Anda di halaman 1dari 20

LAPORAN KASUS ANESTESI

PENURUNAN KESADARAN PADA PRIA 59 TAHUN POST


CRANIOTOMY H2 ET CAUSA SUBDURAL HEMORRAGHE

Diajukan untuk melengkapi syarat kepaniteraan klinik senior di bagian


Anestesiologi Fakultas Kedokteran Universitas Diponegoro

Disusun oleh:
Ilham Robbizaqtana
22010119210006

Pembimbing:
dr. Astrandaya Ajie

KEPANITERAAN KLINIK SENIOR ILMU ANESTESIOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS DIPONEGORO
SEMARANG
2019
HALAMAN PENGESAHAN

Nama Mahasiswa : Ilham Robbizaqtana


NIM : 22010119221006
Bagian : Anestesiologi RSDK-FK UNDIP
Judul kasus : Penurunan Kesadaran pada pria 59 Tahun post
Craniotomy H2 Et Cause Subdural Hemorraghe
Pembimbing : dr. Astrandaya Ajie

Semarang, 12 Agustus 2019


Pembimbing

dr. Astrandaya Ajie


BAB I
PENDAHULUAN

Keadaan gawat darurat adalah suatu keadaan klinis dimana pasien


membutuhkan pertolongan medis segera untuk menyelamatkan nyawa dan
mencegah kecacatan lebih lanjut.1 Penanganan pasien dengan kegawatdaruratan
merupakan kompetensi yang harus dimiliki oleh dokter umum. Komponen
penting yang perlu diperhatikan pada pasien gawat darurat yaitu Airway,
Breathing, dan Circulation, karena ketiga nya merupakan penyokong kehidupan
pasien. Jika terjadi gangguan pada salah satu komponen tersebut, gangguan
tersebut harus segera ditangani.
Salah satu kasus kegawatdaruratan yang memerlukan tindakan segera adalah
syok. Syok merupakan gangguan hemodinamik dimana aliran darah yang
inadekuat untuh memenuhi kebutuhan jaringan. Syok bukanlah suatu diagnosis.
Syok merupakan sindroma klinis yang kompleks yang mencakup sekelompok
keadaan dengan manifestasi hemodinamik yang bervariasi, petunjuk yang umum
adalah tidak memadainya perfusi jaringan. Berdasarkan penyebab terjadinya syok,
dibedakan menjadi empat, yaitu syok hipovolemik, syok distributif, syok
obstruktif, dan syok kardiogenik.2
Syok hipovolemik disebabkan oleh terjadinya kehilangan darah secara akut
(syok hemoragik) sampai saat ini menjadi salah satu penyebab kematian tertinggi.
Penyebab terjadinya syok hemoragik adalah cedera pada kecelakaan, wanita
dengan kasus obstetri.3 Pemberian cairan merupakan salah satu hal yang paling
umum untuk mengelola pasien dengan syok hipovolemik.
Pada laporan kasus ini, pasien laki laki usia 59 tahun dibawa ke RSDK
karena syok hemorraghe dan penurunan kesadaran. Pasien datang dengan kondisi
hemodinamik tidak stabil.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
Syok merupakan suatu sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi yang
menyebabkan gangguan penghantaran oksigen dalam darah ke jaringan tubuh
yang dapat berujung pada disfungsi organ.4 Syok terjadi akibat penurunan perfusi
jaringan vital atau menurunnya volume darah secara ber-makna. Syok juga dapat
terjadi akibat dehidrasi jika kehilangan cairan tubuh lebih 20% BB (berat badan)
atau kehilangan darah ≥ 20% EBV (estimated blood volume).2

2.2 Etiologi Syok


Syok berdasarkan penyebab yang mendasari dapat dibedakan menjadi:5
a. Syok hipovolemik disebabkan oleh hilangnya volume akut sebesar ≥ 20-25%
dari volume darah yang beredar. Syok hipovolemik dikenali dari penurunan
tekanan darah (BP), penurunan kardiak output (CO), penurunan tekanan vena
sentral (CVP), dan penurunan tekanan arteri pulmonal (PAP)
b. Syok kardiogenik terjadi akibat kegagalan utama dari jantung untuk
menghasilkan kardiak output (CO) yang adekuat. Hal ini bisa disebabkan oleh
gagal ventrikel kiri, ventrikel kanan atau keduanya akibat infark miokard,
miokarditis, disaritmia, kontusio kardiak dll. wujud fisiologis syok kardiogenik
meliputi hipotensi, penurunan CO, peningkatan PAP serta tanda klinis
hipoperfusi.
c. Syok distributif dikenali dari penurunan denyut vaskuler akibat vasodilatasi
arterial, venous pooling, dan redistribusi aliran darah. Hal ini dapat disebabkan
oleh bakteri/produknya dalam syok septik, mediator sindrom respon inflamasi
sitemik, berbagai macam vasoaktif dalam syok anafilaktik, syok neurogenik
atau apopleksi adrenal.
d. Syok obstruktif dikaitkan dengan kesukaran mekanis arus balik vena dan / atau
aliran arteri ke jantung. Penyebabnya antara lain emboli pulmonar, temponade
perikardial, tension pneumotoraks, hidrotoraks, hematotoraks ataupun asites.
Syok obstruktif dikenali dari penurunan BP dan CO disertai kenaikan CVP.
Tabel Etilogi Syok4

2.3 Stadium Syok


Secara umum stadium syok dibagi menjadi 3 kategori :6
1. Stadium Kompensasi
Pada stadium ini fungsi organ vital dipertahankan melalui
mekanisme kompensasi fisiologis tubuh dengan cara meningkatkan refl
eks simpatis, sehingga resistensi sistemik meningkat, meningkatkan
denyut jantung sehingga CO meningkat; dan meningkatkan sekresi
vasopressin, RAAS (renin-angiotensinaldosterone system) menyebabkan
ginjal menahan air dan sodium di dalam sirkulasi.
Gejala klinis pada syok dengan stadium kompensasi ini adalah takikardi,
gelisah, kulit pucat dan dingin, pengisian kapiler lambat.
2. Stadium Dekompensasi
Beberapa mekanisme terjadi pada fase dekompensasi, seperti
memburuknya perfusi jaringan yang menyebabkan penurunan O2
bermakna, mengakibatkan metabolisme anaerob sehingga produksi laktat
meningkat menyebabkan asidosis laktat. Kondisi ini diperberat oleh
penumpukan CO2 yang menjadi asam karbonat. Asidemia akan
menghambat kontraktilitas miokardium dan respons terhadap katekolamin.
Selain itu, terdapat gangguan metabolisme energy dependent Na+/K+
pump di tingkat seluler, menyebabkan integritas membran sel terganggu,
fungsi lisosom dan mitokondria memburuk yang dapat berdampak pada
kerusakan sel. Pada stadium dekompensasi ini aliran darah lambat, rantai
kinin serta sistem koagulasi rusak, akan diperburuk dengan agregrasi
trombosit dan pembentukan trombus yang disertai risiko perdarahan.
Pelepasan mediator vaskuler, seperti histamin, serotonin, dan sitokin,
menyebabkan terbentuknya oksigen radikal serta platelet aggregating
factor. Pelepasan mediator oleh makrofag menyebabkan vasodilatasi
arteriol dan permeabilitas kapiler meningkat, sehingga menurunkan venous
return dan preload yang berdampak pada penurunan CO.
Gejala pada stadium dekompensasi ini antara lain takikardi, tekanan darah
sangat rendah, perfusi perifer buruk, asidosis, oligouria, dan kesadaran
menurun.
3. Stadium Irreversible
Stadium ini merupakan stadium lanjut syok yang tidak
mendapatkan penanganan tepat dan berkelanjutan. Pada stadium ini akan
terjadi kerusakan dan kematian sel yang dapat berdampak pada terjadinya
MOF (multiple organ failure). Pada stadium ini, tubuh akan kehabisan
energi akibat habisnya cadangan ATP (adenosine triphosphate) di dalam
sel. Gejala klinis stadium ini meliputi nadi tak teraba, tekanan darah tak
terukur, anuria, dan tanda-tanda kegagalan organ (MODS – multiple organ
dysfunctions).
2.4 Patofisiologi
Perdarahan akan menurunkan tekanan pengisian pembuluh darah rata-rata
dan menurunkan aliran darah balik ke jantung. Hal inilah yang menimbulkan
penurunan curah jantung. Curah jantung yang rendah di bawah normal akan
menimbulkan beberapa kejadian pada beberapa organ:7
1. Mikrosirkulasi
Ketika curah jantung turun, tahanan vaskular sistemik akan
berusaha untuk meningkatkan tekanan untuk pelaksanaan metabolisme di
jantung dan otak sangat tinggi tetapi kedua sistemik guna menyediakan
perfusi yang cukup bagi jantung dan otak melebihi jaringan lain seperti
otot, kulit dan khususnya traktus gastrointestinal. Kebutuhan energi sel
organ itu tidak mampu menyimpan cadangan energi. Sehingga keduanya
sangat bergantung akan ketersediaan oksigen dan nutrisi tetapi sangat
rentan bila terjadi iskemia yang berat untuk waktu yang melebihi
kemampuan toleransi jantung dan otak. Ketika tekanan arterial rata-rata
(mean arterial pressure/MAP) jatuh hingga 60 mmHg, maka aliran ke
organ akan turun drastis dan fungsi sel di semua organ akan terganggu.
2. Neuroendokrin
Hipovolemia, hipotensi dan hipoksia dapat dideteksi oleh
baroreseptor dan kemoreseptor tubuh. Kedua reseptor tadi berperan
dalam respons autonom tubuh yang mengatur perfusi serta substrak lain.
3. Kardiovaskular
Tiga variabel seperti; pengisian atrium, tahanan terhadap tekanan
(ejeksi) ventrikel dan kontraktilitas miokard, bekerja keras dalam
mengontrol volume sekuncup. Curah jantung, penentu utama dalam
perfusi jaringan, adalah hasil kali volume sekuncup dan frekuensi
jantung. Hipovolemia menyebabkan penurunan pengisian ventrikel, yang
pada akhirnya menurunkan volume sekuncup. Suatu peningkatan
frekuensi jantung sangat bermanfaat namun memiliki keterbatasan
mekanisme kompensasi untuk mempertahankan curah jantung.

4. Gastrointestinal
Akibat aliran darah yang menurun ke jaringan intestinal, maka
terjadi peningkatan absorpsi endotoksin yang dilepaskan oleh bakteri
gram negatif yang mati di dalam usus. Hal ini memicu pelebaran
pembuluh darah serta peningkatan metabolisme dan bukan memperbaiki
nutrisi sel dan menyebabkan depresi jantung.
5. Ginjal
Gagal ginjal akut adalah satu komplikasi dari syok dan hipoperfusi,
frekuensi terjadinya sangat jarang karena cepatnya pemberian cairan
pengganti. Yang banyak terjadi kini adalah nekrosis tubular akut akibat
interaksi antara syok, sepsis dan pemberian obat yang nefrotoksik seperti
aminoglikosida dan media kontras angiografi. Secara fisiologi, ginjal
mengatasi hipoperfusi dengan mempertahankan garam dan air. Pada saat
aliran darah di ginjal berkurang, tahanan arteriol aferen meningkat untuk
mengurangi laju filtrasi glomerulus, yang bersama-sama dengan
aldosteron dan vasopresin bertanggung jawab terhadap menurunnya
produksi urin.

2.5 Manifestasi Klinis Syok


Klasifikasi perdarahan berdasarkan persentase volume darah yang hilang
(syok hipovolemik): 8
a. Perdarahan derajat I (kehilangan darah 0-15%)
 Tidak ada komplikasi, hanya terjadi takikardi minimal.
 Biasanya tidak terjadi perubahan tekanan darah, tekanan nadi, dan
frekuensi pernapasan.
 Perlambatan pengisian kapiler lebih dari 3 detik sesuai untuk
kehilangan darah sekitar 10%
b. Perdarahan derajat II (kehilangan darah 15-30%)
 Gejala klinisnya, takikardi (frekuensi nadi>100 kali permenit),
takipnea, penurunan tekanan nadi, kulit teraba dingin, perlambatan
pengisian kapiler, dan anxietas ringan .
 Penurunan tekanan nadi adalah akibat peningkatan kadar katekolamin,
yang menyebabkan peningkatan resistensi pembuluh darah perifer dan
selanjutnya meningkatkan tekanan darah diastolik.
c. Perdarahan derajat III (kehilangan darah 30-40%)
 Pasien biasanya mengalami takipnea dan takikardi, penurunan tekanan
darah sistolik, oligouria, dan perubahan status mental yang signifikan,
seperti kebingungan atau agitasi.
 Pada pasien tanpa cedera yang lain atau kehilangan cairan, 30-40%
adalah jumlah kehilangan darah yang paling kecil yang menyebabkan
penurunan tekanan darah sistolik.
 Sebagian besar pasien ini membutuhkan transfusi darah, tetapi
keputusan untuk pemberian darah seharusnya berdasarkan pada
respon awal terhadap cairan.
d. Perdarahan derajat IV (kehilangan darah >40%)
 Gejala-gejalanya berupa takikardi, penurunan tekanan darah sistolik,
tekanan nadi menyempit (atau tekanan diastolik tidak terukur),
berkurangnya (tidak ada) urine yang keluar, penurunan status mental
(kehilangan kesadaran), dan kulit dingin dan pucat.
 Jumlah perdarahan ini akan mengancam kehidupan secara cepat.
2.6 Pemeriksaan Penunjang
Pemeriksaan penunjang yang dapat dilakukan pada pasien syok :9
a. Hemoglobin dan hematokrit
Pada fase awal syok karena perdarahan kadar Hb dan hematokrit masi
tidak berubah, kadar Hb dan hematokrit akan menurun sesudah perdarahan
berlangsunglama. Karena autotransfusi. Hal ini tergantung dari kecepatan
hilangnya darah yang terjadi. Pada syok karena kehilangan plasma atau cairan
tubuh seperti padademam berdarah dengue atau diare dengan dehidrasi akan
hemokonsentrasi.
b. Urin
Produksi urin menurun, lebih gelap dan pekat. Berat jenis urin
meningkat 1,020
a. Pemeriksaan gas darah
pH, PaO2, dan HCO3 darah menurun,. Bila proses berlangsung
terus maka proses kompensasi tidak mampu lagi dan akan mulai tampak
tanda-tanda kegagalan dengan dengan makin menurunnya pH dan PaO2
dan meningkatnya PaCO2 dan HCO3. Terdapat perbedaan yang lebih jelas
antara PaO2 dan PaCO2 arterial dan vena
b. Pemeriksaan elektrolit serum
Pada syok sering kali didapat adanya gangguan keseimbangan
elektrolit seperti hiponatremia, hiperkalemia, dan hipokalsemia pada
penderita dengan asidosis.
c. Pemeriksaan fungsi ginjal
Pemeriksaan BUN dan kreatinin serum penting pada syok terutama
bila ada tanda-tanda gagal ginjal.
d. Pemeriksaan mikrobiologi yaitu pembiakan kuman yang dilakukan hanya
pada penderita-penderita yang dicurigai.

2.7 Tatalaksana Syok


Tujuan penanganan tahap awal adalah untuk mengembalikan perfusi dan
oksigenasi jaringan dengan memulihkan volume sirkulasi intravaskuler.
Terapi cairan paling penting pada syok distributif dan syok hipovolemik,
yang paling sering terjadi pada trauma, perdarahan, dan luka bakar.
Pemberian cairan intravena akan memperbaiki volume sirkulasi intravaskuler,
meningkatkan curah jantung dan tekanan darah. Cairan kristaloid umumnya
digunakan sebagai terapi lini pertama, dapat dilanjut -kan dengan cairan
koloid apabila cairan kristaloid tidak adekuat atau membutuh-kan efek
penyumbat untuk membantu mengurangi perdarahan. Cairan kristaloid yang
umum digunakan sebagai cairan resusitasi pada syok adalah RL, NaCl 0,9%,
dan dextrose 5%. Terapi pada syok antara lain:10
1. Tentukan defisit cairan.
2. Atasi syok: berikan infus RL (jika terpaksa NaCl 0,9%) 20 mL/kgBB
dalam ½-1 jam, dapat diulang. Apabila pemberian cairan kristaloid tidak
adekuat/gagal, dapat diganti dengan cairan koloid, sepert HES, gelatin,
dan albumin.
3. Bila dosis maksimal, cairan koloid tidak dapat mengoreksi kondisi syok,
dapat diberi noradrenaline, selanjutnya apabila tidak terdapat perbaikan,
dapat ditambahkan dobutamine
4. Sisa defisit 8 jam pertama: 50% defisit + 50% kebutuhan rutin; 16 jam
berikutnya : 50% defisit + 50% kebutuhan rutin. Apabila dehidrasi
melebihi 3-5% BB, periksa kadar elektrolit; jangan memulai koreksi
defisit kalium apabila belum ada diuresis. Terapi resusitasi cairan
dinyatakan berhasil dengan menilai perbaikan outcome hemo-dinamik
klinis, seperti:
 MAP (mean arterial pressure) ≥ 65 mmHg
 CVP (central venous pressure) 8-12 mmHg
 Urine output ≥ 0,5 mL/kgBB/jam
 Central venous (vena cava superior ) atau mixed venous oxygen
saturation ≥70%
 Status mental normal
BAB III
LAPORAN KASUS

3.1 Identitas Penderita


Nama : Tn. SR
Umur : 59 tahun
Jenis kelamin : Laki – laki
Pekerjaan :-
Ruang : ICU
No. CM : C757575
Tgl masuk : 2 Agustus 2019

3.2 Anamnesis
Alloanamnesis dengan keluarga pasien pada tanggal 1 Agustus 2019 di ICU
RSUP dr. Kariadi.
A. Keluhan utama:
Penurunan kesadaran
B. Riwayat Penyakit Sekarang:
Pasien rujukan untuk dilakukan tindakan post craniotomy evaluasi
di RSUP dr. Kariadi.
C. Riwayat Penyakit Dahulu:
 Riwayat tekanan darah tinggi
 Riwayat hemofilia
 Riwayat alergi disangkal
 Riwayat trauma sebelumnya disangkal
D. Riwayat Penyakit Keluarga
 Riwayat tekanan darah tinggi disangkal
 Riwayat hemofilia disangkal
 Riwayat alergi disangkal
E. Riwayat Sosial Ekonomi
Pasien merupakan seorang wiraswasta. Biaya pengobatan dengan JKN
NON PBI. Kesan : sosial ekonomi cukup.

3.3 Pemeriksaan Fisik


Pemeriksaan dilakukan di ICU
- Keadaan Umum : Lemah
Kesadaran : E1M3V1 koma
Airway : Paten, gargling (-), snoring (-)
Breathing : Laju pernapasan 18x/menit, wheezing (-/-)
Circulation : Tekanan darah 90/50 mmHg, nadi 81x/menit
- Tanda-tanda Vital
Denyut jantung : 81x/menit
Laju pernapasan : 16x/menit
Tekanan Darah : 100/50 mmHg
Suhu : 36 oC
- BB : 80 kg
- TB :-
- Kepala : Mesosefal, luka (-)
- Wajah : Moonface (+)
- Telinga : Discharge (-)
- Hidung : Epistaksis (-), Discharge (-), Deviasi septum (-)
- Mulut : Bibir kering (-), Bibir sianosis (-), perdarahan (-)
- Leher : Trakhea deviasi (-), pembesaran nnll (-/-), kaku
kuduk (-)
- Dada
Pulmo : Simetris, SD vesikuler (+/+), ronkhi (-/-),
wheezing (-/-)
Cor : Suara jantung I-II murni, bising (-), gallop (-)
- Abdomen : Cembung, supel, bising usus normal
- Ekstremitas : Edema (-/-), akral dingin (+/+), CRT (>2/>2)
3.4 Pemeriksaan Penunjang
Hasil
Pemeriksaan Satuan Nilai Rujukan
(04/08/2019)
Hemoglobin 9,9 g/dL 13-16
BGA
Temperatur 39,5 C
FIO2 40,0 %
pH 7,483 7,37-7,45
pCO2 29,0 mmHg 35-45
pO2 110,9 mmHg 83-108
pH (T) 7,445 7,35-7,45
pCO2 (T) 32,4 mmHg
pO2(T) 127,4 mmHg
HCO3- 22,0 mmol/L 22-26
TCO2 22,8 mmol/L
Beecf -1,7 mmol/L
BE -0,4 mmol/L -2 – 3
SO2c 98,8 % 95-100
A-aDO2 119,1 mmHg
RI 1,1

3.5 Diagnosis
Penurunan kesadaran et cause subdural hemorraghe
3.6 Tindakan Life-saving
 Nama Tindakan : Resusitasi cairan (+ transfusi darah)
 Diagnosis Kerja : Syok perdarahan (hemorraghe)
 Dasar Diagnosis : Klinis dan penunjang
 Indikasi Tindakan : Craniotomy evakuasi kematian
 Tujuan : Mengganti defisit cairan perdarahan yang keluar
Tindakan dan Monitoring
(Tanggal 03/08/19 pukul 05.00 WIB)
S : Penurunan Kesadaran
O : - KU tampak sakit berat
- TD 124/80, HR 112x/menit, RR 14x/menit
- E1V1M4
- Pupil isokor
A : - Post op H1 post craniotomy
- Endoscopy SDH
P : - O2 10 lpm NRM
- Head up 30
- Mamitol 100cc / 6 jam intravena
- Morphin 1 mg
- As. Tranexamat 1 mg/8 jam IV
- Monitor KU, TTV, Peningkatan TIK/24 jam
(Tanggal 03/08/19 pukul 08.00 WIB)
S : Kontak (-)
O : - TD 124/80, HR 112x/menit
A : - Post op craniotomy ec SDH H1
- Hemofilia A
P : - Usaha F VIII 70 kg x 80 x 0,5 (2800 IU  2750 IU = 11 vial /24 jam
- Usaha F VIII 70 kg x 50 x 0,5 (1750 IU) = 7 vial /24jam
- Usaha ppp 4 kolf  2 kolf /24 jam
- Inj As Tranexamat 500 /8 jam
(Tanggal 03/08/19 pukul 19.00 WIB)
S : Penurunan Kesadaran
O : - KU tampak sakit berat, koma
- TD 133/78, HR 118x/menit, RR 22x/menit, SpO2 100%
A : - Post op craniotomy ec SDH H2 (Hipertensi)
- Endoscopy SDH
(Tanggal 04/08/19 pukul 06.00 WIB)
S : Penurunan Kesadaran
O : - KU tampak sakit berat
- TD 90/51, HR 92x/menit, RR 12x/menit
- E1V1M4
- Pupil isokor
A : - Post op H2 post craniotomy
- Endoscopy SDH
P : - O2 10 lpm NRM
- Head up 30
- Mamitol 100cc / 6 jam intravena
- Morphin 1 mg
- As. Tranexamat 1 mg/8 jam IV
- Monitor KU, TTV, Peningkatan TIK/24 jam
(Tanggal 04/08/19 pukul 07.00 WIB)
S:-
O : - KU tampak sakit berat
- TD 156/83, HR 89x/menit, RR 20x/menit, SpO2 100
A : - Post op craniotomy ec SDH H2 (Hipertensi)
- Hemofilia
- Gagal napas
P : - Inf DS ½ NT 100 cc/5
- Inj Ampicilin sulbactam 1,5 mg
- Vit k
- Asam tranexamat
BAB IV
PEMBAHASAN

Pada laporan kasus ini, pasien laki-laki usia 59 tahun datang dengan keluhan
utama penurunan kesadaran. Pasien ini adalah pasien rujukan. Dari hasil
pemeriksaan fisik didapatkan kesadaran composmentis dengan E2M4V3 dengan
tekanan darah 132/81 mmHg, laju nafas 18x/menit dan nadi 81x/menit.
Pada pemeriksaan airway tidak didapatkan gangguan airway. Pasien datang
dalam kondisi airway yang paten. Pada pemeriksaan breathing didapatkan napas
spontan dengan peningkatan laju pernapasan 23x/menit tanpa ada suara tambahan
pada auskultasi paru. Pasien kemudian mendapatkan terapi oksigen 10 liter per
menit yang diberikan melalui ETT. Pemberian oksigen dilakukan untuk
membantu memperbaiki delivery oxygen (DO) ke jaringan. Pasien yang
mengalami hipotensi akibat perdarahan dapat dipikirkan adanya suatu proses
hilangnya volume intravaskular. Hilangnya volume intravaskular akan
menurunkan aliran balik vena (preload) sehingga akan menyebabkan penurunan
cardiac output. Untuk mencukupi penyaluran oksigen ke jaringan, perlu adanya
kompensasi. Salah satunya dengan meningkatkan PaO2 yang dapat dilakukan
dengan memberikan terapi oksigen yang adekuat. Pada penilaian circulation
didapatkan hipotensi 90/50 mmHg dengan nadi 81x/menit disertai pulsasi lemah.
Pemeriksaan penunjang yang dilakukan pada pasien ini di ICU meliputi darah
rutin dan analisa gas darah. Hasil pemeriksaan yang diinformasikan berupa kadar
Hb yang rendah yaitu sebesar 9,9 g/dL.
Dengan temuan kadar Hb yang rendah diperkuat dengaan kondisi klinis pasien
yang anemis, penurunan kesadaran, hipotensi dan takikardi dapat ditarik
kesimpulan bahwa pasien mengalami syok hipovolemik akibat perdarahan.
Gangguan hemodinamik tersebut ditambah dengan kadar Hb yang rendah
berpotensi mengakibatkan penurunan laju delivery oxygen ke jaringan. Sehingga
diperlukan tatalaksana tambahan selain meningkatkan volume intravaskular, yaitu
dengan meningkatkan oxygen carrying capacity dengan cara transfusi darah.
Produk darah yang dipilih ialah packed red cell dan whole blood, dengan tujuan
untuk meningkatkan Hb (oxygen carrying capacity) sekaligus memenuhi
penggantian volume intravaskular yang hilang.
Pada kasus syok hemorraghe (hipovolemik), penurunan cardiac output akan
menurunkan delivery oxygen ke jaringan. Hal ini memunculkan kompensasi
simpatis dengan peningkatan denyut jantung. Namun apabila perdarahan terus
berlangsung, semakin banyak darah yang keluar maka baik cardiac output maupun
kadar Hb akan menurun. Cadiac output dan Hb merupakan komponen penting
pada proses penyaluran oksigen ke jaringan. Terganggunya kedua komponen
tersebut akan menyebabkan hipoperfusi jaringan hingga kematian jaringan.
Resusitasi cairan bertujuan untuk memperbaiki sirkulasi sehingga perfusi
jaringan kembali tercukupi. Namun bila pemberian cairan saja masih belum
menunjukan perbaikan perfusi perlu dipikirkan penggunaan obat-obatan. Dalam
menentukan jenis obat, perlu diketahui mekanisme kerja obat tersebut dalam
mempengaruhi CO.
Pemberian terapi harus diikuti dengan monitoring tanda vital dan klinis. Bila
belum optimal dapat dinaikan dosisnya, atau apabila sudah melebihi target dapat
diturunkan atau bahkan dihentikan. Sedangkan pemberian obat-obatan inotropik
biasa digunakan apabila vasokonstriktor dosis maksimal masih belum berespon
atau pada kondisi syok kardiogenik. Perlu diperhatikan adanya kemungkinan
komplikasi resusitas cairan seperti terjadinya edema pulmonum dan gangguan
elektrolit sehingga penting untuk memantau tanda vital, urin output, status
internus dapat disertai dengan pemantauan elektrolit, darah rutin, studi koagulasi
dan analisa gas darah pasien.
.
BAB V
KESIMPULAN

Pada kasus ini pasien datang dengan syok hemorraghe akibat perdarahan.
Pada pasien ini ditemukan adanya kegawatan sirkulasi yang menyebabkan
hipoperfusi pada jaringan tubuh. Penatalaksanaan pada pasien ini meliputi
penanganan airway dengan oksigen 10 liter per menit, pemberian loading RL
1500 cc dan pemberian PRC.
Syok merupakan sindroma klinis akibat kegagalan sirkulasi yang
menyebabkan gangguan pemenuhan kebutuhan oksigen jaringan. Kumpulan
gejala yang mungkin tampak pada pasien dengan syok hemorraghe di antaranya,
takikardi, hipotensi, takipnea, oliguri, hingga penurunan kesadaran.
Penatalaksanaannnya meliputi koreksi cairan dan menghilangkan etiologinya.
Semakin dini mendeteksi kondisi syok dan semakin cepat penanganannya, akan
sangat mengurangi risiko mortalitas dan morbiditas.
DAFTAR PUSTAKA

1. Setyohadi B, et.al. Kegawatdaruratan Penyakit Dalam Buku I EIMED

Dasar. Jakarta: Interna Publishing; 2011. 336-350 p.

2. Worthley LIG. Shock : a Review of Pathophysiology and Management.

Crit Care Resusc. 2000;2:55–65.

3. Gülmezoglu AM, et.al. WHO Recommendations for the Prevention and

Treatment of Postpartum Haemorrhage. Italy: World Health Organization;

2012. 1-48 p.

4. Richard JB, et.al. Diagnosis and Management of Shock in the Emergency.

Emerg Med Prctice. 2014;16(3):1–24.

5. Soenarjo, Jatmiko HD. Syok dan Pengelolaannya. In: Anestsiologi.

Semarang: Ikatan Dokter Spesialis Anestesi dan Reanimasi; 2010. p. 282.

6. Leksana E. Dehidrasi dan Syok. CKD-228. 2015;42(5):391–4.

7. Bawantika IK, Putra A. Hypovolemic shock. 2016;2016(1602511171).

8. Cannon JW. Hemorrhagic Shock. N Engl J Med. 2018;378:370–9.

9. Furlong J. Hypovolemic Shock and Fluid Resuscitation. Artifact J.

2016;4:1–14.

10. Jocelyne M, et.al. SOGC Clinical Practice Guidelines : Hemorrhagic

Shock. J Obs Gynaecol Can. 2002;24(6):504–5011.

Anda mungkin juga menyukai