Anda di halaman 1dari 18

I.

PENDAHULUAN

A. Tujuan

Tujuan praktikum fertilisasi dan perkembangan embrional ikan nilem adalah:


1. Melatih mahasiswa agar dapat melakukan fertilisasi pada ikan
2. Mahasiswa dapat mengenali telur ikan yang telah difertilisasi.
3. Mahasiswa dapat mengidentifikasi faktor faktor yang mempengaruhi fertilisasi.

B. Manfaat

Manfaat praktikum fertilisasi dan perkembangan embrional ikan nilem adalah


mahasiswa mendapat keterampilan dan pengetahuan mengnai fertilisasi ikan nilem
dan perkembangan embrional ikan nilem.

1
II. MATERI DAN PROSEDUR KERJA

A. Materi

Alat-alat yang digunakan dalam praktikum fertilisasi dan perkembangan


embrional ikan nilem adalah well plate, pipet transfer, spuit volume 1 mL, mangkuk
plastic, mikroskop cahaya, cavity slide, aerator, piring plastik, handcounter, dan
saringan.
Bahan-bahan yang diperlukan dalam praktikum fertilisasi dan perkembangan
embrional ikan nilem adalah sel telur dan milt segar, larutan NaCl fisiologis, air
sumur/ledeng.

B. Prosedur Kerja

Prosedur kerja yang dilakukan dalam praktikum ini adalah:


a. Pengenceran sperma
1. Ikan jantan distripping untuk diambil miltnya, ditampung dispuit.
2. Dilakukan pengenceran sperma bertingkat ( 10×/100×/1000×).
3. Ikan betina distripping untuk diambil sel telurnya, diletakan di piring plastik.
4. Telur pada piring ditambahkan 1mL milt, diagitasi selama 3 menit sambil
ditambah air lalu disaring dan didiamkan 30 menit.
5. 10 sel telur diambil, diletakan di cavity slide, diamati di bawah mikroskop.
6. Proporsi sel telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahin dihitung
b. Jeda waktu
1. Milt diencerkan 10×
2. Ikan betina matang distripping untuk diambil sel telurnya dan ditampung di
piring plastik.
3. Ditambahkan 1mL milt pengenceran 10×, diagitasi (1 menit/3 menit/5menit)
sambil ditambahkan air dan kemudian disaring, didiamkan selama 20 menit.
4. Diambil 10 sel telur kemudian diletakan di cavity slide untuk diamati di bawah
mikroskop
5. Proporsi sel telur yang dibuahi dan yang tidak dibuahin dihitung.

2
III. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Gambar 1. Mikroskopis Sel Telur Jeda dengan Perlakuan Jeda Waktu 3 Menit
(Menit ke-30) Tahap 1 Sel (Hylock) Perbesaran 40×

Keterangan :
1. Membran sel
2. Hylock
3. Yolk

3
Tabel 1. Persentase telur terbuahi pada jeda waktu yang berbeda

Persentase telur terbuahi (%)


Total Rerata
Jeda waktu Ulangan
Ulangan I Ulangan III (%) (%)
II

Kontrol 60 43 13.3 116.3 38.8

1 menit 99.51 33.3 73 205.8 68.6

3 menit 36.67 66.7 66.7 170.07 56.7

5 menit 80 30 43.3 153.3 51.1

Tabel 2. Persentase telur terbuahi pada tingkat pengenceran milt yang berbeda

Tingkat Persentase telur terbuahi (%)


Total Rerata
pengenceran Ulangan
Ulangan I Ulangan III (%) (%)
milt II

Kontrol 60 76.67 13.33 150 50

10x 50 73.3 46,66 169.99 56.7

100x 98.1 50 20 168 56

1000x 63.33 10.1 93.33 166.66 55.6

Data perhitungan:
1. Fertilization Rate (FR) = ∑ Telur yang terbuahi x 100%
∑ Total telur
20
= 30 𝑥 100%

= 66,7 %

2. Hatching Rate (HR) = ∑ Telur yang menetas x 100%


∑ Total telur yang terbuahi

0
= 30 x 100%

=0%

4
Tabel 3. Persentase telur pada setiap tahap perkembangan selama waktu
pengamatan pada perlakuan jeda waktu

Perlaku Waktu Tahap Jumla Rerat


an % Telur pada setiap tahap h a
pengamat perkembang
perkembangan
an ke- an (%) (%)

Ulanga Ulanga Ulanga


nI n II n III

Mati 60 60 20

20’ Hylock 40 40 20 100 33,3

Tidak Fertil 60 40 100 33,3

Cacat 40 40 13,3

Mati 30 30 10

Hylock 60 30 90 30

30’ Terfertilisasi 40 40 13,3

Kontrol Tahap 2 sel 10 20 30 10

Tidak 30 40 70 23,3
hylock

Cacat 40 40 13,3

Mati 30 80 110 36,7

Terfertilisasi 20 20 6,7

Hylock 60 60 20
40’
Tahap 4 sel 10 10 3,3

Cacat 100 100 33,3

50’

5
Hylock 30 30 60 20

Tak terbuahi 70 70 50 190 63,3

Abnormal 50 50 16,7
20’

4 sel 10 10 3,3
Jeda 1
2 sel 20 20 6,7
menit
30’ Hylock 30 60 90 30

Tak terbuahi 40 40 30 100 33,3

Abnormal 70 70 23,3

8 sel 30 30 10

4 sel 30 30 10

40’ Hylock 20 70 10 100 33,3

Tak terbuahi 20 90 110 36,7

2 sel 30 30 10

6
Tabel 3. (lanjutan).

Perlaku Waktu Tahap Jumla Rerat


an % Telur pada setiap tahap h a
pengamat perkembang
perkembangan
an ke- an (%) (%)

Ulanga Ulanga Ulanga


nI n II n III

50’

Terbuahi 50 50 100 33,3

Mati 30 30 60 20

Hylock 40 20 20 80 26,7
20’
Tak terbuahi 60 60 20

Jeda 3
Terbuahi 50 50 100 33,3
menit
Mati/belum 60 10 10 80 26,7

30’ Hylock 30 30 60 20

Membelah 10 10 20 6,7

2 sel 20 20 6,]7

4 sel 20 20 6,7

Terbuahi 20 20 40 13,3

40’ Mati 60 60 120 40

Hylock 20 20 40 13,3

7
Membelah 70 70 23,3

Belum rusak 30 30 10

50’

Hylock 20 30 50 16,7

2 sel 20 20 6,7

Terfertilisasi 60 60 120 40
20’ Belum
40 70 110 36,7
membelah

Jeda 5
menit

Tak terbuahi 30 30 10

Hylock 30 10 30 70 23,3

30’ 2 Sel 20 20 40 13,3

Terfertilisasi 20 20 6,7

Belum
60 60 20
membelah

Rusak 70 10 80 26,7

8
Tabel 3. (lanjutan).

Perlaku Waktu Tahap Jumla Rerat


an % Telur pada setiap tahap h a
pengamat perkembang
perkembangan
an ke- an (%) (%)

Ulanga Ulanga Ulanga


nI n II n III

Hylock 50 70 120 40

Belum
30 30 10
membelah
40’
Pecah 30 100 130 43,3

2 Sel 20 20 6,7

50’

9
Tabel 4. Persentase telur pada setiap tahap perkembangan selama waktu
pengamatan pada perlakuan tingkat pengenceran

Perlaku Waktu Tahap Jumla Rerat


an % Telur pada setiap tahap h a
pengamat perkembang
perkembangan
an ke- an (%) (%)

Ulanga Ulanga Ulanga


nI n II n III

Tak hylock 40 60 20 120 40

20’ Hylock 60 40 40 140 46.7

Cacat 40 40 13.3

Tak hylock 60 40 100 33.3

Hylock 30 30 40 100 33.3

30’ 2 Sel 10 30 20 60 20

Kontrol Cacat 40 40 13.3

Hylock 60 80 140 46.7

4 sel 10 20 30 10

Cacat 100 100 33.3


40’
Mati 30 30 10

50’

10
Tabel 4. (lanjutan).

Waktu Tahap Jumla Rerat


Perlakuan % Telur pada setiap
pengamat perkemban h a
tahap perkembangan
an ke- gan (%) (%)

Ulang Ulang Ulang


an I an II an III

Hylock 40 40 40 120 30

Tidak 60 60 10 130 43.3


20’ terbuahi

Tidak 50 50 16.7
terbentuk

Hylock 20 90 60 170 56.7

2 sel 30 10 40 13.3

Tingkat 30’ Tidak 40 40 80 26.7


pengencer terbuahi
an 10x
Rusak 10 10 3.3

Hylock 40 70 30 140 46.7

4 sel 10 10 20 6.7

8 sel 10 10 20 6.7

40’ Tidak 40 60 100 33.3


terbuahi

Tidak 20 20 6.7
terdegradasi

50’

11
Hylock 50 50 20 120 40

2 sel 40 40 13.3

Belum 10 50 80 140 46.7


20’ terbuahi

Hylock 20 50 20 90 30

2 sel 10 10 3.3
Tingkat
30’ 4 sel 40 40 13.3
pengencer
an 100x Belum 30 10 80 120 40
terbuahi

Rusak 40 40 13.3

Hylock 40 20 60 20

2 sel 70 70 23.3

4 sel 10 10 20 6.7
40’ Rusak 20 10 30 10

Belum 20 30 70 120 40
terbuahi

12
Tabel 4. (Lanjutan).

Waktu Tahap Jumla Rerat


Perlakuan % Telur pada setiap
pengamat perkemban h a
tahap perkembangan
an ke- gan (%) (%)

Ulang Ulang Ulang


an I an II an III
50’

Belum
30 90 120 40
terfertilisasi

Hylock 70 10 80 26,7

20’ Rusak 70 70 23,3

Mati 30 30 10

Belum
10 10 20 6,7
terfertilisasi
Tingkat
pengencer Hylock 60 10 70 23,3
30’
an 1000x Rusak 10 80 30 120 40

Mati 10 70 80 26,7

Hylock 60 10 70 23,3

Rusak 10 90 20 120 40

Belum
40’ 50 50 16,7
membelah

4 sel 30 30 10

13
50’

Keterangan:

RI RII RIII RIV RV RVI RVII RVIII

K1 1’ K1 5’ K1 1’ K1 3’ K1 3’ K1 1’ K1 K1 1’
Kontrol

K2 3’ K2 1’ K2 3’ K2 5’ K2 5’ K2 3’ K2 1’ K2
Kontrol

K3 K3 K3 5’ K3 K3 K3 5’ K3 5’ K3 3’
10X Kontrol 10X 10X

K4 K4 10X K4 K4 K4 K4 K4 K4
100X 1000X 100X 100X 10X 100X 100X

K5 K5 K5 K5 K5 K5
1000X 100X Kontrol 1000X 1000X 100X

ACC ACC ACC ACC ACC ACC ACC ACC

Pertukaran data: RI sampai RIV; RV sampai RVIII;

14
B. Pembahasan

Hasil dari percobaan fertilisasi ikan dengan perlakuan pengenceran milt ini
menunjukan pada setiap tingkat pengenceran menghasilkan tingkat keberhasilan
fertilisasi yang berbeda. Tingkat pengenceran 10× memiliki rara-rata tingkat
keberhasilan fertilisasi sebanyak 56,7%. Tingkat pengenceran 100× memiliki rara-rata
tingkat keberhasilan fertilisasi sebanyak 56%. Tingkat pengenceran 1000× memiliki
rara-rata tingkat keberhasilan fertilisasi sebanyak 55,6%. Sedangkan perlakuan tanpa
pengenceran (kontrol) hanya memiliki tingkat keberhasilan fertilisasi sebanyak 50%.
Hasil ini sesuai dengan refrensi yang menyebutkan bahwa semakin tingginya tinggak
pengeceran maka lama motilitas sperma akan semakin pendek sehingga semakin
sedikit juga spermatozoa yang membuahi spermatozoa yang membuahi telur
(Arsianingtyas, 2009).
Hasil dari percobaan fertilisasi ikan dengan perlakuan jeda waktu ini
menunjukan pada kontrol rata-rata telur yang terbuahi adalah sebanyak 38,8%. Jeda
waktu 1 menit menunjukan rata-rata telur yang terbuahi adalah sebanyak 68,6%. Jeda
waktu 3 menit menunjukan rata-rata telur yang terbuahi adalah sebanyak 56,7%. Jeda
waktu 5 menit menunjukan rata-rata telur yang terbuahi adalah sebanyak 51,1%. Hasil
ini berkaitan dengan motilitas spermatozoa ikan itu sendiri, jadi semakin lama jeda
waktu maka semakin rendah tingkat keberhasilan fertilisasinya. Hasil ini sesuai
dengan referensi yang menyebutkan bahwa sebagian besar spermatozoa ikan air tawar
dapat bergerak hanya dalam waktu 2--3 menit setelah bersentuhan dengan air.
Stimulasi dan lama pergerakan spermatozoa dipengaruhi oleh usia, kematangan
spermatozoa, suhu, dan faktor lingkungan, seperti ion, pH, dan osmolalitas. Kecepatan
pergerakan spermatozoa dapat berbeda pada tiap spesies. Kecepatan gerak tersebut
berhubungan dengan kandungan ATP intraseluler yang dihasilkan oleh mitokondria
(Fujaya, 2002).
Tingkat kerberhasilan fertilisasi dapat dipengaruhi oleh faktor eksternal dan
faktor internal. Faktor internal antara lain adalah kualitas sperma, kualitas sel telur,
dan nutrisi. Menurut Ochokwu et al (2015), kualitas sperma dapat ditentukan oleh
motilitas sperma, konsentrasi sperma, potensial fertilisasi sperma dan morfologi
sperma. Menurut Rachimi et al (2015), semakin tingginya motilitas maka semakin
tinggi tingkat pembuahanya karena spermatozoa semakin aktif bergerak selain itu
fertilisasi juga dapat dipengaruhi hormon misalnya hormon gonadrotropin. Menurut

15
Rukmini (2016), buruknya kualitas sperma menyebabkan spermatozoa gagal
bergabung dengan sel telur. Selain itu, menurut Rachmawati et al (2016), faktor
internal adalah faktor yang berkaitan dengan ikan itu sendiri seperti umur dan genetika
yang meliputi keturunan, kemampuan untuk memanfaatkan makanan dan ketahanan
terhadap penyakit. Sedangkan faktor eksternal merupakan faktor yang berkaitan
dengan lingkungan habitat hidup yang meliputi sifat fisika dan kimia air, ruang gerak
dan ketersediaan makanan dari segi kualitas dan kuantitas.
Faktor eksternal yang dapat mempengaruhi fertilisasi meliputi temperature air,
oksigen terlalut, pH dan amoniak (Marthin et al, 2018). Menurut Zabiq et al (2017),
kadar pH yang rendah dapat menyebabkan banyak spermatozoa yang mati. Suhu air
merupakan salah satu faktor yang mempengaruhi nafsu makan dan pertumbuhan ikan,
metabolisme ikan serta mempengaruhi kadar oksigen yang terlarut dalam air. Kualitas
hidup ikan akan sangat bergantung dari keadaan lingkungannya. Kualitas air yang baik
dapat menunjang pertumbuhan, perkembangan, dan kelangsungan hidup ikan
(Effendi, 2002). Selain suhu dan faktor pH, faktor lain yang mempengaruhi
perkebangan dan pertumbuhan ikan adalah kandungan oksigen terlarut.. Umumnya air
yang bekualitas baik mengandung oksigen terlarut dalam air mineral 5 mg/l dan tidak
lebih dari 20 mg/L (Rachmawati et al, 2016). Kualitas air juga menetukan dalam
proses fertilisasi, kondisi air yang banyak mengandung material-material lain yang
bersifat toksik dapat menyebabkan ketidakberhasilan fertilisasi karena sperma maupun
ovum mati. Air yang asam juga dapat membebaskan karbondioksida bebas dari
bikarbonat. Kelembapan menyebabkan telur tidak terbuahi sehingga mengakibatkan
kerusakan pada sel telur tersebut. Kerusakan itu dapat berupa robeknya ruang
perivitelin dan korionnya. Telur yang tidak terbuahi akan mati dan terlihat berwarna
putih keruh karena kecerahannya hilang (Harinadi, 2010).
Menurut Rachimi et al (2015), semakin tingginya motilitas maka semakin
tinggi tingkat pembuahanya karena spermatozoa semakin aktif bergerak selain itu
fertilisasi juga dapat dipengaruhi hormon misalnya hormon gonadrotropin. Jika
dikaitkan dengan dengan perlakuan pada saat praktikum, perlakuan jeda waktu dan
perlakuan pengenceran bertujuan untuk mepengaruhi motilitas dari spermatozoa ikan.
Telur ikan pada saat praktikum kualitasnya kurang baik, hal tersebut diakibatkan oleh
pengaruh hormon yang mulai tidak efektif karena frekuensi pengeluaran telur ikan
sudah banyak.

16
IV. KESIMPULAN DAN SARAN
A. Kesimpulan

Berdasarkan hasil dan pembahasan di atas maka dapat diambil kesimpulan


sebagai berikut :
1. Fertilisasi ikan nilem pada praktikum ini dilakukan menggunakan dua cara
kerja dengan perlakuan yang berbeda yaitu perlakuan jeda waktu dan
pengenceran milt.
2. Sel telur ikan telah difertilisasi dapat dikenali karakteristiknya salah satunya
yaitu membran sel telur yang mulai melebar dan yolk yang mulai berkembang.
3. Fertilisasi dipengaruhi oleh faktor eksternal (kadar oksigen, pH, dan suhu) dan
faktor internal (hormon, nutrisi dan kualitas sperma).

B. Saran

Diharapkan pada saat praktikum digunakan ikan yang masih segar dan sehat
dalam artian belum pernah dipakai sebagai bahan praktikum agar hasil stripping yang
didapat memiliki kualitas yang lebih baik.

17
DAFTAR REFERENSI

Arsianingtyas, H., 2009. Pengaruh Kejutan Suhu Panas dan Lama Waktu Setelah
Pembuahan Terhadap Daya Tetas dan Abnormalitas Larva Ikan Nila
(Oreochromisniloticus). SKRIPSI. Surabaya: Fakultas Perikanan dan Kelautan
Universitas Airlangga.
Effendi, H. 2002. Telaah Kualitas Air Bagi Pengelolaan Sumber Daya dan Lingkungan
Perairan. Yogyakarta: Kanisius.
Fujaya, Y., 2002. Fisiologi ikan: Dasar pengembangan teknologi perikanan. Jakarta:
Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Departemen Pendidikan Nasional.
Harinadi., 2010. Embriologi dan Perkembangannya. Jakarta: Erlangga.
Martin, L., Watung, J.C., Kalesaran, O.J., Ginting, E.L., Sinjal, H.J., & Salindeho,
I.R.N., 2018. Penambahan Madu Dalam Pengenceran Sperma Terhadap
Motilitas Spermatozooa, Fertilasi dan Daya Tetas Telur Ikan Patin Siam
(Pangasius hiophthalmus). Budidaya Perairan, 6(2), pp. 45-52.

Ochokwu, I. J., Apollos, T.G, & Oshoke, J.O., 2005. Effect of Egg and
Sperm Quality in Successful Fish Breeding. IOSR Journal of Agicultural and
Veterinary Science, 8(8), pp. 48-57

Rachimi., Raharjo, E.I., & Sudarsono, A., 2015. Pengaruh Konsentrasi Penyuntikan
Hormon HCG dan Ovaprim Terhadap Daya Tetas Telur Dan Sintasan Larva
Ikan Kelabau (Osteochilus melanopleura Blkr.). Jurnal Ruaya, 5, pp. 11-17.

Rachmawati, D., Basuki, F. & Yuniarti, T., 2016. Pengaruh Pemberian Tepung Testis
Sapi dengan Dosis yang Berbeda Terhadap Keberhasilan Jantanisasi pada Ikan
Cupang (Betta sp.). Journal of Aquaculture Management and Technology,
5(1), pp. 130-136.
Rukmini, R., 2016. Water Level Variation for Egg Hatchability and Larval Survival
of Kelabau Fish (Osteochilus melaopleura Blkr). Tropical Wetland Journal,
2(3), pp. 6-10.

Zabiq, A., Samsudewa, D., & Sutiyono., 2017. Evaluasi Kualitas Semen Entok
(Cararina moschata) Pada Frekuensi Penampungan Berbeda. Agromedia,
35(2), pp. 26-32.

18

Anda mungkin juga menyukai