Anda di halaman 1dari 189

PENGARUH MODEL PENGAJARAN LANGSUNG

(DIRECT INSTRUCTION) TERHADAP


HASIL BELAJAR FISIKA SISWA
(Kuasi Eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan

Oleh
SOFIYAH
NIM : 103016327172

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PENGESAHAN

“PENGARUH MODEL PENGAJARAN LANGSUNG


(DIRECT INSTRUCTION) TERHADAP
HASIL BELAJAR FISIKA SISWA”

(Kuasi Eksperimen di SMP Islamiyah Ciputat, Tangerang Selatan)

SKRIPSI

Diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta untuk memenuhi salah satu syarat mencapai Gelar
Sarjana Pendidikan

Oleh
SOFIYAH
NIM : 103016327172

Pembimbing I Pembimbing II

Dr. Zulfiani, M. Pd. Erina Hertanti, M. Si.


NIP. 19760309 200501 2 002 NIP. 19720419 199903 2 002

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN FISIKA


JURUSAN PENDIDIKAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
1431 H/2010 M
LEMBAR PENGESAHAN UJIAN MUNAQASYAH

Skripsi berjudul : "Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)


Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa", oleh : Sofiyah, NIM : 103016327172,
diajukan kepada Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan (FITK) UIN Syarif
Hidayatullah Jakarta, dan telah dinyatakan lulus dalam Ujian Munaqasyah pada,
03 Sepetember 2010 di hadapan dewan penguji. Karena itu, penulis berhak
memperoleh Gelar Sarjana S.1 (S.Pd.) dalam Bidang Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam.

Jakarta, September 2010


Panitia Ujian Munaqasyah
Tanggal Tanda Tangan
Ketua Panitia (Ketua Jurusan Pendidikan IPA)

Baiq Hana Susanti, M.Sc. .................... ..........................


NIP. 19700209 20003 2 001

Sekretaris (Sekretaris Jurusan Pendidikan IPA)

Nengsih Juanengsih, M.Pd. .................... ..........................


NIP. 19790510 200604 2 001

Penguji I

Ir. Mahmud M. Siregar, M.Si. .................... ..........................


NIP. 19540310 198803 1 001

Penguji II

.................... ..........................
Drs. Hasian Pohan, S. Pd. M. Si
NIP. 130 805 861

Mengetahui,
Dekan Fakultas IlmuTarbiyah dan Keguruan

Prof. Dr. Dede Rosyada, MA.


NIP. 19571005 198703 1 003
LEMBAR UJI REFERENSI

Dosen Pembimbing
No. Footnote
I II
BAB I
1 Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan
Inkuiri terhadap Kemampuan Psikomotorik Siswa
ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA, artikel
ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari
http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/08/pengaruh-
pembelajaran-fisika-dengan.html
2 Skripsi : Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan
Keterampilan Proses melalui Metode Eksperimen dan
Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian
Tugas, artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari
http://id-jurnal.blogspot.com/2009/09/skripsi-
pembelajaran-fisika-dengan.html
3 Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung
(Direct Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 09
April 2010 dari
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/mod
el-pengajaran-langsung.html
4 Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan
Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi
Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada
Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di
MA Mu’allimat NW Pancor, artikel ini diakses pada
tangggal 09 Agustus 2010 di
http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html), h.
17
5 Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching;
Evidence and Practice, 2nd Edition, (London : SAGE
Publication, Ltd, 2005), h. 29
BAB II
1 Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan
Praktek, (Jakarta : Prestasi Pustaka Publisher, 2007),
h.26
2 Depdiknas, Pedoman Pengembangan Tugas Akhir
Semester Sains Teknologi dan Masyarakat, (Jakarta :
Depdiknas, 2002), h. 18
3 Teori Konstruktivisme dalam Cooperative Learning,
artikel ini diakses pada tanggal 19 Maret 2010 dari
http://xpresiriau.com/teroka/artikel-tulisan-pendidikan/
teori-konstruktivisme-dalam-cooperative-learning/

4 Trianto, Op. Cit., h. 27

5 Ibid., h. 28

6 Ibid.,
7 Ibid.,

Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta


8 : Ar-Ruzz Media, 2008), h. 124

9 Trianto, Op. Cit., h. 29

10 Baharuddin, Op. Cit., h. 127

11 Trianto, Op. Cit., h. 30

12 Ibid.,

13 Ibid., h. 30

Anwar Holil, Teori Pembelajaran Sosial, artikel ini diakses


pada tanggal 9 Agustus 2010 di
14 http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-pembelajaran-
sosial.html.

15 Ibid.,

S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya :


16 Unesa-University Press, 2000), h. 13

17 Ibid.,h. 14

18 Ibid., h. 15

19 Trianto, Op. Cit., h.. 33

Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung


(Direct Instruction), artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei
20 2010 di
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model
-pengajaran-langsung-direct.html

Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang


Lingkup Pengajaran Langsung, artikel ini diakses pada
21 tanggal 24 Mei 2010 di
http://kanreguru.wordpress.com/2009/12/57
22 Ibid.,

23 Muhammad Faiq Dzaki, Op. Cit.,

24 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 6

25 Ibid., h. 3

Hari Van Java, Model Pembelajaran Langsung (Direct


atau Directive Instruction), artikel ini diakses pada tanggal
26 13 Mei 2010 di http://educationforourcountry.com/model-
pembelajaran-langsung.

27 Baharuddin, Op. Cit., h. 97

28 Ibid., h. 98

29 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 5

30 Ibid., h. 7

31 Ibid., h. 8

Anwar Holil, Model Pengajaran Langsung, artikel ini


diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di
32 http://anwarholil.blogspot.com/ 2009/01/model-pengajaran-
langsung.html

33 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 8-9

34 S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 17

Muhibbin Syah, Psikologi Pendidikan, (Bandung : Remaja


35 Rosdakarya, 2005), h. 90

Rini Susanti, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar,


36 (Pustekkom, Jurnal Teknodik, Edisi No.
1/VII/Oktober/2003), h. 188
37 Ibid.,

Sri Esti W. Djiwandono, Psikologi Pendidikan, (Jakarta :


38 Gramedia, 2006), h. 412

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan,


39 (Jakarta : Bumi Aksara, 2001), h. 164-165

Tatang M. Amirin, Taksonomi Bloom Versi Baru, artikelini


diakses pada tanggal 9 Agustus 2010 di
40 http://tatangmanguny. ordpress.com/ 001/01/19/taksonomi-
bloom-versi-baru/)

41 Ibid.,

42 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 117

43 Ibid., h. 118

Ella Yulaelawati, Psikologi Pendidikan Kurikulum dan


44 Pembelajaran, (Bandung : Pakar Raya, 2004), h. 60

45 Suharsimi Arikunto, Op. Cit., h. 119

46 Tatang M. Amirin, Op. Cit.,

I Wayan Distrik, Model Pembelajaran Langsung dengan


Pendekatan Kontekstual untuk Meningkatkan Aktivitas
Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar
Lampung, artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di
47 http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/16/model-
pembelajaran-langsung-dengan-pendekatan-kontekstual-
untuk-meningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajar-
fisika-siswa-sman-13-bandar-lampung/.
Sidik Purnomo, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil
Belajar Biologi Materi Pokok Fotosintesis Melalui
Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa
48 Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun
Ajaran 2007/2008, artikel ini diakses pada tanggal 02
Agustus 2010 di
http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id=2161
A. Grummy W, dkk., Laporan Penelitian LPTK :
Pengembangan Model Pengajaran Langsung (MPL) pada
49 Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin
FT UNESA, (Surabaya : FT Unesa, 2004), h.14
50 Ibid., h. 15

51 S. Kardi dan Muh. Nur, Op. Cit., h. 17

Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran


Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer
terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi
52 Redoks, artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di
http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitas-
metode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai
BAB III

Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan


1 Kualitatif, (Jakarta : PT RajaGrafindo Persada, 2008), h. 98

Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito, 2001), h.


2 161 dan h. 168

Sumadi Suryabrata, Metodologi Penelitian, (Jakarta :


3 RajaGrafindo Persada, 2002), h. 7

Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan


4 (Edisi Revisi), (Jakarta : PT. Bumi Aksara, 2001), h. 79, h.
100-101, h. 208, dan h. 213

Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, cet. ke-12,


5 (Jakarta : Raja Grafindo Persada, 2003), h. 264

6 Sudjana, Op. Cit., h. 466-467,h. 261-263

BAB IV

Nurman, Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI),


artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di
1 http://nurmanspd.wordpress.com/2009/08/21/model-
pembelajaran-direct-instruction-di/.

Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran


Direct Instruction yang disertai dengan Media Komputer
terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi
2 Redoks, artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di
http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitas-
metode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai.
S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya :
3 Unesa-University Press, 2000), h. 17

Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan


Kompetensi Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi
Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada
4 Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di
MA Mu’allimat NW Pancor, artikel ini diakses pada
tangggal 09 Agustus 2010 di ;
http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html), h. 66
ABSTRAK

SOFIYAH (103016327172). Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct


Instruction)Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa. Skripsi Program Studi
Pendidikan Fisika Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan Universitas Islam Negeri
Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010.

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui pengaruh model pengajaran


langsung (Direct Instruction) terhadap hasil belajar fisika siswa pada konsep
cahaya. Dalam penelitian ini, metode yang digunakan adalah kuasi eksperimen
dengan rancangan nonequivalent control. Penelitian dilaksanakan di SMP
Islamiyah Ciputat pada tanggal 24 Mei hingga 12 Juni 2010. Penelitian ini
dilakukan di kelas VIII-1 (menggunakan model direct instruction) dan kelas VIII-
2 (menggunakan model konvensional). Pemilihan kedua kelas ini berdasarkan
teknik purposive sampling. Instrumen yang digunakan berupa tes objektif dengan
bentuk tes berupa soal pilihan ganda yang telah diuji validitas dan reliabilitasnya
sebanyak 40 butir soal. Dalam penelitian ini, teknik analisis data yang digunakan
adalah Uji Liliefors untuk uji normalitas, Uji Bartlett untuk uji homogenitas dan
Uji t (t-test) untuk uji hipotesis. Berdasarkan hasil analisis data, diperoleh bahwa
terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung (Direct Instruction)
terhadap hasil belajar fisika siswa. Kesimpulan ini didasarkan pada hasil uji
hipotesis terhadap hasil posttest kedua kelas. Hasil yang diperoleh adalah nilai
thitung adalah 6,76 dan ttabel pada taraf signifikansi 5% untuk dk 58 adalah sebesar
2,00. Terlihat bahwa nilai – t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung adalah -2,00 < 6,76
atau 2,00 < 6,76.

Kata kunci : hasil belajar fisika, model pengajaran langsung.

i
ABSTRACT

SOFIYAH (103016327172). The Influence of Direct Instruction Models to


Result Learn The Student Physics. S1 thesis of Physics Education Department,
Faculty of Tarbiya and Teaching Training, State Islamic university of Syarif
Hidayatullah Jakarta, 2010.

This research aim to know the influence of Direct Instruction (DI) Models
to result learn the student physics in the light concepts. Research method is used
quasi experiment with the nonequivalent control group design. An experiment in
SMP Islamiyah Ciputat at May 24th – June 12th of 2010. The research was done in
VIII-1 class (that used Direct Instruction) and VIII-2 class (that used conventional
models). Defining these two classes as sample based on purposive sampling
technique. Instrument these was used in the research is test instrument that is
multiple choice which have been tested by the validity and reliability as much 40
items. In this research, the analysis technique used is Liliefors test to test the
normality, Bartlett test to test the homogenity, and t-test to there are significant
affect of DI to student achievement. Based on result of the analysis, get conclusion
that there are the influence in significant of Direct Instruction to result learn the
student physics. The conclusion is based on result of statictical test of analysis test
of hypotesis in both of posttest result of classes. The result get is, t0 price is 6,76
and ttable price in degree of significance 5% for the dk of 58 is 2,00. Can be seen
that – t tabel < t hitung or t tabel < t hitung price is -2,00 < 6,76 or 2,00 < 6,76.

Keywords : physics subject achievement, Direct Instruction.

ii
KATA PENGANTAR

Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji bagi Allah SWT yang telah memberikan taufiq dan hidayah-Nya
sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan baik. Shalawat serta
salam semoga selalu terlimpahken keharibaan Nabi Muhammad SAW beserta
keluara, para sahabat dan semoga hingga kepada ummatnya yang selalu mengikuti
langkahnya.
Skripsi ini disusun untuk memenuhi salah satu syarat memperoleh gelar
Sarjana (Srata 1) pada Program Studi Pendidikan Fisika, Jurusan Pendidikan Ilmu
Pengetahuan Alam, Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Universitas Islam
Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta. Dalam penyusunan skripsi ini, tentunya tidak
luput dari bantuan berbagai pihak, oleh karena itu penulis ingin mengungkapkan
terima kasih kepada :
1. Ibunda Chilafiyah dan Ayahanda Abdul Aziz Ismail, yang telah memotivasi
penulis selama proses penyusunan serta memberikan dukungan secara moril
dan materil. Semoga Allah selalu memberikan kasih sayangnya kepada
keduanya sebagaimana mereka menyayangi peneliti sampai saat ini.
2. Bapak Prof. Dr. Dede Rosyada, M. A., Dekan Fakultas Ilmu Tarbiyah dan
Keguruan Universitas Islam Negeri Syarif Hidayatullah Jakarta beserta
stafnya.
3. Ibu Baiq Hana Susanti, M. Sc., Ketua Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta.
4. Ibu Dr. Zulfiani, M. Pd., Dosen Pembimbing I dan Ibu Erina Hertanti, M. Si.,
Dosen Pembimbing II, yang dengan sabar telah meluangkan waktu dan pikiran
untuk memberikan bimbingan, nasehat, arahan kepada penulis selama
penyusunan skripsi.
5. Para dosen Prodi Pendidikan Fisika, yang telah mencurahkan pengabdiannya
mentransformasi ilmu akademik serta kesungguhannya dalam mendidik insan-
insan akademis menjadi pribadi yang beriman, berakhlak dan berwawasan.

iii
6. Kepala SMP Islamiyah Ciputat beserta wali kelas dan para guru yang telah
memberikan kesempatan kepada penulis untuk melaksanakan penelitian di
sekolah tersebut.
7. Mas dan Mbakku A. Komar, Istirochah, Syaiful Azis, A. Chaeron, Choiriyah,
Nurchasanah, Cholifah, A. Ichsan, dan keponakanku yang selalu memberikan
senyum dan tawa yang manis mereka dalam mengiringi setiap langkahku.
8. Rekan-rekan mahasiswa Program Studi Pendidikan Fisika angkatan 2003,
khusus Febi, Reni, Te’ Fina, Te’ Upie, Liana, Nurokhman, Mas’amah, dan
Ucie.
9. Khusus untuk Aa yang selalu memberikan semangat dan meluangkan
waktunya kepada penulis selama kegiatan penulisan.

Demikian ungkapan terima kasih yang dapat penulis haturkan kepada semua
phak. Tiada balasan yang setimpal kecuali dari Allah SWT. Semoga skripsi ini
dapat bermanfaat bagi penulis khususnya dan bagi pembaca umumnya.

Jakarta, Agustus 2010 M


Ramadhan 1431 H

Penulis

iv
DAFTAR ISI

Halaman
ABSTRAK ...................................................................................................... i
ABSTRACT .................................................................................................... ii
KATA PENGANTAR.................................................................................... iii
DAFTAR ISI................................................................................................... v
DAFTAR GAMBAR...................................................................................... vii
DAFTAR TABEL .......................................................................................... viii
DAFTAR LAMPIRAN .................................................................................. x

BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah ............................................................... 1
B. Identifikasi Masalah ...................................................................... 5
C. Pembatasan Masalah ..................................................................... 5
D. Perumusan Masalah....................................................................... 5
E. Tujuan Penelitian........................................................................... 6
F. Manfaat Penelitian......................................................................... 6

BAB II KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR, PENGAJUAN


HIPOTESIS
A. Kajian Teoretis ............................................................................. 7
1. Teori Belajar Konstruktivisme................................................. 7
a. Konstruktivisme Sosial Vygotsky...................................... 8
2. Teori Pembelajaran Sosial ....................................................... 10
a. Pemodelan (Modelling)...................................................... 10
b. Penguatan Diri (Self-Regulatuin) ....................................... 13
3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI) .............. 13
a. Pengertian Direct Instruction............................................. 13
b. Ciri-ciri Direct Instruction ................................................. 16
c. Tujuan Direct Instruction .................................................. 16
d. Sintaks Direct Instruction .................................................. 17
e. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan .................... 22
f. Kelebihan dan Kelemahan Direct Instruction.................... 22
4. Hakikat Hasil Belajar Siswa..................................................... 23
a. Pengertian Belajar .............................................................. 23
b. Pengertian Hasil Belajar..................................................... 25
B. Hasil Penelitian yang Relevan....................................................... 30
C. Kerangka Pikir............................................................................... 32
D. Pengajuan Hipotesis ...................................................................... 35

BAB III METODOLOGI PENELITIAN


A. Waktu dan Tempat Penelitian ...................................................... 36

v
B. Metode Penelitian ......................................................................... 36
C. Populasi dan Sampel ..................................................................... 37
D. Teknik Pengumpulan Data ........................................................... 37
E. Instrumen Penelitian ..................................................................... 38
F. Teknik Analisis Data ..................................................................... 43

BAB IV HASIL DAN PEMBAHASAN


A. Hasil Data....................................................................................... 49
B. Hasil Analisis Data......................................................................... 53
C. Pembahasan Hasil Penelitian ......................................................... 56
D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian........................................ 59

BAB V PENUTUP
A. Kesimpulan.................................................................................... 61
B. Saran ............................................................................................. 61

DAFTAR PUSTAKA .................................................................................... 62

LAMPIRAN-LAMPIRAN ............................................................................

vi
DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Bagan Kerangka Pikir ................................................................... 34


Gambar 4.1 Diagram Batang Skor Hasil Belajar Pretest
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ............................................................... 50
Gambar 4.2. Diagram Batang Skor Hasil Belajar Posttest
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ............................................................... 52

vii
DAFTAR TABEL

Halaman

Tabel 2.1. Sintaks Direct Instruction ................................................................. 18


Tabel 3.1 Rancangan Penelitian
The Pretest-Posttest Control Group Design ....................................................... 36
Tabel 3. 2 Kriteria Validitas ............................................................................... 39
Tabel 3. 3 Kriteria Reliabilitas ........................................................................... 40
Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran ............................................................. 41
Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda ..................................................... 42
Tabel 3.6 Kisi-kisi Instrumen Penelitian ............................................................ 43
Tabel 4.1. Hasil Penelitian Pretest
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ................................................................ 51
Tabel 4.2. Hasil Penelitian Posttest
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ................................................................. 53
Tabel 4.3. Rekapitulasi Data Hasil Penelitian ................................................... 53
Tabel 4.4. Hasil Uji Normalitas Data Posttest .................................................... 54
Tabel 4.5. Kesimpulan Uji Normalitas ............................................................... 55
Tabel 4.6 Hasil Uji Homogenitas Data Posttest ................................................. 55

viii
DAFTAR LAMPIRAN

Lampiran 1. Penghitungan Mean, Median, Modus,


dan Simpangan Baku Skor Pretest Kelas Kontrol ............................................. 65
Lampiran 2. Penghitungan Mean, Median, Modus,
dan Simpangan Baku Skor Posttest Kelas Kontrol ............................................ 68
Lampiran 3. Penghitungan Mean, Median, Modus,
dan Simpangan Baku Skor Pretest Kelas Eksperimen ...................................... 71
Lampiran 4. Penghitungan Mean, Median, Modus,
dan Simpangan Baku Skor Posttest Kelas Ekeperimen ..................................... 74
Lampiran 5. Proses Penghitungan Uji Normalitas
Skor Pretest Kelas Kontrol ................................................................................ 77
Lampiran 6. Proses Penghitungan Uji Normalitas
Skor Posttest Kelas Kontrol................................................................................ 80
Lampiran 7. Proses Penghitungan Uji Normalitas
Skor Pretest Kelas Eksperimen .......................................................................... 83
Lampiran 8. Proses Penghitungan Uji Normalitas
Skor Posttest Kelas Eksperimen ......................................................................... 86
Lampiran 9. Penghitungan Uji Homogenitas Data Pretest ................................ 89
Lampiran 10. Penghitungan Uji Homogenitas Data Posttest ........................... 91
Lampiran 11. Penghitungan Uji Hipotesis Data Pretest .................................... 93
Lampiran 12. Penghitungan Uji Hipotesis Data Posttest ................................... 95
Lampiran 13. Nilai N-Gain Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen..................... 97
Lampiran 14. Penghitungan Mean, Median, Modus,
dan Simpangan Baku N-Gain pada Kelas Kontrol ............................................. 98
Lampiran 15. Penghitungan Mean, Median, Modus,
dan Simpangan Baku N-Gain pada Kelas Eksperimen....................................... 101
Lampiran 16. Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain
Kelas Kontrol ..................................................................................................... 104
Lampiran 17. Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain
Kelas Eksperimen .............................................................................................. 107
Lampiran 18. Penghitungan Homogenitas N-Gain............................................. 110
Lampiran 19. Penghitungan Uji Hipotesis N-Gain
Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen ................................................................. 112

ix
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Fisika sebagai cabang dari ilmu pengetahuan alam mempunyai tujuan
pengajaran antara lain agar siswa menguasai konsep-konsep IPA dan mampu
menerapkan memecahkan masalah terkait dalam kehidupan sehari-hari
maupun dalam teknologi. 1 Artinya bahwa pembelajaran fisika harus
menjadikan siswa tidak hanya sekedar tahu (knowing) dan hafal (memorizing)
tentang konsep-konsep IPA, melainkan harus menjadikan siswa untuk berbuat
(learning to do), mengerti dan memahami (to understand) konsep-konsep
tersebut dan menghubungkan keterkaitan suatu konsep dengan konsep lain.
Agar kegiatan pembelajaran Fisika dapat sesuai dengan apa yang
diharapkan, maka sejak dini harus dikembangkan keterampilan siswa untuk
dapat membuktikan dan menghubungkan suatu konsep dengan konsep lain.
Keterampilan tersebut dapat dikembangkan baik dengan cara kegiatan
demonstrasi, percobaan, ataupun melalui praktikum atau eksperimen di
laboratorium. Fisika adalah bagian dari ilmu pengetahuan alam yang dalam
pelaksanaan pembelajarannya diperlukan banyak keterampilan mendasar,
yaitu mengobservasi atau mengamati, menghitung, mengukur,
mengklasifikasi, dan berpresentasi. 2 Hal tersebut bertujuan meningkatkan
keterampilan mendasar siswa untuk dapat memahami proses penemuan suatu
konsep.
Namun kenyataanya, pembelajaran Fisika hanya menekankan pada
aspek penguasaan konsep. Hal tersebut menyebabkan kurangnya pelaksanaan
latihan keterampilan bagi siswa, sehingga learning to do dalam pembelajaran

1
Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan
Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA, (Tersedia :
http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/08/pengaruh-pembelajaran-fisika-dengan.html. Diakses
pada tanggal 09 April 2010)
2
Skripsi : Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode
Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi Pemberian Tugas, (Tersedia :
http://id-jurnal.blogspot.com/2009/09/skripsi -pembelajaran-fisika-dengan.html. Diakses pada
tanggal 09 April 2010)

1
2

belum tercapai. Sebagian besar pembelajaran Fisika dilakukan dengan model


pengajaran konvensional, sehingga siswa tidak mendapatkan kesempatan
untuk aktif dalam proses belajar mengajar.
Upaya yang dilakukan untuk mengatasi masalah di atas adalah guru
dituntut untuk memilih model yang sesuai dengan konsep yang akan
disampaikan untuk meningkatkan hasil belajar Fisika siswa. Pemilihan model
pembelajaran yang digunakan oleh guru sangat dipengaruhi oleh sifat dari
materi yang akan diajarkan, juga dipengaruhi oleh tujuan yang akan dicapai
dalam pengajaran tersebut dan tingkat kemampuan peserta didik. Di samping
itu pula setiap model pembelajaran selalu mempunyai tahap-tahap (sintaks)
yang dilakukan oleh siswa dengan bimbingan guru. Antara sintaks yang satu
dengan sintaks yang lain mempunyai perbedaan. Oleh karena itu guru perlu
menguasai dan dapat menerapkan berbagai model pembelajaran, agar dapat
mencapai tujuan pembelajaran yang ingin dicapai setelah proses pembelajaran
sehingga dapat tuntas seperti yang telah ditetapkan. 3
Pada pelajaran fisika kelas VIII, berdasarkan Kurikulum Tingkat Satuan
Pendidikan, terdapat konsep cahaya. Dalam konsep cahaya, siswa dituntut
untuk mampu menerapkan optika tentang cahaya dalam kehidupan sehari-hari
dengan cara menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai
bentuk cermin dan lensa. Pada konsep cahaya terdapat tingkat kerumitan
berpikir. Pertama, tingkat paling bawah berupa informasi faktual, yaitu
pengetahuan deklaratif sederhana atau pengetahuan tentang sesuatu, seperti
pengetahuan tentang cahaya atau rumus-rumus cermin atau lensa.
Kedua, Pengetahuan yang lebih tinggi tingkatannya, yaitu pengetahuan
prosedural atau pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, seperti
melakukan percobaan untuk mengetahui arah rambatan cahaya. Oleh sebab
itu, pengajaran yang menekankan pada pengetahuan berbuat (learning to do)
dengan meragakan atau menirukan kembali yang dilakukan oleh guru sangat
penting agar dapat memahami konsep tersebut.
3
Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), (Tersedia :
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pengajaran-langsung.html. Diakses
pada tanggal 09 April 2010)
3

Pengajaran alternatif yang sesuai pada konsep tersebut adalah mencoba


menerapkan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI). Model
pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) adalah suatu model pengajaran
yang sebenarnya bersifat teacher center. Dalam menerapkan model
pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan pengetahuan atau
keterampilan yang akan dilatihkan kepada siswa secara langkah demi langkah.
Pada kenyataannya, peran guru dalam pembelajaran sangat dominan, maka
guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi siswa.
Proses belajar mengajar model Direct Instruction dapat berbentuk
ceramah, demonstrasi, pelatihan atau praktek dan kerja kelompok. Dalam
menggunakan Direct Instruction, seorang guru juga dapat mengkaitkan
dengan diskusi kelas dan belajar kooperatif. Sebagaimana dikemukakan oleh
Kardi, bahwa seorang guru dapat menggunakan Direct Instruction untuk
mengajarkan materi atau keterampilan baru dengan diskusi kelompok. Hal
tersebut bertujuan untuk melatih siswa berpikir, menerapkan keterampilan
yang baru diperolehnya, serta membangun pemahamannya sendiri tentang
materi pembelajaran 4 .
Model Direct Instruction menuntut dan membantu siswa dalam
meningkatkan hasil belajar. Hal itu diperkuat dengan adanya penelitian pada
tahun 1996 oleh Reynold dan Farell yang merupakan penelitian komparasi
bertaraf internasional. Salah satu contohnya adalah yang berjudul World Apart
Report. Laporan ini menjelaskan perbandingan metode yang digunakan di
Inggris dan Singapura. Para penulis laporan ini menemukan fakta bahwa salah
satu faktor yang menyebabkan perbedaan hasil belajar siswa di kedua Negara
itu adalah penggunaan pengajaran interaktif whole-class yang merupakan
salah satu faktor utama Direct Instruction (DI). 5

4
Muh. Makhrus, Laporan Penelitian Dosen Muda : Pengembangan Kompetensi
Merancang dan Melakukan Eksperimen bagi Siswa Kelas X dengan Model Pengajaran Langsung
pada Pokok BAhasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor,
(STKIP Hamzanwadi Selong : 2007), h. 17
5
Daniel Muijs dan David Reynold, Effective Teaching; Evidence and Practice, 2nd Edition,
(London : SAGE Publication, Ltd, 2005), h. 29
4

Berdasarkan uraian di atas, maka peneliti mencoba melakukan penelitian


eksperimen yang berjudul : “Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct
Instruction/DI) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa.”

B. Identifikasi Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah diuraikan di atas, masalah pada
penelitian ini dapat diidentifikasikan sebagai berikut :
1. Guru selalu menekankan pada pemahaman konsep fisika.
2. Siswa kurang memiliki keterampilan dalam melakukan sesuatu (learning
to do).
3. Siswa kurang dilibatkan secara aktif dalam pembelajaran fisika.
4. Kurang tepatnya guru dalam pemilihan model pengajaran pada konsep
cahaya.
5. Rendahnya hasil belajar fisika siswa.

C. Pembatasan Masalah
Semua permasalahan yang diuraikan di atas tidak mungkin untuk diteliti
semua karena keterbatasan penelitian ini. Oleh karena itu, dalam penelitian
perlu dilakukan pembatasan masalah. Adapun pembatasan masalah pada
penelitian ini adalah sebagai berikut :
1. Hasil belajar fisika yang dimaksud dalam penelitian ini merupakan hasil
kognitif saja. Ranah kognitif yang dinilai berdasarkan taksonomi Bloom
tercakup pada tingkatan C1 hafalan (recall), C2 pemahaman
(comprehension), C3 penerapan (application), dan C4 analisis (analysis).
2. Konsep materi pelajaran yang diberikan kepada siswa selama penelitian
adalah cahaya yang diajarkan pada semester ganjil kelas VIII.

D. Perumusan Masalah
Berdasarkan batasan masalah di atas, maka perumusan masalah
penelitian ini adalah “Bagaimana pengaruh model pengajaran langsung (direct
instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa?”
5

E. Tujuan Penelitian
Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah untuk mengetahui
pengaruh hasil belajar fisika siswa dengan menggunakan model pengajaran
langsung (Direct Instruction).

F. Manfaat Penelitian
Penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat kepada beberapa
pihak yang terlibat langsung terhadap penelitian ini, yaitu sebagai berikut :
1. Penelitian ini diharapkan dapat membantu siswa untuk meningkatkan hasil
belajar fisika, dapat mengurangi kebosanan, dan menambah pengalaman
belajar selama pembelajaran fisika berlangsung.
2. Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan alternatif pilihan untuk
menggunakan model pengajaran yang efektif dalam pembelajaran fisika.
BAB II
KAJIAN TEORETIS, KERANGKA PIKIR, DAN PENGAJUAN
HIPOTESIS

A. Kajian Teoretis
1. Teori Belajar Konstruktivisme
Teori pembelajaran konstruktivisme merupakan teori pembelajaran
kognitif yang baru dalam psikologi pendidikan yang menyatakan bahwa
siswa harus menemukan sendiri dan mentransformasikan informasi
kompleks, mengecek informasi dengan aturan-aturan lama dan
merevisinya apabila aturan-aturan itu tidak sesuai lagi. Bagi siswa agar
benar-benar memahami dan dapat menetapkan pengetahuan mereka harus
bekerja memecahkan masalah, menemukan sesuatu untuk dirinya,
berusaha dengan susah payah dengan ide-ide. 1
Konstruktivisme adalah suatu faham bahwa siswa menyusun atau
membangun sendiri pengertian dan pemahamannya dari pengalaman baru
yang didasarkan pada pengetahuan dan keyakinan awal yang dimilikinya. 2
Ide pokoknya adalah siswa secara aktif membangun pengetahuan
mereka sendiri, otak siswa sebagai mediator, yaitu memproses masukan
dari dunia luar dan menentukan apa yang mereka pelajari. Pembelajaran
merupakan kerja mental aktif, bukan menerima pengajaran dari guru
secara pasif. Dalam kerja mental siswa, guru memegang peranan penting
dengan cara memberikan dukungan, tantangan berfikir, melayani sebagai
pelatih atau model, namun siswa tetap merupakan kunci pembelajaran.
Menurut teori ini, satu prinsip paling penting dalam psikologi
pendidikan adalah bahwa guru tidak dapat hanya sekedar memberikan
pengetahuan kepada siswa agar secara sadar menggunakan strategi mereka
sendiri untuk belajar. Guru dapat memberikan kepada siswa atau peserta

1
Trianto, Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher, 2007), h.26
2
Depdiknas, Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan
Masyarakat, (Jakarta : Depdiknas, 2002), h. 18

7
8

didik anak tangga yang membawa siswa akan pemahaman yang lebih
tinggi, dengan catatan siswa sendiri harus memanjat anak tangga tersebut.
Berpijak dari uraian di atas, maka pada dasarnya aliran
konstruktivisme menghendaki bahwa pengetahuan dibentuk sendiri oleh
individu dan pengalaman merupakan kunci utama dari belajar bermakna.
Belajar bermakna tidak akan terwujud hanya dengan mendengarkan
ceramah atau membaca buku tentang pengalaman orang lain. 3
Belajar menurut pandangan konstruktivis merupakan hasil konstruksi
kognitif melalui kegiatan seseorang. Pandangan ini memberi penekanan
bahwa pengetahuan kita adalah bentukan kita sendiri. 4
Para ahli konstruktivis beranggapan bahwa satu-satunya alat yang
tersedia bagi seseorang untuk mengetahui sesuatu adalah inderanya.
Seseorang berinteraksi dengan objek dan lingkungannya dengan melihat,
mendengar, mencium, menjamah, dan merasakannya. Hal ini
menampakkan bahwa pengetahuan lebih menunjukkan pada pengalaman
seseorang akan dunia daripada dunia itu sendiri. 5

a. Konstruktivisme Sosial Vygotsky


Teori Vygotsky merupakan salah satu teori penting dalam
psikologi perkembangan. Teori Vygotsky menekankan pentingnya
peran interaksi sosial bagi perkembangan belajar seseorang. Menurut
Vygotsky belajar dimulai ketika seorang anak dalam perkembangan
zone of proximal development, yaitu suatu tingkat yang dicapai oleh
seorang anak ketika ia melakukan perilaku sosial. Zone ini juga dapat
dirtikan sebagai seorang anak yang tidak dapat melakukan sesuatu
sendiri tetapi memerlukan bantuan kelompok atau orang dewasa.
Dalam belajar, zone proximal ini dapat dipahami pula sebagai selisih
antara kegiatan yang dapat dikerjakan oleh seseorang dengan
kelompoknya atau dengan bantuan orang dewasa. Singkatnya,
3
Trianto, Op. Cit., h. 28
4
Ibid.,
5
Ibid.,
9

perkembangan zone proximal tergantung oleh intensifnya interaksi


antara seseorang dengan lingkungan sosial. 6
Contoh zone proximal dalam pembelajaran yaitu ketika akan
mengajarkan materi pembiasan cahaya, siswa harus memiliki prasyarat
pengetahuan yang berkaitan dengan cahaya, seperti siswa sudah
memahami bahwa lintasan cahaya pada medium homogen adalah
lurus, siswa dapat memberikan contoh-contoh pembiasan dan
pemantulan cahaya dalam kehidupan sehari-hari. Dengan memiliki
prasyarat pengetahuan seperti itu, maka dalam menyampaikan materi
hukum pembiasan cahaya akan lebih mudah dipahami siswa, di
samping pembelajaran akan menjadi lebih bermakna bagi siswa
tersebut. 7
Ide penting lain yang diturunkan dari teori Vygotsky adalah
scaffolding. Scaffolding adalah memberikan dukngan dan bantuan
kepada seorang anak pada awal pembelajaran, kemudian sedikit demi
sedikit mengurangi dukungan atau bantuan tersebut setelah anak
mampu untuk memecahkan problem dari tugas yang dihadapinya. 8
Bantuan tersebut dapat berupa petunjuk, peringatan, dorongan,
menguraikan masalah ke dalam langkah-langkah pemecahan,
memberikan contoh, ataupun yang lain sehingga memungkinkan siswa
tumbuh mandiri. Contoh dalam pembelajaran adalah pada
pembelajaran eksperimen untuk membuktikan hukum pemantulan
cahaya, guru dapat memberikan bantuan kepada siswa berupa
penjelasan tentang langkah-langkah pelaksanaan eksperimen, atau
bantuan berupa diskusi tentang rangkuman materi yang terkait dengan
pemantulan cahaya. 9

6
Baharuddin, Teori Belajar dan Pembelajaran, (Yogyakarta : Ar-Ruzz Media, 2008),
h. 124
7
Trianto, Op. Cit., h. 29
8
Baharuddin, Op. Cit., h. 127
9
Trianto, Op. Cit., h. 30
10

Ada dua implikasi utama teori Vygotsky dalam pendidikan.


Pertama, adalah perlunya tatanan kelas dan bentuk pembelajaran
kooperatif antar siswa, sehingga siswa dapat berinteraksi di sekitar
tugas-tugas yang sulit dan saling memunculkan strategi-strtategi
pemecahan masalah yang efektif di dalam masing-masing ZPD
mereka. Kedua, pendekatan Vygotsky dalam pengajaran menekankan
scaffolding, dengan semakin lama siswa semakin bertanggung jawab
terhadap pembelajaran sendiri. 10
Ringkasnya dalam teori Vygotsky adalah bahwa siswa perlu
belajar dan bekerja secara berkelompok sehingga siswa dapat saling
berinteraksi dan diperlukan bantuan guru terhadap siswa dalam
kegiatan pembelajaran.

2. Teori Pembelajaran Sosial


Teori pembelajaran sosial dikembangkan oleh Albert Bandura. Teori
ini juga disebut belajar melalui observasi atau teori pemodelan perilaku.
Teori pembelajaran sosial menerapkan prinsip-prinsip pembelajaran
perilaku dan penekanannya pada proses mental internal. Inti dari teori
pembelajaran sosial adalah pemodelan (modelling), yang merupakan salah
satu langkah penting dalam Direct Instruction. 11
a. Pemodelan (Modelling)
Menurut Bandura sebagian besar manusia belajar melalui
pengamatan secara selektif dan mengingat perilaku orang lain. Ada
dua pembelajaran melalui pengamatan (observational learning).
Pertama, pembelajaran melalui pengamatan dapat terjadi melalui
kondisi yang dialami orang lain atau Vicarious Conditioning. Apabila
seorang siswa melihat siswa lain dipuji atau ditegur gurunya karena
melakukan sesuatu perbuatan tertentu dan kemudian siswa lain yang
melihat peristiwa itu memodifikasi perilakunya seolah-olah dia sendiri

10
Ibid.,
11
Ibid., h. 30
11

yang telah menerima pujian atau teguran yang dialami orang lain atau
Vicarious Reinforcement. 12
Kedua, pembelajaran melalui pengamatan dimana seseorang
(pengamat) meniru perilaku suatu model meskipun model itu tidak
mendapatkan penguatan atau pelemahan pada saat pengamat sedang
memperhatikan. Sering model itu mendemonstrasikan sesuatu yang
ingin dipelajari pengamat tersebut dan mengharapkan mendapat pujian
apabila menguasai secara tuntas apa yang dipelajari itu. Model tidak
harus diperagakan oleh orang secara langsung, tetapi dapat juga
menggunakan seorang pemeran visualisasi tiruan sebagai model. 13
Adapun tahap-tahap belajar melalui pengamatan (modeling)
adalah perhatian, retensi, produksi, dan motivasi.
1) Atensi (Perhatian)
Menurut hasil penelitian Bandura, pengamat dapat
memperhatikan tingkah laku dengan baik apabila tingkah laku tersebut
“jelas” dan tidak terlampau kompleks. Dari segi model Direct
Instruction, pengetahuan tersebut dapat diberikan pada awal
pembelajaran, yaitu : 14
a) Pengajar dapat menggunakan isyarat yang ekspresif seperti
menepuk tangannya atau menggunakan benda-benda aneh yang
dapat menarik perhatian siswa.
b) Pengajar dapat membagi beberapa keterampilan dalam beberapa
sub-sub keterampilan, lalu diajarakan secara terpisah.
2) Retensi
Bandura menemukan bahwa retensi suatu pengamatan (tingkah
laku) dapat dimantapkan jika pengamat dapat menghubungkan
observasi dengan pengalaman-pengalaman sebelumnya, yang
bermakna baginya dan mengulang secara kognitif setelah memahami

12
Ibid.,
13
Ibid.,
14
Ibid., h. 27
12

hal tersebut mengajar dapat memanfaaatkan langsung untuk


15
melakukan hal-hal sebagai berikut :
a) Untuk mengaitkan keterampilan baru dengan pengetahuan awal
siswa, pengajar dapat bertanya kepada siswa untuk membandingka
keterampilan baru yang telah didemonstrasikan dengan sesuatu
yang telah diketahui, dan dapat dilakukannya.
b) Untuk memastikan terjadinya retensi jangka panjang, pengajara
dapat menyediakan periode latihan, yang memungkinkan siswa
mengulang keterampilan baru secara bergilir baik fisik maupun
mental.
3) Produksi
Memberikan kesempatan praktek kepada siswa melakukan
kegiatan/keterampilan yang baru dipelajari merupakan tahap yang
sangat penting. Meskipun demikian Bandura menemukan bahwa
pengaturan waktu dan macam umpan balik yang diberikan pengajar
merupakan faktor penentu terhadap keberhasilan. Terutama pada awal
pembelajaran, umpan balik perlu diberikan sesegera mungkin, positif
dan korektif. Salah satu cara yang dapat dilakukan oleh pengajar yang
menggunakan model Direct Instruction ialah melalui pemodelan
korektif yang mencakup kegiatan-kegiatan berikut : 16
a) Untuk memastikan sikap positif terhadap keterampilan baru,
pengajar seyogyanya memberi pujian sesegera mungkin pada
aspek-aspek keterampilan yang dilakukan siswa dengan benar, lalu
mengidentifikasi adanya keterampilan bagian yang masih
menimbulkan permasalahan.
b) Untuk memperbaiki keterampilan yang salah, pertama kali
pengajar perlu mendemonstrasikan kinerja yang benar, kemudian
siswa mengulanginya sampai benar-benar menguasainya.
4) Motivasi

15
Ibid.,
16
Ibid., h.27-28
13

Penguatan memegang peranan dalam pembelajaran melalui


pengamatan. Apabila seseorang mengantisipasi akan memperoleh
penguatan pada saat meniru suatu model, maka ia akan lebih
termotivasi untuk menaruh perhatian, mengingat, dan memproduksi
perilaku itu. Di samping itu penguatan penting dalam mempertahankan
pembelajaran. Seseorang yang mencoba suatu perilaku baru tidak
mungkin untuk tetap melakukan tanpa penguatan. Di dalam kelas,
tahap motivasi dari pembelajaran pengamatan kerap kali terdiri atas
pujian atau angka yang baik. 17

b. Penguatan Diri (Self-Regulation)


Konsep penting lainnya dalam belajar pengamatan adalah
pengaturan diri (self Relugation). Menurut bandura bahwa manusia
mengamati perilakunya sendiri, mempertimbangkan perilaku itu
terhadap kriteria yang disusunnya sendiri, kemudian memberikan
penguatan (reinforcement) atau dengan hukuman (punishment)
terhadap dirinya sendiri. Untuk dapat membuat pertimbangan-
pertimbangan ini, seseorang harus mempunyai harapan tentang
penampilan sendiri. Penguatan dan hukuman yang ditimbulkan sendiri
secara langsung dan dialami oleh orang lain, menentukan sejauh mana
perilaku yang baru itu akan ditampilkan. 18

3. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI)


a. Pengertian Direct Instruction
Dalam terjemahan bahasa Indonesia, Direct Instruction atau
directive instruction adalah pembelajaran langsung. Dalam pendidikan,
model ini sering disebut dengan Model Pengajaran Langsung (MPL).
Menurut Arends,

17
A. Grummy W, dkk., Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model Pengajaran
Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA,
(Surabaya : FT UNESA, 2004), h. 10
18
Muh. Mahkrus, dkk., Op. Cit., h. 28
14

“A teaching model that is aimed at helping student learn basic


skills and knowledge that can be taught in step-by-step fashion.
For our purposes here, the model is labeled the direct instruction
model.” 19

Menurutnya, model yang dapat membantu siswa dalam


mempelajari keterampilan dasar dan pengetahuan secara tahap demi
tahap adalah model pengajaran langsung (Direct Instruction).
Keterampilan dasar yang dimaksudkan dapat berupa aspek
kognitif maupun psikomotorik, dan juga informasi lainnya yang
merupakan landasan untuk membangun hasil belajar yang lebih
kompleks. Sebelum siswa dapat memperoleh dan memproses sejumlah
besar informasi yang akan diterimanya, mereka harus menguasai
terlebih dahulu strategi belajar seperti membuat catatan dan
merangkum isi materi bacaan. Sebelum siswa dapat berpikir secara
kritis, mereka perlu menguasai keterampilan dasar yang berkaitan
dengan logika, membuat referensi dari data, dan mengenal
ketidakobyektifan dalam presentasi. 20
Dalam pelaksanaannya, guru mempunyai peran tanggung jawab
untuk mengidentifikasi tujuan pembelajaran dan tanggung jawab yang
besar terhadap penstrukturan isi/materi atau keterampilan, menjelaskan
kepada siswa, pemodelan/mendemonstrasikan yang dikombinasikan
dengan latihan, memberikan kesempatan pada siswa untuk berlatih
menerapkan konsep atau keterampilan yang telah dipelajari serta
memberikan umpan balik. 21
Menurut Arends, yaitu :
“The direct instruction model was specifically designed to
promote student learning of procedural knowledge and

19
Muhammad Faiq Dzaki, Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction), (Tersedia :
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-pengajaran-langsung-direct.html)
20
Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran Langsung,
(Tersedia : http://kanreguru.wordpress.com/2009/12/57)
21
Ibid.,
15

declarative knowledge that is well structured and can be taught


in a step-by-step fashion.” 22

Arends menyatakan bahwa model Direct Instruction didesain


secara khusus untuk membantu proses pengajaran siswa pada
pengetahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural, serta dapat
dilakukan secara tahap demi tahap.
Adapun yang dimaksud dengan pengetahuan deklaratif (dapat
diungkapkan dengan kata-kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu,
sedangkan pengetahuan prosedural adalah pengetahuan tentang
bagaimana melakukan sesuatu. 23 Proses pembelajaran dengan model
pengajaran langsung ini diharapkan pemahaman pengetahuan
deklaratif dan prosedural dapat meningkatkan keterampilan dasar dan
keterampilan akademik siswa.
Hal ini sesuai dengan pendapat Carin bahwa Direct Instruction
secara sistematis menuntut dan membantu siswa untuk meningkatkan
hasil belajar dari masing-masing tahap demi tahap. 24
Secara singkat dapat disimpulkan bahwa Direct Instruction
adalah model pengajaran yang dilakukan guru secara langsung dalam
mengajarkan keterampilan dasar dan didemonstrasikan langsung
kepada siswa dengan tahapan yang terstruktur. Model pengajaran
langsung diharapkan dapat menjadi penunjangnya proses kegiatan
belajar mengajar untuk guru dan siswa, sehingga tujuan pembelajaran
yang diharapkan tercapai dengan baik dan hasil belajar yang diperoleh
dapat meningkat dengan baik pula.

22
Muhammad Faiq Dzaki, Op. Cit.,
23
S. Kardi dan Moh. Nur, Op. Cit., h. 6
24
Muh. Mahkrus, dkk., Op. Cit., h. 16
16

b. Ciri-ciri Direct Instruction


Model pengajaran langsung memiliki ciri-ciri sebagai berikut :
• Adanya tujuan pembelajaran dan pengaruh model pada siswa
termasuk prosedur penilaian hasil belajar
• Sintaks atau pola keseluruhan dan alur kegiatan pembelajaran.
• Sistem pengelolaan dan lingkungan belajar model yang diperlukan
agar kegiatan pembelajaran tertentu dapat berlangsung dengan
berhasil.

c. Tujuan Direct Instruction


Beberapa peneliti menggunakan pembelajaran langsung
bertujuan untuk merujuk pada pola-pola pembelajaran di mana guru
banyak menjelaskan konsep atau keterampilan kepada sejumlah
kelompok siswa dan menguji keterampilan siswa dengan latihan-
latihan terbimbing.
Tujuan utama pembelajaran langsung (direktif) adalah untuk
memaksimalkan penggunaan waktu belajar siswa. Beberapa temuan
dalam teori perilaku di antaranya adalah pencapaian siswa yang
dihubungkan dengan waktu yang digunakan oleh siswa dalam
belajar/tugas dan kecepatan siswa untuk berhasil dalam mengerjakan
tugas sangat positif. Dengan demikian, model pembelajaran langsung
dirancang untuk menciptakan lingkungan belajar terstruktur dan
berorientasi pada pencapaian akademik. Guru berperan sebagai
penyampai informasi, dalam melakukan tugasnya, guru dapat
menggunakan berbagai media, misalnya film, tape recorder, gambar,
peragaan, dsb.
Menurut Arends, bahwa para pakar teori belajar membedakan
dua macam pengetahuan yaitu pengetahuan deklaratif dan pengetahuan
prosedural. Pengetahuan deklaratif (dapat diungkapkan dengan kata-
kata) adalah pengetahuan tentang sesuatu, contohnya siswa akan dapat
menyebutkan sifat-sifat cahaya. Pengetahuan prosedural adalah
17

pengetahuan tentang bagaimana melakukan sesuatu, contohnya siswa


akan dapat membuktikan hukum pemantulan cahaya ketika melakukan
percobaan dengan cermin datar. Sering kali penggunaan pengetahuan
prosedural memerlukan prasyarat berupa pengetahuan deklaratif. Para
guru selalu menghendaki agar siswanya memperoleh kedua macam
pengetahuan tersebut, supaya siswa dapat melakukan suatu kegiatan
dan melakukan segala sesuatu dengan berhasil.

d. Sintaks Direct Instruction


Ada lima tahap yang harus diketahui guru dalam menggunakan
pembelajaran langsung, yaitu (1) guru memulai pembelajaran dengan
menjelaskan tujuan pembelajaran khusus serta menginformasikan latar
belakang dan pentingnya materi pembelajaran, (2) guru
menginformasikan pengetahuan secara bertahap atau
mendemonstrasikan secara benar, (3) guru membimbing pelatihan
awal dengan cara meminta siswa melakukan kegiatan yang sama
dengan kegiatan yang telah dilakukan guru dengan panduan LKS, (4)
guru mengamati kegiatan siswa untuk mengetahui kebenaran
pekerjaannya sambil memberi umpan balik, (5) guru memberikan
kegiatan pemantapan agar siswa berlatih sendiri menerapkannya dalam
kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bentuk tugas. 25 Secara
sistematis dapat dilihat pada tabel 2.1. 26

25
Muh. Makhrus, dkk., Op. Cit., h. 18
26
S. Kardi dan Moh. Nur, Op.Ccit, h. 8
18

Tabel 2.1
Sintaks Direct Instruction
Fase Tingkah Laku Guru
Fase 1 Guru menjelaskan tujuan
pembelajaran, informasi latar
Menyampaikan tujuan dan belakang pelajaran, pentingnya
mempersiapkan siswa pelajaran, mempersiapkan siswa
untuk belajar.
Fase 2 Guru mendemonstrasikan
keterampilan dengan benar, atau
Mendemonstrasikan menyajikan informasi tahap demi
pengetahuan dan keterampilan tahap
Fase 3 Guru merencanakan dan memberi
bimbingan pelatihan awal
Membimbing pelatihan
Fase 4 Mencek apakah siswa telah berhasil
melakukan tugas dengan baik,
Mengecek pemahaman dan memberi umpan balik
memberikan umpan balik
Fase 5 Guru mempersiapkan kesempatan
melakukan pelatihan lanjutan,
Memberikan kesempatan untuk dengan perhatian khusus pada
pelatihan lanjutan dan penerapan penerapan kepada situasi lebih
kompleks dan kehidupan sehari-hari.

Kelima fase dalam pengajaran langsung dapat dijelaskan secara


detail seperti berikut: 27
1) Menyampaikan Tujuan dan Mempersiapkan Siswa
a) Menjelaskan Tujuan
Para siswa perlu mengetahui dengan jelas, mengapa
mereka berpartisipasi dalam suatu pelajaran tertentu, dan
mereka perlu mengetahui apa yang harus dapat mereka lakukan
setelah selesai berperan serta dalam pelajaran itu. Guru
mengkomunikasikan tujuan tersebut kepada siswa–siswanya
melalui rangkuman rencana pembelajaran dengan cara
menuliskannya di papan tulis, atau menempelkan informasi
tertulis pada papan buletin, yang berisi tahap-tahap dan isinya,

27
Anwar Holil, Model Pengajaran Langsung, (Tersedia : http://anwarholil.blogspot.com/
2009/01/model-pengajaran-langsung.html)
19

serta alokasi waktu yang disediakan untuk setiap tahap. Dengan


demikian siswa dapat melihat keseluruhan alur tahap pelajaran
dan hubungan antar tahap-tahap pelajaran itu.
b) Menyiapkan Siswa
Kegiatan ini bertujuan untuk menarik perhatian siswa,
memusatkan perhatian siswa pada pokok pembicaraan, dan
mengingatkan kembali pada hasil belajar yang telah
dimilikinya, yang relevan dengan pokok pembicaraan yang
akan dipelajari. Tujuan ini dapat dicapai dengan jalan
mengulang pokok-pokok pelajaran yang lalu, atau memberikan
sejumlah pertanyaan kepada siswa tentang pokok-pokok
pelajaran yang lalu.
2) Mendemonstrasikan Pengetahuan atau Keterampilan
Kunci keberhasilan pada fase ini yaitu mendemonstrasikan
pengetahuan dan keterampilan sejelas mungkin dan mengikuti
langkah-langkah demonstrasi yang efektif.

a) Menyampaikan informasi dengan jelas


Kejelasan informasi atau presentasi yang diberikan guru
kepada siswa dapat dicapai melalui perencanaan dan
pengorganisasian pembelajaran yang baik. Dalam melakukan
presentasi guru harus menganalisis keterampilan yang
kompleks menjadi keterampilan yang lebih sederhana dan
dipresentasikan dalam langkah-langkah kecil selangkah demi
selangkah. Beberapa aspek yang perlu diperhatikan dalam
penyampaian informasi/presentasi adalah: (1) kejelasan tujuan
dan poin-poin utama, yaitu menfokuskan pada satu ide (titik,
arahan) pada satu waktu tertentu dan menghindari
penyimpangan dari pokok bahasan/LKS; (2) presentasi
selangkah demi selangkah; (3) prosedur spesifik dan kongkret,
yaitu berikan siswa contoh-contoh kongkrit dan beragam, atau
20

berikan kepada siswa penjelasan rinci dan berulang-ulang


untuk poin-poin yang sulit; (4) pengecekan untuk pemahaman
siswa, yaitu pastikan bahwa siswa memahami satu poin
sebelum melanjutkan ke poin berikutnya, ajukan pertanyaan
kepada siswa untuk memonitor pemahaman mereka tentang apa
yang telah dipresentasikan, mintalah siswa mengikhtisarkan
poin-poin utama dalam bahasan mereka sendiri, dan ajarkan
ulang bagian-bagian yang sulit dipahami oleh siswa, dengan
penjelasan guru lebih lanjut atau dengan tutorial sesama siswa.
b) Melakukan demonstrasi
Pengajaran langsung berpegang teguh pada asumsi bahwa
sebagian besar yang dipelajari berasal dari pengamatan
terhadap orang lain. Tingkah laku orang lain yang baik maupun
yang buruk merupakan acuan siswa, sehingga perlu diingat
bahwa belajar melalui pemodelan dapat mengakibatkan
terbentuknya tingkah laku yang kurang sesuai atau tidak benar.
Oleh karena itu, agar dapat mendemonstrasikan suatu
keterampilan atau konsep dengan berhasil, guru perlu
sepenuhnya menguasai konsep atau keterampilan yang akan
didemonstrasikan, dan berlatih melakukan demonstrasi untuk
menguasai komponen-komponennya.
3) Menyediakan Latihan Terbimbing
Salah satu tahap penting dalam pengajaran langsung adalah
cara guru mempersiapkan dan melaksanakan “pelatihan
terbimbing.” Keterlibatan siswa secara aktif dalam pelatihan dapat
meningkatkan retensi, membuat belajar berlangsung dengan lancar,
dan memungkinkan siswa menerapkan konsep/keterampilan pada
situasi yang baru atau yang penuh tekanan. Beberapa prinsip yang
dapat digunakan sebagai acuan bagi guru dalam menerapkan dan
melakukan pelatihan adalah seperti berikut :
a) Siswa diberikan tugas latihan singkat dan bermakna.
21

b) Berikan pelatihan sampai benar-benar menguasai


konsep/keterampilan yang dipelajari.
c) Hati-hati terhadap kelebihan dan kelemahan latihan
berkelanjutan (massed practice) dan latihan terdistribusi
(distributed practiced).
d) Perhatikan tahap-tahap awal pelatihan.
4) Mengecek Pemahaman dan Memberikan Umpan Balik
Pada pengajaran langsung, fase ini mirip dengan apa yang
kadang-kadang disebut resitasi atau umpan balik. Guru dapat
menggunakan berbagai cara untuk memberikan umpan balik
kepada siswa. Beberapa pedoman dalam memberikan umpan balik
efektif yang patut dipertimbangkan oleh guru seperti berikut:
a) Berikan umpan balik sesegera mungkin setelah latihan.
b) Upayakan agar umpan balik jelas dan spesifik.
c) Konsentrasi pada tingkah laku, dan bukan pada maksud.
d) Jaga umpan balik sesuai dengan tingkat perkembangan siswa.
e) Berikan pujian dan umpan balik pada kinerja yang benar.
f) Apabila memberikan umpan balik yang negatif, tunjukkan
bagaimana melakukannya dengan benar.
g) Bantulah siswa memusatkan perhatiannya pada “proses” dan
bukan pada “hasil.”
h) Ajari siswa cara memberi umpan balik kepada dirinya sendiri,
dan bagaimana menilai kinerjanya sendiri.
5) Memberikan Kesempatan Latihan Mandiri
Kebanyakan latihan mandiri yang diberikan kepada siswa
sebagai fase akhir pelajaran pada pengajaran langsung adalah
pekerjaan rumah. Pekerjaan rumah atau berlatih secara mandiri,
merupakan kesempatan bagi siswa untuk menerapkan keterampilan
baru yang diperolehnya secara mandiri. Pekerjaan rumah diberikan
berupa kelanjutan pelatihan atau persiapan untuk pembelajaran
berikutnya.
22

d. Lingkungan Belajar dan Sistem Pengelolaan


Pengajaran langsung memerlukan perencanaan dan pelaksanaan
yang sangat hati-hati di pihak guru. Agar efektif, pengajaran langsung
mensyaratkan tiap detil keterampilan atau isi didefinisikan secara
seksama dan demonstrasi dan jadwal pelatihan direncanakan dan
dilaksanakan secara seksama.
Meskipun tujuan pembelajaran dapat direncanakan bersama oleh
guru dan siswa, model ini terutama berpusat pada guru. Sistem
pengelolaan pembelajaran yang dilakukan oleh guru harus menjamin
terjadinya keterlibatan siswa, terutama melalui memperhatikan,
mendengarkan dan resitasi (tanya jawab) yang terencana. Ini tidak
berarti bahwa pembelajaran bersifat otoriter, dingin, dan tanpa humor.
Ini berarti bahwa lingkungan berorientasi pada tugas dan memberi
harapan tinggi agar siswa mencapai hasil belajar dengan baik.

e. Kelebihan dan Kelemahan Direct Instruction


Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dirancang
secara langsung untuk menunjang proses belajar siswa yang berkaitan
dengan keterampilan dasar yang diajarkan selangkah demi selangkah.
Keterampilan dasar yang didemonstrasikan atau dimodelkan dengan
selangkah demi selangkah akan meningkatkan hasil belajar siswa. Hal
ini dilihat dari beberapa penelitian diantaranya adalah penelitian
Stalling, dkk menunjukkan bahwa guru yang mengorganisasikan
kelasnya yang memungkinkan berlangsungnya pembelajaran
terstruktur menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil
belajar yang tinggi pula. Adapun kelemahan model pengajaran
langsung adalah kurang cocok untuk mengajarkan keterampilan sosial
23

atau kreativitas, proses berpikir tingkat tinggi dan konsep-konsep yang


abstrak. 28

4. Hakikat Hasil Belajar Siswa


a. Definisi Belajar
Banyak definisi yang diberikan tentang 'belajar'. Misalnya Gage
(1984), mengartikan 'belajar' sebagai suatu proses di mana organisme
berubah perilakunya. Cronbach mendefinisikan belajar adalah
"learning is shown by a change in behavior as a result of experience"
(belajar ditunjukkan oleh suatu perubahan dalam perilaku individu
sebagai hasil pengalamannya). Harold Spears mengatakan bahwa
“learning is to observe, to read, to imitate, to try something
themselves, to listen, to follow direction" (belajar adalah untuk
mengamati, membaca, meniru, mencoba sendiri sesuatu,
mendengarkan, mengikuti arahan). 29
Adapun Geoch, menegaskan bahwa "learning is a change in
performance as result of practice." (belajar adalah suatu perubahan di
dalam unjuk kerja sebagai hasil praktik). Kemudian, menurut Ratna
Willis Dahar, 30 "belajar didefinisikan sebagai perubahan perilaku yang
diakibatkan oleh pengalaman". Paling sedikit ada lima macam perilaku
perubahan pengalaman dan dianggap sebagai faktor-faktor penyebab
dasar dalam belajar: (1) pada tingkat emosional yang paling primitif,
terjadi perubahan perilaku diakibatkan dari perpasangan suatu stimulus
tak terkondisi dengan suatu stimulus terkondisi. Sebagai suatu fungsi
pengalaman, stimulus terkondisi itu pada suatu waktu memperoleh
kemampuan untuk mengeluarkan respons terkondisi. Bentuk semacam

28
Muh. Makhrus, dkk., Op. Cit., h. 29
29
Penerapan Model Siklus Belajar LC 5 E untuk Meningkatkan Motivasi dan Prestasi
belajar Fisika Kelas VIII A SMP Negeri 8 Malang. (Tersedia: http://library.um.ac.id/
images/stories/lptk/suw1209/Content%20Penerapan%20Model%20Siklus%20Belajar%20LC5E%
20untuk%20meningkatkan%20Motivasi%20dan%20Prestasi%20belajar%20Fisika%20Siswa%20
Kelas%20VIIIA%20SMP%20Negeri%208%20Malang%20Tahun%20Ajaran%202008%202009.p
df), [27 Januari 2010]
30
Ibid.,
24

ini disebut responden, dan menolong kita untuk memahami bagaimana


para siswa menyenangi atau tidak menyenangi sekolah atau bidang-
bidang studi, (2) belajar kontiguitas, yaitu bagaimana dua peristiwa
dipasangkan satu dengan yang lain pada suatu waktu, dan hal ini
banyak kali kita alami. Kita melihat bagaimana asosiasi ini dapat
menyebabkan belajar dari 'drill' dan belajar stereotipe-stereotipe,
(3) kita belajar bahwa konsekuensi-konsekuensi perilaku memengaruhi
apakah perilaku itu akan diulangi atau tidak, dan berapa besar
pengulangan itu. Belajar semacam ini disebut belajar operant,
(4) pengalaman belajar sebagai hasil observasi manusia dan kejadian-
kejadian. Kita belajar dari model-model dan masing-masing kita
mungkin menjadi suatu model bagi orang lain dalam belajar
observasional, (5) belajar kognitif terjadi dalam kepala kita, bila kita
melihat dan memahami peristiwa-peristiwa di sekitar kita, dan dengan
insight, belajar menyelami pengertian.
Akhirnya, Depdiknas mendefinisikan 'belajar' sebagai proses
membangun makna/pemahaman terhadap informasi dan/atau
pengalaman. Proses membangun makna tersebut dapat dilakukan
sendiri oleh siswa atau bersama orang lain. Proses itu disaring dengan
persepsi, pikiran (pengetahuan awal), dan perasaan siswa. 31 Belajar
bukanlah proses menyerap pengetahuan yang sudah jadi bentukan
guru. Hal ini terbukti, yakni hasil ulangan para siswa berbeda-beda
padahal mendapat pengajaran yang sama, dari guru yang sama, dan
pada saat yang sama. Mengingat belajar adalah kegiatan aktif siswa,
yaitu membangun pemahaman, maka partisipasi guru jangan sampai
merebut otoritas atau hak siswa dalam membangun gagasannya.
Belajar adalah proses dalam diri individu yang berinteraksi
dengan lingkungan untuk mendapatkan perubahan dalam perilakunya.
Perubahan itu diperoleh melalui usaha (bukan karena kematangan),
menetap dalam waktu yang relatif lama dan merupakan hasil

31
Ibid.,
25

pengalaman. Setiap individu menampilkan perilaku belajar yang


berbeda. Perbedaan tersebut disebabkan karena setiap individu
mempunyai karakteristik individunya yang khas, seperti minat,
intelegensi, perhatian, bakat dan sebaginya. Perubahan perilaku akibat
kegiatan belajar yang menyebabkan siswa memiliki penguasaan
terhadap materi pengajaran yang disampaikan dalam kegiatan belajar-
mengajar untuk mencapai tujuan pembelajaran.32
Dapat disimpulkan bahwa belajar adalah sebagai proses siswa
membangun gagasan/pemahaman sendiri untuk berbuat, berpikir,
berinteraksi sendiri secara lancar dan termotivasi tanpa hambatan guru;
baik melalui pengalaman mental, pengalaman fisik, maupun
pengalaman sosial.

b. Definisi Hasil Belajar


Hasil belajar dapat dijelaskan dengan memahami dua kata yang
membentuknya, yaitu “hasil” dan “belajar”. Pengertian hasil (product)
menunjuk kepada suatu perolehan akibat dilakukannya suatu aktivitas
atau proses yang mengakibatkan berubahnya input secara fungsional.
Hasil produksi adalah perolehan yang didapatkan karena adanya
kegiatan mengubah bahan (raw materials) menjadi barang jadi
(finished goods). 33
Siswa yang melakukan kegiatan belajar, akan terjadi proses
berpikir yang melibatkan kegiatan mental. Dalam kegiatan mental,
terjadi penyusunan hubungan informasi-informasi yang diterima
sehingga timbul suatu pemahaman dan penguasaan terhadap materi
yang diberikan. Oleh karena itu, hasil belajar diartikan adalah sebagai
kemampuan yang dimiliki siswa setelah menerima pengalaman belajar
yang mencakup perubahan tingkah laku secara kognitif, afektif

32
Rini Susanti, Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar, (Pustekkom, Jurnal Teknodik, Edisi
No. 1/VII/Oktober/2003. Tersedia : http.//www.pustekkom.go.id/teknodik/t12/isi.htm#5#5)[19
Januari 2010]
33
Ibid.,
26

maupun psikomotorik. Pada pembelajaran Fisika, penilaian hasil


belajar diukur melalui ulangan, penugasan, penilaian kinerja
(performance assesment), penilaian hasil karya (product assesment),
atau bentuk lain yang sesuai dengan karakteristik konsep materi yang
dinilai. 34
Berdasarkan pembatasan masalah hasil belajar fisika siswa yang
akan diukur adalah pada ranah kognitif yang mencakup aspek
mengingat/C1 (remembering), aspek memahami/C2 (understanding),
aspek aplikasi/C3 (applying), dan aspek menganalisis/C4 (analyzing).
Setiap tingkatan aspek yang diamati memiliki kriteria-kriteria
tertentu, yaitu : 35
1. Aspek Mengingat/C1 (Remembering)
Ketika sifat objektif diperkenalkan untuk memberikan sebuah
materi dalam bentuk yang sama seperti yang telah dipikirkan, maka
kategori yang relevan yaitu ingatan (remember). Ingatan termasuk
dalam pengetahuan dari memori lama yang termasuk dalam
pengetahuan relevan yaitu yang berdasarkan fakta, konseptual,
prosedural, atau metakognitif, atau gabungannya. Untuk mencapai
kemampuan mengingat, maka siswa harus melalui tahap :
- Mengenal (Recognizing), mengenal bertujuan untuk
membandingkan kesadaran dengan informasi yang ada. Dalam
kesadaran, siswa mencari informasi yang ada. Saat informasi
baru datang, siswa harus menentukan bahwa informasi yang
diperoleh berkaitan erat dengan pengetahuan yang telah
dipelajari sebelumnya hingga menenukan sebuah kecocokan.
- Memanggil kembali (Recalling), termasuk dalam pengetahuan
dari memori lama yang didapatkan kembali dengan cepat. Soal

34
Moh. Nurudin, perbandingan Hasil Belajar Fisika antara yang Mneggunakan Problem
Based Instruction dengan Direct Instruction, (Skripsi Jurusan Pendidikan IPA Program Studi
Pendidikan Fisika FITK UIN Syarif Hidayatullah Jakarta, 2010), h. 38
35
Triyoga, Penerapan Assesmen Berbasis Dimensi Pengetahuan dan Dimensi
ProsesBerpikie Melalui Model Inkuiri dalam Pembelajaran IPA-Fisika pada Siswa SMP Kelas
VII, (Skripsi Jurusan Pendidikan Fisika FPMIPA UPI Bandung, 2010), h. 13-18
27

ingatan (recalling) adalah pertanyaaan yang jawabannya dapat


dicari dengan mudah pada buku atau catatan.
2. Aspek Memahami/C2 (Understanding)
Pada jenjang memahami ini siswa diharapkan tidak hanya
mengetahui, mengingat tetapi juga harus mengerti. Memahami
berarti mengetahui tentang sesuatu dan dapat melihatnya dari
bebrapa segi dengan kata lain siswa dikatakan memahami sesuatu
apabila ia dapat memberikan penjelasan yang lebih rinci dengan
menggunakan kata-katanya sendiri.
- Interpretasi (Interpreting), terjadi ketika seorang siswa dapat
mengubah informasi dari satu representasi ke representasi
lainnya. Misalnya siswa diperintahkan untuk membuat diagram
fasor.
- Exemplifying, menemukan contoh spesifik atau ilustrasi dari
sebuah konsep atau prinsip. Terjadi ketika siswa diberikan
sebuah contoh khusus dari sebuah konsep umum. Menerangkan
dengan contoh (exemplifying) termasuk dalam proses
identifikasi dalam mendefinisikan keistimewaan-keistiewaan
dari konsep umum dan menggunakannya untuk memilih
sebuah contoh khusus.
- Mengklasifikasikan (Classifying), terjadi ketika siswa
menyadari bahwa sesuatu termasuk daam sebuah kategori.
Kategori ini termasuk dalam identifikasi bebrapa pola yang
cocok dari contoh khusus dan konsep dasar.
Mengklasifikasikan dimulai dengan sebuah contoh khusus dan
mengharuskan siswa untuk menemukan konsep-
konsep/prinsip-prinsip dasar.
- Meringkas (Summarizing), merangkum gambaran umum atau
poin-poin penting. Meringkas termasuk dalam sebuah
informasi yang membangun, seperti pengertian sebuah
fenomena dalam suatu peta konsep dan membuat ringkasannya.
28

- Inferensi (Inferring), menggambarkan kesimpulan-kesimpulan


sementara secara logis dari informasi yang disajikan. Inferensi
terjadi ketika siswa dapat meringkas sebuah konsep yang
dikerjakan dengan menghitung satu set contoh yang
menggunakan berbagai macam kode dan hal-hal yang penting
dengan menuliskan hubungan di antara semuanya.
- Membandingkan (Comparing), mencari hubungan antara dua
ide, objek, dan sejenisnya. Dalam membandingkan, ketika
informasi baru diberikan, siswa mendeteksi hubungannya
dengan pengetahuan yang memang sudah ada. Contohnya
membandingkan sebuah rangkaian listrik berjalan seperti air
mengalir yan melewati sebuah pipa.
- Menjelaskan (Explaining), terjasi ketika seorang siswa dapat
membangun dan menggunakan sebuah model sebab akibat
pada sebuah sistem. Beberapa tugas dapat digunakan dalam
menilai kemampuan siswa untuk menjelaskan termasuk
pendapat, perbaikan masalah, perancangan kembali, prediksi.
3. Aspek Mengaplikasikan/C3 (Applying)
Aplikasi adalah pemakaian hal-hal abstrak dalam situasi konkret.
Hal-hal abstrak tersebut dapat berupa ide umum, aturan atau
prosedur, metode umum dan juga dalam bentuk prinsip, ide dan
teori secara teknis yang harus diingat dan diterapkan. Sementara
menurut Arikunto, soal aplikasi adalah soal yang mengukur
kemampuan siswa dalam mengaplikasikan (menerapkan)
pengetahuannya untuk memecahkan masalah sehari-hari atau
persoalan yang dikarang sendiri oleh penyusun soal dan bukan
keterangan yang terdapat dalam pelajaran yang dicatat.
- Melaksanakan (Executing), secara rutin siswa membawa
sebuah cara saat dihadapkan dengan masalah yang sudah
dikenalnya. Kebiasaan ini sering memberikan bebrapa pentujuk
yang cukup untuk menggunakan prosedur/cara yang dipilih.
29

Siswa diberikan sebuah tugas yang sudah dikenal yang dapat


diselesaikan dengan menggunakan cara yang baik. Contohnya
mengukur panjang atau diameter suatu benda dapat
menggunakan mistar, jangka sorong atau mikrometer sekrup.
- Implementasi (Implementing), digunakan saat siswa memilih
dan menggunakan sebuah cara untuk menampilkan tugas yang
belum dikenal. Implementasi juga berarti menjalankan prosedur
berdasarkan instruksi yang tidak biasa dilakukan (misalnya
menggunakan Hukum Newton II pada situasi yang
memungkinkan).
4. Aspek Menganalisis/C4 (Analyzing)
Analisis adalah suatu kemampuan peserta didik untuk merinci atau
menguraikan suatu bahan atau keadaan menurut bagian-bagian
yang lebih kecil atau merinci faktor-faktor penyebabnya dan
mampu memahami hubungan diantara bagian-bagian atau faktor-
faktor yang satu dengan faktor-faktor lainnya.
- Membedakan (Differentiating), menentukan ciri-ciri yang
relevan dari bagian tidak relevan materi yang diberikan.
Differensiasi (membedakan) dapat ditaksir dengan tanggapan
atau tugas pilihan. Dalam tanggapan, siswa diberikan beberapa
bahan dan ditugaskan untuk mengindikasikan bagian-bagian
mana yang penting.
- Mengorganisasikan (Organizing), yaitu mengidentifiaksi
sebuah elemen dalam komunikasi dan menyadari bagaimana
mereka bersatu dalam struktur yang sama dalam suatu
pengelompokkan. Siswa membuat hubungan yang sistematik
dan koheren dari bebrapa informasi yang diberikan.
- Melengkapi (Attributing), terjadi ketika siswa dapat
menentukan ide utama, dugaan, nilai-nilai atau tujuan utama.
Melengkapi termasuk sebuah proses dekonstruksi dimana siswa
memerlukan tujuan dan bahan yang dipresentasikan oleh
30

penulis untuk interpretasi. Siswa mencari untuk memahami


pengertian materi yang diberikan juga termasuk sebua
perluasan dasar untuk menduga suatu tujuan atau ide utama
dengan kata lain menentukan sebuah segi pandang,
penyimpangan, harga, atau tujuan dasar materi yang disajikan.
Dengan demikian dapat disimpulkan, bahwa hasil belajar fisika
adalah hasil penilaian pada ranah kognitif yang dicapai siswa setelah
melakukan pembelajaran Fisika.

B. Hasil Penelitian Yang Relevan


Beberapa hasil penelitian yang berhubungan dengan penerapan model
pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) adalah sebagai berikut :
1. Hasil penelitian tindakan kelas (PTK) yang dilakukan oleh I Wayan
Distrik di SMAN 13 Bandarlampung, menunjukkan bahwa dengan
menerapkan DI pemahaman dan penguasaan konsep siswa terhadap materi
pelajaran dan hasil belajar mereka pada setiap siklus terus meningkat.
Tingkat pemahaman konsep siswa pada siklus I hanya mencapai 21,2%,
kemudian mengalami peningkatan menjadi 160% pada siklus II dan
menjadi 265% pada siklus III. Begitu pula dengan tingkatan penguasaan
konsep yang meningkat dari 63.0 pada siklus I menjadi 69,1 pada siklus II,
dan mencapai nilai 79,4 pada siklus III. Peningkatan juga dialami oleh
hasil belajar siswa, dimana pada siklus I diperoleh 74,73 kemudian
meningkat menjadi 79,13 pada siklus II dan menjadi 87,03 pada siklus
III. 36
2. Purnomo menyatakan bahwa penerapan DI dapat meningkatkan aktivitas
dan hasil belajar siswa pada pelajaran Biologi konsep fotosintesis. Hal ini
didasarkan pada hasil penelitiannya di kelas VIIIC MTs Negeri

36
I Wayan Distrik, Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual untuk
Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika SMAN 13 Bandar Lampung,
(Tersedia : http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/16/model-pembelajaran-langsung-dengan-
pendekatan-kontekstual-untuk-meningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajar-fisika-siswa-
sman-13-bandar-lampung/)
31

Gondowulung Bantul Yogyakarta. Menurut peningkatan aktivitas dan


hasil belajar siswa ini dikarenakan DI menjamin siswa untuk lebih banyak
terlibat langsung dalam pembelajaran. 37
3. Penelitian oleh Good, Grows dkk., antara 1972-1973 tentang keefektifan
guru dan prestasi yang dicapai siswa. Mereka menyimpulkan bahwa
keefektifan guru sangat terkait dengan kelompok-kelompok tingkah laku
yang mengikutinya. Jadi betapa eratnya tingkah laku ini berkorespondensi
dengan tingkah laku guru yang dibutuhkan untuk pembelajaran
langsung. 38
4. Penelitian tahun 1974 yang dilakukan Stalling dan Kaskowiz,
menunjukkan bahwa pentingnya waktu dalam tahap-tahap pembelajaran
dan menunjang secara empirik penggunaan pembelajaran langsung.
Penelitian ini dilakukan di kelas 1 dan kelas 3 pada proyek ini para peneliti
melakukan pengamatan dengan bebrapa pendekatan pragmatik. Beberapa
guru menggunakan metode-metode yang sangat terstruktur dan formal,
sedangkan guru-guru yang lain menggunakan metode-metode yang lebih
informal yang berkaitan dengan gerakan sekolah yang terbuka pada saat
itu. 39
5. Penelitian yang dilakukan Stalling dan koleganya tahun 1970-an,
menunjukkan bahwa guru yang memiliki kelas yang terorganisasikan
dengan baik di mana pengalaman pembelajaran yang terstruktur paling
sering teramati, menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi (Time-
task-rations) dan hasil belajar yang lebih tinggi daripada guru yang
menggunakan pendekatan kurang formal dan kurang terstruktur. Observasi
terhadap guru-guru yang berhasil menunjukkan bahwa kebanyakan mereka
menggunakan prosedur pembelajaran langsung. 40

37
Sidik Purnomo, Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi Pokok
Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction Models) Siswa Kelas VIIIC MTs
Negeri Gondowulung Bantul Tahun Ajaran 2007/2008, (Tersedia : http://digilib.uin-
suka.ac.id/download.php?id=2161)
38
A. Grummy W, dkk., Op. Cit., h. 14
39
Ibid., h. 15
40
S. Kardi dan Muh. Nur, Op. Cit., h. 17
32

C. Kerangka Pikir
Dalam pelaksanaan pembelajaran Fisika di SMP, siswa dituntut dapat
memahami pengetahuan dasar dan mengaplikasikan konsep-konsep dasar
Fisika tersebut dalam kehidupan sehari-hari, sehingga pengetahuan yang
diperoleh dapat bermanfaat pada diri sendiri dan masyarakat. Pengetahuan
dasar yang dimaksud adalah pengetahuan berupa deklaratif (pengetahuan
tentang sesuatu) dan pengetahuan yang berupa prosedural (pengetahuan
tentang bagaimana melakukan sesuatu). Seringkali penggunaan pengetahuan
prosedural memerlukan penguasaan pengetahuan prasyarat yang berupa
pengetahuan deklaratif. Oleh sebab itu, kedua macam pengetahuan ini perlu
dilatihkan kepada siswa agar mereka melakukan suatu kegiatan yang dapat
diaplikasikan pada konsep fisika tersebut.
Namun kenyataannya, tuntutan pada siswa dalam pembelajaran Fisika
belum terpenuhi. Akhirnya para guru menerapkan sebuah model pengajaran
yang sesuai dengan konsep fisika tersebut. Penggunaan model pengajaran ini
didasarkan pada penerapan model konvensional yang tidak sesuai pada konsep
fisika yang diajarkan, sehingga hanya dapat membantu siswa dalam memiliki
penguasaan konsep (pengetahuan deklaratif) saja.
Untuk mengatasi hal di atas, model pengajaran yang meliputi
pengatahuan deklaratif dan pengetahuan prosedural adalah model pengajaran
langsung (Direct Instruction/DI). Model pengajaran langsung dirancang
secara khusus untuk mengembangkan belajar siswa tentang pengetahuan
prosedural dan pengetahuan deklaratif yang terstruktur dengan baik dan dapat
dipelajari selangkah demi selangkah. Pengajaran langsung merupakan suatu
model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher centered. Dalam
menerapkan model pengajaran langsung guru harus mendemonstrasikan
pengetahuan atau keterampilan yang akan dilatihkan pada siswa selangkah
demi selangkah. Karena dalam pembelajaran peran guru sangat dominan,
maka guru dituntut agar dapat menjadi seorang model yang menarik bagi
siswa dan pembelajaran Fisika menjadi lebih menyenangkan.
33

Agar pengetahuan dasar dapat dilatihkan kepada siswa dengan baik,


maka perlu dikembangkan dan digunakan suatu perangkat pembelajaran yang
sesuai dengan konsep materi yang diajarkan. Dalam menerapkan perangkat
pembelajaran tersebut, guru harus dapat melaksanakan kegiatan belajar
mengajar sesuai dengan tahapan-tahapan pada model pengajaran langsung.
Terdapat 5 tahapan yang harus guru lakukan, yaitu : 1) penyampaian tujuan
pembelajaran; 2) mendemonstrasikan ilmu pengetahuan dan keterampilan; 3)
memberi latihan terbimbing; 4) mengecek pemahaman dan memberikan
umpan balik; dan 5) pemberian perluasan latihan dan pemindahan ilmu.
Dengan demikian, penerapan model pengajaran langsung (Direct
Instruction/DI) diharapkan akan dapat menciptakan suasana belajar yang
kondusif, dimana menekankan keterlibatan siswa dalam pembelajaran Fisika
sehingga dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.
34

Kerangka pikir penelitian ini dapat dilihat pada bagan berikut :

Rendahnya Hasil Belajar

Hanya menekankan Kurangnya penguasaan Penggunaan model


pada penguasaan keterampilan dasar yang pengajaran konvensional
konsep dimiliki siswa yang tidak sesuai dengan
konsep materi yang
diajarkan

Menggunakan model yang


sesuai dengan konsep fisika

Pengetahuan deklaratif Pengetahuan prosedural

Model Pengajaran langsung


(Direct Instruction/DI)
(proses pembelajaran secara
tahap demi tahap)

Meningkatkan hasil belajar


Fisika siswa

Pengaruh Model Pengajaran Langsung (Direct


Instruction/DI) Terhadap Hasil Belajar Fisika Siswa

Gambar 2.1 Bagan Kerangka Pikir


35

D. Pengajuan Hipotesis
Berdasarkan kajian teori dan penyusunan kerangka berpikir, maka dapat
dirumuskan hipotesis sebagai berikut :
H0 = Tidak terdapat pengaruh model pengajaran langsung (Direct
Instruction/DI) terhadap hasil belajar Fisika siswa.
Ha = Terdapat pengaruh model pengajaran langsung (Direct
Instruction/DI) terhadap hasil belajar Fisika siswa.
BAB III
METODOLOGI PENELITIAN

A. Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian ini dilaksanakan di SMP Islamiyah Ciputat – Tangerang, dan
waktu pelaksanaan penelitian ini adalah pada semester II tahun ajaran 2009-
2010.

B. Metode Penelitian
Metode penelitian yang digunakan adalah metode kuasi eksperimen, dan
rancangan penelitian yang digunakan adalah The Pretest-Posttest Control
Group Design. 1 Kelas yang diteliti dibagi menjadi dua kelompok. Kelas
eksperimen yang diberi perlakukan dengan model pengajaran langsung
(Direct Instruction/DI) dan kelas kontrol dengan model konvensional dengan
metode diskusi. Sebelum diberikan perlakuan, pada kedua kelas dilakukan
pretest untuk mengetahui sejauh mana kemampuan dasar siswa pada konsep
yang bersangkutan yaitu konsep cahaya. Kemudian masing-masing diberikan
perlakuan, setelah itu dilakukan kembali posttest untuk mengetahui sejauh
mana penguasaan siswa terhadap konsep yang bersangkutan. Rancangan
penelitian tersebut dinyatakan dalam tabel 3.1 berikut :
Tabel 3.1
Rancangan Penelitian
The Pretest-Posttest Control Group Design

Kelompok Pre Test Perlakuan Post Test


E Y1 XE Y2
K Y1 XC Y2

1
Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif, (Jakarta : PT
RajaGrafindo Persada, 2008), h. 98

36
37

Keterangan :

E : Kelas eksperimen

K : Kelas kontrol

Y1 : Tes awal (pre test) untuk kelas eksperimen dan kontrol

Y2 : Tes akhir (post test) untuk kelas eksperimen dan kontrol

XE : Perlakuan model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) pada


kelas eksperimen

XC : Perlakuan model konvensional dengan metode diskusi pada kelas


kontrol

C. Populasi dan Sampel


Populasi adalah objek penelitian sebagai sasaran untuk mendapatkan dan
mengumpulkan data. 2 Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh siswa kelas
VIII semester II SMP Islamiyah Ciputat. Sampel merupakan bagian dari
populasi. 3 Sampel penelitian ini ditentukan dengan teknik purposive sampling
atau sampling pertimbangan, yaitu pengambilan sampel dilakukan
berdasarkan pertimbangan perorangan atau pertimbangan peneliti.4 Dalam
penelitian ini, sampel yang diambil adalah kelas eksperimen yaitu kelas yang
dalam pembelajarannya diterapkan model pengajaran langsung (Direct
Instruction/DI) dan kelas kontrol adalah model konvensional dengan metode
diskusi.

D. Teknik Pengumpulan Data


1. Variabel Penelitian
Variabel penelitian adalah pengelompokkan secara logis dari dua
atau lebih atribut dari objek yang diteliti. 5 Dalam penelitian ini terdapat

2
P. Joko Subagyo, Metode Penelitian ; dalam Teori dan Praktek, (Jakarta : Rineka Cipta,
2004), h. 23
3
Ibid.,
4
Sudjana, Metoda Statistika, (Bandung : Tarsito, 2001), h. 168
5
Rakim, Pengertian Variabel, [Tersedia : http://rakim-ytk.blogspot.com/2008/06/
pengertian-variabel.html] [20 Juli 2010]
38

dua variabel yaitu, variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas
(independent) dalam penelitian ini adalah model pengajaran langsung
(Direct Instruction/DI). Variabel terikat (dependent) adalah hasil belajar
fisika siswa.

2. Sumber Data
Dalam penelitian ini akan diperoleh data yang berupa skor hasil
belajar fisika siswa yang diperoleh melalui tes hasil belajar fisika. Adapun
tes hasil belajar yang diberikan berupa tes awal (pretest) dan tes akhir
(posttest). Tes awal bertujuan untuk mengetahui kemampuan awal siswa
terhadap materi yang akan diajarkan, sedangkan tes akhir bertujuan untuk
mengetahui kemampuan akhir siswa dari proses pembelajaran.

E. Instrumen Penelitian
Instrumen yang digunakan dalam penelitian ini adalah tes hasil belajar
fisika. Tes hasil belajar yaitu tes yang digunakan untuk mengukur sejauh mana
siswa menguasai materi yang telah diberikan. Tes yang akan diberikan
merupakan tes objektif, dengan alasan bahwa penggunaan tes objektif dapat
mencakup bahan pelajaran secara luas. Adapun bentuknya yaitu berupa soal
pilihan ganda (multiple choice) dengan empat pilihan (options). Instrumen tes
ini harus memenuhi empat kriteria, yaitu validitas, reliabilitas, taraf kesukaran,
dan daya pembeda. Untuk memenuhi keempat kriteria tersebut, maka
instrumen yang digunakan harus melalui pengujian dan perhitungan.

a. Uji Validitas
Uji validitas ini digunakan untuk memvalidasi intrumen hasil belajar
yaitu menggunakan rumus koefesien korelasi biserial (γpbi) untuk
menentukan validitas tiap-tiap item butir soal dengan rumus sebagai
berikut 6 :

6
Suharsimi Arikunto, Dasar-dasar Evaluasi Pendidikan (Edisi Revisi), (Jakarta : PT. Bumi
Aksara, 2001), h. 79
39

M p − Mt p
γ pbi =
St q
Keterangan :
γpbi : Koefisien korelasi biserial
Mp : Rerata skor dari subjek yang menjawab betul bagi item yang dicari
validitasnya
Mt : Rerata skor total
St : Standar deviasi dari skor total
p : Proporsi siswa yang menjawab benar
p = banyaknya siswa yang benar
jumlah seluruh siswa
q : Proporsi siswa yang menjawab salah
(q=1–p)
Tabel 3. 2 Kriteria Validitas
No. Rentang Nilai Kriteria
1. 0,800 – 1,000 Sangat tinggi
2. 0,600 – 0,800 Tinggi
3. 0,400 – 0,600 Cukup
4. 0,200 – 0,400 Rendah
5. 0,000 – 0,200 Sangat rendah

Perhitungan pengujian validitas instrumen tes ini terdapat pada


Lampiran 22. Berdasarkan hasil perhitungan tersebut, diperoleh data
bahwa dari 40 soal yang diujicobakan terdapat 26 soal yang dinyatakan
valid. Diantara 26 soal yang valid ini selanjutnya akan disaring kembali
berdasarkan kriteria yang lainnya untuk dapat digunakan dalam penelitian
ini.
40

b. Uji Reliabilitas
Uji reliabilitas yang digunakan pada tes hasil belajar menggunakan
metode KR-20. Metode Kuder Richardson-20 (KR-20) yang digunakan
untuk mencari reliabilitas, dengan rumus sebagai berikut7 :

⎛ n ⎞⎛⎜ S − ∑ pq ⎞⎟
2

r11 = ⎜ ⎟
⎝ n − 1 ⎠⎜⎝ S2 ⎟

Keterangan :
r11 : Reliabilitas secara keseluruhan
p : Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q : Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
Σpq : jumlah hasil perkalian antara p dan q
n : Banyak item
S : Standar deviasi dari tes
Nilai korelasi reliabilitas yang sudah diperoleh kemudian
dibandingkan dengan kategori interpretasi korelasi reliabilitas adalah :
Tabel 3. 3 Kriteria Reliabilitas
No. Rentang Nilai Kriteria
1. 0,90 – 1,00 Tinggi sekali
2. 0,70 – 0,90 Tinggi
3. 0,40 – 0,70 Cukup
4. 0,20 – 0,40 Rendah
5. 0,00 – 0,20 Kecil

Perhitungan nilai reliabiltas ini terdapat pada lampiran 23 bersama


dengan uji validitas. Berdasarkan perhitungan tersebut diperoleh bahwa
nilai reliabilitas instrumen tes ini adalah 0,71. Nilai ini termasuk kategori
tinggi. Oleh karena itu, dapat disimpulkan instrumen ini layak untuk
digunakan dalam penelitian ini.

7
Ibid., h. 100-101
41

c. Taraf Kesukaran
Untuk mengetahui apakah soal itu sukar, sedang, atau mudah maka
soal-soal tersebut diujikan taraf kesukarannya terlebih dahulu. Indeks
kesukaran butir-butir soal ditentukan dengan rumus 8 :
B
P=
JS
Keterangan :
P : Indeks Kesukaran
B : Banyaknya siswa yang menjawab soal dengan benar
JS : Jumlah seluruh peserta tes

Tabel 3.4 Klasifikasi Indeks Kesukaran


No. Rentang Nilai Kriteria
1. 0,70 – 1,00 Mudah
2. 0,30 – 0,70 Sedang
3. 0,00 – 0,30 Sukar

Perhitungan pemenuhan kriteria ini terdapat pada Lampiran 25.


Kriteria soal yang dianggap layak untuk digunakan adalah soal yang
memiliki derajat kesukaran sedang atau mudah.

d. Daya Pembeda
Daya pembeda adalah kemampuan suatu butir soal item tes hasil
belajar untuk dapat membedakan (mendiskriminasi) antara testee yang
berkemampuan tinggi dengan testee yang berkemampuan rendah. Cara
perhitungan daya pembeda adalah dengan menggunakan rumus sebagai
berikut 9 :
B A BB
D= − = PA − PB
JA JB

8
Ibid., h. 208
9
Ibid., h. 213
42

Keterangan :
D : Daya pembeda
BA : Jumlah kelompok atas yang menjawab soal itu benar
BB : Jumlah kelompok bawah yang menjawab soal yang benat
JA : Jumlah peserta kelompok atas
JB : Jumlah peserta kelompok bawah
BA
PA = : Proporsi peserta kelompok atas yang menjawab benar
JA

BB
PB = : Proporsi peserta kelompok bawah yang menjawab benar
JB

Tabel 3.5 Klasifikasi Indeks Daya Pembeda


No. Rentang Nilai Kriteria
1. 0,00 – 0,20 Jelek
2. 0,20 – 0,40 Cukup
3. 0,40 – 0,70 Baik
4. 0,70 – 1,00 Baik Sekali

Perhitungan daya pembeda ini terdapa pada Lampiran 26. kriteria


soal yang layak digunakan adalah soal yang memiliki daya pembeda yang
baik sekali, baik, atau cukup.
Dari keseluruhan soal yang diujicobakan, jumlah soal yang
digunakan dalam penelitian adalah 25 soal. Pemilihan 25 soal ini di
samping didasarkan pada keempat kriteria di atas juga didasarkan pada
keterwakilan semua indikator materi pembelajaran. Untuk lebih jelas dapat
dilihat pada tabel 3.6 kisi-kisi instrumen yang digunakan pada penelitian.
43

Tabel 3.6
Kisi-kisi Instrumen Penelitian

Standar Kompetensi Aspek Kognitif


dan Kompetensi Indikator Jumlah
C1 C2 C3 C4
Dasar
SK : Memahami Melakukan percobaan
konsep dan untuk menunjukkan
1,2* 3*,6* 4*,7* 8*,9 8
penerapan sifat-sifat perambatan
getaran, cahaya
gelombang dan Menjelaskan hukum
optika dalam pemantulan yang 10*, 11*, 14*,
9*,15 8
produk diperoleh melalui 12 13* 16*
teknologi percobaan
sehari-hari Mendeskripsikan proses
pembentukan dan sifat-
KD : Menyelidik sifat bayangan pada 18*, 17, 22*, 21*,
sifat-sifat 8
cermin datar, cermin 20 19* 24 23
cahaya dan cekung, dan cermin
hubungannya cembung
dengan Menjelaskan hukum
berbagai pembiasan yang 25, 26*, 28*, 31*,
bentuk cermin 8
diperoleh melalui 27* 30 29 32
dan lensa percobaan
Mendeskripsikan proses
pembentukan dan sifat-
33*, 34*, 39*, 37,
sifat bayangan pada 8
36* 35 40 38*
lensa cekung dan lensa
cembung

Jumlah 10 10 10 10 40

Catatan : tanda (*) adalah nomor soal yang digunakan dalam penelitian
berdasarkan hasil uji coba yang dilakukan.

F. Teknik Analisis Data


Teknik analisis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah uji-t,
yakni tes statistik yang dipergunakan untuk menguji perbedaan atau kesamaan
dua kondisi/perlakuan atau dua kelompok yang berbeda dengan prinsip
memperbandingkan rata-rata (Mean) kedua kelompok/perlakuan itu. 10
Sebelum dilakukan uji-t, analisis data diawali dengan langkah-langkah
berikut :

10
Anas Sudijono, Pengantar Statistik Pendidikan, cet. ke-12, (Jakarta : Raja Grafindo
Persada, 2003), h. 264
44

1. Uji Prasyarat Analisis


a. Uji Normalitas
Uji normalitas adalah pengujian terhadap normal tidaknya sebaran data
yang akan dianalisis. Teknik yang digunakan untuk menguji normalitas
dalam penelitian ini adalah uji Lilliefors.
Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut : 11
1) Hipotesis
H0 = data berdistribusi normal
Ha = data berdistribusi tidak normal
2) Menentukan harga L0
a) Pengamatan X1, X2, X3, ...., Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3,
....., Zn dengan menggunakan rumus :

Xi − X
Zi =
S
Dimana :
Zi = bilangan baku
X = rata-rata
S = Simpangan Baku (Standar Deviasi)
b) Untuk setiap bilangan baku, dengan menggunakan distribusi
normal baku, kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi )
c) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ..., Zn yang lebih kecil
atau sama dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi),
maka :

S(Zi) = banyaknya Z1, Z2, Z3, …, Zn yang ≤ Zi


n
d) Hitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga
mutlaknya.
e) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih
tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0
11
Sudjana, Op. Cit., h. 466-467
45

Contoh : Tabel perhitungan untuk uji Lilliefors :

Xi Zi F(Zi) S(Zi) │F(Zi) – S(Zi)│

Keterangan :
Z = bilangan baku
Xi = data
F(Zi) = peluang Z ≤ Zi
i
S(Zi) = = proporsi nilai Z berdasarkan urutan dari yang
n
terkecil
3) Menentukan harga Ltabel
Dari harga kritis untuk uji Lilliefors dengan taraf signifikan 0,05.
4) Kriteria pengujian
Tolak H0 jika L0 > Ltabel
Terima H0 jika L0 < Ltabel
5) Kesimpulan

b. Uji Homogenitas
Setelah kelas diuji kenormalannya maka setelah itu kelas diuji
kehomogenitasannya. Teknik yang digunakan untuk uji homogenitas pada
penelitian ini adalah dengan uji Bartlett.
Adapun langkah-langkah pengujiannya adalah sebagai berikut : 12
1) Hipotesis
H0 = σ12 = σ22 = σ32 = σn2
H1 = salah satu tanda tidak sama
2) Menentukan kriteria
χ02 ≥ χt2 = tolak H0 , χ02 : Nilai hitung
χ02 < χt2 = terima H0 , χt
2
: Nilai tabel

12
Ibid., h.261-263
46

3) Melakukan perhitungan dengan tabel bantu


Contoh : Tabel perhitungan untuk Uji Homogenitas

Kelompok dk (n-1) S21 Log S21 dk (n-1).Log S21

Jumlah

S21 = kuadrat standar deviasi


Σ(n1 − 1) S 21
Dengan : Sgabungan =
Σ(n − 1)
Menghitung Log S2
Menghitung nilai B = log S2 Σ (ni – 1) , B = nilai Bartlett
Menghitung nilai χ02 :
χ02 ={ ln 10 (B - Σ(ni -1)log Si)},
dengan Σ(ni – 1) log Si = Σ dk(n-1). Log Si2
Sehingga :
χ02 = ln 10 { B - Σ dk. Log Si2 }

4) Kesimpulan

2. Pengujian Hipotesis
Pengujian hipotesis penelitian ini menggunakan rumus uji t (t-test).
Uji t adalah uji statistik yang dapat dipakai untuk mengetahui apakah
terdapat hubungan antara dua variabel yang terdapat dalam penelitian ini.
Uji-t yang digunakan yaitu mengetahui hipotesis nol antara mean skor
kelas eksperimen dengan mean skor kelas kontrol yang berpasangan (n1 =
n2 = n) pada taraf signifikansi 0,05 dengan tes dua pihak. Rumus yang
digunakan sebagai berikut :
47

X1 − X 2
t=
1 1
S +
n1 n2

(n1 − 1)S12 + (n2 − 1)S 22


Dimana : S=
(n1 + n2 ) − 2

Keterangan :
t : Hasil hitung distribusi t
X1 : Skor rata-rata kelas eksperimen
X2 : Skor rata-rata kelas kontrol
S12 : Nilai deviasi kelas eksperimen

S 22 : Nilai deviasi kelas kontrol


S : Nilai deviasi gabungan
n1 : Banyaknya data kelas eksperimen
n2 : Banyaknya data kelas kontrol
dk = n – 1

Langkah selanjutnya adalah :


a. Menentukan derajat kebebasan (dk) dengan rumus :
Dk = (n1 – 1) + (n2 – 1)
b. Menentukan nilai t-tabel
c. Menguji hipotesis
Jika : – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel = Terima Ho, Tolak Ha
– t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung = Terima Ha, Tolak Ho
Hipotesis Statistik :
H 0 : μa = μb
H a : μa ≠ μb
48

3. Uji Normal Gain (N-Gain)


Uji n-gain adalah selisih nilai pretest dan nilai posttest. Melakukan
pengujian n-gain bertujuan untuk mengetahui signifikansi hasil belajar
siswa dan dapat menunjukkan peningkatan pemahaman atau penguasaan
konsep siswa setelah pembelajaran dilakukan. Uji n-gain dilakukan
dengan menggunakan rumus sebagai berikut :

nilai posttest - nilai pretest


N-Gain (g) =
nilai maksimum - nilai pretest

dengan kategorisasi perolehan berikut ini :


a. g-tinggi : nilai G ≥ 0,070
b. g-sedang : nilai 0,030 ≤ G < 0,30
c. g-rendah : nilai G < 0,30
BAB IV
HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil Data
Pada hasil data ini dijelaskan gambaran umum dari data yang telah
diperoleh. Data-data yang diperoleh adalah berupa data hasil pretest dan
posttest dari kedua kelas. Gambaran tentang data-data ini meliputi skor hasil
belajar, nilai tertinggi, nilai terendah, nilai rata-rata, median, modus, dan nilai
standar deviasi serta nilai varians.
1. Hasil Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen
Berdasarkan skor hasil belajar pretest kelas kontrol dan kelas
eksperimen yang ditampilkan oleh gambar 4.1, diperoleh bahwa dari 30
orang siswa di kelas kontrol terdapat 1 orang siswa yang berada direntang
skor 24-29, 30-35, dan 36-41. Untuk kelas eksperimen, dari 30 orang tidak
ada siswa yang memperoleh skor hasil belajar direntang skor tersebut.
Tetapi, terdapat sebanyak 3 orang siswa yang memperoleh skor direntang
skor 42-47 pada kelas kontrol dan kelas eksperimen.
Pada rentang skor 48-53, perolehan skor di kelas kontrol dimiliki oleh
siswa sebanyak 13 orang, sedangkan siswa kelas eksperimen hanya 11
orang. Banyaknya siswa di kelas kontrol pada rentang skor 54-59 adalah
sebanyak 8 orang saja, sedangkan jumlah siswa yang memperoleh skor
direntang 54-59 untuk kelas eksperimen adalah lebih tinggi dibandingkan
jumlah siswa di kelas kontrol, yaitu sebanyak 12 orang. Untuk skor hasil
belajar direntang 60-65, jumlah siswa di kelas kontrol adalah sebanyak 3
orang, sedangkan kelas eksperimen sebanyak 4 orang siswa.

49
50

14

12

Banyaknya Siswa 10

8 Kelas Kontrol
Kelas Eksperimen
6

0
24-29 30-35 36-41 42-47 48-53 54-59 60-65
Skor Hasil Belajar

Gambar 4.1 Diagram Batang Skor Hasil Belajar


Pretest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Dengan demikian, terlihat jelas bahwa skor hasil belajar yang dimiliki
oleh siswa kelas kontrol tidak berbeda jauh dengan siswa kelas
eksperimen. Hal itu dikarenakan siswa di kedua kelas tersebut masih
dalam tahap pengetahuan awal, yaitu sejauh mana pengetahuan yang
dimiliki siswa tentang konsep cahaya sebelum diajarkan oleh guru.
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian yang didapat dari pretest
kelas kontrol diperoleh nilai tertinggi 60 dan nilai terendah 24, nilai rata-
rata ( X ) sebesar 50,9; median (Me) sebesar 41; modus (Mo) sebesar 52,2;
standar deviasi (SD) sebesar 8,02 dan varians (S2) sebesar 64,32. Untuk
hasil pretest kelas eksperimen, memperoleh nilai tertinggi 64 dan nilai
terendah 44, nilai rata-rata ( X ) sebesar 53,6; median (Me) sebesar 46,75;
modus (Mo) sebesar 59,7; standar deviasi (SD) sebesar 4,9 dan varians
(S2) sebesar 24,01. Hasil perhitungan tersebut dapat dilihat pada lampiran
1 dan lampiran 3. Untuk lebih jelasnya, dapat dilihat pada tabel 4.1.
51

Tabel 4.1
Hasil Penelitian Pretest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Pretest Kelas Pretest Kelas


Data Eksperimen Kontrol

Nilai maksimum 60 60
Nilai minimum 44 24
Mean ( X ) 53,6 50,9
Median (Me) 46,75 41
Modus (Mo) 59,7 52,2
Standar Deviasi (SD) 4,9 8,02
Varians (S2) 24,01 64,32

2. Hasil Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen


Ditinjau dari gambar 4.2, berdasarkan jumlah siswa kedua kelas yaitu
masing-masing sebanyak 30 orang, diperoleh bahwa siswa yang berada
direntang skor 20-26 adalah sebanyak 1 orang untuk kelas kontrol,
sedangkan kelas eksperimen tidak ada siswa yang memperoleh skor
direntang tersebut. Tetapi untuk rentang skor 27-33 terdapat siswa
sebanyak 1 orang pada kelas eksperimen, sedangkan kelas kontrol
melebihi kelas eksperimen yaitu sebanyak 4 orang.
Siswa kelas kontrol diperoleh sebanyak 9 orang siswa yang berada
direntang skor 34-40, sedangkan kelas eksperimen tidak ada yang
memperoleh skor direntang tersebut. Untuk rentang skor 41-47, siswa
kelas kontrol diperoleh sebanyak 7 orang, sedangkan siswa kelas
eksperimen diperoleh sebanyak 1 orang saja. Pada kelas kontrol, siswa
yang memperoleh skor direntang 48-54 adalah sebanyak 2 orang saja,
sedangkan perbandingan siswa yang memperoleh skor direntang tersebut
pada kelas eksperimen tidak berbeda jauh dengan kelas kontrol yaitu
sebanyak 1 orang saja.
Dalam kelas kontrol, jumlah siswa yang memperoleh skor direntang
55-61 adalah sebanyak 2 orang. Untuk kelas eksperimen, siswa yang
memperoleh skor direntang tersebut sebanyak 3 orang. Pada rentang skor
62-68, terjadi perbedaan yang sangat jauh antara jumlah siswa kelas
52

eksperimen dengan kelas kontrol. Untuk kelas kontrol, siswa yang


memperoleh skor direntang tersebut adalah sebanyak 5 orang, sedangkan
jumlah siswa pada kelas eksperimen adalah sebanyak 15 orang siswa.
Untuk rentang skor 69-75 dan 76-82, siswa kelas eksperimen yang
diperoleh adalah sebanyak 3 dan 6 orang siswa dan untuk siswa kelas
kontrol, tidak memperoleh skor pada rentang tersebut.

16

14

12
Banyaknya Siswa

10 Kelas Kontrol

8 Kelas
Eksperimen
6

0
20-26 27-33 34-40 41-47 48-54 55-61 62-68 69-75 76-82
Skor Hasil Belajar

Gambar 4.2 Diagram Batang Skor Hasil Belajar


Posttest Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Dengan demikian, pengetahuan akhir (posttest) yang diperoleh para


siswa di kelas eksperimen sangat besar, rata-rata memperoleh skor 62
sampai skor 68. Jadi, dapat dikatakan bahwa siswa di kelas eksperimen
mengalami peningkatan pengetahuan, maka hasil belajar siswa pun juga
meningkat dengan baik.
Berdasarkan hasil perhitungan data penelitian yang didapat dari
posttest kelas kontrol diperoleh nilai tertinggi 68 dan nilai terendah 20,
nilai rata-rata ( X ) sebesar 44,23; median (Me) sebesar 32,5; modus (Mo)
sebesar 38,5; standar deviasi (SD) sebesar 12,26 dan varians (S2) sebesar
150,31. Untuk hasil perhitungan dari posttest kelas eksperimen diperoleh
nilai tertinggi 80 dan nilai terendah 32, nilai rata-rata ( X ) sebesar 63,7;
median (Me) sebesar 55,3; modus (Mo) sebesar 63; standar deviasi (SD)
53

sebesar 9,96 dan varians (S2) sebesar 99,20. Hasil perhitungan yang
diperoleh dapat dilihat pada lampiran 2 dan lampiran 4. Untuk lebih
singkatnya lihat pada tabel 4.2.
Tabel 4.2
Hasil Penelitian Posttest Kelas Eksperimen dan Kelas Kontrol

Posttest Kelas Posttest Kelas


Data Eksperimen Kontrol

Nilai maksimum 80 68
Nilai minimum 32 20
Mean ( X ) 63,7 44,23
Median (Me) 55,3 32,5
Modus (Mo) 63 38,5
Standar Deviasi (SD) 9,96 12,26
Varians (S2) 99,20 150,31

3. Rekapitulasi Data
Berikut ini adalah tabel rekapitulasi data yang diperoleh selama
penelitian.
Tabel 4.3
Rekapituasi Data Hasil Penelitian

Kelas Eksperimen Kelas Kontrol


Data
Pretest Posttest Pretest Posttest
Nilai
60 80 60 68
maksimum
Nilai minimum 44 32 24 20
Mean ( X ) 53,6 63,7 50,9 44,23
Standar
4,9 9,96 8,02 12,26
Deviasi (SD)
Varians (S2) 24,01 99,20 64,32 150,31

B. Hasil Analisis Data


Berdasarkan hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini, yang
dianalisis adalah pengaruh model pembelajaran terhadap hasil belajar. Oleh
54

karena itu, yang dianalisis untuk keperluan pengujian hipotesis hanya nilai
posttest yang diperoleh dari kedua kelas. Berikut ini adalah analisis data yang
meliputi uji prasyarat analisis statistik dan uji hipotesisnya.
1. Pengujian Prasyarat Analisis Data
Sebelum dilakukan pengujian hipotesis perlu dilakukan uji persyaratan
analisis terlebih dahulu terhadap data hasil penelitian. Beberapa uji
persyaratan yang harus dipenuhi adalah :
a. Uji Normalitas
Setelah dilakukan pengolahan data dengan menggunakan Uji Liliefors,
maka diperoleh hasil penghitungan dari data posttest kedua kelas. Uji
normalitas ini digunakan untuk mengetahui bahwa instrumen yang
diberikan berdistribusi normal atau tidak normal, dengan ketentuan bahwa
data tersebut berdistribusi normal jika Lo (Lhitung) < Ltabel, diukur pada taraf
signifikansi dan tingkat kepercayaan tertentu. Untuk lebih jelasnya dapat
dilihat pada tabel 4.4 di bawah ini.
Tabel 4.4
Hasil Uji Normalitas Data Posttest

Kelas Kelas
No. Statistik
Eksperiman Kontrol
1 Jumlah Sampel (N) 30 30
2 Rata-rata (Mean) 63,7 44,23
3 Standar Deviasi (SD) 9,96 2,26
4 Lo hitung 0,1453 0,1413
5 L tabel 0,161 0,161

Berdasarkan hasil diatas, dengan menggunakan pengujian pada taraf


kepercayaan (α = 0,05), maka uji normalitas pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen dapat disimpulkan dengan tabel 4.5. Penghitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 6 dan lampiran 8.
55

Tabel 4.5
Kesimpulan Uji Normalitas

Nilai Nilai Kesimpulan


No. Data
Lohitung Ltabel
Posttest Kelas Berdistribusi
1 0,1413 0,161
Kontrol normal
Posttest Kelas Berdistribusi
2 0,1453 0,161
Eksperimen normal

b. Uji Homogenitas
Setelah kedua sampel penelitian tersebut dinyatakan berdistribusi
normal, selanjutnya dicari nilai homogenitas dengan menggunakan Uji
Bartlett. Kriteria pengujian yang dilakukan pada tingkat kepercayaan
tertentu. Sampel dinyatakan homogen apabila χ2 hitung < χ2 tabel, sebaliknya
jika χ2 hitung > χ2 tabel maka sampel dinyatakan tidak homogen. Di bawah ini
adalah hasil uji homogenitas data posttest ditunjukkan pada tabel 4.6
sebagai berikut :
Tabel 4.6
Hasil Uji Homogenitas Data Posttest

No. Statistik Nilai


1 S2 eksperimen 99,20
2 S2 kontrol 150,30
3 S2 gabungan 124,75
4 Χ2 hitung 1,25
5 Χ2 tabel 3,84

Pengujian dilakukan pada taraf kepercayaan (α = 0,05). Dari tabel


tersebut dapat disimpulkan bahwa data posttest kedua kelas berasal dari
populasi yang homogen, karena χ2 hitung < χ2 tabel. Penghitungan
selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 10.
56

2. Uji Hipotesis
Setelah diperoleh hasil pengujian prasyarat analisis data diatas, dapat
dinyatakan bahwa kedua data tersebut adalah berdistribusi normal dan
homogen. Oleh karena itu, untuk tahap selanjutnya dilakukan pengujian
hipotesis. Pengujian hipotesis tersebut diperoleh dengan cara
menggunakan rumus uji-t. Rumus untuk menentukan thitung adalah sebagai
berikut :
X1 − X 2
t=
1 1
S +
n1 n2

Untuk hasil perhitungan thitung dapat dilihat pada lampiran 12.


Berdasarkan hasil perhitungan, diperoleh bahwa nilai thitung adalah sebesar
6,76 dan nilai ttabel diperoleh dengan menggunakan taraf signifikan 0,05
adalah sebesar 2,00.
Dengan demikian, untuk kriteria pengujian pada hasil perhitungan
tersebut didapat bahwa – t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung =
-2,00 < 6,76 atau 2,00 < 6,76 artinya terima Ha, tolak Ho. Sehingga dapat
disimpulkan bahwa terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran
langsung (direct instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa pada
konsep cahaya.

C. Pembahasan Hasil Penelitian


Berdasarkan temuan yang diperoleh selama penelitian, yaitu bahwa
besar thitung diperoleh sebesar 6,76 dan besar ttabel pada taraf signifikan 0,05
adalah sebesar 2,00. Hasil pengujian tersebut dihubungkan dengan hipotesis
pengujian dua arah, yaitu -2,00 < 6,76 atau 2,00 < 6,76 artinya terima Ha,
tolak Ho. Berdasarkan hal tersebut, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
pengaruh yang signifikan pada penggunaan model pengajaran langsung
(Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa. Hasil belajar yang
diperoleh kelas eksperimen, yaitu kelas yang menggunakan model pengajaran
langsung (Direct Instruction/DI) mengalami peningkatan. Hal ini diperkuat
57

dengan perolehan nilai rata-rata posttest eksperimen (63,7) > nilai rata-rata
posttest kontrol (44,23).
Model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) dengan model
konvensional merupakan model pengajaran yang sebenarnya bersifat teacher
centered. Meskipun demikian, kedua model tersebut dianggap sebagai model
pengajaran yang masing-masing memiliki keunggulan tertentu. Direct
Instruction memiliki keunggulan dalam mempelajari keterampilan dasar
(pengetahuan prosedural) dan memperoleh informasi (pengetahuan deklaratif)
yang diajarkan secara selangkah demi selangkah, sedangkan diskusi
menekankan pentingnya aktivitas guru dalam membelajarkan siswa.
Menurut Arends, direct instruction dirancang khusus untuk menunjang
proses belajar siswa yang berkaitan dengan pengetahuan deklaratif dan
pengetahuan prosedural yang terstruktur dengan baik dan dapat diajarkan
dengan pola kegiatan yang bertahap selangkah demi selangkah. 1 Direct
instruction merupakan pengajaran yang dirancang secara sistematik dan
sangat berpengaruh besar terhadap perkembangan individu. Hal tersebut
diperkuat oleh hasil penelitian Hernawan Tri Prasetyo, bahwa penggunaan
model direct instruction terhadap prestasi belajar lebih efektif daripada
metode konvensional. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan thitung = 3,4936 >
ttabel = 1,67. 2
Model konvesional berupa metode diskusi adalah metode belajar yang
cara penyajiannya dihadapkan hanya kepada suatu masalah yang bisa berupa
pernyataan atau pertanyaan yang bersifat problematis untuk dibahas dan
dipecahkan bersama atau secara kooperatif. Dalam proses belajar didalamnya
terdapat aspek kognitif, afektif dan psikomotorik, tetapi metode diskusi hanya

1
Nurman, Pengajaran Langsung (Direct Instruction/DI), (Tersedia :
http://nurmanspd.wordpress.com/2009/08/21/model-pembelajaran-direct-instruction-di/) [24 Mei
2010]
2
Hernawan Tri Prasetyo, Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang
disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa pada Materi Reaksi Redoks,
(Tersedia : http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitas-metode-pembelajaran-direct-
instruction-yang-disertai) [ 02 Agustus 2010]
58

menekankan pada penguasaan berpikir (kognitif) dan berinteraksi (afektif)


melalui pengalaman mental dan pengalaman sosial.
Oleh sebab itu, kegiatan belajar mengajar dengan menggunakan direct
instruction lebih lengkap dalam memperoleh pengetahuan baik secara
pengetahuan deklaratif maupun pengetahuan prosedural. Pengetahuan tersebut
diperoleh melalui pengalaman mental (kognitif), pengalaman fisik
(psikomotorik), dan pengalaman sosial (afektif).
Direct instruction secara sistematis menuntut dan membantu siswa
untuk meningkatkan hasil belajar dari masing-masing tahap demi tahap. Hal
ini diperkuat dengan sebuah penelitian yang dilakukan oleh Stalling dan
koleganya, menyatakan bahwa guru yang menggunakan pengajaran langsung
menghasilkan rasio keterlibatan siswa yang tinggi dan hasil belajar yang lebih
tinggi pula. 3
Pada umumnya, penggunaan model-model pembelajaran yang
dilakukan oleh guru bertujuan agar hasil belajar siswa mengalami
peningkatan. Berbeda halnya dengan hasil temuan pada penelitian ini, yaitu
pada penggunaan model konvensional rata-rata yang diperoleh untuk
pengetahuan awal siswa (pretest) 50,9 lebih besar daripada pengetahuan akhir
siswa (posttest) 44,23. Hal ini disebabkan karena siswa yang menggunakan
model konvensional berupa metode diskusi saat menjawab soal posttest yaitu
dengan mereka-reka jawaban dan pemberian soal diberikan pada saat jam
terakhir pelajaran, sehingga siswa merasa sudah bosan dan soal yang diberikan
dijawab dengan terburu-buru.
Temuan-temuan yang lain dalam penelitian ini, adalah ketidakcocokan
pemilihan metode dengan konsep yang diajarkan oleh guru membuat
pencapaian pemahaman siswa pada kelas kontrol kurang optimal. Hal ini tidak
selaras dengan pencapaian suatu tujuan pembelajaran, karena tercapainya
tujuan pembelajaran ditentukan oleh ketepatan penggunaan model
pembelajaran agar diperoleh kualitas hasil belajar yang lebih optimal. Selain

3
S. Kardi dan Moh. Nur, Pengajaran Langsung, (Surabaya : Unesa-University Press,
2000), h. 17
59

itu, respon siswa pada kelas kontrol dalam proses pembelajaran sangat kurang.
Hal ini disebabkan penyajian materi oleh guru kurang menarik oleh siswa,
sehingga siswa merasa bosan dan kegiatan belajar mengajar tidak berjalan
efektif dan kondusif.
Karakter siswa yang menggunakan model direct instruction sangat
antusias. Hal ini ditunjukkan dengan perolehan nilai rata-rata posttest 63,7 >
nilai rata-rata pretest 53,6. Singkatnya, siswa yang menggunakan model direct
instruction mengalami peningkatan terhadap hasil belajar siswa. Hal ini
diperkuat dengan penelitian Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, menyatakan
hasil analisis statistik uji-t diperoleh bahwa hasil belajar produk siswa yang
diajarkan dengan model direct instruction lebih baik daripada hasil belajar
produk siswa yang diajarkan dengan pembelajaran yang biasa dilakukan
sekolah dengan penggabungan metode ceramah, tanya jawab, dan pemberian
tugas. 4
Dengan demikian, berdasarkan uraian di atas maka hasil penelitian ini
menunjukkan bahwa dengan menggunakan model pengajaran langsung pada
konsep cahaya dapat meningkatkan hasil belajar fisika siswa.

D. Keterbatasan dan Kelemahan Penelitian

Dalam penelitian ini, terdapat beberapa keterbatasan dan kelemahan


keterbatasan penelitian diantaranya sebagai berikut :
1. Penentuan sampel ditentukan oleh guru di sekolah, peneliti tidak memiliki
otoritas penuh karena sudah dalam pertimbangan guru.
2. Perolehan nilai rata-rata kelas kontrol, pretest lebih besar daripada
posttest. Hal ini menunjukkan bahwa siswa pada kelas kontrol berkategori
rendah dalam pencapaian penguasaan materi, sehingga rendahnya
pengetahuan dalam menjawab soal.

4
Muh. Makhrus dan Satutik Rahayu, Pengembangan Kompetensi Merancang dan
Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran Langsung pada Pokok
Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak di MA Mu’allimat NW Pancor, (Tersedia ;
http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html) [09 Agustus 2010], h. 66
60

3. Ketidaksesuaian model yang digunakan oleh guru pada kelas kontrol yang
mengakibatkan penurunan hasil posttest yang sangat buruk.
4. Tidak adanya instrumen pendukung lainnya seperti lembar observasi, yaitu
untuk mengetahui ketercapaian proses belajar mengajar dalam
menggunakan model direct instruction.
BAB V
KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan, maka kesimpulan dalam penelitian ini


adalah bahwa terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor posttest
kelas eksperimen dengan kelas kontrol pada siswa kelas VIII SMP Islamiyah
Ciputat. Untuk hasil pengujian hipotesis, terdapat pengaruh yang signifikan
antara model pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil
belajar Fisika siswa. Hal ini terlihat pada keunggulan-keunggulan yang
dimiliki oleh model direct instruction.

B. Saran
Saran yang dapat diajukan dalam penelitian ini adalah model pengajaran
langsung (Direct Instruction/DI) memiliki peran yang sangat penting sebagai
penunjang pelaksanaan proses pembelajaran Fisika, diantaranya menciptakan
suasana belajar yang kondusif. Dengan demikian, model pengajaran ini perlu
mendapat perhatian yang sungguh-sungguh dari para guru Fisika dalam
kegiatan belajar mengajar di kelas.

61
DAFTAR PUSTAKA

Amirin, Tatang M. Taksonomi Bloom Versi Baru. Artikel ini diakses pada tanggal
9 Agustus 2010 di http://tatangmanguny.wordpress.com/
001/01/19/taksonomi-bloom-versi-baru/.

Arikunto, Suharsimi. Dasar-dasar Evaluasi pendidikan (Edisi Revisi). Jakarta :


PT. Bumi Aksara, 2001.

Baharuddin. Teori Belajar dan Pembelajaran. Yogyakarta : Ar-Ruzz Media,


2008.

Depdiknas. Pedoman Pengembangan Tugas Akhir Semester Sains Teknologi dan


Masyarakat. Jakarta : Depdiknas, 2002.

Distrik, I Wayan. Model Pembelajaran Langsung dengan Pendekatan Kontekstual


untuk Meningkatkan Aktivitas Konsepsi dan Hasil Belajar Fisika
SMAN 13 Bandar Lampung. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei
2010 di http://pustakailmiah.unila.ac.id/2009/07/16/model-
pembelajaran-langsung-dengan-pendekatan-kontekstual-untuk-
meningkatkan-aktivitas-konsepsi-dan-hasil-belajar-fisika-siswa-sman-
13-bandar-lampung/.

Djiwandono, Sri Esti W. Psikologi Pendidikan. Jakarta : Gramedia, 2006.

Dkk, A. Grummy W. Laporan Penelitian LPTK : Pengembangan Model


Pengajaran Langsung (MPL) pada Mata Kuliah Kelistrikan Otomotif
di Jurusan Teknik Mesin FT UNESA. Surabaya : FT Unesa, 2004.

Dzaki, Muhammad Faiq. Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction).


Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari
http://penelitiantindakankelas.blogspot.com/2009/03/model-
pengajaran-langsung.html.

Emzir, Metodologi Penelitian Pendidikan: Kuantitatif dan Kualitatif. Jakarta : PT


RajaGrafindo Persada, 2008.

Holil, Anwar. Teori Pembelajaran Sosial. Artikel ini diakses pada tanggal 9
Agustus 2010 di http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/teori-
pembelajaran-sosial.html.

____________ Model Pengajaran Langsung. Artikel ini diakses pada tanggal 24


Mei 2010 di http://anwarholil.blogspot.com/2009/01/model-
pengajaran-langsung.html.

62
63

Java, Hari Van. Model Pembelajaran Langsung (Direct atau Directive


Instruction). Artikel ini diakses pada tanggal 13 Mei 2010 di
http://educationforourcountry.com/model-pembelajaran-langsung.

Kardi, S. dan Moh. Nur. Pengajaran Langsung. Surabaya : Unesa-University


Press, 2000.

Makhrus, Muh. dan Satutik Rahayu. Pengembangan Kompetensi Merancang dan


Melakukan Eksperimen bagi Siswa kelas X dengan Model Pengajaran
Langsung pada Pokok Bahasan Hukum-hukum Newton tentang Gerak
di MA Mu’allimat NW Pancor. Artikel ini diakses pada tangggal 09
Agustus 2010 di http://satutikrahayu.blogspot.com/2008/11/pdm.html.

Model Pengajaran Langsung (Direct Instruction)-Ruang Lingkup Pengajaran


Langsung. Artikel ini diakses pada tanggal 24 Mei 2010 di
http://kanreguru.wordpress.com/2009/12/57.

Muijs, Daniel dan David Reynold. Effective Teaching; Evidence and Practice, 2nd
Edition. London : SAGE Publication, Ltd, 2005.

Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Keterampilan Proses melalui Metode


Eksperimen dan Metode Demonstrasi ditinjau dari Frekuensi
Pemberian Tugas. Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari
http://id-jurnal.blogspot.com/2009/09/skripsi-pembelajaran-fisika-
dengan.html.

Pengaruh Pembelajaran Fisika dengan Pendekatan Inkuiri terhadap Kemampuan


Psikomotorik Siswa ditinjau dari Kemampuan Kognitif Siswa SMA.
Artikel ini diakses pada tanggal 09 April 2010 dari
http://gudangmakalah.blogspot.com/2009/08/pengaruh-pembelajaran-
fisika-dengan.html.

Prasetyo, Hernawan Tri. Efektivitas Metode Pembelajaran Direct Instruction yang


disertai dengan Media Komputer terhadap Prestasi Belajar Siswa
pada Materi Reaksi Redoks. Artikel ini diakses pada tanggal 02
Agustus 2010 di http://www.docstoc.com/doc/22293108/Efektivitas-
metode-pembelajaran-direct-instruction-yang-disertai.

Purnomo, Sidik. Skripsi : Peningkatan Aktivitas dan Hasil Belajar Biologi Materi
Pokok Fotosintesis Melalui Pengajaran Langsung (Direct Instruction
Models) Siswa Kelas VIIIC MTs Negeri Gondowulung Bantul Tahun
Ajaran 2007/2008. artikel ini diakses pada tanggal 02 Agustus 2010 di
http://digilib.uinsuka.ac.id/download.php?id=2161.

Sudijono, Anas. Pengantar Statistik Pendidikan Cet. Ke-12. Jakarta : Raja


Grafindo Persada, 2003.
64

Sudjana. Metoda Statistik Cet. Ke-6. Bandung : Tarsito, 2001

Suryabrata, Sumadi. Metodologi Penelitian Cet. Ke-13. Jakarta : Raja Grafindo


Persada, 2002.

Susanti, Rini. Bentuk Tes dan Tingkah Laku Belajar. Pustekkom : Jurnal
Teknodik. Edisi No. 12/VII/Oktober/2003 diakses pada tanggal 19
Januari 2010 dari
http://www.pustekkom.go.id/Teknodik/t12/isi.htm#5#5.

Syah, Muhibbin. Psikologi Pendidikan. Bandung : Remaja Rosdakarya, 2005.

Trianto. Model Pembelajaran Terpadu dalam Teori dan Praktek. Jakarta : Prestasi
Pustaka Publisher, 2007.

Teori Konstruktivisme dalam Cooperative Learning. Artikel ini diakses pada


tanggal 19 Maret 2010 dari http://xpresiriau.com/teroka/artikel-
tulisan-pendidikan/ teori-konstruktivisme-dalam-cooperative-learning/.

Yulaelawati, Ella. Psikologi Pendidikan Kurikulum dan Pembelajaran. Bandung


: Pakar Raya, 2004.
RIWAYAT HIDUP PENULIS

Sofiyah, lahir di Tangerang 28 Juni 1985, putra dari


pasangan Bapak Abdul Azis Ismail dan Ibu Chilafiyah. Saat ini
tinggal di Jl. Tanah Seratus RT. 003. RW. 02 Sudimara Jaya
Kec. Ciledug Kab. Tangerang-Banten 15151 (Telp. 021-
7336262).
Pendidikan Dasar ditamatkan tahun 1999 di SDN
Sudimara Timur IV, kemudian melanjutkan pendidikan
menengah pertama di SLTP Fatahillah Ciledug dan lulus tahun
2001, pendidikan menengah atas di selesaikan pada tahun 2003
di SMU Muhammadiyah 1 Tangerang. Pada 03 September 2010, telah lulus dari
Perguruan Tinggi Universitas Islam Negeri (UIN) Syarif Hidayatullah Jakarta,
Fakultas Ilmu Tarbiyah dan Keguruan, Jurusan Pendidikan Ilmu Pengetahuan
Alam, Program Studi Pendidikan Fisika.
INSTRUMEN TES

Lampiran 21
Kompetensi Dasar : Menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai
bentuk cermin dan lensa
Materi Pokok : Cahaya
Kelas : VIII (Delapan)
Jenis Tes : Pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban
Jumlah Soal : 40 soal

A. Kisi-kisi Instrumen Tes

Aspek Kognitif
No Indikator Submateri Jumlah
C1 C2 C3 C4
Melakukan percobaan untuk menunjukkan sifat-sifat Perambatan
1 1,2 3,6 4,7 5,8 8
perambatan cahaya Cahaya
Menjelaskan hukum pemantulan yang diperoleh Hukum
2 9,15 10,12 11,13 14,16 8
melalui percobaan Pemantulan
Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat
3 bayangan pada cermin datar, cermin cekung, dan Cermin 18,20 17,19 22,24 21,23 8
cermin cembung
Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh Hukum
4 25,27 26,30 28,29 31,32 8
melalui percobaan Pembiasan
Mendeskripsikan proses pembentukan dan sifat-sifat
5 Lensa 33,36 34,35 39,40 38,37 8
bayangan pada lensa cekung dan lensa cembung

Jumlah 10 10 10 10 40
KISI-KISI INSTRUMEN TES

Aspek Kognitif
Standar Kompetensi Nomor
Submateri Indikator Soal
Kompetensi Dasar soal
C1 C2 C3 C4
Memahami Menyelidik 1. Perambatan 1. Menjelaskan pengertian cahaya 2 1,2
konsep dan sifat-sifat cahaya
penerapan cahaya dan
getaran, hubungannya 2. Menjelaskan sifat-sifat cahaya 1 3
gelombang dengan
dan optika berbagai
dalam produk bentuk cermin 3. Membedakan sinar-sinar cahaya 1 1 4,8
teknologi dan lensa
sehari-hari
4. Mengamati perambatan cahaya dan 1 1 1 5,6,7
peristiwa terbentuknya bayang-bayang
umbra dan penumbra

2. Pemantulan 1. Mengamati proses terjadinya 1 1 11,15


cahaya pemantulan

2. Menemukan hukum pemantulan 1 2 12,14,


cahaya 16

3. Membedakan pemantulan teratur dan 1 1 1 9,10,


pemantulan tidak teratur 13
3. Cermin 1. Membedakan bayangan nyata dan 1 18
bayangan maya

2. Menjelaskan proses pembentukan dan 1 1 17,22


sifat-sifat bayangan pada cermin datar

3. Menjelaskan proses pembentukan dan 1 2 19,21,2


sifat-sifat bayangan pada cermin 3
cekung dan cermin cembung

4. Menjelaskan hubungan antara jarak 1 24


benda, jarak bayangan, dan jarak
fokus pada cermin

5. Menyebutkan manfaat cermin cekung 1 20


dan cermin cembung dalam kehidupan
sehari-hari

4. Pembiasan 1. Menjelaskan pengertian pembiasan 2 1 25,27,


cahaya 26

2. Mengamati arah perambatan cahaya 1 32


yang melewati dua medium

3. Menentukan indeks bias suatu medium 2 28,29

4. Mengamati peristiwa pemantulan 1 31


sempurna dalam kehidupan sehari-hari
5. Menjelaskan peristiwa fatamorgana 1 30

5. Lensa 1. Menjelaskan pengertian lensa 1 33

2. Membedakan lensa cekung dan lensa 1 34


cembung

3. Menjelaskan proses pembentukan dan 2 37,38


sifat-sifat bayangan pada lensa
cembung

4. Menyebutkan manfaat lensa cembung 1 35


dan lensa cekung dalam kehidupan
sehari-hari

5. Menjelaskan proses pembentukan dan 1 36


sifat-sifat bayangan pada lensa cekung

6. Menjelaskan hubungan antara jarak 2 39,40


benda, jarak bayangan, dan jarak fokus
pada lensa.
B. Bentuk Soal, Kunci Jawaban, dan Aspek Kognitif yang Diukur

Kunci Aspek
Indikator Submateri Butir Soal
Jawaban Kognitif
Melakukan Perambatan 1. Benda-benda di bawah ini merupakan sumber cahaya, kecuali
percobaan untuk Cahaya …
menunjukkan sifat- a. Matahari
sifat perambatan b. Kunang-kunang B* C1
cahaya c. Bintang
d. Bulan

2. Cahaya merupakan salah satu bentuk dari gelombang …


a. Lurus
b. Longitudinal
C C1
c. Elektromagnetik
d. Udara

3. Cermin diarahkan sedemikian rupa ke arah matahari, sehingga


pantulan sinar matahari mengenai dinding rumahmu. Hal itu
karena sinar gelombang cahaya …
a. Memerlukan medium
b. Tidak dapat dibiaskan
c. Merambat dengan arah tak tentu D C2
d. Dapat dipantulkan
4. Perhatikan gambar di bawah ini :

C C3

a. Lilin mengeluarkan cahaya


b. Lilin sebagai benda cahaya
c. Sinar merambat lurus
d. Sinar keluar dari lilin

5. Beberapa percobaan :
1. Lilin yang dipancarkan pada susunan karton yang
berlubang dengan berurutan
2. Lampu yang disorotkan pada kaca bening
3. Senter yang dipancarkan ke seekor kupu-kupu yang
diawetkan.
4. Sendok yang dimasukkan ke dalam air
C* C4
Percobaan akibat terjadinya bayangan adalah ...
a. 1
b. 2
c. 3
d. 4
6. Bayangan terjadi akibat …
a. Cahaya merambat lurus dan mengenai banda tembus
cahaya
b. Cahaya merambat lurus dan mengenai benda tak tembus
cahaya
c. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tembus B C2
cahaya
d. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tak tembus
cahaya

7.

Pada gambar di atas, huruf x adalah ruang …


a. Bayang-bayangan D C3
b. Bayangan
c. Umbra
d. Penumbra
8. Perhatikan gambar di bawah ini :

1. 2

3 4.

A C4

Jenis berkas sinar yang tepat menurut gambar itu adalah …


Pilihan Sinar sejajar Divergen Konvergen
a. 1 3 2
b. 1 4 3
c. 2 3 4
d. 3 4 2

Menjelaskan Hukum 9. Pemantulan yang disebabkan oleh sinar datang ke permukaan


hukum pemantulan Pemantulan halus adalah pemantulan …
yang diperoleh a. Sejajar A C1
melalui percobaan b. Teratur
c. Difus
d. Baur

10. Akibat pemantulan beraturan …


a. Menyilaukan
b. Teduh
B C2
c. Gersang
d. Redup

11. Gambar manakah yang menunjukkan hukum pemantulan


cahaya …

a. c.

B C3
b. d.
12. Sinar datang tegak lurus pada bidang pemantul, maka sinar
pantulnya …
a. Mendekati garis normal
b. Menjauhi garis normal C* C2
c. Berimpit dengan garis normal
d. Tidak berimpit dengan garis normal

13. Gambar manakah yang menunjukkan pemantulan teratur …

a. c.

D C3
b. d.

14. Gambar menunjukkan sebuah sinar cahaya yang diarahkan ke


cebuah cermin. Besar sudut datang dan sudut pantul adalah ...
A C4
Sudut Sudut
datang pantul
a. 40o 40o
b. 40o 50o
c. 50o 40o
d. 60o 50o
15. Sinar datang adalah …
a. Sinar yang dipantulkan oleh permukaan benda
b. Sinar yang datang pada permukaan benda
B* C1
c. Sinar yang datang oleh permukaan benda
d. Sinar yang datang dari permukaan benda

16. Perhatikan gambar di bawah ini!

A C4
Kesimpulannya adalah …
a. Besar sudut datang = sudut pantul
b. Sinar datang sejajar dengan cermin
c. Besar sinar datang = sudut datang
d. Sudut datang = 90o
Mendeskripsikan Cermin 17. Sifat bayangan pada cermin datar yaitu …
proses a. Maya
pembentukan dan b. Tegak
D* C2
sifat-sifat c. Sama besar
bayangan pada d. Maya, tegak, sama besar
cermin datar,
cermin cekung, 18. Terdapat dua jenis bayangan yaitu …
dan cermin a. Nyata dan maya
cembung b. Baur dan teratur
A C1
c. Terang dan gelap
d. Pendek dan tinggi

19. Bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung adalah…


a. Maya
b. Tegak
C C2
c. Maya, tegak dan diperkecil
d. Diperkecil

20. Yang tepat digunakan untuk spion kendaraan adalah …


a. Cermin datar
b. Cermin cekung
C* C1
c. Cermin cembung
d. Lensa cekung

21. Bayangan yang dihasilkan pada cermin cekung adalah


terbalik, tegak, diperkecil. Jika dilukiskan pada gambar yang
benar adalah… C C4
a.

b.

c.

d.
22. Agar seseorang yang tingginya 160 cm dapat melihat seluruh
tubuhnya di depan cermin datar, tinggi cermin yang
diperlukan minimal …
a. 160 cm
B C3
b. 80 cm
c. 60 cm
d. 40 cm

23.

Sifat bayangan yang dibentuk oleh cermin cekung pada D* C4


gambar di atas adalah …
a. Nyata, terbalik
b. Nyata, diperkecil
c. Maya, terbalik
d. Maya, tegak, diperbesar

24. Sebuah benda terletak 30 cm di depan cermin cekung jika


jarak bayangan 60 cm, maka jarak titik fokus adalah …
a. 12 cm
b. 20 cm B* C3
c. 50 cm
d. 60 cm
Menjelaskan Hukum 25. Refraksi disebut juga dengan …
hukum pembiasan Pembiasan a. Pemantulan cahaya
yang diperoleh b. Pembelokkan cahaya
C* C1
berdasarkan c. Pembiasan cahaya
percobaan e. Perambatan cahaya

26. Bintang di langit yang kita lihat sebenarnya tidak terletak


pada kedudukan sesungguhnya. Hal itu disebabkan oleh
peristiwa …
a. Pemantulan
C C2
b. Dispersi
c. Pembiasan
d. Interferensi

27. Pembelokkan arah rambatan cahaya pada saat cahaya


menembus dua medium yang berbeda disebut …
a. Pembiasan cahaya
b. Pemantulan cahaya A C1
c. Perambatan cahaya
d. Pembelokkan cahaya

28. Diketahui Cn = cepat rambat dalam zat dan C = cepat rambat


cahaya dalam ruang hampa, maka nilai indeks bias zat adalah

a. C = n/Cn B C3
b. n = C/Cn
c. n = C x Cn
d. Cn = C x n
29. Cepat rambat di ruang hampa 3 x 108 m/s sedangkan di air
2,3 x 108 m/s, maka indeks bias air adalah …
a. 6,9 x 1016
b. 0,7 D* C3
c. 7 x 108
d. 1,3

30. Berikut ini adalah yang bukan proses terjadinya


fatamorgana…
a. Peristiwa penguraian warna
b. Peristiwa pembiasan cahaya A* C2
c. Peristiwa pemantulan sempurna
d. Peristiwa alami

31. Beberapa peristiwa :


1. fatamorgana
2. pelangi
3. pensil terlihat tampak membengkok di dalam gelas yang
berisi air
4. dasar kolam yang airnya bening lebih dangkal daripada
kedalaman sebenarnya
D C4
yang termasuk pemantulan sempurna adalah …
a. 4
b. 3
c. 2
d. 1
32. Diantara lukisan pembiasan cahaya pada kaca tebal di bawah
ini, manakah yang paling tepat?

a.

b.
D C4

c.
d.

Mendeskripsikan Lensa 33. Benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung
proses dinamakan …
pembentukan dan a. Lensa
sifat-sifat b. Cermin A C1
bayangan pada c. Kacamata
lensa cembung dan d. Spion
lensa cekung
34. Sifat lensa cembung dan lensa cekung adalah …
a. Mengumpulkan dan menyebarkan cahaya
b. Menyebarkan dan menyejajarkan cahaya
A C2
c. Mengumpulkan dan meluruskan cahaya
d. Membengkokkan dan mengumpulkan cahaya

35. Manfaat dari lensa digunakan pada :


1. mikroskop 3. kamera
2. kacamata 4. kaca pembesar
Lensa cembung dimanfaatkan pada benda …
A* C2
a. 1,3,4
b. 1,2,3
c. 2,3
d. 2,4
36. Sifat bayangan benda yang tidak dihasilkan oleh lensa
cekung, …
a. Tegak
b. Positif B C1
c. Maya
d. Diperkecil

37. Jika diketahui jarak fokus (f) 2 cm dan jarak benda 3 cm,
maka gambar yang menunjukkan bentuk bayangan pada lensa
cembung adalah …

a.

C* C4

b.
c.

d.

38.

D C4
Sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung pada
gambar di atas adalah …
a. Sejati, tegak
b. Sejati, terbalik
c. Maya, diperkecil
d. Maya, tegak, diperkecil
39. Di depan lensa cembung terdapat benda sejauh 15 cm
sehingga terbentuk bayangan 30 cm dari lensa, maka titik
fokus adalah …
a. 5 cm
B C3
b. 10 cm
c. 15 cm
d. 20 cm

40. Rumus menentukan daya/kekuatan pada lensa jika f titik


fokus satuannya centimeter …
a. f = 10/P
b. P = 10 x f D* C3
c. F = 100 x P
d. P = 100/f
KISI-KISI INSTRUMEN TES HASIL BELAJAR

Lampiran 27
Kompetensi Dasar : Menyelidiki sifat-sifat cahaya dan hubungannya dengan berbagai
bentuk cermin dan lensa
Materi Pokok : Cahaya
Kelas : VIII (Delapan)
Jenis Tes : Pilihan ganda dengan empat pilihan jawaban
Jumlah Soal : 40 soal

A. Kisi-kisi Instrumen Tes Hasil Belajar

Aspek Kognitif
No Indikator Submateri Jumlah
C1 C2 C3 C4
Melakukan percobaan untuk menunjukkan Perambatan
1 2 3,6 4,7 8 6
sifat-sifat perambatan cahaya Cahaya
Menjelaskan hukum pemantulan yang Hukum
2 9 10 11,13 14, 16 6
diperoleh melalui percobaan Pemantulan
Mendeskripsikan proses pembentukan dan
3 sifat-sifat bayangan pada cermin datar, cermin Cermin 18 19 22 21 4
cekung, dan cermin cembung
Menjelaskan hukum pembiasan yang diperoleh Hukum
4 27 26 28 31 4
melalui percobaan Pembiasan
Mendeskripsikan proses pembentukan dan
5 sifat-sifat bayangan pada lensa cekung dan Lensa 33, 36 34 39 38 5
lensa cembung

Jumlah 6 6 7 6 25
B. Bentuk Soal, Kunci Jawaban, dan Aspek Kognitif yang Diukur

Kunci Aspek
Indikator Submateri Butir Soal
Jawaban Kognitif
Melakukan Perambatan 1. Cahaya merupakan salah satu bentuk dari gelombang …
percobaan untuk Cahaya a. Lurus
menunjukkan sifat- b. Longitudinal
C C1
sifat perambatan c. Elektromagnetik
cahaya d. Udara

2. Cermin diarahkan sedemikian rupa ke arah matahari, sehingga


pantulan sinar matahari mengenai dinding rumahmu. Hal itu
karena sinar gelombang cahaya …
a. Memerlukan medium
D C2
b. Tidak dapat dibiaskan
c. Merambat dengan arah tak tentu
d. Dapat dipantulkan

3. Perhatikan gambar di bawah ini :

C C3

a. Lilin mengeluarkan cahaya


b. Lilin sebagai benda cahaya
c. Sinar merambat lurus
d. Sinar keluar dari lilin

4. Bayangan terjadi akibat …


a. Cahaya merambat lurus dan mengenai banda tembus
cahaya
b. Cahaya merambat lurus dan mengenai benda tak tembus
cahaya
B C2
c. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tembus
cahaya
d. Cahaya dapat dibelokkan dan mengenai benda tak tembus
cahaya

5.

Pada gambar di atas, huruf x adalah ruang … D C3


a. Bayang-bayangan
b. Bayangan
c. Umbra
d. Penumbra
6. Perhatikan gambar di bawah ini :

1. 2

3 4.
A C4

Jenis berkas sinar yang tepat menurut gambar itu adalah …


Pilihan Sinar sejajar Divergen Konvergen
a. 1 3 2
b. 1 4 3
c. 2 3 4
d. 3 4 2
Menjelaskan Hukum 7. Pemantulan yang disebabkan oleh sinar datang ke permukaan
hukum pemantulan Pemantulan halus adalah pemantulan …
yang diperoleh a. Sejajar
A C1
melalui percobaan b. Teratur
c. Difus
d. Baur
8. Akibat pemantulan beraturan …
a. Menyilaukan
b. Teduh
B C2
c. Gersang
d. Redup

9. Gambar manakah yang menunjukkan hukum pemantulan


teratur …

a. c.

B C3
b. d.

10. Gambar manakah yang menunjukkan pemantulan teratur …

D C3
a. c.

b. d.

11. Gambar menunjukkan sebuah sinar cahaya yang diarahkan ke


cebuah cermin. Besar sudut datang dan sudut pantul adalah ...

Sudut Sudut
datang pantul
a. 40o 40o
b. 40o 50o A C4
c. 50o 40o
d. 60o 50o
12. Perhatikan gambar di bawah ini!

A C4
Kesimpulannya adalah …
a. Besar sudut datang = sudut pantul
b. Sinar datang sejajar dengan cermin
c. Besar sinar datang = sudut datang
d. Sudut datang = 90o

Mendeskripsikan Cermin 13. Terdapat dua jenis bayangan yaitu …


proses a. Nyata dan maya
pembentukan dan b. Baur dan teratur
A C1
sifat-sifat c. Terang dan gelap
bayangan pada d. Pendek dan tinggi
cermin datar,
cermin cekung, 14. Bayangan yang dihasilkan oleh cermin cembung adalah…
dan cermin a. Maya
cembung b. Tegak
C C2
c. Maya, tegak dan diperkecil
d. Diperkecil

15. Bayangan yang dihasilkan pada cermin cekung adalah


terbalik, tegak, diperkecil. Jika dilukiskan pada gambar yang C C4
benar adalah…

a.

b.

c.

d.
16. Agar seseorang yang tingginya 160 cm dapat melihat seluruh
tubuhnya di depan cermin datar, tinggi cermin yang
diperlukan minimal …
a. 160 cm
B C3
b. 80 cm
c. 60 cm
d. 40 cm

Menjelaskan Hukum 17. Bintang di langit yang kita lihat sebenarnya tidak terletak
hukum pembiasan Pembiasan pada kedudukan sesungguhnya. Hal itu disebabkan oleh
yang diperoleh peristiwa …
berdasarkan a. Pemantulan
C C2
percobaan b. Dispersi
c. Pembiasan
d. Interferensi

18. Pembelokkan arah rambatan cahaya pada saat cahaya


menembus dua medium yang berbeda disebut …
a. Pembiasan cahaya
b. Pemantulan cahaya A C1
c. Perambatan cahaya
d. Pembelokkan cahaya

19. Diketahui Cn = cepat rambat dalam zat dan C = cepat rambat


cahaya dalam ruang hampa, maka nilai indeks bias zat adalah

B C3
a. C = n/Cn
b. n = C/Cn
c. n = C x Cn
d. Cn = C x n

20. Beberapa peristiwa :


1. fatamorgana
2. pelangi
3. pensil terlihat tampak membengkok di dalam gelas yang
berisi air
4. dasar kolam yang airnya bening lebih dangkal daripada
kedalaman sebenarnya D C4
yang termasuk pemantulan sempurna adalah …
a. 4
b. 3
c. 2
d. 1

Mendeskripsikan Lensa 21. Benda bening yang dibatasi oleh dua bidang lengkung
proses dinamakan …
pembentukan dan a. Lensa
sifat-sifat b. Cermin A C1
bayangan pada c. Kacamata
lensa cembung dan d. Spion
lensa cekung
22. Sifat lensa cembung dan lensa cekung adalah …
a. Mengumpulkan dan menyebarkan cahaya
b. Menyebarkan dan menyejajarkan cahaya A C2
c. Mengumpulkan dan meluruskan cahaya
d. Membengkokkan dan mengumpulkan cahaya
23. Sifat bayangan benda yang tidak dihasilkan oleh lensa
cekung, …
a. Tegak
b. Positif B C1
c. Maya
d. Diperkecil

24.

D C4
Sifat bayangan yang dibentuk oleh lensa cembung pada
gambar di atas adalah …
a. Sejati, tegak
b. Sejati, terbalik
c. Maya, diperkecil
d. Maya, tegak, diperkecil

25. Di depan lensa cembung terdapat benda sejauh 15 cm


sehingga terbentuk bayangan 30 cm dari lensa, maka titik
fokus adalah …
a. 5 cm B C3
b. 10 cm
c. 15 cm
d. 20 cm
Lampiran 1

Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku Skor Tes Hasil
Belajar Fisika pada Kelas Kontrol

1. Data Pretest Kelas Kontrol


24 32 36 44 44 44
48 48 48 48 52 52
52 52 52 52 52 52
52 56 56 56 56 56
56 56 56 60 60 60

Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 60 dan nilai
minimum (Xmin) adalah 24.

2. Menentukan Rentang Kelas


Rentang Kelas (R) = Xmax – Xmin
= 60– 24
= 36

3. Banyaknya Kelas Interval


Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 x 1,47
= 1 + 4,85
= 5,85
≈ 6 atau 7
Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol
R
Panjang Kelas (P) =
K
36
=
7
= 5,14
≈ 6
Sehingga panjang kelasnya adalah 6.

5. Tabel Distribusi
Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi
Xi2 fi . Xi fi . Xi2
Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif
24 - 29 23,5 26,5 1 1 702,25 26,5 702,25
30 - 35 29,5 32,5 1 2 1056,25 32,5 1056,25
36 - 41 35,5 38,5 1 3 1482,25 38,5 1482,25
42 - 47 41,5 44,5 3 6 1980,25 133,5 5940,75
48 - 53 47,5 50,5 13 19 2550,25 656,5 33153,25
54 - 59 53,5 56,5 8 27 3192,25 452 25538
60 - 65 59,5 62,5 3 30 3906,25 187,5 11718,75
Jumlah (∑) 30 1527 79591,5

6. Menentukan Harga Mean ( x )


∑ f ⋅ x i 1527
x = = = 50 ,9
∑ f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
⎛ 1 n − fk ⎞
Me = b + p ⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ f
⎝ ⎠
⎛ 1 30 − 27 ⎞
Me = 47 ,5 + 7 ⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ 13
⎝ ⎠
⎛ 15 − 27 ⎞
Me = 47 ,5 + 7 ⎜ ⎟
⎝ 13 ⎠
Me = 47 ,5 − 6 ,5
Me = 41
8. Menentukan Modus (Mo)
⎛ b1 ⎞
M o = b + p ⎜⎜ ⎟⎟
b
⎝ 1 + b 2 ⎠

⎛ 10 ⎞
M o = 47 , 5 + 7 ⎜ ⎟
⎝ 10 + 5 ⎠
M o = 47 , 5 + 4 , 7
M o = 52 , 2
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku

n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi )
2

SD =
n(n − 1)
30(79591,5) − (1527 )
2

SD =
30(30 − 1)
2387745 − 2331729
SD =
870
56016
SD =
870
SD = 64,4
SD = 8,02
Lampiran 2

Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku


Skor Tes Belajar Fisika pada Kelas Kontrol

1. Data Posttest Kelas Kontrol


20 24 32 32 32 36
36 40 40 40 40 40
40 40 44 44 48 48
48 48 48 52 52 56
60 64 64 64 64 68

Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 68 dan nilai
minimum (Xmin) adalah 20.

2. Menentukan Rentang Kelas


Rentang Kelas (R) = Xmax – Xmin
= 68 – 20
= 48

3. Banyaknya Kelas Interval


Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 x 1,47
= 1 + 4,85
= 5,85
≈ 6 atau 7
Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol
R
Panjang Kelas (P) =
K
48
=
7
= 6,86
≈ 7
Sehingga panjang kelasnya adalah 7.

5. Tabel Distribusi
Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi
No. Xi2 fi . Xi fi . Xi2
Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif
1 20 - 26 19,5 23 1 1 529 23 529
2 27 - 33 26,5 30 4 5 900 120 3600
3 34 - 40 33,5 37 9 14 1369 333 12321
4 41 - 47 40,5 44 7 21 1936 308 13552
5 48 - 54 47,5 51 2 23 2601 102 5202
6 55 - 61 54,5 58 2 25 3364 116 6728
7 62 - 68 61,5 65 5 30 4225 325 21125
Jumlah (∑) 30 1327 63057

6. Menentukan Harga Mean ( x )


∑ f ⋅ xi 1327
x = = = 44,23
∑f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
⎛ 1 n − fk ⎞
Me = b + p⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ f
⎝ ⎠
⎛ 1 30 − 23 ⎞
Me = 40,5 + 7⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ 7
⎝ ⎠
⎛ 15 − 23 ⎞
Me = 40,5 + 7⎜ ⎟
⎝ 7 ⎠
Me = 40,5 − 8
Me = 32,5
8. Menentukan Modus (Mo)
⎛ b1 ⎞
M o = b + p ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ b1 + b 2 ⎠
⎛ 5 ⎞
M o = 33 , 5 + 7 ⎜ ⎟
⎝5+ 2 ⎠
M o = 33 , 5 + 5
M o = 38 , 5
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku

n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi )
2

SD =
n(n − 1)
30(63057) − (1327 )
2

SD =
30(30 − 1)
1891710 − 1760929
SD =
870
130781
SD =
870
SD = 150,23
SD = 12,26
Lampiran 3

Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku


Skor Tes Hasil Belajar Fisika pada Kelas Eksperimen

1. Data Pretest Kelas Eksperimen


44 44 44 48 48 48
48 52 52 52 52 52
52 52 56 56 56 56
56 56 56 56 56 56
56 56 60 60 60 60

Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 60 dan nilai
minimum (Xmin) adalah 44.

2. Menentukan Rentang Kelas


Rentang Kelas (R) = Xmax – Xmin
= 60 – 44
= 16

3. Banyaknya Kelas Interval


Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 x 1,47
= 1 + 4,85
= 5,85
≈ 6 atau 7
Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol
R
Panjang Kelas (P) =
K
17
=
6
= 2,28
≈ 3
Sehingga panjang kelasnya adalah 3.

5. Tabel Distribusi
Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi 2 2
No. Xi fi . Xi fi . Xi
Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif
1 44 - 46 43,5 45 3 3 2025 135 6075
2 47 - 49 46,5 48 4 7 2304 192 9216
3 50 - 52 49,5 51 7 14 2601 357 18207
4 53 - 55 52,5 54 0 14 2916 0 0
5 56 - 58 55,5 57 12 26 3249 684 38988
6 59 - 61 58,5 60 4 30 3600 240 14400
7 62 - 64 61,5 63 0 30 3969 0 0
Jumlah (∑) 30 1608 86886

6. Menentukan Harga Mean ( x )


∑ f ⋅ x i 1608
x = = = 53.6
∑f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
⎛ 1 n − fk ⎞
Me = b + p⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ f
⎝ ⎠
⎛ 1 30 − 30 ⎞
Me = 55,5 + 7⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ 12
⎝ ⎠
⎛ 15 − 30 ⎞
Me = 55,5 + 7⎜ ⎟
⎝ 12 ⎠
Me = 55,5 − 8,75
Me = 46,75
8. Menentukan Modus (Mo)
⎛ b1 ⎞
M o = b + p ⎜⎜ ⎟⎟
b
⎝ 1 + b 2 ⎠

⎛ 12 ⎞
M o = 55 , 5 + 7 ⎜ ⎟
⎝ 12 + 8 ⎠
M o = 55 , 5 + 4 , 2
M o = 59 , 7
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku

n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi )
2

SD =
n(n − 1)
30(86886) − (1608)
2

SD =
30(30 − 1)
2606580 − 2585664
SD =
870
20916
SD =
870
SD = 24,04
SD = 4,9
Lampiran 4

Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku


Skor Tes Hasil Belajar Fisika pada Kelas Eksperimen

1. Data Posttest Kelas Eksperimen


32 44 48 56 56 56
64 64 64 64 64 68
68 68 68 68 68 68
68 68 68 72 72 72
76 76 76 76 76 80

Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 80 dan nilai
minimum (Xmin) adalah 32.

2. Menentukan Rentang Kelas


Rentang Kelas (R) = Xmax – Xmin
= 80 – 32
= 48

3. Banyaknya Kelas Interval


Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 x 1,47
= 1 + 4,85
= 5,85
≈ 6 atau 7
Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol
R
Panjang Kelas (P) =
K
48
=
7
= 6,86
≈ 7
Sehingga panjang kelasnya adalah 7.

5. Tabel Distribusi
Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi 2 2
No. Xi fi . Xi fi . Xi
Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif
1 32 - 38 31,5 35 1 1 1225 35 1225
2 39 - 45 38,5 42 1 2 1764 42 1764
3 46 - 52 45,5 49 1 3 2401 49 2401
4 53 - 59 52,5 56 3 6 3136 168 9408
5 60 - 66 59,5 63 15 21 3969 945 59535
6 67 - 73 66,5 70 3 24 4900 210 14700
7 74 - 80 73,5 77 6 30 5929 462 35574
Jumlah (∑) 30 1911 124607

6. Menentukan Harga Mean ( x )


∑ f ⋅ x i 1911
x = = = 63,7
∑f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
⎛ 1 n − fk ⎞
Me = b + p⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ f
⎝ ⎠
⎛ 1 30 − 24 ⎞
Me = 59,5 + 7⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ 15
⎝ ⎠
⎛ 15 − 24 ⎞
Me = 59,5 + 7⎜ ⎟
⎝ 15 ⎠
Me = 59,5 − 4,2
Me = 55,3
8. Menentukan Modus (Mo)
⎛ b1 ⎞
Mo = b + p⎜⎜ ⎟⎟
b
⎝ 1 + b 2 ⎠

⎛ 12 ⎞
Mo = 59,5 + 7⎜ ⎟
⎝ 12 + 12 ⎠
Mo = 59,5 + 3,5
Mo = 63
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku

n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi )
2

SD =
n(n − 1)
30(124607 ) − (1911)
2
SD =
30(30 − 1)
3738210 − 3651921
SD =
870
86289
SD =
870
SD = 99,18
SD = 9,96
Lampiran 5

Proses Penghitungan Uji Normalitas


Skor Pretest pada Kelas Kontrol

Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :


a. Hipotesis
H0 = data berdistribusi normal
H1 = data berdistribusi tidak normal

b. Menentukan harga L0
1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn
dengan menggunakan rumus :
Xi − X
Zi =
S
Dimana :
Z = Bilangan baku
X = Rata-rata
S = Simpangan Baku

2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku,


kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i
S (Z i ) =
n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya
tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel
Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05.

d. Kriteria pengujian
Tolak H0 jika L0 > Ltabel
Terima H0 jika L0 < Ltabel

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan :


Nilai Rata-rata ( X ) = 50,9
Simpangan Baku (S) = 8,02

No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)


1 24 -3,35 0,0004 0,0333 0,0329
2 32 -2,36 0,0091 0,0667 0,0576
3 36 -1,86 0,0314 0,1 0,0686
4 44 -0,86 0,1949 0,2 0,0051
5 44 -0,86 0,1949 0,2 0,0051
6 44 -0,86 0,1949 0,2 0,0051
7 48 -0,36 0,3594 0,3333 0,0261
8 48 -0,36 0,3594 0,3333 0,0261
9 48 -0,36 0,3594 0,3333 0,0261
10 48 -0,36 0,3594 0,3333 0,0261
11 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
12 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
13 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
14 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
15 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
16 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
17 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
18 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
19 52 0,137 0,5557 0,6333 0,0776
20 56 0,636 0,7389 0,8667 0,1278
21 56 0,636 0,7389 0,8667 0,1278
22 56 0,636 0,7389 0,8667 0,1278
23 56 0,636 0,7389 0,8667 0,1278
24 56 0,636 0,7389 0,8667 0,1278
25 56 0,636 0,7389 0,8667 0,1278
26 56 0,636 0,7389 0,8667 0,1278
27 60 1,135 0,8729 1 0,1271
28 60 1,135 0,8729 1 0,1271
29 60 1,135 0,8729 1 0,1271
30 60 1,135 0,8729 1 0,1271
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara
harga-harga mutlak yaitu [0,1278].
Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan
0,05 yaitu 0,161.

Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah :


Tolak H0, jika L0 > Ltabel
Terima H0, jika L0 < Ltabel

Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel)
= 0,1278 < 0,161. hal ini berarti data Pretest pada kelas kontrol adalah
berdistribusi normal.
Lampiran 6

Proses Penghitungan Uji Normalitas


Skor Posttest pada Kelas Kontrol

Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :


a. Hipotesis
H0 = data berdistribusi normal
H1 = data berdistribusi tidak normal

b. Menentukan harga L0
1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn
dengan menggunakan rumus :
Xi − X
Zi =
S
Dimana :
Z = Bilangan baku
X = Rata-rata
S = Simpangan Baku

2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku,


kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i
S (Z i ) =
n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya
tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel
Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05.

d. Kriteria pengujian
Tolak H0 jika L0 > Ltabel
Terima H0 jika L0 < Ltabel

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan :


Nilai Rata-rata ( X ) = 44,23
Simpangan Baku (S) = 12,26

No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)]


1 20 -1.98 0.0239 0.0333 0.0094
2 24 -1.65 0.0495 0.0667 0.0172
3 32 -1 0.1587 0.3 0.1413
4 32 -1 0.1587 0.3 0.1413
5 32 -1 0.1587 0.3 0.1413
6 36 -0.67 0.2514 0.2333 0.0181
7 36 -0.67 0.2514 0.2333 0.0181
8 40 -0.35 0.3632 0.4667 0.1035
9 40 -0.35 0.3632 0.4667 0.1035
10 40 -0.35 0.3632 0.4667 0.1035
11 40 -0.35 0.3632 0.4667 0.1035
12 40 -0.35 0.3632 0.4667 0.1035
13 40 -0.35 0.3632 0.4667 0.1035
14 40 -0.35 0.3632 0.4667 0.1035
15 44 -0.02 0.492 0.5333 0.0413
16 44 -0.02 0.492 0.5333 0.0413
17 48 0.308 0.6217 0.7 0.0783
18 48 0.308 0.6217 0.7 0.0783
19 48 0.308 0.6217 0.7 0.0783
20 48 0.308 0.6217 0.7 0.0783
21 48 0.308 0.6217 0.7 0.0783
22 52 0.634 0.7357 0.7667 0.031
23 52 0.634 0.7357 0.7667 0.031
24 56 0.96 0.8315 0.8 0.0315
25 60 1.286 0.9015 0.8333 0.0682
26 64 1.613 0.9463 0.9667 0.0204
27 64 1.613 0.9463 0.9667 0.0204
28 64 1.613 0.9463 0.9667 0.0204
29 64 1.613 0.9463 0.9667 0.0204
30 68 1.939 0.9738 1 0.0262
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara
harga-harga mutlak yaitu [0,1413].
Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan
0,05 yaitu 0,161.

Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah :


Tolak H0, jika L0 > Ltabel
Terima H0, jika L0 < Ltabel

Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel)
= 0,1413 < 0,161. hal ini berarti data Posttest pada kelas kontrol adalah
berdistribusi normal.
Lampiran 7

Proses Penghitungan Uji Normalitas


Skor Pretest pada Kelas Eksperimen

Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :


a. Hipotesis
H0 = data berdistribusi normal
H1 = data berdistribusi tidak normal

b. Menentukan harga L0
1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn
dengan menggunakan rumus :
Xi − X
Zi =
S
Dimana :
Z = Bilangan baku
X = Rata-rata
S = Simpangan Baku

2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku,


kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i
S (Z i ) =
n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya
tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel
Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05.

d. Kriteria pengujian
Tolak H0 jika L0 > Ltabel
Terima H0 jika L0 < Ltabel

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan :


Nilai Rata-rata ( X ) = 53,6
Simpangan Baku (S) = 4,9

No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)]


1 44 -1,94 0,0262 0,1 0,0738
2 44 -1,94 0,0262 0,1 0,0738
3 44 -1,94 0,0262 0,1 0,0738
4 48 -1,09 0,1379 0,2333 0,0954
5 48 -1,09 0,1379 0,2333 0,0954
6 48 -1,09 0,1379 0,2333 0,0954
7 48 -1,09 0,1379 0,2333 0,0954
8 52 -0,23 0,409 0,4667 0,0577
9 52 -0,23 0,409 0,4667 0,0577
10 52 -0,23 0,409 0,4667 0,0577
11 52 -0,23 0,409 0,4667 0,0577
12 52 -0,23 0,409 0,4667 0,0577
13 52 -0,23 0,409 0,4667 0,0577
14 52 -0,23 0,409 0,4667 0,0577
15 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
16 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
17 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
18 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
19 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
20 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
21 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
22 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
23 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
24 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
25 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
26 56 0,617 0,7324 0,8667 0,1343
27 60 1,468 0,9292 1 0,0708
28 60 1,468 0,9292 1 0,0708
29 60 1,468 0,9292 1 0,0708
30 60 1,468 0,9292 1 0,0708
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara
harga-harga mutlak yaitu [0,1343].
Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan
0,05 yaitu 0,161.

Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah :


Tolak H0, jika L0 > Ltabel
Terima H0, jika L0 < Ltabel

Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel)
= 0,1343 < 0,161. hal ini berarti data Pretest pada kelas eksperimen adalah
berdistribusi normal.
Lampiran 8

Proses Penghitungan Uji Normalitas


Skor Posttest pada Kelas Eksperimen

Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :


a. Hipotesis
H0 = data berdistribusi normal
H1 = data berdistribusi tidak normal

b. Menentukan harga L0
1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn
dengan menggunakan rumus :
Xi − X
Zi =
S
Dimana :
Z = Bilangan baku
X = Rata-rata
S = Simpangan Baku

2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku,


kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i
S (Z i ) =
n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya
tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel
Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05.

d. Kriteria pengujian
Tolak H0 jika L0 > Ltabel
Terima H0 jika L0 < Ltabel

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan :


Nilai Rata-rata ( X ) = 63,7
Simpangan Baku (S) = 9,96

No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)]


1 32 -3,18 0,0007 0,0333 0,0326
2 44 -1,98 0,0239 0,0667 0,0428
3 48 -1,58 0,0571 0,1 0,0429
4 56 -0,77 0,2206 0,2 0,0206
5 56 -0,77 0,2206 0,2 0,0206
6 56 -0,77 0,2206 0,2 0,0206
7 64 0,03 0,512 0,3667 0,1453
8 64 0,03 0,512 0,3667 0,1453
9 64 0,03 0,512 0,3667 0,1453
10 64 0,03 0,512 0,3667 0,1453
11 64 0,03 0,512 0,3667 0,1453
12 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
13 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
14 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
15 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
16 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
17 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
18 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
19 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
20 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
21 68 0,432 0,6664 0,7 0,0336
22 72 0,833 0,7967 0,8 0,0033
23 72 0,833 0,7967 0,8 0,0033
24 72 0,833 0,7967 0,8 0,0033
25 76 1,235 1,3907 0,9667 0,424
26 76 1,235 1,3907 0,9667 0,424
27 76 1,235 1,3907 0,9667 0,424
28 76 1,235 1,3907 0,9667 0,424
29 76 1,235 1,3907 0,9667 0,424
30 80 1,637 0,9495 1 0,0505
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara
harga-harga mutlak yaitu [0,1453].
Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan
0,05 yaitu 0,161.

Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah :


Tolak H0, jika L0 > Ltabel
Terima H0, jika L0 < Ltabel

Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel)
= 0,1453 < 0,161. hal ini berarti data Posttest pada kelas eksperimen adalah
berdistribusi normal.
Lampiran 9

Penghitungan Homogenitas Data Pretest

Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians,


dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Tabel Distribusi Varians Gabungan


Sampel db = (n-1) S2 Log S2 (db). Log S2
Eksperimen 29 24,01 1,38 40,02
Kontrol 29 64,32 1,81 52,49
58 92,51

1. Menghitung varians gabungan dengan rumus :


⎛ (∑ n − 1)1 S 12 + (∑ n − 1)2 S 22 ⎞
S 2
= ⎜ ⎟
⎜ (∑ n − 1)1 + (∑ n − 1)2 ⎟
⎝ ⎠
⎛ (29)24,01 + (29 )64,23 ⎞
S2 = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ (29) + (29) ⎠
696,29 + 1862,67
S2 =
58
2 2558,96
S = = 44,12
58

2. Log S2 = Log 44,12


= 1,64

3. B (Nilai Bartlett) = Log S 2 ⋅ ∑(n − 1)


= 1,64 x 58
= 95,12
4. Menghitung X2 Hitung
X2 = (ln 10) {B − ∑(db ) Log S 2 }
X2 = 2,3 × (95,12 − 95,51)
X2 = 2,3 × (− 0,39) = − 0,897

5. Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel, untuk α = 0,05 dengan derajat


kebebasan (db) = k – 1 = 2 – 1 = 1 , sehingga X2 tabel = 3,84

6. Kriteria pengujian :
Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka data dinyatakan tidak homogen
Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka data dinyatakan homogen

7. Kesimpulan :
Jadi, karena X2 hitung < X2 tabel yaitu -0,897 < 3,84
Maka data tersebut bersifat Homogen.
Lampiran 10

Penghitungan Homogenitas Data Posttest

Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians,


dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Tabel Distribusi Varians Gabungan


Sampel db = (n-1) S2 Log S2 (db). Log S2
Eksperimen 29 99,2016 1,9965 57,8985
Kontrol 29 150,3076 2,1769 63,1301
58 121,0286

1. Menghitung varians gabungan dengan rumus :


⎛ (∑ n − 1)1 S 12 + (∑ n − 1)2 S 22 ⎞
S 2
= ⎜ ⎟
⎜ (∑ n − 1)1 + (∑ n − 1)2 ⎟
⎝ ⎠
⎛ (29 )99,2016 + (29 )150,3076 ⎞
S2 = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ (29 ) + (29 ) ⎠
2876,8464 + 4358,9204
S2 =
58
2 7235,7668
S = = 124,7546
58

2. Log S2 = Log 124,7546


= 2,0961

3. B (Nilai Bartlett) = Log S 2 ⋅ ∑(n − 1)


= 2,0961 x 58
= 121,5713
4. Menghitung X2 Hitung
X2 = (ln 10) {B − ∑(db ) Log S 2 }
X2 = 2,3 × (121,5713 − 121,0286)
X2 = 2,3 × (0,5427 ) = 1,25

5. Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel, untuk α = 0,05 dengan derajat


kebebasan (db) = k – 1 = 2 – 1 = 1 , sehingga X2 tabel = 3,84

6. Kriteria pengujian :
Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka data dinyatakan tidak homogen
Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka data dinyatakan homogen

7. Kesimpulan :
Jadi, karena X2 hitung < X2 tabel yaitu 1,25 < 3,84
Maka data tersebut bersifat Homogen.
Lampiran 11

Pengujian Hipotesis Pretest

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui :

N1 = 30 N2 = 30
X1 = 53,6 X2 = 50,9
S12 = 24,01 S 22 = 64,32

Untuk pengujian hipotesis digunakan rumus :


X1 − X 2
t =
1 1
S +
n1 n2

Menentukan Standar Deviasi Gabungan :

S =
(n − 1 )S 12 + (n − 2 )S 22
(n 1 + n 2 ) − 2
S =
(29 ) ⋅ 24 , 01 + (29 ) ⋅ 64 , 32
(30 + 30 ) − 2
696 , 29 + 1865 , 28
S =
58
2561 , 57
S =
58
S = 44 ,165 = 6 , 646

Maka t adalah :
53,6 − 50,9
t =
1 1
6,646 +
30 30
2,7 2,7 2,7
t = = =
2 6,646(0,258) 1,715
6,646
30
t = 1,574
Kesimpulan :

Kriteria Pengujian Hipotesis :


Jika : – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel = Terima Ho, Tolak Ha
– t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung = Terima Ha, Tolak Ho

Dimana : Ha : terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model pengajaran


langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika
siswa.

H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model


pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar
fisika siswa.

Dari hasil penghitungan Uji Hipotesis Data Pretest diperoleh thitung = 1,574 dan
ttabel pada taraf signifikan adalah 2,04. Karena kriteria pengujian adalah – t tabel ≤ t
hitung ≤t tabel = – 2,00 ≤ 1,574 ≤ 2,00 maka terima Ho dan tolak Ha. Dengan
demikian tidak terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran langsung
(Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa.
Lampiran 12

Pengujian Hipotesis Posttest

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan, diketahui :

N1 = 30 N2 = 30
X1 = 63,7 X2 = 44,23
S12 = 99,2016 S 22 = 150,3076

Untuk pengujian hipotesis digunakan rumus :


X1 − X 2
t =
1 1
S +
n1 n2

Menentukan Standar Deviasi Gabungan :

(∑ n − 1 )1 S 2 + (∑ n − 1 )2 S 22
S = 1

(∑ n − 1 )1 + (∑ n − 1 )2
S =
(29 )99 , 2016 + (29 )150 ,3076
(29 ) + (29 )
2876 ,8464 + 4358 , 9204
S =
58
7235 , 7668
S = = 124 , 7546
58
S = 11 ,1694
Maka t adalah :
63,7 − 44,23
t =
1 1
11,1694 +
30 30
19,47 19,47 19,47
t = = =
2 11,1694(0,258) 2,8817
11,1694
30
t = 6,7564
Kesimpulan :

Kriteria Pengujian Hipotesis :


Jika : – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel = Terima Ho, Tolak Ha
– t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung = Terima Ha, Tolak Ho

Dimana : Ha : terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model


pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil
belajar fisika siswa.

H0 : tidak terdapat pengaruh yang signifikan penggunaan model


pengajaran langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil
belajar fisika siswa.

Dari hasil penghitungan Uji Hipotesis Data Posttest diperoleh thitung = 6,76 dan
ttabel pada taraf signifikan adalah 2,00. Karena kriteria pengujian adalah – t tabel < t
hitung atau t tabel <t hitung = -2,00 < 6,76 atau 2,00 < 6,76 maka terima Ha dan
tolak H0. Dengan demikian terdapat pengaruh yang signifikan model pengajaran
langsung (Direct Instruction/DI) terhadap hasil belajar fisika siswa.
Lampiran 13

Nilai Normal Gain(N-Gain) Kelas Kontrol dan Kelas Eksperimen

Perhitungan nilai N-gain berdasarkan rumus berikut ini :


nilai posttest − nilai pretest
N − gain =
nilai maksimum − nilai pretest
Sedangkan kategorisasi ditentukan dengan nilai N-gain sebagai berikut :
a. g-tinggi : nilai G ≥ 0,70
b. g-sedang : nilai 0,30 ≥ G > 0,70
c. g-rendah : nilai G < 0,30

Nilai Normal Gain hasil pretest dan posttest pada kelas kontrol dan kelas
eksperimen ditunjukkan pada tabel berikut ini :
Nilai Nilai N-gain Nilai Nilai N-gain
Rsp Kategori Rsp Kategori
Pretest Posttest Kontrol Pretest Posttest Eksp
A 52 36 -0.33 rendah A 52 56 0.0833 rendah
B 48 48 0 rendah B 60 56 -0.1 rendah
C 52 40 -0.25 rendah C 56 64 0.1818 rendah
D 52 32 -0.42 rendah D 52 64 0.25 rendah
E 44 36 -0.14 rendah E 44 64 0.3571 sedang
F 56 40 -0.36 rendah F 52 68 0.3333 sedang
G 32 32 0 rendah G 56 64 0.1818 rendah
H 56 52 -0.09 rendah H 52 68 0.3333 sedang
I 48 32 -0.31 rendah I 44 32 -0.2143 rendah
J 48 40 -0.15 rendah J 56 68 0.2727 sedang
K 52 40 -0.25 rendah K 52 76 0.5 sedang
L 48 48 0 rendah L 48 72 0.4615 sedang
M 58 40 -0.43 rendah M 44 56 0.2143 rendah
N 56 48 -0.18 rendah N 56 68 0.2727 rendah
O 52 40 -0.25 rendah O 56 68 0.2727 rendah
P 56 68 0.27 rendah P 56 80 0.5455 sedang
Q 60 44 -0.4 rendah Q 56 76 0.4545 sedang
R 56 24 -0.73 rendah R 48 68 0.3846 sedang
S 52 44 -0.17 rendah S 60 68 0.2 rendah
T 24 20 -0.05 rendah T 56 48 -0.1818 rendah
U 44 64 0.36 sedang U 52 76 0.5 sedang
V 52 48 -0.08 rendah V 56 44 -0.2727 rendah
W 52 60 0.17 rendah W 52 72 0.4167 sedang
X 56 64 0.18 rendah X 52 76 0.5 sedang
Y 44 52 0.14 rendah Y 60 64 0.1 rendah
Z 56 48 -0.18 rendah Z 60 68 0.2 rendah
AA 56 40 -0.36 rendah AA 48 76 0.5385 sedang
AB 52 64 0.25 rendah AB 56 68 0.2727 rendah
AC 60 56 -0.1 rendah AC 56 68 0.2727 rendah
AD 36 64 0.44 sedang AD 56 72 0.3636 sedang
1364 1968
Lampiran 14

Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku


Normal Gain pada Kelas Kontrol

1. Data Normal Gain Kelas Kontrol


-0,73 -0,43 -0,42 -0,4 -0,36 -0,36
-0,33 -0,31 -0,25 -0,25 -0,25 -0,18
-0,18 -0,17 -0,15 -0,14 -0,1 -0,09
-0,08 -0,05 0 0 0 0,14
0,17 0,18 0,25 0,27 0,36 0,44

Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 0,44 dan
nilai minimum (Xmin) adalah -0,73.

2. Menentukan Rentang Kelas


Rentang Kelas (R) = Xmax – Xmin
= 0,44– (-0,73)
= 1,17

3. Banyaknya Kelas Interval


Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 x 1,47
= 1 + 4,85
= 5,85
≈ 6 atau 7
Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Kontrol
R
Panjang Kelas (P) =
K
1,17
=
7
= 0,167
≈ 0,17
Sehingga panjang kelasnya adalah 0,17.

5. Tabel Distribusi
Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi 2 2
No. Xi fi . Xi fi . Xi
Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif
1 -0,73 - -0,57 -1,23 -0,65 1 1 0,4225 -0,65 0,4225
2 -0,56 - -0,40 -1,06 -0,48 3 4 0,2304 -1,44 0,6912
3 -0,39 - -0,23 -0,89 -0,31 7 11 0,0961 -2,17 0,6727
4 -0,22 - -0,06 -0,72 -0,14 8 19 0,0196 -1,12 0,1568
5 -0,05 - 0,11 -0,55 0,03 4 23 0,0009 0,12 0,0036
6 0,12 - 0,28 -0,38 0,2 5 28 0,04 1 0,2
7 0,29 - 0,45 -0,21 0,37 2 30 0,1369 0,74 0,2738
Jumlah (∑) 30 -3,52 2,421

6. Menentukan Harga Mean ( x )


∑ f ⋅ xi − 3,52
x = = = −0,117
∑f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
⎛ 1 n − fk ⎞
Me = b + p⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ f
⎝ ⎠
⎛ 1 30 − 23 ⎞
Me = − 0,72 + 7⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ 8
⎝ ⎠
⎛ 15 − 23 ⎞
Me = − 0,72 + 7⎜ ⎟
⎝ 8 ⎠
Me = − 0,72 + (−7)
Me = − 7,72
8. Menentukan Modus (Mo)
⎛ b1 ⎞
M o = b + p ⎜⎜ ⎟⎟
b
⎝ 1 + b 2 ⎠

⎛ 1 ⎞
M o = − 0 , 72 + 7 ⎜ ⎟
⎝1+ 4 ⎠
M o = − 0 , 72 + 1, 4
M o = 0 , 68
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku

n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi )
2

SD =
n(n − 1)
30(2,421) − (− 3,52)
2

SD =
30(30 − 1)
72,63 − 12,3904
SD =
870
60,2396
SD =
870
SD = 0,0692
SD = 0,26
Lampiran 15

Perhitungan Mean, Median, Modus dan Simpangan Baku


Normal Gain pada Kelas Eksperimen

1. Data Normal Gain Kelas Eksperimen


-0,27 -0,21 -0,18 -0,1 0,08 0,1
0,18 0,18 0,2 0,2 0,21 0,25
0,27 0,27 0,27 0.27 0,27 0,33
0,33 0,33 0,36 0,36 0,38 0,42
0,46 0,5 0,5 0,5 0,54 0,55

Dari data tersebut diperoleh bahwa nilai maksimum (Xmax) adalah 0,55 dan
nilai minimum (Xmin) adalah -0,27.

2. Menentukan Rentang Kelas


Rentang Kelas (R) = Xmax – Xmin
= 0,55 – (-0,27)
= 0,82

3. Banyaknya Kelas Interval


Banyaknya Kelas (K) = 1 + 3,3 log n
= 1 + 3,3 log 30
= 1 + 3,3 x 1,47
= 1 + 4,85
= 5,85
≈ 6 atau 7
Sehingga banyaknya kelas adalah 7.
4. Menentukan Panjang Kelas Eksperimen
R
Panjang Kelas (P) =
K
0,82
=
7
= 0,117
≈ 0,12
Sehingga panjang kelasnya adalah 0,12.

5. Tabel Distribusi
Kelas Batas Nilai Tengah Frekuensi Frekuensi 2 2
No. Xi fi . Xi fi . Xi
Interval Kelas (Xi) (fi) Kumulatif
1 -0,27 - -0,16 -0,77 -0,22 3 3 0,0484 -0,66 0,1452
2 -0,15 - -0,04 -0,65 -0,1 1 4 0,01 -0,1 0,01
3 -0,03 - 0,08 -0,53 0,05 1 5 0,0025 0,05 0,0025
4 0,09 - 0,20 -0,41 0,15 5 10 0,0225 0,75 0,1125
5 0,21 - 0,32 -0,29 0,27 7 17 0,0729 1,89 0,5103
6 0,33 - 0,44 -0,17 0,39 7 24 0,1521 2,73 1,0647
7 0,45 - 0,56 -0,05 0,51 6 30 0,2601 3,06 1,5606
Jumlah (∑) 30 7,72 3,406

6. Menentukan Harga Mean ( x )


∑ f ⋅ xi 7,72
x = = = 0,257 ≈ 0,26
∑f 30
7. Menentukan Harga Median (Me)
⎛ 1 n − fk ⎞
Me = b + p⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ f
⎝ ⎠
⎛ 1 30 − 24 ⎞
Me = − 0,29 + 7⎜⎜ 2 ⎟
⎟⎟
⎜ 7
⎝ ⎠
⎛ 15 − 24 ⎞
Me = − 0,29 + 7⎜ ⎟
⎝ 7 ⎠
Me = − 0,29 + (−9)
Me = − 9,29
8. Menentukan Modus (Mo)
⎛ b1 ⎞
M o = b + p ⎜⎜ ⎟⎟
b
⎝ 1 + b 2 ⎠

⎛ 2 ⎞
M o = − 0 , 29 + 7 ⎜ ⎟
⎝2+0⎠
M o = − 0 , 29 + 7
M o = 6 , 71
9. Menentukan Standar Deviasi (SD) atau Simpangan Baku

n ∑ fi. Xi 2 − (∑ fi. Xi )
2

SD =
n(n − 1)
30(3,406) − (7,72)
2
SD =
30(30 − 1)
102,18 − 59,5984
SD =
870
42,5816
SD =
870
SD = 0,0489
SD = 0,22
Lampiran 16

Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain pada Kelas Kontrol

Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :


a. Hipotesis
H0 = data berdistribusi normal
H1 = data berdistribusi tidak normal

b. Menentukan harga L0
1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn
dengan menggunakan rumus :
Xi − X
Zi =
S
Dimana :
Z = Bilangan baku
X = Rata-rata
S = Simpangan Baku

2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku,


kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i
S (Z i ) =
n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya
tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel
Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05.

d. Kriteria pengujian
Tolak H0 jika L0 > Ltabel
Terima H0 jika L0 < Ltabel

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan :


Nilai Rata-rata ( X ) = -0,117
Simpangan Baku (S) = 0,26

No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)]


1 -0,73 -2,37 0,0089 0,0333 0,0244
2 -0,43 -1,21 0,1131 0,0667 0,0464
3 -0,42 -1,17 0,121 0,1 0,021
4 -0,4 -1,1 0,1357 0,1333 0,0024
5 -0,36 -0,94 0,1736 0,2 0,0264
6 -0,36 -0,94 0,1736 0,2 0,0264
7 -0,33 -0,83 0,2033 0,2333 0,03
8 -0,31 -0,75 0,2266 0,2667 0,0401
9 -0,25 -0,52 0,3015 0,3667 0,0652
10 -0,25 -0,52 0,3015 0,3667 0,0652
11 -0,25 -0,52 0,3015 0,3667 0,0652
12 -0,18 -0,25 0,4013 0,4333 0,032
13 -0,18 -0,25 0,4013 0,4333 0,032
14 -0,17 -0,21 0,4168 0,4667 0,0499
15 -0,15 -0,13 0,4483 0,5 0,0517
16 -0,14 -0,1 0,4602 0,5333 0,0731
17 -0,1 0,058 0,5239 0,5667 0,0428
18 -0,09 0,096 0,5398 0,6 0,0602
19 -0,08 0,135 0,5517 0,6333 0,0816
20 -0,05 0,25 0,5987 0,6667 0,068
21 0 0,442 0,67 0,7667 0,0967
22 0 0,442 0,67 0,7667 0,0967
23 0 0,442 0,67 0,7667 0,0967
24 0,14 0,981 0,8365 0,8 0,0365
25 0,17 1,096 0,8643 0,8333 0,031
26 0,18 1,135 0,8708 0,8667 0,0041
27 0,25 1,404 0,9192 0,9 0,0192
28 0,27 1,481 0,9306 0,9333 0,0027
29 0,36 1,827 0,9664 0,9667 0,0003
30 0,44 2,135 0,9834 1 0,0166
Harga L0 (Nilai Uji N-Gain) diambil dari nilai yang paling besar diantara harga-
harga mutlak yaitu [0,0967].
Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan
0,05 yaitu 0,161.

Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah :


Tolak H0, jika L0 > Ltabel
Terima H0, jika L0 < Ltabel

Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel)
= 0,0967 < 0,161. Hal ini berarti N-Gain pada kelas kontrol adalah berdistribusi
normal.
Lampiran 17

Proses Penghitungan Uji Normalitas N-Gain pada Kelas Eksperimen

Adapun langkah-langkah pengujiannya sebagai berikut :


a. Hipotesis
H0 = data berdistribusi normal
H1 = data berdistribusi tidak normal

b. Menentukan harga L0
1) Pengamatan X1, X2, X3,......, Xn dijadikan bilangan baku Z1, Z2, Z3, ......, Zn
dengan menggunakan rumus :
Xi − X
Zi =
S
Dimana :
Z = Bilangan baku
X = Rata-rata
S = Simpangan Baku

2) Untuk setiap bilangan baku dengan menggunakan distribusi normal baku,


kemudian dihitung peluang F(Zi) = P(Z ≤ Zi)
3) Selanjutnya dihitung proporsi Z1, Z2, Z3, ....., Zn yang lebih kecil atau sama
dengan Zi. Jika proporsi ini dinyatakan oleh S(Zi), maka :
banyaknya Z 1 , Z 2 , Z 3 ,......, Z n yang ≤ Z i
S (Z i ) =
n
4) Menghitunglah selisih F(Zi) – S(Zi) kemudian tentukan harga mutlaknya
tersebut. Sebutlah harga terbesar ini L0.
5) Ambil harga yang paling besar di antara harga-harga mutlak selisih.
c. Menentukan harga Ltabel
Dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan 0,05.

d. Kriteria pengujian
Tolak H0 jika L0 > Ltabel
Terima H0 jika L0 < Ltabel

Berdasarkan perhitungan yang telah dilakukan :


Nilai Rata-rata ( X ) = 0,26
Simpangan Baku (S) = 0,22

No. Data (Xi) Zi F(Zi) S(Zi) [F(Zi) - S(Zi)]


1 -0,27 -2,41 0,008 0,03 0,0253
2 -0,21 -2,14 0,0162 0,07 0,0505
3 -0,18 -2 0,0228 0,1 0,0772
4 -0,1 -1,64 0,0505 0,13 0,0828
5 0,08 -0,82 0,2061 0,17 0,0394
6 0,1 -0,73 0,2327 0,2 0,0327
7 0,18 -0,36 0,3594 0,27 0,0927
8 0,18 -0,36 0,3594 0,27 0,0927
9 0,2 -0,27 0,3936 0,33 0,0603
10 0,2 -0,27 0,3936 0,33 0,0603
11 0,21 -0,23 0,409 0,37 0,0423
12 0,25 -0,05 0,4801 0,4 0,0801
13 0,27 0,045 0,5199 0,57 0,0468
14 0,27 0,045 0,5199 0,57 0,0468
15 0,27 0,045 0,5199 0,57 0,0468
16 0,27 0,045 0,5199 0,57 0,0468
17 0,27 0,045 0,5199 0,57 0,0468
18 0,33 0,318 0,6255 0,63 0,0078
19 0,33 0,318 0,6255 0,63 0,0078
20 0,36 0,455 0,6736 0,7 0,0264
21 0,36 0,455 0,6736 0,7 0,0264
22 0,38 0,545 0,7088 0,73 0,0245
23 0,42 0,727 0,7673 0,77 0,0006
24 0,45 0,864 0,8051 0,8 0,0051
25 0,46 0,909 0,8186 0,83 0,0147
26 0,5 1,091 0,8621 0,93 0,0712
27 0,5 1,091 0,8621 0,93 0,0712
28 0,5 1,091 0,8621 0,93 0,0712
29 0,54 1,273 0,898 0,97 0,0687
30 0,55 1,318 0,9066 1 0,0934
Harga L0 (Nilai Uji Normalitas) diambil dari nilai yang paling besar diantara
harga-harga mutlak yaitu [0,0934].
Harga Ltabel ditentukan dari harga kritis untuk uji Liliefors dengan taraf signifikan
0,05 yaitu 0,161.

Kriteria pengujian untuk Uji Normalitas adalah :


Tolak H0, jika L0 > Ltabel
Terima H0, jika L0 < Ltabel

Sehingga dapat disampaikan bahwa : L0 (Nilai Hitung) < Ltabel (Nilai Tabel)
= 0,0934 < 0,161. Hal ini berarti N-Gain pada kelas eksperimen adalah
berdistribusi normal.
Lampiran 18

Penghitungan Homogenitas N-Gain

Pengujian dilakukan dengan menggunakan Uji Homogenitas Dua Varians,


dengan langkah-langkah sebagai berikut :

Tabel Distribusi Varians Gabungan


Sampel db = (n-1) S2 Log S2 (db). Log S2
Eksperimen 29 0,0481 -1,318 -38,222
Kontrol 29 0,0694 -1,159 -33,611
58 -71,833

1. Menghitung varians gabungan dengan rumus :


⎛ (∑ n − 1)1 S 12 + (∑ n − 1)2 S 22 ⎞
S 2
= ⎜ ⎟
⎜ (∑ n − 1)1 + (∑ n − 1)2 ⎟
⎝ ⎠
⎛ (29)0,0481 + (29)0,0694 ⎞
S2 = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ (29) + (29) ⎠
1,3949 + 1862,672,0216
S2 =
58
2 3,4075
S = = 0,05875
58

2. Log S2 = Log 0,05875


= -1,231

3. B (Nilai Bartlett) = Log S 2 ⋅ ∑(n − 1)


= -1,231 x 58
= -71,398
4. Menghitung X2 Hitung
X2 = (ln 10) {B − ∑(db ) Log S 2 }
X2 = 2,3 × (− 71,398 − (−71,833)
X2 = 2,3 × (0,435) = 1,0005

5. Membandingkan X2 hitung dengan X2 tabel, untuk α = 0,05 dengan derajat


kebebasan (db) = k – 1 = 2 – 1 = 1 , sehingga X2 tabel = 3,84

6. Kriteria pengujian :
Jika X2 hitung > dari X2 tabel, maka data dinyatakan tidak homogen
Jika X2 hitung < dari X2 tabel, maka data dinyatakan homogen

7. Kesimpulan :
Jadi, karena X2 hitung < X2 tabel yaitu 1,0005 < 3,84
Maka data tersebut bersifat Homogen.
Lampiran 19

Penghitungan Uji Hipotesis Normal Gain Kelas Kontrol dan


Kelas Eksperimen

Kategori peningkatan hasil belajar diperoleh dari Gain Ternormalisasi.


Adapun langkah-langkahnya adalah sebagai berikut :

1. Kriteria Hipotesis :
Ha : Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest-
posttest kelas eksperimen dengan kelas kontrol.
H0 : Tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest-
posttest kelas eksperimen dengan kelompok kontrol.

Jika : – t tabel ≤ t hitung ≤ t tabel = Terima Ho, Tolak Ha


– t tabel < t hitung atau t tabel < t hitung = Terima Ha, Tolak Ho

2. Hipotesis Statistik :
Ha : µ1 ≠ µ2
H0 : µ1 = µ2

3. Menentukan Nilai Rata-rata (Mean) Kelas Kontrol


∑ f . x i − 3,52
X = = = −0,117
∑f 30
4. Menentukan Nilai Rata-rata (Mean) Kelas Eksperimen
∑ f . x i 7,69
X = = = 0,256
∑f 30
5. Menghitung Nilai thitung dengan cara :
a. Menghitung Standar Deviasi Gabungan :
⎛ (∑ n − 1)1 S12 + (∑ n − 1)2 S 22 ⎞
S 2
= ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ (∑ n − 1)1 + (∑ n − 1)2 ⎠
⎛ (29)0,0481 + (29 )0,0694 ⎞
S2 = ⎜⎜ ⎟⎟
⎝ (29) + (29) ⎠
S = 0,05875 = 0,2424

X1 − X 2
t =
1 1
S +
n1 n 2
0,26 − (− 0,117 )
t =
1 1
0,2424 +
30 30
0,377
t =
0,2424(0,258)
0,377
t hitung = = 6,032
0,0625

6. Menentukan Nilai ttabel dengan ketentuan :


α = 0,05 = (n1 + n2) – 2
= (30 + 30) – 2
= 58
Maka diperoleh ttabel sebesar = 2,00

7. Membandingkan Nilai antara thitung dengan ttabel


-ttabel < thitung atau ttabel < thitung = -2,00 < 6,032 atau 2,00 < 6,032
maka terima Ha dan tolak H0.

8. Kesimpulan :
“Terdapat perbedaan yang signifikan antara rata-rata skor pretest – posttest
kelas eksperimen dengan rata-rata skor pretest – posttest kelas kontrol.”
Lampiran 28

Konsep Cahaya

A. Cahaya Merambat Lurus


Kita dapat melihat benda-benda yang ada di sekililing kita karena

ada cahaya yang masuk ke mata kita. Karena ada cahaya matahari, hari

menajdi siang (terang); karena ada cahaya lampu, ruangan menjadi

terang, dan sebagainya. Bagaimana cahaya-cahaya tersebut dapat

masuk ke mata kita? Tentu saja dengan cara merambat. Cahaya

merambat lurur ke segala arah. Hal itu dapat kita amati ketika cahaya

masuk menerobos rumah kita melalui celah sempit atau ketika kita

menyalakan baterai. Cahaya merambat dengan lurus merupakan salah

satu sifat dari cahaya.

Untuk menunjukkan bahwa cahaya merambat lurus, mari kita

melakukan percobaan pada LKS 1.

B. Pemantulan Cahaya (Difraksi)


Kita dapat melihat suatu benda jika cahaya dari benda tersebut

yang masuk ke mata kita. Hal ini menunjukkan bahwa setiap benda akan

memantulkan cahaya yang mengenainya. Bahkan, benda-benda yang

tidak terkena cahaya secara langsung pun dapat kita lihat. Hal ini

merupakan bukti bahwa cahaya mempunyai sifat dapat dipantulkan.

Untuk mengetahui hubungan antara sinar datang (cahaya datang)

dan sinar pantul, lakukanlah percobaan pada LKS 2.


Perhatikan gambar di

samping!

Berkas sinar yang

mengenai cermin disebut

sinar datang. Sedangkan

berkas sinar yang

meninggalkan cermin

disebut

sinar pantul. Sebuah garis putus-putus yang digambar tegak lurus

permukaan cermin disebut garis normal. Sudut yang dibentuk oleh sinar

datang dan garis normal disebut sudut datang, yang dilambangkan

dengan i. Sedangkan sudut yang dibentuk oleh sinar pantul dan garis

normal disebut sudut pantul, yang dilambangkan dengan r.

Hukum pemantulan menyatakan bahwa

1. Sinar datang, garis normal, dan sinar pantul terletak pada satu

bidang datar.

2. Sudut datang sama dengan sudut pantul.

C. Pembiasan Cahaya (Refraksi)


Gelombang-gelombang cahaya normalnya merambat dalam garis

lurus. Apabila gelombang-gelombang cahaya itu bergerak dari satu

jenis zat ke jenis zat yang lain, seperti dari udara ke air, kecepatan

gelombang cahaya itu berubah. Bagaimana arah rambat cahaya, apabila


cahaya merambat dari satu jenis zat ke jenis zat lain, seperti dari

udara menuju ke air?

Jika kita perhatikan, sebatang sedotan yang dimasukkan ke dalam air

tampak bengkok. Pembelokan ini disebabkan cahaya itu merambat

melewati zat-zat yang berbeda dan berubah kelajuannya. Kecepatan

cahaya di udara berbeda dengan kecepatan cahaya di air atau kaca.

Akibat perubahan kecepatan tersebut, berkas cahaya dari udara akan

tampak berbelok jika masuk air atau kaca. Pembelokan cahaya itu

disebut pembiasan cahaya (refraksi).

Pembiasan cahaya adalah pembelokan gelombang cahaya yang

disebabkan oleh suatu perubahan dalam kelajuan gelombang cahaya

pada saat gelombang cahaya tersebut merambat dari satu zat ke zat

lainnya.
Gambar A menunjukkan bahwa

cahaya dibiaskan atau dibelokkan

mendekati garis normal. Hal ini terjadi

karena laju cahaya di air lebih kecil

daripada laju cahaya di udara. Kelajuan

cahaya akan berkurang ketika cahaya

merambat dari medium kurang rapat

menuju medium lebih rapat. Misalnya,

dari udara menuju air.

Gambar B menunjukkan bahwa cahaya dibiaskan menjauhi garis

normal. Hal ini terjadi karena laju cahaya di udara lebih besar

daripada laju cahaya di air. Kelajuan cahaya akan bertambah jika

cahaya merambat dari medium lebih rapat menuju medium kurang

rapat. Misalnya, dari air menuju udara.

Untuk membuktikannya, lakukanlah percobaan pada LKS 3.

Semoga berhasil !!!


Lampiran 29

LEMBAR KERJA SISWA


(LKS 1)
Perambatan Cahaya

Tujuan Pembelajaran : Menunjukkan cahaya merambat dengan lurus.

Bagaimanakah cahaya itu bergerak, apakah merambat lurus atau


berkelok-kelok? Pernahkah kamu memperhatikan seberkas cahaya
yang masuk pada sebuah lubang kecil di ruang yang relatif gelap?

A. Alat dan Bahan


1. Lilin
2. Korek api
3. Dua karton berlubang

B. Langkah kerja
1. Nyalakan lilin di atas meja dan lihatlah api lilin melalui dua
lubang karton yang segaris. Amatilah apa yang terjadi?
2. Jika satu lubang digeser tidak lurus, apa yang terjadi pada api
lilin?
C. Hasil kegiatan dan pembahasan
1. Ketika lubang kedua karton segaris, bagaimana arah cahaya dari
api lilin?
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………

2. Ketika kedua lubang karton tidak segaris, apakah yang terjadi?


…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………
3. Jadi apa yang terjadi pada cahaya api lilin?
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………
4. Jadi kesimpulannya?
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
…………………………………………………………………………………………
………………………………

GOOD LUCK!!!!
LEMBAR KERJA SISWA 2
( LKS 2 )
Pemantulan Cahaya

Tujuan Pembelajaran : Menyimpulkan hukum pemantulan cahaya

Pernahkan kamu melihat indahnya Bulan purnama dan bertaburnya


Bintang pada malam hari yang cerah? Bintang bersinar karena dia
memiliki cahaya sendiri, sedangkan Bulan tampak bercahaya karena
pantulan dari cahaya Matahari. Dapatkah kamu melihat benda-benda
di sekitarmu tanpa adanya cahaya. Bagaimanakah cara cahaya
dipantulkan?

A. Alat dan Bahan


1. Busur derajat 3. Cermin datar
2. Senter / laser 4. Kertas putih

Gambar : Hukum pemantulan cahaya,


pemantulan sinar senter oleh cermin datar

B. Langkah kegiatan
1. Letakkan busur derajat di atas kertas karton
2. Letakkan cermin datar berhimpitan dengan sumbu datar busur
derajat
3. Nyalakan kotak cahaya dan arahkan 300 sebagai sudut datang ( i )
dengan garis normal dan datangnya sinar itu sejajar dengan
busur derajat
4. Ukurlah sinar pantulnya dari garis normal, dan apakah sinar itu
sejajar dengan busur derajat? Amati dan catat dalam data
5. Ulangi langkah 3 sampai 4 untuk sudut datang i = 40O ; 50O ; 60O

C. Data Kegiatan dan Kesimpulan


No. Sudut Datang Sudut Pantul
1 300
2 400
3 500
4 600

1. Jelaskan cara menentukan sudut datang !


……………..………………………………………………………………………
………………………..……………………………………………………………
………………………………………..……………………………………………
………………………………
2. Jelaskan cara menentukan sudut pantul !
……………..………………………………………………………………………
…………………………..…………………………………………………………
………………………………………..……………………………………………
………………………………
3. Jelaskan hubungan antara besar sudut datang dengan sudut
pantul !
……………..………………………………………………………………………
…………………………..…………………………………………………………
………………………………………..……………………………………………
………………………………
D. Kesimpulan :
1. Besar sudut datang ……………………………………………………….
sudut pantul.
2. Sudut datang, garis normal dan sinar pantul terletak pada
………………….
LEMBAR KERJA SISWA 3
(LKS 3)
Pembiasan Cahaya

Tujuan Pembelajaran : Menemukan hukum pembiasaan cahaya (Hukum


Snellius)

Ketika kamu memasukkan sebagian pensil ke dalam air, apa yang


terjadi? Seakan-akan pensilmu menjadi patah. Mengapa demikian?
Kamu telah mempelajari sifat-sifat cahaya pada benda yang tidak
tembus cahaya. Bagaimanakah jika cahaya tersebut mengenai benda
bening yang tembus cahaya? Pensil yang dilihat tegak di atas
permukaan air tampak membengkok pada bagian yang terbenam
dalam air. Mengapa hal-hal tersebut dapat terjadi?

A. Alat dan Bahan


1. Lampu senter/laser 3. Larutan susu
2. Bejana kaca 4. Karton

B. Langkah Kerja
1. Tuangkan larutan susu ke dalam bejana kaca.
2. Arahkan senter/laser dengan sudut datang 45o.
C. Hasil Kegiatan dan Pembahasan
1. Ketika senter/laser diarahkan ke dalam bejana kaca yang berisi
air, bagaimana arah rambatannya?
……………..………………………………………………………………………
………………………..……………………………………………………………
…………………………………..…………………………………………………
………………………………
2. Apakah sudut bias yang dihasilkan besarnya sama dengan sudut
datang yang diarahkan?
……………..………………………………………………………………………
………………………..……………………………………………………………
…………………………………..…………………………………………………
………………………………
3. Peristiwa tersebut dinamakan dengan?
Jawab :
……………..………………………………………………………………………
………………………..……………………………………………………………
…………………………………..…………………………………………………
……………………………………………..………………………………………
…………………………………………
4. Apa yang dimaksud dengan pembiasan cahaya?
……………..………………………………………………………………………
………………………..……………………………………………………………
…………………………………..…………………………………………………
………………………………
5. Lukiskan arah sinar yang terjadi pada peristiwa tersebut!
Jawab :
6. Tuliskan pernyataan hukum Snellius !
……………..…………………………………………………………………………
……………………..…………………………………………………………………
……………………………..…………………………………………………………
………………………
Lampiran 24

Perhitungan Koefisien Reliabilitas Instrumen


dengan Rumus KR-20

Diketahui :
n = 40
∑pq = 7,34
S2 = 24,01

⎛ n ⎞ ⎛⎜ S − ∑ pq ⎞⎟
2

r11 = ⎜ ⎟
⎝ n − 1 ⎠ ⎜⎝ S2 ⎟

Keterangan :
r11 = Reliabilitas tes secara keseluruhan
p = Proporsi subjek yang menjawab item dengan benar
q = Proporsi subjek yang menjawab item dengan salah
∑pq = Jumlah hasil perkalian antara p dan q
n = Banyaknya item
S = Standar deviasi dari tes

Dengan demikian, hasil perhitungan Reliabilitas Instrumen adalah :

⎛ n ⎞ ⎛ S 2 − ∑ pq ⎞
r11 = ⎜ ⎜
⎟ ⎟

⎝ n −1⎠ S 2 ⎟
⎝ ⎠
⎛ 40 ⎞ ⎛ 24 . 01 − 7 . 34 ⎞
= ⎜ ⎟⎜ ⎟
⎝ 40 − 1 ⎠ ⎝ 24 . 01 ⎠
r11 = 0 . 71 → Re liabilitas Tinggi
G. Langkah-langkah Pembelajaran

Pertemuan Ke-1
Guru menjelaskan tentang penelitian yang dilakukan dan dilanjutkan dengan melakukan pretest.

Pertemuan Ke-2
No. Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Pendahuluan 3 menit Memulai pembelajaran dengan mengucapkan Menjawab salam dan menjawab panggilan
salam dan melakukan absensi siswa. guru selama absensi.

Mengulas secara singkat materi sebelumnya. Secara aktif menjawab guru seputar materi
sebelumnya.

Menyajikan peta konsep Cahaya secara Mencatat dan menyimak penjelasan guru
keseluruhan. tentang kegiatan pembelajaran.
2 Menyampaikan 3 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam
tujuan dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan
mempersipkan sebagainya kepada guru dan menjawab guru.
siswa
Memberikan apersepsi dan motivasi dengan
mengajukan pertanyaan :
“Mengapa benda dapat terlihat di tempat yang
terang?”
Prasyarat pegetahuan :
“Syarat apa sajakah agar benda dapat dilihat
oleh mata?”

3 Mendemonstras 15 menit Membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masing-
ikan pembentukan kelompok. masing.
pengetahuan
dan Menjelaskan secara singkat tentang Mendiskusikan dengan kelompoknya
keterampilan perambatan cahaya. mengenai perambatan cahaya.

Mempresentasikan langkah kerja untuk Menyimak dengan seksama petunjuk untuk


melakukan percobaan mengamati perambatan melakukan percobaan.
cahaya.
4 Membimbing 15 menit Memberikan LKS untuk menunjukkan arah Setiap kelompok melakukan percobaan sesuai
pelatihan rambatan cahaya. dengan langkah kerja yang sudah dijelaskan.
5 Memeriksa 20 menit Memeriksa percobaan yang dilakukan siswa Mengerjakan soal latihan dan
pemahaman apakah sudah dilakukan dengan benar atau mengumpulkannya.
dan belum.
memberikan Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya.
umpan balik Memberikan bimbingan, jika masih ada siswa
atau kelompok yang belum dapat
melakukannya dengan benar.

Memberikan beberapa soal latihan yang harus


dikerjakan di kelas.

Membahas soal latihan dan memberikan


umpan balik kepada siswa.
6 Memberikan 20 menit Menanggapi hasil diskusi kelompok siswa. Mempersentasikan hasil diskusi kelompok.
kesempatan
kepada siswa Menyimak informasi yang diberikan oleh
untuk pelatihan Memberikan informasi yang sebenarnya. guru.
lanjutkan dan
penerapan Mencatat dan mengerjakan latihan.
Memberikan beberapa permasalahan dan soal
berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu
pemantulan cahaya untuk dikerjakan di rumah
(PR)
7 Penutup 4 menit Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang
mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya.

Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta


kepada beberapa siswa untuk mengulanginya.

Menutup pembelajaran dengan mengucapkan


salam. Menjawab salam.
Pertemuan Ke-3
No. Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Pendahuluan 3 menit Memulai pembelajaran dengan mengucapkan Menjawab salam dan menjawab panggilan
salam dan melakukan absensi siswa. guru selama absensi.

Mengulas secara singkat materi sebelumnya Secara aktif menjawab guru seputar materi
sebelumnya.

Mencatat dan menyimak penjelasan guru


tentang kegiatan pembelajaran
2 Menyampaikan 3 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam
tujuan dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan
mempersipkan sebagainya. kepada guru dan menjawab guru.
siswa
Memberikan apersepsi dan motivasi dengan
mengajukan pertanyaan :
“Bagaimana cahaya dipantulkan?”

Prasyarat pegetahuan :
“Apakah yang dimaksud dengan pemantulan
cahaya?”
3 Mendemonstras 15 menit Membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masing-
ikan pembentukan kelompok. masing.
pengetahuan
dan Menjelaskan secara singkat tentang Mendiskusikan dengan kelompoknya
keterampilan pemantulan cahaya. mengenai pemantulan cahaya.

Mempresentasikan langkah kerja untuk Menyimak dengan seksama petunjuk untuk


melakukan percobaan mengamati perambatan melakukan percobaan.
cahaya.
4 Membimbing 15 menit Memberikan LKS untuk menemukan hukum Setiap kelompok melakukan percobaan sesuai
pelatihan pemantulan cahaya dengan langkah kerja yang sudah dijelaskan.
5 Memeriksa 20 menit Memberikan beberapa soal latihan yang harus Mengerjakan soal latihan dan
pemahaman dikerjakan di kelas. mengumpulkannya.
dan
memberikan Membahas soal latihan dan memberikan Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya.
umpan balik umpan balik kepada siswa.
6 Memberikan 20 menit Memberikan beberapa permasalahan dan soal Mempersentasikan hasil diskusi kelompok.
kesempatan berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu Menyimak informasi yang diberikan oleh
kepada siswa cermin datar, cermin cembung dan cermin guru.
untuk pelatihan cekung untuk dikerjakan di rumah (PR)
lanjutkan dan Mencatat dan mengerjakan latihan.
penerapan
7 Penutup 4 menit Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang
mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya.

Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta


kepada beberapa siswa untuk mengulanginya.

Menutup pembelajaran dengan mengucapkan


salam. Menjawab salam.
Pertemuan Ke-4
No. Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Pendahuluan 3 menit Memulai pembelajaran dengan mengucapkan Menjawab salam dan menjawab panggilan
salam dan melakukan absensi siswa. guru selama absensi.

Mengulas secara singkat materi sebelumnya. Secara aktif menjawab guru seputar materi
sebelumnya.

Mencatat dan menyimak penjelasan guru


tentang kegiatan pembelajaran
2 Menyampaikan 3 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam
tujuan dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan
mempersipkan sebagainya. kepada guru dan menjawab guru.
siswa
Memberikan apersepsi dan motivasi dengan
mengajukan pertanyaan :
“Mengapa pada spion mobil, objek lebih
dekat daripada bayangan yang terlihat?”

Prasyarat pegetahuan :
Guru bertanya :
“Sebutkan manfaat dari cermin dalam
kehidupan sehari-hari?”
3 Mendemonstras 15 menit Guru membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masing-
ikan pembentukan kelompok. masing.
pengetahuan
dan Menjelaskan secara singkat tentang cermin, Mendiskusikan dengan kelompoknya
keterampilan hubungan jarak fokus, jarak benda dan jarak mengenai cermin, hubungan jarak fokus, jarak
bayangan, serta perbesaran bayangan. benda, jarak bayangan, dan perbesaran
bayangan.

Menggambarkan proses pembentukan dan Memperhatikan dengan seksama.


sinar-sinar istimewa pada cermin cekung dan
cembung.
4 Membimbing 15 menit Memberikan beberapa contoh soal terkait Mengerjakan contoh soal di bawah bimbingan
pelatihan dengan hubungan antara jarak benda, jarak
bayangan dan jarak fokus, serta perbesaran
bayangan.
5 Memeriksa 20 menit Memberikan beberapa soal latihan yang harus Mengerjakan soal latihan dan
pemahaman dikerjakan di kelas. mengumpulkannya.
dan
memberikan Membahas soal latihan dan memberikan Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya.
umpan balik umpan balik kepada siswa.
6 Memberikan 20 menit Memberikan beberapa permasalahan dan soal Mempersentasikan hasil diskusi kelompok.
kesempatan berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu
kepada siswa pembiasan cahaya untuk dikerejakan di rumah Menyimak informasi yang diberikan oleh
untuk pelatihan (PR). guru.
lanjutkan dan
penerapan Mencatat dan mengerjakan latihan.
7 Penutup 4 menit Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang
mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya.

Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta


kepada beberapa siswa untuk mengulanginya.
Menutup pembelajaran dengan mengucapkan
salam. Menjawab salam.
Pertemuan Ke-5
No. Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Pendahuluan 3 menit Memulai pembelajaran dengan mengucapkan Menjawab salam dan menjawab panggilan
salam dan melakukan absensi siswa. guru selama absensi.

Mengulas secara singkat materi sebelumnya. Secara aktif menjawab guru seputar materi
sebelumnya.

Mencatat dan menyimak penjelasan guru


tentang kegiatan pembelajaran
2 Menyampaikan 3 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam
tujuan dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan
mempersipkan sebagainya. kepada guru dan menjawab guru.
siswa
Memberikan apersepsi dan motivasi dengan
mengajukan pertanyaan :
“Mengapa jika sebatang pensil dimasukkan ke
dalam gelas berisi air, pensil akan terlihat
bengkok?”

Prasyarat pegetahuan :
Guru bertanya :
“Apakah yang dimaksud dengan pembiasan
?”
3 Mendemonstras 15 menit Membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masing-
ikan pembentukan kelompok. masing.
pengetahuan
dan Menjelaskan secara singkat tentang Mendiskusikan dengan kelompoknya
keterampilan pembiasan cahaya. mengenai pembiasan cahaya.

Mempresentasikan langkah kerja untuk Menyimak dengan seksama petunjuk untuk


melakukan percobaan mengamati pembiasan melakukan percobaan.
cahaya.
4 Membimbing 15 menit Memberikan LKS untuk menemukan hukum Setiap kelompok melakukan percobaan sesuai
pelatihan pembiasan cahaya (Hukum Snellius). dengan langkah kerja yang sudah dijelaskan.
5 Memeriksa 20 menit Memberikan beberapa soal latihan yang harus Mengerjakan soal latihan dan
pemahaman dikerjakan di kelas. mengumpulkannya.
dan
memberikan Membahas soal latihan dan memberikan Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya.
umpan balik umpan balik kepada siswa.
6 Memberikan 20 menit Memberikan beberapa permasalahan dan soal Mempersentasikan hasil diskusi kelompok.
kesempatan berkaitan dengan materi selanjutnya yaitu
kepada siswa Lensa cekung dan lensa cembung untuk Menyimak informasi yang diberikan oleh
untuk pelatihan dikerjakan di rumah (PR). guru.
lanjutkan dan
penerapan Mencatat dan mengerjakan latihan.
7 Penutup 4 menit Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang
mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya.

Menyimpulkan materi pelajaran dan meminta


kepada beberapa siswa untuk mengulanginya.

Menutup pembelajaran dengan mengucapkan


salam. Menjawab salam.
Pertemuan Ke-6
No. Tahap Waktu Kegiatan Guru Kegiatan Siswa
1 Pendahuluan 3 menit Memulai pembelajaran dengan Menjawab salam dan menjawab panggilan
mengucapkan salam dan melakukan absensi guru selama absensi.
siswa.
Secara aktif menjawab guru seputar materi
Mengulas secara singkat materi sebelumnya sebelumnya.

Mencatat dan menyimak penjelasan guru


tentang kegiatan pembelajaran
2 Menyampaikan 3 menit Menjelaskan tujuan pembelajaran dan Menyimak dan berperan aktif dalam
tujuan dan prosedur pembelajaran berupa penilaian dan pembelajaran dengan mengajukan pertanyaan
mempersipkan sebagainya. kepada guru dan menjawab guru.
siswa
Memberikan apersepsi dan motivasi dengan
mengajukan pertanyaan :
“Mengapa bintang di langit jika dengan
menggunakan teropong akan terlihat dekat
sekali?”

Prasyarat pegetahuan :
Guru bertanya :
“Apakah manfaat lensa dalam kehidupan
sehari-hari?”
3 Mendemonstras 15 menit Guru membimbing peserta didik dalam Berkumpul bersama kelompoknya masing-
ikan pembentukan kelompok. masing.
pengetahuan
dan Menjelaskan dengan jelas tentang lensa Mendiskusikan dengan kelompoknya
keterampilan cembung, lensa cekung, dan hubungan mengenai lensa cembung, lensa cekung, dan
antara jarak fokus, jarak benda dan jarak hubungan antara jarak fokus, jarak benda,
bayangan, serta perbesaran bayangan. jarak bayangan dan perbesaran bayangan.

Memperhatikan dengan seksama.


Menggambarkan proses pembentukan dan
sinar-sinar istimewa pada lensa cembung dan
lensa cekung.
4 Membimbing 15 menit Memberikan beberapa contoh soal terkait Mengerjakan contoh soal di bawah bimbingan
pelatihan dengan hubungan antara jarak benda, jarak
bayangan dan jarak fokus, serta perbesaran
bayangan.
5 Memeriksa 20 menit Memberikan beberapa soal latihan yang Mengerjakan soal latihan dan
pemahaman harus dikerjakan di kelas. mengumpulkannya.
dan
memberikan Membahas soal latihan dan memberikan Menyimak dan mengoreksi hasil kerjanya.
umpan balik umpan balik kepada siswa.
6 Memberikan 20 menit Memberikan beberapa permasalahan dan Mempersentasikan hasil diskusi kelompok.
kesempatan soal berkaitan dengan materi selanjutnya
kepada siswa yaitu pemantulan cahaya untuk dikerjakan di Menyimak informasi yang diberikan oleh
untuk pelatihan rumah (PR) guru.
lanjutkan dan
penerapan Mencatat dan mengerjakan latihan.
7 Penutup 4 menit Memberikan kesempatan kepada siswa untuk Mengajukan pertanyaan tentang materi yang
mengajukan pertanyaan. tidak dipahaminya.

Menyimpulkan materi pelajaran dan


meminta kepada beberapa siswa untuk
mengulanginya.

Menutup pembelajaran dengan Menjawab salam.


mengucapkan salam.

Pertemuan Ke-7
Posttest.

Anda mungkin juga menyukai