Anda di halaman 1dari 18

PENERAPAN METODE SOMATIC AUDITORY VISUALIZATION

INTELLECTUALLY (SAVI) UNTUK MENINGKATKAN


KETERAMPILAN BERBICARA SISWA PADA
PEMBELAJARAN TEMATIK
(Penelitian Tindakan Kelas di Kelas IV MIN 2 Kota Bandung)

Diajukan untuk Memenuhi Tugas Ujian Akhir Semester Mata Kuliah

Bimbingan Skripsi

Dosen Pengampu:

Drs. Anas Salahudin, M.Pd.

Muhammad Rifqi Mahmud, M.Pd.

Intan Permata Sari


1152090044

JURUSAN PENDIDIKAN GURU MADRASAH IBTIDAIYAH


FAKULTAS TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SUNAN GUNUNG DJATI
BANDUNG
2018
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Metode Pembelajaran
Metode pembelajaran didefinisikan sebagai cara yang digunakan guru
dalam menjalankan fungsinya dan merupakan alat untuk mencapai tujuan
pembelajaran. Metode pembelajaran lebih bersifat prosedural, yaitu berisi
tahapan-tahapan tertentu (Mohamad, 2012). Menurut Surakhmad dalam bukunya
Suryosubroto (2009) menegaskan bahwa metode pengajaran adalah cara-cara
pelaksanaan daripada proses pengajaran, atau soal bagaimana teknisnya sesuatu
bahan pelajaran diberikan kepada siswa di sekolah. Jadi, metode pembelajaran
adalah cara yang digunakan guru dalam menyampaikan bahan ajar ketika proses
pembelajaran.
Kedudukan metode sebagai salah satu komponen yang ikut ambil bagian
bagi keberhasilan kegiatan belajar mengajar. Kedudukan metode adalah sebagai
alat motivasi ekstrinsik, sebagai strategi pengajaran, dan sebagai alat untuk
mencapai tujuan (Zain, 2010).
Metode sebagai alat motivasi ekstrinsik adalah metode berfungsi sebagai
alat perangsang dari luar yang dapat membangkitkan belajar seseorang. Menurut
Sadirman dalam bukunya Zain (2010) motivasi ekstrinsik adalah motif-motif yang
aktif dan berfungsinya sebagai alat perangsang dari luar.
Metode sebagai strategi pengajaran yaitu dalam kegiatan belajar mengajar,
seorang guru harus memiliki strategi agar siswa dapat belajar secara efektif dan
efisien, mengena pada tujuan yang diharapkan.
Metode sebagai alat untuk mencapai tujuan yaitu ketika tujuan dirumuskan
agar siswa memiliki keterampilan tertentu, maka metode yang digunakan harus
disesuaikan dengan tujuan. Antara tujuan dan metode tidak boleh bertolak
belakang. Artinya, metode harus menunjang pencapaian tujuan pengajaran (Zain,
2010).
Metode pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam setiap kali
pertemuan di kelas bukanlah metode pembelajaran yang asal pakai, tetapi telah

1
melalui proses pemilihan metode yang sesuai dengan perumusan tujuan
pembelajaran tertentu.
Tidak ada satu metode yang lebih baik dari metode lainnya. Metode
disebut baik apabila sesuai dengan karakteristik siswa, tujuan atau kompetensi
yang akan dicapai, dan sesuai dengan materi yang akan dikembangkan dalam
pembelajaran. Dalam mengembangkan proses pembelajaran, guru tidak hanya
menggunakan satu metode, melainkan menggunakan multimetode dalam upaya
membelajarkan dan mencapai tujuan yang ingin dicapai (Darmawan, 2013).

B. Metode Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI)


1. Pengertian Metode Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI)
Metode SAVI adalah metode pembelajaran yang menggabungkan
gerakan fisik dengan aktivitas intelektual dan penggunaan semua indra.
Metode SAVI diperkenalkan oleh Dave Meier seorang Direktur Center for
Accelerated Learning di Lake Gunava mengartikan SAVI sebagai
penggabungan gerakan fisik dengan gerakan aktivitas intelektual dan
penggunaan panca indra akan berpengaruh besar pada pembelajaran (Widad,
2015).
Metode SAVI adalah metode yang digunakan oleh guru dengan
maksud mengajak siswa untuk menemukan konsep dan fakta melalui
klasifikasi materi yang dibahas dalam pembelajaran. Metode SAVI ini adalah
salah satu metode pembelajaran yang memberdayakan siswa untuk aktif ke
dalam pembelajaran dengan menggunakan otak untuk menemukan konsep dan
memecahkan masalah yang sedang dipelajari, selain itu juga untuk
menyiapkan mental dan melatih keterampilan fisik siswa (Collin, 2003).
Belajar somatik adalah belajar dengan bergerak dan berbuat. Belajar
auditori adalah belajar dengan berbicara dan mendengarkan. Belajar visual
adalah belajar dengan mengamati dan menggambarkan. Belajar intelektual
yaitu belajar memecahkan masalah dan merenung (Pasani, 2013).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan metode
Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI) adalah suatu metode

2
yang menggabungkan gerak fisik dengan aktivitas intelektual dengan
memanfaatkan semua panca indra dalam proses pembelajaran sehingga siswa
aktif dalam proses pembelajaran.

2. Unsur-unsur Metode Somatic Auditory Visualization Intellectually (SAVI)


Unsur-unsur metode Somatic Auditory Visualization Intellectually
(SAVI) adalah:
a. Belajar Somatis
“Somatis” berasal dari bahasa Yunani yang berarti tubuh-soma
(seperti dalam psikosomatis). Jadi, belajar somatis berarti belajar dengan
indra peraba, kinestetis, praktis-melibatkan fisik dan menggunakan serta
menggerakkan tubuh sewaktu belajar (Hernowo, 2004).
b. Belajar Auditori
Pikiran auditori lebih kuat daripada yang disadari. Telinga terus-
menerus menangkap dan menyimpan informasi auditori dan ketika
membuat suara sendiri dengan berbicara, beberapa area penting di otak
menjadi aktif (Meier, 2000).
c. Belajar Visual
Ketajaman visual, meskipun lebih menonjol pada sebagian orang,
sangat kuat dalam diri setiap orang. Alasannya adalah bahwa di dalam
otak terdapat lebih banyak perangkat untuk memproses informasi visual
daripada semua indra yang lain (Hernowo, 2004).
d. Belajar Intelektual
“Intelektual” bukanlah pendekatan belajar yang tanpa emosi, tidak
berhubungan, rasionalistis, “akademis”, dan terkotak-kotak. Kata
“intelektual” menunjukkan apa yang dilakukan pembelajar dalam pikiran
mereka secara internal ketika mereka menggunakan kecerdasan untuk
merenungkan suatu pengalaman dan menciptakan hubungan, makna,
rencana, dan nilai dari pengalaman tersebut. Intelektual adalah bagian diri
yang merenung, mencipta, memecahkan masalah, dan membangun makna
(Meier, 2000).

3
Intelektual adalah pencipta makna dalam pikiran; sarana yang
digunakan manusia untuk “berpikir”, menyatukan pengalaman,
menciptakan jaringan saraf baru dan belajar. Ia menghubungkan
pengalaman mental, fisik, emosional, dan intuitif tubuh untuk membuat
makna baru bagi dirinya sendiri. Sarana yang digunakan pikiran untuk
mengubah pengalaman menjadi pengetahuan, pengetahuan jadi
pemahaman, dan pemahaman menjadi kearifan (Hernowo, 2004).
Pembelajaran SAVI menganut aliran ilmu kognitif modern yang
menyatakan belajar yang paling baik adalah melibatkan emosi, seluruh
indra, dan segenap kedalaman serta keluasan pribadi, menghormati gaya
belajar individu lain dengan menyadari bahwa orang belajar dengan cara-
cara yang berbeda mengaitkan sesuatu dengan hakikat realitas yang kreatif
dan hidup (Widad, 2015).

3. Prinsip-prinsip Metode Somatic Auditory Visualization Intellectually


(SAVI)
Metode pembelajaran SAVI sejalan dengan Accelerated Learning
(AL), maka prinsipnya juga sejalan dengan Accelerated Learning (AL).
Prinsip-prinsip tersebut adalah:
a. Belajar melibatkan seluruh tubuh dan pikiran.
b. Belajar adalah berkreasi, bukan mengkonsumsi.
c. Kerjasama membantu proses belajar.
d. Pembelajaran berlangsung pada banyak tingkatan secara simultan.
e. Belajar berasal dari mengerjakan pekerjaan itu sendiri.
f. Emosi positif sangat membantu pembelajaran.
g. Otak-citra menyerap informasi secara langsung dan otomatis.

(Suyatno, 2007)

4. Langkah-langkah Pembelajaran Metode Somatic Auditory Visualization


Intellectually (SAVI)
Menurut Meier (2000) pembelajaran SAVI akan tercapai apabila
sesuai dengan tujuan yang diharapkan jika empat tahap berkut dilaksanakan
dengan baik. Empat tahapan tersebut adalah sebagai berikut.

4
a. Tahap persiapan (kegiatan pendahuluan)
Pada tahap ini guru membangkitkan minat siswa, memberikan
perasaan positif mengenai pengalaman belajar yang akan datang dan
menempatkan mereka dalam situasi optimal untuk belajar. Secara spesifik
meliputi hal sebagai berikut.
1) Memberikan sugesti positif
2) Memberikan pernyataan yang memberi manfaat kepada siswa
3) Memberikan tujuan yang jelas dan bermakna
4) Membangkitkan rasa ingin tahu
5) Menciptakan lingkungan fisik yang positif
6) Menciptakan lingkungan emosional yang positif
7) Menciptakan lingkungan sosial yang positif
8) Menenangkan rasa takut
9) Menyingkirkan hambatan-hambatan belajar
10) Banyak bertanya dan mengemukakan berbagai masalah
11) Merangsang rasa ingin tahu siswa
12) Mengajak pembelajar terlibat penuh sejak awal.
(Shoimin, 2014)

b. Tahap Penyampaian (kegiatan inti)


Pada tahap ini guru membantu siswa menemukan materi belajar
yang baru dengan cara menarik, menyenagkan, relevan, melibatkan
pancaindra, dan cocok untuk semua gaya belajar. Hal yang dapat
dilakukan guru adalah:
1) Uji coba kolaboratif dan berbagi pengetahuan
2) Pengamatan fenomena dunia nyata
3) Pelibatan seluruh otak dan seluruh tubuh
4) Presentasi interaktif
5) Grafik dan sarana yang presentasi berwarna-warni
6) Aneka macam cara untuk disesuaikan dengan seluruh gaya belajar
7) Proyek belajar berdasar kemitraan dan berdasar tim
8) Latihan menemukan (sendiri, berpasangan, berkelompok)
9) Pengalaman belajar di dunia nyata yang kontekstual
10) Pelatihan memecahkan masalah.

(Khoirudin, 2017)

5
c. Tahap pelatihan (kegiatan inti)
Pada tahap ini guru membantu siswa mengintegrasikan dan
menyerap pengetahuan dan keterampilan baru dengan berbagai cara.
Secara spesifik, yang dilakukan guru adalah sebagai berikut.
1) Aktivitas pemrosesan siswa
2) Usaha aktif atau umpan balik atau renungan atau usaha kembali
3) Simulasi dunia-nyata
4) Permainan dalam belajar
5) Pelatihan aksi pembelajaran
6) Aktivitas pemecahan masalah
7) Refleksi dan artikulasi individu
8) Dialog berpasangan atau berkelompok
9) Pengajaran dan tinjauan kolaboratif
10) Aktivitas praktis membangun keterampilan
11) Mengajar balik.
(Dewi, 2011)

d. Tahap penampilan hasil (kegiatan penutup)


Pada tahap ini guru membantu siswa menerapkan dan memperluas
pengetahuan atau keterampilan baru mereka pada pekerjaan, sehingga
hasil belajar akan melekat dan penampilan hasil akan terus meningkat. Hal
yang dapat dilakukan guru adalah sebagai berikut.
1) Penerapan dunia nyata dalam waktu yang segera
2) Penciptaan dan pelaksanaan rencana aksi
3) Aktivitas penguatan penerapan
4) Materi penguatan pasca sesi
5) Pelatihan terus-menerus
6) Umpan balik dan evaluasi kinerja
7) Aktivitas dukungan kawan.
(Shoimin, 2014)

Langkah-langkah pembelajaran metode Somatic Auditory


Visualization Intellectually (SAVI) menurut Huda (2014) sebagai berikut.
Somatic – learning by doing
1) Rancanglah sebuah proyek yang dapat mendorong siswa untuk
bergerak ditempat-tempat yang berbeda.
2) Sediakan tape yang bisa didengarkan oleh siswa selama mereka
berjalan, berlari, berlompat kecil, atau bekerja.

6
3) Berikan waktu break sesering mungkin ketika siswa tengah belajar,
lalu ajaklah mereka untuk segera bergerak ketika sedang menemukan
gagasan baru.
4) Biarkan siswa berdiri dan berjalan ketika mereka tengah
mendengarkan, menonton, atau berpikir.
5) Berikanlah sesuatu yang bisa mereka mainkan selama melakukan
aktivitas ini (tetapi pastikan benda itu tidak menimbulkan kekacauan).
6) Mintalah siswa untuk menulis dalam sebuah kartu tentang apa yang
mereka pelajari, misalnya flash card yang digunakan untuk
mencocokkan item-item yang sama.
7) Sesekali mintalah mereka mempergerakan gagasan mereka dalam
bentuk teater, mimik, atau sentuhan (tanpa harus mengucapkan kata
apapun).
8) Cobalah meminta mereka untuk membuat oret-oretan setiap mereka
membaca teks tertulis.

Auditory - learning by hearing


1) Mintalah siswa untuk menjelaskan apa yang telah mereka pelajari dari
orang lain.
2) Mintalah siswa untuk membaca buku atau handout dengan suara keras,
jika perlu dengan mimik dan gestur yang bisa menunjukkan karakter
sebuah bacaan.
3) Rekamlah proses presentasi pengajaran, dan mintalah siswa untuk
membaca gagasan utama dalam teks tersebut dengan suara lantang.
4) Bacalah sebuah gagasan unik layaknya mantra jika perlu, siswa bisa
diminta untuk melagukannya.
5) Libatkan siswa dalam diskusi dan jajak pendapat dengan siswa-siswa
lain.

7
Visual - learning by seeing
1) Tugaskan siswa untuk membaca satu paragraf, kemudian mintalah
mereka untuk membuat sinopsis singkat tentang apa yang dibacanya.
Ulangi proses ini.
2) Mintalah siswa untuk terus mencatat setiap penjelasan penting yang
disampaikan di ruang kelas.
3) Ajaklah siswa untuk membuat semacam moral, gambar atau lukisan
tentang gagasan mereka, lalu tempellah moral-moral itu di dinding
kelas.
4) Sebarkan teks materi pelajaran, dan pastikan teks tersebut sudah
dihighlight dengan warna yang berbeda-beda pada konsep-konsep
pentingnya.
5) Buatlah semacam versi ikon atas setiap konsep yang dijelaskan, lalu
pastikan bahwa siswa bisa mengingat ikon tersebut untuk materi
selanjutnya.
6) Gambarlah mindmap di papan tulis, dan mintalah siswa untuk
memperhatikannya dengan seksama.

Intellectual – learning by thinking


1) Setiap menyelesaikan suatu pengalaman belajar, mintalah siswa untuk
duduk sejenak merefleksikan apa yang telah dipelajari dan
menghubungkannya dengan apa yang telah diketahui.
2) Mintalah mereka untuk membuat semacam diagram, flowchart, atau
piktogram yang bisa menggambarkan apa yang mereka refleksikan.
3) Cobalah mengajukan pertanyaan-pertanyaan mengenai materi
pelajaran yang telah diajarkan, dan mintalah siswa untuk berpikir
tentang pemecahannya.
4) Sesekali buatlah analogi-analogi atau metafor-metafor untuk
merangsang siswa berpikir tentang apa yang terkandung di dalamnya.
5) Buatlah semacam daftar materi atau pokok-pokok pembelajaran yang
memungkinkan siswa untuk menyusunnya dalam kategori-kategori.

8
5. Kelebihan dan Kekurangan Metode Somatic Auditory Visualization
Intellectually (SAVI)
Tidak ada satu metode yang lebih baik dari metode lainnya. Berikut ini
adalah kelebihan dan kekurangan metode pembelajaran SAVI.
a. Kelebihan metode Somatic Auditory Visualization Intellectually
(SAVI)
1) Meningkatkan kecerdesan secara terpadu siswa secara penuh
melalui penggabungan gerak fisik dengan aktivitas intelektual.
2) Ingatan siswa terhadap materi yang dipelajari lebih kuat, karena
siswa membangun sendiri pengetahuannya.
3) Suasana dalam pembelajaran menjadi menyenangkan karena siswa
merasa diperhatikan sehingga tidak bosan dalam belajar.
4) Memupuk kerja sama, dan diharapkan siswa yang lebih pandai
dapat membantu siswa lain yang kurang pandai.
5) Menciptakan suasana belajar yang lebih menarik dan efektif.
6) Mampu meningkatkan kreativitas dan kemampuan psikomotor
siswa.
7) Memaksimalkan konsentrasi siswa.
8) Siswa akan termotivasi untuk belajar lebih giat.
9) Melatih siswa untuk terbiasa berfikir dan mengemukakan
pendapat dan berani menjelaskan jawabannya.

(Shoimin, 2014)

b. Kekurangan metode Somatic Auditory Visualization Intellectually


(SAVI)
1) Pembelajaran ini menuntut adanya guru yang sempurna sehingga
dapat memadukan keempat komponen dalam metode SAVI secara
utuh.
2) Penerapan metode SAVI membutuhkan kelengkapan sarana dan
prasarana pembelajaran yang menyeluruh dan disesuaikan dengan
kebutuhan. Hal ini dapat terpenuhi dengan pengadaan media
pembelajaran sebagai alat bantu belajar yang canggih dan
menarik, biasanya hanya pada sekolah-sekolah maju.

(Widad, 2015)
C. Keterampilan Berbicara
1. Pengertian Keterampilan Berbicara
Dalam Kamus Besar Bahasa Indonesia, berbicara adalah “berkata;
bercakap; berbahasa atau melahirkan pendapat (dengan perkataan, tulisan, dan

9
sebagainya) atau berunding”. Keterampilan berbicara adalah kemampuan
mengungkapkan bunyi-bunyi artikulasi atau kata-kata untuk mengekspresikan
pikiran berupa ide, pendapat dengan perkataan, keinginan, atau perasaan
kepada mitra bicara (Hermawan, 2011).
Menurut Darlina (2012) keterampilan berbicara merupakan salah satu
kemampuan yang sangat penting yang harus dimiliki siswa, karena
keterampilan berbicara adalah kemampuan siswa untuk berkomunikasi dengan
baik dan benar, baik secara lisan maupun tulisan.
Berbicara pada dasarnya adalah kemampuan seseorang untuk
mengeluarkan ide, gagasan, ataupun pikirannya kepada orang lain melalui
media bahasa lisan. Berbicara tidak hanya sekedar menyampaikan pesan tetapi
proses melahirkan pesan itu sendiri (Abidin, 2012).
Kegiatan berbicara merupakan gambaran tingkah laku atau kepribadian
seseorang. Terbentuknya keterampilan ini tidak sekaligus, tetapi harus dilatih
dan dipelajari secara bertahap dan berkesinambungan (Badrudin, 2009).
Meskipun belum pernah ditemukan hasil penelitian yang menyebutkan bahwa
keterampilan berbicara seseorang berbanding linier dengan kecerdasan, tetapi
hampir semua orang sepakat bahwa kemampuan berbicara menjadi salah satu
indikasi kecerdasan seseorang (Budiana, 2017).
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan
keterampilan berbicara adalah bukan sekedar mengucapkan bunyi atau kata-
kata saja, akan tetapi kemampuan seseorang untuk menyampaikan pesan
berupa ide, gagasan, pendapat melalui media bahasa lisan.

2. Faktor yang Mempengaruhi Keterampilan Berbicara


Ada beberapa faktor yang mempengaruhi keterampilan berbicara
seseorang. Beberapa faktor tersebut adalah sebagai berikut:
a. Kepekaan terhadap fenomena
Faktor ini berhubungan dengan pembicara untuk menjadikan
sebuah fenomena menjadi sebuah sumber ide. Seorang pembicara yang
baik akan mampu menjadi segala fenomena sekecil apapun menjadi

10
sebuah sumber ide. Sebaliknya, seseorang yang tidak tanggap terhadap
fenomena tidak akan mampu menghasilkan gagasan walaupun sebuah
peritiwa besar terjadi terhadap dirinya (Abidin, 2012).
b. Kemampuan kognisi dan atau imajinasi
Pembicara yang baik akan mampu menentukan kapan ia akan
menggunakan kemampuan kognisi untuk menghasilkan pembicaraan dan
kapan ia harus menggunakan kemampuan imajinasinya. Kemampuan
penggunaan kognisi dan atau imajinasi akan berhubungan dengan tujuan
pembicaraan yang akan ia lakukan (Abidin, 2012).
c. Kemampuan berbahasa
Kemampuan berbahasa merupakan kemampuan pembicara
mengemas ide dengan bahasa yang baik dan benar. Kaitannya dengan
faktor bahasa, pembicara yang baik hendaknya menguasai benar seluruh
tataran linguistik dari fonem hingga semantik-pragmatik. Kemampuan ini
juga berhubungan dengan organ berbicara seseorang. Pembicara yang
mengalami kelainan dalam organ penghasil bunyinya akan mengalami
hambatan ketika berbicara (Abidin, 2012).
d. Kemampuan psikologis
Kemampuan psikologis berhubungan dengan kejiwaan pembicara
misalnya keberanian, ketenangan, dan daya adaptasi psikologis ketika
berbicara. Seorang pembicara yang mampu mengemas ide dengan baik
bisa saja kurang mampu menyampaikan ide tersebut secara lisan karena
terganggu oleh ketenangan ketika berbicara (Abidin, 2012).
e. Kemampuan performa
Kemampuan performa berhubungan dengan praktik berbicara.
Seorang pembicara yang baik akan menggunakan berbagai gaya yang
sesuai dengan situasi, kondisi, dan tujuan pembicaraannya. Gaya juga
berhubungan dengan perilaku ketika seseorang melakukan pembicaraan
seperti ekspresi, kesanggupannya membangun komunikasi interaktif, dan
bahkan berhubungan dengan penampilan berpakaian pembicara (Abidin,
2012).

11
3. Hambatan dalam Kegiatan Berbicara
Tidak semua orang memiliki kemahiran dalam berbicara di muka
umum. Akan tetapi, keterampilan ini dapat dimiliki oleh semua orang melalui
prose belajar mengajar secara berkesinambungan dan sistematis. Hambatan
dalam kegiatan berbicara terdiri atas hambatan yang datangnya dari pembicara
sendiri (internal) dan hambatan yang datang dari luar pembicara (eksternal).
a. Hambatan internal
Hambatan internal adalah hambatan yang datang dari diri
pembicara. Hal-hal yang dapat menghambat kegiatan berbicara sebagai
berikut.
1) Ketidaksempurnaan alat ucap
Kesalahan yang diakibatkan dari ketidaksempurnaan alat ucap
akan mempengaruhi keefektifan dalam berbicara, pendengarpun akan
salah menafsirkan pembicara.
2) Penguasaan komponen kebahasaan
Komponen kebahasaan meliputi hala-hal berikut ini.
a) Lafal dan intonasi;
b) Pilihan kata (diksi)
c) Struktur bahasa; dan
d) Gaya bahasa.
3) Penggunaan komponen isi
Komponen isi meliputi hal-hal sebagai berikut.
a) Hubungan isi dengan topik;
b) Struktur isi;
c) Kualitas isi; dan
d) Kuantitas isi.
4) Kelelahan dan kesehatan fisik maupun mental
Seorang pembicara yang tidak menguasai komponen bahasa
dan komponen isi tersebut akan menghambat kefektifan berbicara.

(Cahyani, 2009)

b. Hambatan eksternal
Selain hambatan internal, berbicara akan menghadapi hambatan
yang datang dari luar dirinya. Hambatan eksternal meliputi hal-hal di
bawah ini (Cahyani, 2009).
1) Suara atau bunyi;

12
2) Kondisi ruangan;
3) Media; dan
4) Pengetahuan belajar.

D. Pembelajaran Tematik di Madrasah Ibtidaiyah


1. Pengertian Pembelajaran Tematik
Kata tema berasal dari kata Yunani tithenai yang berarti
“menempatkan” atau “meletakkan”. Menurut arti katanya, tema berarti
“sesuatu yang telah diuraikan” atau “sesuatu yang telah ditempatkan” (Majid,
2014).
Menurut Sutirjo dan Mamik dalam bukunya Suryosubroto (2009)
pembelajaran tematik adalah satu usaha untuk mengintegrasikan pengetahuan,
keterampilan, nilai atau sikap pembelajaran, serta pemikiran yang kreatif
dengan menggunakan tema.
Menurut Poerwadaminta dalam bukunya Majid (2014) pembelajaran
tematik adalah pembelajaran terpadu yang mengaitkan beberapa mata
pelajaran sehingga dapat memberikan pengalaman bermakna kepada siswa.
Tema adalah pokok pikiran atau gagasa pokok yang menjadi pokok
pembicaraan.
Jadi, pembelajaran tematik adalah pembelajaran yang menggabungkan
beberapa mata pelajaran kedalam satu tema sehingga dapat memberikan
pengalaman bermakna untuk siswa.

2. Prinsip Pembelajaran Tematik


Dalam menerapkan pembelajaran tematik, ada beberapa prinsip dasar
yang perlu diperhatikan, sebagai berikut.
a. Bersifat terintegrasi dengan lingkungan
Pembelajaran yang dilakukan perlu dikemas dalam suatu format
keterkaitan, maksudnya pembahasan suatu topik dikaitkan dengan kondisi
yang dihadapi siswa. Menemukan masalah dan memecahkan masalah

13
yang nyata dihadapi siswa dalam kehidupan sehari-hari dikaitkan dengan
topik yang dibahas (Suryosubroto, 2009).
b. Bentuk belajar harus dirancang agar siswa menemukan tema
Dalam melakukan pembelajaran tematik, siswa didorong harus
mampu menentukan tema-tema yang benar-benar sesuai dengan kondisi
siswa, bahkan dialami oleh siswa (Suryosubroto, 2009).
c. Efisiensi
Pembelajaran tematik memiliki nilai efisiensi antara lain dalam
segi waktu, beban materi, metode, penggunaan sumber belajar yang
otentik sehingga dapat mencapai ketuntasan kompetensi secara tepat
(Suryosubroto, 2009).

3. Karakteristik Pembelajaran Tematik


Pembelajaran tematik memiliki ciri-ciri atau karakteristik sebagai
berikut.
d. Berpusat pada siswa.
e. Memberikan pengalaman langsung kepada siswa.
f. Pemisahan mata pelajaran tidak begitu jelas.
g. Menyajikan konsep dari berbagai mata pelajaran dalam suatu proses
pembelajaran.
h. Bersifat fleksibel.
i. Hasil pembelajaran dapat berkembang sesuai dengan minat dan
kebutuhan siswa.
(Suryosubroto, 2009)

Adapun karakteristik pembelajaran tematik menurut TIM Pengembang


PGSD, adalah:
a. Holistik, suatu gejala atau peristiwa yang menjadi pusat perhatian
dalam pembelajaran tematik diamati dan dikaji dari beberapa
bidang studi sekaligus, tidak dari sudut pandang yang terkotak-
kotak.
b. Bermakna, pengkajian suatu fenomena dari berbagai macam aspek,
memungkinkan terbentuknya semacam jalinan antar-skemata yang
dimiliki oleh siswa, yang pada gilirannya nanti, akan memberikan
dampak kebermaknaan dari materi yang dipelajari.
c. Otentik, pembelajaran tematik memungkinkan siswa memahami
secara langsung konsep dan prinsip yang ingin dipelajari.

14
d. Aktif, pembelajaran tematik dikembangkan dengan berdasar pada
pendekatan inquiry discovery di mana siswa terlibat secara aktif
dalam proses pembelajaran, mulai perencanaan, pelaksanaan,
hingga proses evaluasi.
(Majid, 2014)

15
DAFTAR PUSTAKA

Abidin, Y. (2012). Pembelajaran Bahasa Berbasis Pendidikan Karakter.


Bandung: PT Refika Aditama.

Badrudin, E. K. (2009). Bahasa dan Sastra Indonesia untuk Kelas Tinggi


di MI/SD. Bandung: CV Insan Mandiri.

Budiana, N. (2017). Keterampilan Berbicara: Desain Pembelajaran


Berbasis Quantum Teaching Learning. Malang: UBMedia.

Cahyani, I. (2009). Bahasa Indonesia. Jakarta: Direktorat Jenderal


Pendidikan Islam Departemen Agama Republik Indonesia\.

Collin, R. (2003). Accelerated Learning Abad 21. Bandung: Nuansa


Cendekia.

Darlina, R. (2012). Penerapan Metode Demonstrasi untuk Meningkatkan


Keterampilan Berbicara Bahasa Indonesia Kelas V SDN Sungai Ambawang.

Darmawan, D. S. (2013). Komunikasi Pembelajaran. Bandung: PT


Remaja Rosdakarya.

Dewi, A. R. (2011). Penerapan Pendekatan SAVI (Somatis, Auditori,


Visual dan Intelektual) untuk Meningkatkan Minat Belajar dan Pemahaman
Konsep Matematis Siswa Kelas VIII B SMP N 3 Depok Yogyakarta.

Hermawan, A. (2011). Metodologi Pembelajaran Bahasa Arab. Bandung:


PT Remaja Rosdakarya.

Hernowo. (2004). Bu Slim dan Pak Bill Membincangkan Pendidikan di


Masa Depan: Ihwal Life Skills, Portofolio, Konstruktivisme, dan Kompetensi.
Bandung: Penerbit MLC.

Huda, M. (2014). Model-model Pengajaran dan Pembelajaran.


Yogyakarta: PUSTAKA PELAJAR.

Khoirudin, M. (2017). Pengaruh Penggunaan Model Pembelajaran


Somatis Auditori Visual Intelektual (SAVI) terhadap Hasil Belajar Matematika
Kelas IV SDN 3 Metro Pusat.

Majid, A. (2014). Pembelajaran Tematik Terpadu. Bandung: PT Remaja


Rosdakarya.

16
Meier, D. (2000). The Accelerated Learning Handbook. New York:
McGraw-Hill.

Mohamad, H. B. (2012). Belajar dengan Pendekatan Pembelajaran Aktif


Inovatif Lingkungan Kreatif Efektif Menarik. Jakarta: PT Bumi Aksara.

Pasani, W. S. (2013). Efektivitas Model Pembelajaran SAVI dalam


Pembelajaran Matematika untuk Mengembangkan Karakter Mandiri Siswa. EDU-
MAT Jurnal Pendidikan Matematika .

Shoimin, A. (2014). 68 Model Pembelajaran Inovatif dalam Kurikulum


2013. Yogyakarta: AR-RUZZ MEDIA.

Suryosubroto, B. (2009). Proses Belajar Mengajar di Sekolah. Jakarta:


Rineka Cipta.

Suyatno. (2007). Aneka Model Pembelajaran Bahasa Indonesia.


Surabaya: Unesa.

Widad, A. (2015). Pembelajaran Kooperatif Model SAVI (Somatis


Auditori, Visual, Intelektual) dalam Mata Pelajaran PAI.

Zain, S. B. (2010). Strategi Belajar Mengajar. Jakarta : Rineka Cipta.

17

Anda mungkin juga menyukai