. Tema adalah pokok


pikiran atau gagasan pokok yang menjadi pokok pembicaraan. Dengan
tema diharapkan akan memberikan banyak keuntungan, di antaranya:
 siswa mudah memusatkan perhatian pada suatu tema tertentu;
 siswa mampu mempelajari pengetahuan dan mengembangkan berbagai
kompetensi dasar antar matapelajaran dalam tema yang sama;
 pemahaman terhadap materi pelajaran lebih mendalam dan berkesan;
 kompetensi dasar dapat dikembangkan lebih baik dengan mengkaitkan
mata pelajaran lain dengan pengalaman pribadi siswa;
 Siswa mampu lebih merasakan manfaat dan makna belajar karena
materi disajikan dalam konteks tema yang jelas;
 Siswa mampu lebih bergairah belajar karena dapat berkomunikasi
dalam situasi nyata, untuk mengembangkan suatu kemampuan dalam
satu mata pelajaran sekaligus mempelajari mata pelajaran lain;
 guru dapat menghemat waktu karena mata pelajaran yang disajikan
secara tematik dapat dipersiapkaan sekaligus dan diberikan dalam dua
atau tiga pertemuan, waktu selebihnya dapat digunakan untuk kegiatan
remedial, pemantapan, atau pengayaan (Widyaningrum, 2012: 109).
pembelajaran tematik merupakan pembelajaran yang melintasi
batas-batas mata pelajaran untuk berfokus pada permasalahan kehidupan
yang komperhensif atau dapat pula disebut dengan studi luas yang
menggabungkan berbagai bagian kurikulum ke dalam hubungan yang
bermakna. Berdasarkan pendapat di atas, dapat disimpulkan bahwa
pembelajaran tematik merupakan strategi pembelajaran yang diterapkkan
bagi anak MI. Pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang dirancang
berdasarkan tema-tema tertentu. Dalam pembahasannya tema itu ditinjau
dari berbagai mata pelajaran. Pembelajaran tematik menyediakan keluasan
dan kedalaman implementasi kurikulum, menawarkan kesempatan yang
sangat banyak pada siswa untuk memunculkan dinamika dalam
pendidikan. Sesuai dengan tahapan perkembangan anak, karakteristik cara
anak belajar, konsep belajar dan pembelajaran bermakna, maka kegiatan
14

pembelajaran bagi anak kelas awal MI sebaiknya dilakukan dengan


Pembelajaran tematik (Hidayah, 2015: 36).
Tujuan pembelajaran tematik dikembangkan selain untuk mencapai
tujuan pembelajaran yang telah ditetapkan, diharapkan siswa juga dapat:
a. Meningkatkan pemahaman konsep yang dipelajarinya secara lebih
bermakna.
b. Mengembangkan keterampilan menemukan, mengolah, dan
memanfaatkan informasi.
c. Menumbuh kembangkan sikap positif, kebiasaan baik, dan nilai- nilai
luhur yang diperlukan dalam kehidupan.
d. Menumbuh kembangkan keterampilan sosial seperti kerja sama,
toleransi, komunikasi, serta menghargai pendapat orang lain.
e. Meningkatlkan gairah dalam belajar.
f. Memilih kegiatan yang sesuai dengan minat dan kebutuhannya.
Manfaat pembelajaran tematik dengan menerapkan pembelajaran
tematik, siswa dan guru mendapatkan banyak manfaat. Diantara manfaat
tersebut adalah:
a. Pembelajaran mampu meningkatkan pemahaman konseptual siswa
terhadap realitas sesuai dengan tingkat perkembangan
intelektualitasnya.
b. Pembelajaran tematik memungkinkan siswa mampu mengeksporasi
pengetahuan melalui serangkaian proses kegiatan pembelajaran.
c. Pembelajaran tematik mampu meningkatkan keeratan hubungan antar
siswa.
d. Pembelajaran tematik membantu guru dalam meningkatkan
profesionalismenya.
e. Menyenangkan karena bertolak dari minat dan kebutuhan anak.
f. Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena berkesan dan bermakna.
g. Mengembangkan keterampilan berfikir anak sesuai dengan
permasalahan yang dihadapi
15

h. Menumbuhkan keterampilan sosial dalam bekerja, toleransi,


komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain (Muklis,
2012:69)
Pelaksanaan pembelajaran tematik memiliki beberapa keuntungan
dan juga kelemahan yang diperolehnya. Keuntungan yang dimaksud yaitu:
a. Mcnyenangkan karena be\tolak dari minat dan kebutuhan siswa
b. Pengalaman dan kegiatan belajar relevan dengan tingkat perkembangan
dan kebutuhan siswa.
c. Hasil belajar akan bertahan lebih lama karena lebih berkesan dan
bermakna.
d. Menumbuhkan keterampilan sosial, seperti bekerja sama, toleransi,
komunikasi, dan tanggap terhadap gagasan orang lain.
Pembelajaran tematik di samping memiliki beberapa keuntungan
sebagaimana dipaparkan di atas, juga terdapat beberapa kekurangan yang
diperolehnya. Kekurangan yang ditimbulkannya yaitu:
a. Guru dituntut memiliki keterampilan yang tinggi
b. Tidak setiap guru mampu mengintegrasikan kurikulum dengan konsep-
konsep yang ada dalam mata pelajaran secara tepat (Sungkono, 2006:
56).
16

DAFTAR PUSAKA
Achmadi. Dkk. (2016). Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Hasil
Belajar [Online] (http://jurnal.untan.ac.id, diakses pada tanggal 25
Desember pukul 17.01 tahun 2018).
Alfin. J. (2015). Analisis Karakteristik Siswa Pada Tingkat Sekolah Dasar
[Online] (http://gilib.uinsby.ac.id, diakses pada tanggal 25 Desember
pukul 18.58 tahun 2018).
Anzani. D.H. (2016). Pembelajaran Reka Cerita Gambar untuk
MeningkatkanKemampuan Menulis Naskah Drama [Online]
(http://ejournal.upi.edu, diakses pada tanggal 25 Desember pukul
18.38 tahun 2018).
Aziz. A.Kurdi. S. (2006). Model Pembelajaran Efektif Pendidikan Agama
Islam di MI. Bandung: Pustaka Bani Quraisy.
Hidayah. N. (2015). Pembelajaran Tematik Integratif di Sekolah Dasar
[Online] (http://ejournal.radenintan.ac.id, diakses pada tanggal 25
Desember pukul 18.03 tahun 2018).
Kartono. Dkk. (2014). Peningkatan Keterampilan Berbicara dengan Reka
Cerita Gambar [Online]
(http://Users/Ulfah/Downloads/Jppaudsddd141031.pdf, diakses pada
tanggal 26 Desember pukul 15.13 tahun 2018).
Maharani. L. (2014). Perkembangan Moral pada Anak [Online)
(http://User/Ulfah/Downloads/1483-2918-1-pp.pdf, diakses pada
tanggal 25 Desember pukul 17.59 tahun 2018).
Muklis. M. (2012). Pembelajaran Tematik [Online]
(http://Users/Ulfah/Downloads/279-727-1-SM%20(2).pdf, diakses
pada tanggal 25 Desember pukul 18.12 tahun 2018).
Murti. T. (2018). Perkembangan Fisik Motorik Perseptual Serta
Implikasinya pada Pembelajaran di Sekolah Dasar [Online]
(http://Users/Ulfah/Downloads/2871-7242-1-sm.pdf, diakses pada
tanggal 25 Desember pukul 17.58 tahun 2018).
Rukiati. E. (2014). Pembelajaran Bahasa Indonesia. Bandung: Insan
Mandiri.
Saputra. T. (2017). Pendidikan Karakter pada Anak Usia 6-12 Tahun
[Online] (http:// Users/Ulfah/Downloads/28-54-1-SM.pdf, diakses
pada tanggal 25 Desember pukul 15.13 tahun 2018).
Suhada. I. (2015). Pendidikan IPS di MI/SD. Bandung:-
Sungkono. (2006). PembelajaranTematik dan Impementasinya di Sekolah
Dasar [Online] (http://media.neliti.com.pdf, diakses pada tanggal 25
Desember pukul 18.10 tahun 2018).
17

Susanto. A. (2015). Teori Belajar Pembelajaran di Sekolah Dasar.


Jakarta: Prenada Media Group.
Tambunan. Pandapon. (2016). Pembelajaran Keterampilan Berbicara di
Sekolah Dasar [Online]
(http://jurnal%20an%20anPandapotan%20anTambunan.pdf, diakses
pada tangal 25 Desember pukul 15.04 tahun 2018).
Trianingsih. R. (2016). Pengantar Praktik Mendidik Anak Usia Sekolah
Dasar [Online]
(http://Users/Ulfah/Downloads/pengantarpraktikmendidikanakusiase
kolahdasar.pdf, diakses pada tanggal 25 Desember pukul 17.52 tahun
2018).
Widyaningrum.R. (2012). Model Pembelajaran Tematik di MI/SD
[Online] (http://Users/Ulfah/Downloads/504-689-2-PB.pdf, diakses
pada tanggal 25 Desember pukul 18.07 tahun 2018).

Anda mungkin juga menyukai