Yuskar Lase Makalah
Yuskar Lase Makalah
1 PENDAHULUAN
Permintaan kebutuhan ruang yang semakin meningkat dan perubahan peraturan tata
kota memungkinkan perluasan struktur gedung ke arah vertikal. Perluasan secara
vertikal dilakukan dengan menambah struktur baja di atas struktur beton bertulang
eksisting sehingga menjadi struktur gabungan baja dan beton. Penggunaan struktur
gabungan juga digunakan pada proyek pembangunan apartemen baru khususnya
sebagai struktur penthouse. Sistem struktur rangka pemikul momen menjadi sering
dipakai pada struktur gabungan terutama pada bangunan bertingkat rendah.
Sistem rangka momen dari struktur baja dan beton dapat digabungkan melalui sebuah
sambungan. Dalam hal ini sambungan kolom dasar dari rangka baja ke rangka beton
berfungsi meneruskan semua gaya-gaya pada struktur baja termasuk gaya gempa
kepada struktur beton. Kinerja dua sistem rangka momen pada struktur gabungan
sangat ditentukan oleh kekuatan dan kekakuan sambungannya.
Hasil penelitian Maan dan Osman (2002) serta Aviram et al. (2010) menguraikan
pengaruh kekakuan sambungan base plate di kolom dasar pada perilaku rangka momen
baja. Penelitian Razzaghi dan Khoshkbakht (2012) menunjukkan besar kecilnya
kekakuan sambungan base plate ditentukan oleh komponen penyusun sambungan.
Komponen sambungan dipengaruhi oleh seberapa besar gaya desain di sambungan.
Menurut AISC 341 (2010), desain sambungan dasar kolom atau sering disebut
sambungan base plate ditentukan oleh nilai terkecil dari kapasitas profil yang disambung
atau gaya-gaya dalam (termasuk akibat gempa) yang sudah diamplifikasi nilai o. Nilai
o merupakan faktor kuat lebih struktur yang besarannya bergantung dari sistem
pemikul beban lateral (SPBL) yang dipakai pada struktur. Besarnya o terbesar menurut
SNI 1726:2012 yaitu 3,0 untuk rangka pemikul momen khusus (baja dan beton).
Penggunaan nilai o pada kombinasi gaya dalam sambungan dari nilai o SPBL dapat
menghasilkan detil sambungan yang sulit untuk dieksekusi. Namun, ketentuan
penggunaan nilai o pada desain sambungan tetap diperlukan untuk menjaga
sambungan tidak mengalami kegagalan lebih awal dari elemen yang disambung. Untuk
kemudahan pendetilan sambungan, perlu dilakukan tinjauan nilai o yang lebih rasional
dengan mengetahui gaya-gaya dalam maksimal yang bekerja saat struktur akibat gempa
yang salah satunya melalui analisis pushover.
1
Dosen Program Teknik Sipil, Universitas Indonesia. E-mail: yuskar@eng.ui.ac.id
2
Mahasiswa Program Studi Magister Teknik Sipil, Universitas Indonesia. E-mail: andyprabowo.2011@gmail.com
1
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
2 PERANCANGAN SAMBUNGAN BASE PLATE TIPE RIGID
Menurut ketentuan AISC 341 (2010), gaya dalam baik akibat momen dan geser untuk
perancangan sambungan kolom dasar diambil nilai terkecil dari:
1. Gaya-gaya dalam kolom akibat kombinasi beban menggunakan faktor amplifikasi o.
2. Kapasitas profil kolom terdiri dari kapasitas lentur probable (Mpr) kolom yaitu
1,1RyFyZ dan kapasitas geser kolom yaitu 2*Mpr/Lkolom.
Desain sambungan base plate pada tulisan ini mengacu pada AISC Design Guide
Series 1 (Fisher dan Kloiber, 2006). Hasil eksperimen Gomez et al. (2010) menunjukkan
apabila kapasitas sambungan dari metode pada design guide sangat konservatif bila
dibandingkan dengan kapasitas sesungguhnya dari hasil pengujian.
Metode perancangan sambungan yang akan diuraikan hanya untuk tipe sambungan
yang mampu menahan momen (sambungan rigid). Sambungan momen dibagi menjadi 2
kasus seperti pada Gambar 1, yaitu perancangan dengan eksentrisitas kecil (small
eccentricity) dan perancangan dengan momen besar (large eccentricity). Besar kecilnya
eksentrisitas dalam perancangan sambungan ditentukan oleh perbandingan nilai
eksentrisitas yang terjadi terhadap nilai eksentrisitas kritis.
(a) (b)
Gambar 1 Distribusi Gaya di Komponen Base Plate pada Kasus (a) Small Eccentricity
(b) Large Eccentricity
Menurut Fisher dan Kloiber (2006), bentuk distribusi tegangan lentur di bawah base
plate akibat interaksi gaya aksial dan momen dapat disederhanakan menjadi berbentuk
persegi (rectangular) yang besarannya merata sepanjang Y, yaitu:
(1)
Resultan gaya akibat tegangan fp selebar B pada arah tegak lurus bidang Gambar yaitu
sebesar qY bekerja di 0.5Y dari titik A. Apabila diukur dari titik pusat kolom maka lokasi
qY berada di = 0,5N – 0,5Y. Nilai B dan N merupakan ukuran base plate. Nilai akan
mencapai maksimum saat Y bernilai minimum. Sehingga Ymin = Pr/qmax. Jadi:
(2)
Nilai T = 0 pada kasus small eccentricity dan agar MA = 0 maka nilai e (Mr/Pr) harus
lebih kecil dari max serta besarnya Y = N – 2e.
Tebal base plate (tp) dihitung berdasarkan momen lentur akibat fp selebar m dari tepi
base plate, yaitu:
2
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Mpl = fp (m2/2) (3)
Persamaan 3 berlaku untuk Y m, serta m = 0.5*(N – 0.95d). Apabila nilai Y < m, maka:
Mpl = fp Y(m – Y/2) (4)
Sedangkan kapasitas lentur plat: bMn = 0.9*Fy*tp /4
2
(5)
Dari Gambar 1 (b), kasus dengan eksentrisitas besar (large eccentricity) terjadi karena
eksentrisitas rencana (e) melebihi ecrit. Agar terjadi kesetimbangan momen maka
diperlukan tambahan T dari kontribusi baut.
T = qmaxY – Pr (6)
Dengan menggunakan MB = 0 maka diperoleh persamaan:
(7)
Persamaan di atas disusun ulang menjadi:
(8)
Maka diperoleh nilai Y yang merupakan solusi penyelesaian persamaan di atas.
(9)
Pada persamaan 9 diperoleh variabel qmax untuk membatasi fp. Nilai qmax muncul akibat
dari redistribusi tegangan untuk mengabaikan tegangan tarik sekaligus membatasi
tegangan tekan yang boleh terjadi agar beton di bawah base plate tidak mengalami
kegagalan.
qmax = fp max*B (10)
Persamaan 11 diambil dari pasal 10.14 ACI 318M-2011 atau SNI 2847:2013. Nilai
(A2/A1) berlaku apabila luas penumpu base plate (A2) lebih besar dibanding luas base
plate (A1) dan dibatasi maksimal sebesar 2.
Setelah diperoleh nilai Y dan T, maka ukuran diameter angkur dapat dipilih berdasarkan
kapasitas tarik ultimit angkur menurut persamaan 12.
Rn *0.75*Fu*Ab dengan = 0.75 (12)
Dengan Fu merupakan tegangan putus angkur dan Ab merupakan luas penampang
berdasarkan diameter nominal baut.
Tebal base plate dihitung menurut persamaan (3) – (5). Namun demikian perlu ditinjau
satu lagi tambahan model keruntuhan lentur di plat akibat dari gaya tarik baut.
(13)
3
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
3 KEKAKUAN ROTASI SAMBUNGAN BASE PLATE
Penelitian terbaru mengenai model matematis kekakuan rotasi sambungan base plate
dilakukan oleh Kavinde et al. (2012). Model matematis yang dibuat telah dikalibrasi
dengan menggunakan studi eksperimen di laboratorium yang dilakukan Gomez et al.
(2010). Model matematis dibuat didasarkan pada deformasi komponen sambungan.
Ltension
rod concrete
Permukaan grouting
m
f + N/2
Kavinde et al. (2012) membuat model matematis kekakuan rotasi sambungan menjadi 2
kasus untuk small eccentricity dan large eccentricity. Hasil eksperimen menunjukkan
model matematis untuk kasus large eccentricity menunjukkan nilai kekakuan rotasi yang
mendekati uji laboratorium. Untuk kasus small eccentricity kurang mendekati hasil
eksperimen akibat pengaruh tebal base plate tidak dipertimbangkan secara eksplisit.
Kasus perancangan base plate dengan large eccentricity lebih sering ditemui pada
perancangan sambungan akibat adanya kombinasi beban yang memungkinkan
terjadinya gaya aksial minimum berasal dari pengaruh beban gravitasi yang berlawanan
tanda dengan beban gempa dan secara bersamaan diperoleh nilai momen maksimum.
Menurut Kavinde et al. (2012), deformasi yang terjadi pada komponen sambungan untuk
kasus large eccentricity seperti diilustrasikan pada Gambar 2 terdiri dari:
(14)
(30 mm)
4
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
4. Pada beton akibat fp: (18)
Dimana dfooting = tinggi pedestal dan fmax = fp max seperti persamaan 11.
(19)
Besarnya nilai kekakuan merupakan nilai secant dari kemiringan kurva momen terhadap
rotasi saat sambungan mencapai kondisi batas elastis ke kondisi inelastik.
(20)
Momen leleh sambungan (My) merupakan momen yang menyebabkan setiap komponen
sambungan dibebani hingga mencapai kondisi lelehnya (Kavinde et al., 2012).
Gaya geser yang terjadi di sambungan dapat diperhitungkan sebagai tambahan gaya di
baut angkur. AISC 2010 memberikan persamaan interaksi (C-J3-6) untuk memeriksa
kapasitas baut dengan memperhitungkan geser dan momen secara bersamaan.
Adanya gaya geser di baut dapat menimbulkan lentur di baut seperti diilustrasikan pada
Gambar 3. Menurut hasil penelitian Gomez et al. (2009), besarnya momen akibat geser
yaitu: M = k*Leffektif*V. Faktor k bergantung dari panjang tekuk baut angkur saat
menerima lentur. Tambahan lentur mengakibatkan tambahan tegangan tarik: f = M/(nZ)
dimana n = jumlah baut dan Z = modulus plastis baut = 1/6*(dbaut)3.
bearing location
Lefektif v
Geser yang terjadi di keseluruhan baut menjadi tidak sama besar karena perilaku baut.
Adanya uplift pada baut tarik (akibat momen kolom) mengakibatkan baut hanya mampu
menerima sedikit gaya geser di sambungan. Baut tekan yang cenderung statis akan
mampu menerima geser yang lebih besar dan memiliki kekakuan geser yang lebih
besar. Besarnya persentase gaya geser yang diterima masing-masing baut proporsional
terhadap kekakuan geser di masing-masing baut seperti terlihat pada Gambar 4.
Baut V Baut
Tarik Tekan
(20%V) (80% V)
5
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Kekakuan geser baut tarik: (21)
Dimana:
E = Modulus Elastis Baut = 2.105 kN/m2
Lefektif = Panjang tekuk baut pada kondisi elastik = ½ twasher + tbase plate
Sebagai tambahan, kekakuan aksial dari sambungan diambil persamaan kekakuan
aksial baut yang mengalami tarik, yaitu: kaksial = AE/L dimana: A = luas nominal baut; E =
modulus elastisitas baut; L = tebal base plate + tebal grouting.
Berdasarkan pendetilan yang akan dilakukan maka nilai R yang digunakan pada saat
melakukan perhitungan beban gempa diambil sebesar 6,0. Nilai R untuk struktur
gabungan baja-beton seperti pada pemodelan ETABS belum diatur secara spesifik di
SNI. Untuk nilai Cd dan o masing-masing diambil sebesar 5,5 dan 3,0 mengikuti kriteria
SRPMK. Verifikasi nilai R dan o pada struktur yang digunakan dapat merujuk pada
penelitian Prabowo (2015).
6
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
6 HASIL PERANCANGAN SAMBUNGAN DAN NILAI KEKAKUANNYA
Tabel 1 Konfigurasi Sambungan Base Plate Portal Arah X (Fu angkur = 862.5 MPa)
Variasi Ukuran Base Plate (mm) Luasan Angkur (cm2) Krotasi Kgeser Kaksial
o N B tp Perlu Terpasang (kNm/rad) (kN/m) (kN/m)
Tabel 2 Konfigurasi Sambungan Base Plate Portal Arah Y (Fu angkur = 862.5 MPa)
Variasi Ukuran Base Plate (mm) Luasan Angkur (cm2) Krotasi Kgeser Kaksial
o N B tp Perlu Terpasang (kNm/rad) (kN/m) (kN/m)
3 580 570 70 53.62 56.7 8.09E+05 3.64E+05 1.79E+07
2.5 580 570 60 40.3 45.4 7.06E+05 5.59E+05 1.46E+07
2 560 560 50 29.9 34.6 5.76E+05 4.90E+05 1.20E+07
1.5 560 450 45 20 24.1 4.22E+05 6.56E+05 8.22E+06
1 540 450 35 10.8 14.7 2.66E+05 5.45E+05 5.06E+06
Untuk mengkaji nilai o optimal pada perancangan sambungan, maka dilakukan variasi
o pada kombinasi pembebanan SNI1726:2012 untuk memperoleh gaya-gaya dalam di
kolom. Variasi nilai o mulai dari 3.0; 2.5; 2.0; 1.5; dan 1.0. Kombinasi beban yang
menghasilkan gaya aksial tarik tidak diperhitungkan untuk desain sambungan agar teori
perancangan sambungan pada sub bab 2 dapat dipakai.
Hasil desain sambungan pada Tabel 1 dan 2 menggunakan mutu angkur yang sangat
besar dibandingkan mutu angkur yang mudah dan murah di pasaran. Agar tetap bisa
menggunakan mutu angkur yang mudah diperoleh di pasaran, yaitu pada Fu sebesar
400 MPa, desain base plate hanya dilakukan pada nilai o = 1 dan 1.5 seperti di Tabel 3.
Nilai kekakuan sambungan pada masing-masing derajat kebebasan (DOF) diinput ke
dalam kekakuan pegas yang dimodelkan di ETABS sebagai elemen link. Elemen ini
menghubungkan dasar kolom baja dengan kolom beton. Hanya DOF rotasi yang
dimodelkan secara non-linier sedangkan DOF lainnya dianggap linier.
7
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Gambar 5 Kurva Pemodelan Non-linier Sambungan
Untuk keperluan pemodelan non linier link, diperlukan kekuatan leleh pegas yang
merupakan nilai momen leleh (My) yang mengakibatkan komponen sambungan
mengalami pelelehan untuk nilai beban aksial tertentu. Menurut FEMA 356 (2000),
kapasitas maksimal sambungan dibatasi 110% dari kapasitas lelehnya. Hal ini
mengakibatkan kemiringan pasca leleh yang terjadi hanya 0.3%.
Struktur gabungan yang telah diberi pemodelan pegas pada bagian sambungan
diperiksa kembali terhadap perilaku dinamiknya. Pemeriksaan ini bertujuan
memverifikasi asumsi yang sering dilakukan pada pemodelan sambungan rigid dengan
cara membandingkan perilaku struktur antara sambungan rigid (R), sambungan semi
rigid (SR) serta sambungan sendi (S). Pemodelan sambungan rigid dan sendi dilakukan
dengan meniadakan atau memberikan sendi dalam di kolom dasar baja.
8
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
7.1 Karakteristik Dinamik
Dari Tabel 5, karakteristik dinamik dari ketujuh variasi semi rigid tidak jauh berbeda
dengan karakteristik dinamik model rigid (R). Adanya pemodelan sambungan kolom
bagian dasar pada model SR tidak mengakibatkan perubahan perilaku struktur
gabungan dan masih mendekati perilaku model R.
Besarnya perpindahan antar lantai pada struktur beton jauh lebih kecil dibandingkan
struktur baja seperti ditampilkan pada Gambar 7. Nilai perpindahan antar lantai pada
struktur baja model sendi melewati nilai batas SNI 1726:2012 terutama di lantai 5. Hal ini
akibat dari perbedaan nilai perpindahan lantai yang cukup besar antara struktur beton
dengan struktur baja.
9
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Gambar 7 Perpindahan Antar Lantai (Interstory Drift) Arah X (Kiri) dan Arah Y (Kanan)
ke
y max
Gambar 8 Ilustrasi Kurva Kapasitas yang Disederhanakan dan Parameternya
Beberapa hal yang ditentukan sebelum ETABS melakukan analisis pushover yaitu:
1. Pola beban dorong lateral menggunakan: pola akselerasi merata (Pola 1) dan pola
ragam tinggi (Pola 2). Pola akselerasi merata merupakan pola beban lateral
mengikuti distribusi massa lantai sedangkan pola ragam merupakan pola beban
lateral mengikuti besaran gaya lateral dinamik kombinasi CQC dari 18 ragam getar.
2. Pemodelan sendi plastis di balok (M3) dan kolom (PMM) mengikuti FEMA 356 Tabel
5-6 untuk struktur beton dan Tabel 6-7 serta 6-8 untuk struktur baja.
3. Target perpindahan menggunakan ATC-40, FEMA 356, dan SNI 1726.
Hasil plot gaya geser vs perpindahan titik kontrol (kurva kapasitas) dan lokasi sendi
plastis yang pada seluruh model tidak berbeda jauh. Sebagai ilustrasi, disajikan kurva
10
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
kapasitas dan lokasi sendi plastis pada model SR4 di lampiran 2. Nilai setiap parameter
dari kurva kapasitas seperti pada Gambar 8 untuk seluruh model diuraikan berikut ini.
8.1 Gaya Geser Dasar Leleh (Vy) dan Perpindahan Leleh (y)
Nilai Vy dipengaruhi pola beban dorong yang diberikan pada struktur seperti dapat dilihat
pada Gambar 9. Besarnya beban lateral pada pola 1 membesar di bagian struktur beton
hal ini sesuai dengan proporsi massa lantai sehingga struktur beton lebih berperan
dalam menghasilkan gaya geser dasar leleh struktur keseluruhan. Untuk pola 2,
besarnya gaya lateral semakin membesar dengan bertambahnya ketinggian struktur
sehingga struktur atas (struktur baja) berperan besar dalam menentukan gaya geser
dasar leleh struktur. Perbedaan besarnya gaya leleh pada pola 1 dan 2 menunjukkan
apabila struktur beton memiliki overstrength yang lebih besar dibandingkan struktur baja.
Pengaruh kekakuan sambungan kolom dasar terhadap Vy tidak terlihat. Selisih besarnya
Vy pada variasi SR tidak signifikan terutama pada arah X. Untuk arah Y, perbedaan V y
terbesar terjadi antara SR1 dan SR5 yaitu sekitar 7%. Besarnya Vy model S menjadi
yang terbesar dibanding keseluruhan variasi. Hal ini dapat disebabkan oleh dimensi
struktur baja model S yang lebih besar.
Dari Gambar 10 dapat diketahui apabila besarnya y pada seluruh model SR memiliki
kemiripan terutama pada pola merata sehingga besarnya kekakuan sambungan tidak
berpengaruh langsung pada y. Nilai y model SR mendekati model R sedangkan model
S memiliki nilai y terbesar. Melihat pola beban yang diberikan, y akibat pola 1 di setiap
arah lebih kecil dibanding pola 2.
11
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
8.2 Kekakuan Lateral Efektif (Ke)
Besarnya Ke pada setiap arah untuk kedua pola beban memiliki nilai yang mirip. Ke
akibat pola 1 lebih besar dibanding pola 2. Hal ini menunjukkan kekakuan efektif pada
struktur beton lebih tinggi. Adanya variasi nilai o tidak mempengaruhi nilai Ke pada
pemodelan SR. Nilai Ke pada seluruh model SR cenderung mirip dan mendekati model
R terutama pada pola 1. Perbedaan nilai Ke terbesar yang terjadi pada model SR1
terhadap model SR5 sekitar 9% terjadi akibat pola 2. Nilai Ke model S merupakan yang
terendah sehingga pemodelan hubungan sendi kurang menguntungkan bagi kekakuan.
8.3 Perpindahan Maksimal (maks) dan Gaya Geser Dasar Maksimal (Vmaks)
12
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
mempengaruhi level kinerja yang dicapai. Hanya pada model S terdapat level kinerja
melebihi CP.
Evaluasi kinerja menggunakan FEMA 356 pada pola beban merata di arah X
menghasilkan level kinerja C-D (berada di level CP-Collapse) di seluruh model R dan
SR. Hal ini dikarenakan pushover dengan pola beban 1 sulit memberikan informasi
kondisi struktur di sekitar target perpindahan menurut FEMA 356. Kondisi yang berbeda
terjadi akibat pola 2. Oleh karena itu, analisis pada kinerja sambungan terhadap rotasi
dan geser dilakukan hanya pada hasil pushover menggunakan pola beban ragam tinggi.
13
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
sambungan masih cukup jauh dari batasannya pada o lebih besar dari 1,5 terlihat dari
nilai rasio momen yang terjadi (hasil pushover) di sambungan terhadap momen leleh
(M/My) tertinggi sebesar 0,6 pada o = 2. Perilaku rotasi sambungan mulai mendekati
batasan kinerjanya pada o sebesar 1,5 dengan rasio M/My tertinggi sebesar 0,8 pada
arah Y. Perilaku inelastik sangat jelas terjadi pada o = 1 namun masih berada di bawah
level kinerja IO (Intermediate Occupancy).
(a) (b)
(c) (d)
(e)
Gambar 13 Kurva Kinerja Rotasi Link Model (a) SR1 (b) SR2 (c) SR3 (d) SR4 (e) SR5
Untuk mengetahui pengaruh dari mutu angkur terhadap perilaku sambungan maka
dibuat variasi SR6 dan SR7. Kinerja sambungan tidak dipengaruhi secara signifikan oleh
mutu angkur seperti terlihat di Gambar 14. Hal ini terlihat dari hampir samanya nilai
tertinggi rasio M/My. Perbedaan mutu angkur lebih berakibat pada perbedaan kekakuan
sambungan yang dihasilkan serta deformasi sambungan.
14
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Gambar 14 Perbandingan Kinerja Rotasi Sambungan (a) SR4 vs SR6 (b) SR5 vs SR7
Tabel 8 menampilkan rasio terbesar V/Vn pada link untuk setiap variasi pemodelan SR.
Besarnya V merupakan gaya geser terbesar di link dari hasil pushover sedangkan Vn
merupakan kapasitas geser di sambungan tereduksi. Rumus Vn merujuk ke persaman
(J3-1) AISC 360 (2010).
Pengaruh o terlihat pada rasio V/Vn. Semakin besar kekakuan sambungan yang
artinya semakin besar o mengakibatkan rasio semakin jauh dari 1. Untuk keseluruhan
link portal arah X, nilai rasio masih jauh dari 1. Sedangkan untuk arah Y, pada nilai o =
1 besarnya rasio sekitar 1. Tabel 8 menegaskan perlunya o pada perancangan
sambungan namun tidak perlu sebesar nilai o sistem pemikul beban lateral.
10 KESIMPULAN
Dari beberapa variasi pemodelan yang dilakukan pada sambungan kolom baja di atas
rangka beton, maka diperoleh beberapa kesimpulan yaitu:
1. Perbedaan nilai kekakuan sambungan pada pemodelan semi rigid tidak
mengakibatkan perbedaan siginfikan pada hasil analisis struktur gabungan seperti
karakteristik dinamik, gaya geser dasar, perpindahan antar lantai, gaya geser leleh,
perpindahan leleh struktur, kekakuan relatif, perpindahan dan gaya geser dasar
maksimal struktur pasca leleh.
2. Perilaku struktur pada setiap model semi rigid relatif tidak berbeda jauh dengan
perilaku model rigid. Bahkan untuk struktur dengan sambungan yang dirancang
dengan o = 1 sekalipun masih berperilaku menyerupai model rigid.
3. Level kinerja struktur gabungan berada di level Life Safety sehingga memenuhi
kinerja struktur yang dirancang menggunakan SNI1726:2012. Level kinerja
sambungan seluruh variasi berada di level IO.
4. Nilai o pada kombinasi gaya desain di sambungan sebesar 3 menunjukkan desain
yang sangat konservatif. Agar diperoleh desain yang lebih optimal dan dapat
15
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
diterapkan di lapangan, namun tetap menjaga perilaku sambungan tetap elastik
maka dapat digunakan nilai o sebesar 1.5.
5. Desain sambungan yang dilakukan dengan mengabaikan kombinasi beban yang
menghasilkan gaya aksial tarik tidak mempengaruhi kinerja sambungan. Desain
sambungan ditentukan oleh kombinasi beban yang menghasilkan gaya aksial tekan
minimum bersamaan dengan diperolehnya nilai momen maksimum.
11 REFERENSI
ACI. (2011). “Building Code Requirements for Structural Concrete (ACI318M-2011) and
Commentary”, Farmington Hills, MI: American Concrete Institute.
AISC. (2010a). “Seismic Provisions for Stuctural Steel Buildings”, ANSI/AISC 341-10,
Chicago, IL: American Institute for Steel Construction.
AISC. (2010b). “Specification for Stuctural Steel Buildings”, ANSI/AISC 360-10, Chicago,
IL: American Institute for Steel Construction.
ATC. (1996). “Seismic Evaluation and Retrofit of Concrete Buidings”, ATC 40, Redwood
City, CA: Applied Technology Council.
ASCE. (2010). “Minimum Design Loads for Buildings and Other Structures”, ASCE/SEI
7-10. Reston,VA: American Society of Civil Engineers.
CSI. (2005). “CSI Analysis Reference Manual”, Computers and Structures, Inc.,
Berkeley, California
FEMA. (2000). “Prestandard and Commentary for the Seismic Rehabilitation of
Buildings”, FEMA 356. Washington, DC: Federal Emergency Management Agency.
Fisher, J. M. & Kloiber, L. A. (2006). “Design Guide 1: Base Pate and Anchor Rod
Design (2nd ed.)”, Chicago, IL: American Institute for Steel Construction.
Gomez, I., Deirlein, G., Kavinde, A. (2010). “Exposed Column Base Connections
Subjected to Axial Compression and Flexure”. Final Report Presented to the
American Institute of Steel Construction. Chicago.
Gomez, I., Deirlein, G., Kavinde, A., Smith, C. (2009). “Shear Transfer in Exposed
Column Base Plates”. Report Presented to the American Institute of Steel
Construction. Chicago.
Kavinde, A. M., Grilli, D. A., Zareian, F. (2012). “Rotational Stiffness of Exposed Column
Base Connections: Experiments and Analytical Models”, Journal of Structural
Engineering, 138, 549-560.
Maan, O., & Osman, A. (2002). “The Influence of Column Bases Flexibility on The
Seismic Response of Steel Framed Structures”, 4th Structural Specialty
Conference of the Canadian Society for Civil Engineering, CSCE, Montreal.
Prabowo, A. (2015). “Evaluasi Perancangan Sambungan Rigid Kolom Dasar Rangka
Baja di Atas Rangka Beton Bertulang Menggunakan Analisis Pushover”, Master
Thesis, Departemen Teknik Sipil Universitas Indonesia.
Razzaghi, J., & Khoshbakht, A. (2012). “Numerical Evaluation of Column Base Rigidity”,
Proceedings of the Eleventh International Conference on Computational Structures
Technology, Scotland: Civil-Comp Press, Stirlingshire.
SNI 1726:2012. (2012). “Tata Cara Perencanaan Ketahanan Gempa Untuk Struktur
Bangunan Gedung dan Non Gedung”, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 1727:2013. (2013). “Beban Minimum Untuk Perancangan Bangunan Gedung dan
Struktur Lain”, Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
SNI 2847:2013. (2013). “Persyaratan Beton Struktural Untuk Bangunan Gedung”,
Jakarta: Badan Standardisasi Nasional.
16
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
LAMPIRAN 1 DATA STRUKTUR GABUNGAN
Mutu Bahan:
fc’ = 29 MPa (K-350)
fytulangan = 400 MPa
fyprofil baja = 240 MPa (BJ-37)
Data beban:
Beban Hidup = 2 kPa di setiap lantai
Beban Mati di luar berat sendiri = 1,4 kPa di lantai
tipikal dan 1,8 kPa di lantai atap
17
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
LAMPIRAN 2 KURVA KAPASITAS DAN LOKASI SENDI PLASTIS PADA
MODEL SR4
Gambar 17 Mekanisme Sendi Plastis Model SR4 dengan Pola 1 (Portal X/Kiri: 19
Langkah, Portal Y/Kanan: 10 Langkah)
18
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”
Gambar 18 Mekanisme Sendi Plastis Model SR4 Pola 1 Langkah Ke-7 (Kiri) dan
Langkah Ke-8 (Kanan)
Gambar 19 Mekanisme Sendi Plastis Model SR4 dengan Pola 2 (Portal X/Kiri: 11
Langkah, Portal Y/Kanan: 11 Langkah)
Gambar 20 Mekanisme Sendi Plastis Model SR4 Pola 2 Langkah Ke-6 (Kiri) dan
Langkah Ke-5 (Kanan)
19
Seminar dan Pameran HAKI 2015 - “Challenges in the Future”