Anda di halaman 1dari 16

OTONOMI DAERAH DAN DESENTRALISASI

MAKALAH
Untuk memenuhi tugas matakuliah
Pendidikan Pancasila
yang dibina oleh Bapak Najib Jauhari, S.Pd., M.Hum.

Oleh
Maulida Dwi Rahmawati 180543635535
Tri Amalia Wahyuning Tias 180543635507
Eric Dwi Ilham 180543635530

UNIVERSITAS NEGERI MALANG


FAKULTAS TEKNIK
Oktober 2019
KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa atas limpahan rahmat, taufik,
serta hidayah yang diberikan sehingga penulis dapat menyelesaikan makalah
tentang “Otonomi Daerah dan Desentralisasi” sesuai waktu yang ditetapkan.
Penulisan makalah ini bertujuan untuk memenuhi tugas Kurikulum Pendidikan
Kejuruan. Dalam menyelesaikan makalah, penulis mendapat bantuan dari beberapa
pihak yang bersangkutan. Oleh sebab itu, sudah sepantasnya penulis mengucapkan
terimakasih kepada:
1. Ibu Bapak Najib Jauhari, S.Pd., M.Hum., selaku dosen matakuliah
Pendidikan Pancasila
2. Orang tua penulis yang banyak memberi semangat dan bantuan, baik segi
moril maupun material.
3. Semua pihak yang membantu proses penyusunan makalah.
Penulis sangat menyadari makalah yang dibuat masih jauh dari kata
sempurna. Oleh karena itu, sangat diharapkan adanya kritik dan saran yang bersifat
membangun agar kedepannya dapat menyusun laporan lebih baik lagi.

Malang, Oktober 2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

Halaman
KATA PENGANTAR ........................................................................................ i
DAFTAR ISI ....................................................................................................... ii

BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ............................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah .......................................................................... 1
1.3 Tujuan Penulisan............................................................................ 2
1.4 Manfaat Penulisan.......................................................................... 2

BAB II PEMBAHASAN
2.1 Definisi Otonomi Daerah ............................................................... 2
2.2 Definisi Desentralisasi ................................................................... 4
2.3 Aspek-Aspek dari RUU Otonomi Daerah ..................................... 4
2.4 Kelebihan dan Kekurangan Desentralisasi dan Otonomi Daerah .. 5
2.5 Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Khusus di
Indonesia ........................................................................................ 6

BAB III PENUTUP


3.1 Kesimpulan .................................................................................. 12
3.2 Saran ............................................................................................ 13

DAFTAR PUSTAKA ...........................................................................................

ii
BAB I
PENDAHULUAN

Bab ini membahas (1) latar belakang, (2) rumusan masalah, (3) tujuan
penulisan, dan (4) manfaat penulisan. Berikut ini penjelasan masing-masing
subbahasan tersebut.

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara kesatuan yang letak kekuasaan atau kedaulatan
negaranya sepenuhnya dimiliki oleh pemerintah pusat, namun dalam pelaksanaan
kekuasaan dan kedaulatannya tersebut dapat melimpahkan sebagian kekuasaannya
kepada daerah berdasarkan hak otonomi. Dengan demikian keterikatan antara
pemerintah pusat dan pemerintahan daerah tidak mungkin dilepaskan
(Budiardjo1995). Konsekuensi diberlakukannya negara kesatuan yakni tidak
memiliki negara dalam negara seperti yang dimiliki negara yang berbentuk federasi.
Indonesia menganut model negara kesatuan yang menerapkan desentralisasi.
Penegasan ini terlihat dalam UUD 1945 pasal 18 yang menyebutkan bahwa:
“pembagian daerah indonesia atas besar dan kecil dengan bentuk dan susunan
pemerintahannya ditetapkan dengan Undang-Undang (UU) dengan memandang
dan mengingat dasar permusyawaratan dalam sistem pemerintahan negara, dan
hak-hak asal-usul dalam daerah-daerah yang bersifat istimewa”.

1.2 Rumusan Masalah


Berdasarkan latar belakang di atas, rumusan masalah makalah ini:
1. Apakah itu definisi otonomi daerah?
2. Apakah itu definisi desentralisasi?
3. Bagaimanakah aspek-aspek dari RUU otonomi daerah?
4. Bagaimanakah kelebihan dan kekurangan desentralisasi dan otonomi
daerah?
5. Bagaimanakah pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah khusus di
Indonesia?

1
2

1.3 Tujuan Penulisan


Tujuan penulisan makalah ini yaitu untuk menganalisis:
1. Mahasiswa mengetahui definisi otonomi daerah.
2. Mahasiswa mengetahui definisi desentralisasi.
3. Mahasiswa mengetahui aspek-aspek dari RUU otonomi daerah.
4. Mahasiswa mengetahui kelebihan dan kekurangan desentralisasi dan
otonomi daerah.
5. Mahasiswa mengetahui pelaksanaan desentralisasi dan otonomi daerah
khusus di Indonesia.

1.4 Manfaat Penulisan


Berdasarkan tujuan di atas, manfaat penulisan makalah ini:
1. Sebagai referensi pembaca untuk mengetahui tentang definisi otonomi
daerah dan desentralisasi, aspek-aspek dari RUU otonomi darah, kelebihan
dan kekurangan, serta pelaksanaannya di Indonesia.
BAB II
PEMBAHASAN

Bab ini membahas (1) definisi otonomi daerah, (2) definisi desentralisasi,
(3) aspek-aspek dari RUU otonomi daerah, (4) kelebihan dan kekurangan
desentralisasi dan otonomi daerah, serta (5) penerapan desentralisasi dan otonomi
daerah . Berikut ini penjelasan masing-masing subbahasan tersebut.

2.1 Definisi Otonomi Daerah


Dalam kamus bahasa Indonesia, kata “Otonomi” berasal dari kata “Otonomi”
mengandung arti “Pemerintahan Sendiri”. Secara etimologi kata Otonomi berasal
dari bahasa latin “Autos” dan “Nomos”. Autos artinya “sendiri”, dan Nomos
bermakna “aturan”. Sehingga dapat dimaknakan sebagai “memerintah sendiri” atau
“pemerintahan sendiri” yaitu kewenangan untuk mengatur urusan rumah tangga
sendiri.
Berdasarkan pasal 1 huruf c UU No. 5 Th. 1974, Otonomi Daerah
mengandung arti “hak, wewenang, dan kewajiban daerah untuk mengatur dan
mengurus rumah tangganya sendiri sesuai dengan peraturan perundang-undangan
yang berlaku. Menurut Pasal 1 huruf h UU No. 22 Th. 1999: “Otonomi Daerah
adalah kewenangan daerah otonom untuk mengatur dan mengurus kepentingan
masyarakat setempat menurut prakarsa sendiri bersadarkan aspirasi masyarakat
sesuai dengan peraturan perundang -undangan.” Sedangkan dalam Pasal 1 angka 5
UU No. 32 Th. 2004 tentang Pemerintahan Daerah menyatakan: “Otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban daerah otonom untuk mengatur dan
mengurus sendiri urusan pemerintahan dan kepentingan masyarakat setempat
sesuai dengan peraturan perundang-undangan.
Dari beberapa pengertian tersebut dapat disimpulkan bahwa otonomi daerah
adalah hak, wewenang, dan kewajiban sebuah daerah untuk mengatur dan
mengurus sendiri pemerintahannya berdasarkan aspirasi masyarakat dan
perundang-undangan yang berlaku.

3
4

2.2 Definisi Desentralisasi


Desentralisasi adalah penyerahan kebijakan dari pemerintah pusat kepada
pemerintah daerah supaya mengatur rumah tangganya sendiri, namun tidak untuk
semua hal, keamanan, hukum, dan kebijakan merupakan beberapa hal yang masih
terpusat namun tetap ada pendelegasian kepada daerah. Bentuk aplikasi
desentralisasi adalah otonomi kewenangan dan tanggung jawab jadi milik daerah
itu sendiri, baik dari segi implementasi kebijakan, perencanaan dan pendanaan.

2.3 Aspek-Aspek dari RUU Otonomi Daerah


1. Otonomi fleksibel atau bersifat kondisional bagi daerah. Perbedaan
keragaman potensi, kemampuan, dan kebutuhan daerah mendasari
diagendakan otonomi daerah yang bersifat fleksibel atau konsional.
2. Adanya reorganisasi pemerintahan daerah sesuai potensi, kemapuan, dan
kebutuhan masing-masing daerah. Skala dan besaran kebutuhan setiap
daerah tentunya tidak sama sesuai dengan keragaman potensi daerah.
3. Pelembagaan mekanisme bagi partisipasi rakyat. Partisipasi tersebut
diperlikan adanya keterlibatan masyarakat dalam proses politik lokal dan
upaya mendorong transparansi proses perumusan kebijakan di daerah. Hal
ini ditujukan untuk membangun kepercayaan masyarakat terhadap
pemerintahan daerah.
4. Adanya pelembagaan kontol dari masyarakat terhadap proses pemerintahan
lokal. Melalui pengawasan diharapkan adanya dorongan unuk muncul
transparansi, efisiensi, dan akuntabilitas dalam penyelenggaraan
pemerintahan daerah. Maka perlu adanya pemberdayaan atas hak dan
kewajiban dalam melakukan fungsi control terhadap pemerintahan.
5. Perluasan sumber pendapatan daerah. Pendapatan Asli Daerah (PAD)
berkaitan dengan suberdaya ekonomi, dan keuangan perlu diubah kearah
yang lebih adil dan proporsional bagi daerah. Dalam hal ini “pendapatan
asli” seharusnya menjadi hak daerah pada khususnya, dan perimbangan
keuangan pusat-darah pada umunya.
5

Tujuan dari otonomi dan desentralisasi dareah merujuk pada Undang-


Undang No. 22 Tahun 1999 dan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999Berdasarkan
Undang-Undang No. 22 Tahun 1999 bertujuan antara lain :
1. Memberdayakan masyarakat.
2. Menimbulkan prakarsa dan kreativitas masyarakat.
3. Meningkatkan peran serta masyarakat.
4. Mengembangkan peran dan fungsi DPRD.
Sedangkan Undang-Undang No. 25 Tahun 1999 bertujuan antara lain :
1. Memberdayakan dan meningkatkan kemampuan perekonomian daerah.
2. Menciptakan sistem pembiayaan daerah yang adil proporsional dan
transparan.
3. Mewujudakan penyelenggaraan pemerintahan daerah yang transparan dan
partisipasi.
4. Menjadi pedoman pokok tentang keuangan daerah.
5. Mengurangi kesenjangan antar daeraah.
6. Menjadai acuan alokasi penerimaan negara bagi daerah.
7. Mempertegas sistem pertanggung jawaban keuangan oleh pemerintah
daerah.

2.4 Kelebihan dan Kekurangan Desentralisasi dan Otonomi Daerah


A. Desentralisasi
1. Kelebihan asas desentralisasi
Asas desentralisasi mempunyai kelebihan seperti:
 Struktur organisasinya merupakan pendelegasian wewenang dan
memperingan manajemen pemerintah pusat
 Mengurangi bertumpuknya pekerjaan di pusat pemerintah
 Pemerintah daerah tak perlu menunggu instruksi dari pusat untuk
menuntaskan masalah
 Hubungan antar pemerintah pusat dengan daerah dapat
meningkatkan gairah kerja
 Efisien dalam segala hal
6

 Mengurangi birokrasi dalam arti buruk karena keputusan dapat


segera dilaksanakan
2. Kekurangan asas desentralisasi
Asas desentralisasi juga mempunyai kelemahan diantaranya :
 Besarnya organ pemerintahan sehingga membuat struktur
pemerintahan menjadi tambah kompleks dan bisa mengakibatkan
lemahnya koordinasi
 Keseimbangan dan kesesuaian antara macam – macam kepentingan
daerah mudah terganggu
 Desentralisasi territorial mendorong timbulnya paham kedaerahan
 Keputusan yang diambil memerlukan waktu yang lama karena
biasanya terlalu banyak berunding.
 Memerlukan biaya yang besar dan sulit untuk untuk memperoleh
keseragaman dan kesederhanaan.
B. Otonomi Daerah
2. Kelebihan
 Pemerintah mendapatkan kesempatan untuk menampilkan identitas
lokal yang ada di masyarakat.
 Kurangnya wewenang dan kendali pemerintah pusat mendapat
respon tinggi dari pemerintah daerah menghadapi masalah di daerah
sendiri.
 Dana yang diperoleh lebih banyak daripada yang didapat melalui
jalur birokrasi dari pemerintah pusat.
3. Kekurangan
 Adanya kesempatan bagi oknum-oknum di pemerintah daerah untuk
melakukan tindakan yang merugikan seperti korupsi, kolusi, dan
nepotisme.
 Adanya kebijakan daerah yang tidak sesuai dengan konstitusi negara
yang menimbulkan pertentangan antar daerah bahkan dengan negara.

2.5 Pelaksanaan Desentralisasi dan Otonomi Daerah Khusus di Indonesia


1. Desentralisasi
7

 Dinas pendidikan menjadi pengatur bagaimana pola pendidikan yang akan


dijalankan.
 Pemekaran daerah
 Penetapan daerah otonomi khusus bagi beberapa daerah dianggap memiliki
keistimewaan secara kultural ataupun kelembagaan.
 Dana istimewa atau dana otsus
 Pemberian dana istimewa atau dana otonomi khusus oleh pemerintah pusat
untuk sepenuhnya dikelola daerah.
 Dengan diselenggarakannya pilkada, pemimpin daerah dipilih secara
langsung oleh rakyat daerah, sehingga diharapkan mewakili kepentingan
rakyat di daerah.
2. Otonomi Daerah
A. DKI Jakarta
Provinsi Daerah Khusus Ibukota Jakarta (Provinsi DKI Jakarta) sebagai
satuan pemerintahan yang bersifat khusus dalam kedudukannya sebagai Ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sebagai daerah otonom memiliki fungsi
dan peran yang penting dalam mendukung penyelenggaraan pemerintahan Negara
Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik
Indonesia Tahun 1945. Oleh karena itu, perlu diberikan kekhususan tugas, hak,
kewajiban, dan tanggung jawab dalam penyelenggaraan pemerintahan daerah.
Untuk itulah Pemerintah Pusat mengeluarkan Undang-Undang Nomor 29 Tahun
2007 tentang Pemerintahan Provinsi Daerah Khusus Ibu kota Jakarta sebagai Ibu
kota Negara Kesatuan Republik Indonesia (LN 2007 No. 93; TLN 4744). UU ini
mengatur kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai Ibu kota Negara. Aturan
sebagai daerah otonom tingkat provinsi dan lain sebagainya tetap terikat pada
peraturan perundang-undangan tentang pemerintahan daerah.
Beberapa hal yang menjadi pengkhususan bagi Provinsi DKI Jakarta antara
lain:
1. Provinsi DKI Jakarta berkedudukan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan
Republik Indonesia.
8

2. Provinsi DKI Jakarta adalah daerah khusus yang berfungsi sebagai Ibu kota
Negara Kesatuan Republik Indonesia dan sekaligus sebagai daerah otonom
pada tingkat provinsi.
3. Provinsi DKI Jakarta berperan sebagai Ibu kota Negara Kesatuan Republik
Indonesia yang memiliki kekhususan tugas, hak, kewajiban, dan tanggung
jawab tertentu dalam penyelenggaraan pemerintahan dan sebagai tempat
kedudukan perwakilan negara asing, serta pusat/perwakilan lembaga
internasional.
4. Wilayah Provinsi DKI Jakarta dibagi dalam kota administrasi dan
kabupaten administrasi.
5. Anggota DPRD Provinsi DKI Jakarta berjumlah paling banyak 125%
(seratus dua puluh lima persen) dari jumlah maksimal untuk kategori jumlah
penduduk DKI Jakarta sebagaimana ditentukan dalam undang-undang.
6. Gubernur dapat menghadiri sidang kabinet yang menyangkut kepentingan
Ibu kota Negara Kesatuan Republik Indonesia. Gubernur mempunyai hak
protokoler, termasuk mendampingi Presiden dalam acara kenegaraan.
7. Dana dalam rangka pelaksanaan kekhususan Provinsi DKI Jakarta sebagai
Ibu kota Negara ditetapkan bersama antara Pemerintah dan DPR dalam
APBN berdasarkan usulan Pemprov DKI Jakarta.
B. Aceh
Setelah otonomi khusus diberikan kepada Aceh, nama daerahnya berubah
menjadi NAD (Nanggroe Aceh Darussalam). Otonomi khusus memberikan
kebebasan Aceh dalam mengurus sistem pengadilan dan pendidikannya sendiri.
Tetapi pada hakekatnya masyarakat Aceh menginginkan terdapatnya kebijakan
tentang penghentian kekerasan di Aceh, karena otonomi khusus ini seharusnya
diberikan karena militer terus melakukan aksi-aksi penyiksaan, teror dan
penghilangan paksa.
Pengakuan Negara atas keistimewaan dan kekhususan daerah Aceh
diberikan melalui Undang-undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan
Aceh (LN 2006 No 62, TLN 4633). Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini tidak
terlepas dari Nota Kesepahaman (Memorandum of Understanding) antara
Pemerintah dan Gerakan Aceh Merdeka yang ditandatangani pada tanggal 15
9

Agustus 2005 dan merupakan suatu bentuk rekonsiliasi secara bermartabat menuju
pembangunan sosial, ekonomi, serta politik di Aceh secara berkelanjutan. Hal-hal
mendasar yang menjadi isi Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini antara lain:
1. Pemerintahan Aceh adalah pemerintahan daerah provinsi dalam sistem
NKRI berdasarkan UUD Tahun 1945 yang menyelenggarakan urusan
pemerintahan yang dilaksanakan oleh Pemerintah Daerah Aceh dan Dewan
Perwakilan Rakyat Daerah Aceh sesuai dengan fungsi dan kewenangan
masing-masing.
2. Tatanan otonomi seluas-luasnya yang diterapkan di Aceh berdasarkan
Undang-Undang Pemerintahan Aceh ini merupakan subsistem dalam sistem
pemerintahan secara nasional.
3. Pengaturan dalam Qanun Aceh maupun Kabupaten/Kota yang banyak
diamanatkan dalam Undang-undang Pemerintahan Aceh merupakan wujud
konkret bagi terselenggaranya kewajiban konstitusional dalam pelaksanaan
pemerintahan tersebut.
4. Pengaturan perimbangan keuangan pusat dan daerah tercermin melalui
pemberian kewenangan untuk pemanfaatan sumber pendanaan yang ada.
5. Implementasi formal penegakan syari’at Islam dengan asas personalitas ke-
Islaman terhadap setiap orang yang berada di Aceh tanpa membedakan
kewarganegaraan, kedudukan, dan status dalam wilayah sesuai dengan
batas-batas daerah Provinsi Aceh.
C. Yogyakarta
Otonomi khusus yang diterima oleh Yogyakarta bukan seutuhnya berupa
otsus seperti Aceh dan Papua hanya saja Dalam Konteks Yogyakarta, adalah sebuah
keistimewaan karena Yogyakarta secara sepihak menyatakan kemerdekaan serta
kedaulatannya dari Pemerintah Kolonial Hindia Belanda sekaligus juga mengakhiri
serta mengintegrasikan kemerdekaan dan kedaulatannya kepada Pemerintah
Republik Indonesia melalui Dekrit kerajaan yang dikenal dengan Amanat 5
September 1945 yang dikeluarkan oleh Sri Sultan Hamengkubuwono IX dan Paku
Alam VIII.
Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta secara legal formal dibentuk
dengan UU Nomor 3 Tahun 1950 yang kemudian diubah menjadi UU No 19 Tahun
10

1950. Pemerintah DI Yogyakarta berdasarkan UU tersebut menikmati beberapa


kewenangan yaitu pertanian, agraria, perburuhan, pemerintahan umum, urusan
umum, kehewanan, sosial, dll. Tidak tampak begitu jelas kekhususan pada
wewenang yang diberikan itu. Tetapi sudah tampak berbagai kewenangan eksklusif
dari Pemerintah DI Yogyakarta.
Keistimewaan Yogyakarta hanya tampak pada pengisian posisi kepala dan
wakil kepala eksekutif di Yogyakarta yang hanya bisa ditempati oleh
Sultan/Pakualam dan atau kerabat kerajaan dan juga kewenangan di bidang
pertanahan dan budaya. Kedudukan ini tidak diatur di dalam ke 2 UU, dan secara
politis pemerintah telah mengakui bahwa ke dua posisi ini yang menguasai daerah
DIY.
D. Papua
Otonomi Khusus Provinsi Papua diatur berdasarkan Undang-undang Nomor
21 Tahun 2001 terdiri dari 79 pasal yang telah diubah dengan Perpu No. 1 Tahun
2008. Keputusan penyatuan Papua menjadi bagian dari NKRI merupakan salah
satu tujuan NKRI. Namun kenyataannya berbagai kebijakan dalam
penyelenggaraan pemerintahan dan pembangunan masih menimbulkan masalah di
Papua seperti kesejahteraan rakyat yang timpang antara kaum pendatang dan
pribumi, kesenjangan ekonomi pusat dan daerah, eksploitasi sumber daya alam
perusahaan asing yang minimdirasakan manfaatnya oleh rakyat Papua, kesenjangan
tingkat pendidikan dan sumber daya manusia antara pendatang dan pribumi dan
minimnya infrastruktur dan konektivitas serta sering terjadiya konflik berdarah
akibat kisruh Papua. Setiap negara tentunya ingin menyelesaikan berbagai masalah
agar pemerintahan negaranya tetap maju, oleh karena itu MPR RI pada tahun 1999
dan 2000 menetapkan perlunya pemberian status Otonomi Khusus kepada Provinsi
Irian Jaya. Hal-hal mendasar yang menjadi isi Undang-undang ini adalah:
1. Pengaturan kewenangan antara Pemerintah dengan Pemerintah Provinsi
Papua serta penerapan kewenangan tersebut di Provinsi Papua yang
dilakukan dengan kekhususan.
2. Pengakuan dan penghormatan hak-hak dasar orang asli Papua serta
pemberdayaannya secara strategis dan mendasar.
3. Mewujudkan penyelenggaraan pemerintahan yang baik yang berciri:
11

 Partisipasi rakyat sebesar-besarnya dalam perencanaan, pelaksanaan dan


pengawasan dalam penyelenggaraan pemerintahan serta pelaksanaan
pembangunan melalui keikutsertaan para wakil adat, agama, dan kaum
perempuan.
 Pelaksanaan pembangunan yang diarahkan sebesar-besarnya untuk
memenuhi kebutuhan dasar penduduk asli Papua pada khususnya dan
penduduk Provinsi Papua pada umumnya dengan berpegang teguh pada
prinsip-prinsip pelestarian lingkungan, pembangunan berkelanjutan,
berkeadilan dan bermanfaat langsung bagi masyarakat; dan
 Penyelenggaraan pemerintahan dan pelaksanaan pembangunan yang
transparan dan bertanggungjawab kepada masyarakat.
4. Pembagian wewenang, tugas, dan tanggung jawab yang tegas dan jelas
antara badan legislatif, eksekutif, dan yudikatif, serta Majelis Rakyat Papua
sebagai representasi kultural penduduk asli Papua yang diberikan
kewenangan tertentu.
Pemberian Otonomi Khusus bagi Provinsi Papua dimaksudkan untuk
mewujudkan keadilan, penegakan supremasi hukum, penghormatan terhadap HAM,
percepatan pembangunan ekonomi, peningkatan kesejahteraan dan kemajuan
masyarakat Papua, dalam rangka kesetaraan dan keseimbangan dengan kemajuan
provinsi lain. Otonomi khusus melalui UU 21/2001 menempatkan orang asli Papua
dan penduduk Papua pada umumnya sebagai subjek utama.
Pada rancangan awal apabila diberikan otonomi khusus, Papua harus
membagi pendapatannya dengan pemerintah pusat 20% dan untuk Papua sendiri
80%. Namun masih terdapat kesenjangan pendapat tentang hal tersebut. Tetapi hal
ini dilakukan agar budget NKRI menjadi seimbang. Ini merupakan salah satu
ketentuan dalam penyelenggaraan otsus di Papua. Tapi disayangkan sifat otonomi
khusus untuk Papua lebih merupakan tindakan sepihak dari pemerintah pusat.
BAB III
PENUTUP

Bab ini membahas (1) kesimpulan, dan (2) saran. Berikut ini penjelasan
masing-masing subbahasan tersebut.

3.1 Kesimpulan
3.2 Saran

12
DAFTAR PUSTAKA

13

Anda mungkin juga menyukai