Anda di halaman 1dari 32

LAPORAN KASUS MANAJEMEN FISIOTERAPI

KOMPREHENSIF PRA-KLINIK CEREBRAL PALSY

DISUSUN OLEH :

Alfian Khaeruddin (C13116010)

Andi Nurul Fadillah (C13116306)

Suci Pebriyanti Bahar (C13116311)

Natasya Christy Mendeng (C13116316)

PROGRAM STUDI FISIOTERAPI

FAKULTAS KEPERAWATAN

UNIVERSITAS HASANUDDIN

2019

i
ii

DAFTAR ISI

HALAMAN SAMPUL ………...………………………………………………. i


DAFTAR ISI..........................................................................................................ii
DAFTAR GAMBAR............................................................................................iv
BAB I. PENDAHULUAN.....................................................................................1
1.1 Latar Belakang................................................................................................2
1.2 Rumusan Masalah...........................................................................................2
1.3 Tujuan..............................................................................................................2
BAB 1I. PEMBAHASAN.....................................................................................4
2.1 Anatomi Fisiologi otak....................................................................................4
2.2 Anatomi peredaran darah di otak ...................................................................7
2.3 Definsi Cerebral palsy .....................................................................................9
2.4 Patofisiologi Cerebral palsy ..........................................................................10
2.5 Etiologi ...........................................................................................................12
2.6 Epidemiologi ..................................................................................................13
2.7 Tanda dan gejala klinis ..................................................................................14
2.8 Diagnosis Banding ........................................................................................16
BAB III. PENATALAKSANAAN......................................................................19
3.1 Pemeriksaan Fisioterapi................................................................................19
1. Chief of Complaint......................................................................................19
2. History Taking ............................................................................................19
3. Assimetric ..................................................................................................21
4. Restrictive ..................................................................................................21
5. Tissue Impairment and Psicogenik prediction ..........................................22
6. Specific Test ................................................................................................22
3.2 Diagnosis ........................................................................................................23
3.2 Problem .........................................................................................................24
3.2 Tujuan ...........................................................................................................24
3.2 Planning Intervensi Fisioterapi ......................................................................24
3.3 Evaluasi .........................................................................................................25
iii

BAB IV. PENUTUP.............................................................................................26


4.1 Kesimpulan...................................................................................................26
4.2 Saran .............................................................................................................26
DAFTAR PUSTAKA..........................................................................................27
LAMPIRAN ........................................................................................................29
iv

DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping...............................5
Gambar 2. Cerebellum, dilihat dari belakang atas..................................................7
Gambar 3. Brainstem..............................................................................................8
Gambar 4. Circulus Willisi....................................................................................10
1

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar
7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat
tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus di Indonesia beum ada,
namun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007,
terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia,
dimana sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus
(Kem Kes, 2010). Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal.
Banyak di antara mereka yang dalam perkembanganya mengalami hambatan,
ganguan, kelambatan, atau memiiki faktor-faktor resiko sehingga untuk
mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi
khusus. Kelompok ini lah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan
khusus.
Cerebral palsy (CP) digambarkan sebagai sekelompok gangguan
permanen atau perkembangan pada gerakan dan postur tubuh, yang
menyebabkan keterbatasan aktivitas, dan berhubungan dengan gangguan yang
terjadi di otak janin yang sedang berkembang (Bax, 2005). Gangguan motorik
dari CP ini sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi,
komunikasi, perilaku, dengan epilepsi, dan gangguan muskuloskeletal
(Rosenbaum, 2007). Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh,
paralisis bilateral dan merupakan salah satu bentuk cerebral palsy yang utama
menyerang kedua tungkai (Dorlan, 2005).
Permasalahan utama yang dialami oleh penderita CP diplegia adalah (1)
adanya gangguan distribusi tonus postural (spastisitas) terutama kedua
tungkai, (2) adanya gangguan koordinasi, (3) adanya gangguan keseimbangan,
(4) terdapat gangguan jalan yang menyebabkan penderita mengalami
gangguan fungsional. Selain itu penderita juga dapat mengalami problem
penyerta seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, gangguan intelektual
serta potensial terjadi kontraktur (deformitas) (Potts & Mandleco, 2007).
2

Faktor-faktor yang mempengaruhi keseimbangan pada anak CP yaitu


kerusakan otak yang mempengaruhi sistem dan penyebab anak mempunyai
koordinasi yang buruk, keseimbangan yang buruk, pola-pola gerakan yang
abnormal dan kombinasi dari karakter-karakter tersebut. Kelainan yang
muncul tergantung luasnya kerusakan otak yang dialami anak, letak kerusakan
di otak dan seberapa cepat penanganannya yang diberikan, kerusakan yang
dialami biasanya tidak akan bertambah parah, namun dengan bertambahnya
usia maka kemampuan anak yang dimiliki dapat terlihat semakin tertinggal
(Brunner & Suddarth, 2002).
Peran fisioterapi pada kasus cerebral palsy secara umum adalah untuk
memperbaiki postur, mobilitas postural, kontrol gerak dan menanamkan pola
gerak yang benar dengan cara mengurangi abnormalitas tonus postural,
memperbaiki pola jalan dan mengajarkan kepada anak gerakan-gerakan yang
fungsional sehingga anak dapat mandiri untuk melaksanakan aktifitas sehari
hari.

1.2 Rumusan Masalah


1. Bagaimana anatomi fisiologi Otak ?
2. Bagaimana anatomi peredaran darah di otak ?
3. Apa defisini cerebral palsy ?
4. Bagaimana patofisiologi cerebral palsy ?
5. Bagaimana etiologi cerebral palsy ?
6. Bagaimana epidemiologi cerebral palsy ?
7. Bagaimana klasifikasi beserta tanda dan gejala klinis cerebral palsy ?
8. Apa diagnosis banding cerebral palsy ?
1.3 Tujuan
1. Mengetahui bagaimana anatomi fisiologi Otak ?
2. Mengetahui bagaimana anatomi peredaran darah di otak ?
3. Mengetahui apa defisini cerebral palsy ?
4. Mengetahui bagaimana patofisiologi cerebral palsy ?
5. Mengetahui bagaimana etiologi cerebral palsy ?
6. Mengetahui bagaimana epidemiologi cerebral palsy ?
3

7. Mengetahui bagaimana klasifikasi beserta tanda dan gejala klinis cerebral


palsy ?
8. Mengetahui apa diagnosis banding cerebral palsy ?
4

BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Anatomi Fisiologi Otak


Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan
intelektual kita. Otak terdiri dari sel-sel otak yang disebut neuron (Leonard,
1998). Otak merupakan organ yang sangat mudah beradaptasi meskipun
neuron-neuron di otak mati tidak mengalami regenerasi, kemampuan
adaptif atau plastisitas pada otak dalam situasi tertentu bagian-bagian otak
dapat mengambil alih fungsi dari bagian-bagian yang rusak. Otak
sepertinya belajar kemampuan baru. Ini merupakan mekanisme paling
penting yang berperan dalam pemulihan stroke (Feigin, 2006).

Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara
SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).

Otak merupakan bagian utama dari sistem saraf, dengan komponen


bagiannya adalah:

1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
5

Gambar 2.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping.
(Sumber : White, 2008)
a. Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik
(area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b. Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm
pembentukan dan perkembangan emosi.
c. Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
e. Lobus Limbik
6

Lobus limbik berfungsi untuk mengatur emosi manusia, memori


emosi dan bersama hipothalamus menimbulkan perubahan melalui
pengendalian atas susunan endokrin dan susunan otonom (White,
2008)
2) Cerebellum
Cerebellum adalah struktur kompleks yang mengandung lebih
banyak neuron dibandingkan otak secara keseluruhan. Memiliki peran
koordinasi yang penting dalam fungsi motorik yang didasarkan pada
informasi somatosensori yang diterima, inputnya 40 kali lebih banyak
dibandingkan output. Cerebellum terdiri dari tiga bagian fungsional yang
berbeda yang menerima dan menyampaikan informasi ke bagian lain dari
sistem saraf pusat.
Cerebellum merupakan pusat koordinasi untuk keseimbangan dan
tonus otot. Mengendalikan kontraksi otot-otot volunter secara optimal.
Bagian-bagian dari cerebellum adalah lobus anterior, lobus medialis dan
lobus fluccolonodularis (Purves, 2004).

Gambar 2.2 Cerebellum, dilihat dari belakang atas.


(Sumber : Raine, 2009

3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden
7

traktus longitudinalis antara medulla spinalis dan bagian-bagian otak,


anyaman sel saraf dan 12 pasang saraf cranial.
Secara garis besar brainstem terdiri dari tiga segmen, yaitu
mesensefalon, pons dan medulla oblongata.

Gambar 2.3 Brainstem.

(Sumber : White, 2008)

2.2 Anatomi Peredaran Darah di Otak


Darah mengangkut zat asam, makanan dan substansi lainnya yang
diperlukan bagi fungsi jaringan hidup yang baik. Kebutuhan otak sangat
mendesak dan vital, sehingga aliran darah yang konstan harus terus
dipertahankan. Suplai darah arteri ke otak merupakan suatu jalinan
pembuluh-pembuluh darah yang bercabang-cabang, berhubungan erat satu
dengan yang lain sehingga dapat menjamin suplai darah yang adekuat untuk
sel.
1) Peredaran Darah Arteri
8

Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan
eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri
serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis
interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri
anterior saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris.
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam
struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan
sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex
superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada
di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica
magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena
anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-
vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia
(Wilson, et al., 2002).
9

Gambar 2.4 Circulus Willisi

(Sumber : swaramuslim. Stroke, 2009)

2.3 Definisi cerebral palsy


Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang
mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan
kognitif sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan
teori yang disampaikan dalam The American Academy of Cerebral Paslsy
(Mohammad Efendi, 2006:118), “Cerebral Palsy adalah berbagai perubahan
gerakan atau fungsi motor tidak normal dan timbul sebagai akibat kecelakaan,
luka, atau penyakit susunan syaraf yang terdapat pada rongga tengkorak”.
Dari pengertian tersebut di atas, cerebral palsy dapat diartikan gangguan
fungsi gerak yang diakibatkan oleh kecelakaan, luka, atau penyakit susunan
syaraf yang terdapat pada rongga tengkorak. Dalam teori yang lain menurut
Soeharso (Abdul Salim, 2007:170), “cerebral palsy terdiri dari dua kata, yaitu
cerebral yang berasal dari kata cerebrum yang berarti otak dan palsy yang
10

berarti kekakuan”. Jadi menurut arti katanya, cerebral palsy berarti kekakuan
yang disebabkan karena sebab-sebab yeng terletak di dalam otak. Sesuai
dengan pengertian di atas, cerebral palsy dapat diartikan sebagai kekakuan
yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di otak.
Istilah cerebral palsy dipublikasikan pertama oleh Willam Little pada
tahun 1843 dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari
prematuritas atau asfiksia neonatorum. Dan, istilah cerebral palsy
diperkenalkan pertama kali oleh Sir William Osler (Mohamad Efendi: 2006).
Istilah cerebral palsy dimaksudkan untuk menerangkan adanya kelainan
gerak, sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi yang disertai dengan
gangguan psikologis dan sesnsoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan
atau kecacatan pada masa perkembangan otak.
2.4 Patofisiologi Cerebral palsy
Patofisiologi dari palsi serebral sangat berkaitan dengan proses
perkembangan otak manusia dan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan tersebut. Perkembangan otak manusia dan waktu puncak
terjadinya meliputi berikut :
1. Neurulasi primer – Minggu 3-4 kehamilan
2. Perkembangan Prosensefalik – Bulan 2-3 kehamilan
3. Proliferasi neuronal – Bulan 3-4 kehamilan
4. Migrasi neuronal– Bulan 3-5 kehamilan
5. Organisasi – Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pasca
kelahiran
6. Mielinisasi – Lahir sampai bertahun-tahun pasca kelahiran
Penelitian kohort telah menunjukan peningkatan risiko pada anak yang
lahir sedikit prematur atau postterm (42 minggu) dibandingkan dengan anak
yang lahir pada 40 minggu.Adapun patofisiolodi cerebral palsy berdasarkan
penyebabnya
a. Cedera otak atau perkembangan otak abnormal
Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi,
cedera atau perkembangan abnormal dapat terjadi setiapsaat, sehingga
presentasi klinis palsi serebral bervariasi (apakah karena kelainan genetik,
etiologi toksin atau infeksi, atau insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera
otak sebelum 19 minggu kehamilan dapat mengakibatkan defisit migrasi
11

neuronal; cedera antara minggu ke-19 dan 34 dapat mengakibatkan


leukomalasia periventrikular (foci nekrosis coagulative pada substantia
alba yang berdekatan dengan ventrikel lateral); cedera antara minggu ke-
34 dan ke-40 dapat mengakibatkan cedera otak fokal atau multifokal.
Cedera otak akibat insufisiensi vaskular tergantung pada berbagai faktor
pada saat cedera, termasuk distribusi pembuluh darah ke otak, efisiensi
aliran darah otak dan regulasi aliran darah, serta respon biokimia jaringan
otak untuk oksigenasi.
b. Prematuritas
Stres fisik pada bayi prematur dan ketidakmatangan pembuluh
darah otak dan otak dapat menjelaskan mengapa prematuritas merupakan
faktor resiko yang signifikan untuk palsi serebral. Sebelum matur,
distribusi sirkulasi janin masih kurang baik, sehingga terjadi hipoperfusi
pada substantia alba periventrikular. Hipoperfusi dapat mengakibatkan
perdarahan matriks germinal atau leukomalasia periventrikular. Antara
minggu ke-19 dan 34 usia kehamilan, daerah substantia alba
periventrikular yang berdekatan dengan ventrikel lateral adalah daerah
yang paling rentan mengalami cedera. Karena daerah-daerah tersebut
membawa serat yang bertanggung jawab atas kontrol motorik dan tonus
otot kaki. Cedera ini dapat terjadi dengan manifestasi klinik seperti diplegi
spastik (yaitu, kelemahan tungkai, dengan atau tanpa keterlibatan lengan )
c. Periventrikular leukomalasia
Ketika lesi lebih besar yang menjangkau daerah saraf descenden
dari korteks motor dan melibatkan centrum semiovale dan korona radiata,
manifestasi klinik dapat terjadi pada ekstremitas bawah dan atas.
Leukomalasia periventrikular umumnya simetris dan menyebabkan cedera
iskemik substantia alba pada bayi prematur. Cedera asimetris pada
substantia alba periventrikular dapat menghasilkan satu sisi tubuh yang
lebih terpengaruh dari yang lain. Hasilnya hampir sama dengan hemiplegi
spastik tetapi lebih terlihat sebagai kejang diplegia asimetris. Matriks
germinal di daerah periventrikular sangat rentan terhadap cedera
12

hipoksiaiskemik karena lokasinya di zona perbatasan vaskular antara zona


akhir arteri striata dan thalamik
d. Perdarahan periventrikular – intraventrikular
Banyak ahli telah menentukan berat ringannya perdarahan
periventrikular-perdarahan intraventrikular menggunakan sistem
klasifikasi, yang pada awalnya dijelaskan oleh Papile dkk pada 19711
sebagai berikut:
1. Grade I – perdarahan subependimal dan/atau matriks germinal
2. Grade II – perdarahan subependimal dengan ekstensi ke dalam
ventrikel lateral tanpa pembesaran ventrikel
3. Grade III – perdarahan subependimal dengan ekstensi ke dalam
ventrikel lateral dengan pembesaran ventrikel
4. Grade IV – sebuah perdarahan matriks germinal yang meluas ke
parenkim otak yang berdekatan, terlepas dari ada atau tidak adanya
perdarahan intraventrikular
e. Cedera vaskuler serebral dan hipoperfusi
Saat matur, ketika sirkulasi ke otak hampir menyerupai sirkulasi
serebral dewasa, cedera pembuluh darah pada saat ini cenderung terjadi
paling sering pada distribusi arteri serebral tengah, mengakibatkan palsi
serebral tipe spastik hemiplegi. Ganglia basal juga dapat terkena, sehingga
terjadi palsi serebral tipe ekstrapiramidal atau diskinetik.14
2.5 Etiologi Cerebral palsy
Cerebral palsy adalah penyakit dengan berbagai macam penyebab Hal-hal
yang diperkirakan sebagai penyebab palsi serebral adalah sebagai berikut :
a. Prenatal
Penyebab utama palsi serebral pada periode ini adalah malformasi otak
kongenital. Sedangkan penyebab lainnya adalah: infeksi intrauterin (infeksi
Toxoplasma, Rubella, Cytomegalovirus, Herpes virus dan sifilis), trauma,
asfiksia intrauterin (abrupsio plasenta, plasenta previa, anoksia maternal,
kelainan umbilikus, perdarahan plasenta, ibu hipertensi, dan lain- lain),
toksemia gravidarum, maternal seizure disorder, dan sangat jarang yaitu
faktor genetik, kelainan kromosom.
b. Perinatal
Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: anoksia hipoksia
yang dialami bayi selama proses kelahiran, trauma (disproporsi
sefalopelvik, sectio caesaria), prematuritas, dan hiperbilirubinemia.
13

c. Postnatal
Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: trauma kepala,
infeksi (meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan),
anoksia , dan luka parut pada otak setelah operasi.
2.6 Epidemiologi Cerebral palsy
Cerebral palsy termasuk suatu kelainan yang disebabkan oleh
perkembangan otak yang tidak normal atau adanya kerusakan pada bagian
otak yang mengontrol otot dan gerakan (Reddihough & Collins, 2003).
Kelainan Cerebral palsy termasuk kelainan yang menjadi perhatian khusus
karena jumlah prevalensi stabil setiap tahun sejak tahun 1985 hingga tahun
2000 yaitu terdapat 2-4 kasus dalam setiap 1000 kelahiran di dunia
pertahunnya yang tercatat menderita cerebral palsy (Braun, et al, 2016)
Tingkat keparahan cerebral palsy ditentukan oleh kebutuhan penderita untuk
mendapatkan bantuan dari orang lain. Berdasarkan GMFCS (Gross Motor
Function Classification System) (Rosenbaum, et al., 2002) terdapat lima level
klasifikasi derajat keparahan penderita cerebral palsy. Level pertama
menunjukkan gejala yaitu penderita masih dapat berjalan, naik tangga, lompat
namun secara pelan. Pada level ini penderita membutuhkan bantuan minimal
dari keluarga karena penderita dapat berjalan tanpa keterbatasan. Gejala pada
level kedua penderita memiliki keterbatasan dalam berjalan namun masih
dapat berjalan tanpa bantuan orang lain. Level ketiga, penderita memerlukan
pegangan untuk berjalan. Level keempat, penderita memiliki keterbatasan
dalam bergerak sehingga harus menggunakan kursi roda namun masih dapat
menggerakan kursi roda sendiri. Pada level kelima adalah level yang
membutuhkan bantuan orang lain terutama orang tua untuk mendorong kursi
roda karena tidak dapat menggerakkan anggota badannya.
Di Negara Indonesia, cerebral palsy termasuk jenis kelainan yang
mendapat perhatian khusus karena termasuk dari delapan jenis kecacatan
yang di data oleh pemerintah. Sejak tahun 2007 data penyandang disabilitas
di Indonesia dikumpulkan melalui Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar).
Berdasarkan hasil survei Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) yang
diselenggarakan oleh kementrian kesehatan, prevalensi anak dengan cerebral
14

palsy di Indonesia adalah 0,09% dari jumlah anak berusia 24-59 bulan pada
tahun 2013 (Buletin jendela data dan informasi, 2014).
2.7 Klasifikasi berdasarkan tanda dan gejala klinis Cerebral palsy
Hingga saat ini, palsi serebral diklasifikasikan berdasarkan kerusakan
gerakan yang terjadi, yang dibagi dalam empat kategori,Yaitu
a. Palsi serebral spastik
Merupakan bentuk palsi serebral terbanyak (70-110%). Pada kondisi ini,
otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan mengalami
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, ketika penderita
berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis
ini membentuk karakteristik ritme berjalan, yang dikenal dengan gait
gunting (scissors gait). Anak dengan spastik hemiplegi, dapat disertai
tremor hemiparesis. Penderita tidak dapat mengendalikan gerakan tungkai
pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan
yang berat. Palsi serebral spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas
yang terkena, yaitu:
1. Monoplegi: satu ekstremitas saja, biasanya lengan.
2. Diplegia: mengenai keempat ekstremitas. Tapi biasanya tungkai lebih
berat dari lengan.
3. Triplegia: mengenai tiga ekstremitas. Paling banyak mengenai kedua
lengan dan satu tungkai.
4. Quadriplegia: keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama.
5. Hemiplegia: mengenai salah satu sisi dari tubuh.
b. Palsi serebral atetoid
Bentuk palsi serebral ini memiliki karakteristik: penderita tidak bisa
mengendalikan gerakan menggeliat dan gerakannya lamban. Gerakan
abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada
sebagian besar kasus , otot dan lidah. Akibatnya, anak tampak menyeringai
dan selalu mengeluarkan air liur. Penderita juga mengalami masalah
koordinasi gerakan otot bicara (disartria), palsi serebral atetoid terjadi
pada 11-19 % penderita palsi serebral.
c. Palsi serebral ataksid
Pada kondisi ini terjadi gangguan dalam fungsi keseimbangan dan
koordinasi gerakan. Berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki
terbuka lebar dan meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan.
15

Penderita juga kesulitan melakukan gerakan cepat dan tepat, misalnya


menulis dan mengancingkan baju. Mereka juga gemetaran.
d. Palsi serebral campuran
Kondisi ini sering ditemukan pada seorang penderita. Biasanya penderita
memiliki lebih dari satu bentuk palsi serebral. Bentuk campuran yang
sering dijumpai adalah spastik dan gerakan atetoid. Tetapi, kombinasi
lainnya juga mungkin dijumpai. Berdasarkan perkiraan tingkat keparahan
dan kemampuan penderita untuk melakukan aktivitas normal:
1. Derajat I
Tidak terdapat keterbatasan dalam berjalan.
2. Derajat II
Berjalan tenpa alat bantu, keterbatasan dalam berjalan di luar rumah
dan di lingkungan masyarakat.
3. Derajat III
Berjalan dengan alat bantu mobilitas, keterbatasan dalam berjalan di
luar rumah dan di lingkungan masyarakat.
4. Derajat IV
Kemampuan bergerak sendiri terbatas, menggunakan alat bantu gerak
yang cukup canggih untuk berada di luar rumah dan di lingkungan
masyarakat (seperti: kursi roda dan skuter).
5. Derajat V
Kemampuan bergerak sendiri sangat terbatas, walaupun sudah
menggunakan alat bantu canggih
2.8 Diagnosis banding Cerebral palsy
Ciri utama dari Cerebral Palsy adalah karakter statis yang mendasari
kerusakan otak dan motor disability secondary pada disfungsi
otak. Cerebral Palsy harus dibedakan dengan beberapa gangguan neurologis
lainnya dengan progresif dan topograph yang berbeda, seperti gangguan
neuromuskuler, gangguan neurogdegerative, gangguan neurometabolik,
tumor otak, kerusakan spinal cord serta retardasi mental yang primer.
1. Gangguan Neuromuskular
Gangguan neuromuskular merupakan gangguan yang
mempengaruhi lower motor neuron(LMN), saraf atau sel otot biasanya
tidak mempengaruhi otak. Penyakit yang paling sering ditemukan pada
bayi spinal muscular atrophy tipe I dan II juga pada congenital muscular
dystrophies. Diagnosis banding biasanya sulit ditujukan khususnya selama
16

bulan pertama ketika Cerebral Palsy masih dalam tahap hipotonik nya.
Tidak khas untuk anak-anak dengan lesi otak, bayi berat hipotonik dan
waspada adanya kelemahan karena dengan tidak ada refleks tendon dalam.
Kelemahan otot yang berlebihan dapat menyebabkan kesulitan pernapasan
dan menelan. Congenital muscular dystrophies sering hadir dengan
kontraktur awal. Kehadiran keterbelakangan mental biasanya indikasi dari
sistem lesi saraf pusat, bagaimanapun, harus diketahui bahwa beberapa
gangguan neuromuskular klasik juga menunjukkan CNS involvement.
Diagnosis gangguan neuromuskuler memerlukan kerja penuh dengan uji
dari CK serum, electroneuromyography.
2. Gangguan Neurodegenerative
Penyakit neurodegenerative merupakan istilah umum untuk berbagai
kondisi yang terutama mempengaruhi neuron di otak manusia. Neuron
adalah blok bangunan dari sistem saraf yang meliputi otak dan sumsum
tulang belakang. Neuron biasanya tidak mereproduksi atau mengganti diri
mereka sendiri, sehingga ketika mereka menjadi rusak atau mati mereka
tidak dapat digantikan oleh tubuh. Penyakit neurodegenerative kondisi
dapat disembuhkan dan melemahkan yang menghasilkan degenerasi
progresif dan / atau kematian sel-sel saraf. Hal ini menyebabkan masalah
dengan gerakan (disebut ataksia), atau fungsi mental (disebut demensia)
3. Gangguan Neurometabolik
Neurpometabolik adalah gangguan herediter metabolisme dengan
terjadinya tanda neurologis primer. Gangguan ini dapat menimbulkan
berbagai gejala neurologis progresif termasuk kehilangan penglihatan,
dimensia, epilepsi, spasticyty, dystonia, dan ataksia. Pada MRI
menunjukkan temuan karakteristik dengan adanya myelin detectable dari
satu tahun yang lalu. Penyakit perkembangan nyaris terlihat selama tahun
pertama kehidupan sering mengakibatkan kesalahan diagnosis Cerebral
Palsy, kecuali kasus sebelumnya telah didiagnosis pada keluarga yang
sama.
4. Tumor Otak
Tumor otak adalah neoplasma yang paling umum kedua pada masa kanak-
kanak. Tumor otak hadir dengan neurologis progresif dan gejala visual dan
17

sering dengan peningkatan tekanan intrakranial. Penampilan selama dua


tahun pertama kehidupan tidak jarang terjadi. Gejala agak tidak spesifik
pada usia yang sangat dini dan diagnosis palsu Cerebral Palsy mungkin
lebih lama.
5. Kerusakan Spinal Cord
Tergantung pada tingkat neurologis dan tingkat kerusakan, pasien dengan
keluhan parsial atau l paraplegia spastik, atau tetraplegia tapi hal ini lebih
jarang terkait dengan hilangnya sensasi dengan sharp upper
migran dan blandder dysfunction. Fungsi otak normal. Tumor tulang
belakang dan saraf traumatic parinatal damage atau transverse myelitis
harus dianggap sebagai kemungkinan penyebab. Karena berbeda
pendekadan terapi dan rehabilitasi dalam jadwal kondisi yang ada
sehingga awal diagnosis banding dari cerebral Palsy adalah wajib.
6. Retardasi Mental Primer
Retardasi mental primer lebih sering dari penyebab perkembangan
keterlambatan motorik pada bayi daripada Cerebral Palsy. Masalah yang
membedakan dua kondisi ini jelas ketika salah satu menganggap
bahwa Cerebral Palsy. Sering dikaitkan dengan keterbelakangan mental.
Keterlambatan intelektual murni, retardasi motorik biasanya ringan atau
sedang, meningkatkan menjelang akhir tahun pertama kehidupan,
sedangkan kesulitan belajar menjadi lebih jelas. Pada saat yang sama, anak
dengan Cerebral Palsy akan mengembangkan tanda-tanda khas spasticyti.
Dengan demikian, seringkali ada kebutuhan dari tindak lanjut untuk
membedakan dua kondisi tersebut.
BAB III
PENATALAKSANAAN

3.1 Pemeriksaan Fisioterapi


1) Data Pasien (Anamnesis Umum)
Nama : M. Habibi Syam
Umur : 3 tahun
JK : laki-laki
Alamat :
Hobi : Menonton You Tube
Pekerjaan : -
Agama : Islam
2) Anamnesis Khusus (CHARTS)
a. C (Chief of Complain) :
Anak Usia 3 tahun belum mampu duduk dan berjalan
b. H (Histoy Taking) :
1. Mengapa hal tersebut dapat terjadi ?
Jawab : saya juga tidak tahu, namun waktu kelahiran cucu saya
keracunan air ketuban
2. Bagaimana kesehatan Ibu Habibi pada saat mengandung ?
Jawab : Ibu Habibi jarang mengonsumsi vitamin, buah-buahan dan
makanan bergizi lainnya saat mengandung Habibi.
3. Apakah ada keluarga ibu di rumah yang merokok ?
Jawab : Iya, ayah Habibi merokok
4. Apakah proses kelahirannya normal atau caesar ?
Jawab : cucu saya saat itu dilahirkan secara normal
5. Bagaimana keadaan anak sewaktu dilahirkan ? Apakah anak
menangis atau tidak ?
Jawab ; sewaktu lahir tidak menangis bahkan dia tidak pernah
menangis sampai usia 1,5 bulan dan seluruh tubuh cucu saya juga
berwarna biru
6. Apa yang dikatakan dokter saat setelah kelahiran ?
Jawab : Saat itu dokter mengira cucu saya meninggal dan
membawanya ke ruang mayat namun tidak lama setelah dibawa ke
kamar mayat tiba-tiba tangannya bergerak.
7. Apa yang dilakukan dokter kepada cucu ibu saat itu ?
Membawanya langsung ke ruang inkubator
8. Berapa lama cucu ibu dirawat di rumah sakit ?
Jawab : Cucu saya dirawat di Rumah Sakit selama 2 minggu,
seharusnya saat itu cucu saya belum dibolehkan untuk keluar dari

18
19

Rumah Sakit, namun saya kasihan melihat cucu saya karena setiap
dokter yang masuk pasti mengambil darahnya dan saya merasa
kasihan melihatnya, sehingga saya meminta agar habibi dirawat di
rumah saja
9. Apakah saat dirawat di rumah sakit mengalami perubahan yang
baik ?
Jawab : Iya mulai membaik, walaupun setiap dokter yang melihat
habibi pasti mengatakan habibi tidak dapat memiliki umur yang
panjang
10. Bagaimana perkembangan anak setelah satu tahun ?
Jawab : Belum dapat tumbuh dan berkembang seperti anak pada
umumnya
11. Siapa yang menyarankan ibu untuk ke fisioterapi ?
Banyak yang menyarankan saya, dan saya mencari tahu beberapa
klinik dan akhirnya saya memilih Yayasan Pembinaan Anak Cacat
12. Apakah masih ada keluhan lain ?
Iya, habibi kadang-kadang mengalami sesak napas, sehingga
ibunya membeli alat bantu pernapasan untuk habibi, tapi saat ini
sesak napasnya sudah mulai berkurang

c. A (Assymetric) :
1. Statis
a) Anterior : Anak terlihat cenderung miring ke arah sinistra ,
kedua kakinya cenderung fleksi knee dan terlihat menyilang,
lateral fleksi trunk sinistra
b) Lateral : cenderung terjadi ekstensi trunk dan kepala terlihat
cenderung ke belakang
c) Posterior : terlihat skoliosis
2. Dinamis
a) Anak sudah mampu berguling dan tengkurap
b) Anak tidak mampu merangkak, duduk dan berjalan
3. Tes Orientasi
Tidak menanggapi ketika diberikan rangsangan
4. Tidak dilaksanakan PFGD
5. Palpasi :
a) Suhu :
20

kedua bagian tungkai terasa hangat pada otot adduktor , dan


hamstring dan lebih panas bagian kiri dibandingkan dengan
bagian kanan
b) Kontur kulit :
Kontur kulit lebih terasa keras otot adduktor, dan hamstring
dibandingkan dengan bagian otot yang lainnya tapi lebih keras
bagian kiri
c) Oedem :
Tidak ada oedem pada tungkai dan lengan
d) Spasme :
Terdapat spasme pada otot adduktor, dan hamstring dan lebih

d. R (Restrictive)
1. ADL : Toileting, dressing, self care.
2. Pekerjaan : -
3. Rekreasi : tidak dapat bermain
4. ROM ; tidak dilakukan pengukuran ROM
e. T (Tissue Impairment and Psikogenik Prediction)
1. Neurogenik : Mengalami kelumpuhan pada sistem saraf
pusat
2. Musculotendinogen : spasme pada otot lengan dan tungkai
3. Osteoartrogen :-
4. Psikogenik :-
f. S (Spesifik Tes)
1. Berat Badan : 10 Kg (kurang), BB Normal usia 3
tahun
12-15 kg
2. Tinggi Badan : 81 cm (kurang), TB Normal usia 3
tahun
95-100 cm
3. Lingkar kepala : 46 cm ( ukuran kepala kecil ), Lingkar
kepala normal usia 3 tahun 50-52 cm
4. Lingkar lengan : 14 cm masing-masing kedua lengan
5. Refleks Primitif :
a) Refleks Moro : Reaksi negatif ( Normal), harus hilang saat usia
6 bulan
b) Refleks Parasut : Reaksi Negatif ( Tidak normal ) seharusnya
muncul usia 4-6 bulan dan menetap
c) Refleks Grasp : Reaksi negatif ( Normal ) harus hilang saat usia
5 bulan
21

d) Refleks ATNR : Reaksi Positif ( Tidak normal ) Seharusnya


menghilang saat usia 4 bulan
6. Refleks Fisiologis :
a) Refleks Glabella : Sedikit hiperefleks
b) Refleks Bicep : Hiporefleks
c) Refleks Patella : Hiporefleks
d) Refleks achilles : Hiporefleks
7. Tidak dilakukan pemeriksaan ROM ( karena pasien CP tidak
memiliki masalah pada sendinya, yang bermasalah adalah ototnya
memiliki tonus yang tinggi dan berubah-ubah sehingga ROMnya
juga berubah-ubah
8. Manual Muscle Testing = sulit untuk kontrol kepala
9. Skala Asworth
Kanan Kiri

4 2

4 2

10. POSTER
a) P = Postur sudah dijelaskan di assymetric dan head kontrol
kurang baik
b) O= Ovaringeal yaitu tidak dapat menelan makanan dan
sering muntah ketika terlalu banyak gerakan yang dilakukan
c) S= Stabilitas kurang baik, belum mampu mempertahankan
posisi dengan baik
d) Tonus Otot tinggi saat dilakukan tes hal tersebut dapat
menyebabkan dislokasi hip dan axel sudah dicurigai terjadi
dislokasi hip

Kanan Kiri

4 2

4 2

e) Refleks
3.1 Diagnosis
Gangguan tumbuh kembang e.c Cerebral palsy tipe spastik hemiplegic sejak
lahir , usia tumbuh kembang 5 bulan
22

3.2 Problem
a. Problem primer : Spastik
b. Problem sekunder : Gangguan postur, Gangguan kontrol kepala, dan
merangkak.
c. Problem kompleks : Gangguan ADL ( duduk, berdiri dan berjalan )
3.3 Tujuan
a. Jangka panjang
Melatih PNF
b. Jangka pendek
1. Melatih kontrol kepala
2. Melatih duduk
3. Melatih merangkak
4. Melatih berjalan
3.4 Intervensi
No Problem Modalitas Metode Dosis
1. Spastik Exercise PROMEX F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
therapy
kali repetisi
T = promex
T= 3 menit
2. Gangguan Exercise BOBATH F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
kontrol kepala therapy
kali repetisi
T = BOBATH
T= 3 menit
3. Gangguan Modalitas alat Sepatu F = 3x perminggu,
I = 1x repetisi
postur bantu khusus, back
T = promex
splink, alat T= 5-10 menit
bantu di
lengan dan
tungkai
khusus,
paralel bar
4. Gangguan Exercise dan Teknik dasar F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
merangkak modalitas alat Cp dan alat
kali repetisi
bantu bantu paralel
T = BOBATH
bar T= 5-8 menit
5. Gangguan Exercise dan BOBATH, F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
23

duduk modalitas alat kursi bantu, kali repetisi


T = BOBATH
bantu dan physio
T= 5-8 menit
ball
6. Gangguan Walking BOBATH F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
berjalan Exercise
kali repetisi
T = BOBATH
T= 5-8 menit

3.5 Evaluasi setelah melakukan terapi selama 1 tahun


1. Awal terapi habibi belum mampu tengkurap dan sekarang sudah bisa
2. Sudah mampu untuk mengontrol kepala sedikit demi sedikit
3. Belum mampu mempertahankan posisi duduk dengan baik jika dilakukan
secara mandiri, dan sudah mulai berlatih untuk memperkuat otot abdomen
dan otot vertebra
4. Sudah mulai untuk mencoba menapakkan kakinya, namun gait analysisnya
masih kurang baik.
5. Makan sudah mulai membaik, yang awalnya selalu memuntahkan
makanannya
BAB IV
PENUTUP

1.1 Kesimpulan
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita dan merupakan pusat pengaturan kehidupan sehari-hari, sehingga ketika
terjadi gangguan pada otak dapat menyebabkan gangguan aktivitas kita, salah
satu gangguan yang dapat terjadi yaitu cerebral palsy. Cerebral palsy
termasuk suatu kelainan yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak
normal atau adanya kerusakan pada bagian otak yang mengontrol otot dan
gerakan (Reddihough & Collins, 2003). Kelainan Cerebral palsy termasuk
kelainan yang menjadi perhatian khusus karena jumlah prevalensi stabil
setiap tahun sejak tahun 1985 hingga tahun 2000 yaitu terdapat 2-4 kasus
dalam setiap 1000 kelahiran di dunia pertahunnya yang tercatat menderita
cerebral palsy (Braun, et al, 2016). Peran fisioterapi pada kasus cerebral palsy
secara umum adalah untuk memperbaiki postur, mobilitas postural, kontrol
gerak dan menanamkan pola gerak yang benar dengan cara mengurangi
abnormalitas tonus postural, memperbaiki pola jalan dan mengajarkan kepada
anak gerakan-gerakan yang fungsional sehingga anak dapat mandiri untuk
melaksanakan aktifitas sehari hari.
.
1.2 Saran

Kritik dan saran diperlukan demi tercapainya karya tulis yang lebih
baik lagi kedepannya.

DAFTAR PUSTAKA

24
25

Anderson S, Wilson Lorraine M, Patofisiologi Konsep Klinis Proses-Proses


Penyakit, (Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006).
Bax M, Goldstein M, Rosenbaum P, Leviton A, Paneth N, Dan B, Jacobsson B,
Damiano D; Executive Committee For the Definition Of Cerebral Pasy.
(2005) Proposed definition and classification of cerebral palsy, April 2005.
Dev Med Child Neurol 47 : 571-576.
Betz, Cecily L., Sowden, Linda A. 2009. Buku Saku Keperawatan Pediatri Edisi
5. Jakarta : EGC.
Brunner and Suddarth. (2002). Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah, edisi 8
volume 2. Jakarta : EGC.
Campbell, 2001. Pediatric Physical Therapy. 4 th edition. Philadelphia:
Lippincott Williams & Walkins.
Chetana. (2006). For Childern with visual impairment. Retrieved November
2007. From http://www.chetana.org.in/downloads.htm.
Ehrman, Jonathan K, Paul M, Gordon, Paul S. Visich, Steven J. Keteyian, Clinical
Dorlan, 2005. Sensory Development. Pediater Phys Therapy. 158-165.
Franjoine, M. R., Darr, N., Held, S. L., Kott, K., & Young, B. L. (2010). The
performance of children developing typically on the pediatric balance scale.
Pediatric Physical Therapy, 22(4), 350–359. https://doi.org /
10.1097/PEP.0b0 13e3181f9d5eb
Hagglund G, Lauge – Pedersen H, Wagner P, Characteristics of Childern with
Hip Displacements in Cerebral Palsy, (BMC Muskuloskeletal Disorder,
2009).
Hamid, Abdel. Hoda. Cerebral Palsy : http:/emedicine.medscape.com
Herdman, Susan J. (2007). Vestibular Rehabilitation Third Edition. Philadephia :
F.A. Davis Company.
Hinchcliffe, Archie. (2007). Childern with Cerebral Palsy A Manual For
Therapist, Parents, And Community Workes Second Edition. New Delhi :
SAGE Publication.
Hong, Jung-sun, From the normal development Cerebral Palsy Treatment Ideas,
(Seoul : Koonja Publishing Inc, 2005).
26

Irfan, Muhammad, 2009, Keseimbangan (Balance). (http://dhaenkpedroWordpre


ss.com/diakses) 20 November 2012.
Irfan, Muhammad, (2010). Fisioterapi Bagi Insan Stroke. Jogjakarta : Graha ilmu
Iskandar Junaidi. (2011). Stroke Waspadai Ancamannya. Penerbit Andi.
Yogyakarta.
Kementrian Kesehatan. 2010. Pedoman Umum Perlindungan Kesehatan Bagi
Anak Berkebutuhan Khusus. Direktorat Dinas Menteri Ibu dan Anak.
LAMPIRAN

1. Observasi hari pertama

2. Observasi hari kedua

27
28

3. Observasi dan pengambilan video

Anda mungkin juga menyukai