Anda di halaman 1dari 43

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG


Kematian ibu atau kematian maternal adalah kematian seorang ibu sewaktu hamil
atau dalam waktu 42 hari sesudah berakhirnya kehamilan, tidak bergantung pada tempat
atau usia kehamilan (Sarwono, 2009 : 4).
Menurut WHO (1996) yang dikutip oleh Sarwono Prawirohardjo (2009 : 53),
mengatakan bahwa setiap tahun sekitar 160 juta perempuan di seluruh dunia hamil.
Sebagian besar kehamilan ini berlangsung dengan aman. Namun, sekitar 15 %
menderita komplikasi berat, dengan sepertiganya merupakan komplikasi yang
mengancam jiwa ibu.
Tingginya angka kematian ibu dan anak umumnya akibat ahli kebidanan atau bidan
terlambat mengenali, terlambat merujuk pasien ke perawatan yang lebih lengkap,
terlambat sampai di tempat rujukan, dan terlambat ditangani.
Masa nifas merupakan masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
berikutnya, dimana pada masa ini banyak timbul keluhan- keluhan atau komplikasi
masa nifas seperti pembekakan pada ekstermitas bawah ( DVT )
DVT ( Deep Venosus Trombosis ) merupakan pembentukan bekuan darah didalam
pembuluh darah vena bagian dalam. DVT sering juga disebut bekuan darah di kaki.
DVT paling banyak terjadi divena-vena bagian dalam kaki dan paha. Pembuluh vena
dalam ini khusus terbungkus oleh otot-otot paha dan tungkai bawah mempunyai
semacam saluran berdinding kenyal disekat-sekat oleh katup yang membuat aliran darah
berjurusan searah. Darah akan di bawa dari bawah keatas, atau dari kaki kearah jantung.
Mengenal kasus gawatdarurat obstetric secara dini sangat penting agar pertolongan
yang cepat dan tepat dapat dilakukan. Dalam menangani kasus gawatdarurat, penentuan
permasalahan utama (diagnosis) dan tindakan pertolongannya harus dilakukan dengan
cepat, cermat dan terarah. Dengan diagnosis yang tepat maka penatalaksanaan yang
dilakukan juga dapat tepat mengenai sasaran, hal ini dapat memperkecil angka kematian
ibu (AKI) dan angka kematian bayi (AKB).
Penanganan rujukan obstetri merupakan mata rantai yang penting, menjadi faktor
penentu dari hasil akhir dari kehamilan dan persalinan. Kurang lebih 40% kasus di RS
merupakan kasus rujukan. Kematian maternal di RS pendidikan 80-90% merupakan
kasus rujukan. Kematian perinatal di RS pendidikan kurang lebih 60% berasal dari
kelompok rujukan.
Tenaga kesehatan khususnya bian harus mengetahui dan menguasai tindakan-
tindakan yang harus dilakukan apabila memberikan pertolongan baik pada persalinan
normal maupun patologi.pengetahuan tentang Tindakan-tindakan operatif kebidanan
Akan membahas mengenai kelainan jiwa dalam kehamilan ( depresi, psikosa dan
psikoneurosa ) dengan tujuan agar masyarakat, terutama wanita hamil lebih banyak
tentang hal tersebut, mulai dari bentuk-bentuk atau jenisnya sampai cara
penanganannya. Dengan mengetahuinya, maka diharapkan mereka yang menganggap
kehamilan adalah boomerang dapat meyadari bahwa hal itu adalah fisiologis dan
peristiwa kodrati yang harus dilalui dan agar mereka dapat menyesuaikan diri sehingga
tidak terjadi lagi hal-hal yang tidak diinginkan dalam hubungannya dengan perubahan
emosional.

1
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan diatas, maka rumusan masalah
dalam makalah ini adalah :
1.1 Apakah kehamilan dan komplikasi kehamilan itu?
1.2 Apa saja yang termasuk dalam komplikasi kehamilan?
1.3 Bagaimana penatalaksanaan komplikasi kehamilan?

2.1 Bagaimana komplikasi persalinan pada kala I,II,II,IV?


2.2 Apa saja yang termasuk dalam komplikasi persalinan?
2.3 Bagaimana penatalaksanaan komplikasi persalinan?

3.1 Apa Pengertian DVT (Pembengkakan pada ekstremitas)?


3.2 Apa Penyebab DVT (Pembengkakan pada ekstremitas)?
3.3 Bagaimana Penanganan dan penatalaksanaan DVT (Pembengkakan pada ekstremitas)?

4.1 Apa saja yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik?


4.2 Bagaimana prinsip penatalaksanaannya?

5.1 Apa saja Indikasi Ibu dan Janin pada Tindakan Operatif Kebidanan?

6.1 Apa saja Gangguan Psikologi Dalam Kebidanan?


6.2 Bagaimana penatalaksanaannya?

1.3 Tujuan

1.1 Mengetahui kehamilan dan komplikasi kehamilan itu


1.2 Mengetahui yang termasuk dalam komplikasi kehamilan
1.3 Mengetahui penatalaksanaan komplikasi kehamilan

2.1 Mengetahui komplikasi persalinan pada kala I,II,II,IV


2.2 Mengetahui yang termasuk dalam komplikasi persalinan
2.3 Mengetahui penatalaksanaan komplikasi persalinan

3.1 Mengetahui pengertian DVT (Pembengkakan pada ekstremitas)


3.2 Mengetahui DVT (Pembengkakan pada ekstremitas)
3.3 Mengetahui Penanganan dan penatalaksanaan DVT (Pembengkakan pada ekstremitas)

4.1 Mengetahui yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik


4.2 Mengetahui prinsip penatalaksanaannya

5.1 Mengetahui Indikasi Ibu dan Janin pada Tindakan Operatif Kebidanan

6.1 Mengetahui Gangguan Psikologi Dalam Kebidanan


6.2 Mengetahui penatalaksanaannya

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Komplikasi Kehamilan dan Penatalaksanaannya


Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999).
1. Macam-macam komplikasi kehamilan
Menurut Dep Kes RI (1997), jika tidak melaksanakan ANC sesuai aturan
dikhawatirkan akan terjadi komplikasi-komplikasi yang terbagi menjadi 3
kelompok sebagai berikut:
a. Komplikasi Obstetrik Langsung
1) Perdarahan
Perdarahan antepartum adalah perdarahan yang terjadi setelah kehamilan
28 minggu. Biasanya lebih banyak dan lebih berbahaya daripada perdarahan
kehamilan sebelum 28 minggu (Mochtar, 1998). Jika perdarahan terjadi di
tempat yang jauh dari fasilitas pelayanan kesehatan atau fasilitas pelayanan
kesehatan tersebut tidak mampu melakukan tindakan yang diperlukan, maka
umumnya kematian maternal akan terjadi (Rochjati, 2003).
Perdarahan yang berhubungan dengan persalinan dibedakan dalam dua
kelompok utama yaitu perdarahan antepartum dan perdarahan postpartum.
Perdarahan antepartum adalah perdarahan pervaginam yang terjadi sebelum bayi
lahir. Perdarahan yang terjadi sebelum kehamilan 28 minggu seringkali
berhubungan dengan aborsi atau kelainan. Perdarahan kehamilan setelah 28
minggu dapat disebabkan karena terlepasnya plasenta secara prematur, trauma,
atau penyakit saluran kelamin bagian bawah (Depkes RI, 2000).
Klasifikasi perdarahan
a) Plasenta previa
Plasenta previa adalah keadaan dimana plasenta berimplantasi pada tempat
abnormal, yaitu pada segmen bawah uterus sehingga dapat menutupi sebagian
atau seluruh pembukaan jalan lahir.

3
(1) Gejala dan tanda
Perdarahan pada kehamilan setelah 28 minggu atau pada kehamilan lanjut,
sifat perdarahannya tanpa sebab, tanpa nyeri, dan berulang, kadang-kadang
perdarahan terjadi pada pagi hari sewaktu bangun tidur.
(2) Penanganan
Menurut Eastman bahwa tiap perdarahan trimester ketiga yang lebih
dari show (perdarahan inisial), harus dikirim ke rumah sakit tanpa dilakukan
manipulasi apapun, baik rektal maupun vaginal.
Apabila pada penilaian baik, perdarahan sedikit, janin masih hidup, belum
inpartu, kehamilan belum cukup 37 minggu, atau tafsiran berat janin dibawah
2500 gram, maka kehamilan dapat dipertahankan, istirahat, pemberian obat-
obatan dan dilakukan observasi dengan teliti.
b) Solusio plasenta
Suatu keadaan dimana plasenta yang letaknya normal, terlepas dari
perlekatannya sebelum janin lahir.
(1) Gejala dan tanda
Perdarahan dengan rasa sakit, perut terasa tegang, gerak janin berkurang,
palpasi bagian janin sulit diraba, auskultasi jantung janin dapat terjadi asfiksia
ringan dan sedang, dapat terjadi gangguan pembekuan darah.
(2) Penanganan
Perdarahan yang berhenti dan keadaan baik pada kehamilan prematur
dilakukan perawatan inap dan pada plasenta tingkat sedang dan berat
penanganannya dilakukan di rumah sakit (Saifuddin, 2002 : 92).
(3) Pre-Eklamsia
Pre eklamsia adalah kondisi ibu yang disebabkan oleh kehamilan disebut
dengan keracunan kehamilan, dengan tanda-tanda oedem (pembengkakan)
terutama tampak pada tungkai dan muka, tekanan darah tinggi, dan dalam air
seni terdapat zat putih telur pada pemeriksaan urine dari
laboratorium. Kematian karena eklampsia meningkat dengan tajam
dibandingkan pada tingkat pre-eklampsia berat (Dewi, 2009).

4
Pre eklamsia adalah suatu keadaan dengan timbulnya hipertensi disertai
proteinuria dan edema akibat kehamilan setelah usia kehamilan 20 minggu atau
segera setelah lahir.
Pre eklamsia adalah penyakit dengan tanda-tanda hipertensi, edema, dan
proteinuria yang timbul karena kehamilan yang dapat menyebabkan kematian
pada ibu dan janinnya. Penyakit ini pada umumnya terjadi dalam triwulan ke-3
kehamilan dan dapat terjadi pada waktu antepartum, intrapartum, dan pasca
persalinan (Prawirohardjo, 1999).
a) Gejala dan tanda
Edema terlihat sebagai peningkatan berat badan, pembengkakan kaki, jari
tangan dan muka, sakit kepala hebat, kenaikan tekanan darah secara mendadak
sampai 140/90 mmHg atau lebih, proteinuria sebanyak 0,3 gram/liter dalam air
kencing 24 jam.
b) Penanganan umum
Istirahat (tirah baring), diet rendah garam, diet tinggi protein, suplemen
kalsium, magnesium, obat anti hipertensi dan dirawat di rumah sakit bila ada
kecenderungan menjadi eklamsia.

2) Eklamsia
Eklampsia adalah kelainan akut pada wanita hamil, dalam persalinan atau
masa nifas yang ditandai dengan timbulnya kejang (bukan timbul akibat
kelainan neurologik) dan/atau koma dimana sebelumnya sudah menunjukkan
gejala-gejala pre eklampsia.
Eklamsia merupakan kelanjutan dari “pre eklamsia berat” ditambah
dengan kejang atau koma yang dapat berlangsung mendadak.
a) Gejala dan tanda
Eklamsia ditandai oleh gejala-gejala pre eklamsia berat (hipertensi, oedem,
dan protein urine) dan kejang atau koma, kadang-kadang disertai gangguan
fungsi organ.
b) Penanganan
Pengobatan tetap isolasi ketat di rumah sakit. Hindari kejang yang dapat
menimbulkan penyulit yang lebih berat. (Prawirohardjo, 2008 : 212).
5
3) Kelainan Letak (Letak Lintang Dan Letak Sungsang)
Letak lintang adalah keadaan sumbu memanjang janin kira-kira tegak lurus
dengan sumbu memanjang tubuh ibu.
Letak lintang adalah suatu keadaan di mana janin melintang di dalam
uterus dengan kepala pada sisi yang satu sedangkan bokong berada pada sisi
yang lain. Pada umumnya bokong berada sedikit lebih tinggi dari pada kepala
janin, sedangkan bahu berada pada pintu atas panggul (Hariadi, 1999).
a) Penyebab
Penyebab dari letak lintang sering merupakan kombinasi dari berbagai
faktor. Faktor – faktor tersebut adalah :
(1) Fiksasi kepala tidak ada, karena panggul sempit, hidrosefalus,
anensefalus, plasenta previa, dan tumor – tumor pelvis.
(2) Janin sudah bergerak pada hidramnion, multiparitas, anak kecil,
atau sudah mati.
(3) Gemelli (kehamilan ganda).
(4) Kelainan uterus, seperti arkuatus, bikornus, atau septum.
(5) Lumbar skoliosis.
(6) Pelvic, kandung kemih, dan rektum yang penuh (Mochtar, 1998).
Sebab terpenting terjadinya letak lintang ialah multiparitas disertai dinding
uterus dan perut yang lembek (Hariadi, 1999).
b) Penanganan
Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan
posisi lutut dada, jika lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal
dianjurkan posisi lutut dada sampai persalinan.
Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi lutut
dada, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal posisi lutut
dada sampai persalinan (Dasuki, 2000).
Letak sungsang merupakan kelainan letak janin di dalam rahim pada
kehamilan tua (hamil 8-9 bulan), dengan kepala di atas dan bokong atau kaki di
bawah. Bayi letak sungsang lebih sukar lahir, karena kepala lahir terakhir
(Rochjati, 2003).
6
c) Penyebab
Menurut Manuaba (1998), penyebab letak sungsang dapat berasal dari
pihak ibu (keadaan rahim, keadaan plasenta, keadaan jalan lahir) dan dari janin
(tali pusat pendek, hidrosefalus, kehamilan kembar, hidramnion, prematuritas)
(Dewi, 2009).
d) Penanganan
Pada primigravida umur kehamilan kurang dari 28 minggu dianjurkan
posisi lutut dada, jika lebih dari 28 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal
dianjurkan posisi lutut dada sampai persalinan.
Pada multigravida umur kehamilan kurang dari 32 minggu posisi lutut
dada, jika lebih dari 32 minggu dilakukan versi luar, kalau gagal posisi lutut
dada sampai persalinan (Dasuki, 2000).
4) Hidramnion
Hidramnion merupakan kehamilan dengan jumlah air ketuban lebih dari 2
liter. Keadaan ini mulai tampak pada trimester III, dapat terjadi secara perlahan-
lahan atau sangat cepat. Pada kehamilan normal, jumlah air ketuban ½ sampai 1
liter. Karena rahim sangat besar akan menekan pada organ tubuh sekitarnya,
yang menyebabkan keluhan-keluhan seperti sesak napas karena sekat rongga
dada terdorong ke atas, perut membesar, nyeri perut karena rahim berisi air
ketuban, dan pembengkakan pada kedua bibir kemaluan dan tungkai.
a) Penyebab
(1) Produksi air ketuban bertambah
Yang diduga menghasilkan air ketuban ialah epitel amnion, tetapi air
ketuban dapat bertambah karena cairan lain masuk ke dalam ruangan amnion.
Misalnya air kencing anak atau cairan otak pada anenchepalus.
(2) Pengeluaran air ketuban terganggu
Air ketuban yang telah dibuat dialirkan dan diganti dengan yang baru.
Salah satu jalan pengaliran ialah ditelan oleh janin, diabsorbsi oleh usus dan
dialirkan ke plasenta, akhirnya masuk ke peredaran darah ibu. Jalan ini kurang
terbuka kalau anak tidak menelan seperti pada atresia aesophagei, anenchepalus
atau tumor-tumor plasenta.

7
(3) Terdapat gangguan/sumbatan pada saluran cerna janin
Misalnya bagian kerongkongan yang tidak berlubang atau usus 12 jari
yang tersumbat. Sehingga memberikan dampak cairan ketuban lebih banyak dari
sebenarnya. Dalam keadaan normal, bayi dalam kandungan selain akan
meminum juga akan membuang air kecil dan buang air besar.
(4) Adanya infeksi
Infeksi bisa menyebabkan produksi air ketuban lebih sedikit atau lebih
banyak.
b) Gejala dan tanda
(1) Sesak nafas.
(2) Oedem labia, vulva dan dinding perut.
(3) Regangan dinding rahim menimbulkan nyeri.
Gejala ini menonjol jika terjadi hidramion akut :
(1) Sulit melakukan palpasi.
(2) Bunyi jantung sering tidak terdengar.
(3) Perut terasa kembung dan lebih kencang.
(4) Kulit perut tampak mengkilap.
(5) Terkadang perut terasa sakit ketika berjalan.
c) Klasifikasi
(1) Hidramnion kronis
Banyak dijumpai pertambahan air ketuban terjadi secara perlahan-lahan
dalam beberapa minggu atau bulan dan biasanya terjadi pada kehamilan lanjut.
(2) Hidramnion akut
Terjadi pertambahan air ketuban secara tiba-tiba dan secara dalam waktu
beberapa hari saja. Biasanya terjadi pada kehamilan bulan ke 5 dan ke 6
(Mochtar, 1998).
d) Penanganan
(1) Jika gejala hidramnion tergolong ringan, anjurkan klien
berpantang garam dan dilakukan observasi dan memonitor
jumlah air ketuban.
(2) Jika jumlah air ketuban bertambah banyak, maka diberikan obat
untuk mengurangi sesak dan sakit. Dan jika diperlukan maka
8
akan memasukkan jarum ke dalam kantong air ketuban untuk
mengeluarkan sebagian cairan tersebut.
5) Ketuban Pecah Dini
Ketuban pecah dini adalah pecahnya ketuban sebelum terdapat tanda
persalinan, dan ditunggi 1 jam belum dimulainya tanda persalinan. Waktu sejak
pecah ketuban sampai terjadi kontraksi rahim disebut “kejadian ketuban pecah
dini” (Manuaba, 1998 : 229).
Ketuban pecah dini adalah keadaan pecahnya selaput ketuban sebelum
persalinan. Bila ketuban pecah dini terjadi sebelum usia kehamilan 37 minggu
maka disebut ketuban pecah dini pada kehamilan prematur (Sarwono, 2008).
a) Penyebab
Penyebab ketuban pecah dini mempunyai dimensi multifaktorial yang
dapat dijabarkan sebagai berikut :
(1) Serviks inkompeten.
(2) Ketegangan rahim berlebihan : kehamilan ganda, hidramnion.
(3) Kelainan letak janin dalam rahim : letak sungsang, letak lintang.
(4) Kemungkinan kesempitan panggul : perut gantung, bagian
terendah belum masuk PAP, sefalopelvik disproforsi.
(5) Kelainan bawaan dari selaput ketuban.
(6) Infeksi yang menyebabkan terjadi proses biomekanik pada
selaput ketuban dalam bentuk proteolitik sehingga memudahkan
ketuban pecah.
Mekanisme terjadinya ketuban pecah dini dapat berlangsung sebagai
berikut :
(1) Selaput ketuban tidak kuat sebagai akibat kurangnya jaringan ikat
dan vaskularisasi.
(2) Bila terjadi pembukaan serviks maka selaput ketuban sangat
lemah dan mudah pecah dengan mengeluarkan air ketuban.

9
b) Penanganan
Sebagai gambaran umum untuk tatalaksana ketuban pecah dini dapat
dijabarkan sebagai berikut :
(1) Mempertahankan kehamilan sampai cukup matur khususnya
maturitas paru sehingga mengurangi kejadian kegagalan
perkembangan paru yang sehat.
(2) Terjadi infeksi dalam rahim, yaitu korioamnionitis yang menjadi
pemicu sepsis, meningitis janin, dan persalinan prematuritas.
(3) Dengan perkiraan janin sudah cukup besar dan persalinan
diharapkan berlangsung dalam waktu 72 jam dapat diberikan
kortikosteroid, sehingga kematangan paru janin dapat terjamin.
(4) Pada umur kehamilan 24 sampai 32 minggu yang menyebabkan
menunggu berat janin cukup, perlu dipertimbangkan untuk
melakukan induksi persalinan, dengan kemungkinan janin tidak
dapat diselamatkan.
(5) Menghadapi ketuban pecah dini, diperlukan KIE terhadap ibu dan
keluarga sehingga terdapat pengertian bahwa tindakan mendadak
mungkin dilakukan dengan pertimbangan untuk menyelamatkan
ibu dan mungkin harus mengorbankan janinnya.
(6) Pemeriksaan yang penting dilakukan adalah USG untuk
mengukur distantia biparietal dan perlu melakukan aspirasi air
ketuban untuk melakukan pemeriksaan kematangan paru.
(7) Waktu terminasi pada hamil aterm dapat dianjurkan selang waktu
6 jam sampai 24 jam, bila tidak terjadi his spontan (Manuaba,
1998 : 232).

͏ Komplikasi yang Tidak Berhubungan Dengan Obstetrik komplikasi


akibat kecelakaan (kendaraan, keracunan, kebakaran) (Dewi, 2009).
a. Komplikasi Obstetrik Tidak Langsung
1) Penyakit Jantung

10
Pengaruh penyakit jantung terhadap kehamilan adalah dapat menyebabkan
gangguan pada pertumbuhan janin dengan berat badan lahir rendah,
prematuritas, kematian janin dalam rahim dan juga dapat terjadi abortus.
Pada penyakit jantung yang disertai kehamilan, pertambahan denyut
jantung dapat menguras cadangan kekuatan jantung sehingga terjadi keadaan
payah jantung. Puncak-puncak keadaan payah jantung itu akan dijumpai pada
waktu :
 Puncak hemodilusi darah pada minggu 28 sampai 32.
 Pada saat inpartu.
 Pada saat plasenta lahir, darah kembali ke peredaran darah umum
dalam jumlah besar untuk membentuk ASI.
 Saat laktasi karena kekuatan jantung diperlukan untuk membentuk
ASI.
 Terjadinya perdarahan postpartum, sehingga diperlukan kekuatan
ekstra jantung untuk dapat melakukan kompensasi.
 Mudah terjadi infeksi postpartum, yang memerlukan kerja tambahan
jantung (Manuaba, 1998 : 272).
a) Tanda dan gejala
Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain sesak napas, jantung
berdebar, dada terasa berat (kadang-kadang nyeri), nadi cepat, kaki bengkak.
Keluhan-keluhan tersebut timbul di waktu kerja berat. Sedangkan pada
payah jantung yang berat dirasa pada saat kerja ringan atau
sedang beristirahat/berbaring. Pada saat kehamilan, penyakit jantung ini
akan menjadi lebih berat (Dewi, 2009).
b) Penanganan
Bila bidan mencurigai terjadi penyakit jantung dalam kehamilan sebaiknya
melakukan rujukan atau konsultasi kepada dokter. Pertolongan persalinan hamil
disertai penyakit jantung sebaiknya menggunakan kontap. Pemakaian metode
lainnya selalu memberikan gangguan terhadap kerja jantung (Manuaba, 1998 :
273).

11
2) Tuberculosis
Tuberkulosis adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh infeksi
mycobacterium tuberculosis. Sebagian besar kuman tuberkulosis menyerang
paru, sehingga dapat menyebabkan perubahan pada sistem
pernafasan (Mansjoer, 2001 : 287).
a) Gejala dan tanda
Keluhan-keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain batuk lama tak
sembuh-sembuh, tidak suka makan, badan lemah dan semakin kurus, batuk
darah. Penyakit ini tidak berpengaruh secara langsung terhadap janin dan tidak
memberikan penularan selama kehamilannya. Janin baru akan tertular setelah
dilahirkan. Bila tuberkulosa/TBC sudah berat dapat menurunkan kondisi tubuh
ibu hamil, tenaga dan termasuk ASI ikut berkurang, bahkan ibu dianjurkan
untuk tidak memberi ASI kepada bayinya secara langsung (Dewi, 2009).
b) Penanganan
Penderita dengan proses aktif, apalagi dengan batuk darah, sebaiknya
dirawat di rumah sakit dalam kamar isolasi. Gunanya untuk mencegah
penularan, untuk menjamin istirahat dan makanan yang cukup, serta pengobatan
yang intensif dan teratur (Mansjoer, 2001 : 287).
3) Anemia
Anemia adalah kekurangan darah yang dapat menganggu kesehatan ibu
pada saat proses persalinan (BKKBN, 2003 : 24). Kondisi ibu hamil dengan
kadarHemoglobin kurang dari 11 gr % pada trimester 1 dan 3 dan <10,5 gr %
pada trimester 2. Anemia dapat menimbulkan dampak buruk terhadap ibu
maupun janin, seperti infeksi, partus prematurus, abortus, kematian janin, cacat
bawaan (Prawirohardjo, 2008 : 281).
Wanita tidak hamil mempunyai nilai normal hemoglobin 12 sampai 15 gr
%. Angka tersebut juga berlaku untuk wanita hamil, terutama wanita yang
mendapat pengawasan selama hamil. Oleh karena itu, pemeriksaan hemoglobin
harus menjadi pemeriksaan darah rutin selama pengawasan antenatal, yaitu
dilakukan setiap 3 bulan atau paling sedikit 1 kali pada pemeriksaan pertama
atau pada triwulan pertama dan sekali lagi pada triwulan terakhir.

12
a) Gejala dan tanda
Gejala dan tanda anemia antara lain adalah pusing, rasa lemah, kulit pucat,
mudah pingsan, sementara tensi masih dalam batas normal perlu dicurigai
anemia defisiensi. Secara klinik dapat dilihat tubuh yang malnutrisi dan pucat
(MIMS Bidan, 2008/2009).
Keluhan yang dirasakan ibu hamil adalah lemas badan, lesu, lekas lelah,
mata berkunang-kunang, jantung berdebar. Pengaruh anemia terhadap
kehamilan antara lain dapat menurunkan daya tahan ibu hamil sehingga ibu
mudah sakit, menghambat pertumbuhan janin sehingga bayi lahir dengan berat
badan rendah dan persalinan prematur (Dewi, 2009).
b) Penanganan umum
Kekurangan darah merah ini harus dipenuhi dengan mengkonsumsi
makanan bergizi dan diberi suplemen zat besi, pemberian kalori 300 kalori/hari
dan suplemen besi sebanyak 60 mg/hari sekiranya cukup mencegah anemia
(Maulana, 2008, : 187).

4) Malaria
Malaria adalah infeksi yang disebabkan oleh kuman (plasmodium) dapat
mengakibatkan anemia dan dapat menyebabkan keguguran.
a) Gejala dan tanda
Keluhan yang dirasakan oleh ibu hamil antara lain panas tinggi, menggigil
sampai keluar keringat (demam), sakit kepala, muntah-muntah, hipogilkemia,
edema paru akut.
Bila penyebab malaria ini disertai dengan panas yang tinggi dan anemia,
maka akan mengganggu ibu hamil dan kehamilannya. Bahaya yang
mungkin terjadi antara lain abortus/keguguran, kematian janin dalam
kandungan, dan persalinan prematur (Dewi, 2009).
b) Penanganan
Dengan pemberian obat kemoprofiksis jenis klorokuin dengan dosis 300
mg/minggu.

13
5) Diabetes Mellitus
Diabetes merupakan suatu penyakit dimana tubuh tidak menghasilkan
insulin dalam jumlah cukup, atau sebaliknya, tubuh kurang mampu
menggunakan insulin secara maksimal. Insulin adalah hormon yang dihasilkan
oleh pankreas, yang berfungsi mensuplai glukosa dari darah ke sel-sel tubuh
untuk dipergunakan sebagai bahan bakar tubuh.
a) Gejala dan tanda
Dugaan adanya kencing manis pada ibu hamil apabila :
(1) Ibu pernah mengalami beberapa kali kelahiran bayi yang
besar dengan berat badan lahir bayi lebih dari 4 000 gram.
(2) Pernah mengalami kematian bayi dalam rahim pada
kehamilan minggu-minggu terakhir.
(3) Ditemukan glukosa dalam air seni (pemeriksaan laboratorium),
yang disebut glikosuria.
Pada masa awal kehamilan, dapat mengakibatkan bayi mengalami cacat
bawaan, berat badan berlebihan, lahir mati, dan gangguan kesehatan lainnya
seperti gawat napas, hipoglikemia (kadar gula darah kurang dari normal), dan
sakit kuning.
Pengaruh diabetes mellitus terhadap kehamilan tergantung pada berat
ringannya penyakit, pengobatan dan perawatannya. Pengobatan diabetes
mellitus menjadi lebih sulit karena pengaruh kehamilan. Kehamilan akan
memperberat diabetes mellitus dan memperbesar kemungkinan timbulnya
komplikasi seperti koma (Dewi, 2009).
b) Penanganan
Menjaga agar kadar glukosa darah tetap normal, ibu hamil harus
memperhatikan makanan, berolahraga secara teratur, serta menjalani pengobatan
sesuai kondisi penyakit pada penderita penyakit ini (Prawirohardjo, 2008 : 290).

14
B. Komplikasi Persalinan Dan Penatalaksanaanya
1. Kala I dan Kala II
a. Persalinan lama
Masalah : Fase laten lebih dari 8 jam, persalinan telah berlangsung selama
12 jam/lebih tanpa kelahiran bayi, dilatasi serviks di kanan garis waspada pada
partograf, dan disebabkan beberapa faktor yaitu:
1) kecemasan dan ketakutan
2) pemberian analgetik yang kuat atau pemberian analgetikyangterlalalu
cepat pada persalinan dan pemberian anastesi sebelum fase aktif.
3) abnormalitas pada tenaga ekspulsi
4) abnormalitas pada panggul
5) kelainan pada letak dan bentuk janin
Penanganan Umum :
1) Nilai dengan segera keadaan umum ibu hamil dan janin (termasuk tanda
vital dan tingkat hidrasinya). Dan perbaiki keadaan umum
2) Dukungan, perubahan posisi, (sesuai dengan penanganan persalinan
normal).
3) Periksa kefon dalam urine dan berikan cairan, baik oral maupun
parenteral dan upayakan buang air kecil (kateter bila perlu). tramadol
atau®Berikan analgesic petidin 25 mg IM (maximum 1 mg/kg BB atau
morfin 10 mg IM, jika pasien merasakan nyeri.
4) Kaji kembali partograf, tentukan apakah pasien berada dalam persalinan.
5) Nilai frekuensi dan lamanya His .
Penanganan Khusus :
1) Persalinan palsu/belum in partu (False Labor)
Periksa apakah ada ISK atau ketuban pecah, jika didapatkan adanya
infeksi, obati secara adekuat, jika tidak ada pasien boleh rawat jalan.
2) Fase laten memanjang (Prolonged Latent Phase)
a) Diagnosa fase laten memanjang dibuat secara retrospektif, jika his
berhenti. Pasien disebut belum inpartu/persalinan palsu. Jika his
makin teratur dan pembukaan makin bertambah lebih dari 4 cm,
pasien masuk dalam fase laten
15
b) Jika fase laten lebih dari 8 jam dan tidak ada tanda-tanda kemajuan
lekukan penilaian ulang terhadap serviks
c) Jika tidak ada perubahan pada pendataran atau pembukaan serviks
dan tidak ada gawat janin, mungkin pasien belum inpartu.
d) Jika ada kemajuan dalam pendataran atau pembukaan serviks
lakukan amniotomi dan induksi persalinan dengan oksitosin atau
prostaglandin.
e) Lakukan penilaian ulang setiap 4 jam.
f) Jika pasien tidak masuk fase aktif setelah dilakukan pemberian
oksitosin selama 8 jam, lakukan SC.
g) Jika didapatkan tanda-tanda infeki (demam, cairan, berbau): Lakukan
akselerasi persalinan dengan oksitosin. Berikan antibiotika kombinasi
sampai persalinan. Ampisilin 2 g IV setiap 6 jam. Ditambah
Gentaisin 5 mg/kgBB IV setiap 24 jam
h) Jika terjadi persalinan pervaginam stop antibiotika pasca persalinan
i) Jika dilakukan SC, lanjutkan pemberian antibiotika ditambah
Metronidazol 500 mg IV setiap 8 jam sampai ibu bebas demam
selama 48 jam.

3) Fase Aktif Memanjang


Jika tidak ada tanda-tanda CPD atau obstruksi, dan ketuban masih utuh,
pecahkan ketuban.
a) Nilai His Jika his tidak adekuat (<3>Jika his adekuat (3 kali dalam 10
menit dan lamanya > 40 detik) pertimbangkan disproporsi, obstruksi,
malposisi/mal presentasi
b) Lakukan penanganan umum untuk memperbaiki his dan
mempercepat kemajuan persalinan
b. Partus Presipitatus
Partus presipitatus adalah kejadian dimana ekspulsi janin berlangsung
kurang dari 3 jam setelah awal persalinan. Partus presipitatus sering berkaitan
dengan Solusio plasenta (20%) Aspirasi mekonium, Perdarahan post
partu,Pengguna cocain, Apgar score rendah. Komplikasi maternal Jarang terjadi
16
bila dilatasi servik dapat berlangsung secara normal. Bila servik panjang dan
jalan lahir kaku, akan terjadi robekan servik dan jalan lahir yang luas, Emboli air
ketuban (jarang), Atonia uteri dengan akibat HPP. terjadi karena Kontraksi
uterus yang terlalu kuat akan menyebabkan asfiksia intrauterine, Trauma
intrakranial akibat tahanan jalan lahir.
1) Penatalaksanaan
Kejadian ini biasanya berulang, sehingga perlu informasi dan pengawasan
yang baik pada kehamilan yang sedang berlangsung. Hentikan pemberian
oksitosin drip bila sedang diberikan.
c. Distosia
Distosia adalah kelambatan atau kesulitan persalinan. Dapat disebabkan
kelainan tenaga, kelainan letak, dan bentuk janin, serta kelainan jalan lahir
1) Distosia karena kelainan tenaga/his
a) His Hipotonic/ Inersia Uteri·
b) His Hipertonic·
c) His yang tidak terkordinasi·
2) Distosia karena kelainanletak dan bentuk janin
3) Distosia karena jalan lahir

2. Kala III dan Kala IV


a. Perdarahan pada kala III
Perdarahan pada kala III umum terjadi dikarenakan terpotongnya
pembuluh-pembuluh darah dari dinding rahim bekas implantasi plasenta/karena
sinus-sinus maternalis ditempat insersinya pada dinding uterus terbuka.
Biasanya perdarahan itu tidak banyak, sebab kontraksi dan retraksi otot-otot
uterus menekan pembuluh-pembuluh darah yang terbuka, sehingga lumennya
tertutup, kemudian pembuluh darah tersumbat oleh bekuan darah. Jumlah darah
yang umum keluar tidak lebih dari 500cc atau setara dengan 2,5 gelas belimbing.
Apabila setelah lahirnya bayi darah yang keluar melebihi 500cc maka dapat
dikategorikan mengalami perdarahan pascapersalinan primer. Pada pasien yang
mengalami perdarahan pada kala III atau mengalami pengeluaran darah
sebanyak >500cc, tanda-tanda yang dapat dijumpai secara langsung diantaranya
17
perubahan pada tanda-tanda vital seperti pasien mengeluh lemah, linlung,
berkeringat dingin, menggigil, hiperpnea, sistolik <90 mmHg, nadi >100 x/mnt,
kadar Hb <8 g%.
Perdarahan primer terjadi dalam 24 jam pertama dan sekunder sesudah
itu. Hal-hal yang menyebabkan perdarahan post partum yaitu atonia uteri,
perlukaan jalan lahir, terlepasnya sebaggian plasenta dari uterus, dan
tertinggalnya sebagian dari plasenta umpamanya klotiledon atau plasenta
suksenturiata.
Kadang-kadang perdarahan disebabkan kelainan proses pembekuan darah
akibat dari hipofibrinogenemia(solution plasenta, retensi janin mati dalam
uterus, emboli air ketuban). Apabila sebagian plasenta lepas sebagian lagi
belum, terjadi perdarahan karena uterus tidak bisa berkontraksi dan beretraksi
dengan baik pada batas antara dua bagian itu. Selanjutnya apabila sebagian
plasenta sudah lahir, tetapi sebagian kecil masih melekat pada dinding uterus,
dapat timbul perdarahan dalam masa nifas. Sebab terpenting pada perdarahan
post partum adalah atonia uteri.
1) Atonia uteri
Atonia uteri adalah tidak adanya tegangan/ kekuatan otot pada daerah
uterus/rahim (Kamus Kedokteran Dorland).
Atonia uteri adalah dimana rahim tidak dapat berkontraksi dengan baik
setelah persalinan, terjadi pada sebagian besar perdarahan pasca persalinan
(Obstetri edisi ke 2, 1998:254).
Atonia uteri adalah keadaan dimana uterus tidak berkontraksi setelah anak
lahir (Phantom:358).
a) Etiologi
(1) Atonia uteri dapat terjadi karena:
(2) Partus lama, karena tak ada pemicu kontraksi/hormon oksitosin
lemah.
(3) Pembesaran uterus yang berlebihan pada waktu hamil seperti
pada hamil kembar, hidramnion, janin besar.
(4) Kegagalan kontraksi uterus/ otot rahim.
(5) Multiparitas.
18
(6) Anastesi yang dalam.
(7) Anestesi lummbal.
(8) Terjadinya retroplasenta→perdarahan plasenta dalam uterus.
Atonia juga dapat timbul karena salah penanganan kala III
persalinan,dengan memijat uterus dan mendorongnya kebawah dalam
usahamelahirkan plasenta, sedang sebenarnya belum terlepas dari uteus.
b) Diagnosis
Diagnosis biasanya tidak sulit, terutama apabila timbul perdarahan banyak
dalam waktu pendek. Tetapi bila perdarahan sedikit dalm waktu lama, tanpa
disadari penderita telah kehilangan banyak darah sebelum ia tampak pucat.
c) Gejala:
(1) Nadi serta pernafasan menjadi lebih cepat.
(2) Tekanan darah menurun.
(3) Syok karena perdarahan.
(4) Kala III : perdarahan dari liang senggama 500cc/lebih.
d) Penanganan Atonia uteri.
Terapi terbaik adalah pencegahan;
(1) Anemia dalam kehamilan harus diobati, karena perdarahan dalam
batas-batas normal dapat membahayakan penderita yang sudah
menderita anemia.
(2) Apabila sebelumnya penderita sudah mengalami perdarahan post
partum, persalinan harus berlangsung dirumah sakit.
(3) Kadar fibrinogen harus diperiksa pada perdarahan banyak,
kematian janin dalam uterus dan solution plasenta.
(4) Dalam kala III uterus jangan dipijat dan didorong kebawah
sebelum plasenta lepas dari dindingnya.
(5) Penggunaan oksitosin sangat penting untuk mencegah perdarahan
post partum. Sepuluh satuan oksitosin diberikan intramuscular
setelah anak lahir untuk mempercepat pelepasan plasenta.
Sesudah plasenta lahir hendaknya diberikan 0,2 mg ergometrin,
intramuskulus.

19
2) Restensio plasenta
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam
sesudah anak lahir.(Sinopsis Obstertri jilid I : 299).
Retensio plasenta adalah apabila plasenta belum lahir setengah jam setelah
janin lahir. (Ilmu kebidanan : 656).

a) Patofisiologi.
Retensio plasenta dalam rahim akan mengganggu kontraksi dan retraksi,
menyebabkan sinus-sinus darah tetap terbuka, dan menimbulkan HPP. Begitu
bagian plasenta terlepas dari dinding uterus, perdarahan terjadi di daerah itu.
Bagian plasenta yang masih melekat merintangi retraksi miometrium dan
perdarahan berlangsung terus sampai sisa organ tersebut terlepas serta
dikeluarkan.
b) Diagnosa.
(1) Pada pemeriksaan luar: fundus/korpus ikut tertarik apabila tali
pusat ditarik.
(2) Pada pemeriksaan dalam: sulit ditentukan tepi plasenta karena
implantasi yang dalam.

3) Inversio uteri
Pada inversion uteri bagian atas uterus memasuki kavum uteri, sehingga
fundus uteri sebelah dalam menonjol kedalam kavum uteri. Peristiwa ini jarang
sekali ditemukan, terjadi tiba-tiba dalam kala III/ segera setelah plasenta keluar.
Menurut perkembangannya inversion uteri dapat dibagi dalam beberapa tingkat,
yaitu fundus uteri menonjol kedalam kavum uteri, tetapi belum keluar dari ruang
tersebut, korpus uteri yang terbalik sudah masuk kedalam vagina, dan uterus
dengan vagina, semuanya terbalik, untuk sebagian besar terletak diluar vagina.
a) Gejala-gejala klinik.
Inversio uteri bisa terjadi spontan/ sebagai akibat tindakan. Pada wanita
dengan atonia uteri kenaikan tekanan intra abdominal dengan mendadak karena

20
batuk/ meneran, dapat menyebabkan masukmya fundus kedalam kavum uteri
yang merupakan permulaan inversion uteri.
Tindakan yang dapat menyebabkan inversion uteri adalah prasat
Crede pada korpus uteri yang tidak berkontraksi baik, dan tarikan pada talil
pusat plasenta yang belum lepas dari dinding uterus. Gejala-gejala inversion
uteri pada permukaan tidak selalu jelas. Akan tetapi, apabila kelainan itu sejak
awalnya tumbuh dengan cepat, seringkali timbul rasa nyeri yang keras dan bisa
menyebabkan syok. Rasa nyeri yang keras disebabkan kareana fundus uteri
menarik adneksa serta ligamentum infundibulopelvikum dan ligamentum
rotundum kanan dan kirinkedalam terowongan inversion dan dengan demikian
mengadakan tarikan yang kuat pada peritoneum parietal. Kecuali jika plasenta
yang seringkali belum lepas dari uterus masih melekat seluruhnya pada dinding
uterus, terjadi juga perdarahan.

b) Diagnosis.
Diagnosis tidak sukar dibuat jika dingat kemungkinan inversion uteri. Pada
perdarahan dengan syok, perdarahan dan fundus uteri tidak ditemukan pada
tempat yang lazim pada kala III/ setelah persalinan selesai, pemeriksaan dalam
dapat menunjukkan tumor yang lunak diatas servik uteri/ didalam vagina,
sehingga diagnosis inversion uteri dapat dibuat.
Pada mioma uteri submukosum yang lahir dalam vagina terdapat pula
tumor yang serupa, akan tetapi fundus uteri ditemukan dalam bentuk dan pada
tempat biasa, sedang konsistensi mioma lebih keras daripada korpus uteri setelah
persalinan. Selanjutnya jarang sekali mioma submukosum ditemukan pada
persalinan cukup bulan/ hampir cukup bulan.
c) Prognosis.
Walaupun kadang-kadang inversio uteri bisa terjadi tanpa banyak gejala
dengan penderita tetap dalam keadaan baik, namun umumnya kelainan tersebut
menyebabkan keadaan gawat dengan angka kematian tinggi(15-70%). Reposisi
secepat mungkin memberikan harapan yang terbaik untuk keselamatan
penderita.
d) Penanganan.
21
Dalam memimpin persalinan harus dijaga kemungkinan timbulnya
inversion uteri. Tarikan pada tali pusat sebelum plasenta benar-benar lepas,
jangan dilakukan apabila dicoba melakukan prasat Crede harus diindahkan
sebelumnya syarat-syaratnya.
Apabila terdapat inversio uteri dengan gejala syok, gejala-gejala itu perlu
diatasi terlebih dahulu dengan infuse intravena cairan elektrolit dan transfuse
darah, akan tetapi segera setelah itu reposisi harus dilakukan. Makin kecil jarak
waktu antara terjadinya inversion uteri dan reposisinya, makin mudah tindakan
ini dapat dilakukan. Untuk melakukan reposisi yang perlu diselenggarakan
dengan anesthesia umum, tangan seluruhnya dimasukkan kedalam vagina
sedang jari-jari tangan dimasukkan kedalam kavum uteri melalui serviks uteri
yang mungkin sudah mulai menciut, telapak tangan menekan korpus perlahan-
lahan tetapi terus menerus kearah atas agak kedepan sampai korpus uteri
melewati serviks dan inversio ditiadakan. Suntikan intravena 0,2 mg ergometrin
kemudian diberikan dan jika dianggap masih perlu, dilakukan tamponade
uterovaginal.
Apabila reposisi pervaginam gagal, sebaiknya dilakukan pembedahan
menurut Haultein. Dikerjakan laparotomi, dinding belakang lingkaran konstriksi
dibuka, sehingga memungkinkan penyelenggaraan reposisi uterus sedikit demi
sedkit, kemudian luka dibelakang uterus dijahit dan luka laparotomi ditutup.
Pada inversion uteri menahun, yang ditemukan beberapa lama setelah
persalinan, sebaiknya ditunggu berakhirnya involusi untuk kemudian dilakukan
pembedahan pervaginam(pembedahan menurut Spinelli).
4) Emboli air ketuban
Emboli air ketuban adalah syok yang berat sewaktu persalinan selain oleh
plasenta previa dapat disebabkan pula oleh emboli air ketuban.(Obstetri
Patologi. 1981:128).
Emboli air ketuban adalah merupakan salah satu penyebab syok
disebabkan karena perdarahan.(Ilmu Kebidanan. 2002:672).
a) Etiologi.
Masuknya air ketuban ke vena endosentrik/sinus yang terbuka didaerah
tempat perlekatan plasenta.
22
b) Faktor prediposisi.
(1) Ketuban sudah pecah
(2) His kuat.
(3) Pembuluh darah yang terbuka(SC rupture).
(4) Multiparasit.
(5) Kematian janin intrauterine(IUFD).
(6) Mekonium dalam cairan amnion.
(7) Usia diatas 30 tahun.
(8) Persallinan pesipitasus(kurang dari 3 jam).
c) Gejala
(1) Gelisah.
(2) Mual muntah disertai takikardu dan dispnea.
(3) Sianosis.
(4) TD menurun.
(5) Nadi cepat dan lemah.
(6) Kesadaran menurun.
(7) Nistasmus dan kadang timbul kejang tonik klonik.
(8) Syok.

5. Komplikasi.

1) Gangguan pembekuan darah


2) Edema paru.
3) Kegagalan dan payah jantung kanan.

6. Upaya preventif.

1) Perhatikan indikasi induksi persalinan.


2) Memecahkan ketuban saat akhir his, sehingga tekanannya
tidak
3) terlalu besar dan mengurangi masuk kedalam pembuluh darah.
4) Saat seksio sesarea, lakukan penghisapan air ketuban perlahan
sehingga dapat mengurangi: Asfiksia intrauterine. Emboli air
ketuban melalui perlukaan lebar insisi operasi.

23
7. Penanganan.
Tindakan umum.
Segera memasang infuse dua tempat sehingga cairan segera dapat
diberikan untuk mengatasi syok. Berikan O2 dengan tekanan tinggi
ssehingga dapat menambah O2 dalam darah.

1) Untuk jantung dapat diberikan: Resusitasi jantung

8. Pengobatan.
1) Pemberian transfuse darah segar.
2) Fibrinogen.
3) Oxygen.
4) Heparin/trasylor.
(obstetric patologi:128).

C. Komplikasi Nifas dan Penatalaksanaannya


Rasa sakit, merah, lunak, atau pembengkakan dikaki yang terjadi pada
masa nifas biasa disebut dengan DVT (deep venous trombosis ). DVT adalah
inflamasi vena dengan pembentukan bekuan yang lebih sering terjadi pada vena
femoralis (tungkai) dan vena-vena pada uterus, ovarium, dan hipogastrik.
Pembekuan ini dapat menyebabkan inflamasi, alokal dan menyumbat vena
kemudian pembekuan terlepas menjadi embolus dan bergerak kedalam
pembuluh jantung dan paru-paru sehingga menyumbat pembuluh tersebut.DVT
(deep venous trombosis) atau trombosis vena dalam lebih jarang terjadi, tetapi
dapat menyebabkan terlepasnya bekuan yang kemudian menyebabkan emboli
paru hiperkoagulabititas meningkat seiring dengan peningkatan usia ibu,
parietas, dehidrasi setelah persalinan dan persalinan melalui seksio sesaria (SC).
Wanita beresiko lebih besar apabila mereka memiliki riwayat gangguan
tromboimbulus, hipertensi akibat kehamilan dan anemi atau pernah melahirkan
dengan operasi Resiko DVT ditungkai bawah kiri, terutama setelah secsio
secaria, karena kecepatan aliran darah paling rendah.Gejala DVT biasanya
dirasakan nyeri serta mengalami pembengkakan didaerah yang terkena dan

24
kadang – kadang terjadi demam. Terjadi perbedaan mencolok dalam ukuran
betis atau pada ekstremitas sirkulasi ditungkai bawah serta trombosis mungkin
terpengaruh sehingga tungkai tampak pucat dan dingin serta mungkin oedema.

a. Penyebab
Adapun penyebab DVT adalah
1. Perluasan atau invasi mikroorganisme patogen yang mengikuti aliran
darah disepanjang vena dan cabang – cabangnnya
2. Perpindahan cairan setelah melahirkan yang menghilang dalam
seminggu
3. Kompresi vena tibialis
4. Kekentalan darah yang meningkat
Penyebab :
(Menurut Saleha, Sitti. 2009)
Rasa Sakit, Merah, Lunak, dan/atau Pembengkakan di Kaki
Selama masa nifas dapat terbentuk trhombus sementara pada vena-vena
manapun di pelvis yang mengalami dilatasi dan mungkin lebih sering
mengalaminya.
Faktor predisposisi :
1. Obesitas
2. Peningkatan umur meternal dan tingginya paritas
3. Riwayat sebelumnya mendukung
4. Anestesi dan pembedahan dengan kemungkinan trauma yang lama
pada keadaan pembuluh vena.
5. Anemia maternal
6. Hypotermi dan penyakit jantung
7. Endometritis
8. Varicostitis
b. Gejala
1. Kaki terasa kenyal atau lunak
2. Terasa panas pada tungkai
3. Nyeri kaki pada saat berjalan

25
4. Adanya pembengkakan pada tungkai
5. Terjadi perubahan warna kulit ( memerah ) pada kaki
c. Penanganan
Ada beberapa penaganan DVT antara lain:
1. Terapi anti koanggulan menggunakan heparin
2. Istrahat yang cukup dengan kaki agak tinggi
3. Memberikan kehangatan untuk meningkatkan sirkulasi darah dan
menghilangkan rasa tidak nyaman
4. Hindari pemijatan tungkai pada daerah yang bengkak untuk mencegah
bekuan
5. Memberikan obat-obatan seperti asidium asetilosalisikum dan apabila
ada pedangan diberi anti biotik
6. Setelah rasa nyeri hilang, penderita di anjurkan untuk mulai berjalan.
Antisipasi dan Penanganannya :
(Menurut Ari Sulistyawati. 2009)
1. Posisi tidur yang baik selama hamil dan pengeluaran cairan secara
teratur akan dapat mengurangi pembengkakan pada kaki.
2. Segera anjurkan ibu untuk melakukan senam nifas, karena dengan
bergeraknya anggota tubuh maka akan mencegah terjadinya
pembengkakan pada kaki.
3. Menganjurkan ibu membersihkan daerah kelamin dengan cara
membersihkan daerah buang air kecil ketika ada rasa sakit pada pada
jahitan ibu pada masa nifas.
4. Memberikan dukungan emosional kepada ibu, serta keluarganya.
1 Penatalaksanaan:
1. Konsul ke dokter
2. Lakukan pemeriksaan dalam
3. Lakukan pemeriksaan ginjal
4. Lakukan pemeriksaan urin
5. Beri minum sering tapi sediki

26
D. Kedaruratan Obstetric dan Penatalaksanaanya
Diseluruh dunia, satu wanita meninggal setiap menit akibat komplikasi
kehamilan. Di Negara Berkembang, kematian maternal memang jarang terjadi,
namun diperkirakan sekitar 2/3 pelayanan maternal diberikan dengan layanan
substandard dalam arti bahwa sebagian besar kasus kegawatdaruratan obstetrik
merupakan kasus yang jarang terjadi sehingga ketrampilan staf junior dalam
mengatasi masalah komplikasi kehamilan sangat kurang dan kasus kegawat
daruratan tersebut tidak memperoleh penanganan yang baik.
Yang termasuk kegawatdaruratan obstetrik :
1) Perdarahan obstetrik
2) Eklampsia
3) Emboli paru
4) Emboli air ketuban
5) Prolapsus talipusat
6) Retensio plasenta
7) Distosia bahu
8) Inversio Uteri
9) Ruptura Uteri
1. PRINSIP PENATALAKSANAAN
Antisipasi dan kesiapsiagaan adalah hal yang amat penting
Peralatan medis untuk menghadapi kegawatdaruratan harus sudah siap
pakai dan semua staf dapat mengoperasionilkan dengan baik, cepat dan benar.
Ingat :
1) Pada kasus obstetri ada 2 jiwa yang harus diselamatkan yaitu Ibu dan
Anak
2) Dalam situasi kegawatdaruratan maka hitungan detik sangat berharga
3) Kepanikan bukan jawaban yang baik

27
Terhadap seorang ibu bersalin dengan riwayat HPP, harus dipasang “infuse
line”, persiapan tranfusi dengan pemeriksaan darah, dikirim ke rumah sakit
rujukan pada saat inpartu awal.
Bila terdapat resiko DISTOSIA BAHU misalnya terdapat persangkaan
bayi besar, maka kemajuan proses persalinan harus diamati dengan cermat,
dilakukan pemeriksaan gula darah, konsulen senior harus siap di kamar bersalin
saat persalinan. Harus diingat bahwa kegawatdaruratan obstetrik dapat
menyebabkan maslah psikologi jangka panjang baik untuk penderita maupun
keluarganya. Hal ini dapat muncul dalam bentuk depresi pasca persalinan,
sindroma stres pasca trauma dan kecemasan untuk hamil lagi. Konsultasi dan
penyegaran pasca pengalaman yang tidak menyenangkan harus saat di rumah
sakit sampai beberapa minggu kemudian.

E. Tindakan Operatif Kebidanan


Indikasi Ibu dan Janin pada Tindakan Operatif Kebidanan
1.vakumekstrasi
a. Indikasi Ibu
1) Kelelahan ibu
2) Partus tidak maju
3) Toksemia gravidarum
4) Ruptura uteri imminens
5) Ibu yang tidak boleh lama mengedan seperti; ibu yang menderita
vatium kordis, anemia, TBC, asma bronkhial, dll.
b. Indikasi Janin
1) Gawat janin; Djj menjadi cepat (takikardi), Djj menjadi lambat
(bradikardi), adanya mekonium.

2.Forsep Ekstraksi
a. Indikasi Ibu
1) Kelelahan ibu
2) Partus tidak maju
3) Adanya edema vulva atau vagina
28
4) Adanya tanda-tanda infeksi
5) Indikasi pinard; Kepala sudah di H. IV, pembukaan serviks lengkap, ketuban
pecah, 2 jam mengedan janin belum lahir juga
6) Toksemia gravidarum
7) Ruptura uteri imminens
8) Ibu yang tidak boleh lama mengedan seperti; ibu yang menderita vatium kordis,
anemia, TBC, asma bronkhial, dll.

b. Indikasi Janin
1) Gawat janin; Djj menjadi cepat (takikardi), Djj menjadi lambat (bradikardi),
adanya mekonium.
3.SectioCesarea
a. Indikasi Ibu
1) Plasenta previa sentralis dan lateralis
2) Panggul sempit
3) Disproposi sefalo-pelvik
4) Ruptura uteri mengancam
5) Partus lama
6) Partus tak maju
7) Distosia serviks
8) Pre-eklampsi dan hipertensi.

c. Indikasi Janin
1) Kelainan letak; Letak lintang, letak bokong, presentasi muka dan dahi,
presentasi rangkap.
2) Gemelli.

4.InduksiPersalinan
a. Indikasi Ibu
1) Hipertensi
2) Preeklampsi dan eklampsi
3) Ketuban Pcah Dini
29
4) DM pada kehamilan 37 minggu
5) Penyakit ginjal berat
6) Primigravida tua
7) Perdarahan antepartum.

b. Indikasi Janin
1) Postmaturitas
2) IUFDRhesus antagonismus
3) Hidroamnion
4) Gawat janin.

5.Embriotomi
a. Indikasi Ibu
1) Bila ada ancaman keselamatan ibu; Preeklampsi berat dan eklampsi, ancaman
robekan rahim, perdarahan yang banyak, adanya tanda infeksi, partus lama, dan
ibu sangat lemah.
2) Ibu yang tidak boleh mengejan.
3) Disproporsi sefalo-pelvik.
b. Indikasi Janin
1) Kelainan letak; Letak lintang, presentasi muka dan dahi, presentasi tulang ubun-
ubun posterior.
2) Pada janin hidup dengan kelainan; Hidrosefalus, anensefalus, hidrops fetalis.

6.Episiotomi
a. Indikasi Ibu
1) Primigravida umumnya
2) Perineum kaku dan riwayat robekan perineum pada persalinan yang lalu
3) Apabila terjadi peregangan perineum yang berlebihan misalnya pada persalinan
sungsang, persalinan dengan cunam, ekstraksi vakum dan anak besar
4) Arkus pubis yang sempit
b. Indikasi Janin
30
1) Sewaktu melahirkan janin prematur. Tujuannya untuk mencegah terjadinya
trauma yang berlebihan pada kepala janin.
2) Sewaktu melahirkan janin letak sungsang, letak defleksi, janin besar.
3) Pada keadaan dimana ada indikasi untuk mempersingkat kala II seperti pada
gawat janin, tali pusat menumbung.

7.Kuretase
a. Indikasi Ibu
1) Abortus Inklomplitus
2) Menometroragia
3) Mola Hidatidosa
b. Indikasi Janin
1) Dead Conseptus
2) Blighted Ova

F. Gangguan Psikologi Dalam Kebidanan dan Penatalaksanaannya


Depresi atau biasa disebut sebagai gangguan afektif merupakan salah satu
bentuk psikosis. Ada beberapa pendapat mengenai definisi dari depresi,
diantaranya yaitu :
Menurut National Institut of Mental Health, gangguan depresi dimengerti
sebagai suatu penyakit “ tubuh yang menyeluruh “ ( whole-body ), yang meliputi
tubuh, suasana perasaan ( mood ), dan pikiran.
Southwestern Psychological Services memiliki pendapat yang mirip
dengan National Institut of Mental Health bahwa depresi adalah dipahami
sebagai suatu penyakit, bukan sebagai suatu kelemahan karakter, suatu refleksi
dari kemalasan atau suatu ketidakmauan “ untuk menoba lebih keras “.
Staab dan Feldman menyatakan bahwa depresi adalah suatu penyakit yang
menyebabkan suatu gangguan dalam perasaan dan emosi yang dimiliki oleh
individu yang ditunjuk sebagai suasana perasaan.
Secara umum, depresi sebagai suatu gangguan alam perasaan perasaan sedih
yang sangat mendalam, yang bisa terjadi setelah kehilangan seseorang atau
peristiwa menyedihkan lainnya, tetapi tidak sebanding dengan peristiwa tersebut
dan terus menerus dirasakan melebihi waktu yang normal.

31
a . Gejala-gejala depresi
Menurut Diagnostic and Statistical Manual IV - Text Revision
(DSM IV-TR) (American Psychiatric Association, 2000), seseorang menderita
gangguan depresi jika:
lima (atau lebih) gejala di bawah telah ada selama periode dua minggu dan
merupakan perubahan dari keadaan biasa seseorang serta sekurangnya salah satu
gejala harus emosi depresi atau kehilangan minat atau kemampuan menikmati
sesuatu.
a. Keadaan emosi depresi / tertekan sebagian besar waktu dalam satu hari,
hampir setiap hari, yang ditandai oleh laporan subjektif (misal: rasa sedih
atau hampa) atau pengamatan orang lain (misal: terlihat seperti ingin
menangis).
b. Kehilangan minat atau rasa nikmat terhadap semua, atau hampir semua
kegiatan sebagian besar waktu dalam satu hari, hampir setiap hari
(ditandai oleh laporan subjektif atau pengamatan orang lain)
c. Hilangnya berat badan yang signifikan saat tidak melakukan diet atau
bertambahnya berat badan secara signifikan (misal: perubahan berat
badan lebih dari 5% berat badan sebelumnya dalam satu bulan)
d. Insomnia atau hipersomnia hampir setiap hari
e. Kegelisahan atau kelambatan psikomotor hampir setiap hari (dapat
diamati oleh orang lain, bukan hanya perasaan subjektif akan kegelisahan
atau merasa lambat)
f. Perasaan lelah atau kehilangan kekuatan hampir setiap hari
g. Perasaan tidak berharga atau perasaan bersalah yang berlebihan atau
tidak wajar (bisa merupakan delusi) hampir setiap hari
h. Berkurangnya kemampuan untuk berpikir atau berkonsentrasi, atau sulit
membuat keputusan, hampir setiap hari (ditandai oleh laporan subjektif
atau pengamatan orang lain)
i. Berulang-kali muncul pikiran akan kematian (bukan hanya takut mati),
berulang-kali muncul pikiran untuk bunuh diri tanpa rencana yang jelas,
atau usaha bunuh diri atau rencana yang spesifik untuk mengakhiri
nyawa sendiri.
j. Adapun bagi ibu hamil, tanda-tanda atau gejala yang menunjukkan
mengalami depresi tidak jauh atau sama halnya dengan gejala-gejala di
atas dan waktunya pun kurang lebih 2 minggu, yakni diantaranya sebagai
berikut :
2. ditandai dengan perasaan muram, murung, kesedihan tidak bisa atau sulit
berkonsentrasi, mengingat, atau mengambil keputusan pekerjaan dan aktivitas
sehari-hari terganggu hubungan calon ibu dengan orang-orang sekitarnya
32
terganggu kondisi ibu mengancam keselamatan janin Putus asa, terkadang
beberapa ada yang merasa cemas kadang-kadang dapat sarkastik, nihilistic,
tegang, kaku dan menolak intervensi terapeutik Selain itu, gejala di atas
biasanya disertai perubahan nafsu makan dan pola tidur, harga diri yang rendah,
hilangnya energi dan penurunan dorongan seksual.
a. Namun, secara umum dapat digolongkan menjadi dua yakni :
Depresi unipolar Merupakan gangguan depresi yang dicirikan oleh
suasana perasaan depresif saja. Depresi unipolar terdiri atas :
1. Depresi Mayor dalam kehamilan
a. Apabila seseorang atau ibu hamil mengalami tanda-tanda atau gejala
seperti di atas, maka segera harus ditangani karena bisa saja berubah menjadi
lebih serius yang dapat berdampak pada ibu maupun janinnya, yakni menjadi
depresi berat atau depresi mayor.
b. Sindrom depresi mayor ditandai dengan suatu kombinasi simptom yang
berpengaruh dengan kemampuan untuk bekerja, tidur, makan dan menikmati
salah satu kegiatan yang menyenangkan serta sulit untuk melakukan komunikasi
karena mereka cenderung menarik diri, tidak mampu berkonsentrasi, kurang
perhatian, merasa tidak dihargai dan sulit untuk mengingat sesuatu dan yang
terutama adalah tidak jarang dari penderita yang ingin bunuh diri. Episode
ketidakmampuan depresi ini dapat terjadi hampir setiap hari dan pasti ada yang
mendominasi di sepanjang hari. Selain itu, bila tidak teratasai dengan baik dapat
muncul sekali, dua kali atau beberapa kali selama hidup.
2. Penyebab terjadinya depresi pada kehamilan
a. Para ahli belum bisa memastikan mengapa depresi terjadi pada wanita
hamil, namun diduga perubahan tingkat hormon yang drastis selama kehamilan
dan setelah melahirkan menjadi biang keladinya. Selain peningkatan kadar
hormon dalam tubuh, menurut penelitian bahwa depresi terjadi karena klien atau
penderita depresi memiliki ketidakseimbangan dalam pelepasan neurotransmitter
serotonin mayor, norepinefrin, dopamin, asetilkolin, dan asam gamaaminobutrik
Selain itu,ada pula hasil penelitian yang menyatakan bahwa terjadinya depresi
karena adanya masalah dengan beberapa enzim yang mengatur dan
memproduksi bahan-bahan kimia tersebut.
b. Dengan demikian, berdampak pula pada metabolisme glukosa dimana
penderita depresi tidak memetabolisme glukosa dengan baik dalam area otak
tersebut. Jka depresi teratasi, aktivitas metabolisme kembali normal.Selain dari
faktor organobiologis di atas, pencetus terjadinya depresi adalah karena factor
psikologis dan sosio-lingkungan, misalnya karena akan berubah peran menjadi
seorang ibu, karena kehilangan pasangan hidup, kehilangan pekerjaan, pasca
bencana dan dampak situasi kehidupan sehari-harinya.
33
Faktor lain yang menyumbang peran dalam terjadinya depresi pada ibu
hamil antara lain:
1) Riwayat keluarga yang memiliki penyakit kejiwaan
2) Kurangnya dukungan dari suami dan keluarga
3) Perasaan khawatir yang berlebihan pada kesehatan janin
4) Ada masalah pada kehamilan atau kelahiran anak sebelumnya
5) Sedang menghadapi masalah keuangan
6) Usia ibu hamil yang terlalu muda
7) Adanya komplikasi selama kehamilan
8) Keadaan rumah tangga yng tidak harmoni
9) Perasaan calon ibu yang tidak menghendaki kehamilan
Dampak atau pengaruh depresi terhadap kehamilan, Permasalahan yang
berkaitan dengan kondisi kejiwaan termasuk depresi, selain berdampak pada diri
sendiri bisa berimplikasi atau berpengaruh tidak baik terhadap kondisi kesehatan
janin yang ada di dalam kandungan. Kita semua pasti mengetahui bahwa
perubahan fisik dan hormonal yang terjadi selama masa kehamilan sangat
berpengaruh terhadap kondisi wanita yang sedang hamil. Depresi yang tidak
ditangani akan memiliki dampak yang buruk bagi ibu dan bayi yang
dikandungnya. Ada 2 hal penting yang mungkin berdampak pada bayi yang
dikandungnya, yaitu :
1. Pertama adalah timbulnya gangguan pada janin yang masih didalam
kandungan
2. Kedua munculnya gangguan kesehatan pada mental si anak nantinya
Depresi yang dialami, jika tidak disadari dan ditangani dengan sebaik –
baiknya akan mengalihkan perilaku ibu kepada hal – hal yang negatif seperti
minum-minuman keras, merokok dan tidak jarang sampai mencoba untuk bunuh
diri. Hal inilah yang akan memicu terjadinya kelahiran prematur, bayi lahir
dengan berat badan yang rendah, abortus dan gangguan perkembangan janin.
Kelahiran bayi prematur juga akan menjauhkan dekapan seorang ibu terhadap
bayi yang dilahirkan , karena si bayi akan ditempatkan di inkubator tersendiri.
Apalagi jika sudah mengalami depresi mayor yang identik dengan keinginan
bunuh diri, bisa saja membuat langsung janinnya meninggal.Ibu yang
mengalami depresi ini tidak akan mempunyai keinginan untuk memikirkan
perkembangan kandungannya dan bahkan kesehatannya sendiri.
b. Cara Penanganan
Strategi kesehatan yang bisa diterapkan pada saat masa kehamilan untuk
mengantisipasi depresi yaitu menjadikan masa hamil sebagai pengalaman yang
menyenangkan, selalu konsultasi dengan para ahli kandungan, makan makanan
yang sehat, cukup minum air, mengupayakan selalu dapat tidur dengan baik dan
34
melakukan senam bagi ibu hamil. Disamping itu juga melakukan terapi kejiwaan
supaya terhindar dari depresi, lebih meningkatkan keimanan dan tentunya
mendapat dukungan dari suami dan keluarga.
Sedangkan bagi yang telah terdiagnosis, perencanaan kehamilan sangat
penting pada wanita hamil yang didiagnosis depresi, sebaiknya kehamilannya
perlu direncanakan atau dikonsultasikan dengan ahli kebidanan dan kandungan,
dan psikiater tentang masalah resiko serta keuntungan setiap pemakaian obat-
obat psikofarmakologi. Rawat inap sebaiknya dipikirkan sebagai pilihan
pengobatan psikofarmakologis pada trimester I untuk kasus kehamilan yang
tidak direncanakan, dimana pengobatan harus dihentikan segera dan apabila
terdapat riwayat gangguan afektif ( depresi ) rekuren.

Ada 2 fase penatalaksanaan farmakologis yang digambarkan dalam Panel


Pedoman Depresi ( Depression Guideline Panel ) :
1) Fase akut
Gejalanya ditangani, dosis obat disesuaikan untuk mencegah efek yang
merugikan dan klien diberi penyuluhan.
2) Fase lanjut
Klien dimonitor pada dosis efektif untuk mencegah terjadinya kambuh.
Pada fase pemeliharaan, seorang klienyang beresiko kambuh sering kali tetap
diberi obat bahkan selama remisi.
Untuk klien yang dianggap tidak beresiko tinggi mengalami kambuh,
pengobatan dihentikan.
Penggunaan antidepresan trisiklik sebaiknya hanya pada pasien hamil
yang mengalami depresi berat yang mengeluhkan gejala vegetatif dari depresi,
seperti menangis, insomnia, gangguan nafsu makan dan ada ide-ide bunuh diri.
Selective serotonin reuptake inhibitors ( SSRIs ) terbukti sudah sangat berguna
untuk menangani depresi sehingga menjadi pilihan untuk ibu hamil, mencakup
fluoksetin dan sertralint. Obat ini menjadi pilihan karena obat tersebut lebih
sedikit memiliki efek antikolinergik yang merugikan, toksisitas jantung, dan
bereaksi lebih cepat daripada antidepresan trisiklik dan inhibitor oksidase
monoamin ( MOA ) serta tidak menyebabkan hipotensi ortostatik, konstipasi dan
sedasi. Disamping itu, psikoterapi atau metode support group secara ruti harus
dilakukan bila ada konflik intrapsikis yang berpengaruh pada kehamilan. Terapi
perilaku kognitif sangat menolong pasien depresi dan disertai antidepresan.
Terapi elektrokompulsif (ECT) digunakan pada pasien depresi psikotik untuk
mendapatkan respon yang lebih cepat, bila kehidupan ibu dan anak terancam,
misalnya pada depresi hebat dan klien sampaiingin bunuh diri atau jika tidak
berespon terhadap pengobatan antidepresan. Dalam menghadapi klien penderita
35
depresi, harus dilakukan dengan sikap serius dan mengerti keadaan penderita.
Kita harus memberi pengertian kepada mereka dan mensupport atau
memberikan motivasi yang dapat menenagkan jiwanya. Hendaknya jangan
menghibur, memberi harapan palsu, bersikap optimis dan bergurau karena akan
memperbesar rasa tidak mampu dan rendah diri.

Depresi Pasca Salin


Gangguan depresif mayor relatif sering terjadi selama masa nifas. Baik
studi retrospektif dan prospektif yang berbasis komunitas telah menghasilkan
angka prevalensi depresi pasca salin mayor dan minor antara 10-15%. Angka
depresi yang dilaporkan dari studi kohort masa nifas ini relatif sama dengan
yang diobservasi dari populasi wanita nonpuerperal.Bila beberapa wanita
dilaporkan menderita gejala-gejala singkat setelah kelahiran anak, depresi
berkembang lebih perlahan lebih dari 6 bulan pertama pasca salin.

Gejala dan tanda depresi masa nifas


Biasanya tidak dapat dibedakan dengan gangguan depresif mayor
nonpsikotik yang terjadi pada wanita selain pasca salin. Afek disforik,
iritabilitas, anhedonia, insomnia, dan fatigue adalah gejala-gejala yang sering
dilaporkan. Kadang-kadang juga didapatkan keluhan somatik. Perasaan
ambivalen atau negatif terhadap bayi sering dilaporkan. Wanita dengan depresi
pasca salin sering mengemukakan keraguannya terhadap kemampuannya
merawat bayinya. Dalam bentuk yang paling parah, depresi pasca salin bisa
menghasilkan disfungsi yang sangat berat. Ide bunuh diri sering ditemukan,
namun angka bunuh diri relatif rendah pada wanita yang mengalami depresi
selama masa nifas.
Walaupun beberapa studi telah mengevaluasi prevalensi penyakit psikiatrik
komorbid pada populasi ini, ansietas yang berat dan pikiran obsesi menonjol
pada wanita dengan gangguan jiwa masa nifas. Gejala-gejala ansietas umum,
gangguan panik dan gangguan obsesif kompulsif sering didapatkan pada wanita
dengan depresi pasca salin.

PSIKOSIS PUERPERALIS
Psikosis puerperalis adalah bentuk yang paling berat dari gangguan jiwa
masa nifas. Berbeda dengan postpartum blues atau depresi, psikosis puerperalis
lebih jarang terjadi dan angka kejadiannya berkisar 1-2 per 1000 wanita pasca
salin. Penampilannya dramatik dan munculnya gejala psikosis dalam 48 - 72 jam
pasca salin. Sebagian besar wanita yang menderita psikosis puerperalis
gejalanya berkembang dalam 2-4 minggu pertama pasca salin.
36
Wanita dengan kelainan ini gejala psikotik dan tingkah laku yang kacau
sangat menonjol sehingga menimbulkan disfungsi yang bermakna. Psikosis
puerperalis menyerupai psikosis afektif yang berkembang cepat dengan
gambaran manik, depresif atau tipe campuran. Tanda paling awal adalah
kegelisahan yang tipikal, iritabilitas dan insomnia. Wanita dengan gangguan ini
secara khas memperlihatkan pergantian yang cepat antara mood yang depresi
dan elasi, disorientasi atau depersonalisasi serta tingkah laku aneh. Waham
biasanya berkisar pada bayinya termasuk waham bahwa anaknya telah
meninggal, anaknya mempunyai kekuatan khusus, atau menganggap anaknya
sebagai jelmaan setan atau Tuhan. Halusinasi dengar yang menyuruh ibu
tersebut untuk menyakiti atau membunuh dirinya sendiri atau anaknya kadang-
kadang dilaporkan. Walaupun banyak pihak berpendapat bahwa penyakit ini
berbeda dengan gangguan afektif, namun beberapa peneliti berpendapat bahwa
psikosis puerperalis lebih mirip dengan kebingungan atau delirium daripada
gangguan mood psikotik nonpuerperalis.

Penapisan
Depresi pasca salin berat dan psikosis mudah untuk dikenali, namun
bentuk yang lebih ringan atau lebih perlahan munculnya seringkali terlewatkan.
Bahkan gejala depresi berat yang muncul selama masa nifas sering terlewatkan
oleh pasien dan perawatnya karena dianggap normal dan sebagai bagian dari
proses kehaliran bayi. Karena sulitnya memprediksikan wanita yang berada pada
populasi umum yang akan berkembang menjadi psikosis puerperalis, dianjurkan
untuk menapis seluruh wanita untuk gejala depresi pada masa nifas. Hambatan
terbesar dalam mendiagnosis depresi pasca salin adalah pada tingkat klinisi
gagal menanyakan adanya gejala-gejala fektif pada wanita masa nifas.(2)
Kunjungan klinisi yang standar pada 6 minggu pertama masa nifas dan
kunjungan berikutnya untuk pemeriksaan bayi adalah waktu yang tepat untuk
menapis adanya gangguan depresi pasca salin. Bagaimana pun juga penapisan
untuk gangguan afektif selama masa nifas lebih sulit dibandingkan waktu
lainnya. Banyak tanda-tanda neurovegetatif dan gejala karakteristik depresi
mayor (seperti gangguan tidur dan nafsu makan, berkurangnya libido, kelelahan)
juga terdapat pada wanita non-depresi pada masa puerperium akut. Banyak skala
penilaian yang dipakai untuk wanita bukan masa nifas (contohnya Beck
Depression Inventory) belum divalidasi pada populasi puerperal. Sebaliknya
Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) yang terdiri dari 10 pertanyaan,
yang harus dijawab sendiri telah digunakan secara luas untuk deteksi depresi
pasca salin dan telah dibuktikan mempunyai sensitifitas dan spesifisitas yang
memuaskan pada wanita masa nifas. Walaupun belum begitu sering digunakan
37
EPDS dapat mudah digunakan secara bersamaan pada evaluasi rutin wanita
pasca salin. Skala penilaian ini dapat menapis wanita yang butuh evaluasi
psikiatrik lebih lanjut. Skala EPDS saat ini tengah dipakai pada penelitian kohort
multietnik dan multisenter pada depresi pasca salin di Jakarta.

Edinburgh Postnatal Depression Scale


Edinburgh Postnatal Depression Scale (EPDS) telah dikembangkan
untuk membantu profesional perawatan kesehatan primer untuk mendeteksi ibu
yang menderita depresi pasca salin; sebuah distress yang lebih panjang dari
blues dan tidak begitu berat dibanding psikosis puerperalis. Studi yang lampau
telah menunjukkan bahwa depresi pasca salin mengenai kurang lebih 10%
wanita dan masih banyak wanita yang depresi tidak mendapatkan pengobatan.
Wanita ini mungkin masih bisa mengurus bayi dan pekerjaan rumah namun
kesenangan hidupnya sangat terganggu dan bisa terdapat efek jangka panjang
terhadap keluarganya.
EPDS dikembangkan pada pusat kesehatan di Livingston dan Edinburgh.
EPDS terdiri dari 10 pernyataan pendek. Pasien menggarisbawahi salah satu di
antara 4 pernyataan yang paling cocok dengan dirinya selama 1 minggu terakhir.
Sebagian besar pasien melengkapi pertanyaan ini tanpa kesulitan dalam waktu
kurang dari 5 menit. Validasi studi menunjukkan bahwa bila ibu yang memiliki
skor di atas ambang 12/13 diperkirakan menderita gangguan depresif dengan
berat yang bervariasi. Namun skor EPDS tidak boleh mengesampingkan
diagnosis klinik. Penilaian klinis yang teliti harus dilakukan untuk
mengkonfirmasi diagnosis. Skala ini mengindikasikan yang pasien rasakan
selama 1 minggu yang lalu dan pada kasus yang meragukan penilaian bisa
diulang 2 minggu kemudian.

Ganguan Mental Minore Pada Kehamilan Lanjut


Gangguan lanjut mental minore pada kehamilan lanjut merupakan
bangunan kedepresian yang di alami oleh yang ibu atas kehamilannya yang telah
berusia lanjut untuk menjelang proses persalinannya. Bangunan mental ini dapat
berupa :
1. Depresi
2. Stres
1. Depresi
Depresi dapat berupa gejala kumpulan gejala (sindrom) ataupun ganguan depresi.
a. Gejala depresi :
~ Sedih
~ Murung
38
~ tidak ada semangat
Ingin menyendiri ibu di katakan menderita gangguan depresi bila gejala
dan tanda yang ada pada ibu memenuhi kreteria diagnostic untuk gangguan depresi.
depresi dapat di sebabkan oleh berbagai factor antara lain :
a. factor biologis bahwa adanya konsistensi dari hipotesis gangguan mood
berhubungan erat dengan diregulasi dan biogeni camin, serotonin, norepinefrin dan
dopamine pada ibu hamil
b.factor keperibadian
orang mempunyai keperibadian histronik, obsesif-kompulsif dan borderline
lebih banyak menderita gangguan depresi disbanding ibu yang mempunyai
keperibadian antisocial dan paranoid
c.factor ketidak berdayaan
ketidak berdayaan yang di pelajari dari depresi menghubungkan fenomena
depersi pada ibu tentang pengalaman peristigwa yang tidak terkenadali
kreteria diagnostic untuk gangguan depresi pada ibu hamil pada usia lanjut :
adapun gejala yang sudah berlangsung sekurang-kurang dua minggu dan
menunjukan adanya perubahan dari fungsi sebelumnya.
contoh depresi pada ibu saat keamilan lanjut :
~ mood depresi yang berlangsung spanjang hari hamper sepanjang hari yang di
tunjukan oleh adanya rasa sedih, pada ibu
~ berkurangnya minat pada kehamilannya terhadap kesenangan keseluruhan,
terhadap aktifitas sehari-hari
~ berkurangnya berat badan sehingga berdampak pada janin ibu.
~ Tidur terganggu sehinga waktu istirahat kurang, berlangsung tiap hari
~ Mengamuk mara-marah atau malas
~ Kesulitan untuk berkonsentrasi fositif terhadap kehamilannya
~ Fikiran yang berulang tenang kematian janin dan hal-hal yang tidak
diininginkan pada kehamilannya
Cara penanggulangan depresi :
a) usahakan agar ibu terhindari dari hal-halyang membahayakan keselamatanya
b) kirimkan kedokter / psikiater untuk dapat piñata laksaanan selanjutnya.
c) Lakukan usaha untuk mengulangi atau menghilangkan penyebab terjadinya
depresi
d) Mencoba berkomunikasi yang baik memberikan hal-hal yang fosihtif pada ibu
tentang kehamilannya sekarang
Untuk mendiagnosakan retardasi mental pada ibu dengan tepat, perlu di
ambil anamnesa dari orang terdekat, denga sangat teliti tentang kehamilannya,
perkembangan janin dan persalinan.
2. Stress
39
stress dapat mengakibatkan kecemasan yang berlebihan pada kehamilan
ibu memasuki trimester ketiga sebagian besar wanita hamil dalam keadaan
cemas nyata, alasan yang mungkin menyebabkan peningkatan kecemasan
aadalah kecemasan mengenai ketakutan untuk melahirkan dan kekwatiran
terhadap anaknya.
Penanggulangan kecemasan dalam kehamilan :
seorang ibu yang tabah akan berusaha menguasai keadaan menganggap
saat melahirkan sebagai suatu puncak yang telah dapat di lalui akan
mendatangkan kebahgiaan.
~ Mempercayai anjuran dan pengobatan yang di berikan oleh tenaga kesehatan
~ Menyelenggarakan hubungan batin yang baik sehingga usaha pertolongan dapat
mudah di lakukan
~ Memberikan penerangan, penjelasan dan pengertian mengenai hal-hal yang
berhubungan dengan rumah tangga peristiwa kehamilan dan persalinan
Sumber stres dapat di golongkan dalam bentuk :
a) Krisis
Perubahan yang timbul mendadak dan mengoncangkan keseimbangan ibu di luar
jangkauan daya penyesuaian sehari-hari
b) Frutrasi
Kegagalan dalam usaha pemuasan diri / dorongan naluri sehingga timbul
kekecewaan pada ibu atas kandungannya
c) Konflik
Pertentangan antara dua keinginan antara dorongan naluri dan kekuatan yang
menngendalikan dorongan – dorongan naluri tersebut
d) Tekanan
Berhubungan dengan tanggung jawab yang besar yang harus di tanggungnya
Akibat dari stress :
o perasaan cemas
o rasa takut
o tertekan
o kehilangan rasa nyaman
o gelisah
o Pusing
o kurang istirahat

40
BAB III

PENUTUP

2.1 KESIMPULAN

Kehamilan adalah hasil dari pertemuan sperma dan sel telur. Dalam prosesnya,
perjalanan sperma untuk menemui sel telur (ovum) betul-betul penuh perjuangan
(Maulana, 2008 : 125).
Komplikasi kehamilan adalah kegawat daruratan obstetrik yang dapat
menyebabkan kematian pada ibu dan bayi (Prawirohardjo, 1999).
Masa nifas merupakan masa 2 jam setelah lahirnya plasenta sampai 6 minggu
berikutnya, dimana pada masa ini banyak timbul keluhan- keluhan atau komplikasi
masa nifas seperti pembekakan pada ekstermitas bawah ( DVT )
DVT ( Deep Venosus Trombosis ) merupakan pembentukan bekuan darah didalam
pembuluh darah vena bagian dalam. DVT sering juga disebut bekuan darah di kaki.
DVT paling banyak terjadi divena-vena bagian dalam kaki dan paha. Pembuluh vena
dalam ini khusus terbungkus oleh otot-otot paha dan tungkai bawah mempunyai
semacam saluran berdinding kenyal disekat-sekat oleh katup yang membuat aliran darah
berjurusan searah. Darah akan di bawa dari bawah keatas, atau dari kaki kearah jantung
Untuk pengenalan tanda-tanda kehamilan yang memiliki tanda bahaya dan
komplikasi kehamilan banyak poster-poster dan leaflet disebarkan kepada masyarakat
khususnya ibu-ibu hamil yang berkunjung dalam pelayanan antenatal maupun pada
kegiatan kunjungan rumah dalam pemantauan kesehatan masyarakat. Selain itu
digunakan juga suatu alat bantu yang lebih memungkinkan dilibatkannya ibu hamil
untuk secara aktif mengamati sendiri kehamilannya. Alat bantu tersebut juga
bermanfaat bagi petugas kesehatan dalam mengidentifikasi faktor resiko dan komplikasi
kehamilan sehingga dapatmemberikan informasi dan saran yang tepat. Alat bantu
tersebut dikenal dengan Buku Kesehatan Ibu dan Anak (KIA).
. Atonia uteri adalah uterus yang tidak berkontraksi setelah janin dan plasenta
lahir.Atonia uteri dapat terjadi pada ibu hamil dan melahirkan dengan faktor
predisposisi (penunjang )
Definisi retensio plasenta keadaan dimana plasenta belum lahir selama 1 jam setelah
bayi lahir. Penyebabnya adalah karena plasenta belum terlepas dari dinding rahim dan
melekat serta tumbuh lebih dalam.
Robekan perineum terjadi pada hampir semua persalinan pertama dan tidak jarang juga
pada persalinan berikutnya. Robekan perineum umumnya terjadi di garis tengan dan
bisa menjadi luas apabila kepala janin lahir terlalu cepat, sudut arkus pubis lebih kecil
daripada biasa, kepala janin melewati pintu panggul bawah dengan ukuran yang lebih
besar daripada sirkumferensia suboksipito bregmatika.Luka perinium,

41
Ruptur uteri merupakan peristiwa yang paling gawat dalam bidang kebidanan karena
angka kematiannya yang tinggi. Janin pada ruptur uteri yang terjadi di luar rumah sakit
sudah dapat dipastikan meninggal dalam kavum abdomen.
Kasus kegawatdarurat obstetric menjadi penyebab utama kematian ibi, janin dan
bayi baru lahir. Penilaian awal ialah langkah pertama untuk menentukan dengan cepat
kasus obstetric yan dicurigai dalam keadaan gawatdarurat dan membutuhkan
pertolongan segera dengan mengidentifikasi penyulit (komplikasi) yang dihadapi.
Pemeriksaan klinik lengkap meliputi anamnesis, pemeriksaan fisik umum dan
pemeriksaan obstetric termasuk pemeriksaan panggul.
Tenaga kesehatan khususnya bidan harus mengetahui dan menguasai tindakan-
tindakan yang harus dilakukan apabila memberikan pertolongan baik pada persalinan
normal maupun patologi.pengetahuan tentang Tindakan-tindakan operatif kebidanan

2.2.Saran
Disini, kami yang menyusun makalah ini hanya mengambil bahan yang diperlukan
dari beberapa buku sumber saja. Sehingga sangat kurang apabila dibandingkan dengan
apa yang seharusnya pembaca terima.
Kami menyarankan supaya pembaca tidak hanya berpatokan pada makalah kami ini
saja untuk dijadikan bahan belajar. Alangkah baiknya bila para pembaca mencari bahan-
bahan yang berkaitan dengan makalah kami ini pada buku sumber yang lain atau pada
media lainnya.
Sehingga dapat menambah pengetahuan dan wawasan para pembaca tentang
Komplikasi kehamilan, komplikasi persalinan, komplikasi nifas, tindakan operatif
kebidanan, Gangguan Psikologi Dalam Kebidanan dan Kedaruratan Obstetric serta
Penatalaksanaanya

42
DAFTAR PUSTAKA

Prawirohardjo Sarwono, 2002. Ilmu kebidanan. Yayasan Bina pustaka : Jakarta

Martohoesodo, S dan Hariadi, R. 1999. Distosia karena Kelainan Letak serta Bentuk
Janin dalam Ilmu Kebidanan. Yayasan Bina Pustaka sarwono Prawirohardjo : Jakarta

Hanifa. 2005. I l m u K e b i d a n a n . Jakarta : Bina Pustaka

Ida Bagus Gde., 1998, Ilmu Kebidanan Penyakit dan


K e l u a r g a B e r e n c a n a U n t u k P e n d i d i k a n B i d a n Jakarta : EGCWiknjosastro

Marilyn E., 2001. R e n c a n a P e r a w a t a n M a t e r n a l a t a u B a y i . Jakarta :


EGC.Manuaba,

Nugroho, Taufan. Buku Ajar Obstetri Untuk Mahasiswa Kebidanan. Nuha medika.
Jogjakarta. 2010.

Ari Sulistyawati, 2009. Buku Ajar Asuhan Kebidanan, konsep dasar nifas, Yogyakarta :
Andi Jogjakarta

Banson D, Michael. 2000. Mutiara kebidanan. Jakarta : Bina Rupa Aksara

POGI- JNPKKR. 2005. Buku Acuan Pelayanan Obstetri Neonatal dan Emergensi
Dasar. Jakarta : Depkes RI

Saleha, Sitti. 2009. Asuhan Kebidanan pada Masa Nifas. Jakarta : Salemba Medika

43

Anda mungkin juga menyukai