Anda di halaman 1dari 15

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Tinjauan Mutakhir


Terdapat berbagai penelitian yang telah dilakukan terkait masalah
harmonisa pada sistem tenaga listrik karena dampak yang disebabkannya. Hasil
penelitian yang telah dilakukan menunjukan bahwa kandungan harmonisa yang
tinggi dapat menyebabkan rugi-rugi daya (losses) pada sistem semakin meningkat,
arus fasa netral semakin meningkat sehingga kualtias daya listrik akan menjadi
buruk. Berikut merupakan kajian ilmiah yang dijadikan acuan untuk dapat
menyelesaikan skripsi ini.
1. Pada jurnal dipublikasikan oleh Ekastawa, dkk; (2014) yang berjudul
Kajian dan Analisa Distorsi Harmonisa di Hotel Amankila. Hasil
analisa pengoperasian filter aktif shunt pada sistem kelistrikan di Hotel
Amankila mengakibatkan turunnya tingkat THD tegangan pada panel
LVMDP dari 2,59 % menjadi 2,17 % dan THD arus mengalami
penurunan dari 22,21 % menjadi 6,50 %, sehingga pengoperasian filter
aktif shunt mengakibatkan kandungan THDi dan THDv pada sistem
tenaga listrik di Hotel Amankila telah memenuhi standar IEEE- 519
Tahun 1992.
2. Pada jurnal dipublikasikan oleh Wahyu, dkk; (2016) yang berjudul
Analisis Pemasangan Filter Pasif Untuk Menanggulangi Distorsi
Harmonisa Terhadap Beban Non linier Di Pt.Wisesa Group. Pada
penelitian ini digunakan simulasi ETAP dimana hasil dari simulasi
menunjukan penurunan yang terjadi terhadap THDI yang terdapat pada
PT. Wisesa Group telah memenuhi standar IEEE 519-1992. Kandungan
THDi di PT. Wisesa Group sebelum menggunakan filter pasif SDP1
sebesar 8,98%, SDP2 sebesar 8,98%, SDP3 sebesar 8,97%, SDP4
sebesar 8,97%, SDP5 sebesar 34,80%, SDP6 25,67%, SDP7 sebesar
12,04% yang berarti tidak sesuai standar IEEE 519-1992 yang telah
ditentukan yaitu sebesar ≤ 5%. Untuk nilai THDv di PT.Wisesa Group
sebesar 2,46% dimana kondisi tersebut masih memenuhi standar

1
2

maksimum THDv IEEE 519-1992 sebesar ≤ 5%. Kandungan THDi di


PT.Wisesa Group setelah pemasangan filter pasif memenuhi Standar
IEEE 519- 1992 yang telah ditentukan yaitu sebesar ≤ 5 %.
3. Pada jurnal disusun oleh Prawira, dkk; (2013) yang berjudul
Implementasi Fuzzy logic controller Pada Filter Active Shunt Untuk
Menanggulangi Thd (Total Harmonic Distortion) Sistem Kelistrikan
RSUP Sanglah, pada penelitian ini dilakukan simulasi perbandingan
THDI dan THDV pada system kelistrikan RSUP Sanglah dengan
mengimplementasi fuzzy logic pada filter, yang dapat menghasilkan
nilai Total Harmonic Distortion terendah. Penggunaan fuzzy logic pada
kontrol PWM dapat memberikan kompensasi terhadap nilai Total
Harmonic Distortion lebih baik dari pada pemakaian filter tanpa fuzzy
logic.
4. Pada jurnal yang disusun oleh K. Rajyalakshmi, dkk; (2016) yang
berjudul Implementation of Shunt Active Power Filter by using Fuzzy
Logic Controller for Reduction of Harmonics, pada penelitian ini
dilakukan analisis untuk berbagai jenis beban non linier, PI Controler
dan Fuzzy Logic Controller digunakan untuk menganalisis kinerjanya
berbagai jenis beban nonlinier. Fuzzy logic controller, filter tiga fase
aktif shunt digunakan untuk meningkatkan kualitas daya dengan
mengkompensasi harmonisa yang diperlukan oleh beban nonlinear.
Kelebihan dari kontrol fuzzy didasarkan pada aturan linguistik yang
ditentukan dan tidak memerlukan model matematika dari sistem tidak
seperti pengontrol tradisional lainnya. Hasil simulasi yang diperoleh
menunjukkan bahwa kinerja kontroler fuzzy ditemukan lebih baik
daripada kontroler PI.

2.2 Sistem Tenaga Listrik


Sistem tenaga listrik adalah suatu sistem yang terdiri dari pembangkit,
transmisi, distribusi dan beban yang saling terintegrasi untuk menyalurkan energi
listrik. Sistem pembangkitan tenaga listrik berfungsi membangkitkan energi listrik
melalui berbagai macam jenis pembangkit listrik. Pada pembangkit tenaga listrik,
3

energi alam dirubah oleh penggerak mula menjadi energi mekanis yang berupa
putaran atau kecepatan, selanjutnya energi mekanis dirubah menjadi energi listrik
oleh generator. Sistem transmisi berfungsi menyalurkan tenaga listrik dari pusat
pembangkit ke pusat beban melalui saluran transmisi. Sebelum energi listrik di
transmisikan ke sistem transmisi, tegangan listrik dinaikkan terlebih dahulu oleh
trafo step up. Saluran transmisi tegangan tinggi PLN mempunyai tegangan 66 KV,
150 KV dan 500 KV. Dari sistem transmisi, energi listrik disalurkan ke sistem
distribusi.
Sistem distribusi berfungsi mendistribusikan energi listrik ke konsumen.
Konsumen dapat berupa pabrik, industri, rumah tangga dan sebagainya. Transmisi
tenaga dengan tegangan tinggi ataupun tegangan ekstra tinggi pada saluran
transmisi di rubah pada gardu induk menjadi tegangan menengah atau distribusi
primer, yang selanjutnya diturunkan lagi menjadi tegangan untuk konsumen.
Tegangan distribusi primer yang dipakai oleh PLN adalah 20 KV, 12 KV dan 6 KV.
Untuk saat ini, tegangan distribusi primer yang dipakai oleh oleh PLN yaitu 20 KV.
Untuk melayani konsumen rumah tangga dengan tegangan 220/380 V, maka
tegangan listrik dari 20 KV diturunkan tegangannya oleh trafo step down pada
gardu distribusi.

2.3 Harmonisa Pada Sistem Tenaga Listrik


Harmonisa merupakan suatu fenomena yang muncul akibat pengoperasian
peralatan listrik non linier. Peralatan listrik non linier adalah peralatan yang arusnya
tidak sebanding dengan tegangan yang diberikan. Harmonisa pada sistem
kelistrikan merupakan salah satu penyebab yang mempengaruhi kualitas daya.
Pengaruh adanya harmonisa sangat dominan karena bersifat permanen dan
menyebabkan terbentuknya gelombang frekuensi tinggi (kelipatan dari frekuensi
fundamental, misal: 100Hz, 150Hz, 200Hz, 300Hz, dan seterusnya). Hal ini dapat
mengganggu sistem kelistrikan pada frekuensi fundamentalnya yaitu 50/60 Hz,
sehingga bentuk gelombang arus maupun tegangan yang idealnya adalah
sinusoidal murni akan menjadi cacat akibat distorsi harmonisa yang terjadi
(Dugan.2004).
4

Harmonisa terjadi akibat adanya pengoperasian dari beban listrik non linier
yang menghasilkan gelombang integer dari frekuensi fundamentalnya sehingga
gelombang fundamental akan tertumpang dan mengalami bentuk gelombang non
sinusoidal akibat distorsi gelombang pada arus maupun tegangan.

2.3.1 Total Harmonic Distortion (THD)


Distorsi harmonisa atau harmonic distortion disebabkan oleh
peralatanperalatan non linier dalam suatu sistem tenaga listrik. Peralatan yang
dikategorikan kedalam beban non linier yakni apabila mempunyai output yang
nilainya tidak sebanding dengan tegangan yang diberikan (Dugan, dkk, 2003).
Untuk mengetahui berapa besar kandungan distorsi harmonisa pada suatu
sistem tenaga listrik yaitu dengan THD atau Total Harmonic Distortion. Persentase
Total Harmonic Distortion (THD) tegangan dapat dihitung melalui persamaan
berikut (De La Rosa. 2006) :

√∑ℎ 2
2 𝑉ℎ
𝑇𝐻𝐷𝑉 = × 100% (2.1)
𝑉1

Dengan:
Vh = Komponen harmonisa tegangan ke-h
V1 = Tegangan frekuensi fundamental (rms)

THD untuk arus dapat ditentukan dengan persamaan :

√∑ℎ 2
2 𝐼ℎ
𝑇𝐻𝐷𝐼 = × 100% (2.2)
𝐼1

Dengan:
Vh = Komponen harmonisa tegangan ke-h
V1 = Tegangan frekuensi fundamental (rms)

2.4 Standar Harmonisa


Kehadiran harmonisa telah melatarbelakangi terbitnya beberapa standar
atau regulasi. Untuk memenuhi kebutuhan standarisasi di atas, Institute of
Electrical and Electronics Engineer (IEEE) telah mengeluarkan IEEE Std. 519-
2014 ‘IEEE Recommended Practice and Requirements for Harmonic Control in
5

Electric Power Systems . Standar ini praktis telah diadopsi oleh Amerika, dalam hal
ini oleh ANSI (American National Standard Institute). Ada dua kriteria yang
digunakan untuk mengevaluasi distorsi harmonisa, yaitu batasan untuk harmonisa
arus dan tegangan. IEEE telah menetapkan standar pada Point of Common Coupling
(PCC) seperti yang terlihat pada tabel berikut :

2.4.1 Standar THD Tegangan


Berdasarkan standar IEEE 519-2014 yang dijadikan acuan, nilai batas
maksimum THD tegangan yang terkandung pada sistem tenaga listrik yang
direkomendasikan terhadap sistem seperti yang ditunjukkan pada tabel 2.1.
Tabel 2.1 Voltage Distortion Limits
Bus Voltage (V) at Individual Harmonic (%) Total Harmonic Distortion (%)
PCC
V ≤ 1 kV 5.0 8.0
1 kV < V < 69 kV 3.0 5.0
69 kV < V < 161 kV 1.5 2.5
161 kV < V 1.0 1.5
Sumber : IEEE Standard 519-2014

2.4.2 Standar THD Arus pada Tegangan 120 V sampai 69 KV


Nilai batas yang digunakan sebagai standar disesuaikan dengan short circuit
ratio (rasio hubung singkat) yang merupakan perbandingan dari arus hubung
singkat (ISC) dengan arus beban (IL). Nilai-nilai batas THD arus yang
direkomendasikan berbeda-beda sesuai dengan rasio hubung singkatnya seperti
yang ditunjukkan pada tabel 2.2 berikut :
6

Tabel 2.2 Current Distortion Limits for Systems Rated 120 V through 69 kV.
Maximum Harmonic Current Distortion in Percent of I L
Individual Harmonic Order (odd harmonic) a,b
ISC/IL 3≤h≤ 11 ≤ h ≤ 17 ≤ h ≤ 23 ≤ h ≤ 35 ≤ h THD
11 17 23 35 ≤ 50 (%)
< 20c 4.0 2.0 1.5 0.6 0.3 5.0
20 < 50 7.0 3.5 2.5 1.0 0.5 8.0
50 < 100 10.0 4.5 4.0 1.5 0.7 12.0
100 < 1000 12.0 5.5 5.0 2.0 1.0 15.0
> 1000 15.0 7.0 6.0 2.5 1.4 20.0
a Even harmonics are limited to 25% of the odd harmonic limit above.
b Current distortions that result in a DC offset, e.g., harlf-wave converters,
are not allowed.
c All power generation equipment is limited to these values of current
distortion, regardless of actual ISC/IL.
where ISC is maximum short-circuit current at PCC, and IL is maximum
demand load current (fundamental frequency component) at the PCC
under nomal load operating conditions.
Sumber : IEEE Standard 519-2014

2.4.3 Perhitungan Rasio Hubung Singkat


Untuk menghitung nilai rasio hubung singkat (Short Circuit Ratio) harus
diketahui terlebih dahulu nilai arus hubung singkat (Short Circuit Current) dan arus
beban (Load Current). Ditinjau dari sisi primer suatu transformator, perhitungan
daya dapat dilakukan menggunakan persamaan sebagai berikut (Dugan. 2004):
𝑆 = √3 × 𝑉 × 𝐼 (2.3)

Dimana:
S = Daya transformator (kVA)
V = Tegangan sisi primer transformator (kV)
I = Arus jala – jala (A)
7

Berdasarkan persamaan di atas, maka arus beban penuh (IL) dapat dihitung
menggunakan persamaan berikut :
𝑆
𝐼𝐿 = (2.4)
√3×𝑉

Dimana :
IL = Arus beban penuh (A)
S = Daya transformator (kVA)
V = Tegangan sisi sekunder tranformator (kV)
Sehingga perhitungan arus hubung singkat (ISC) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut:
𝑆×100
𝐼𝑆𝐶 = (2.5)
%𝑍×√3×𝑉

Dimana :
ISC = Arus hubung singkat (A)
S = Daya transformator (kVA)
V = Tegangan sisi sekunder tranformator (kV)
%Z = Persentase impedansi

Sehingga berdasarkan persamaan arus hubung singkat dan arus beban yang telah
dijabarkan maka nilai Short Circuit Ratio (SCRatio) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐼𝑆𝐶
𝑆𝐶𝑅𝑎𝑡𝑖𝑜 = (2.6)
I𝐿

2.5 Filter Harmonisa


Obyek utama dari filter harmonisa adalah untuk menurunkan satu amplitude
(atau lebih). Arus atau tegangan pada frekuensi tertentu. Pada saat digunakan untuk
mencegah frekuensi tertentu dari pemasukan komponen atau bagian sistem tenaga
sangatlah mungkin menggunakan rangkaian penyaring (Filter) yang berisi induktor
paralel dan kapasitor, dimana memberikan impedansi yang besar untuk frekuensi
yang relevan.
8

2.5.1 Filter Aktif


Suatu perangkat elektronik yang dapat memperbaiki kualitas daya yang
dikirimkan dari sumber ke beban adalah filter aktif. Pemakaian Filter Aktif pada
sistem tenaga listrik lebih fleksibel daripada Filter Pasif karena dari segi
penggunaan dan unjuk kerja (performance) filter aktif lebih ekonomis. Prinsip dasar
dari Filter Aktif menggunakan teknologi elektronika daya untuk menghasilkan
komponen arus spesifik yang bertujuan untuk menggagalkan komponen arus
harmonisa yang dihasilkan oleh beban non-linear.
Filter aktif adalah rangkaian elektronika yang terdiri dari komponen R, L,
dan C yang dirancang untuk meredam harmonisa pada beban non linier dalam
sistem tenaga karena filter pasif selalu bermasalah apabila gangguan tersebut
semakin besar dan kontinyu. Filter aktif menginjeksikan arus untuk membatalkan
harmonisa yang terkandungpada arus beban.

Gambar 2.1 Konfigurasi Filter aktif


(Sumber : Limantara, 2002)

Arus output IL menjadi sinosoidal dan mempunyai kualitas yang baik. Aktif
filter terbagi dalam tipe yang berbeda sesuai dengan konfigurasi dalam sitem.
Kelebihan proses mematikan diri sendiri (Auto shutdown) perhatian dapat
difokuskan pada daya aktif yang menggunakan sebuah sumber arus dan sumber
tegangan converter PWM.

2.5.2 Filter Aktif Paralel (Shunt Active Filter)


Shunt Active Power Filter adalah Current-Controlled Voltage-Source
Inverter (CC-VSI) tiga fasa di mana terletak induktor pada sisi AC output dan
kapasitor pada sisi DC dengan nilai tegangan DC yang konstan.
9

Gambar 2.2 Shunt active power filter


(Sumber: Izhar. M. et al. 2004)

Persamaan yang didapat dari rangkaian tersebut adalah sebagai berikut:


𝑖𝑠 = 𝑖𝐿 − 𝑖𝐶 (2.7)
Dengan :
iS = Arus harmonisa (ampere)
iC = Arus yang diinjeksikan ke arus harmonisa (ampere)
iL = Arus yang mengalir ke beban (ampere)

Active Power Filter terbagi dalam tipe yang berbeda sesuai dengan
konfigurasi dari sistem, yaitu Current Source Inverter dan Voltage Source Inverter.
Pada Current Source Inverter Active Power filter terdapat induktor DC dengan arus
dc yang konstan. Sedangkan pada Voltage Source Inverter Active Power Filter
terdapat kapasitor dc dengan tegangan DC yang konstan.

Gambar 2.3 Voltage source inverter


(Sumber: Izhar. M. et al. 2004)
10

Gambar 2.4 Current source inverter


(Sumber: Izhar. M. et al. 2004)

2.5.3 Filter Aktif Seri (Series Active Filter)


Filter Aktif Seri banyak digunakan untuk memfilter harmonisa dan
memkompensasi distorsi tegangan seperti tegangan kedip, fliker tegangan dan
tegangan tidak seimbang pada level sistem tegangan tinggi dan tegangan rendah.
Filter aktif seri terdiri dari inverter dan keluaran (output) inverter dihubungkan
dengan filter L atau LC kemudian dikopling dengan transformator. Filter Aktif Seri
dihubungkan secara seri diantara suplai dengan beban seperti diperlihatkan pada
Gambar 2.13

Gambar 2.5 Series active power filter


(sumber :Izhar. M. et al. 2004)
11

Dalam memfilter arus harmonisa, inverter menghasilkan tegangan keluaran


(vfilter) yang sebanding terhadap arus harmonisa sumber (isuplai). Pada tegangan
keluaran (v2) kopling transformator sisi sekunder sebanding terhadap rasio
transformator kopling. Pada dasarnya bentuk gelombang tegangan dan arus listrik
dalam sistem tenaga merupakan gelombang sinusoidal murni. Dengan
perkembangan beban listrik semakin kompleks terutama penggunaan beban listrik
tak linear sehingga menimbulkan terjadi perubahan distorsi bentuk gelombang
tegangan dan arus. Tegangan sisi sekunder (v2) transformator kopling adalah
sebanding terhadap arus mengalir melalui transformator kopling atau disebut
tahanan aktif pada frekwensi harmonisa. Arus harmonisa pada sumber akan
berkurang dengan naiknya impedansi frekwensi harmonisa sumber yang
disebabkan oleh tahanan aktif. Unjuk kerja Filter Aktif Seri sangat efektif
mengurangi harmonisa pada impedansi beban rendah dibandingkan dengan
impedansi beban tinggi (Peng, F.Z. 1998) .

2.6 Rugi – Rugi Daya Pada Transformator


Losses atau rugi-rugi suatu transformator secara teknis dapat disebut sebagai
load loss (PLL). Terdapat dua komponen yang dipertimbangkan dalam perhitungan
load loss yaitu rugi tembaga (I2R) dan eddy-current loss (PEC) (Dugan; dkk, 2004):
𝑃𝐿𝐿 = (𝐼 2 × 𝑅) + 𝑃𝐸𝐶 (2.8)
I 2 R loss adalah rugi tembaga yang proporsional atau sebanding dengan
nilai arus rms, sedangkan eddy-current loss (rugi arus eddy) yang proporsional atau
sebanding dengan kuadrat arus dengan frekuensi.Eddy-current loss (PEC) dapat
dihitung dengan persamaan sebagai berikut (Dugan; dkk, 2003) :
𝑃𝐸𝐶 = 𝐾𝐸𝐶 × 𝐼 2 × ℎ2 (2.9)

dimana :

KEC = Proportionality Constant


Dalam satuan per unit (p.u), load loss ( PLL ) dapat dihitung dengan
menggunakan persamaan berikut ini (Dugan; dkk, 2004) :
𝑃𝐿𝐿 = ∑𝐼ℎ2 + (∑𝐼ℎ2 × ℎ2 ) × 𝑃𝐸𝐶−𝑅 (𝑝. 𝑢) (2.10)
12

dimana :
PEC  R = Eddy Current Loss Factor

h = Harmonisa (%)
Ih = Arus Harmonisa (A)

 I h 2 merupakan komponen dari rugi tembaga ( I 2


R ) yang dinyatakan

dalam satuan per unit (p.u), sedangkan  I h 2  h 2  PEC  R merupakan faktor


rugi arus eddy di bawah kondisi normal yang dinyatakan dalam satuan per unit
(p.u). Faktor eddy-current loss dapat dilihat pada tabel 2.3 sebagai berikut :
Tabel 2.3 Typical Values of PEC-R.

Type MVA Voltage PEC-R (%)


≤1 - 3-8
Dry ≤ 1,5 5 kV (High Voltage) 12-20
≤ 1,5 15 kV (Hight Voltage) 9-15
≤ 2,5 480 V (Low Voltage) 1
Oil-filled 2,5 – 5 480 V (Low Voltage) 1-5
>5 480 V (Low Voltage) 9-15
Sumber : Dugan; dkk, 2004

2.7 Pemodelan
2.7.1 Pemodelan Sumber 3 Fasa
Data yang digunakan sebagai input pada sumber 3 fasa diperoleh dari data
teknik transformator.
a. Tegangan rms / Phase-to-phase rms voltage (V).
Untuk mengetahui nilai 𝑉𝑟𝑚𝑠 dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
Vsistem
𝑉𝑟𝑚𝑠 = (2.11)
√2

dimana,
𝑉𝑟𝑚𝑠 = Tegangan rms (V)
𝑉𝑠𝑖𝑠𝑡𝑒𝑚 = Tegangan sistem (V)
13

b. Frekuensi/ frequency (Hz).


Untuk frekuensi yang digunakan pada sistem sebesar 50 Hz

c. Resistansi Sumber / Source Resistance (Ω).


Untuk menentukan nilai resistansi sumber maka dilakukan
perhitungan nilai Zs terlebih dahulu dengan menggunakan persamaan
berikut :
kVφ2
𝑍𝑠 = MVA3φ 𝑥 𝑍 (2.12)

dimana,
Zs = Impedansi sumber / Source impedance (Ω)
kVφ = Tegangan sekunder transformator (kV)
MVA3φ = Kapasitas trasformator (MVA)
Z = Impedansi / impedance (%)

Nilai Xs dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai


berikut :
X
𝑋 𝑠 = R 𝑥 𝑅𝑠 (2.13)

dimana,
𝑋𝑠 = Reaktansi sumber / Source reactance
X = Reaktasi transformator (%)
R = Resistansi transformator (%)
Rs = Resistansi sumber / Souerce resistance (Ω)

Setelah nilai Zs dan Xs dihitung , maka nilai Rs dapat dihitung dengan


menggunakan persamaan sebagai berikut :
Z𝑠2 = X𝑠2 + 𝑅𝑠 (2.14)

d. Induktansi Sumber / Source Inductance (H).


Nilai induktansi sumber dapat dihitung dengan menggunakan
persamaan sebagai berikut :
X
𝐿𝑠 = 2 × π × f (2.15)
14

dimana,
Ls = Induktansi sumber / Source Inductance (H)
f = Frekuensi (Hz)

2.7.2 Pemodelan Beban Non linier


Pemodelan sistem beban non linier dengan input data berdasarkan asumsi
beban non-linier yang terpasang merupakan representatif dari penyearah tak
terkendali (dioda). Dioda merupakan penyearah yang berfungsi sebagai perangkat
switching yang banyak digunakan pada peralatan-peralatan elektronika daya seperti
inverter, rectifier dan lainnya. Oleh karena itu diode merupakan penyumbang
harmonisa terbesar dari sektor rumah tangga maupun industri karena menggunakan
penyearah jenis ini. Perhitungan nilai RLC dapat dicari menggunakan persamaan
berikut.
a. Resistance (Ω).
Untuk menghitung resistansi terlebih dahulu harus diketahui besar
beban tiap phasa (Watt) dengan menggunakan persamaan sebagai berikut:
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 3∅
𝐵𝑒𝑏𝑎𝑛 𝑡𝑖𝑎𝑝 𝑝ℎ𝑎𝑠𝑎 = 𝑃 = (2.16)
3

dimana :

P = Beban tiap phasa (W)


Beban 3 = Beban 3 Phasa (W)

Berdasarkan perhitungan beban di atas maka dapat dicari nilai


resistansi beban dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
𝑉2
𝑅= (2.17)
𝑃

dimana:

R = Resistansi (Ω)
V = Tegangan (V)
P = Beban tiap phasa (W)
15

b. Inductance (H).
Nilai induktansi diperlukan karena beban yang disimulasikan bersifat
induktif. Untuk mencari nilai induktansi beban maka harus menghitung
nilai kapasitansinya terlebih dahulu dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
1
𝐶= (2.18)
4√3×𝑓 ×𝑅𝐹 ×𝑅

dimana :

C = Kapasitansi (Farad)
f = Frekuensi (Hz)
RF = Ripple Factor (%)
R = Resistansi (Ω)

Untuk nilai RF (ripple factor) dioda sebesar 5% dengan V Input sebesar

220 V. Sehingga berdasarkan perhitungan nilai kapasitansi (farad) di atas


maka dapat dihitung nilai induktansinya dengan menggunakan persamaan
sebagai berikut :
0,236𝑅
𝐿= (2.19)
2×𝜋×𝑓×𝐶

dimana :
L = Induktansi (H)

Anda mungkin juga menyukai