Anda di halaman 1dari 32

KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH

ANGIN
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

BAB I
PENDAHULUAN
I.1. Latar Belakang
Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan hasil
proyeksi kebutuhan listrik dari tahun 2003 s.d. 2020 yang dilakukan Dinas
Perencanaan Sistem PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) dan Tim Energi Badan
Pengkajian dan Penerapan Teknologi (BPPT), terlihat bahwa selama kurun waktu
tersebut rerata kebutuhan listrik di Indonesia tumbuh sebesar 6,5% per tahun.
Kebutuhan listrik tersebut didukung dengan pertumbuhan listrik di sektor industri
sebesar 7,3% per tahun dan sektor rumah tangga sebesar 6,9% per tahun. Kebutuhan
listrik nasional didominasi oleh sektor industri, disusul sektor rumah tangga, usaha,
dan umum (Muchlis dan Permana, 2006).
Peningkatan kebutuhan energi listrik tidak menjadi masalah besar apabila
kapasitas listrik terpasang mampu mengakomodasi segala kebutuhan masyarakat.
Ketersediaan pasokan listrik yang memadai merupakan syarat mendasar untuk
pengembangan semua sektor ekonomi. Konsumsi listrik per kapita pada tahun 2012
adalah 856 kWh, sementara tahun sebelumnya baru mencapai 787 kWh/kapita.
Permintaan listrik tersebut menurut Dirjen Ketenagalistrikan melebihi kapasitas
terpasang listrik nasional. Sementara itu rasio elektrifikasi Indonesia saat ini baru
mencapai 72,95%. Hal ini berarti bahwa sekitar 27.05% dari rumah tangga Indonesia
belum dialiri listrik (Anonim, 2013). Ironisnya, sumber energi konvensional berupa
energi fosil yang merupakan sumber energi utama di Indonesia semakin terbatas
cadangannya.
Beberapa langkah yang dilakukan pemerintah untuk mengantisipasi
kelangkaan energi di Indonesia antara lain melalui Kebijakan Energi Nasional,
penyusunan Cetak Biru Pengelolaan Energi Nasional 2005 s.d. 2025, Kebijakan
Strategis Nasional Pembangunan IPTEK, serta Kebijakan Nasional Eksploitasi Laut
yang menekankan sustainabilitas energi melalui penciptaan dan pemanfaatan sumber
energi terbarukan. Salah satu langkah kebijakan Kementerian Energi dan Sumber
Daya Mineral (KESDM) dalam menjawab isu nasional mengenai energi adalah

1
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 2
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

penganekaragaman penyediaan dan pemanfaatan berbagai sumber energi baru, salah


satunya adalah sumber energi kelautan (DESDM, 2005). Berdasarkan Rencana
Umum Energi Nasional (RUEN) yang ditargetkan pada tahun 2050, energi yang
dihasilkan dari lautan bisa mencapai 6000 MW (Anonim, 2011).
Indonesia merupakan negara kepulauan yang sebagian besar wilayahnya terdiri
dari daerah perairan. Menurut Janhidros (2006) dalam Rumampuk (2013), luas
wilayah daratan Indonesia ± 2.012.402 km2 dan luas perairannya ± 5.877.879 km2.
Dua pertiga dari wilayah Negara Indonesia merupakan perairan laut yang menjadi
sumber energi yang sangat potensial untuk didayagunakan dan dimanfaatkan. Untuk
memanfaatkan sumber energi laut tersebut, maka perlu dilaksanakan kajian-kajian
tentang energi laut.
Fenomena oseanografi fisis seperti pasang surut, gelombang, panas laut, dan
perubahan salinitas, secara teoritis dapat dikonversikan menjadi energi listrik.
Sumber energi lautan yang secara efisien dapat dikonversikan menjadi energi listrik
ialah gelombang laut. Konversi energi gelombang menjamin ketersediaan energi
listrik sepanjang tahun, sehingga suplai listrik tidak tergantung pada pergantian dan
perubahan musim (BPDP, 2004 dalam Rofiah, 2006).
Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung gaya
pembangkitnya. Di antara beberapa bentuk gelombang yang dapat digunakan untuk
pembangkit energi listrik adalah gelombang angin. Energi yang diberikan
menyebabkan air bergerak tak permanen dan menimbulkan riak gelombang kecil di
atas permukaan air dan membentuk gelombang. Semakin besar kecepatan angin
semakin besar pula energi yang ditransfer pada air, sehingga gelombang yang
dibangkitkan semakin tinggi (Triatmodjo, 1999).
Faktor lain yang berpengaruh pada tinggi gelombang yang dibangkitkan ialah
jarak seret gelombang. Jarak seret merupakan jarak tempuh gelombang sebelum
mencapai pantai. Sepanjang jarak ini, angin masih dapat memberikan energi
sehingga gelombang dapat bertambah tinggi. Walaupun jarak seret sangat panjang
dan kecepatan angin besar tetapi angin berhembus di dalam waktu yang singkat,
maka gelombang yang terjadi tidak akan semakin besar. Hal ini disebabkan karena
gelombang diseret hanya sebentar, sehingga belum mencapai jarak maksimum.
Sehingga faktor-faktor yang berpengaruh pada pembangkitan gelombang ialah
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 3
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

kecepatan angin, lama hembus angin dan jarak seret gelombang (panjang fetch)
(Triatmodjo, 1999).
Menurut Etemad-Shahidi dkk (2009), pembangkitan gelombang laut oleh angin
dapat dihitung dengan beberapa metode diantaranya yaitu SMB (Sverdrup-Munk-
Bretschneider), Wilson, JONSWAP (Joint North Sea Wave Project), dan CEM
(Coastal Engineering Manual). Perhitungan tersebut menghasilkan komponen
gelombang berupa tinggi dan periode gelombang yang selanjutnya dapat digunakan
untuk menghitung potensi energi dan daya listrik.
Kajian terhadap potensi energi dan daya yang bisa dibangkitkan oleh
gelombang laut perlu dilakukan untuk mengetahui besarnya energi yang bisa
didapatkan sehingga kebutuhan listrik dapat dipenuhi untuk mendukung kebutuhan
nasional jangka panjang. Kebutuhan listrik di wilayah Jawa, Madura, dan Bali atau
disebut juga wilayah Jamali terdiri dari Distribusi Bali, Distribusi Jawa Timur,
Distribusi Jawa Tengah-Jogya, Distribusi Jawa Barat-Banten dan Distribusi Jawa
Barat-Tangerang. Total kebutuhan listrik dari lima wilayah distribusi tersebut jauh
lebih tinggi dibandingkan dengan kebutuhan listrik pada wilayah lainnya di
Indonesia, yaitu sekitar 80% dari total kebutuhan listrik nasional. Hal ini sangat
beralasan mengingat Jamali merupakan pusat dari segala kegiatan, namun pemakaian
listriknya masih tergolong kurang efisien (Muchlis dan Permana, 2006).
Menurut Wijaya (2010), teknologi yang sesuai dikembangkan sebagai
pembangkit energi listrik di wilayah Jamali adalah model Oscillating Water Column
(OWC). Hal ini dikarenakan model OWC memungkinkan untuk dibangun di daerah
dengan topografi laut yang cenderung landai dan memiliki ketinggian gelombang
laut yang cenderung konstan, serta tidak memerlukan daerah konstruksi yang luas.

I.2. Identifikasi Masalah


Total kebutuhan listrik di wilayah Jamali jauh lebih tinggi dibandingkan
dengan kebutuhan listrik pada wilayah lainnya di Indonesia, yaitu sekitar 80% dari
total kebutuhan listrik nasional. Hal ini sangat beralasan mengingat Jamali
merupakan pusat dari segala kegiatan sehingga perlu dilakukan kajian terhadap
energi dan daya yang bisa dihasilkan oleh gelombang laut untuk mengetahui
besarnya energi yang bisa didapatkan. Pengukuran komponen gelombang laut selama
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 4
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

ini sulit dilakukan dan membutuhkan biaya yang besar. Oleh karena itu perlu
dilakukan kajian terhadap peramalan komponen gelombang dengan menggunakan
data pengamatan angin. Terdapat empat metode perhitungan komponen gelombang
yaitu SMB, Wilson, JONSWAP, dan CEM. Komponen gelombang yang didapatkan
selanjutnya digunakan untuk menghitung besarnya potensi energi dan daya yang bisa
dihasilkan. Kajian terhadap potensi energi dan daya listrik hasil pembangkitan
gelombang laut oleh angin selanjutnya dikaitkan dengan topografi dan profil dasar
daerah penelitian.

I.3. Pertanyaan Penelitian


Berdasarkan identifikasi masalah tersebut, maka pertanyaan penelitiannya
sebagai berikut:
1. Bagaimana proses pembangkitan gelombang laut oleh angin dengan
menggunakan metode SMB, Wilson, JONSWAP, dan CEM serta
perbandingannya?
2. Berapa besar energi dan daya yang bisa dihasilkan oleh gelombang laut pada
lokasi penelitian?
3. Dari mana arah dominan gelombang datang untuk menentukan arah pembangkit
listrik model OWC desain Energetech yang optimal?
4. Berapa besar slope profil dasar laut daerah penelitian?

I.4. Tujuan
Penelitian ini memiliki tujuan seperti berikut:
1. Menentukan besar komponen hasil pembangkitan gelombang laut oleh angin
dengan menggunakan data pengamatan angin pada lokasi penelitian.
2. Membandingkan berbagai metode pembangkitan gelombang oleh angin, yaitu
metode SMB, Wilson, JONSWAP, dan CEM.
3. Menentukan besar energi dan daya yang bisa dihasilkan oleh gelombang laut pada
lokasi penelitian.
4. Menentukan arah dominan gelombang datang untuk menentukan arah pembangkit
listrik model OWC desain Energetech yang optimal.
5. Menentukan slope dasar laut daerah penelitian.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 5
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.5. Manfaat
Dengan adanya pengkajian dan pemetaan potensi daya gelombang laut di
wilayah Jamali ini, diharapkan dapat diketahui energi dan potensi daya yang bisa
dihasilkan di perairan Jamali untuk kemudian digunakan sebagai salah satu bahan
pertimbangan yang sahih dalam kegiatan perencanaan pembangunan Pembangkit
Listrik Tenaga Gelombang Laut (PLTGL) khususnya model OWC desain
Energetech.

I.6. Batasan Masalah


Penelitian ini membahas bagaimana gelombang laut dapat menghasilkan energi
dan daya listrik dengan menggunakan data pengamatan angin. Beberapa hal yang
dijadikan batasan masalah pada penelitian ini adalah sebagai berikut:
1. Data pengamatan angin yang digunakan merupakan hasil pengamatan selama
tahun 2013 di wilayah Jamali. Data diperoleh dari situs Weather Underground
yang menyediakan data hasil pengamatan metereologi pada berbagai tempat di
seluruh dunia. Data yang digunakan pada penelitian ini dibatasi hanya pada lokasi
dengan tinggi alat pengamatan kurang dari 20 m dan jarak kurang dari 16 km dari
pantai (U.S. Army, 1984).
2. Fetch angin ditentukan berdasarkan arah dan kecepatan angin paling dominan
berdasarkan wind rose dari dua arah dominan.
3. Penghitungan data gelombang dari konversi data angin menggunakan metode
empiris yaitu SMB, Wilson, JONSWAP, dan CEM.
4. Hasil komponen pembangkitan gelombang yang digunakan untuk menghitung
energi dan daya gelombang merupakan komponen gelombang signifikan (Hs dan
Ts) pada 33%.
5. Penghitungan energi dan potensi daya menggunakan pembangkit listrik model
OWC desain Energetech dengan ukuran chamber 10 x 18 m.
6. Slope dasar laut dihitung dari pantai sampai kedalaman sekitar 50 m.

I.7. Tinjauan Pustaka


Kebutuhan energi di Indonesia semakin meningkat sejalan dengan
pertumbuhan ekonomi dan pertambahan jumlah penduduk. Berdasarkan Gambar I.1
terlihat bahwa kebutuhan listrik nasional didominasi oleh sektor industri, disusul
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 6
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sektor rumah tangga, usaha, dan umum. Pola kebutuhan listrik per sektor tersebut
akan berbeda apabila ditinjau menurut wilayah pemasaran listrik PLN, dimana
semakin ke Kawasan Indonesia Timur, semakin besar kebutuhan listrik sektor rumah
tangga dibanding sektor industri (Muchlis dan Permana, 2006).

Gambar I.1. Proyeksi kebutuhan listrik per sektor di Indonesia


tahun 2003 s.d 2020 (Mukhlis dan Permana, 2006)
Menurut Anonim (2013), jumlah masyarakat yang belum mendapatkan akses
terhadap listrik sejumlah 87,69 juta penduduk. Meskipun masih relatif besar, jumlah
tersebut sudah semakin menurun dari tahun sebelumnya sebesar 159,5 juta
penduduk. Segala permasalahan pada sektor energi menunjukkan bahwa harus ada
perhatian dan kajian yang lebih mendalam terhadap sumber energi altrernatif. Secara
umum terdapat dua sumber energi alternatif yang dapat dimanfaatkan, yakni sumber
energi alternatif yang berasal dari daratan dan sumber energi alternatif yang berasal
dari laut. Pulau Jawa yang padat penduduknya, pembangunan fasilitas pembangkit
listrik dengan energi alternatif yang berasal dari daratan kemungkinan mengalami
kendala peruntukan lahan (Erwandi, 2006 dalam Rofiah, 2006).
TWh 500

400

300

200

100

0
2006 2010 2015 2020 2025
Tahun
Keperluan Jam ali Keperluan Luar Jam ali Keperluan Indonesia

Gambar I.2. Keperluan tenaga listrik (Pratomo, 2006)


Gambar I.2 menggambarkan grafik keperluan tenaga listrik yang selalu
meningkat dari tahun ke tahun di Jawa-Madura-Bali, luar Jawa-Madura-Bali dan
Indonesia secara keseluruhan.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 7
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Salah satu energi alternatif yang berasal dari laut ialah energi gelombang.
Energi gelombang merupakan jenis energi yang dapat diperoleh dengan
memanfaatkan gelombang laut. Dibandingkan dengan teknologi hijau lainnya seperti
energi matahari dan angin, energi gelombang ini memberikan ketersedian mencapai
90% dengan kawasan yang potensial tidak terbatas. Selama ada gelombang, energi
listrik dapat diperoleh (Rofiah, 2006).
Pemikiran untuk memanfaatkan energi gelombang pada berbagai aplikasi telah
ada sejak dulu. Akan tetapi karena data gelombang laut tidak banyak tersedia serta
membutuhkan biaya yang mahal untuk pengukurannya maka peneliti-peneliti dalam
bidang kelautan melakukan observasi untuk memprediksi gelombang laut yang
dibangkitkan oleh angin. Salah satunya yaitu Sverdrup dan Munk yang melakukan
penelitian pada tahun 1974 dan kemudian dikembangkan oleh Bretschneider pada
tahun 1952 dan 1958 berdasarkan penelitian yang dilaksanakan di Danau Ontario,
Amerika Utara. Metode tersebut kemudian disebut sebagai SMB. Beberapa peneliti
kemudian melakukan berbagai observasi untuk mengetahui metode pembangkitan
gelombang oleh angin, diantaranya yaitu Hasselman yang mengepalai JONSWAP,
Wilson, dan U.S. Army yang mengeluarkan panduan teknik pantai Shore Protection
Manual (SPM) pada tahun 1984 dan kemudian digantikan oleh CEM pada tahun
2006.
Etemad-Shahidi dkk (2009) melakukan penelitian mengenai perbandingan
metode CEM, SMB, dan Wilson untuk memprediksi data gelombang dengan
menggunakan data pengukuran angin di Danau Ontario. Hasil penelitian tersebut
menunjukkan bahwa metode SMB merupakan metode yang lebih akurat dalam
memprediksikan gelombang signifikan dengan nilai scatter index 51% dibandingkan
kedua metode yang lainnya.
Penelitian untuk mengetahui pemanfaatan gelombang laut sebagai energi listrik
telah banyak dilakukan. Beberapa negara di dunia sudah menerapkan pembangkit
listrik dengan menggunakan tenaga gelombang laut, diantaranya yaitu:
1. Aquamarine power, sebuah perusahaan pengembang teknologi sumberdaya listrik
dengan pembangkit Oyster telah memasang instalasi pembangkit di Skotlandia,
Amerika Serikat, dan Irlandia. Teknologi Oyster pada prinsipnya adalah berupa
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 8
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

sebuah pompa air berbentuk engsel yang mendorong dengan tekanan tinggi ke
sebuah turbin untuk menghasilkan listrik (Heather, 2009).
2. Pada tahun 1997, Energetech sebuah perusahaan Australia didirikan untuk
melakukan penelitian dan pengembangan pemanfaatan teknologi gelombang laut
dengan memanfaatkan kolom osilasi air. OWC dengan model Energetech mampu
menyediakan energi listrik untuk 800 s.d 1200 rumah (The Boston Globe, 2002).
3. PLTGL Limpet dikelola oleh Wavegen, anak perusahaan Vorth Siemen yang
berbasis di Inggris dan mampu memproduksi listrik 500 kWh (Anonim, 2014).
4. Mutriku merupakan pembangkit listrik pemecah gelombang dengan susunan
beberapa turbin yang dikelola oleh Basque Energy Agency di Teluk Biscay.
Pembangkit ini memiliki kapasitas sampai dengah 300 kW dari 16 set generator
turbin yang diresmikan pada 8 Juli 2011 (Torre-Enciso dkk, 2009).
5. Pada tanggal 23 September 2008, Menteri Ekonomi Portugal meresmikan
Aguaҫadoura, wave farm pertama di dunia yang terletak di sebelah utara Porto,
Portugal. Aguaҫadoura dikembangkan oleh Pelamis Wave Power dan
diprediksikan mampu menghasilkan 2,25 MW (Jha, 2008).
Indonesia sebagai negara kepulauan dengan sebagian besar wilayah berupa
perairan menyimpan energi besar. Robert G Quayle dan Michael J. Changery telah
melakukan penelitian untuk mengestimasi potensi energi di seluruh dunia dengan
menggunakan data pengamatan yang diambil dengan menggunakan kapal. Gambar
I.3 menunjukkan potensi energi rerata tahunan di Indonesia.

Gambar I.3. Potensi energi gelombang di sebagian wilayah Indonesia


(Quayle dan Changery, 1981)
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 9
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.8. Landasan Teori

I.8.1. Teori Gelombang Amplitudo Kecil


Gelombang di laut dapat dibedakan menjadi beberapa macam tergantung pada
gaya pembangkitnya, salah satunya adalah oleh angin. Menurut Wijaya (2010), angin
memberikan pengaruh yang besar terhadap terjadinya gelombang laut sehingga
konversi energi gelombang laut dipengaruhi oleh frekuensi angin yang terjadi
sepanjang tahun. Gaya seret angin yang berhembus di atas permukaan air
memberikan energi pada air. Energi yang diberikan menyebabkan air bergerak tak
permanen dan menimbulkan riak gelombang kecil di atas permukaan air dan
membentuk gelombang. Semakin besar kecepatan angin semakin besar pula energi
yang ditransfer pada air, sehingga gelombang yang dibangkitkan semakin tinggi
(Triatmodjo, 1999).
Pada umumnya gelombang di alam sangat kompleks dan sulit dijabarkan
secara matematis karena sifatnya yang tidak linier dan kejadiannya acak. Beberapa
teori yang ada membahas gelombang yang sederhana dan merupakan pendekatan
gelombang alam. Teori yang paling sederhana adalah teori gelombang linier atau
teori gelombang amplitudo kecil, yang pertama kali dikemukakan oleh Airy pada
tahun 1845.
Menurut Triatmodjo (1999), asumsi-asumsi yang digunakan untuk
menurunkan persamaan gelombang adalah sebagai berikut:
1. Zat cair adalah homogen dan tidak termampatkan, sehingga rapat massa konstan.
2. Tegangan permukaan diabaikan.
3. Gaya koriolis diabaikan.
4. Tekanan pada permukaan air adalah seragam dan konstan.
5. Zat cair adalah ideal, sehingga berlaku aliran tak berotasi.
6. Dasar laut adalah horisontal, tetap dan impermeabel sehingga kecepatan vertikal
di dasar adalah nol.
7. Amplitudo gelombang kecil terhadap panjang gelombang dan kedalaman air.
8. Gerak gelombang berbentuk silinder yang tegak lurus arah penjalaran gelombang
sehingga gelombang adalah dua dimensi.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 10
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Gambar I.4 menunjukkan gelombang yang berada pada sistem koordinat x-y
dan gelombang menjalar arah sumbu x.
y
L
C

η
H x
Muka air diam SWL

v
ε
d Orbit
partikel ζ u

d = (-y)
= d+y
y = -d

Gambar I.4. Definisi gelombang Airy (Triatmodjo, 1999)

Keterangan Gambar I.4.


H : tinggi gelombang (m)
a : amplitudo gelombang (m)
C : kecepatan rambat gelombang (kecepatan fase).
L : panjang gelombang (m)
T : periode gelombang (dt)
 (x,y) : fluktuasi muka air terhadap muka air diam
d : jarak antara muka air rerata dan dasar laut (m)
u : kecepatan partikel air horisontal (m/dt)
v : kecepatan partikel air vertikal (m/dt)
 : simpangan horisontal partikel
 : simpangan vertikal partikel
Teori gelombang amplitudo kecil diturunkan berdasarkan persamaan Laplace
untuk aliran tak berotasi (irrotational flow) dengan kondisi batas di permukaan air
dan dasar laut seperti pada persamaan I.1.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 11
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

∂2 φ ∂2 φ
2 + =0 ........................................................................................................... I.1
∂x ∂y2

Penyelesaian persamaan I.1 tersebut memberikan hasil persamaan I.2.


𝑎𝑔 𝑐𝑜𝑠ℎ 𝑘 (𝑑+𝑦)
𝜑 = 𝑠𝑖𝑛(𝑘𝑥 − 𝜎𝑡) ........................................................................ I.2
𝜎 𝑐𝑜𝑠ℎ 𝑘𝑑

Dalam hal ini:


φ : potensial kecepatan
g : percepatan gravitasi (m/dt2)
σ : frekuensi gelombang
k : angka gelombang
y : jarak vertikal suatu titik yang ditinjau terhadap muka air diam (m)
x : jarak horizontal (m)
t : waktu (dt)
Penurunan dari persamaan dasar dengan kondisi batas menghasilkan
persamaan panjang dan kecepatan rambat gelombang yang dinyatakan dengan
persamaan I.3 dan I.4.
𝑔𝑇 2 2𝜋𝑑
𝐿 = 𝑡𝑎𝑛ℎ .............................................................................................. I.3
2𝜋 𝐿
𝑔𝑇 2𝜋𝑑
𝐶 = 𝑡𝑎𝑛ℎ ............................................................................................... I.4
2𝜋 𝐿

Dalam hal ini:


L : panjang gelombang (m)
 : phi = 3,14
tanh : tangen hiperbolis
Berdasarkan kedalaman relatif yaitu perbandingan antara kedalaman air dan
panjang gelombang, maka gelombang dapat diklasifikasikan menjadi tiga kategori
(Triatmodjo, 1999) yaitu:
1. Gelombang air dangkal d/L < 1/20 dan nilai (tanh 2d/L)  1
2. Gelombang air transisi 1/20 < d/L < 1/2 dan nilai (tanh 2d/L) tetap
3. Gelombang air dalam d/L > 1/2 dan nilai (tanh 2d/L)  2d/L
Berdasarkan perbandingan kedalaman relatif, maka panjang dan cepat rambat
gelombang untuk gelombang air dalam seperti pada persamaan I.5 dan I.6.
gT2
L0 = .............................................................................................................. I.5

KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 12
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

𝑔𝑇
C0 = ................................................................................................................ I.6

Dalam hal ini:


CO : kecepatan rambat gelombang laut dalam (m/dt)
LO : panjang gelombang laut dalam (m)

I.8.2. Gelombang Representatif


Untuk keperluan berbagai kegiatan perencanaan di laut dan pantai perlu dipilih
tinggi dan periode gelombang individu yang dapat mewakili suatu spektrum
gelombang yang disebut dengan gelombang representatif. Menurut Triatmodjo
(1999), apabila tinggi gelombang dari suatu pencatatan diurutkan dari nilai tertinggi
ke terendah dan sebaliknya, maka dapat ditentukan tinggi Hn yang merupakan rerata
dari n persen gelombang tertinggi sehingga didapatkan karakteristik gelombang alam
dalam bentuk gelombang tunggal.
Menurut Triadmodjo (1999), bentuk gelombang representatif yang paling
banyak digunakan adalah tinggi gelombang signifikan (Hs). Gelombang signifikan
merupakan tinggi atau periode gelombang rerata dari 33% atau sepertiga gelombang
tertinggi dari pencatatan gelombang seperti pada persamaan I.7 dan I.8.
∑ 𝐻𝑖 𝑓𝑖
𝐻𝑆 = 𝐻33% = ∑ 𝑓𝑖
........................................................................................... I.7
∑ 𝑇𝑖 𝑓 𝑖
𝑇𝑆 = 𝑇33% = ∑ 𝑓𝑖
............................................................................................. I.8

Dalam hal ini:


H33%, T33% : tinggi dan periode gelombang rerata dari 33%
f : frekuensi kejadian

I.8.3. Pembangkitan Gelombang oleh Angin


Angin yang berhembus di atas permukaan air dapat memindahkan energinya ke
air. Kecepatan angin menimbulkan tegangan pada permukaan laut, sehingga
permukaan air yang semula tenang dapat terganggu dan timbul riak gelombang kecil
di atas permukaan air. Apabila kecepatan angin bertambah, riak tersebut menjadi
semakin besar, dan apabila angin berhembus terus akhirnya dapat terbentuk
gelombang. Semakin lama dan semakin kuat angin berhembus, semakin besar
gelombang yang terbentuk (Triadmodjo, 1999).
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 13
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Menurut Sorensen (1938), tinggi dan periode gelombang yang dibangkitkan


dipengaruhi oleh angin yang meliputi kecepatan angin U, lama hembus angin/durasi
td, arah angin, dan fetch F. Fetch adalah daerah dimana kecepatan dan arah angin
adalah konstan. Arah angin masih bisa dianggap konstan apabila perubahan-
perubahannya tidak lebih dari 15o. Sedangkan kecepatan angin masih dianggap
konstan jika perubahannya tidak lebih dari 5 knot (2,5 m/dt) terhadap kecepatan
rerata.
Panjang fetch membatasi waktu yang diperlukan gelombang untuk terbentuk
karena pengaruh angin, jadi mempengaruhi waktu mentransfer energi angin ke
gelombang. Fetch berpengaruh pada periode dan tinggi gelombang yang
dibangkitkan. Gelombang dengan periode panjang dapat terjadi jika fetch besar.
Gelombang di lautan bisa mempunyai periode 20 detik atau lebih, tetapi pada
umumnya berkisar antara 10 sampai dengan 15 detik.
Suatu daerah dengan fetch tak terbatas dapat menghasilkan gelombang dengan
periode dan tinggi rata-rata tertentu. Tinggi gelombang pada kondisi tersebut tidak
dapat bertambah terus dan mencapai maksimum pada saat energi yang didapat dari
angin seimbang dengan energi yang hilang karena adanya turbulensi maupun
pecahnya gelombang. Keadaan ini disebut fully developed sea (Yuwono, 1982)

I.8.3.1. Pengaruh topografi terhadap angin. Menurut Pasaribu (2010), kondisi


topografi sangat berpengaruh terhadap arah dan kecepatan angin. Angin yang bertiup
cenderung naik apabila mengenai topografi berupa gunung dan bergerak lurus
apabila mengenai dataran. Angin yang bergerak di daratan mengikuti keadaan
topografi daratan. Daerah lembah memiliki angin yang kencang karena bukit
disekitarnya berfungsi sebagai pengarah angin, sehingga angin yang berhembus di
lembah semakin kencang. Gambar I.5 menunjukkan pengaruh kondisi topografi
terhadap angin.

Gambar I.5. Pengaruh topografi terhadap angin (Pasaribu, 2010)


KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 14
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.8.3.2. Distribusi kecepatan angin. Distribusi kecepatan angin di atas


permukaan laut terbagi dalam tiga daerah sesuai dengan elevasi di atas permukaan
(U.S. Army, 1984) seperti yang ditunjukkan oleh Gambar I.6.

Daerah Geostropik

Daerah Eikman

Daerah Tegangan Konstan


Kekasaran Permukaan (zo)
Gambar I.6. Distribusi vertikal kecepatan angin (U.S. Army, 1984)
Keterangan Gambar I.6:
z : elevasi kecepatan angin
Di daerah geostropik berada pada elevasi di atas 1000 m, kecepatan angin
sebagian besar dipengaruhi oleh keseimbangan geostropik antara gaya koriolis dan
gradien tekanan. Di bawah elevasi tersebut terdapat dua daerah yaitu daerah Eikman
yang berada pada elevasi 100 m s.d 1000 m dan daerah dengan elevasi 10 m s.d 100
m, di mana pada elevasi tersebut tegangan konstan. Pada kedua daerah tersebut
kecepatan dan arah angin berubah sesuai dengan elevasi, karena adanya gesekan
dengan permukaan laut dan perbedaan temperatur antara air dan udara (Triatmodjo,
1999).
Di daerah tegangan konstan, profil vertikal dari kecepatan angin mempunyai
bentuk seperti pada persamaan I.9.
U∗ z z
U(z) = {ln (z ) − ψ L} .................................................................................... I.9
𝑘 0

Dalam hal ini:


U* : kecepatan geser (m/dt)
k : koefisien Von Karman (= 0,4)
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 15
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

z : elevasi terhadap permukaan air (m)


z0 : kekasaran permukaan
ψ : fungsi yang tergantung pada perbedaan temperatur antara air dan udara
L : panjang gelombang yang tergantung pada perbedaan temperatur antara air
dan udara (ΔTas) (m)
Menurut Triatmodjo (1999), untuk memperkirakan pengaruh kecepatan angin
terhadap pembangkitan gelombang, parameter ΔTas, U*, dan z0 harus diketahui.
Rumus atau grafik yang digunakan untuk memprediksi pembangkitan gelombang
didasarkan pada kecepatan angin yang diukur pada z = 10 m. Apabila angin tidak
diukur pada elevasi 10 m, maka kecepatan angin harus dikonversi pada elevasi
tersebut. Pemakaian persamaan I.9 menjadi sulit apabila tidak ditentukan terlebih
z
dahulu parameter U*, z0, dan ψ L. Untuk itu dapat digunakan persamaan I.10 berikut

yang lebih sederhana dan hanya berlaku pada z ≤ 20 m.


1
10 7
𝑈(10) = U(z) ( z ) ............................................................................................. (I.10)

Dalam hal ini:


U(10) : kecepatan angin pada elevasi 10 m (m/dt)
U(z) : kecepatan angin pada elevasi z m (m/dt)

I.8.3.3. Data angin. Data angin yang digunakan untuk peramalan gelombang
adalah data di permukaan laut pada lokasi pembangkitan. Data tersebut dapat
diperoleh dari pengukuran langsung di atas permukaan laut atau pengukuran di darat
di dekat lokasi peramalan yang kemudian dikonversi menjadi data angin di laut
(Triatmodjo, 1999). Menurut U.S. Army (1984), biasanya data angin dapat
digunakan untuk peramalan pembangkitan gelombang sampai dengan jarak 16 km
dari stasiun pengamatan. Data angin dicatat tiap jam untuk mengetahui kecepatan
tertentu dan durasinya, kecepatan angin maksimum, arah angin, dan dapat pula
dihitung kecepatan angin rerata harian.
Jumlah data angin untuk beberapa tahun pengamatan sangat banyak, untuk
itu data tersebut harus diolah dan disajikan dalam bentuk tabel atau diagram yang
disebut dengan wind rose (Hidayat, 2005). Gambar I.7 menunjukkan penyajian data
angin dalam bentuk wind rose. Gambar tersebut menunjukkan persentase kejadian
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 16
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

angin dengan kecepatan tertentu dari berbagai arah dalam periode waktu pencatatan.
Garis-garis radial pada wind rose tersebut menunjukkan arah angin dan tiap
lingkaran menunjukkan persentase kejadian angin dalam periode waktu pengamatan.

Gambar I.7. Wind rose (NCSU, 2014)


I.8.3.4. Skala beaufort. Skala beaufort adalah ukuran empiris yang berkaitan
dengan kecepatan angin untuk pengamatan kondisi di darat atau di laut. Skala ini
ditemukan oleh Francis Beaufort pada tahun 1805. Beaufort mengukur kecepatan
angin dengan menggambarkan pengaruhnya pada kecepatan kapal dan gelombang air
laut. Semakin besar angka skala beaufort, maka semakin kencang angin berhembus
dan bahkan bisa semakin merusak. Menurut Wallbrink dan Koek (2009) pada akhir
abad ke 19 beberapa ilmuwan melakukan penelitian untuk menentukan skala
kecepatan angin yang ekuivalen dengan skala beaufort. WMO (World
Meteorological Organization) pada tahun 1941 mengeluarkan hasil penelitian
mengenai ekuivalensi kecepatan angin berdasarkan skala beaufort. Penelitian ini
mengacu pada kecepatan angin dengan elevasi 10 m. Tabel I.1 berikut menunjukkan
ekuivalensi kecepatan angin berdasarkan skala beaufort yang dikeluarkan oleh
WMO.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 17
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Tabel I.1. Ekuivalesi kecepatan angin menurut WMO berdasarkan skala beaufort
(Wallbrink dan Koek, 2009)
Kecepatan Angin
Skala Jenis Angin
knots km/jam mi/jam
0 <1 <1 <1 Tenang
1 1 s.d 3 1 s.d 5 1 s.d 4 Sedikit tenang
2 4 s.d 6 6 s.d 11 5 s.d 7 Sedikit hembusan angin
3 7 s.d 10 12 s.d 19 8 s.d 11 Hembusan angin pelan
4 11 s.d 16 20 s.d 29 12 s.d 18 Hembusan angin sedang
5 17 s.d 21 30 s.d 39 19 s.d 24 Hembusan angin sejuk
6 22 s.d 27 40 s.d 50 25 s.d 31 Hembusan angin kuat
7 28 s.d 33 51 s.d 61 32 s.d 38 Mendekati kencang
8 34 s.d 40 62 s.d 74 39 s.d 46 Kencang
9 41 s.d 47 76 s.d 87 47 s.d 54 Kencang sekali
10 48 s.d 55 88 s.d 102 55 s.d 63 Badai
11 56 s.d 63 103 s.d 118 64 s.d 73 Badai dahsyat
12 64+ 119+ 74+ Badai topan

I.8.3.5. Konversi kecepatan angin. Data angin dapat diperoleh melalui


pencatatan di permukaan laut dengan menggunakan kapal yang sedang berlayar atau
pengukuran di darat. Sebagian besar pengukuran data angin memang dilakukan di
darat (biasanya di bandara) sehingga untuk menghitung pembangkitan gelombang
laut yang diakibatkan oleh angin harus melalui hitungan/konversi tertentu. Menurut
U.S. Army (1984), terdapat lima faktor yang harus diperhatikan dalam melakukan
konversi data angin untuk pembangkitan gelombang laut, yaitu:
1. Elevasi
Jika pengukuran data angin tidak dilakukan pada elevasi 10 m, maka kecepatan
angin harus dikoreksi dengan menggunakan persamaan I.10.
2. Durasi angin
Durasi angin tercepat dapat diperoleh dari periode waktu yang singkat dan
umumnya kurang dari dua menit (U.S. Army, 1984). Gambar I.8 berikut
menunjukkan rasio kecepatan angin pada berbagai durasi.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 18
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Gambar I.8. Rasio kecepatan angin pada berbagai durasi, Ut,U3600


(Simiu dan Scanlan, 1978 dalam U.S. Army, 1984)
3. Koreksi kestabilan
Apabila perbedaan temperatur antara di udara dengan laut ΔTas = 0, maka tidak
diperlukan adanya koreksi kestabilan pada data angin. Koreksi kestabilan data
angin dapat dilakukan dengan persamaan I.II.
U* = RT U(10) ................................................................................................. I.11
Dalam hal ini angka koreksi kestabilan (RT) dapat dibaca pada Gambar I.9.

Perbedaan temperatur di udara dan laut (Ta – Ts)oC


Gambar I.9. Nilai RT berdasarkan perbedaan temperatur di udara (Ta) dan laut (Ts)
(Resio dan Vincent, 1977 dalam U.S. Army, 1984)
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 19
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Jika pada pengukuran di lapangan tidak diketahui informasi temperatur baik di


udara maupun di laut, maka nilai RT dapat diasumsikan 1,1.
4. Efek lokasi
Pengukuran angin selama ini sebagian besar dilakukan di daratan, sedangkan
untuk pembangkitan gelombang data angin yang digunakan adalah data angin di
permukaan laut. Oleh karena itu perlu dilakukan transformasi dari data angin di
atas daratan yang terdekat dengan lokasi studi ke data angin di atas permukaan
laut. Hubungan antara angin di atas laut dan angin di atas daratan terdekat
diberikan oleh persamaan I.12.
UW
RL = ........................................................................................................ I.12
UL

Dalam hal ini:


RL : rasio kecepatan angin di permukaan laut dan di darat
UW : kecepatan angin di permukaan laut (m/dt)
UL : kecepatan angin di darat (m/dt)

Gunakan RL = 0,9
Untuk UL > 18,5 m/d (41,5 mil/jam)

Kecepatan angin pada elevasi 10 m

Gambar I.10. Hubungan antara kecepatan angin di laut dan darat


(Triatmodjo, 1999)
Gambar I.10 menjelaskan hubungan antara kecepatan angin di darat dan di laut
dengan menggunakan data kecepatan angin pada elevasi 10 m.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 20
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

5. Faktor tegangan angin (wind stress factor)


Tegangan angin merupakan salah faktor yang harus diperhatikan dalam
pembangkitan gelombang dan dapat dihitung dari kecepatan angin yang telah
dilakukan berbagai konversi kecepatan angin. Kecepatan angin dikonversikan
pada faktor tegangan angin dengan menggunakan persamaan I.13.
UA = 0,71 U1,23 .............................................................................................. I.13
Dalam hal ini U adalah kecepatan angin yang telah dikonversi dalam m/dt dan UA
adalah kecepatan hasil koreksi tegangan angin (m/dt).

I.8.3.6. Fetch. Fetch didefinisikan sebagai daerah yang dipengaruhi oleh


angin dan arahnya konstan (Akhir, 2011). Di daerah pembentukan gelombang,
gelombang tidak hanya dibangkitkan dalam arah yang sama dengan arah angin tetapi
juga dalam berbagai sudut terhadap arah angin. Fetch rerata efektif diberikan oleh
persamaan I.14.
∑ 𝑋𝑖 𝑐𝑜𝑠 𝛼
𝐹𝑒𝑓𝑓 = ∑ 𝑐𝑜𝑠 𝛼
.................................................................................................. I.14

Dalam hal ini:


Feff : fetch rerata efektif
Xi : panjang segmen fetch yang diukur dari titik observasi gelombang ke ujung
akhir fetch (m)
α : deviasi pada kedua sisi dari arah angin, dengan menggunakan pertambahan
6o sampai sudut sebesar 42o pada kedua sisi dari arah angin
Menurut Triatmodjo (1999), asumsi yang digunakan untuk mencari fetch
efektif adalah sebagai berikut:
a. Angin berhembus melalui permukaan air melalui lintasan yang berupa garis
tegak lurus.
b. Angin berhembus dengan mentransfer energinya dalam arah gerakan angin
menyebar dalam radius 42o terhadap sisi kiri dan kanan arah angin dominan.
c. Angin mentansfer satu unit energi pada air dalam arah pergerakan angin dan
ditambah satu satuan energi yang ditentukan oleh harga cosinus sudut antara jari-
jari terhadap arah angin.
d. Gelombang diabsorpsi secara sempurna di pantai.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 21
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.8.4. Pembangkitan Gelombang di Laut Dalam


Peramalan gelombang banyak dilakukan untuk berbagai tujuan dalam kegiatan
teknik pantai seperti studi pelabuhan, struktur pantai, erosi pantai dan transport
sedimen, studi lingkungan, dan estimasi energi gelombang (Akpinar dkk, 2014).
Untuk memenuhi tujuan tersebut maka telah dikembangkan berbagai metode seperti
metode empiris, metode numeris, dan metode komputasi. Peramalan gelombang
dengan metode empiris mengasumsikan bahwa pembangkitan gelombang memiliki
faktor utama yaitu kecepatan angin (U), panjang fetch (F), dan durasi angin (td).
Metode empiris seperti SMB, Wilson, JONSWAP, dan CEM merupakan contoh dari
metode yang sederhana untuk meramalkan gelombang dalam kondisi tertentu.

I.8.4.1. Metode SMB. Metode SMB pada awalnya dikemukakan oleh


Sverdrup dan Munk pada tahun 1974 dan kemudian dikembangkan oleh
Bretschneider pada tahun 1952 dan 1958 berdasarkan penelitian yang dilaksanakan
di Danau Ontario (Bishop, 1983 dalam Etemad-Shahidi dkk, 2009). Menurut
Bretschneider (1964), kecepatan angin (UA) yang bertiup sepanjang fetch (F)
menghasilkan komponen gelombang dengan persamaan I.15 dan I.16.
𝑔𝐻 𝑔𝐹 0,42
2 = 0,283 𝑡𝑎𝑛ℎ [0,0125 (𝑈 2 ) ] .............................................................. I.15
𝑈𝐴 𝐴

𝑔𝑇 𝑔𝐹 0,25
= 2,4π 𝑡𝑎𝑛ℎ [0,077 (𝑈 2 ) ] ................................................................... I.16
𝑈𝐴 𝐴

Dalam hal ini:


H : tinggi gelombang (m)
T : periode gelombang (dt)
F : panjang fetch (m)
Nilai fetch (F) yang digunakan tergantung pada kondisi gelombang.
Gelombang dikatakan kondisi duration limited apabila nilai t ≤ tmin. Pada kondisi ini
nilai fetch yang digunakan adalah nilai minimum dengan persamaan I.7 dan I.8.
𝑈𝐴
𝑡𝑚𝑖𝑛 = 56505,6 ........................................................................................... I.17
𝑔

𝑔𝑡𝑚𝑖𝑛 𝑔𝐹𝑚𝑖𝑛 0,67


= 68,8 ( ) ................................................................................... I.18
𝑈𝐴 𝑈𝐴 2

Dalam hal ini:


tmin : durasi minimum (dt)
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 22
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Fmin : fetch minimum (m)


Apabila panjang Feff ≤ Fmin maka gelombang berada pada kondisi fetch limited.
Penghitungan tinggi dan periode gelombang menggunakan persamaan (I.15) dan
(I.16) dengan nilai F merupakan nilai fetch efektif (Feff). Kedua kondisi tersebut
merupakan kondisi gelombang non fully developed sea. Kondisi fully developed sea
merupakan kondisi dimana gelombang yang dibangkitkan oleh angin tidak terbatas
oleh fetch (Feff ≥ Fmax) sehingga tinggi gelombang berhenti untuk bertambah
diakibatkan tercapainya keseimbangan antara energi yang dibangkitkan oleh angin
dengan pengurangan energi oleh pecahnya gelombang (Triatmodjo, 1999). Pada
kondisi ini tinggi dan periode gelombang didapatkan dengan menggunakan
persamaan I.15 dan I.16 dengan nilai F merupakan nilai fetch efektif (Feff).

I.8.4.2. Metode Wilson. Wilson (1965) mengemukakan bentuk persamaan


pembangkitan geombang oleh angin dengan menggunakan nilai U10. Komponen
gelombang dapat diselesaikan dengan persamaan I.19, I.20 dan I.21.
𝑈10 2 𝑔𝐹 0,5 −2
𝐻 = 0,30 [1 − [1 + 0,004 (𝑈 2) ] ] ................................................... I.19
𝑔 10

𝑈10 𝑔𝐹 0,33 −5
𝑇 = 8,61 [1 − [1 + 0,008 (𝑈 2) ] ] ................................................... I.20
𝑔 10

𝑡𝑚𝑖𝑛 = 1,0 𝐹 0,73 𝑈10 −0,46 ................................................................................... I.21


Persamaan I.19 dan I.20 digunakan pada kondisi fetch limited, duration limited
maupun fully developed sea. Pada kondisi fetch limited dan fully developed, nilai F
yang digunakan adalah Feff dan pada kondisi duration limited digunakan Fmin yang
dihitung berdasarkan persamaan I.21 (Akpinar, 2014).

I.8.4.3. Metode JONSWAP. JONSWAP merupakan kegiatan kerjasama yang


dilakukan oleh sejumlah peneliti di Inggris, Belanda, Amerika Serikat, dan Jerman
untuk mendapatkan data gelombang sehingga dapat dilakukan pengembangan fungsi
gelombang secara empiris berdasarkan hasil penelitian di 13 lokasi yang terletak
sepanjang 160 km dari Pulau Sylt di Jerman ke arah North Sea (Hasselmann dkk,
1973). Komponen gelombang yang dibangkitkan oleh angin diselesaikan dengan
persamaan I.22, I.23, dan I.24.
𝐻 = 0,0163 𝐹 0,5 𝑈10 ........................................................................................... I.22
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 23
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

𝑇 = 0,439 𝐹 0,3 𝑈10 0,4 .......................................................................................... I.23


𝐹0,7
𝑡𝑚𝑖𝑛 = 1,167 ............................................................................................ I.24
𝑈10 0,4

Persamaan I.22 dan I.23 digunakan pada kondisi fetch limited, duration limited
maupun fully developed sea. Pada kondisi fetch limited dan fully developed, nilai F
yang digunakan adalah Feff dan pada kondisi duration limited digunakan Fmin yang
dihitung berdasarkan persamaan I.24 (Akpinar dkk, 2014).

I.8.4.4. Metode CEM. CEM disusun untuk menyediakan panduan terkait


kegiatan teknik pantai melalui pengembangan kombinasi antara metode JONSWAP
dengan asumsi bahwa medan gelombang lokal merambat pada kecepatan mendekati
0.85 kali kecepatan pada gelombang spektral puncak (U.S. Army, 2006). Komponen
gelombang yang dibangkitkan oleh angin diselesaikan dengan persamaan I.25, I.26,
dan I.27.
𝑔𝐻 𝑔𝐹 0,5
2 = 4,13 × 10−2 (𝑈 2 ) ............................................................................... I.25
𝑈∗ ∗

𝑔𝑇 𝑔𝐹 0,33
= 0,651 (𝑈 2 ) ......................................................................................... I.26
𝑈∗ ∗

𝐹0,67
𝑡𝑚𝑖𝑛 = 77,23 .................................................................................... I.27
𝑈10 0,34 𝑔0,33

Persamaan I.25 dan I.26 digunakan pada kondisi fetch limited dan duration
limited. Pada kondisi fetch limited, nilai F yang digunakan adalah Feff dan pada
kondisi duration limited digunakan Fmin yang dihitung berdasarkan persamaan I.28
(U.S. Army, 2006).
𝑔𝐹 𝑔𝑡 1,5
= 5,23 × 10−3 (𝑈 ) ................................................................................. I.28
𝑈∗ 2 ∗

Kondisi fully developed sea diselesaikan dengan persamaan I.29, I.30, dan I.31.
𝑔𝐻
= 2,115 × 102 ............................................................................................ I.29
𝑈∗ 2
𝑔𝑇
= 2,398 × 102 ............................................................................................ I.30
𝑈∗

𝑔𝐹 𝐹0,67
= ................................................................................................ I.31
𝑈∗ 2 𝑈10 0,34 𝑔0,33
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 24
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.8.4.5. Analisis statistik antar metode. Menurut Akpinar (2014),


perbandingan antar metode pembangkitan gelombang oleh angin dapat dilakukan
menggunakan MAE. Sementara Etemad-Shahidi dkk (2009) menggunakan analisis
nilai scatter index untuk membandingkan kualitas/akurasi antar metode
pembangkitan. MAE adalah rata-rata mutlak dari kesalahan peramalan data, tanpa
menghiraukan tanda positif maupun negatif yang dihitung berdasarkan persamaan
I.32. MAE mengukur seberapa jauh nilai hasil prediksi dari nilai yang dianggap
benar.
1
𝑀𝐴𝐸 = ∑𝑁
𝑖=1|𝑦𝑖 − 𝑥| .................................................................................... I.32
𝑁

Dalam hal ini:


N : jumlah data
yi : data hasil prediksi
x : nilai yang dianggap benar (nilai rerata)
Dalam statistik, scatter index adalah angka yang menunjukkan seberapa baik
data yang cocok dengan metode atau model statistik dan memberikan ukuran
seberapa baik hasil yang diprediksi tersebut direplikasi oleh variabel terkait, sebagai
proporsi dari total variasi hasil yang dijelaskan oleh model (Etemad-Shahidi dkk,
2009). Nilai scatter index didapatkan dari persamaan I.3.
1
√ ∑𝑁
𝑖=1(𝑦𝑖 −𝑥)
2
𝑁
𝑆𝐼 = 1 𝑁 ............................................................................................ I.33
∑ 𝑥
𝑁 𝑖=1

Dalam hal ini:


SI : nilai scatter index

I.8.5. Interpolasi Linier


Interpolasi linier adalah suatu bentuk interpolasi untuk menentukan titik-
titik antara dari titik-titik yang diketahui menggunakan fungsi pendekatan yang
berupa fungsi linier. Selanjutnya diperoleh sejumlah titik antara dua titik (Fikri,
2014). Apabila diketahui dua titik P1 (a1,b1) dan P2 (a2,b2), maka titik antara dua titik
P1 dan P2 tersebut dapat dihitung menggunakan pendekatan garis lurus seperti pada
Gambar I.11.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 25
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

P2 (a2,b2)

O (a,b)

P1 (a1,b1)

Gambar I.11. Grafik interpolasi linier (Fikri, 2014)


Secara geometris, peramalan garis yang menghubungkan titik P1 (x1,y1) dan P2
(x2,y2), dapat dinyatakan oleh persamaan I.34.
𝑏−𝑏1 𝑎−𝑎1
=𝑎 ..................................................................................................... I.34
𝑏2 −𝑏1 2 −𝑎1

Dalam hal ini:


𝑎1,𝑏1 : titik 1
𝑎2,𝑏2 : titik 2
𝑎,𝑏 : titik yang diinterpolasikan nilainya

I.8.6. Profil Dasar Laut


Panorama permukaan dasar laut atau morfologi merupakan gambaran dasar
laut yang umumnya berkaitan dengan proses-proses geologi dari pembentukan dan
perkembangannya baik secara sendiri-sendiri maupun secara kelompok. Menurut
Heliani (2009), berdasarkan bentuknya, morfologi dasar laut dapat dikelompokkan
seperti berikut:
1. Shelf yaitu dasar samudera yang dangkal sepanjang pantai yang mempunyai
kedalaman kurang dari 200 m.
2. Basin, dikenal juga dengan lubuk laut. Lubuk laut merupakan cekungan di dasar
laut yang bentuknya sama dengan danau.
3. Palung laut (trench/trough), merupakan dasar laut yang menyerupai lembah yang
dalam dan memanjang.
4. Ambang laut, merupakan bentukan di dasar laut seperti bukit memanjang yang
memisahkan dua laut.
5. Punggung laut, merupakan punggungan rangkaian pegunungan di dasar laut dan
puncaknya tidak muncul ke permukaan laut.
6. Mid oceanic ridge, merupakan punggungan yang terbentuk akibat tenaga tektonik
vertikal di tengah samudera.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 26
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Gambar I.12 menyajikan morfologi dasar laut yang terdiri dari shelf, slope,
rise, basin, mid-ocean ridge, gunung api laut, palung, dan island arc.

Gambar I.12. Morfologi dasar laut (Heliani, 2009)


Sedangkan berdasarkan kedalamannya laut dibedakan menjadi empat wilayah
(zona) yaitu:
1. Zona Lithoral, adalah wilayah pantai atau pesisir. Di wilayah ini terjadi pasang
surut air laut.
2. Zona Neritic (wilayah laut dangkal), yaitu dari batas wilayah pasang surut hingga
kedalaman 150 m.
3. Zona Bathyal (wilayah laut dalam), adalah wilayah laut yang memiliki kedalaman
antara 150 m hingga 1800 m.
4. Zone Abyssal (wilayah laut sangat dalam), yaitu wilayah laut yang memiliki
kedalaman di atas 1800 m.

I.8.7. Pembangkit Listrik Tenaga Gelombang Laut


Energi yang berasal dari gelombang laut dapat dimanfaatkan untuk memutar
turbin dan menggerakkan generator sehingga dapat dihasilkan listrik yang
bermanfaat untuk kehidupan manusia, utamanya masyarakat sekitar pembangkit.
Dalam sistem pembangkitan listrik menggunakan tenaga gelombang laut, ada
beberapa komponen yang berperan mulai dari awal proses pembangkitan hingga
tenaga listrik yang dihasilkan. Menurut Wijaya (2010), komponen-komponen
tersebut adalah sebagai berikut:
a. Mesin konversi energi gelombang laut
Mesin konversi energi gelombang laut berfungsi untuk menyalurkan energi
kinetik yang dihasilkan oleh gelombang laut yang kemudian dialirkan ke turbin.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 27
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

b. Turbin
Turbin berfungsi untuk mengubah energi kinetik gelombang menjadi energi
mekanik yang dihasilkan oleh perputaran rotor pada turbin.
c. Generator
Di dalam generator ini energi mekanik dari turbin dirubah menjadi energi listrik.
Sistem pembangkitan listrik dengan menggunakan tenaga gelombang laut
dapat dijelaskan melalui Gambar I.13.
Energi Mesin konversi
gelombang energi gelombang Turbin Generator
laut laut

Transmisi

Gambar I.13. Skema sistem PLTGL (Wijaya, 2010)


Aliran gelombang laut yang mempunyai energi kinetik masuk ke dalam mesin
konversi energi gelombang untuk kemudian dialirkan menuju turbin dan digunakan
untuk memutar rotor. Perputaran rotor menghasilkan energi mekanik yang disalurkan
ke generator untuk dirubah menjadi energi listrik. Energi listrik yang dihasilkan
dialirkan lagi menuju sistem transmisi melalui kabel laut.

I.8.5.1. Teknologi OWC. Teknologi pembangkitan listrik OWC merupakan


pemanfaatan energi gelombang dengan menggunakan chamber. Teknologi OWC
ditempatkan di laut dan arahnya menghadap gelombang datang (incident wave).
Gelombang menjalar menuju lubang di depan OWC, sebagian energi
gelombang direfleksikan dan sebagian ditransmisikan dalam chamber melalui lubang
tersebut. Muka air di dalam chamber mengalami fluktuasi naik dan turun. Saat muka
air naik di dalam chamber, tekanan udara di dalam chamber membesar dan lebih
besar dari tekanan udara di luar sehingga terjadi aliran udara keluar, mengakibatkan
turbin yang dihubungkan dengan generator berputar, sehingga menghasilkan listrik.
Saat air di dalam chamber turun, tekanan udara di dalam chamber menurun dan lebih
kecil dari tekanan atmosfir sehingga terjadi aliran udara dari luar menuju chamber
yang mengakibatkan berputarnya turbin dengan generatornya, sehingga juga
menghasilkan listrik. Proses naik turunnya muka air ini berlangsung terus-menerus,
sehingga turbin terus berputar, sehingga dapat dihasilkan energi listrik secara terus-
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 28
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

menerus (Wijaya, 2010). Gambar I.14 menunjukkan skema PLTGL dengan


teknologi OWC.

Gambar I.14. Skema pembangkit listrik teknologi OWC


(BPDP, 2004 dalam Rofiah, 2006)
Pada kondisi laut sebenarnya, sangat memungkinkan sekali terjadi variasi arah
datang gelombang laut baik tinggi maupun periodenya. Terjadinya variasi arah
datang gelombang ini, berpengaruh pada pemilihan penggunaan bentuk penampang
alat konversi. Menurut Wijaya (2010), teknologi OWC sangat sesuai dibangun di
daerah dengan topografi dasar laut yang tidak terlalu curam dan memiliki ketinggian
gelombang laut yang relatif konstan. Selain itu teknologi ini juga tidak memerlukan
daerah konstruksi yang luas.

I.8.5.2. OWC model Energetech. Teknologi OWC model Energetech


merupakan model pembangkit listrik yang ideal untuk diterapkan di perairan Jamali
yakni di Tangerang, Semarang, Cilacap, Banyuwangi, Surabaya, Kalianget dan
Denpasar (Wijaya, 2010). Perairan Jamali memiliki kondisi topografi dasar laut yang
tidak curam dan ketinggian gelombang laut relatif konstan. Model Energetech ini
biasanya ditempatkan pada kedalaman laut mulai dari perairan dangkal hingga
kedalaman 50 m (Wijaya, 2010).
Menurut EPRI (2004), model Energetech memiliki lebar 10 m dan panjang 18
m. Model Energetech menggunakan parabolic focusing wall yang lebarnya 35 m
dan berfungsi untuk memfokuskan pergerakan gelombang laut menuju OWC. Model
ini dipasang dengan cara ditambatkan di dasar laut dengan menggunakan beberapa
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 29
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

buah kaki (piles). Spesifikasi dan prototype OWC desain Energetech dapat dilihat
pada Tabel I.2 dan Gambar I.15.
Tabel I.2. Spesifikasi model Energetech (EPRI, 2004)
Spesifikasi Energetech
Lebar parabolic focusing wall 35 m
Berat struktur baja 450 ton
Lebar perangkat tengah 60 s.d 90 m
Nilai daya Sampai 2 MW
Power take off Bervariasi tergantung diameter turbin di udara
Kedalaman air Sampai kedalaman 50 m

Gambar I.15. Prototype OWC desain Energetech (EPRI, 2004)

I.8.8. Energi dan Daya Gelombang Laut


Dalam menghitung besarnya energi gelombang laut dengan model pembangkit
OWC, hal yang harus diketahui adalah ketersediaan energi gelombang laut. Total
energi gelombang dapat diketahui dengan menjumlahkan besarnya energi kinetik dan
energi potensial yang dihasilkan oleh gelombang laut tersebut (Rofiah, 2006).

I.8.6.1. Energi gelombang. Energi total suatu gelombang panjang merupakan


penjumlahan dari energi kinetik dan energi potensial. Energi kinetik gelombang
adalah energi yang disebabkan oleh kecepatan partikel air karena adanya gerak
gelombang, sedangkan energi potensial gelombang merupakan energi yang
dihasilkan oleh perpindahan muka air karena adanya gelombang (Triatmodjo, 1999).
Besarnya energi kinetik persatuan lebar untuk satu panjang gelombang diperoleh dari
persamaan I.35 (Sorensen, 1938).
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 30
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

𝐿 0 1
𝐸𝑘 = ∫0 ∫−𝑑 2 𝜌 𝑑𝑥 𝑑𝑦 (𝑢2 + 𝑣 2 ) ..................................................................... I.35

Dalam hal ini:


Ek : energi kinetik (joule)
dx : komponen koordinat vertikal
dy : komponen koordinat horizontal
u,v : komponen kecepatan partikel horisontal dan vertikal
Komponen kecepatan horisontal (u) dan vertikal (v) berbentuk persamaan I.36
dan I.37.
𝜋𝐻 𝑐𝑜𝑠ℎ 𝑘 (𝑑+𝑦)
𝑢= { } 𝑐𝑜𝑠 (𝑘𝑥 − 𝜎𝑡) ................................................................ I.36
𝑇 𝑠𝑖𝑛ℎ 𝑘𝑑
𝜋𝐻 𝑠𝑖𝑛ℎ 𝑘 (𝑑+𝑦)
𝑣= { } 𝑠𝑖𝑛 (𝑘𝑥 − 𝜎𝑡) ................................................................. I.37
𝑇 𝑠𝑖𝑛ℎ 𝑘𝑑

Jika 1.36 dan 1.37 disubtitusikan pada 1.35 maka diperoleh persamaan I.38.
𝜌𝑔𝐻 2 𝐿
𝐸𝑘 = ......................................................................................................... I.38
16

Dalam hal ini,:


ρ : rho = berat jenis air (kg/m3)
g : gravitasi bumi (m/dt2)
Energi potensial pe rsatuan lebar untuk satu panjang gelombang diperoleh dari
persamaan I.39.
𝐿 𝑑+  𝑑
𝐸𝑝 = ∫0 𝑝𝑔(𝑑 +  ) ( ) 𝑑𝑥 − 𝑝𝑔𝑑𝐿 ( 2 ) ..................................................... I.39
2

Dalam hal ini:


Ep : energi potensial (joule)
 : fluktuasi muka air terhadap muka rerata
dL : komponen panjang gelombang
d : kedalaman air (m)
Profil muka air () mempunyai fungsi ruang (x) dan waktu (t) yang besarnya seperti
pada persamaan I.40.
𝐻
𝜂(𝑥, 𝑡) = 2 𝑐𝑜𝑠(𝑘𝑥 − 𝜎𝑡) ................................................................................... I.40

Untuk t = 0, maka energi potensial seperti pada persamaan I.41.


𝜌𝑔𝐻 2 𝐿
𝐸𝑝 = ......................................................................................................... I.41
16
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 31
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

Dengan demikian total energi di dalam sebuah gelombang persatuan lebar


panjang gelombang seperti pada persamaan I.42.
𝑝𝑔𝐻 2 𝐿
𝐸𝑡 = 𝐸𝑘 + 𝐸𝑝 = ....................................................................................... I.42
8

Dalam hal ini:


Et : energi total (joule)

I.8.6.2. Daya gelombang. Besar daya gelombang menurut Hulls (1981) dalam
Kadir (1995), daya yang terkandung di dalam gelombang dapat dihitung dengan
persamaan I.42.
𝐻2
𝑃 = 𝜌𝑔𝑇𝜋 64 ...................................................................................................... I.43

Dalam hal ini:


P : daya (W)

I.8.6.3. Persamaan energi gelombang pada OWC. Gelombang untuk


pembangkitan energi listrik ini, kapasitas dan efesiensinya tergantung dengan
teknologi yang digunakan. Energi per satuan luas (energy density) dihitung dengan
menggunakan persamaan I.44.
𝐸 0,195𝑤𝜌𝑔𝐻 2 𝑇 2 1
𝐸𝐷 = 𝜆𝑤𝑡 = = 8 𝜌𝑔𝐻 2 ................................................................... I.44
1,56𝑇 2 𝑤

Dalam hal ini:


ED : energy density (J/m2)
λ : angka luas OWC (m)
w : lebar gelombang = lebar chamber (m)
Daya per satuan luas (power density) dihitung dengan menggunakan persamaan I.45.
𝑃 0,195𝑤𝜌𝑔𝐻 2 𝑇 1
𝑃𝐷 = 𝜆𝑤 = = 8𝑇 𝜌𝑔𝐻 2 ................................................................... I.45
1,56𝑇 2 𝑤

Dalam hal ini:


PD : power density (W/m2)
Persamaan 1.45 menjelaskan bahwa daya yang tersedia per satuan luas
gelombang (power density) berbanding lurus dengan kuadrat tinggi gelombang dan
berbanding terbalik dengan periodenya. Sedangkan besar daya (power) yang dapat
diperoleh tergantung luas chamber OWC.
KAJIAN POTENSI ENERGI DAN DAYA LISTRIK HASIL PEMBANGKITAN GELOMBANG LAUT OLEH
ANGIN 32
SITI NOOR CHAYATI
Universitas Gadjah Mada, 2015 | Diunduh dari http://etd.repository.ugm.ac.id/

I.9. Hipotesis
Angin yang berhembus di atas permukaan air dapat memindahkan energinya ke
air sehingga menimbulkan gelombang. Tinggi dan periode gelombang yang
dibangkitkan dipengaruhi oleh angin yang meliputi kecepatan angin U, lama hembus
angin/durasi td, arah angin, dan fetch F. Hipotesis dalam penelitian ini adalah:
1. Semakin lama durasi angin bertiup dengan kecepatan yang semakin besar dan
fetch yang lebih panjang dapat menghasilkan komponen gelombang yang lebih
besar pula.
2. Hasil perhitungan dengan metode SMB memberikan nilai MAE dan scatter index
yang lebih rendah dibandingkan dengan metode Wilson, JONSWAP, dan CEM.

Anda mungkin juga menyukai