Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang

Observasi penelitian dilakukan untuk melihat secara langsung budaya


masyarakat Kampung Naga, sehingga mahasiswa dapat menambah wawasan baru
dan meningkatkan wawasan tidak hanya di bangku kuliah dengan teori dan
konsep tapi meneliti secara langsung ke lapangan, sehingga mahasiswa
mengetahui secara langsung unsur-unsur budaya dan perilaku masyarakat. Selain
itu, mahasiswa bisa mengetahui tentang kondisi fisik, sosial, ekonomi dan
penataan lingkungan Kampung Naga.

Seperti diketahui bahwa Indonesia memiliki banyak ragam budaya, antara


daerah satu dengan daerah yang lainnya yang masih memegang teguh adat istiadat
dan kebudayaannya yang sangat baik, salah satunya masyarakat Kampung Naga
yang berada di Tasikmalaya.

Masyarakat Kampung Naga mempunyai salah satu falsafah budaya


dimiliki yaitu Alam jeung Jaman Kawulaan, Saur Elingkeun.Dengan mencermati
dan menghayati falsafah itu, yang berarti masyarakat harus mempunyai rasa
kesadaran serta tanggung jawab untuk menjalankan amanah yang diwariskan
leluhur.Kampung Naga sebagai sebuah lokasi merupakan pemukiman yang
terletak di lembah subur dengan lereng curam sebagai batas alam, dimana seratus
dua belas bangunan beratap injuk berdiri teratur membentuk sebuah kampung
tradisonal di tatar Sunda. Dan rata-rata arsitektur rumahnya sama. Mereka
bermukim untuk mempertahankan tradisi leluhur dan sekarang mereka bisi
sedikit-sedikit mengadaptasi dengan zaman modern.

Saat ini kita sudah berada dalam zaman modern tapi mereka masih
memegang adat leluhurnya, merupakan suatu yang menarik untuk dipelajari dan
diamati di eramoderisasi ini khususnya oleh kita sebagai peneliti.

1.2 Tujuan

1. Mengetahui kebudayaan masyarakat Kampung Naga.


2. Menggali dan mengkaji aspek fisik, sosial budaya dan penataan
lingkungan diKampung Naga.
3. Megetahui berbagai macam tanaman tradisional yang ada diKampung
Naga.

1
1.3 Ruang Lingkup di Kampung Naga

Kampung Naga merupakan suatu perkampungan yang dihuni oleh


sekelompok masyarakat yang sangat kuat dalam memegang adat istiadat
peninggalan leluhurnya, dalam hal ini Kampung Naga menjadi objek kajian
antropologi mengenal kehidupan masyarakat pedesaan Sunda pada masa peralihan
dari pengaruh Hindu menuju pengaruh agama Islam. Mereka sudah mulai
menganut agama islam dari peralihan agama hindu.

2
BAB II

ISI
2.1 Gambaran Kehidupan Masyarakat Kampung Naga

2.1.1 Sejarah Berdirinya Masyarakat Kampung Naga

Sejarah asal-usul Kampung Naga menurut disekitar bermula pada masa


kewalian Syeh Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati.Seorang abdinya yang
bernama Singaparana ditugasi untuk menyebarkan agama Islam ke sebelah barat.
Kemudian ia sampai ke daerah Neglasari yang sekarang menjadi Desa Neglasari,
Kecematan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Di tempat tersebut, Singarapana
oleh masyarakat Kampung Naga disebut Sembah Dalem Singaparana. Suatu hari
ia mendapat petunjuk, bahwa ia harus mendiami suatu kampung, yang sekarang
dinamai Kampung Naga. Nama kampung naga gambaran kita tentang hal-hal
yang berbau naga, karena tidak ada disana yang berbau dengan naga.

Nama Kampung Naga itu sendiri singkatan kata dari Kampung di Na


Gawir yang artinya adalah merupakan kampung yang berada di lembah yang
subur.Kampung Naga adalah sebuah kampung kecil, yang para penduduknya
patuh dan menjaga tradisi yang ada. Nenek moyang Kampung Naga yang paling
berpengaruh dan berperan bagi masyarakat Kampung Naga “ SA NAGA” yaitu
Eyang Singaparana atau Sembah Dalem Singaparana yang disebut lagi dengan
Eyang Galunggunng. Dimakamkan di sebelah barat Kampung Naga.Makam ini di
anggap keramat dan diziarahi pada saat diadakan upacara adat bagi semua
keturunannya.

2.1.2 Letak Geografis

Kampung Naga secara administrative berada di wilayah Desa Neglasari,


Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya, Provinsi Jawa Barat.Lokasi
Kampung Naga tidak jauh dari jalan raya yang menghubungkan Kota Garut
dengan Kota Tasikmalaya.Kampung ini berada di lemba yang subur, dengan batas
wilayah, di sebelah Barat Kampung Naga dibatasi oleh hutan keramat karena
didalam hutan tersebut terdapat makam leluhur masyarakat Kampung Naga.Di
sebelah Selatan dibatasi oleh sawah-sawah penduduk, dan disebelah Utara dan
Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber airnya berasal dari Gunung
Cikuray di daerah Garut.

Jarak tempuh dari Kota Tasikmalaya ke Kampung Naga kurang lebih 30


kilometer, sedangkan dari Kota Garut jaraknya 26 kilometer. Untuk menuju
Kampung Naga dari arah jalan raya Garut-Tasikmalaya harus menuruni tangga

3
yang sudah ditembok (Sunda Sengked) sampai ketepi sungan ciwulan dengan
kemiringan sekitar 45 derajat dengan jarak kira-kira 500 meter. Pada seratus anak
tangga pertama, kita akan melihat beberapa bangunan permanen dan non
permanen rumah masyarakat luar Kampung Naga dan beberapa kios yang menjual
souvenir Kampung Naga atau khas Tasikmalaya dan pemandangan dengan
deretan pohon bambu, pohon eboni, dan pohon albasia. Seratus anak tangga
berikutnya akan menikmati pemandangan alam berupa sawah-sawah dengan
aliran airnya, sedangkan pada seratus anak tangga terakhir kita dapat melihat
beberapa atap rumah adat ciri khas masyarakat Kampung Naga yang seluruhnya
berwarna hitam (berasal dari ijuk), aliran dan suara sungai Ciwulan yang deras,
petak-petak sawah, dan bukit Gunung Cikuray (lokasi Kampung Naga berada di
lembah Cikuray) yang rindang oleh tumbuhan dan pepohonan. Kemudian melalui
jalan setapak menyusuri sungaii Ciwulan sampai kedalam Kampung Nag.

Adapun batas wilayahnya :

-Di sebelah Barat adalah hutan keramat (yang didalamnya terdapat makam leluhur
masyarakat Kampung Naga).

-Di sebelah Selatan sawah-sawah penduduk.

-Di sebelah Utara dan Timur dibatasi oleh sungai Ciwulan yang sumber airnya
berasal dari Gunung Cikuray di daerah Garut.

2.1.3 Perkembangan Penduduk Kampung Naga

Berdasarkan hasil observasi masyarakat kKampung Naga berpenduduk


kurang lebih 326 jiwa, yang terdiri dari 106 kepala keluarga.Populasi Kampung
Naga ini terus berkurang.Hal tersebut berarti bahwa jumlah penduduk perlahan
semakin kecil. Banyak orang muda yang pergi untuk mencari pekerjan di tempat
lain seperti Tasikmalaya, Bandung, Bogor dan Jakarta.

2.1.4 Sistem Kemasyarakatan

Dalam system kekerabatan masyarakat Kampung Naga menganut system


Bilateral, yang artinya menarik keturunan dari garis Ibu dan Ayah.Sedang untuk
system pemerintahan sendiri, masyarakat Kampung Naga tetap mengakui adanya
system kemasyarakatan Formal dan Non-formal.

4
Dalam system formal meliputi kepala RT dan kepala dusun dan semua
unsur yang terkait didalamnya., termasuk system pemerintahan. Dalam system
Non-formal, masyarakat Kampung Naga mengenal dan mengakui adanya Kuncen
(juru kunci) sebagai pemangku adat.Ada juga punduh yang berfungsi mengurusi
masyarakat dalam kerja sehari-hari.Dirinya bertindak sebagai pengayom
masyarakat apabila ada kegiatan kemasyarakatan. Begitupula dengan bidang
keagamaan yang diurus oleh Leube.dirinya punya wewenang dan tanggungjawab
dalam mengurus masyarakat pada masalah keagamaan dan hal lain yang terkait
dengan agama.

2.2 Karakteristik Wilayah Kampung Naga

Karakteristik wilayah Kampung Naga dilihat dari :

2.2.1 Elemen-elemen Sistem Budaya

2.2.1.1 Peralatan Hidup Masyarakat Kampung Naga

Masyarakat Kampung Naga merupakan masyarakat yang masih


menggunakan peralatan ataupun perlengkapan hidup yang sederhana, non-
teknologi yang semua bahannya tersedia di alam.Seperti untuk memasak yang
masih menggunakan tungku dengan bahan bakar menggunakan kayu bakar, untuk
membajak sawah mereka tidak menggunakan traktor melainkan menggunakan
cangkul.Dan masih banyak hal lainnya yang pasti masyarakat Kampung Naga
tidak menggunakan operalatan canggih berteknologii tinggi dikarenakan tidak ada
listrik.

2.2.1.2 Sistem Perekonomian Masyarakat Kampung Naga

Dalam system perekonomian kami fokuskan kepada mata pencaharian


dimana mata pencaharian warga Kampung Naga bermacam-macam mulai dari
pokok yaitu bertani, menanam padi sedangkan mata pencaharian sampingnya
adalah membuat kerajina, beternak dan berdagang.

2.2.1.3 Sistem Bahasa

Dalam berkomunikasi warga Kampung Naga mayoritas menggunakan


Bahasa Sunda asli, ada pula yang menggunakan Bahasa Indonesia biasanya para
pemandu wisata local maupun bayaran non-Kampung Naga. Itu pun apabila

5
bercakap-cakap dengan para wisatawan dai Kabupaten dan Kota
Tasikmalayamaupun dari luar Jawa Barat.

2.2.1.4 Sistem Pendidikan (Ilmu Pengetahuan)

Tingkat pendidikan masyarakat Kampung Naga mayoritas hanya mencapai


jenjang pendidikan sekolah dasar, tapi adapula yang melanjutkan pendidikan ke
jenjang yang lebih tinggi itu pun hanya minoritas.

2.2.1.5 Sistem Politik

Dalam sitem politik di tekankan pada penyelesaian masalah di pimpin oleh


ketua adat yaitu dengan cara bermusyawarah untuk mufakat dimana hasil yang
diperoleh adalah merupakan hasil mufakat demokratis dan terbuka.

2.2.1.6 Sistem Hukum

Seperti kebanyakan kampung adat lainnya, masyarakan Kampung Naga


juga memiliki aturan hokum sendiri yang tak tertulis namun masyarakat sangat
patuh akan keberadaan aturan tersebut. Kampung Naga memang memiliki
larangan namun tidak memiliki banyak aturan.Prinsip yang mereka anut adalah
Larangan, Wasiat dan Akibat.

System hokum di Kampung Naga hanya berlandaskan kepada kata


Pamali, yakni sesuatu ketentuan yang telah di tentukan oleh nenek moyang
Kampung Naga yang tidak boleh di langgar. Sanksi untuk pelanggaran yyang
dilakukan tidaklah jelas, mungkin hanyalah berupa teguran, karena masyarakat
Kampung Naga memegang prinsip bahwa siapa yang melakukan pelanggaran
maka dia sendiri yang akan menerima akibatnya.

2.2.2 Elemen-elemen Sistem Sosial

2.2.2.1 Sistem Kepercayaan (Religi)

Penduduk Kampung Naga mengaku mayoritas adalah pemeluk agama


islam, akan tetapi sebagaimana masyarakat adat lainnya mereka juga sangat taat
memegang adat-istiadat dan kepercayaan nenek moyangnya.

6
Menurut kepercayaan masyarakat Kampung Naga, dengan menjalankan
adat-istiadat warisan nenek moyang berarti menghormati para leluhur atau
karuhun.Segala sesuatu yang datangnya bukan dari ajaran karuhun Kampung
Naga, dan sesuatu yang tidak dilakukan karuhunnya dianggap sesuatu yang tabu.
Apabila hal-hal tersebut dilakukan oleh masyarakat Kampung Naga berarti
melanggar adat, tidak menghormati karuhun, hal ini pasti akan meimbulkan
malapetaka.

Masyarakat Kampung Naga pun masih mempercayai akan takhayul


mengenai adanya makhluk gaib yang mengisi tempat-tempat tertentu yang
dianggap angker.

Kepercayaan masyarakat Kampung Naga kepada makhluk halus masih


dianggap kuat. Percaya adanya jurig cai, yaitu makhluk halus yang menempati air
atau sungai terutama bagian sungai yang dalam “leuwi”. Kemudian “ririwa”yaitu
makhluk halus yang senang mengganggu atau menakut-nakuti manusia pada
malam hari, adapula yang disebut “kunti anak”yaitu makhluk halus yang berasal
dari perempuan hamil yang meninggal dunia, ia suka mengganggu wanita yang
sedang atau akan melahirkan. Sedangkan tempat yang dijadikan tempat tinggal
makhlus halus tersebut oleh masyarakat Kampung Naga disebut sebagai tempat
angker atau sanget.Demikian juga tempat-tempat seperti makam Sembah Eyang
Singaparna, Bumi Ageung dan masjid merupakan tempat yang dipandang suci
bagi masyarakat Kampung Naga.

2.3 Implikasinya Terhadap Penataan Ruang dan Pembangunan Masyarakat

2.3.1 Saung Lisung/Tempat Menumbuk Padi

Saung lisung merupakan tempat masyarakat Kampung Naga menumbuk


padi.Bangunan ini dibuat terpisah dari perumahan, yaitu dipinggir (atau diatas)
balong (kolam ikan).Hal ini bertujuan agar limbah yang dihasilkan dari saung
lisung yaitu berupa huut (dedak) dan beunyeur (potongan-potongan kecil dari
beras) langsung masuk ke kolam dan menjadi makanan ikan.

Dengan demikian, praktis limbah yang dihasilkan tidak mengotori sektor


bersih (perumahan) milik warga.Demikian juga dengan kandang ternak, kandang
tersebut ditempatkan diatas balong yang langsung bersisian dengan sungai
Ciwulan.Limbah yang dihasilkan kandang tersebut ditampung ke balong, atau
langsung dialirkan kesawah-sawah milik warga.

7
2.3.2 Tempat Untuk Beribadah

2.3.2.1 Masjid dan Bale Patemon

Masjid dan Bale Patemon Kampung Naga terletak di daerah terbuka


(openspace). Rincinya kedua bangunan tersebut berada di depan lapangan milik
warga masyarakat Kampung Nag. Masjis dan Bale Patemon merupakan dua
bangunan yang terletak di kawasan bersih yaitu di sekitar rumah masyarakat.

Masjid di Kampung Naga tidak hanya memiliki fungsi sebagai tempat


ibadah atau tempat menuntut ilmu agama, tetapi juga sebagai tempat awal dan
akhir dari pelaksanaan ritual Hajat Sasih. Jadi, selain sebagai fungsi tempat
ibadah, masjid juga memiliki fungsi lain yaitu tempat pelaksanaan ritual adat.
Sementara bale patemon mempunyai fungsi sebagai tempat musyawarah milik
masyarakat Kampung Naga.

2.3.2.2 Tanaman berkhasiat obat

Adapun beberapa tanaman obat yang kami temui di daerah Kampung Naga
diantaranya :

1. Tanaman Kumis kucing (Orthosiphon aristatus Bl. Miq)

Kandungan Kandungan ostosifonin dan garam kalium (pada daun), merupakan komponen
utama yang membantu larutnya asam urat, fosfat, dan oksalat dalam tubuh manusia,
terutama dalam kandung kemih, empedu, maupun ginjal sehingga dapat mencegah

8
terjadinya endapan batu ginjal. Kandungan saponin dan tanin pada daun itu juga bisa
mengobati keputihan.

Cara pengolahan untuk mengobati batu ginjal yaitu dengan merebus daun kumis
kucing secukupnya, lalu minum hasil rebusannya setelah dingin.

Dan untuk mengatasi keputihan, daun kumis kucing yang telah direbus digunakan
untuk membasuh organ intim.

2. Lidah buaya (Alloe vera)

Manfaat dari lidah buaya selain sebagai kecantikan juga dapst Membantu
Melancarkan peredaran darah, membantu mempercepat proses penyembuhan
paska operasi, menyembuhkan TBC, Asma, Batuk, anti peradangan dan
menyembuhkan tekanan darah tinggi. Dengan cara mengupas kulit bagian luarnya
dan memakan dagingnya, bisa juga ditambahkan sirup sebagai pemanis.

9
3. Jambu Biji (Psidium guajava)

Mengandung antioksidan yang tinggi, jambu biji mengandung zat besi, kalsium,
asam amino, vitamin A, vitamin B1, vitamin C dan fosfor yang tinggi. Zat ini
semua bisa menjaga kekebalan tubuh terhadap penyakit, mencegah kanker,
mengatasi radikal bebas, dan menurunkan kadar kolesterol.

Daun dari jambu biji juga bisa dijadikan obat antidiare, peluruh haid,
menghentikan pendarahan, anti radang, dan pembersih kulit.

Cara penggunaan nya yaitu dengan memakan langsung buah jambu biji tetapi
tidak dengan bijinya, karena biji jambu ini sulit dicerna. Sedangkan untuk
daunnya, biasa direbus dalam air mendidih sampai airnya tersisa setengahnya, lalu
airnya diminum secara rutin.

10
BAB III

PENUTUP
3.1 Kesimpulan

Kesimpulan dari penelitian kami. Kampung Naga adalah suatu


perkampungan adat yang masih bertahan di Jawa Barat selain masyarakat Baduy.
Kampung naga ini masih tetap bertahan dengan segala adat istiadat, kebiasaan,
serta aturan-aturan mereka masih menjaga warisan dari nenek moyang mereka.
Mereka mempercayai aturan-aturan yang turun temurun dari leluhurnya, dan
mereka yakin dengan aturan tersebut. Kampung naga tidak terlalu mengikuti alur
moderenisasi karena mereka masih menjaga kesenjangan sosial di dalam
kehidupan sehari-harinya, karena moderenisasi ditakutkan bisa mengubah
kebudayaan yang telah lama di anut oleh mereka. Seperti halnya mereka tidak
memakai penerang menggunakan lampu tetapi mereka menggunakan obor sebagai
penerang, dan untuk hasil tani untuk dijadikan beras mereka masih menggunakan
dengan cara tradional dengan ditumbuk menggunakan alu.

Di sana juga, tidak hanya tentang tradisi ataupun kebudayaannya, tapi juga
terdapat banyak tanaman tradisional yang sudah diketahui khasiatnya maupun
belum diketahui karena disana hasil alam yang sangat bagus. Mereka juga masih
menggunakan obat-obat tradisional seperti daun jambu biji untuk diare,

Penataan lingkungan Kampung Naga, mencerminkan suatu pola pikir


dengan pengembangan berkelanjutan yang akan terus di wariskan secara turun
menurun kepada anak dan cucunya. Mereka juga bagus dalam kehidupan
bermasyarakat saling tolong menelong dalam segala pekerjaan apapun, mata
pencaharian nyapun selain hasil alam dibuat kerajinan seperti tas rajut, gantungan
kuci dan lain-lain. Mereka juga mulai membuka usaha warung-warung makanan
mereka berbelanja keluar dari Kampung Naga, karena selalu banyaknya
pengunjung yang datang kesana.

Arus modernisasi tidak bisa dihindari cepat atau lambat akan memberikan
pengaruh tidak terkecuali di Kampung Naga, dulu mereka tidak pernah tersentuh
arus modern sekarang sudah terlihat arus modern sudah tumbuh. Beberapa dari
mereka sekarang mulai agak mengikuti moderenisasi mereka mempunyai
handpone (hp), putra dan putrinya di sekolahkan, dan apabila salah satu
masyarakat yang sakit parah yang tidak bisa di atasi dengan obat herbal mereka
datang ke Dokter, untuk mengobatinya.

11
3.2 Saran

1. Adat istiadat Kampung Naga harus dihargai pemerintah, agar dipandang


oleh dunia, karena jarang daerah-daerah di Indonesia yang masih menjaga
keutuhan dari budaya yang turun temurun dari nenek moyangnya.
2. Kampung Naga, patut dijadikan contoh dalam segi penataan lingkungan.
Kampung yang sangat bersih, dan masyarakatnyapun berjiwa sosial.
3. Sekarang adalah kita untuk turut serta melestarikan kebudayaan mereka
dan kebudayaan Nusantara lainnya dengan memperkenalkan kepada
generasi-generasi secara turun temurun.

12
DAFTAR PUSTAKA
Murniatno, Gatut, dkk. 1986-1987. Kehidupan Sosial Budaya Orang Kampung
Naga, Salawu, Tasikmalaya, Jawa Barat. Bandung : Balai Jarahnitra Yogyakarta.
Dirjen Kabudayaan, Depdikbud.

Rusnandar, Nandang, dkk. 1995-1996. Sistem Budaya Kampung Naga,


Kecamatan Salawu, Kabupaten Tasikmalaya. Bandung : Balai Jarahnitra, Dirjen
Kebudayaan Depdikbud.

Suganda, Her. 2006. Kampung Naga Mempertahankan Tradisi. Bandung : kiblat.

Suhamiharja, Suhandi A., dkk. 1991-1992. Kesenian, Arsitektur Rumah dan


Upacara Adat Kampung Naga, Jawa Barat. Jakarta : Proyek Pembinaan Media
Kebudayaan, Ditjen Kabudayaan, Depdikbud Jakarta.

13
14

Anda mungkin juga menyukai