4.1 Klasifikasi
Natrium
Natrium merupakan kation dominan pada cairan ekstrasel. Lenih dari 90% tekanan osmotic di cairan
ekstrasel ditentukan oleh garam yang mengandung natrium, khususnya dalam bentuk natrium
klorida (NaCl) dan natrium bikarbonat (NaHCO3) sehingga perubahan tekanan osmotic pada cairan
ekstrasel menggambarkan perubahan konsentrasi natrium.
Pemasukan natrium melalui epitel mukosa saluran cerna. Natrium masuk melalui proses difusi dan
system transport media. Pemasukan dan pengeluaran natrium per hari mencapai 48-144 mEq(1.1-
3.3g). Ginjal merupakan organ terpenting dalam pengaturan konsetrasi natirum. Di carian ekstrasel
konsetrasi natrium berkisar antara 136-142 mEq/L, sedangkan di cairan intrasel berkisar 10 mEq/L/
Kalium
Kalium berfungsi dalam sintesis protein, kontraksi otot, konduksi saraf pengeluaran hormone,
transport cairan, perkembangan janin. Kalium merupakan kation yang memiliki jumlah yang sangat
besar dalam tubuh dan terbanyak berada di intrasel. Kurang lebih 98% kandungan kalium berada di
cairan intrasel. Untuk menjaga kestabilan kalium di intrasel diperlukan keseimbangan elektrokimiawi
yaitu keseimbangan antara kemampuan muatan negative dalam sel untuk mengikat kalium dan
kemampuan kekuatan kimiawu yang mendorong kalium keluar dari sel. Konsentrasi kaliumk di
cairan ekstrasel mencerminkan keseimbangan antara pemasukan kalium melalui proses pompa ion
di epitel mukosa saluran cerna dengan pengeluatrannya melalui urin.
Keseimbagan ini menghasilkan suatu kadar kalum yang kaku dalam plasma antara 3.5-5 mEq/L.
Pengeluaran kalium diatur oleh aktivitas mekanisme pompa ion sepanjang bagian distal nefron dan
collecting tube. Saat berlangsung reabsorpsi natrium di tubulus ginjal, terjadi pertukaran dengan
kalium yang berada di jaringan peritubular. Pengeluaran ini tergantung pada pemasukannya, kurang
lebih 50-150mEq (1,9-5,8g) dalam sehari. Pengeluaran kalium melalui feses dapat diabaikan.
Konsentrasi Kalium di cairan ekstrasel dikendalikan oleh sekresinya di tubulus ginjal. Kecepatan
sekresi tergantung pada beberapa factor, antara lain:
Gangguan volume:
Hipovolemia adalah suatu keadaan berkurang nya volume(jumlah) air ekstrasel. Kondisi ini akan
menyebabkan hipoperfusi jaringan. Hipovolemia disebut juga deplesi volume. Pada hipovolemia,
berkurangnya air dan natrium terjadi dalam jumlah sebanding. Hilangnya air dan natrium juga dapat
melalui kulit dan saluran nafas atau melalui sekuestrasi cairan. Bila terjadi penurunan volume
ekstrasel, volume dan tekanan darah akan berkurang. Hal ini akan menimbulkan rangsangan pada
system renin-angiostenin sehinga timbul respons berupa penurunan produksi urin, rangsang haus
diikuti meningkatnya pemasukan cairan akan meningkatkan volume cairan ekstrasel.
Dehidrasi adalah berkurangnya volume cairan intrasel akibat perpindahan air instrasel ke ekstrasel.
Perpindahan air ini teradi akibat peningkatan osmolalitas efektif cairan ekstrasel. Peningkatan
osmolalitas cairan ekstrasel terjadi karena cairan ekstrasle yang terbuang bersifat hipotonik. Secara
klinik perbedaan antara hipovolemia dan dehidrasi terletak pada kadar natrium dalam plasma. Pada
dehidrasi, dijumpai hipernatermia sedangkan pada hipovolemia kadar natrium plasma normal.
Euvolemia atau normovolemia adalah kondisi dimana volume dan kadar natrium normal disertai
dengan peningkatan jumlah air tubuh.
Hiponatremia adalah suatu keadaan yang dimana tubuh memiliki natrium berlebihan, dan
hipernatremia adalah suatu keadaan yang dimana tubuh memiliki natrium yang kurang atau terjadi
deficit cairan relative.
Hiponatremia akut: Kejadian hiponatremia yang berlangsung cepat yaitu kurang dari 48 jam.
Pada keadaan ini terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran dan kejang. Hal ini
terjadi akibat edema sel otak, karena air dari ekstasel masuk ke intrasel yang osmolalitasnya
lebih tinggi. Kelompok ini disebut hiponatremia simptomatik atau hiponatremia berat.
Hiponatremia kronik: Kejadian hiponatremia yang berlangsung lambat yaitu lebih dari 48
jam. Pada keadaan ini tidak terjadi gejala yang berat seperti penurunan kesadaran atau
kejang, gejala yang timbul hanya ringan seperti lemas atau mengantuk. Pada keadaan ini
tidak ada urgensi melakukan koreksi konsentrasi natrium, terapi dilakukan dalam beberapa
hari dengan memberikan larutan garam isotonic.
Hipernatremia jarang terjadi, umumnya disebabkan resusitasi cairan menggunakan larutan NaCl
0.9% (kadar natrium 154 mEq/L) dalam jumlah besar. Hipernatremia juga dijumpai pada kasus
dehidrasi dengan gangguan rasa haus (misal pada kondisi kesadaran terganggu atau gangguan
mental). Hipernatremia terjadi bila adanya deficit cairan tubuh akibat eksresi air melebihi eksresi
natrium atau asupan air yang kurang, penambahan natrium yang melebihi jumlah cairan dalam
tubuh dan masuknya air tanpa elektrolit dalam sel.
Kadar normal kalium plasma berkisar antara 3,5-5 mEq/L. Bila kadar kalium kuran dari 3,5 mEq/L
disebut hipokalemia yang penyebabnya adalah asupan kalium yang kurang, pengeluaran kalium
berlebihan dan kalium masuk ke dalam sel. Kemudian jika kadar kalium lebih dari 5 mEq/L disebut
sebgaia hiperkalamia yang disebabkan oleh keluarnya kalium dari intrasel ke ekstrasel dan
berkurangnya eksresi kalium melalui ginjal.
4.3 Diagnosis
Dehidrasi melibatkan pengurangan cairan intra dan ekstrasel secara bersamaan dimana 40% dari
cairan yang hilang berasal dari ekstrasel dan 60% intrasel. Hipernatremia merupakan tanda klinik
dari dehidrasi. Defisit cairan tubuh total ini dapat dihitung dengan rumus:
Gejala pada hipernatremia adalah letargi, lemas, twitching, kejang dan akhirnya koma. Pada
hiponatremia dengan gejala yang berat seperti kesadaran menurun atau kejang digolongkan dalam
kategori akut. Hiponatremia tanpa gejala berat digolongkan dalam kategori kronik.
Hipokalemia menyebabkan eksresi kalium melalui ginjal menurun hingga kurang dari 25 mEq/L per
hari sedangkan eksresi kalium di dalam urin lebih 40 mEq/L per hari menandakan adanya
pembuangan kalium yang berlebihan melalui ginjal.
Pada euvolemia, volume air tidak berubah namun terjadi perpindahan air karena perubahan kadar
elektrolit khususnya natrium.
4.4 Tatalaksana
Dehidrasi
Untuk pengobatan dehidrasi, bisa diberikan cairan isotonic mengandung isotonic mengandung
dekstrosa. Volume air yang dibutuhkan sesuai dengan perhitungan rumus (10%) ditambah dengan
insensible water losses + volume urin 24 jam + volume air yang keluar melalui saluran cerna.
Euvolemia
Kondisi ini disebabkan oleh penurunan kadar natrium, sangat dimungkinkan karena natrium masuk
ke dalam sel (edema sel). Pengobatan bisa dengan pemberian larutan hipertonik untuk menarik
natrium ke luar dari sel yang akan menyebabkan keseimbangan antara air dan natrium pada cairan
sel. Jika ini disebabkan oleh tingginya kadar natrium, maka diberikan air tanpa elektrolit secara
perlahan.
Hiponatremia
Pada hiponatremia akut, diberikan larutan natrium hipertonik intravena dan hipernatremia adalah
dengan melakukan koreksi cairan berdasarkan perhitungan jumlah deficit cairan
Hipokalemia
Bisa dilakukan dengan pemberian melalui oral atau intravena. Jika secara oral maka diberikan cairan
40-60 mEq yang dapat meningkatkan kadar kalium sebesar 1-1,5 mEq/L dan jika diberi 135-160
mEq/L maka dapat meningkatkan kalium sebesar 2,5-3,5 mEq/L. Jika melalui intravena makan
diberikan larutan KCl dengan kecepatan 10-20 mEq/jam
Hiperkalemia
Bisa diobati dengan cairan kalsium intravena. Jika pada hiperkalemia berat maka bisa ditambahnkan
10mL kalsium glukonat.
Sumber: