Anda di halaman 1dari 29

ASUHAN KEPERAWATAN PADA Ny.

A
DENGAN PERILAKU KEKERASAN
DI RUANG AKUT RSKD AMBON

DISUSUN OLEH

KELOMPOK 1 AKUT

1. ADILA MANUPUTTY 8. DEBBY D. ANGWARMASSE


2. ALEXANDER B. PATTIWAELLLAPIA 9. DELANI N. RESLEY
3. ALWIA SOSAL 10. DHANTY RAHMAN KALIKY
4. ANGGI RAIS SALINA 11. FALENTINA BATSERAN
5. ASIA LATUCONSINA 12. FARADILAH NASRI
6. CHALVIN H. NOYA 13. GERALD TONI KAINAMA
7. DALILA MELUBUN 14. MARIANI TUHULOULA

PRODI PROFESI KEPERAWATAN


STIKES MALUKU HUSADA
2019
LAPORAN PENDAHULUAN PASIEN DENGAN PERILAKU
KEKERASAN DI RUANG AKUT RUMAH SAKIT KHUSUS DAERAH
(RSKD) PROVINSI MALUKU

A. Definisi
Perilaku kekerasan adalah tingkah laku individu yang ditujukan untuk
melukai atau mencelakakan individu lain yang tidak menginginkan datangnya
tingkah laku tersebut (Purba, dkk: 2008). Menurut Stuart dan Sundeen
(2005), perilaku kekerasan adalah suatu keadaan dimana seseorang
melakukan tindakan yang dapat membahayakan secara fisik baik terhadap diri
sendiri, orang lain maupun lingkungan. Hal tersebut dilakukan untuk
mengungkapkan perasaan kesal atau marah yang tidak konstruktif.
Pada pasien perilaku kekerasan mengungkapkan rasa kemarahan secara
fluktuasi sepanjang rentang adaptif dan maladaptif. Marah merupakan
perasaan jengkel yang timbul sebagai respons terhadap kecemasan/kebutuhan
yang tidak terpenuhi yang tidak dirasakan sebagai ancaman (Stuart &
Sundeen: 2005). Marah merupakan emosi yang memiliki ciri-ciri aktivitas
sistem saraf parasimpatik yang tinggi dan adanya perasaan tidak suka yang
sangat kuat. Pada saat marah ada perasaan ingin menyerang, menghancurkan
atau melempar sesuatu dan biasanya timbul pikiran yang kejam. Bila hal ini
disalurkan maka akan terjadi perilaku agresif (Purba, dkk: 2008).
Keberhasilan individu dalam berespon terhadap kemarahan dapat
menimbulkan respon asertif yang merupakan kemarahan yang diungkapkan
tanpa menyakiti orang lain dan akan memberikan kelegaan pada individu
serta tidak akan menimbulkan masalah. Kegagalan yang menimbulkan
frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan melarikan diri atau respon
melawan dan menentang. Respon melawan dan menentang merupakan respon
yang maladaptif yaitu agresi-kekerasan (Purba dkk: 2008).
B. Faktor Predisposisi
Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya perilaku kekerasan
menurut teori biologik, teori psikologi, dan teori sosiokultural yang dijelaskan
oleh Townsend (2005) adalah:
a. Teori biologik
Teori biologik terdiri dari beberapa pandangan yang berpengaruh
terhadap perilaku:
1) Neurobiologik
Ada 3 area pada otak yang berpengaruh terhadap proses impuls
agresif: sistem limbik, lobus frontal dan hypothalamus.
Neurotransmitter juga mempunyai peranan dalam memfasilitasi atau
menghambat proses impuls agresif. Sistem limbik merupakan sistem
informasi, ekspresi, perilaku, dan memori. Apabila ada gangguan pada
sistem ini maka akan meningkatkan atau menurunkan potensial
perilaku kekerasan. Adanya gangguan pada lobus frontal maka
individu tidak mampu membuat keputusan, kerusakan pada penilaian,
perilaku tidak sesuai, dan agresif. Beragam komponen dari sistem
neurologis mempunyai implikasi memfasilitasi dan menghambat
impuls agresif. Sistem limbik terlambat dalam menstimulasi timbulnya
perilaku agresif. Pusat otak atas secara konstan berinteraksi dengan
pusat agresif.
2) Biokomia
Berbagai neurotransmitter (epinephrine, norepinefrine,
dopamine, asetikolin, dan serotonin) sangat berperan dalam
memfasilitasi atau menghambat impuls agresif. Teori ini sangat
konsisten dengan fight atau flight yang dikenalkan oleh Selye dalam
teorinya tentang respons terhadap stress.
3) Genetik
Penelitian membuktikan adanya hubungan langsung antara
perilaku agresif dengan genetik karyotype XYY.
4) Gangguan otak
Sindroma otak organik terbukti sebagai faktor predisposisi
perilaku agresif dan tindak kekerasan. Tumor otak, khususnya yang
menyerang sistem limbik dan lobus temporal; trauma otak, yang
menimbulkan perubahan serebral; dan penyakit seperti ensefalitis, dan
epilepsi, khususnya lobus temporal, terbukti berpengaruh terhadap
perilaku agresif dan tindak kekerasan.
b. Teori psikologi
1) Teori psikoanalitik
Teori ini menjelaskan tidak terpenuhinya kebutuhan untuk
mendapatkan kepuasan dan rasa aman dapat mengakibatkan tidak
berkembangnya ego dan membuat konsep diri rendah. Agresi dan
tindak kekerasan memberikan kekuatan dan prestise yang dapat
meningkatkan citra diri dan memberikan arti dalam kehidupannya.
Perilaku agresif dan kekerasan merupakan pengungkapan secara
terbuka terhadap rasa ketidakberdayaan dan rendahnya harga diri.
2) Teori pembelajaran
Anak belajar melalui perilaku meniru dari contoh peran mereka,
biasanya orang tua mereka sendiri. Contoh peran tersebut ditiru karena
dipersepsikan sebagai prestise atau berpengaruh, atau jika perilaku
tersebut diikuti dengan pujian yang positif. Anak memiliki persepsi
ideal tentang orang tua mereka selama tahap perkembangan awal.
Namun, dengan perkembangan yang dialaminya, mereka mulai meniru
pola perilaku guru, teman, dan orang lain. Individu yang dianiaya
ketika masih kanak-kanak atau mempunyai orang tua yang
mendisiplinkan anak mereka dengan hukuman fisik akan cenderung
untuk berperilaku kekerasan setelah dewasa.
c. Teori sosiokultural
Pakar sosiolog lebih menekankan pengaruh faktor budaya dan
struktur sosial terhadap perilaku agresif. Ada kelompok sosial yang
secara umum menerima perilaku kekerasan sebagai cara untuk
menyelesaikan masalahnya. Masyarakat juga berpengaruh pada
perilaku tindak kekerasan, apabila individu menyadari bahwa
kebutuhan dan keinginan mereka tidak dapat terpenuhi secara
konstruktif. Penduduk yang ramai/padat dan lingkungan yang ribut
dapat berisiko untuk perilaku kekerasan. Adanya keterbatasan sosial
dapat menimbulkan kekerasan dalam hidup individu.
C. Faktor Presipitasi
Menurut Yosep (2009) faktor-faktor yang dapat mencetuskan perilaku
kekerasan sering kali berkaitan dengan:
a. Ekspresi diri, ingin menunjukkan eksistensi diri atau simbol solidaritas
seperti dalam sebuah konser, penonton sepak bola, geng sekolah,
perkelahian masal dan sebagainya.
b. Ekspresi dari tidak terpenuhinya kebutuhan dasar dan kondisi sosial
ekonomi.
c. Kesulitan dalam mengkomunikasikan sesuatu dalam keluarga serta tidak
membiasakan dialog untuk memecahkan masalah cenderung melalukan
kekerasan dalam menyelesaikan konflik.
d. Ketidaksiapan seorang ibu dalam merawat anaknya dan ketidakmampuan
dirinya sebagai seorang yang dewasa.
e. Adanya riwayat perilaku anti sosial meliputi penyalahgunaan obat dan
alkoholisme dan tidak mampu mengontrol emosinya pada saat
menghadapi rasa frustasi.
f. Kematian anggota keluarga yang terpenting, kehilangan pekerjaan,
perubahan tahap perkembangan, atau perubahan tahap perkembangan
keluarga.
D. Tanda dan Gejala
Yosep (2009) mengemukakan bahwa tanda dan gejala perilaku kekerasan
adalah sebagai berikut:
a. Fisik
1) Muka merah dan tegang
2) Mata melotot/ pandangan tajam
3) Tangan mengepal
4) Rahang mengatup
5) Postur tubuh kaku
6) Jalan mondar-mandir
b. Verbal
1) Bicara kasar
2) Suara tinggi, membentak atau berteriak
3) Mengancam secara verbal atau fisik
4) Mengumpat dengan kata-kata kotor
5) Suara keras
6) Ketus
c. Perilaku
1) Melempar atau memukul benda/orang lain
2) Menyerang orang lain
3) Melukai diri sendiri/orang lain
4) Merusak lingkungan
5) Amuk/agresif
d. Emosi
1) Tidak adekuat, tidak aman dan nyaman
2) Rasa terganggu, dendam dan jengkel
3) Bermusuhan, mengamuk, dan ingin berkelahi
4) Menyalahkan dan menuntut
e. Intelektual
1) Mendominasi
2) Cerewet
3) Kasar
4) Berdebat
5) Meremehkan dan sarkasme
f. Spiritual
1) Merasa diri berkuasa dan benar
2) Mengkritik pendapat orang lain
3) Menyinggung perasaan orang lain
4) Tidak perduli dan kasar.
g. Sosial
1) Menarik diri, pengasingan
2) Penolakan
3) Kekerasan
4) Ejekan dan sindiran.
h. Perhatian
1) Bolos
2) Mencuri
3) Melarikan diri
4) Penyimpangan seksual.
E. Mekanisme Terjadinya Perilaku Kekerasan
Menurut Iyus Yosep (2009) kemarahan diawali oleh adanya stressor
yang berasal dari internal atau eksternal. Stressor internal seperti penyakit,
hormonal, dendam, kesal sedangkan stressor eksternal bisa berasal dari
lingkungan seperti ledekan, cacian, makian, hilangnya benda berharga,
tertipu, penggusuran, bencana dan sebagainya. Hal tersebut akan
mengakibatkan kehilangan atau gangguan pada sistem individu (disruption
and loss). Hal yang terpenting adalah bagaimana individu memaknai setiap
kejadian yang menyedihkan atau menjengkelkan tersebut (personal meaning).
Bila seseorang memberi makna positif, misalnya kemacetan adalah
waktu untuk beristirahat, penyakit adalah sarana penggugur dosa, suasana
bising adalah melatih persyarafan telinga maka ia akan dapat melakukan
kegiatan secara positif (compensatory act) dan tercapai perasaan lega
(resolution). Bila ia gagal dalam memberikan makna menganggap segala
sesuatunya sebagai ancaman dan tidak mampu melakukan kegiatan positif
misalnya: olah raga, menyapu atau baca puisi saat ia marah dan sebagainya.
Maka akan muncul perasaan tidak berdaya dan sengsara (helplessness).
Perasaan itu akan memicu timbulnya kemarahan (anger). Kemarahan yang
diekspresikan keluar (exspressed outward) dengan kegiatan yang konstruktif
dapat menyelesaikan masalah. Kemarahan yang diekspresikan dengan
kegiatan destruktif dapat menimbulkan perasaan bersalah dan menyesal
(guilt). Kemarahan yang dipendam akan menimbulkan gejala psikomatis
(painfull symptom).
Perasaan marah normal terjadi pada setiap individu, namun perilaku yang
dimanifestasikan oleh perasaan marah dapat berfungsi sepanjang rentang adaptif
dan mal adaptif.
(Gambar 1)

Respon adaptif Respon mal adaptif

Asertif Frustasi Pasif Agresif Kekerasan

Gambar 1. Rentang Respon Marah


Kegagalan dapat menimbulkan frustasi dapat menimbulkan respon pasif dan
melarikan diri atau respon melawan dan menentang. Respon melawan dan
menentang merupakan respon yang maladaptif, yaitu agresif=kekerasan perilaku
yang I menampakkan mulai dari yang rendah sampai yang tinggi, yaitu:
1. Asertif, mampu menyatakan rasa marah tanpa menyakiti orang lain dan
merasa lega.
2. Frustasi, merasa gagal mencapai tujuan disebabkan karena tujuan yang
tidak realistis.
3. Pasif, diam saja karena tidak mampu mengungkapkan perasaan yang
sedang dialami.
4. Agresif
Memperlihatkan permusuhan, keras dan menuntut, mendekati orang lain
dengan ancaman, memberi kata-kata ancaman tanpa niat melukai.
Umumnya klien masih dapat mengontrol perilaku untuk tidak melukai
orang lain.
5. Kekerasan
Sering juga disebut gaduh-gaduh atau amuk. Perilaku kekerasan ditandai
dengan menyentuh orang lain secara menakutkan, member kata-kata
ancaman, melukai disertai melukai pada tingkat ringan, dan yang paling
berat adalah melukai/merusak secara serius. Klien tidak mampu
menegndalikan diri.
Respon terhadap marah dapat diungkapkan melalui tiga cara yaitu:
a. Mengungkapkan secara verbal
b. Menekan
c. Menantang.
Dari ketiga cara ini yang pertama adalah konstruktif sedang dua cara
lain adalah destruktif. Dengan melarikan diri atau menantang akan
menimbulkan rasa bermusuhan dan bila cara ini dipakai terus menerus, maka
kemarahan dapat diekspresikan pada diri sendiri atau lingkungan dan akan
tampak sebagai depresi psikosomatik atau agresif dan mengamuk.
Mekanisme terjadinya masalah dapat digambarkan melalui diagram
berikut:

Provokasi
(ancaman atau kebutuhan yang tidak terpenuhi)

Stress

Cemas

Marah

Diungkapkan secara tepat/asertif Mengingkari marah/merasa kuat

Masalah teratasi Marah tidak terungkap

Marah berkepanjangan

Marah pada diri sendiri Marah pada orang lain

Depresi Agresi
2.6 ASKEP PERILAKU KEKERASAN
Pengkajian
1. Identitas
Meliputi data-data demografi seperti nama, usia, pekerjaan, dan tempat
tinggal klien
2. Keluhan utama
Biasanya klien memukul anggota keluarga atau orang lain.
3. Alasan masuk
Tanyakan pada klien atau keluarga:
a. Apa yang menyebabkan klien atau keluarga datang ke rumah sakit?
b. Apa yang sudah dilakukan oleh keluarga untuk mengatasi masalah ini?
c. Bagaimana hasilnya?
4. Tinjau kembali riwayat klien untuk adanya stressor pencetus dan data
signifikan tentang:
a. Kerentanan genetika-biologik (misal, riwayat keluarga)
b. Peristiwa hidup yang menimbulkan stress dan kehilangan yang baru
dialami
c. Episode-episode perilaku kekerasan di masa lalu
d. Riwayat pengobatan
e. Penyalahgunaan obat dan alkohol
f. Riwayat pendidikan dan pekerjaan
5. Faktor predisposisi
Berbagai pengalaman yang dialami tiap orang yang merupakan faktor
predisposisi, artinya mungkin terjadi / tidak terjadi perilaku kekerasan
jika faktor tersebut dialami oleh individu:
a. Psikologis, kegagalan yang dialami dapat menimbulkan frustasi
yang kemudian dapat timbul agresif atau amuk. Masa kanak-
kanak yang tidak menyenangkan yaitu perasaan ditolak, dihina,
dianiaya atau saksi penganiayaan.
b. Perilaku, reinforcement yang diterima saat melakukan kekerasan,
sering mengobservasi kekerasaan dirumah atau diluar rumah,
semua aspek ini menstimulasi individu mengadopsi perilaku
kekerasan.
c. Sosial budaya, budaya tertutup dan membalas secara diam (pasif
agresif) dan kontrol sosial yang tidak pasti terhadap pelaku
kekerasan akan menciptakan seolah-olah perilaku kekerasan
diterima (permisive).
d. Bioneurologis, banyak pendapat bahwa kerusakan sistem limbik,
lobus frontal, lobus temporal dan ketidakseimbangan
neurotransmiter berperan dalam terjadinya perilaku kekerasan
6. Faktor presipitasi
Faktor presipitasi dapat bersumber dari klien , lingkungan atau interaksi
dengan orang lain. Kondisi klien seperti kelemahan fisik, keputusasaan,
ketidakberdayaan, percaya diri yang kurang dapat menjadi penyebab
perilaku kekerasan. Demikian pula dengan situasi lingkungan yang ribut,
padat, kritikan yang mengarah pada penghinaan, kehilangan orang yang
dicintai/ pekerjaan dan kekerasan merupakan faktor penyebab yang lain.
Interaksi sosial provokatif dan konflik dapat memicu perilaku kekeraaan.
7. Tanda dan gejala
Padapengkajian awal dapat diketahui alasan utama klien dibawa
kerumah sakit adalah perilaku kekersan dirumah. Kemudian perawat
dapat melakukan pengkajian dengan cara obsevasi dan wawancara. Data
perilaku kekerasan yang diperoleh melalui observasi dan wawancara
tentang perilaku berikut ini:
a. Muka merah dan tegang
b. Pandangan tajam
c. Mengatupkan rahang dengan kuat
d. Mengepalkan tangan
e. Jalan mondar-mandir
f. Bicara kasar
g. Suara tinggi, menjerit atau berteriak
h. Mengancam secara verbal atau fisik
i. Melempar atau memukul benda/ orang lain
j. Merusak barang atau benda
k. Tidak mempunyai kemampuan untuk mencegah perilaku kekerasan.
l. tanda-tanda kekambuhan serta tindakan perawatan sendiri.
Pohon masalah
Resiko mencederai orang lain/lingkungan

Perilaku kekerasan

Halusinasi Waham : Curiga


Gangguan harga diri : harga diri rendah
Diagnosa Keperawatan
1. Resiko Perilaku Kekerasan
2. Halusinasi
3. Waham : Curiga
4. Harga Diri Rendah
Rencana tindakan keperawatan
Rencana tindakan keperawatan dibagi dua, yaitu:
A. Rencana tindakan keperawatan pada keluarga klien
Tujuan tindakan keperawatan adalah keluarga dapat merawat pasien dirumah.
Tindakan keperawatan
1. Diskusikan masalah yang dihadapi keluarga dalam merawat pasien
2. Diskusikan bersama keluarga tentang perilaku kekerasan (penyebab,
tanda, dan gejala, perilaku yang muncul dan akibat dari perilaku
tersebut).
3. Diskusikan bersama keluarga kondisi-kondisi pasien yang perlu segera
dilaporkan kepada perawat, seperti melempar atau memukul benda/
orang lain.
4. Latih kelurga merawat pasien dengan perilku kekerasan.
a. Anjurkan keluarga untuk memotivasi pasien melakukan tindakan
yang telah diajarkan oleh perawat.
b. Ajarkan keluarga untuk memberikan pujian kepada pasien bila
pasien dapat melakukan kegiatan tersebut secara tepat.
c. Diskusikan bersama keluarga tindakan yang harus dilakukan bila
pasien menunjukkan gejala-gejala perilku kekerasan
d. Evaluasi pengetahan keluarga tentang marah.
5. Buat perawatan lanjutan
a. Buat perencanaan pulang bersama keluarga
C. Rencana Tindakan Keperawatan pada Klien
NO Diagnosis Perencanaan Intervensi
Keperawatan
Tujuan Kriteria Hasil
1Resiko TUM: 1.1 Klien mau membalas salam 1.1.1 Beri salam atau panggil nama
perilaku Klien tidak mencederai diri 1.2 Klien mau menjabat tangan 1.1.2 Sebutkan nama perawat sambil jabat tangan
kekerasan sendiri 1.3 Klien mau menyebutkan 1.1.3 Jelaskan maksud hubungan interaksi
terhadap diri TUK: nama 1.1.4 Jelaskan tentang kontrak yang akan dibuat
sendiri 1. Klien dapat membina 1.4 Klien mau tersenyum 1.1.5 Beri rasa aman dan sikap empati
hubungan saling percaya 1.5 Klien mau kontak mata 1.1.6 Lakukan kontak singkat tapi sering
1.6 Klien mau mengetahui nama
perawat
2. Klien dapat 2.1 Klien mengungkapkan 2.1.1 Beri kesempatan untuk mengungkapkan perasaannya
mengidentifikasi perasaannya 2.1.2 Bantu klien mengungkapkan penyebab perasaan
penyebab perilaku 2.2 Klien dapat mengungkapkan jengkel atau kesal
kekerasan perasaan jengkel ataupun
kesal
3. Klien dapat 3.1 Klien dapat mengungkapkan 3.1.1 Anjurkan klien mengungkapkan apa yang dialami dan
mengidentifikasi tanda perasaan saat marah atau dirasakannya saat jengkel atau marah
dan gejala perilaku jengkel 3.1.2 Observasi tanda dan gejala perilaku kekerasan pada
kekerasan 3.2 Klien dapat menyimpulkan klien
tanda dan gejala jengkel atau 3.2.1 Simpulkan bersama klien yanda dan gejala jengkel atau
kesal yang dialaminya kesal yang dialami klien
4. Klien dapat 4.1 Klien dapat mengungkapkan 4.1.1 Anjurkan klien untuk mengungkapkan perilaku
mengidentifikasi perilaku kekerasan yang biasa kekeraan yang biasa dilakukan klien
perilaku kekerasan yang dilakukan 4.2.1 Bantu klien bermain peran sesuai perilaku kekerasan
biasa dilakukan 4.2 Klien dapatbermain peran yang biasa dilakukan
sesuai perilaku kekerasan 4.3.1 Bicarakan dengan klien apakah dengan cara klien
yang biasa dilakukan lakukan masalahnya selesai
4.3 Klien dapat menngetahui cara
yang biasa dilakukan untuk
menyelesaikan masalah
5. Klien dapat 5.1 Klien dapat menjelaskan 5.1.1 Bicarakan akibat atau kerugian dari cara yang
mengidentifikasi akibat akibat dari cara yang dilakukan klien
perilaku kekerasan digunakan klien: 5.1.2 bersama klien menyimpulkan akibat dari cara yang
a. akibat pada klien sendiri, dilakukan klien
b. akibat pada orang lain, 5.1.3 Tanyakan pada klien apakah dia ingin mempelajari cara
c. akibat pada lingkungan baru yang sehat
6. Klien dapat 6.1 klien dapat menyebutkan 1.1.1 diskusikan kegiatan fisik yang biasa dilakukan klien
mendemonstrasikan cara contoh pencegahan perilaku 1.1.2 beri pujian atas kegiatan fisik yang biasa dilakukan
fisik untuk mencegah kekerasan secara fisik: tarik klien
perilaku kekerasan napas dalam, pukul kasur, dan
1.1.3 diskusikan dua cara fisik yang paling mudah untuk
bantal mencegah perilaku kekerasan
6.2 klien dapat
6.2.1 Diskusikan cara melakukan tarik napas dalam dengan
mendemonstrasikan cara fisik klien
untuk mencegah perilaku 6.2.2 Beri contoh klien cara menarik napas dalam
kekerasan 6.2.3 Minta klien untuk mengikuti contoh yang diberikan
6.3 Klien mempunyai jadwak sebanyak 5 kali
untuk melatih cara
6.2.4 Beri pujian positif atas kemampuan klien
pencegahan fisik yang telah mendemonstrasikan cara menarik napas dalam
dipelajari sebelumnya 6.2.5 Tanyakan perasaan klien setelah selesai
6.4 Klien mengevaluasi
6.3.1 diskusikan dengan klien mengenai frekuensi latihan
kemampuannya dalam yang akan dilakukan sendiri oleh klien
melakukan cara fisik sesuai 6.3.2 susun jadwal kegiatan untuk melatih cara yang
jadwal yang disusun dipelajari
6.4.1 klien mengevaluasi peaksanaan latihan
6.4.2 validasi kemampuan klien dalam melaksanakan latihan
6.4.3 beikan pujian atas keberhasilan klien
6.4.4 Tanyakan pada klien apakah kegiatan cara pencegahan
perilaku kekerasan dapat mengurangi perasaan marah
7. Klien dapat 7.1 Klien dapat menyebutkan cara 7.1.1. diskusikan cara bicara yang baik dengan klien
mendemonstrasikan cara bicara yang baik dalam 7.1.2. Beri contoh cara bicara yang baik :
social untuk mencegah mencegah perilaku kekerasan d. Meminta dengan baik
perilaku kekerasan a. Meminta dengan baik e. Menolak dengan baik
b. Menolak dengan baik f. Mengungkapkan perasaan dengan baik
c. Mengungkapkan perasaan 7.2.1. Minta klien mengikuti contoh cara bicara yang baik
dengan baik a. Meminta dengan baik : “Saya minta uang untuk beli
7.2 Klien dapat makanan”
mendemonstrasikan cara b. Menolak dengan baik : “ Maaf, saya tidak dapat
verbal yang baik melakukannya karena ada kegiatan lain.
7.3 Klien mumpunyai jadwal c. Mengungkapkan perasaan dengan baik : “Saya kesal
untuk melatih cara bicara karena permintaan saya tidak dikabulkan” disertai
yang baik nada suara yang rendah.
7.4 Klien melakukan evaluasi 7.2.2. Minta klien mengulang sendiri
terhadap kemampuan cara 7.2.3. Beri pujian atas keberhasilan klien
bicara yang sesuai dengan 7.3.1. Diskusikan dengan klien tentang waktu dan kondisi
jadwal yang telah disusun cara bicara yang dapat dilatih di ruangan, misalnya :
meminta obat, baju, dll, menolak ajakan merokok, tidur
tidak pada waktunya; menceritakan kekesalan pada
perawat
7.3.2. Susun jadwaj kegiatan untuk melatih cara yang telah
dipelajari.
7.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaa latihan cara bicara
yang baik dengan mengisi dengan kegiatan jadwal
kegiatan ( self-evaluation )
7.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan
7.4.3 Berikan pujian atas keberhasilan klien
7.4.4 Tanyakan kepada klien : “ Bagaimana perasaan Budi
setelah latihan bicara yang baik? Apakah keinginan
marah berkurang?”
8. Klien dapat 8.1 Klien dapat menyebutkan 8.1.1. Diskusikan dengan klien kegiatan ibadah yang pernah
mendemonstrasikan cara kegiatan yang biasa dilakukan dilakukan
spiritual untuk 8.2 Klien dapat 8.2.1. Bantu klien menilai kegiatan ibadah yang dapat
mencegah perilaku mendemonstrasikan cara dilakukan di ruang rawat
kekerasan ibadah yang dipilih 8.2.2. Bantu klien memilih kegiatan ibadah yang akan
8.3 Klien mempunyai jadwal dilakukan
untuk melatih kegiatan ibadah 8.2.3. Minta klien mendemonstrasikan kegiatan ibadah yang
8.4 Klien melakukan evaluasi dipilih
terhadap kemampuan 8.2.4. Beri pujian atas keberhasilan klien
melakukan kegiatan ibadah 8.3.1 Diskusikan dengan klien tentang waktu pelaksanaan
kegiatan ibadah
8.3.2. Susun jadwal kegiatan untuk melatih kegiatan ibadah
8.4.1. Klien mengevaluasi pelaksanaan kegiatan ibadah
dengan mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
8.4.2. Validasi kemampuan klien dalam melaksanakan
latihan
8.4.3. Berikan pujian atas keberhasilan klien
8.4.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaimana perasaan Budi
setelah teratur melakukan ibadah? Apakah keinginan
marah berkurang
9. Klien dapat 9.1 Klien dapat menyebutkan 9.1.1 Diskusikan dengan klien tentang jenis obat yang
mendemonstrasikan jenis, dosis, dan waktu minum diminumnya (nama, warna, besarnya); waktu minum
kepatuhan minum obat obat serta manfaat dari obat obat (jika 3x : pukul 07.00, 13.00, 19.00); cara minum
untuk mencegah itu (prinsip 5 benar: benar obat.
perilaku kekerasan orang, obat, dosis, waktu dan 9.1.2 Diskusikan dengan klien tentang manfaat minum obat
cara pemberian) secara teratur :
9.2 Klien mendemonstrasikan a. Beda perasaan sebelum minum obat dan sesudah
kepatuhan minum obat sesuai minum obat
jadwal yang ditetapkan b.Jelaskan bahwa dosis hanya boleh diubah oleh dokter
9.3 Klien mengevaluasi c. Jelaskan mengenai akibat minum obat yang tidak
kemampuannya dalam teratur, misalnya, penyakit kambuh
mematuhi minum obat 9.2.1 Diskusikan tentang proses minum obat :
a. Klien meminat obat kepada perawat ( jika di rumah
sakit), kepada keluarga (jika di rumah)
b.Klien memeriksa obat susuai dosis
c. Klien meminum obat pada waktu yang tepat.
9.2.2. Susun jadwal minum obat bersama klien
9.3.1 Klien mengevaluasi pelaksanaan minum obat dengan
mengisi jadwal kegiatan harian (self-evaluation)
9.3.2 Validasi pelaksanaan minum obat klien
9.3.3 Beri pujian atas keberhasilan klien
9.3.4 Tanyakan kepada klien : “Bagaiman perasaan Budi
setelah minum obat secara teratur? Apakah keinginan
untuk marah berkurang?”
10. Klien dapat mengikuti 10.1 Klien mengikuti TAK : 10.1.1 Anjurkan klien untuk mengikuti TAK : stimulasi
TAK : stimulasi persepsi stimulasi persepsi pencegahan persepsi pencegahan perilaku kekerasan
pencegahan perilaku perilaku kekerasan 10.1.2 Klien mengikuti TAK : stimulasi persepsi pencegahan
kekerasan 10.2 Klien mempunyai jadwal perilaku kekerasan (kegiatan tersendiri)
TAK : stimulasi persepsi 10.1.3 Diskusikan dengan klien tentang kegiatan selama
pencegahan perilaku TAK
kekerasan 10.1.4 Fasilitasi klien untuk mempraktikan hasil kegiatan
10.3 Klien melakukan evaluasi TAK da beri pujian atas keberhasilannya
terhadap pelaksanaan TAK 10.2.1 Diskusikan dengan klien tentang jadwal TAK
10.2.2 Masukkan jadwak TAK ke dalam jadwal kegiatan
harian (self- evaluation).
10.3.2 Validasi kemampuan klien dalam mengikuti TAK
10.3.3 Beri pujian atas kemampuan mengikuti TAK
10.3.4 Tanyakan pada klien: “Bagaimana perasaan Ibu
setelah mengikuti TAK?”

11. K l i e n m e n d a p a t k a n 11.1 Keluarga dapat 11.1.1 Identifikasi kemampuan keluarga dalam merawat
dukungan keluarga mendemonstrasikan cara klien sesuai dengan yang telah dilakukan keluarga
dalam melakukan cara merawat klien terhadap klien selama ini
pencegahan perilaku 11.1.2 Jelaskan keuntungan peran serta keluarga dalam
k e k e r a s a n merawat klien
11.1.3 Jelaskan cara- cara merawat klien :
a. Terkait dengan cara mengontrol perilaku marah
secara konstruktif
b. Sikap dan cara bicara
c. Membantu klien mengenal penyebab marah dan
pelaksanaan cara pencegahan perilaku kekerasan
11.1.4 Bantu keluarga mendemonstrasikan cara merawat
klien
11.1.5 Bantu keluarga mengngkapkan perasaannya setelah
melakukan demonstrasi
11.1.6 Anjurkan keluarga mempraktikannya pada klien
selama di rumah sakit dan melanjutkannya setelah
pulang ke rumah.
DAFTAR PUSTAKA

Anna, budi. 2011. Keperawatan Kesehatan Jiwa Komunitas: CMHN(basic course). Jakarta: EGC

Anna, budi.2009. Model Praktik Keperawatan Profesional jiwa. Jakarta : EGC

Keliat, Budi Ana. 1999. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Edisi 1. Jakarta: EGC

Keliat, Budi Ana. 2001. Peran Serta Keluarga dalam Perawatan Klien Gangguan Jiwa. Jakarta: EGC.

Keliat, Budi Anna, d kk. 2005. Proses Keperawatan Kesehatan Jiwa. Jakarta: EGC

Maramis, W.F. 2004. Catatan Ilmu Kedokteran Jiwa. Airlangga University press, Surabaya.

Purba J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: Usu Press

Purba, J. M, dkk. 2008. Asuhan Keperawatan pada Klien dengan Masalah Psikososial dan Gangguan
Jiwa. Medan: Usu Press.

Stuart dan Sundeen. 2005. Buku Saku Keperawatan Jiwa Edisi 3. Jakarta: EGC.

Stuart, G.W., and Laraia, M.T. (1998). Principles and practice of psychiatric nursing. Fifth edition.
St. Louis: Mosby Year Book.

Townsend, Mary C. 2005. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri, Pedoman untuk
Pembuatan Rencana Perawatan Edisi 3. Jakarta: EGC.

Townsend, MC. 1998. Diagnosa Keperawatan pada Keperawatan Psikiatri: Pedoman untuk
Pembuatan Rencana Keperawatan. Jakarta : EGC

Yosep, Iyus. 2009. Keperawatan Jiwa. Bandung: Refika Aditama.

...
STRATEGI PELAKSANAAN I

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan benci atau kesal pada seseorang dan suka membentak dan menyerang
orang yang mengusiknya jika sedang kesal atau marah.
Data Objektif:
 Pasien menjawab pertanyaan dengan nada bicara rendah dan cepat.
 Pasien nampak tegang saat berinteraksi.
 Mata pasien menuju kepada penanya.
 Pasien menjawab pertanyaan dengan singkat.
2. Pasien koperatif.
Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
3. Tujuan Khusus
Membantu pasien melatih mengendalikan perilaku kekerasan dengan cara fisik pertama.
4. Tindakan Keperawatan
a. Mengidentifikasi penyebab, tanda dan gejala, perilaku kekerasan yang dilakukan, akibat
perilaku kekerasan.
b. Jelaskan cara mengontrol perilaku kekerasan: fisik, obat, verbal, spritual.
c. Latihan cara mengontrol perilaku kekerasan secara fisik: tarik nafas dalam dan pukul kasur
dan bantal
B. Strategi komunikasi
1. Orientasi:
“Selamat pagi ibu, perkenalkan nama saya AA, panggil saya A, hari ini saya akan berbincang-
bincang dengan ibu.”
“Nama ibu siapa? Senangnya di panggil apa?”
“Bagaimana perasaan ibu saat ini, masih ada rasa kesal atau marah?”
“Baiklah, kita akan berbincang-bincang sekarang tentang perasaan marah ibu.”
“Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang? Bagaimana jika 10 menit?”
“Di mana enaknya kita duduk-duduk untuk berbincang-bincang, ibu? Bagaimana jika di ruang
tamu?”
2. Kerja:
“Apa yang menyebabkan ibu marah? Apakah sebelumnya ibu pernah marah? Apa
penyebabnya? Samakah dengan sekarang?
“Pada saat ibu sedang marah apa yang ibu rasakan?
“Apakah ibu merasa kesal, terus dada ibu berdebar – debar, mata melotot, rahang terkatup rapat
dan tangan mengepal?”
“Setelah itu apa yang ibu lakukan?
“Apa kerugian dari cara yang ibu lakukan ? Menurut ibu, adakah cara yang lebih baik? Maukah
ibu belajar cara mengungkapkan marah dengan baik tanpa menimbulkan kerugian?”
“Ada beberapa cara mengatasi marah, ibu. Salah satunya dengan cara fisik. Jadi menyalurkan
marah lewat kegiatan fisik. Dari beberapa cara tadi bagaimana jika kita belajar satu cara dulu?”
“Begini ibu, jika tanda – tanda marah tadi sudah ibu rasakan, maka ibu berdiri, lalu tarik napas
dari hidung, tahan sebentar lalu keluarkan napas perlahan – lahan melalui mulut sambil
membayangkan bahwa ibu sedang mengeluarkan kemarahan. Silahkan ibu mencoba
melakukannya. Lakukan sampai lima kali. Bagaimana perasaanya?”
“Nah, sebaiknya latihan ini ibu lakukan secara rutin, sehingga jika sewaktu-waktu rasa
marahnya muncul, ibu sudah terbiasa melakukannya.”
3. Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah berbincang-bincang tentang kemarahan ibu?”
“Ya jadi apa penyebab marahnya ibu (sebutkan), dan yang ibu rasakan (sebutkan), yang ibu
lakukan (sebutkan) serta akibatnya (sebutkan).”
“Coba selama saya tidak ada ibu mencoba mengingat lagi penyebab marah ibu yang lalu, apa
yang ibu lakukan bila marah, yang belum kita bahas dan jangan lupa latihan nafas dalamnya ya
ibu.”
“baik, bagaimana jika dua jam lagi saya datang dan kita latihan cara yang lain untuk mencegah
atau mengontrol marah. Tempatnya disini saja ibu. Selamat pagi.”
STRATEGI PELAKSANAAN II

RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan senang dan sedikit tenang setelah ber- kenalan.
 Pasien mengatakan rasa kesal sedikit menghilang setelah tarik napas dalam.
Data Objektif:

 Pasien menjawab pertanyaan dengan nada bicara rendah.


 Pasien nampak tenang dan terseyum saat berinteraksi.
 Mata pasien melihat ke penanya.
 Pasien menjawab pertanyaan dengan singkat.
2. Pasien koperatif
Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi:
“Selamat pagi ibu, sesuai janji saya dua kemarin, sekarang saya datang lagi untuk berdiskusi
dengan ibu tentang mengontrol marah dengan cara fisik, untuk cara yang kedua.”
“Bagaimana ibu? Berapa lama? Disini saja ya?”
2. Kerja:
“Jika ada sesuatu yang membuat ibu merasa jengkel, selain dengan napas dalam, ibu juga bisa
mengontrolnya dengan memukul kasur atau bantal.”
“Sekarang mari kita latihan memukul bantal atau kasur. Nah, mana kamar ibu? Jadi, jika nanti
ibu merasa kesal dan ingin marah, langsung ke kamar dan lampiaskan kemarahan tersebut
dengan memukul bantal atau kasur. Nah, coba ibu lakukan. Bagus... ibu dapat melakukannya.”
“Kekesalan dilampiaskan pada kasur dan bantal.”
“Cara ini pun dapat dilakukan secara rutin jika ada rasa marah. Dan jangan lupa rapikan
kembali tempat tidurnya.”
3. Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah latihan menyalurkan amarah?”
Ada berapa cara yang sudah kita latih? Coba sebutkan lagi. Bagus!”
“Sekarang mari kita masukkan jadwal latihan memukul kasur dalam aktivitas ibu. Lalu bila ada
keinginan marah sewaktu-waktu segera gunakan kedua caratadi ya ibu.”
“Besok pagi kita berjumpa lagi untuk belajar cara mengontrol amarah dengan belajar bicara
yang baik.”
“Sampai jumpa.”
STRATEGI PELAKSANAAN III
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan perasaanya senang
 Pasien mengatakan masih ingat dengan yang diajarkan sebelumnya
Data Objektif:

 Pasien nampak tenang dan terseyum saat berinteraksi.


 Mata pasien tampak melihat ke penaya.
 Pasien menjawab pertanyaan dengan singkat.
2. Pasien koperatif.
Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi:
“Selamat pagi ibu, kemarin sudah kita pelajari bahwa jika ibu marah dan muncul perasaan kesal,
berdeba-debar, mata melotot, ibu juga bisa memukul bantal atau kasur.”
“Bagaimana perasaan ibu setelah melakukannya?”
“Coba saya liat jadwal kegiatannya. Bagus! Nah, jika kegiatan napas dalam dan latihan
memukul bantal tulis M (Mandiri). Jika diingatkan perawat tulis B (dengan bantuan). Jika tidak
dilakuka tulis T (belum bisa melakukan.”
“Sesuai janji saya kemarin, sekarang saya datang lagi untuk berdiskusi dengan ibu, tentang
mengontrol amarah dengan belajar bicara yang baik.”
“Bagaimana ibu? Berapa lama? Disini saja ya?”
2. Kerja:
“Jika rasa marah sudah disalurkan dengan cara bernapas dalam atau memukul kasur, setelah lega
kita berbicara kepada orang yang membuat kita marah, ada tiga caranya yaitu:
a. Meminta dengan baik tanpa marah dengan nada suara yang rendah serta tidak menggunakan
kata-kata kasar
b. Menolak dengan baik, bila ada yang menyuruh dan ibu tidak ingin melakukannya, katakan:
maaf saya tidak bisa melakukannya karena sedang ada kerjaan. Coba ibu praktekkan.
Bagus!
c. Mengungkapkan perasaan kesal, jika ada perlakuan orang lain yang membuat kesal,
katakan: saya jadi ingin marah dengan perkataan mu itu, tetapi tidak dengan nada kasar
apalagi mengancam. Coba ibu praktekkan. Bagus, ibu!”
3. Terminasi:
“ Nah, bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang mencegah marah dengan
berbicara yang baik?”
“ Coba ibu sebutkan lagi cara bicara yang baik yang sudah kita pelajari. Bagus.”
“ bagaimana jika besok kita bertemu lagi untuk membicarakan cara mengatasi marah yang
lain, yaitu dengan cara berdoa ya ibu? Berapa lama? Disini saja? Baik sampai jumpa”
STRATEGI PELAKSANAAN IV
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan ia sering berdoa
 Pasien mengatakan perasaanya senang
 Pasien mengatakan masih ingat dengan yang diajarkan sebelumnya
Data Objektif:
 Pasien dapat melakukan berdoa namun melakukannya dengan cepat.
 Pasien nampak tenang saat berinteraksi.
 Mata pasien menatap penanya.
 Pasien menjawab pertanyaan dengan singkat.
2. Pasien koperatif.
Diagnosa Keperawatan
Resiko Perilaku Kekerasan
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi:
“ Selamat pagi ibu, bagaimana perasaan ibu hari ini”
“ Kemarin sudah kita pelajari bahwa jika ibu akan marah dan muncul perasaan kesal, berdebar-
debar, mata melotot, selain napas dalam maka ibu juga bisa memukul bantal atau kasur”
“ Kemudian setelah amarahnya reda, ibu bisa bicara baik-baik kepada orang yang membuat ibu
marah. Nah, bagaimana sudah dilatih semuanya? Bagus! Bagaimana perasaan marahnya?”
“ Hari ini kita akan bicara mengenai cara mencegah amarah dengan cara ibadah.”
“ Dimana enaknya kita berbincang-bincang? Berapa lama? Bagaimana jika 15 menit?”
2. Kerja
“Coba ceritakan kegiatan ibadah yang ibu lakukan. Bagus... Wah banyak sekali. Yang mana
yang mau kita coba?”
“Nah, jika ibu sedang marah, coba ibu langsung duduk dan tarik napas dalam, jika tidak reda
juga segera rebahkan badan agar rileks. Bila masih tidak reda juga, segera berdoa lagi.”
“Ibu bisa berdoa secara teratur untuk mencegah kemarahan jangan lupa memohon ampun
kepada tuhan dan memohon agar terlindungi dari sifat pemarah.”
3. Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara mengontrol amarah dengan
beribadah tadi?”
“Mari kita masukkan jadwal berdoa dan ibadah lainnya kedalam jadwal sehari-hari ibu.”
STRATEGI PELAKSANAAN V
RESIKO PERILAKU KEKERASAN

A. Proses Keperawatan
1. Kondisi Pasien
Data Subjektif:
 Pasien mengatakan ia sering berdoa
 Pasien mengatakan perasaanya senang
 Pasien mengatakan masih ingat dengan yang diajarkan sebelumnya
Data Objektif:
 Pasien dapat melakukan berdoa namun melakukannya dengan cepat.
 Pasien nampak tenang saat berinteraksi.
 Mata pasien menatap penanya.
 Pasien menjawab pertanyaan dengan singkat.
2. Pasien koperatif.
Diagnosa Keperawatan : Resiko Perilaku Kekerasan
B. Strategi Komunikasi
1. Orientasi:
“ Selamat pagi ibu, sesuai janji saya kemarin hari ini kita ketemu lagi”
“Bagaimana ibu, sudah dilakukan latihan tarik nafas dalam, pukul kasur bantal, bicara yang
baik serta berdoa ?”
“Bagaimana kalau sekarang kita bicara dan latihan tentang cara minum obat yang benar untuk
mengontrol rasa marah”.
“Dimana enaknya kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau ditempat kemarin”
“ Berapa lama ibu mau kita berbincang-bincang ? Bagaimana kalau 15 menit”
2. Kerja
“Ibu sudah dapat obat dari dokter?”
“Berapa macam obat yang ibu minum ? Warnanya apa saja ? Jam berapa ibu minum ?”
“Perawat menjelaskan manfaat dan efek samping dari obat”
3. Terminasi:
“Bagaimana perasaan ibu setelah kita bercakap-cakap tentang cara minum obat yang benar?”
“Coba ibu sebutkan lagi jenis obat yang ibu minum ! Bagaimana cara minum obat yang benar”
“Nah, sudah berapa cara mengontrol persaan marah yang kita pelajari ? Sekarang kita
tambahkan jadwal kegiatannya dengan minum obat”

Anda mungkin juga menyukai