ANGIN
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan hasil
proyeksi kebutuhan listrik dari tahun 2003 s.d. 2020 yang dilakukan Dinas
Perencanaan Sistem PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Tim Energi Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), terlihat bahwa selama kurun waktu
tersebut rerata kebutuhan listrik di Indonesia tumbuh sebesar 6,5% per tahun.
Kebutuhan listrik tersebut didukung dengan pertumbuhan listrik di sektor industri
sebesar 7,3% per tahun dan sektor rumah tangga sebesar 6,9% per tahun. Kebutuhan
listrik nasional didominasi oleh sektor industri, disusul sektor rumah tangga, usaha,
dan umum (Muchlis dan Permana, 2006).
Peningkatan kebutuhan energi listrik tidak menjadi masalah besar apabila
kapasitas listrik terpasang mampu mengakomodasi segala kebutuhan masyarakat.
Ketersediaan pasokan listrik yang memadai merupakan syarat mendasar untuk
pengembangan semua sektor ekonomi. Konsumsi listrik per kapita pada tahun 2012
adalah 856 kWh, sementara tahun sebelumnya baru mencapai 787 kWh/kapita.
Permintaan listrik tersebut menurut Dirjen Ketenagalistrikan melebihi kapasitas
terpasang listrik nasional. Sementara itu rasio elektrifikasi Indonesia saat ini baru
mencapai 72,95%. Hal ini berarti bahwa sekitar 27.05% dari rumah tangga Indonesia
belum dialiri listrik (Anonim, 2013). Ironisnya, sumber energi konvensional berupa
energi fosil yang merupakan sumber energi utama di Indonesia semakin terbatas
cadangannya.
Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi
kelangkaan energi di Indonesia antara lain melalui Kebijakan Energi Nasional,
penyusunan Cetak Biru Pengelolaan Energi Nasional 2005 s.d. 2025, Kebijakan
Strategis Nasional Pembangunan IPTEK, serta Kebijakan Nasional Eksploitasi Laut
yang menekankan sustainabilitas energi melalui penciptaan dan pemanfaatan sumber
energi terbarukan. Salah satu langkah kebijakan Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (KESDM) dalam menjawab isu nasional mengenai energi adalah
1
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 2
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
kecepatan angin, lama hembus angin dan jarak seret gelombang (panjang fetch)
(Triatmodjo, 1999).
Menurut Etemad-Shahidi dkk (2009), pembangkitan gelombang laut oleh angin
dapat dihitung dengan beberapa metode diantaranya yaitu SMB (Sverdrup-Munk-
Bretschneider), Wilson, JONSWAP (Joint North Sea Wave Project), dan CEM
(Coastal Engineering Manual). Perhitungan tersebut menghasilkan komponen
gelombang berupa tinggi dan periode gelombang yang selanjutnya dapat digunakan
untuk menghitung potensi energi dan daya listrik.
Kajian terhadap potensi energi dan daya yang bisa dibangkitkan oleh
gelombang laut perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang bisa
didapatkan sehingga kebutuhan listrik dapat dipenuhi untuk mendukung kebutuhan
nasional jangka panjang. Kebutuhan listrik di wilayah Jawa, Madura, dan Bali atau
disebut juga wilayah Jamali terdiri dari Distribusi Bali, Distribusi Jawa Timur,
Distribusi Jawa Tengah-Jogya, Distribusi Jawa Barat-Banten dan Distribusi Jawa
Barat-Tangerang. Total kebutuhan listrik dari lima wilayah distribusi tersebut jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan listrik pada wilayah lainnya di
Indonesia, yaitu sekitar 80% dari total kebutuhan listrik nasional. Hal ini sangat
beralasan mengingat Jamali merupakan pusat dari segala kegiatan, namun pemakaian
listriknya masih tergolong kurang efisien (Muchlis dan Permana, 2006).
Menurut Wijaya (2010), teknologi yang sesuai dikembangkan sebagai
pembangkit energi listrik di wilayah Jamali adalah model Oscillating Water Column
(OWC). Hal ini dikarenakan model OWC memungkinkan untuk dibangun di daerah
dengan topografi laut yang cenderung landai dan memiliki ketinggian gelombang
laut yang cenderung konstan, serta tidak memerlukan daerah konstruksi yang luas.
ini sulit dilakukan dan membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu perlu
dilakukan kajian terhadap peramalan komponen gelombang dengan menggunakan
data pengamatan angin. Terdapat empat metode perhitungan komponen gelombang
yaitu SMB, Wilson, JONSWAP, dan CEM. Komponen gelombang yang didapatkan
selanjutnya digunakan untuk menghitung besarnya potensi energi dan daya yang bisa
dihasilkan. Kajian terhadap potensi energi dan daya listrik hasil pembangkitan
gelombang laut oleh angin selanjutnya dikaitkan dengan topografi dan profil dasar
daerah penelitian.
I.4. Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan seperti berikut:
1. Menentukan besar komponen hasil pembangkitan gelombang laut oleh angin
dengan menggunakan data pengamatan angin pada lokasi penelitian.
2. Membandingkan berbagai metode pembangkitan gelombang oleh angin, yaitu
metode SMB, Wilson, JONSWAP, dan CEM.
3. Menentukan besar energi dan daya yang bisa dihasilkan oleh gelombang laut pada
lokasi penelitian.
4. Menentukan arah dominan gelombang datang untuk menentukan arah pembangkit
listrik model OWC desain Energetech yang optimal.
5. Menentukan slope dasar laut daerah penelitian.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 5
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
I.5. Manfaat
Dengan adanya pengkajian dan pemetaan potensi daya gelombang laut di
wilayah Jamali ini, diharapkan dapat diketahui energi dan potensi daya yang bisa
dihasilkan di perairan Jamali untuk kemudian digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan yang sahih dalam kegiatan perencanaan pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) khususnya model OWC desain
Energetech.
sektor rumah tangga, usaha, dan umum. Pola kebutuhan listrik per sektor tersebut
akan berbeda apabila ditinjau menurut wilayah pemasaran listrik PLN, dimana
semakin ke Kawasan Indonesia Timur, semakin besar kebutuhan listrik sektor rumah
tangga dibanding sektor industri (Muchlis dan Permana, 2006).
400
300
200
100
0
2006 2010 2015 2020 2025
Tahun
Keperluan Jam ali Keperluan Luar Jam ali Keperluan Indonesia
Salah satu energi alternatif yang berasal dari laut ialah energi gelombang.
Energi gelombang merupakan jenis energi yang dapat diperoleh dengan
memanfaatkan gelombang laut. Dibandingkan dengan teknologi hijau lainnya seperti
energi matahari dan angin, energi gelombang ini memberikan ketersedian mencapai
90% dengan kawasan yang potensial tidak terbatas. Selama ada gelombang, energi
listrik dapat diperoleh (Rofiah, 2006).
Pemikiran untuk memanfaatkan energi gelombang pada berbagai aplikasi telah
ada sejak dulu. Akan tetapi karena data gelombang laut tidak banyak tersedia serta
membutuhkan biaya yang mahal untuk pengukurannya maka peneliti-peneliti dalam
bidang kelautan melakukan observasi untuk memprediksi gelombang laut yang
dibangkitkan oleh angin. Salah satunya yaitu Sverdrup dan Munk yang melakukan
penelitian pada tahun 1974 dan kemudian dikembangkan oleh Bretschneider pada
tahun 1952 dan 1958 berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Danau Ontario,
Amerika Utara. Metode tersebut kemudian disebut sebagai SMB. Beberapa peneliti
kemudian melakukan berbagai observasi untuk mengetahui metode pembangkitan
gelombang oleh angin, diantaranya yaitu Hasselman yang mengepalai JONSWAP,
Wilson, dan U.S. Army yang mengeluarkan panduan teknik pantai Shore Protection
Manual (SPM) pada tahun 1984 dan kemudian digantikan oleh CEM pada tahun
2006.
Etemad-Shahidi dkk (2009) melakukan penelitian mengenai perbandingan
metode CEM, SMB, dan Wilson untuk memprediksi data gelombang dengan
menggunakan data pengukuran angin di Danau Ontario. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa metode SMB merupakan metode yang lebih akurat dalam
memprediksikan gelombang signifikan dengan nilai scatter index 51% dibandingkan
kedua metode yang lainnya.
Penelitian untuk mengetahui pemanfaatan gelombang laut sebagai energi listrik
telah banyak dilakukan. Beberapa negara di dunia sudah menerapkan pembangkit
listrik dengan menggunakan tenaga gelombang laut, diantaranya yaitu:
1. Aquamarine power, sebuah perusahaan pengembang teknologi sumberdaya listrik
dengan pembangkit Oyster telah memasang instalasi pembangkit di Skotlandia,
Amerika Serikat, dan Irlandia. Teknologi Oyster pada prinsipnya adalah berupa
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 8
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
sebuah pompa air berbentuk engsel yang mendorong dengan tekanan tinggi ke
sebuah turbin untuk menghasilkan listrik (Heather, 2009).
2. Pada tahun 1997, Energetech sebuah perusahaan Australia didirikan untuk
melakukan penelitian dan pengembangan pemanfaatan teknologi gelombang laut
dengan memanfaatkan kolom osilasi air. OWC dengan model Energetech mampu
menyediakan energi listrik untuk 800 s.d 1200 rumah (The Boston Globe, 2002).
3. PLTGL Limpet dikelola oleh Wavegen, anak perusahaan Vorth Siemen yang
berbasis di Inggris dan mampu memproduksi listrik 500 kWh (Anonim, 2014).
4. Mutriku merupakan pembangkit listrik pemecah gelombang dengan susunan
beberapa turbin yang dikelola oleh Basque Energy Agency di Teluk Biscay.
Pembangkit ini memiliki kapasitas sampai dengah 300 kW dari 16 set generator
turbin yang diresmikan pada 8 Juli 2011 (Torre-Enciso dkk, 2009).
5. Pada tanggal 23 September 2008, Menteri Ekonomi Portugal meresmikan
Aguaҫadoura, wave farm pertama di dunia yang terletak di sebelah utara Porto,
Portugal. Aguaҫadoura dikembangkan oleh Pelamis Wave Power dan
diprediksikan mampu menghasilkan 2,25 MW (Jha, 2008).
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sebagian besar wilayah berupa
perairan menyimpan energi besar. Robert G Quayle dan Michael J. Changery telah
melakukan penelitian untuk mengestimasi potensi energi di seluruh dunia dengan
menggunakan data pengamatan yang diambil dengan menggunakan kapal. Gambar
I.3 menunjukkan potensi energi rerata tahunan di Indonesia.
Gambar I.4 menunjukkan gelombang yang berada pada sistem koordinat x-y
dan gelombang menjalar arah sumbu x.
y
L
C
η
H x
Muka air diam SWL
v
ε
d Orbit
partikel ζ u
d = (-y)
= d+y
y = -d
∂2 φ ∂2 φ
2 + =0 ........................................................................................................... I.1
∂x ∂y2
𝑔𝑇
C0 = ................................................................................................................ I.6
2π
Daerah Geostropik
Daerah Eikman
I.8.3.3. Data angin. Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang
adalah data di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut dapat
diperoleh dari pengukuran langsung di atas permukaan laut atau pengukuran di darat
di dekat lokasi peramalan yang kemudian dikonversi menjadi data angin di laut
(Triatmodjo, 1999). Menurut U.S. Army (1984), biasanya data angin dapat
digunakan untuk peramalan pembangkitan gelombang sampai dengan jarak 16 km
dari stasiun pengamatan. Data angin dicatat tiap jam untuk mengetahui kecepatan
tertentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum, arah angin, dan dapat pula
dihitung kecepatan angin rerata harian.
Jumlah data angin untuk beberapa tahun pengamatan sangat banyak, untuk
itu data tersebut harus diolah dan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram yang
disebut dengan wind rose (Hidayat, 2005). Gambar I.7 menunjukkan penyajian data
angin dalam bentuk wind rose. Gambar tersebut menunjukkan persentase kejadian
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 16
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
angin dengan kecepatan tertentu dari berbagai arah dalam periode waktu pencatatan.
Garis-garis radial pada wind rose tersebut menunjukkan arah angin dan tiap
lingkaran menunjukkan persentase kejadian angin dalam periode waktu pengamatan.
Tabel I.1. Ekuivalesi kecepatan angin menurut WMO berdasarkan skala beaufort
(Wallbrink dan Koek, 2009)
Kecepatan Angin
Skala Jenis Angin
knots km/jam mi/jam
0 <1 <1 <1 Tenang
1 1 s.d 3 1 s.d 5 1 s.d 4 Sedikit tenang
2 4 s.d 6 6 s.d 11 5 s.d 7 Sedikit hembusan angin
3 7 s.d 10 12 s.d 19 8 s.d 11 Hembusan angin pelan
4 11 s.d 16 20 s.d 29 12 s.d 18 Hembusan angin sedang
5 17 s.d 21 30 s.d 39 19 s.d 24 Hembusan angin sejuk
6 22 s.d 27 40 s.d 50 25 s.d 31 Hembusan angin kuat
7 28 s.d 33 51 s.d 61 32 s.d 38 Mendekati kencang
8 34 s.d 40 62 s.d 74 39 s.d 46 Kencang
9 41 s.d 47 76 s.d 87 47 s.d 54 Kencang sekali
10 48 s.d 55 88 s.d 102 55 s.d 63 Badai
11 56 s.d 63 103 s.d 118 64 s.d 73 Badai dahsyat
12 64+ 119+ 74+ Badai topan
Gunakan RL = 0,9
Untuk UL > 18,5 m/d (41,5 mil/jam)
𝑔𝑇 𝑔𝐹 0,25
= 2,4π 𝑡𝑎𝑛ℎ [0,077 (𝑈 2 ) ] ................................................................... I.16
𝑈𝐴 𝐴
𝑈10 𝑔𝐹 0,33 −5
𝑇 = 8,61 [1 − [1 + 0,008 (𝑈 2) ] ] ................................................... I.20
𝑔 10
Persamaan I.22 dan I.23 digunakan pada kondisi fetch limited, duration limited
maupun fully developed sea. Pada kondisi fetch limited dan fully developed, nilai F
yang digunakan adalah Feff dan pada kondisi duration limited digunakan Fmin yang
dihitung berdasarkan persamaan I.24 (Akpinar dkk, 2014).
𝑔𝑇 𝑔𝐹 0,33
= 0,651 (𝑈 2 ) ......................................................................................... I.26
𝑈∗ ∗
𝐹0,67
𝑡𝑚𝑖𝑛 = 77,23 .................................................................................... I.27
𝑈10 0,34 𝑔0,33
Persamaan I.25 dan I.26 digunakan pada kondisi fetch limited dan duration
limited. Pada kondisi fetch limited, nilai F yang digunakan adalah Feff dan pada
kondisi duration limited digunakan Fmin yang dihitung berdasarkan persamaan I.28
(U.S. Army, 2006).
𝑔𝐹 𝑔𝑡 1,5
= 5,23 × 10−3 (𝑈 ) ................................................................................. I.28
𝑈∗ 2 ∗
Kondisi fully developed sea diselesaikan dengan persamaan I.29, I.30, dan I.31.
𝑔𝐻
= 2,115 × 102 ............................................................................................ I.29
𝑈∗ 2
𝑔𝑇
= 2,398 × 102 ............................................................................................ I.30
𝑈∗
𝑔𝐹 𝐹0,67
= ................................................................................................ I.31
𝑈∗ 2 𝑈10 0,34 𝑔0,33
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 24
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/
P2 (a2,b2)
O (a,b)
P1 (a1,b1)
Gambar I.12 menyajikan morfologi dasar laut yang terdiri dari shelf, slope,
rise, basin, mid-ocean ridge, gunung api laut, palung, dan island arc.
b. Turbin
Turbin berfungsi untuk mengubah energi kinetik gelombang menjadi energi
mekanik yang dihasilkan oleh perputaran rotor pada turbin.
c. Generator
Di dalam generator ini energi mekanik dari turbin dirubah menjadi energi listrik.
Sistem pembangkitan listrik dengan menggunakan tenaga gelombang laut
dapat dijelaskan melalui Gambar I.13.
Energi Mesin konversi
gelombang energi gelombang Turbin Generator
laut laut
Transmisi
buah kaki (piles). Spesifikasi dan prototype OWC desain Energetech dapat dilihat
pada Tabel I.2 dan Gambar I.15.
Tabel I.2. Spesifikasi model Energetech (EPRI, 2004)
Spesifikasi Energetech
Lebar parabolic focusing wall 35 m
Berat struktur baja 450 ton
Lebar perangkat tengah 60 s.d 90 m
Nilai daya Sampai 2 MW
Power take off Bervariasi tergantung diameter turbin di udara
Kedalaman air Sampai kedalaman 50 m
𝐿 0 1
𝐸𝑘 = ∫0 ∫−𝑑 2 𝜌 𝑑𝑥 𝑑𝑦 (𝑢2 + 𝑣 2 ) ..................................................................... I.35
Jika 1.36 dan 1.37 disubtitusikan pada 1.35 maka diperoleh persamaan I.38.
𝜌𝑔𝐻 2 𝐿
𝐸𝑘 = ......................................................................................................... I.38
16
I.8.6.2. Daya gelombang. Besar daya gelombang menurut Hulls (1981) dalam
Kadir (1995), daya yang terkandung di dalam gelombang dapat dihitung dengan
persamaan I.42.
𝐻2
𝑃 = 𝜌𝑔𝑇𝜋 64 ...................................................................................................... I.43
I.9. Hipotesis
Angin yang berhembus di atas permukaan air dapat memindahkan energinya ke
air sehingga menimbulkan gelombang. Tinggi dan periode gelombang yang
dibangkitkan dipengaruhi oleh angin yang meliputi kecepatan angin U, lama hembus
angin/durasi td, arah angin, dan fetch F. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Semakin lama durasi angin bertiup dengan kecepatan yang semakin besar dan
fetch yang lebih panjang dapat menghasilkan komponen gelombang yang lebih
besar pula.
2. Hasil perhitungan dengan metode SMB memberikan nilai MAE dan scatter index
yang lebih rendah dibandingkan dengan metode Wilson, JONSWAP, dan CEM.