DISUSUN OLEH :
FAKULTAS KEPERAWATAN
UNIVERSITAS HASANUDDIN
2019
i
ii
DAFTAR ISI
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1. Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping...............................5
Gambar 2. Cerebellum, dilihat dari belakang atas..................................................7
Gambar 3. Brainstem..............................................................................................8
Gambar 4. Circulus Willisi....................................................................................10
1
BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Menurut World Health Organization (WHO), diperkirakan terdapat sekitar
7-10 % anak berkebutuhan khusus dari total populasi anak. Data akurat
tentang jumlah dan kondisi anak berkebutuhan khusus di Indonesia beum ada,
namun berdasarkan data dari Badan Pusat Statistik Nasional tahun 2007,
terdapat 82.840.600 jiwa anak dari 231.294.200 jiwa penduduk Indonesia,
dimana sekitar 8,3 juta jiwa diantaranya adalah anak berkebutuhan khusus
(Kem Kes, 2010). Tidak setiap anak mengalami perkembangan normal.
Banyak di antara mereka yang dalam perkembanganya mengalami hambatan,
ganguan, kelambatan, atau memiiki faktor-faktor resiko sehingga untuk
mencapai perkembangan optimal diperlukan penanganan atau intervensi
khusus. Kelompok ini lah yang kemudian dikenal sebagai anak berkebutuhan
khusus.
Cerebral palsy (CP) digambarkan sebagai sekelompok gangguan
permanen atau perkembangan pada gerakan dan postur tubuh, yang
menyebabkan keterbatasan aktivitas, dan berhubungan dengan gangguan yang
terjadi di otak janin yang sedang berkembang (Bax, 2005). Gangguan motorik
dari CP ini sering disertai dengan gangguan sensasi, persepsi, kognisi,
komunikasi, perilaku, dengan epilepsi, dan gangguan muskuloskeletal
(Rosenbaum, 2007). Diplegi adalah paralisis yang menyertai kedua sisi tubuh,
paralisis bilateral dan merupakan salah satu bentuk cerebral palsy yang utama
menyerang kedua tungkai (Dorlan, 2005).
Permasalahan utama yang dialami oleh penderita CP diplegia adalah (1)
adanya gangguan distribusi tonus postural (spastisitas) terutama kedua
tungkai, (2) adanya gangguan koordinasi, (3) adanya gangguan keseimbangan,
(4) terdapat gangguan jalan yang menyebabkan penderita mengalami
gangguan fungsional. Selain itu penderita juga dapat mengalami problem
penyerta seperti retardasi mental, gangguan penglihatan, gangguan intelektual
serta potensial terjadi kontraktur (deformitas) (Potts & Mandleco, 2007).
2
BAB II
PEMBAHASAN
Secara garis besar, sistem saraf dibagi menjadi 2, yaitu sistem saraf
pusat dan sistem saraf tepi. Sistem saraf pusat (SSP) terbentuk oleh otak
dan medulla spinalis. Sistem saraf disisi luar SSP disebut sistem saraf tepi
(SST). Fungsi dari SST adalah menghantarkan informasi bolak balik antara
SSP dengan bagian tubuh lainnya (Noback dkk, 2005).
1) Cerebrum
Cerebrum merupakan bagian otak yang terbesar yang terdiri dari
sepasang hemisfer kanan dan kiri dan tersusun dari korteks. Korteks
ditandai dengan sulkus (celah) dan girus (Ganong, 2003). Cerebrum
dibagi menjadi beberapa lobus, yaitu:
5
Gambar 2.1 Lobus dari cerebrum, dilihat dari atas dan smping.
(Sumber : White, 2008)
a. Lobus frontalis
Lobus frontalis berperan sebagai pusat fungsi intelektual yang
lebih tinggi, seperti kemampuan berpikir abstrak dan nalar, bicara
(area broca di hemisfer kiri), pusat penghidu, dan emosi. Bagian ini
mengandung pusat pengontrolan gerakan volunter di gyrus
presentralis (area motorik primer) dan terdapat area asosiasi motorik
(area premotor). Pada lobus ini terdapat daerah broca yang
mengatur ekspresi bicara, lobus ini juga mengatur gerakan sadar,
perilaku sosial, berbicara, motivasi dan inisiatif (Purves dkk, 2004).
b. Lobus temporalis
Lobus temporalis temporalis mencakup bagian korteks serebrum
yang berjalan ke bawah dari fisura laterali dan sebelah posterior dari
fisura parieto-oksipitalis (White, 2008). Lobus ini berfungsi untuk
mengatur daya ingat verbal, visual, pendengaran dan berperan dlm
pembentukan dan perkembangan emosi.
c. Lobus parietalis
Lobus Parietalis merupakan daerah pusat kesadaran sensorik di
gyrus postsentralis (area sensorik primer) untuk rasa raba dan
pendengaran (White, 2008).
d. Lobus oksipitalis
Lobus oksipitalis berfungsi untuk pusat penglihatan dan area
asosiasi penglihatan: menginterpretasi dan memproses rangsang
penglihatan dari nervus optikus dan mengasosiasikan rangsang ini
dengan informasi saraf lain & memori (White, 2008).
e. Lobus Limbik
6
3) Brainstem
Brainstem adalah batang otak, berfungsi untuk mengatur seluruh
proses kehidupan yang mendasar. Berhubungan dengan diensefalon
diatasnya dan medulla spinalis dibawahnya. Struktur-struktur
fungsional batang otak yang penting adalah jaras asenden dan desenden
7
Suplai darah ini dijamin oleh dua pasang arteri, yaitu arteri
vertebralis dan arteri karotis interna, yang bercabang dan
beranastosmosis membentuk circulus willisi. Arteri karotis interna dan
eksterna bercabang dari arteri karotis komunis yang berakhir pada arteri
serebri anterior dan arteri serebri medial. Di dekat akhir arteri karotis
interna, dari pembuluh darah ini keluar arteri communicans posterior
yang bersatu kearah kaudal dengan arteri serebri posterior. Arteri serebri
anterior saling berhubungan melalui arteri communicans anterior. Arteri
vertebralis kiri dan kanan berasal dari arteria subklavia sisi yang sama.
Arteri subklavia kanan merupakan cabang dari arteria inominata,
sedangkan arteri subklavia kiri merupakan cabang langsung dari aorta.
Arteri vertebralis memasuki tengkorak melalui foramen magnum,
setinggi perbatasan pons dan medula oblongata. Kedua arteri ini bersatu
membentuk arteri basilaris.
2) Peredaran Darah Vena
Aliran darah vena dari otak terutama ke dalam sinus-sinus
duramater, suatu saluran pembuluh darah yang terdapat di dalam
struktur duramater. Sinus-sinus duramater tidak mempunyai katup dan
sebagian besar berbentuk triangular. Sebagian besar vena cortex
superfisial mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior yang berada
di medial. Dua buah vena cortex yang utama adalah vena anastomotica
magna yang mengalir ke dalam sinus longitudinalis superior dan vena
anastomotica parva yang mengalir ke dalam sinus transversus. Vena-
vena serebri profunda memperoleh aliran darah dari basal ganglia
(Wilson, et al., 2002).
9
berarti kekakuan”. Jadi menurut arti katanya, cerebral palsy berarti kekakuan
yang disebabkan karena sebab-sebab yeng terletak di dalam otak. Sesuai
dengan pengertian di atas, cerebral palsy dapat diartikan sebagai kekakuan
yang disebabkan oleh sesuatu yang ada di otak.
Istilah cerebral palsy dipublikasikan pertama oleh Willam Little pada
tahun 1843 dengan istilah “cerebral diplegia”, sebagai akibat dari
prematuritas atau asfiksia neonatorum. Dan, istilah cerebral palsy
diperkenalkan pertama kali oleh Sir William Osler (Mohamad Efendi: 2006).
Istilah cerebral palsy dimaksudkan untuk menerangkan adanya kelainan
gerak, sikap ataupun bentuk tubuh, gangguan koordinasi yang disertai dengan
gangguan psikologis dan sesnsoris yang disebabkan oleh adanya kerusakan
atau kecacatan pada masa perkembangan otak.
2.4 Patofisiologi Cerebral palsy
Patofisiologi dari palsi serebral sangat berkaitan dengan proses
perkembangan otak manusia dan hal-hal yang dapat mempengaruhi
perkembangan tersebut. Perkembangan otak manusia dan waktu puncak
terjadinya meliputi berikut :
1. Neurulasi primer – Minggu 3-4 kehamilan
2. Perkembangan Prosensefalik – Bulan 2-3 kehamilan
3. Proliferasi neuronal – Bulan 3-4 kehamilan
4. Migrasi neuronal– Bulan 3-5 kehamilan
5. Organisasi – Bulan 5 dari kehamilan sampai bertahun-tahun pasca
kelahiran
6. Mielinisasi – Lahir sampai bertahun-tahun pasca kelahiran
Penelitian kohort telah menunjukan peningkatan risiko pada anak yang
lahir sedikit prematur atau postterm (42 minggu) dibandingkan dengan anak
yang lahir pada 40 minggu.Adapun patofisiolodi cerebral palsy berdasarkan
penyebabnya
a. Cedera otak atau perkembangan otak abnormal
Mengingat kompleksitas perkembangan otak prenatal dan bayi,
cedera atau perkembangan abnormal dapat terjadi setiapsaat, sehingga
presentasi klinis palsi serebral bervariasi (apakah karena kelainan genetik,
etiologi toksin atau infeksi, atau insufisiensi vaskular). Misalnya, cedera
otak sebelum 19 minggu kehamilan dapat mengakibatkan defisit migrasi
11
c. Postnatal
Penyebab palsi serebral dalam periode ini antara lain: trauma kepala,
infeksi (meningitis / ensefalitis yang terjadi 6 bulan pertama kehidupan),
anoksia , dan luka parut pada otak setelah operasi.
2.6 Epidemiologi Cerebral palsy
Cerebral palsy termasuk suatu kelainan yang disebabkan oleh
perkembangan otak yang tidak normal atau adanya kerusakan pada bagian
otak yang mengontrol otot dan gerakan (Reddihough & Collins, 2003).
Kelainan Cerebral palsy termasuk kelainan yang menjadi perhatian khusus
karena jumlah prevalensi stabil setiap tahun sejak tahun 1985 hingga tahun
2000 yaitu terdapat 2-4 kasus dalam setiap 1000 kelahiran di dunia
pertahunnya yang tercatat menderita cerebral palsy (Braun, et al, 2016)
Tingkat keparahan cerebral palsy ditentukan oleh kebutuhan penderita untuk
mendapatkan bantuan dari orang lain. Berdasarkan GMFCS (Gross Motor
Function Classification System) (Rosenbaum, et al., 2002) terdapat lima level
klasifikasi derajat keparahan penderita cerebral palsy. Level pertama
menunjukkan gejala yaitu penderita masih dapat berjalan, naik tangga, lompat
namun secara pelan. Pada level ini penderita membutuhkan bantuan minimal
dari keluarga karena penderita dapat berjalan tanpa keterbatasan. Gejala pada
level kedua penderita memiliki keterbatasan dalam berjalan namun masih
dapat berjalan tanpa bantuan orang lain. Level ketiga, penderita memerlukan
pegangan untuk berjalan. Level keempat, penderita memiliki keterbatasan
dalam bergerak sehingga harus menggunakan kursi roda namun masih dapat
menggerakan kursi roda sendiri. Pada level kelima adalah level yang
membutuhkan bantuan orang lain terutama orang tua untuk mendorong kursi
roda karena tidak dapat menggerakkan anggota badannya.
Di Negara Indonesia, cerebral palsy termasuk jenis kelainan yang
mendapat perhatian khusus karena termasuk dari delapan jenis kecacatan
yang di data oleh pemerintah. Sejak tahun 2007 data penyandang disabilitas
di Indonesia dikumpulkan melalui Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar).
Berdasarkan hasil survei Riskesdas (Riset Kesehatan Dasar) yang
diselenggarakan oleh kementrian kesehatan, prevalensi anak dengan cerebral
14
palsy di Indonesia adalah 0,09% dari jumlah anak berusia 24-59 bulan pada
tahun 2013 (Buletin jendela data dan informasi, 2014).
2.7 Klasifikasi berdasarkan tanda dan gejala klinis Cerebral palsy
Hingga saat ini, palsi serebral diklasifikasikan berdasarkan kerusakan
gerakan yang terjadi, yang dibagi dalam empat kategori,Yaitu
a. Palsi serebral spastik
Merupakan bentuk palsi serebral terbanyak (70-110%). Pada kondisi ini,
otot mengalami kekakuan dan secara permanen akan mengalami
kontraktur. Jika kedua tungkai mengalami spastisitas, ketika penderita
berjalan, kedua tungkai tampak bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis
ini membentuk karakteristik ritme berjalan, yang dikenal dengan gait
gunting (scissors gait). Anak dengan spastik hemiplegi, dapat disertai
tremor hemiparesis. Penderita tidak dapat mengendalikan gerakan tungkai
pada satu sisi tubuh. Jika tremor memberat, akan terjadi gangguan gerakan
yang berat. Palsi serebral spastik dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas
yang terkena, yaitu:
1. Monoplegi: satu ekstremitas saja, biasanya lengan.
2. Diplegia: mengenai keempat ekstremitas. Tapi biasanya tungkai lebih
berat dari lengan.
3. Triplegia: mengenai tiga ekstremitas. Paling banyak mengenai kedua
lengan dan satu tungkai.
4. Quadriplegia: keempat ekstremitas terkena dengan derajat yang sama.
5. Hemiplegia: mengenai salah satu sisi dari tubuh.
b. Palsi serebral atetoid
Bentuk palsi serebral ini memiliki karakteristik: penderita tidak bisa
mengendalikan gerakan menggeliat dan gerakannya lamban. Gerakan
abnormal ini mengenai tangan, kaki, lengan atau tungkai dan pada
sebagian besar kasus , otot dan lidah. Akibatnya, anak tampak menyeringai
dan selalu mengeluarkan air liur. Penderita juga mengalami masalah
koordinasi gerakan otot bicara (disartria), palsi serebral atetoid terjadi
pada 11-19 % penderita palsi serebral.
c. Palsi serebral ataksid
Pada kondisi ini terjadi gangguan dalam fungsi keseimbangan dan
koordinasi gerakan. Berjalan tidak stabil dengan gaya berjalan kaki
terbuka lebar dan meletakkan kedua kaki dengan posisi saling berjauhan.
15
bulan pertama ketika Cerebral Palsy masih dalam tahap hipotonik nya.
Tidak khas untuk anak-anak dengan lesi otak, bayi berat hipotonik dan
waspada adanya kelemahan karena dengan tidak ada refleks tendon dalam.
Kelemahan otot yang berlebihan dapat menyebabkan kesulitan pernapasan
dan menelan. Congenital muscular dystrophies sering hadir dengan
kontraktur awal. Kehadiran keterbelakangan mental biasanya indikasi dari
sistem lesi saraf pusat, bagaimanapun, harus diketahui bahwa beberapa
gangguan neuromuskular klasik juga menunjukkan CNS involvement.
Diagnosis gangguan neuromuskuler memerlukan kerja penuh dengan uji
dari CK serum, electroneuromyography.
2. Gangguan Neurodegenerative
Penyakit neurodegenerative merupakan istilah umum untuk berbagai
kondisi yang terutama mempengaruhi neuron di otak manusia. Neuron
adalah blok bangunan dari sistem saraf yang meliputi otak dan sumsum
tulang belakang. Neuron biasanya tidak mereproduksi atau mengganti diri
mereka sendiri, sehingga ketika mereka menjadi rusak atau mati mereka
tidak dapat digantikan oleh tubuh. Penyakit neurodegenerative kondisi
dapat disembuhkan dan melemahkan yang menghasilkan degenerasi
progresif dan / atau kematian sel-sel saraf. Hal ini menyebabkan masalah
dengan gerakan (disebut ataksia), atau fungsi mental (disebut demensia)
3. Gangguan Neurometabolik
Neurpometabolik adalah gangguan herediter metabolisme dengan
terjadinya tanda neurologis primer. Gangguan ini dapat menimbulkan
berbagai gejala neurologis progresif termasuk kehilangan penglihatan,
dimensia, epilepsi, spasticyty, dystonia, dan ataksia. Pada MRI
menunjukkan temuan karakteristik dengan adanya myelin detectable dari
satu tahun yang lalu. Penyakit perkembangan nyaris terlihat selama tahun
pertama kehidupan sering mengakibatkan kesalahan diagnosis Cerebral
Palsy, kecuali kasus sebelumnya telah didiagnosis pada keluarga yang
sama.
4. Tumor Otak
Tumor otak adalah neoplasma yang paling umum kedua pada masa kanak-
kanak. Tumor otak hadir dengan neurologis progresif dan gejala visual dan
17
18
19
Rumah Sakit, namun saya kasihan melihat cucu saya karena setiap
dokter yang masuk pasti mengambil darahnya dan saya merasa
kasihan melihatnya, sehingga saya meminta agar habibi dirawat di
rumah saja
9. Apakah saat dirawat di rumah sakit mengalami perubahan yang
baik ?
Jawab : Iya mulai membaik, walaupun setiap dokter yang melihat
habibi pasti mengatakan habibi tidak dapat memiliki umur yang
panjang
10. Bagaimana perkembangan anak setelah satu tahun ?
Jawab : Belum dapat tumbuh dan berkembang seperti anak pada
umumnya
11. Siapa yang menyarankan ibu untuk ke fisioterapi ?
Banyak yang menyarankan saya, dan saya mencari tahu beberapa
klinik dan akhirnya saya memilih Yayasan Pembinaan Anak Cacat
12. Apakah masih ada keluhan lain ?
Iya, habibi kadang-kadang mengalami sesak napas, sehingga
ibunya membeli alat bantu pernapasan untuk habibi, tapi saat ini
sesak napasnya sudah mulai berkurang
c. A (Assymetric) :
1. Statis
a) Anterior : Anak terlihat cenderung miring ke arah sinistra ,
kedua kakinya cenderung fleksi knee dan terlihat menyilang,
lateral fleksi trunk sinistra
b) Lateral : cenderung terjadi ekstensi trunk dan kepala terlihat
cenderung ke belakang
c) Posterior : terlihat skoliosis
2. Dinamis
a) Anak sudah mampu berguling dan tengkurap
b) Anak tidak mampu merangkak, duduk dan berjalan
3. Tes Orientasi
Tidak menanggapi ketika diberikan rangsangan
4. Tidak dilaksanakan PFGD
5. Palpasi :
a) Suhu :
20
d. R (Restrictive)
1. ADL : Toileting, dressing, self care.
2. Pekerjaan : -
3. Rekreasi : tidak dapat bermain
4. ROM ; tidak dilakukan pengukuran ROM
e. T (Tissue Impairment and Psikogenik Prediction)
1. Neurogenik : Mengalami kelumpuhan pada sistem saraf
pusat
2. Musculotendinogen : spasme pada otot lengan dan tungkai
3. Osteoartrogen :-
4. Psikogenik :-
f. S (Spesifik Tes)
1. Berat Badan : 10 Kg (kurang), BB Normal usia 3
tahun
12-15 kg
2. Tinggi Badan : 81 cm (kurang), TB Normal usia 3
tahun
95-100 cm
3. Lingkar kepala : 46 cm ( ukuran kepala kecil ), Lingkar
kepala normal usia 3 tahun 50-52 cm
4. Lingkar lengan : 14 cm masing-masing kedua lengan
5. Refleks Primitif :
a) Refleks Moro : Reaksi negatif ( Normal), harus hilang saat usia
6 bulan
b) Refleks Parasut : Reaksi Negatif ( Tidak normal ) seharusnya
muncul usia 4-6 bulan dan menetap
c) Refleks Grasp : Reaksi negatif ( Normal ) harus hilang saat usia
5 bulan
21
4 2
4 2
10. POSTER
a) P = Postur sudah dijelaskan di assymetric dan head kontrol
kurang baik
b) O= Ovaringeal yaitu tidak dapat menelan makanan dan
sering muntah ketika terlalu banyak gerakan yang dilakukan
c) S= Stabilitas kurang baik, belum mampu mempertahankan
posisi dengan baik
d) Tonus Otot tinggi saat dilakukan tes hal tersebut dapat
menyebabkan dislokasi hip dan axel sudah dicurigai terjadi
dislokasi hip
Kanan Kiri
4 2
4 2
e) Refleks
3.1 Diagnosis
Gangguan tumbuh kembang e.c Cerebral palsy tipe spastik hemiplegic sejak
lahir , usia tumbuh kembang 5 bulan
22
3.2 Problem
a. Problem primer : Spastik
b. Problem sekunder : Gangguan postur, Gangguan kontrol kepala, dan
merangkak.
c. Problem kompleks : Gangguan ADL ( duduk, berdiri dan berjalan )
3.3 Tujuan
a. Jangka panjang
Melatih PNF
b. Jangka pendek
1. Melatih kontrol kepala
2. Melatih duduk
3. Melatih merangkak
4. Melatih berjalan
3.4 Intervensi
No Problem Modalitas Metode Dosis
1. Spastik Exercise PROMEX F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
therapy
kali repetisi
T = promex
T= 3 menit
2. Gangguan Exercise BOBATH F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
kontrol kepala therapy
kali repetisi
T = BOBATH
T= 3 menit
3. Gangguan Modalitas alat Sepatu F = 3x perminggu,
I = 1x repetisi
postur bantu khusus, back
T = promex
splink, alat T= 5-10 menit
bantu di
lengan dan
tungkai
khusus,
paralel bar
4. Gangguan Exercise dan Teknik dasar F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
merangkak modalitas alat Cp dan alat
kali repetisi
bantu bantu paralel
T = BOBATH
bar T= 5-8 menit
5. Gangguan Exercise dan BOBATH, F = 3x perminggu,
I = 8 hitungan, 8
23
1.1 Kesimpulan
Otak adalah organ vital yang terdiri dari 100-200 milyar sel aktif yang
saling berhubungan dan bertanggung jawab atas fungsi mental dan intelektual
kita dan merupakan pusat pengaturan kehidupan sehari-hari, sehingga ketika
terjadi gangguan pada otak dapat menyebabkan gangguan aktivitas kita, salah
satu gangguan yang dapat terjadi yaitu cerebral palsy. Cerebral palsy
termasuk suatu kelainan yang disebabkan oleh perkembangan otak yang tidak
normal atau adanya kerusakan pada bagian otak yang mengontrol otot dan
gerakan (Reddihough & Collins, 2003). Kelainan Cerebral palsy termasuk
kelainan yang menjadi perhatian khusus karena jumlah prevalensi stabil
setiap tahun sejak tahun 1985 hingga tahun 2000 yaitu terdapat 2-4 kasus
dalam setiap 1000 kelahiran di dunia pertahunnya yang tercatat menderita
cerebral palsy (Braun, et al, 2016). Peran fisioterapi pada kasus cerebral palsy
secara umum adalah untuk memperbaiki postur, mobilitas postural, kontrol
gerak dan menanamkan pola gerak yang benar dengan cara mengurangi
abnormalitas tonus postural, memperbaiki pola jalan dan mengajarkan kepada
anak gerakan-gerakan yang fungsional sehingga anak dapat mandiri untuk
melaksanakan aktifitas sehari hari.
.
1.2 Saran
Kritik dan saran diperlukan demi tercapainya karya tulis yang lebih
baik lagi kedepannya.
DAFTAR PUSTAKA
24
25
27
28