Anda di halaman 1dari 21

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Thalassemia adalah sekelompok heterogen anemia hipopkromik herediter
dengan berbagai derajat keparahan. Defek genetic yang mendasari meliputi delesi
total atau parsial perantai globin dan substitus, delesi, atau insersi nukleoda akibat
dari berbagai perubahan ini adalah penurunan atau tidak adanya m RNA bagi satu
atau lebih rantai globin atau pembentukan m RNA yang cacat secara fungsional.
Akibatnya adalah penurunan atau supresi total sintesis rantai polipeptida Hb.kira-
kira 100 mutasi yang berbeda telah ditemukan mengakibatkan fenotipe
thalassemia;banyak di antara mutasi ini adalah unik untuk daerah geografi
setempat. Pada umumnya,structural adalah normal.pada bentuk thalassemia- α
yang berat,terbentuk hemoglobin homotetramer abnormal (β4 atau γ4 )tetapi
komponen polipeptida globin mempunyai struktur normal.sebaliknya,sejumlah
Hb normal juga menyebabkan perubahan hematologi mirip-thalassemi. Untuk
menandai ekspresi berbagai gen thalassemia,penunjukan tanda huruf di atas
(superscrip) di gunakan untuk membedakan thalassemia yang menghasilkan
rantai globin yang dapat diperlihatkan meskipun pada tingkat yang menurun
(misalnya,thalassemia- β+),dari bentuk di mana sitensi rantai globin yang terkena
tertekan secara total(misalnya,thalassemia- βo). Gen thalassemia sangat luas
tersebar,dan kelainan ini di yakini merupakan penyakit genetic manusia yang
paling pravelen. Distribusi utama meliputi daerah-daerah perbatasan laut
mediterania,sebagai besar afrika ,timur tengah,benua india dan asia teggara.dari
3% sampai 8% orang amerika keturunan itali atau yunani dan 0,5% dari kulit
hitamamerika membawa gen untuk thalassemia-β.di beberapa daerah asia
tenggara sebanyak 40% dari populasi mempunyai satu atu lebih gen
thalassemia.daerah geografi di mana thalassemia merupakan pravelen yang sangat
parallel dengan daerah daerah dimana plasmodium falciparum dulunya
merupakan endemik. Resisitensi terhadap infeksi malaria yang mematikan pada

1
pembawa gen thalassemia agaknya menggambarkan kekuatan selektif yang kuat
yang menolong ketahanan hidupnya pada daerah endemic penyakit ini (Behrman,
2012).

B. Rumusan Masalah
1. Apa pengertian definisi thalasemia?
2. Apa saja etiologi thalasemia?
3. Apa saja klasifikasi thalasemia?
4. Bagaimana manifestasi klinis thalasemia?
5. Bagaimana patofisiologi thalasemia?
6. Bagaimana pathway thalasemia?
7. Apa saja komplikasi pada thalasemia?
8. Bagaimana penatalaksanaan pada thalasemia?
9. Bagaimana konsep asuhan keperawatan pada anak dengan thalasemia?

C. Tujuan
1. Agar mahasiswa memahami pengertian definisi thalasemia
2. Agar mahasiswa memahami etiologi thalasemia
3. Agar mahasiswa memahami klasifikasi thalasemia
4. Agar mahasiswa memahami manifestasi klinis thalasemia
5. Agar mahasiswa memahami patofisiologi thalassemia
6. Agar mahasiswa memahami pathway thalasemia
7. Agar mahasiswa memahami komplikasi pada thalasemia
8. Agar mahasiswa memahami penatalaksanaan pada thalasemia
9. Agar mahasiswa memahami konsep asuhan keperawatan pada anak dengan
thalassemia

2
BAB II

PEMBAHASAN

A. Definisi Thalasemia

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan


masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan
oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin.
(Sudoyo Aru).

Istilah talasemia, yang berasal dari kata yunani thalassa dan memiliki
makna “laut”, digunakan pada sejumlah kelainan darah bawaan yang ditandai
defisiensi pada kecepatan produksi rantai globin yang spesifik dalam Hb (Wong,
2009). Talasemia merupakan kelompok gangguan darah yang diwariskan,
dikarakteristikkan dengan defisiensi sintesis rantai globulin spesifik molekul
hemoglobin (Muscari, 2005). Penyakit darah herediter yang disertai abnormalitas
sintesis hemoglobin (Suryanah, 1996). Talasemia adalah penyakit bawaan
dimana sistem tubuh penderitanya tidak mampu memproduksi hemoglobin yang
normal (Pudjilestari, 2003). Sindrom talasemia merupakan kelompok heterogen
kelainan mendelian yang ditandai oleh defek yang menyebabkan berkurangnya
sintesis rantai α- atau β-globin (Mitcheel, 2009).

B. Etiologi Thalasemia

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang


diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globulin pada
hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)

3
Ketidakseimbangan dalam rantai protein globin alfa dan beta, yang
diperlukan dalam pembentukan hemoglobin, disebabkan oleh sebuah gen cacat
yang diturunkan. Untuk menderita penyakit ini, seseorang harus memiliki 2 gen
dari kedua orang tuanya. Jika hanya 1 gen yang diturunkan, maka orang tersebut
hanya menjadi pembawa tetapi tidak menunjukkan gejala-gejala dari penyakit
ini. Thalasemia digolongkan bedasarkan rantai asam amino yang terkena 2 jenis
yang utama adalah : 1. Alfa – Thalasemia (melibatkan rantai alfa) Alfa –
Thalasemia paling sering ditemukan pada orang kulit hitam (25% minimal
membawa 1 gen). 2. Beta – Thalasemia (melibatkan rantai beta) Beta –
Thalasemia pada orang di daerah Mediterania dan Asia Tenggara.

C. Klasifikasi Thalasemia

Thalasemia dapat diklasifikasikan berdasarkan jenis rantai hemoglobin


yang mengalami gangguan menjadi thalasemia alfa dan beta. Sedangkan
berdasarkan jumlah gen yang mengalami gangguan, Hockenberry & Wilson
(2009) mngklasifikasikan thalasemia menjadi :
1. Thalasemia minor (Trait) : merupakan keadaan yang terjadi pada seseorang
yang sehat namun orang tersebut dapat mewariskan gen thalasemia pada
anak-anaknya. Thalasemia trait sudah ada sejak lahir dan tetap akan ada
sepanjang hidup penderita. Penderita tidak memerlukan transfusi darah
dalam hidupnya.
2. Thalasemia Intermedia : merupakan kondisi antara thalasemia mayor dan
minor. Penderita thalasemia intermedia mungkin memerlukan transfusi
darah secara berkala, dan penderita thalasemia jenis ini dapat bertahan hidup
sampai dewasa.
3. Thalasemia mayor : thalasemia jenis ini sering disebut Cooley Anemia dan
terjadi apabila kedua orang tua mempunyai sifat pembawa (carriers). Anak-
anak dengan thalasemia mayor tampak normal saat lahir, tetapi akan
menderita kekurangan darah pada usia 3-18 bulan. Penderita thalasemia
mayor akan memerlukan transfusi darah secara berkala seumur hidup dan

4
dapat meningkatkan usia hidup hingga 10-20 tahun. Namun, apabila
penderita tidak dirawat, penderita thalasemia ini dapat bertahan hidup
sampai usia 5-6 tahun (Potts & Mandleco, 2007).
D. Manifestasi Klinis
- Thalasemia beta
Hampir semua anak dengan thalasemia beta homozigot dan heterozigot,
memperlihatkan gejal klinis sejak lahir gagal tumbuh, kesulitan makan, infeksi
berulang dan kelemahan umum. Banyak nampak pucat dan didapatkan
splenomegali. Pada stadium ini tidak ada tanda klinis lain dan diagnosis dibuat
berdasarkan adanya kelainan hematologi. Bila menerima transfusi berulang,
pertumbuhannya biasanya normal sampia pubertas. Pada saat itu bila mereka
tidak cukup mendapatkan terapi kelasi (pengikat besi), tanda-tanda kelebihan zat
besi mulai nampak. Bila bayi tersebut tidak mencukupi transfusi, tanda klinis
khas thalasemia mayor mulai timbul. Sehingga gambaran klinis thalasemia beta
dapat dibagi menjadi 2 :
1. Cukup mendapat transfusi
2. Dengan anemia kronis sejak anak-anak
Pada anak yang cukup mendapat transfuse, pertumbuhan dan
perkembangannya biasanya normal, dan splenomegali biasanya tidak ada. Bila
terapi kelasi efektif, anak ini bisa mencapai pubertas dan terus mencapai usia
dewasa secara normal. Bila terapi chelasi tidak adekuat secara bertahap akan
terjadi penumpukan zat besi. Efeknya mulai Nampak pada akhir decade
pertama. Adolescent growth sprut tidak akan tercapai, komplikasi hati, endokrin
dan jantung akibat kelebihan zat besi mulai Nampak. Termasuk diabetes,
hipertiroid, hipoparatiroid dan kegagalan hati progresif. Tanda-tanda seks
sekunder akan terlambat atau tidak timbul.
Kausa kematian tersering pada penimbunan zat besi ini adalah gagal
jantung yang dicetuskan oleh infeksi atau aritmia, yang timbul di akhir decade
atau awal decade ketiga.

5
Gambaran klinis klien yang tidak mendapat transfuse adekuat sagat
berbeda. Pertumbuhan dan perkembangan sangat terlambat. Pembesaran lien
yang progresif sering memperburuk anemianya dan kadang kadang diikuti oleh
trombositopenia. Terjadi perluasan sumsum tulang yang mengakibatkan
deformitas tulang kepala, dengan zigoma yang menonjol, memeberikan
gambaran khas mongoloid. Perubahan tulang ini memberikan gambaran
radiologis yang khas termasuk penipisan dan peningkatan trabeklasi tulang-tulng
panjang termasuk jari-jari. Dan gambaranhair on end pada tengkorak. Anak-
anak ini mudah terinfeksi, yang bisa mengakibatkan penurunan mendadak kadar
hemoglobin. Karena peningkatan jaringan eritropoiesis, yang tidak efektif,
pasien mengalami hipermetabolik, sering demam dan gagal tumbuh. Kebutuhan
folatnya meningkat, dan kekurangan zat ini bisa memperburuk anemianya.
Karena pendeknya umur eritrosit, hipererikemi dan gout sekunder sering timbul.
Sering terjadi gangguan perdarahan, yang bisa disebabkan oleh trombositopenia
maupun kegagalan hati akibat penimbunan zat besi, hepatitis virus maupun
hemopoiesis ekstrameduler. Bila pasien ini bisa mencapai pubertas, akan timbul
komplikasi akibat penimbunan zat besi. Dalam hal ini berasal dari kelebihan
absorbs di saluran pencernaan.
Prognosis pada pasien yang tidak memperoleh transfuse adekuat, sangat
buruk. Tanpa transfuse sama sekali maka mereka akan meninggal pada usia 2
tahun. Bila dipertahankan pada Hb rendah selama masa kecil, mereka bisa
meninggal karena infeksi berulang. Bila berhasil mencapai pubertas mereka
akan mengalami komplikasi akibat penimbunan zat besi, sama dengan pasien
yang cukup mendapat transfuse tapi kurang kelasi.
Gangguan pertumbuhan pada thalasemia beta juga bisa timbul pada pasien
yang cukup transfuse maupun bahan kelasi.
- Perubahan hematologi
Pertama kali datang biasanya Hb berkisar 2-8 g/dL. Eritrosit terlihat
hipokromik dengan berbagai bentuk dan ukuran, beberapa makrosit yang
hipokromik, mikrosit dan fragmentosit. Didapatkan basophilic stippling dan

6
eritrosit berinti selalu Nampak di darah tepi, setelah splenoktomi sel-sel ini
muncul dalam jumlah yang lebih banyak. Hitung retikulosit hanya sedikit
meningkat, jumlah leukosit dan trombosit masih normal, kecuali bila didapatkan
hipersplenisme. Pemeriksaan sumsum tulang memperlihatkan peningkatan
system eritroid dengan banyak inklusi di perlusor eritrosit, yang lebih Nampak
dengan pengecatan metil-violet yang bisa memperlihtakan endapan alpha globin.
Kadar HbF dan HbA2 pada thalasemia betha kadar HbF berkisar 20->90%.
Kadar HbA2 biasanya normal dan tidak memiliki ariti diagnosis.
E. Patofisiologi
Normal hemoglobin adalah terdiri dari Hb-A dengan dua polipeptida rantai
alpa dan dua rantai beta.Pada beta thalasemia yaitu tidak adanya atau kurangnya
rantai beta dalam molekul hemoglobin yang mana ada gangguan kemampuan
eritrosit membawa oksigen. Ada suatu komponsator yang meningkat dalam
rantai alpa, tetapi rantai beta memproduksi secara terus menerus sehingga
menghasilkan hemoglobin defective. Ketidakseimbangan polipeptida ini
memudahkan ketidakstabilan dan disintegrasi. Hal ini menyebabkan sel darah
merah menjadi hemolisis dan menimbulkan anemia dan atau hemosiderosis.
Kelebihan pada rantai alpa ditemukan pada talasemia Beta dan kelebihan rantai
beta dan gama ditemukan pada talasemia alpa. Kelebihan rantai polipeptida
mengalami presiptasi dalam sel eritrosit. Globin intraeritrositik yang mengalami
presiptasi , yang terjadi sebagai rantai polipeptida alpa dan beta, atau terdiri dari
hemoglobin tak stabil badan Heinz, merusak sampul eritrosit dan menyebabkan
hemolisis. Reduksi dalam hemoglobin menstimulasi bone marrow, memproduksi
RBC yang lebih. Dalam stimulasi yang konstan pada bone marrow , produksi
RBC diluar menjadi eritroitik aktif. Kompensator produksi RBC secara terus
menerus pada suatu dasar kronik, dan dengan cepatnya destruksi RBC,
menimbulkan tidak adekuatnya sirkulasi hemoglobin. Kelebihan produksi dan
destruksi RBC menyebabkan bone marrow menjadi tipis dan mudah pecah atau
rapuh.

7
F. Pahtways

8
G. Komplikasi

1. Akibat anemia yang berat dan lama sering terjadi gagal jantung
2. Tranfusi darah yang berulang-ulang dan proses hemolisis mengalibatkan
kadar besi dalam darah sangat tinggi, sehingga ditimbun dalam jaringan
seperti hepar, limfa, kulit dan jantung.
3. Hepatosplenomegaly (gangguan yang menyebabkan pembengkakan hati
(hepato) dan limpa (spleen). Kondisi ini membuat limpa dan hati tidak bisa
menjalankan fungsinya dengan baik.

9
4. Gangguan tumbuh kembang
5. Disfungsi organ

H. Penatalaksanaan
1. Terapi diberikan secara teratur untuk mempertahankan kadar Hb diatas 10
g/dl. Regimen hipertransfusi ini mempunyai keuntungan klinis yang
nyata memungkinkan aktifitas normal dengan nyaman,mencegah
ekspansi sumsum tulang dan masalah kosmetik progresif yang terkait
dengan perubahan tulang-tulang muka, dan meminimalkan dilatasi
jantung dan osteoporosis.
2. Transfusi dengan dosis 15-20 ml/kg sel darah merah (PRC) biasanya
diperlukan setiap 4-5 minggu. Uji silang harus dikerjakan untuk
mencegah reaksi transfusi. Lebih baik digunakan PRC yang relatif segar
(kurang dari 1 minggu dalam antikoagulan CPD) walaupun dengan
kehati-hatian yang tinggi, reaksi demam akibat transfusi lazim ada. Hal
ini dapat diminimalkan dengan penggunaan eritrosit yang direkonstitusi
dari darah beku atau penggunaan filter leukosit, dan dengan pemberian
antipiretik sebelum transfusi. Hemosiderosis adalah akibat terapi transfusi
jangka panjang, yang tidak dapat dihindari karena setiap 500 ml darah
membawa kira-kira 200 mg besi ke jaringan yang tidak dapat di
ekskresikan secara fisiologis.
3. Sinderosis miokardium merupakan faktor penting yang ikut berperan
dalam kematian awal penderita. Hemosiderosis dapat diturunkan atau
bahkan dicegah dengan pemberian parenteral obat pengkelasi besi (iron
chelating drugs) deferoksamin, yang membentuk kompleks besi yang
dapat diekskresikan dalam urine. Kadar deferoksamin darah yang
dipertahankan tinggi adalah perlu untuk ekskresi yang memadai. Obat ini
diberikan subkutan dalam jangka 8-12 jam dengan menggunakan pompa
portabel kecil (selama tidur), 5 / 6 malam perminggu penderita yang
menerima regimen ini dapat mempertahankan kadar feritin serum kurang

10
dari 1000 mg/mL yang benar-benar dibawah nilai toksik. Komplikasi
mematikan sinderosis jantung dan hati dengan demikian dapat dicegah
atau secara nyata tertunda. Obat pengkelasi besi per oral yang efektif,
deferipron, telah dibuktikan efektif serupa dengan deferoksamin. Karena
kekhawatiran terhadap kemungkinan toksisitas (agranulositosis, artritis,
artralgia) obat tersebut kini tidsk tersedia di Amerika Serikat.
4. Terapi hipertransfusi mencegah splenomegali masif yang disebabkan oleh
eritropoesis ekstramedular. Namun splenektomi akhirnya diperlukan
karena ukuran organ tersebut atau karena hipersplenisme sekunder.
Splenektomi meningkatkan resiko sepsis yang parah sekali, oleh karena
itu operasi harus dilakukan hanya untuk indikasi yang jelas dan harus
ditunda selama mungkin. Indikasi terpenting untuk splenektomi adalah
meningkatkan kebutuhan transfusi yang menunjukan unsur
hipersplenisme. Kebutuhan transfusi melebihi 240 ml / kg PRC / tahun
biasanya merupakan bukti hipersplenisme dan merupakan indikasi untuk
mempertimbangkan splenektomi.
5. Imunisasi pada penderita ini dengan vaksin hepatitis b, vaksin H.
Influenza tipe B, dan vaksin polisakarida penumokokus diharapkan, dan
terapi profilaksis penicilin juga dianjurkan. Cangkok sumsum tulang
(CST) adalah kuratif pada penderita ini dan telah terbukti keberhasilan
meningkat, meskipun pada penderita yang telah menerima transfusi
sangat banyak. Namun, prosedur ini membawa cukup resiko morbiditas
dan mortalitas, biasanya hanya digunakan untuk penderita yang
mempunyai saudara kandung yang sehat (yang tidak terkena) yang
histokompatibel.
I. Pemeriksaan Penunjang
1. Darah tepi :
- Hb, gambaran morfologi eritrosit
- Retikulosit meningkat
2. Sumsum tulang ( tidak menentukan diagnosis)

11
3. Pemeriksaan khusus :
- Hb F meningkat : 20% - 90% Hb total
- Elektroforesis Hb : Hemoglobinopati lain dan mengukur kadar Hb F
- Pemeriksaan pedigree : kedua orang tua pasien thalasemia mayor
merupakan trait (carrier) dengan Hb A2 meningkat (>3,5 & dari Hb total)
4. Pemeriksaan lain :
- Foto Ro tulang kepala : gambaran hair on end, korteks menipis, diploe
melebar dengan trabekula tegak lurus pada korteks.
- Foto tulang pipih dan ujung tulang panjang : perluasan sumsum tulang
sehingga trabekula tampak jelas.
J. Konsep Asuhan Keperawatan Pada Pasien Thalasemia
1. Pengkajian
Asal Keturunan / Kewarganegaraan
Thalasemia banyak dijumpai pada bangsa di sekitar laut Tengah
(Mediteranial) seperti Turki, Yunani, dll. Di Indonesia sendiri, thalasemia
cukup banyak dijumpai pada anak, bahkan merupakan penyakit darah
yang paling banyak diderita.
Umur
Pada penderita thalasemia mayor yang gejala klinisnya jelas,
gejala telah terlihat sejak anak berumur kurang dari 1 tahun, sedangkan
pada thalasemia minor biasanya anak akan dibawa ke RS setelah usia 4
tahun.

Riwayat Kesehatan Anak


Anak cenderung mudah terkena infeksi saluran pernapasan atas
atau infeksi lainnya. Ini dikarenakan rendahnya Hb yang berfungsi
sebagai alat transport.
Pertumbuhan dan Perkembangan
Seiring didapatkan data adanya kecenderungan gangguan terhadap
tumbang sejak masih bayi. Terutama untuk thalasemia mayor,

12
pertumbuhan fisik anak, adalah kecil untuk umurnya dan adanya
keterlambatan dalam kematangan seksual, seperti tidak ada pertumbuhan
ramput pubis dan ketiak, kecerdasan anak juga mengalami penurunan.
Namun pada jenis thalasemia minor, sering terlihat pertumbuhan dan
perkembangan anak normal.
Pola Makan
Terjadi anoreksia sehingga anak sering susah makan, sehingga BB
rendah dan tidak sesuai usia.
Pola Aktivitas
Anak terlihat lemah dan tidak selincah anak seusianya. Anak lebih
banyak tidur/istirahat karena anak mudah lelah.
Riwayat Kesehatan Keluarga
Thalasemia merupakan penyakit kongenital, jadi perlu diperiksa
apakah orang tua juga mempunyai gen thalasemia. Jika iya, maka anak
beresiko terkena talasemia mayor.
Riwayat Ibu Saat Hamil (Ante natal Care – ANC)
Selama masa kehamilan, hendaknya perlu dikaji secara
mendalam adanya faktor resiko talasemia. Apabila diduga ada faktor
resiko, maka ibu perlu diberitahukan resiko yang mungkin sering dialami
oleh anak setelah lahir.
Data Keadaan Fisik Anak Thalasemia
a. Lemah dan kurang bergairah, tidak selincah anak lain yang
seusia.
b. Kepala dan bentuk muka
Anak yang belum mendapatkan pengobatan mempunyai bentuk
khas, yaitu kepala membesar dan muka mongoloid (hidung
pesek tanpa pangkal hidung), jarak mata lebar, tulang dahi
terlihat lebar.
c. Mata dan konjungtiva pucat dan kekuningan
d. Mulut dan bibir terlihat kehitaman

13
e. Dada : Pada inspeksi terlihat dada kiri menonjol karena adanya
pembesaran jantung dan disebabkan oleh anemia kronik.
f. Perut : Terlihat pucat, dipalpasi ada pembesaran limpa dan hati
(hepatospek nomegali)
g. Pertumbuhan fisiknya lebih kecil daripada normal sesuai usia,
BB di bawah normal
h. Pertumbuhan organ seks sekunder untuk anak pada usia
pubertas tidak tercapai dengan baik. Misal tidak tumbuh rambut
ketiak, pubis ataupun kumis bahkan mungkin anak tidak dapat
mencapai tapa odolense karena adanya anemia kronik.
i. Kulit : Warna kulit pucat kekuningan, jika anak telah sering
mendapat transfusi warna kulit akan menjadi kelabu seperti
besi. Hal ini terjadi karena adanya penumpukan zat besi dalam
jaringan kulit (hemosiderosis).

2. Diagnosa Keperawatan
1. Perubahan perfusi jaringan b.d penurunan suplai O2 kejaringan
2. Nyeri b.d pembesaran limfa, hati
3. Resiko infeksi b.d penurunan imunitas, penurunan Hb
4. Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya selera
makan
5. Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan
suplai oksigen

14
3. Intervensi Keperawatan

Diagnosa Keperawatan
Perubahan perfusi jaringan berhubungan dengan penurunan suplai O2 kejaringan
Hasil yang diharapkan
Anak memiliki perfusi jaringan yang adekuat yang ditandai oleh sianosis, ekstremitas
hangat dan tekanan darah stabil
Intervensi Rasional
1. Anjurkan anak menjalani tirah 1. Tirah baring diperlukan karena
baring total selama fase akut latihan dapat meningkatkan
penyakit (krisis nyeri) metabolism seluler, menyebabkan
2. Lakukan latihan ROM setiap 4-6 hipoksia jaringan
jam atau lakukan aktivitas lain 2. Latihan ROM pasif dan isometric
sesuai usia yang dapat dilakukan meningkatkan mobilisasi tanpa
anak diatas tempat tidur, misalnya menekan sendi dan menyebabkan
latihan isometric nyeri
3. Hindari atau batasi aktivitas dan 3. Stress emosional meningkatkan
situasi yang data menyebabkan metabolisme sel sehingga
stress emosional pada anak menyebabkan hipoksia jaringan.
4. Koordinasi aktivitas pemberian Adrenalin yang dilepas selama
perawatan yang memungkinkan stress akan membuat pembuluh
anak dapat beristirahat dan tidur darah semakin berkontriksi
tanpa pengganggu 4. Anak membutuhkan istirahat
serta tiduryang cukup selama fase
akut penyakit

15
Diagnosa Keperawatan :
Nyeri b.d pembesaran limfa, hati
Kriteria Evaluasi :
Anak tidak menunjukan tanda nyeri ditandai dengan ekspresi nyeri berkurang,
periode tidur nyenyak dan ekspresi wajah relaks
Intervensi Rasional
1. Kaji kebutuhan anak untuk 1. Pengkajian yang sering
pemberian obat analgesic setiap 3- memungkinkan anda untuk
4jam. Pantau bila ada kegelisahan menentukan derajat dan tipe nyeri
ekspresi wajah tegang nafsu serta kebutuhan medikasi anak
makan berkurang menangis ketika 2. Nyeri yang timbul akibat
disentuh dan mendengkur komplikasi thalasemia sulit
2. Beri obat analgesic dan narkotik ditangani. Dokter mungkin harus
sesuai program dan ajarkan anak mencoba beberapa tipe obat
tindakan mengendalikan rasa analgesic dan narkotik untuk
nyeri melalui cara non mencapai respon yang yang
farmakologis. Evaluasi respon diinginkan. Tindakan
anak terhadap upaya mengontrol mengendalikan rasa nyeri
nyeri. nonfarmakologis dapat
3. Lakukan kompres hangat pada memperbesar upaya control dari
area yang terkena setiap tiga analgesic
hingga empat jam 3. Panas dapat menyebabkan
4. Pertahankan anak dalam posisi vasodilatasi
yang nyaman dengan cara sendi 4. Pengaturan posisi yang benar
yang ditopang sejajar dengan menigkatkan rasa nyaman pada
seluruh badan. Ekstremitas sendi yang terasa nyeri
dengan lembut dan hindari
menabrak atau mengentak tempat
tidur

16
Diagnosa Keperawatan :
Resiko infeksi berhubungan dengan penurunan imunitas, penurunan Hb
Kriteria Evaluasi :
Anak tidak menunjukan tanda-tanda infeksi yang ditandai oleh suhu tubuh kurang
dari 37,80C, tidak ada batuk dan hitung sel darah putih
Intervensi Rasional
1. Isolasi anak dari seluruh sumber 1. Anak ini rentan terhadap infeksi
infeksi yang diketahui karena ketidakmampuan limpa
2. Pantau suhu tubuh anak setiap 4 untuk menyaring bakteri sebagai
jam akibat akibat infark
3. Periksa catatan imunisasi anak 2. Peningkatan suhu
dan beri vaksin sesuai program mengindikasikan infeksi
4. Beri obat antibiotic sesuai 3. Anak-anak dengan thalasemia
program mengalami kerentanan terhadap
5. Sediakan diet tinggi-kalori, pneumococcus dan haemophilus
tinggi-protein. Sajikan makanan influenza dan harus menerima
dalam porsi kecil tapi sering. imunisasi yang dijadwalkan
(catatan : vaksin pneumokokus
dianjurkan pada usia dua tahun;
vaksin polisakarida b
haemophillus, pada usia 18 bulan)
4. Pemberian obat antibiotic
melawan dan mencegah infeksi;
dokter dapat memprogramkan
dosis penicillin harian, sampai
anak berusia 5 tahun untuk
mencegah infeksi
5. Diet tinggi kalori, tinggi protein
membantu anak melawan infeksi

17
dan meningkatkan pertumbuhan
serta perkembangan yang
seharusnya. Menyajikan makanan
dalam porsi kecil tapi sering dapat
mencegah anak lelah dan
memastikan bahwa ia akan
mengkonsumsi lebih banyak
makanan setiap porsi makanan

Diagnosa Keperawatan :
Perubahan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh b.d kurangnya selera makan
Kriteria Evaluasi :
Adanya peningkatan bb progresif sesuai yang di inginkan dan tidak adanya
malnutrisi (kekurangan nutrisi)

Intervensi Rasional
1. Kaji riwayat nutrisi, termasuk 1. Mengidentifikasi defisiensi,
makanan yang disukai menduga kemungkinan intervensi
2. Observasi dan catat masukan 2. Mengawasi masukan kalori atau
makanan anak kualitas kekurangan konsumsi
3. Timbang berat badan anak tiap makanan
hari 3. Mengawasi penurunan berat badan
4. Izinkan anak untuk memakan atau efektivitas intervensi nutrisi
makanan yang dapat ditoleransi 4. Menambah asupan makanan pada
anak, rencanakan untuk anak dan memotivasi anak untuk
memperbaiki kualitas gizi pada meningkatkan nafsu makan
saat selera makan anak 5. Membantu mengatasi kekurangan
meningkat nutrisi pada anak
5. Berikan makan yang disertai 6. Agar anak bertanggung jawab
dengan suplemen nutrisi untuk untuk menghabiskan dietnya

18
meningkatkan kualitas intake
nutrisi
6. Izinkan anak untuk terlibat
dalam persiapan dan pemilihan
makanan

Diagnosa Keperawatan :
Intoleransi aktivitas b.d tidak seimbangnya kebutuhan pemakaian dan suplai oksigen
Kriteria Evaluasi :
Anak dapat bermain dan beristirahat dengan tenang serta dapat melakukan aktivitas
sesuai kemampuan
Intervensi Rasional
1. Kaji kemampuan anak untuk 1. Mempengaruhi pilihan
melakukan aktivitas sesuai intervensi/bantuan.
dengan kondisi fisik dan tugas 2. Manivestasi kardiopulmonal dari
perkembangan anak upaya jantung dan paru untuk
2. Monitor tanda-tanda vital selama membawa jumlah oksigen adekuat
dan setelah melakukan aktivitas kejaringan.
dan mencatat adanya respon 3. Meningkatkan istirahat untuk
fisiologis terhadap aktivitas menurunkan kebutuhan oksigen
3. Berikan informasi kepada klien tubuh dan menurunkan regangan
atau keluarga untuk berhenti jantung dan paru.
melakukan aktivitas jika terjadi 4. Meningkatkan secara bertahap
gejala peningkatan denyut tingkat aktivitas sampai normal
jantung, TD, pernapasan, pusing dan memperbaiki tonus
atau kelelahan. otot/stamina tanpa kelemahan\
4. Berikan dukungan kepada anak 5. Meningkatkan harga diri dan rasa

19
untuk melakukan kegiatan terkontrol.
sehari-hari sesuai dengan 6. Mempertahankan tingkat energi
kemampuan anak. dan meningkatkan regangan pada
system jantung dan pernapasan.
5. Ajarkan kepada orang tua teknik 7. Regangan/stress kardiopulmonal
memberikan reinforcement berlabihan/sters dapat
terhadap partisipasi anak menimbulkan
dirumah. dekompensasi/kegagalan.
6. Buat jadwal aktivitas bersama
anak dan keluarga dengan
melibatkan tim kesehatan lain.
7. Jalaskan dan berikan
rekomendasi kepada sekolah
tentang kamampuan anak dalam
melakukan aktivitas, monitor
kemampuan melakukan aktivitas
secara berskala dn jelaskan
kepada orang tua dan sekolah.

20
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Thalasemia merupakan sindrom kelainan yang diwariskan (inherited) dan


masuk kedalam kelompok hemoglobinopati, yakni kelainan yang disebabkan
oleh gangguan sintesis hemoglobin akibat mutasi didalam atau dekat gen globin.
(Sudoyo Aru).

Thalasemia merupakan penyakit anemia hemolitik herediter yang


diturunkan secara resesif. Ditandai oleh defisiensi produksi globulin pada
hemoglobin, dimana terjadi kerusakan sel darah merah didalam pembuluh darah
sehingga umur eritrosit menjadi pendek (kurang dari 100 hari). Kerusakan
tersebut karena hemoglobin yang tidak normal (hemoglobinopatia)

3.2 Saran

Dengan tersusunnya makalah ini semoga bisa bermanfaat bagi pembaca


maupun penulis. Kritik dan saran dari pembaca sangat kami butuhkan, karena
penulis sadar bahwa penyusunan makalah ini jauh dari kata sempurna.dan kami
sangat mengharapkan kritik dan saran itu dari pembaca.untuk penulisan makalah
selanjutnya yang lebih baik.

21

Anda mungkin juga menyukai