Makalah Otonomi Daerah Dan Desentralisasi
Makalah Otonomi Daerah Dan Desentralisasi
MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Pendidikan Pancasila
yang dibina oleh Bapak Najib Jauhari, S.Pd., M.Hum.
Oleh
Maulida Dwi Rahmawati 180543635535
Tri Amalia Wahyuning Tias 180543635507
Eric Dwi Ilham 180543635530
Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufik,
serta hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “Otonomi Daerah dan Desentralisasi” sesuai waktu yang ditetapkan.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Kurikulum Pendidikan
Kejuruan. Dalam menyelesaikan makalah, penulis mendapat bantuan dari beberapa
pihak yang bersangkutan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Bapak Najib Jauhari, S.Pd., M.Hum., selaku dosen matakuliah
Pendidikan Pancasila
2. Orang tua penulis yang banyak memberi semangat dan bantuan, baik segi
moril maupun material.
3. Semua pihak yang membantu proses penyusunan makalah.
Penulis sangat menyadari makalah yang dibuat masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun agar kedepannya dapat menyusun laporan lebih baik lagi.
Penulis
i
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Otonomi Daerah ............................................................... 2
2.2 Definisi Desentralisasi ................................................................... 4
2.3 Aspek-Aspek dari RUU Otonomi Daerah ..................................... 4
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Desentralisasi dan Otonomi Daerah .. 5
2.5 Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Khusus di
Indonesia ........................................................................................ 6
ii
BAB I
PENDAHULUAN
Bab ini membahas (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan
penulisan, dan (4) manfaat penulisan. Berikut ini penjelasan masing-masing
subbahasan tersebut.
1
2
Bab ini membahas (1) definisi otonomi daerah, (2) definisi desentralisasi,
(3) aspek-aspek dari RUU otonomi daerah, (4) kelebihan dan kekurangan
desentralisasi dan otonomi daerah, serta (5) penerapan desentralisasi dan otonomi
daerah . Berikut ini penjelasan masing-masing subbahasan tersebut.
3
4
2. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom
pada tingkat provinsi.
3. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung
jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat
kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga
internasional.
4. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan
kabupaten administrasi.
5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125%
(seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah
penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
6. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan
Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak
protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam
APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.
B. Aceh
Setelah otonomi khusus diberikan kepada Aceh, nama daerahnya berubah
menjadi NAD (Nanggroe Aceh Darussalam). Otonomi khusus memberikan
kebebasan Aceh dalam mengurus sistem pengadilan dan pendidikannya sendiri.
Tetapi pada hakekatnya masyarakat Aceh menginginkan terdapatnya kebijakan
tentang penghentian kekerasan di Aceh, karena otonomi khusus ini seharusnya
diberikan karena militer terus melakukan aksi-aksi penyiksaan, teror dan
penghilangan paksa.
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh
diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini tidak
terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara
Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15
9
Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju
pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal
mendasar yang menjadi isi Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini antara lain:
1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem
NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan
masing-masing.
2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan
Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem
pemerintahan secara nasional.
3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak
diamanatkan dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh merupakan wujud
konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan
pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui
pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-
Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan
kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan
batas-batas daerah Provinsi Aceh.
C. Yogyakarta
Otonomi khusus yang diterima oleh Yogyakarta bukan seutuhnya berupa
otsus seperti Aceh dan Papua hanya saja Dalam Konteks Yogyakarta, adalah sebuah
keistimewaan karena Yogyakarta secara sepihak menyatakan kemerdekaan serta
kedaulatannya dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sekaligus juga mengakhiri
serta mengintegrasikan kemerdekaan dan kedaulatannya kepada Pemerintah
Republik Indonesia melalui Dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5
September 1945 yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku
Alam VIII.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara legal formal dibentuk
dengan UU Nomor 3 Tahun 1950 yang kemudian diubah menjadi UU No 19 Tahun
10
Bab ini membahas (1) kesimpulan, dan (2) saran. Berikut ini penjelasan
masing-masing subbahasan tersebut.
3.1 Kesimpulan
3.2 Saran
12
DAFTAR PUSTAKA
13