Anda di halaman 1dari 18

“INVOLUSI PADA IBU POST PARTUM”

Disusun oleh: Kelompok 3


Tingkat: IIA

1. Kezia P. Muskitta
2. Junita Laisouw
3. Dessy Rerebain
4. Alfred R. Tomhisa
5. Viktor Petrus Lumamuly

KEMENTRIAN KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA


POLITEKNIK KESEHATAN KEMENKES MALUKU
PRODI KEPERAWATAN AMBON
2017
KATA PENGANTAR

Puji syukur kami panjatkan ke hadirat Tuhan Yang Maha Esa,karena hanya berkat
dan penyertaan-Nya,sehingga kelompok kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini,
dengan judul” Involusi Pada Ibu Post Partum “
Adapun tujuan dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas mata kuliah
Maternitas. Selain itu,untuk memberitahukan kepada seluruh mahasiswa,khususnya
mahasiswa keperawatan Poltekkes Kemenkes Ambon, tentang Involusi pada Ibu Post
Partum.
Dalam penulisan makalah ini,kelompok banyak mengalami hambatan dan kesulitan.
Namun,karena adanya bimbingan ,arahan dan panduan dari berbagai pihak,sehingga
kelompok kami dapat menyelesaikan makalah ini dengan baik.
Dengan berpegang bahwa “tak ada gading yang tak retak”,maka kelompok
menyadari bahwa makalah ini, masih jauh dari kesempurnaan.oleh karna itu,saran dan
kritikan yang bersifat membangun ,sangatlah penulis harapkan guna untuk menyempurnakan
makalah ini.
Akhirnya, kelompok berharap biarlah makalah ini dapat berguna bagi pembaca,
terlebih sebagai masukkan dalam mengerti dan mengetahui lebih dalam lagi mengenai
Involusi pada Ibu Post Partum.

Ambon, 29 Januari 2017

Kelompok 3
DAFTAR ISI

Halama Judul

Kata Pengantar

Daftar Isi

BAB I : PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
B. Rumusan Masalah
C. Tujuan

BAB II : PEMBAHASAN
A. Pengertian Involusi Uteri
B. Proses Involusi Uteri
C. Perubahan-perubahan Normal selama postpartum
D. Perubahan sistem pencernaan
E. Perubahan Sistem Perkemihan
F. Perubahan Sistem Endokrin
G. Perubahan tanda-tanda vital
H. Perubahan Sistem Kardiovaskuler
I. Perubahan Sistem Muskuluskeletal
J. Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi
K. Pengukuran involusi uterus

BAB III: PENUTUP

A. Kesimpulan
B. Saran

DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Nifas merupakan proses alamiah yang dialami oleh seorang wanita setelah
persalinan, yang berlangsung kira-kira 6 minggu, yang dimulai setelah kelahiran
plasenta dan berakhir ketika alat kandungan kembali seperti keadaan sebelum hamil,
namun ada kalanya masa nifas tidak berjalan dengan normal dikarenakan sebab yang
abnormal seperti terjadinya sub involusi, yang menyebabkan kondisi ibu memburuk.

Maka dari itu seorang bidan harus memahami tentang masa nifas baik fisiologis
maupun patologis sehingga dapat memberikan asuhan kebidanan dengan tepat sesuai
dengan standar asuhan kebidanan.

B. Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas, maka rumusan masalah yang diambil adalah sebagai
berikut:
1. Apa yang dimaksud dengan Involusi Uteri?
2. Bagaimana Proses Involusi Uteri?
3. Apa saja perubahan-perubahan Normal selama postpartum?
4. Apa saja Perubahan sistem pencernaan?
5. Apa saja Perubahan Sistem Perkemihan?
6. Apa saja Perubahan Sistem Endokrin?
7. Apa saja Perubahan tanda-tanda vital?
8. Apa saja Perubahan Sistem Kardiovaskuler?
9. Apa saja Perubahan Sistem Muskuluskeletal?
10. Apa saja Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi?
11. Bagaimana Pengukuran involusi uterus?

C. Tujuan
Adapun tujuan dalam penulisan makalah ini adalah sebagai berikut:
1. Mengetahui Pengertian Involusi Uteri
2. Memahami Proses Involusi Uteri
3. Mengetahui Perubahan-perubahan Normal selama postpartum
4. Mengetahui Perubahan sistem pencernaan
5. Mengetahui Perubahan Sistem Perkemihan
6. Mengetahui Perubahan Sistem Endokrin
7. Mengetahui Perubahan tanda-tanda vital
8. Mengetahui Perubahan Sistem Kardiovaskuler
9. Mengetahui Perubahan Sistem Muskuluskeletal
10. Mengetahui Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi
11. Mengetahui Pengukuran involusi uterus
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Involusi Uteri

Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ tersebut
memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan. (Hincliff, 1999)

Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali


kebentuk asal. (Ramali, 2003)

Involusi uterus adalah kembalinya uterus ke dalam sebelum hamil baik dalam bentuk
maupun posisi. Selain uterus,vagina, ligament uterus dan otot dasar panggul juga
kembali keadaan sebelum hamil.

Dalam masa nifas, alat-alat genitalia interna maupun eksterna akan berangsur-angsur
pulih kembali seperti keadaan sebelum hamil. Perubahan-perubahan alat-alat genital ini
dalam keseluruhannya disebut involusi.Disamping involusi ini,terjadi juga perubahan-
perubahan penting lain,yakni hemokonsentrasi dan timbulnya laktasi ( Prawirohardjo. S,
2006).

Proses involusi, uterus dan mengeluarkan lochea yang digantikan dengan


endometrium baru. Setelah kelahiran bayi dan plasenta terlepas, otot uterus berkontraksi
sehingga sirkuloasi darah yang menuju ke utrus berhenti dan kejadian ini yang disebut
dengan iskemia. Otot redundant, fibrous dan jaringan elastis bekerja. Fogosit dalam
pembuluh darah dipecah menjadi 2 fogositosis. Enzim proteolitik diserap oleh otot fibre
yang mana proses ini disebut autolisis. Lisosim dalam sel ikut berperan dalam proses ini.
Produk ini dibawa ol;eh pembuluh darah yang kemudian disaring di ginjal.

Lapisan desidua yang dilepaskan dari diding uterus disebut dengan lochea. Proses
involusia berlangsung sekitar 6 minggu. Selama proses involusio berlangsung, berat
uterus mengalami penurunan dari 1000 gram menjadi 60 gram dan ukuran uterus
berubah dari 15 x 11 x 7,5 cm menjadi 7,5 x 5 x 2,5 cm. Setiap minggu berat uterus turun
sekitar 500 gram dan servik menutup hingga selebar 1 jari.
B. Proses Involusi Uterus

Proses involusi uterus adalah sebagai berikut:


1) Autolysis
Yaitu proses penghancuran diri sendiri yang terjadi di dalam otot uterine. Enzim
proteolitik akan memendekkan jarinmgan otot yang telah sempat mengendur hingga
10 kali panjangnya dari semul;a dan 5 kali lebar dari semul;a selama kehamilaN.
2) Atrofi Jaringan
Jaringan yang berpoliferasi dengan adanya estrogen dalam jumlah besar, kemudian
mengalami atrofi sebagai reaksi terhadap penghentian produksi estrogen yang
menyertai pelepasan plasenta. Selain itu, lapisan desidua akan mengalami atrofi dan
terlepas dengan meninggalkan lapisan basal yang akan beregenerasi menjadi
endometrium yang baru.
3) Efek Oksitosin (kontraksi)
Intesitas kontraksi uterus meningkat secara bermakna segera setelah bayi lahir,
diduga terjadi sebagai respon terhadap penurunan volume intrauterine yang sangat
besar. Hormon oksitosin yang dilepas dari kelenjar hipofisis memperkuat dan
mengatur kontraksi uterus, mengompresi pembuluh darah dan membantu proses
hemostatis. Kontraksi danm retraksi otot uterin akan mengurangi suplai bekas luka
tempat implantasi plasenta serta mengurangi perdarahan. Luka bekas perlekatan
plasenta memerlukan waktu 8 minggu untuk sembuh total.Pemberian ASI segera
setelah bayi lahir akan merangsang pelepasan oksitosin karena isapan bayi pada
payudara.

Williams menjelaskan involusi sebagai berikut :

 Involusi tidak dipengaruhi oleh absorbsi insitu, namun oleh suatu proses eksfoliasi
yang sebagian besar ditimbulkan oleh berkurangnya tempat implantasi plasenta
karena pertumbuhan jaringan endometrium. Hal ini sebagian dipengaruhi oleh
perluasan dan pertumbuhan kebawah endometrium dari tepi-tepi tempat plasenta dan
sebagian oleh perkembangan jaringan endometrium dari kelenjar dan stoma yang
tersisa di bagian dalam desidua basalis setelah pelepasan plasenta.

 Proses semacam itu akan dianggap sebagai konservatif, dan sebagai suatu ketetapan
yang bijaksana sebagai bagian dari alam. Sebaiknya kesulitan besar akan dialami
dalam pembuangan arteri yang mengalami obliterasi dan trombin yang mengalami
organisasi, kalau mereka tetap insitu, akan segera mengubah banyak bagian dari
mukosa uterus dan endometrium dibawah menjadi suatu masa jaringan parut dengan
akibat bahwa setelah beberapa kehamilan tidak akan mungkin lagi untuk
melaksanakan siklus perubahan yang biasa, dan karier reproduksi berakhir.

C. Perubahan-perubahan Normal selama postpartum

1. Uterus
Perubahan uterus pada masa nifas:
a) Plasenta lahir : TFU (setinggi pusat), berat uterus 1000 gram, diameter uterus
12,5 cm dan palpasi cervik teraba lunak / lembut.
b) 7 hari post partum : TFU ( pertengahan antara pusat symphisis), berat uterus 500
gram, diameter uterus 7,5 cm dan palpasi cervik 2 cm.
c) 2 minggu post partum : TFU tidak teraba, berat uterus 350 gram, diameter uterus
5 cm dan palpasi cervik 1 cm.
d) 6 minggu post partum : TFU normal, berat uterus 60 gram, diameter uterus 2,5
cm, dan palpasi cervik menyempit.

Tabel Tinggi fundus uterus dan berat uterus menurut masa involusi

Involusi TFU Berat Uterus

Bayi lahir Setinggi pusat 1000 gr

Uri lahir 2 jari di bawah pusat 750 gr

1 minggu Pertengahan pst sym 500 gr

2 minggu Tidak teraba di atas sym 350 gr

6 minggu Bertambah kecil 50 p

8 minggu Sebesar normal 30 p


Di bawah ini dapat dilihat perubahan tinggi fundus uteri pada masa nifas

Setelah bayi dilahirkan, uterus yang selama persalinan mengalami kontraksi dan
retraksi akan menjadi keras sehingga dapat menutup pembuluh darah besar yang
bermuara pada bekas implantasi plasenta. (Sarwono, 2002). Pada hari pertama ibu
post partum tinggi fundus uteri kira-kira satu jari bawah pusat (1 cm). Pada hari
kelima post partum uterus menjadi 1/3 jarak antara symphisis ke pusat. Dan hari ke
10 fundus sukar diraba di atas symphisis. (Prawirohardjo, 2002). tinggi fundus uteri
menurun 1 cm tiap hari. (Reader, 1997). Secara berangsur-angsur menjadi kecil
(involusi) hingga akhirnya kembali seperti sebelum hamil.

2. Lochea
Lochea adalah ekskresi cairan rahim selama masa nifas yang mengandung darah dan
sisa jaringan desidua yang nekrotik dari dalam uterus. Lochea mempunyai perbahan
karena proses involusi.
Tabel 2.3 pengeluaran lokia menurut masa involusi

Lochea ada 4 tahap :


a) Lochea rubra / merah ( kruenta)
Muncul pada hari 1 sampai hari ke 4 masa post partum. Cairan yang keluar
berwarna merah mengandung darah segar, jaringan sissa-sisa plasenta, didinding
rahim, lemak bayi, lanugo dan mekonium.
b) Lochea sanguinolenta
Berwarna merah kecoklatan dan berlendir. Berlangsung dari hari ke 4 sampai
hari ke 7 postpartum.
c) Lochea seros
Lochea ini berwarna kuning kecoklatan karena mengandung serum, leukosit, dan
laserasi plasenta. Muncul pada hari 7 sampai hari ke 14 post partum.
d) Lochea alba
Mengandung leukosit, sel desidua, sel epitel, selaput lendir serviks dan serabut
jaringan yang mati. Berlangsung selama 2 sampai 6 minggu post partum.

3. Cervik
Cervik mengalami involusi bersama – sama dengan uterus. Warna cervik merah
kehitam-hitaman karena penuh pembuluh darah. Konsistensi lunak, kadang terdapat
laserasi. Karena laserasi yang terjadi selama dilatasi, servik tidak pernah kembali
pada keadan sebelum hamil.

Bentuknya seperti corong karena disebabkan oleh korpus uteri yang mengadakan
kontraksi, sedangkan serviks tidak berkontraksi sehingga pada perbatasan antara
korpus uteri dan serviks terbentuk cincin. Muara serviks yang berdilatasi 10 cm pada
waktu persalinan menutup secara bertahap. Setelah bayi lahir, tangan masih bisa
masuk ke rongga rahim, setelah 2 jam dapat dimasukki 2-3 jari, pada minggu ke 6
postpartum serviks menutup.

4. Ovarium dan tuba falopi


Setelah kelahiran plasenta, produksi estrogen dan progesteron menurun, sehingga
menimbulkan mekanisme timbal balik dari siklus menstruasi. Dimana dimulainya
kembali proses ovulasi sehingga wanita bisa hamil kembali.

5. Vulva dan vagina


Vulva dan vagina mengalami penekanan serta peregangan yang sangat besar selama
proses persalinan dan akan kembali secara bertahap dalam 6-8 minggu postpartum.
Penurunan hormone estrogen pada masa postpartum berperan dalam penipisan
mukosa vagina dan hilangnya rugae. Rugae akan terlihat kembali pada sekitar
minggu ke 4.

D. Perubahan sistem pencernaan


Setelah kelahiran plasenta, maka terjadi pula penurunan produksi progesteron.
Sehingga hal ini dapat menyebabkan konstipasi dan heartburn teutama dalam beberapa
hari pertama. Kemungkina terjadi hal demikian karena inaktifitas motilitas usus karena
kurangnya keseimbangan cairan selama persalinan dan adanya reflek hambatan defekasi
dikarenakan rasa nyeri pada perineum karena adanya luka episiotomi, pengeluaran
cairan yang berlebihan waktu persalinan(dehidrasi), kurang makan, haemoroid. Agar
BAB kembali teratur dapat kembali teratur, makaa dapat diberikan makanan yang
mengandung serat dan pemberian cairan yang cukup. Bila cara ini tidak berhasil dalam
waktu 2-3 hari, kama dapat dilakukan huknah atau gliserin spuit atau diberika obat
laksan yang lain.

E. Perubahan Sistem Perkemihan

Diuresis dapat terjadi setelah 2-3 hari postpartum. Hal ini merupakan pengaruh
selama kehamilan dimana saluran urinaria mengalami dilatasi. Kondisi ini akan kembali
normal setelah 4 minggu postpartum. Pada awal postparum kandung kemih mengalami
oedema, kongesti dan hipotonik, yang disebabkan overdistensi pada kala II persalinan.
Sumbatan pada uretra disebabkan karena adanya trauma saat persalinan berlangsung.
Urine biasanya berlebihan (poliurie) antara hari kedua dan ke lima, hal ini disebabkab
karena kelebihan cairan sebagai akibat retensi air dalam kehamilan dan sekarang
dikeluarkan.

F. Perubahan Sistem Endokrin

Saat plasenta terlepas dari dinding uterus, kadar HCG, HPL, secara berangsur
menurun dan normal setelah 7 hari postpartum. HCG tidak terdapat dalam urine ibu
setelah 2 hari postpartum. HPL tidak lagi terdapat dalam plasma.
1. Hormon Plasenta
Selama periode pasca partum terjadi perubahan hormon yang sangat besar.
Pengeluaran plasenta menyebabkan penurunan signifikan hormon-hormon yang
diproduksi oleh plasenta. Hormon plasenta menurun dengan cepat setelah
persalinan.

Penurunan hormon Human Placental Lactogen, estrogen dan progesteron serta


plasental plasental enzyme insulinase membalik efek diabetogenik kehamilan,
sehingga kadar gula darah menurun secara bermakna pada nifas.
HCG menurun dengan cepat dan menetap sampai 10% dalam 3 jam hingga hari ke
7 postpartum dan sebagai omset pemenuhan mammae pada hari ke 3 postpartum.

2. Hormon Pituitary
Prolakti darah meningkat dengan cepat, pada wanita tidak menyusui menurun
dalam waktu 2 minggu. FSH dan LH meningkat pada fase konsentrasi folikuler
pada minggu ke 3, dan LH tetap rendah hingga ovulasi terjadi.

3. Hormon Oksitosin
Selama tahap ketiga persalinan, oksitosin menyebabkan pemisahan plasenta.
Kemudian seterusnya bertindak atas otot yang menhan kontraksi, mengurangi
tempat plasenta dan mencegah perdarahan. Untuk ibu yang menyusui bayinya,
isapan sang bayinya merangsang keluarnya oksitosin lagi dan membantu uterus
kembali ke bentuk normal dan pengeluaran air susu.
4. Hormon Pituitary Ovarium
Untuk ibu menyusi dan tidak menyusui akan mempengaruhi lamanya ia mendapat
menstruasi. Diantara wanita laktasi sekitar 15% memperoleh menstruasi selama 6
minggu dan 45% setelah 12 minggu. Diantara wanita yang tidak laktasi 40%
menstruasi setelah 6 minggu, 65% setelah 12 minggu dan 90 % setelah 24 minggu.

G. Perubahan tanda-tanda vital

1. Suhu Badan
24 jam postpartum suhu badan akan meningkat (37,5-380C) sebagai akibat kerja
keras waktu melahirkan, kehilangan cairan dan kelelahan, apabila keadaan normal
suhu badan akan biasa lagi.
2. Nadi
Denyut nadi normal orang dewasa 60-80 x per menit. Sehabis melahirkan biasanya
denyut nadi lebih cepat.
3. Tekanan Darah
Biasanya tidak berubah, kemungkinan tekanan darah akan rendah setelah ibu
melahirkan karena ada perdarahan. Tekanan darah tinggi pada postpartum dapat
menandakan terjadinya pre eklamsi post partum.
4. Pernafasan.
Pernafasan selalu berhubungan dengan nadi dan suhu, bila nadi dan suhu tidak
normal pernafasan juga akan mengikutinya kecuali ada gangguan khusus pada
saluran pernafasan.

H. Perubahan Sistem Kardiovaskuler

Kardiak output meningkat selama persalinan dan berlangsung sampai kala III
ketika volume darah uterus dikeluarkan. Penurunan terjadi pada beberapa hari pertama
post partum dan akan kembali normal pada akhir minggu ke 3 post partum. Pada
persalinan pervaginam kehilangan darah sekitar 300-400 cc, bila melalui SC kehilangan
darah dapat 2x lipat dari kelahiran normal. Setelah melahirkan shunt akan hilang dengan
tiba-tiba. Volume darah ibu relatif akan bertambah. Keadaan ini akan menimbulkan
dekompensasi kodis pada penderita vitium cordia. Untuk keadaan ini dapat diatasi
dengan mekanisme kompensaso dengan timbulnya haemokonsentrasi sehingga volume
darah kembal;i seperti sedia kala.

I. Perubahan Sistem Muskuluskeletal

Ligament, fasis dan diafragma pelvia yang meregang pada waktu persalinan setelah
bayi lahir, secara berangsur-angsur menjadi ciut dan pulih kembali sehingga tidak jarang
uterus jatuh ke belakang dan menjadi retrofleksi, karena ligament rotundum menjadi
kendor. Stabilitas secara sempurna pada 6-8 minggu setelah post partum.

J. Faktor-faktor yang mempengaruhi Involusi

Proses involusi dapat terjadi secara cepat atau lambat, faktor yang mempengaruhi
involusi uterus antara lain :

a. Laktasi
Rangsangan psikis merupakan refleks dari mata ibu ke otak, mengakibatkan
oksitosin dihasilkan, sehingga ASI dapat dikeluarkan dan sebagai efek samping
rahim menjadi semakin keras berkontraksi. Oksitosin menyebabkan terjadinya
kontraksi dan retraksi otot uterin sehingga akan menekan pembuluh darah yang
mengakibatkan berkurangnya suplai darah ke uterus. Ini membantu untuk
mengurangi situs atau tempat implantasi palsenta serta mengurangi perdarahan.

b. Mobilisasi Dini
Dengan mobilisasi dini kontraksi uterus akan baik sehingga fundus uteri keras,
maka resiko perdarahan yang abnormal dapat dihindarkan, karena kontraksi
membentuk penyempitan pembuluh darah yang terbuka.

c. Gizi
Pada masa nifas dibutuhkan tambahan energi sebesar 500 Kkal perhari, kebutuhan
tambahan energy ini adalah untuk menunjang proses kontraksi uterus pada proses
involusi menuju normal. Kekurangan energi pada ibu nifas dapat menyebabkan
proses kontraksi tidak maksimal, sehingga involusi uterus terus berjalan lambat.
Status gizi masyarakat di pengaruhi oleh :
1) Pengetahuan
Pengetahuan masyarakat dalam pemenuhan kebutuhan nutrisi membawa
dampak pada kecukupan asupan nutrisi harian. Selama ini masyarakat jarang
memperhatikan tata cara pemenuhan gizi dilakukan secara tidak seimbang.

2) Lingkungan
Kondisi lingkungan memberikan daya dukung kepada masyarakat untuk
memenuhi gizi, sebagai contoh pemenuhan gizi pada daerah yang subur
cenderung lebih baik dibandingkan pemenuhan gizi pada masyarakat yang
memiliki lingkungan gersang. Selain kondisi lingkungan abiotik, kondisi
lingkungan biotic atau masyarakat menyebabkan pola konsumsi antar masing-
masing individu dalam masyarakat saling mempengaruhi.

3) Kepercayaan
Kepercayaan masyarakat menyebabkan pemenuhan kebutuhan nutrisi ibu nifas
menjadi terhambat, sebagai contoh munculnya kepercayaan berpantang
makanan yang menyebabkan pemenuhan kebutuhan ibu nifas tidak seimbang,
salah satunya adalah kebiasaan berpantang makanan yang mengandung protein
tinggi dengan tujuan mempercepat proses penyembuhan luka perineum,
padahal kebutuhan protein meningkat untuk mendukung proses proliferasi
dalam penyembuhan luka.

4) Sosial Budaya Masyarakat


Kondisi sosial budaya masyarakat kadang kala menghambat nutrisi bagi ibu
nifas, misalnya masih dianutnya paham patriaki yaitu lebih mengutamakan
pemenuhan bapak dibandingkan dengan pemenuhan kebutuhan ibu.

d. Paritas
Oxytocin, estrogen dan prostaglandin bekerja sebagai simutan dalam
memberikan rangasangan kuat myometrium umtuk berkontraksi sehigga
menyebabkan runtuhnya sel-sel endometrium dan bercampur dengan sekresi cairan
uterus yang dihasilkan oleh sel-sel kelenjar endometrium. Berlangsungnya proses
kontraksi ritmik yang diikuti pengeluaran runtuhan sel-sel endometrium dan sekresi
cairan uterus pasca partus menyebabkan pengeluaran lochea. Volume dan kondisi
pori-pori pembuluh darah uterus nulipara lebih besar sehingga proses pengeluaran
lochea lebih cepat dibandingkan primipara. Hasil penellitian mengungkapkan
bahwa paritas ibu memengaruhi lamanya pengeluaran lochea, semakin tinggi paritas
semakin cepat proses pengeluaran lochea. Akan tetapi karena kondisi otot rahim
pada ibu bersalin multipara cenderung sudah tidak terlalu kuat maka proses involusi
berjalan lebih lambat. (Cunigham, 2007).

K. Pengukuran involusi uterus

Pengukuran involusi dapat dilakukan dengan mengukur tinggi fundus uteri,


kontraksi uterus dan juga dengan pengeluaran lokia. (Manuaba, 1998)

Involusi uterus melibatkan reorganisasi dan penanggalan desidua dan pengelupasan


kulit pada situs plasenta sebagai tanda penurunan ukuran dan berat, perubahan lokasi
uterus, warna dan jumlah lochea. (Varney, 2004: 594)
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan

Involusi uteri adalah pengecilan yang normal dari suatu organ setelah organ tersebut
memenuhi fungsinya, misalnya pengecilan uterus setelah melahirkan. (Hincliff, 1999)

Involusi uteri adalah mengecilnya kembali rahim setelah persalinan kembali


kebentuk asal. (Ramali, 2003)

Proses involusi uteri meliputi : Autolysis, atrofi jaringan, dan efek oksitosin.

B. Saran

Seorang perawat harus memahami tentang masa nifas atau post partum baik
fisiologis maupun patologis sehingga dapat memberikan asuhan keperawatan dengan
tepat sesuai dengan standar asuhan keperawatan sehingga diharapkan akan mendukung
proses pemulihan bagi Ibu Post Partum .
DAFTAR PUSTAKA

dr-suparyanto.blogspot.com/2010/07/konsep-involusi-uteri.html?m=1

Nursalam, dan Pariani, S. (2001) Pendekatan Praktis Metodologi Riset Keperawatan, CV,
Info Medika.

Prawirohardjo, S. (2002) Buku Panduan Praktis Pelayanan Kesehatan Maternal dan


Neonatal, Jakarta: Yayasan Bina Pustaka.

Pelayanan Medis RSUP dr. Sardjito, Yogyakarta: PenerbitMedika Fakultas Kedokteran


Universitas Gadjah Mada.

Prawirohardjo,Sarwono.2005.Ilmu Kebidanan.Jakarta.Yayasan Bina Pustaka


SarwonoPrawirohardjo (YBPSP).

Anda mungkin juga menyukai