Anda di halaman 1dari 21

Case Report Sessions

Tuberkulosis Paru

Oleh:
Inge De Laila 1840312721
Peni Irdawati 1840312739
Diana Ismail 1840312744

Preseptor:
dr. Sabrina ErmayantiSp.P (K), FISR, FAPSR
dr. DessyMirzati, Sp.P

BAGIAN PULMONOLOGI DAN KEDOKTERAN RESPIRASI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS ANDALAS
RSUP DR. M. DJAMIL PADANG
2019
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB 1 PENDAHULUAN ................................................................................................. 1
1.1. Latar Belakang .................................................................................................... 1
1.2. Tujuan Penulisan ................................................................................................. 2
1.3. Batasan Masalah ................................................................................................. 2
1.4. Metode Penulisan ................................................................................................ 2
BAB 2 LAPORAN KASUS .............................................................................................. 3
2.1 Identitas ............................................................................................................... 3
2.2 Pasien Anamnesis ............................................................................................... 3
2.3 Pemeriksaan Umum ............................................................................................ 4
2.4 Pemeriksaan Laboratorium ................................................................................. 6
2.5 Pemeriksaan Foto Thoraks .................................................................................. 7
2.6 Diagnosis Kerja ................................................................................................... 7
2.7 Diagnosis Banding .............................................................................................. 7
2.8 Rencana Pengobatan ........................................................................................... 7
2.9 Follow Up ........................................................................................................... 8
BAB 3 DISKUSI.............................................................................................................. 11
BAB 4 PENUTUP ........................................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 18
BAB 1
PENDAHULUAN

1.1. Latar Belakang


Tuberkulosis (TB) merupakan salah satu dari 10 penyebab kematian
terbanyak didunia. Menurut World Health Organization (WHO), pada tahun 2007
terdapat 10 juta orang menderita Tuberkulosis didunia dan 1,6 juta meninggal
dunia akibat tuberkulosis (termasuk 0,3 juta dengan HIV). Tuberkulosis (TB)
disebabkan oleh Mycobacterium tuberculosis yang sering menyerang paru.
Bakteri penyebab TB dapat ditularkan oleh seseorang yang menderita TB melalui
udara seperti bersin, batuk dan air ludah (droplet).1,2

Berdasarkan data WHO, pada tahun 2017 jumlah terbesar kasus TB terjadi
di wilayah Asia Tenggara dan Pasifik Barat. Penemuan kasus tertinggi ditemukan
di India, Cina, Indonesia, Filipina, Pakistan, Nigeria, Bangladesh dan Afrika
Selatan.175% kasus TB mengenai usia produktif yaitu usia 15-50 tahun.
tuberkulosis.

Indonesia merupakan negara terbanyak TB ke 3 didunia setelah India dan


Cina. Diperkirakan jumlah pasien TB di Indonesia 10% dari total penderita TB
didunia. Hasil survey pada tahun 2018, terdapat 511.873 penemuan kasus TB dan
203.348 kasus terkonfirmasi bakteriologis.3

Manifestasi klinis yang muncul pada TB berupa batuk kronik dengan


produksi sputum, nyeri dada, demam, keringat malam dan penurunan berat badan.
Diagnosis TB dapat ditegakan melalui pemeriksaan BTA sputum 3 waktu yaitu
sewaktu-pagi-sewaktu yang dilakukan 2 hari kunjungan.

Sustainable Development Goals 2030 mencanangkan menurunkan 95%


angka kematian dan 90% penemuan kasus baru TB.WHO mencanangkan program
End TB Strategy yaitu mengurangi 90% angka kematian akibat TB dan
mengurangi 80% penemuan kasus baru tahun 2015 dan 2030.2Melalui program
DOTS ( Directly Observed Treatment Short-course) yang dicanangkan WHO,
diperlukan kerjasama berbagai sektor terutama pada pelayanan kesehatan primer
agar dapat mencegah insiden TB dan mengobati TB agar tidak jatuh pada MDR-
TB atau kematian.1,2

1.2. Tujuan Penulisan


Penulisan case report session ini bertujuan untuk memahami dan
menambah pengetahuan tentang tuberkulosis.

1.3. Batasan Masalah


Case report session ini membahas mengenai kasus tuberkulosis.

1.4. Metode Penulisan


Metode yang dipakai dalam penulisan studi kasus ini berupa hasil
pemeriksaan pasien, rekam medis, tinjauan kepustakaan yang mengacu pada
berbagai literatur, termasuk buku, teks dan artikel ilmiah.
BAB 2
LAPORAN KASUS

2.1 Identitas
1.IdentitasPasien :Ny. V

2.Umur/TglLahir :23 Tahun/ 11 September 1995

3.JenisKelamin :perempuan

4.Pekerjaan :ibu rumah tangga

5.NomorRM :00.82.43.59

6.Alamat :Jl. Seberang Padang Utara, Kota Padang

7.StatusPerkawinan :Menikah

8.NegeriAsal :Padang

9.TanggalMasuk :29 Juli 2019

2.2 Pasien Anamnesis


Keluhan utama
Batu darah sejak 4 hari yang lalu.
Riwayat Penyakit Sekarang
- Batuk darah sejak 4 hari yang lalu, berwarna merah segar dan volume
sebanyak ± 300 𝑐𝑐 dalam 24 jam dan masih berlangsung sampai saat ini.
Sebelumnya pasien dirawat di RS. T Padang selama hari dan perdarahan
tidak berhenti, lalu dirujuk ke RSUP. Dr.Mdjamil Padang.
- Sesak napas sejak 4 hari yang lalu, tidak menciut dan meningkat dengan
aktivitas dan batuk.
- Batuk diraskan sejak 2 bulan yang lalu, berdahak berwarna kuning-
kehijauan. Riwayat TB paru sejak tahun 2019, mendapat OAT kategori 1
fase intensif bulan ke 2 dari RS.T Padang.
- Nyeri dada disangkal.
- Keringat malam ada sejak 2 bulan yang lalu.
- Demam sejak 2 bulan yang lalu, tidak tinggi dan tidak menggigil.
- Penurunan nafsu makan sejak 4 bulan ini.
- Penurunan berat badan ada ± 20 𝑘𝑔 dalam 4 bulan ini.
- Nyeri ulu hati (-)
- Mual muntah (-)
- BAK BAB tidak ada kelainan

Riwayat Penyakit Dahulu


- DM (-)
- HT (-)
- Riwayat keganasan (-)
Riwayat Penyakit Keluarga
- DM (-)
- HT (-)
- Riwayat keganasan (-)

Riwayat pekerjaan, sosial-ekonomi, kejiwaan dan kebiasaan

- Pasien seorang ibu rumah tangga, mantan pelayan kafe dan pekerja sex
komersial 2014, sehari 1-2 tamu.
- Pasien merokok sejak 11 tahun yang lalu, sehari menghabiskan 4-6 batang
rokok, sudah berhenti 2 bulan ini. Status perokok dengan indeks brickman
ringan.
- Riwayat obat-obatan (+)
- Riwayat alkohol (+)
- Riwayat tato (+)

2.3 Pemeriksaan Umum


a. Keadaan Umum : Sedang
b. Kesadaran : CMC
c. Tekanan darah : 120/70 mmHg
d. Nadi : 80x/menit
e. Suhu : 36,7ºC
f. Pernapasan : 20x/menit
g. Sianosis : (-)
h. Tinggi badan : 155 cm
i. Berat badan : 55 kg
Kepala : simetris, normocephal
Mata : konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterik
Leher
a. JVP : 5 - 2 cmH2O
b. Deviasi trakea : tidak ada deviasi
c. KGB : tidak terlihat dan tidak teraba pembesaran KGB

Jantung
a. Inspeksi : iktus kordis tidak terlihat

b. Palpasi : iktus kordis tidak teraba

c. Perkusi : tidak dilakukan


d. Auskultasi : S1,S2 Reguler, murmur (-), gallop (-)

Paru depan
a. Inspeksi : Paru kiri dan kanan simetris (statis)
Pergerakan paru kiri dan kanan simetris (dinamis)
b. Palpasi : fremitus kiri = kanan

c. Perkusi : tidak dilakukan


d. Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, rhonki +/+,
whezzing +/+
Paru belakang
a. Inspeksi : Paru kiri dan kanan simetris (statis)
Pergerakan paru kiri dan kanan simetris (dinamis)
b. Palpasi : fremitus kiri = kanan
c. Perkusi : tidak dilakukan
d. Auskultasi : suara napas bronkovesikuler, rhonki +/+,
whezzing -/-
Abdomen
a. Inspeksi : tidak membuncit, distensi (-)
b. Palpasi : tidak terdapat pembesaran hepar dan lien
c. Perkusi : timpani
d. Auskultasi : BU (+) N

Alat kelamin : tidak diperiksa


Ekstremitas : edema -/-, clubbing finger -/-

2.4 Pemeriksaan Laboratorium


Hb : 9,1 gr/dL Total Protein : 6,8 g/dL
Leukosit : 6.540 /mm3 Albumin : 2,3 g/dL
Ht : 30% Globulin : 4,5 g/dL
Trombosit : 560.000/ mm3 SGOT : 18 u/L
Glukosa : 94 mg/dL SGPT : 9 u/L
Ureum/Kreatinin : 12 / 0,5 mg/dL
Na/K/Cl : 137/3,9/102 Mmol/L
2.5 Pemeriksaan Foto Thoraks

29 Juli 2019 di RSUP M.Djamil Vicky Novela

Kesan rontgen thoraks :

Foto thoraks PA sentris dan simetris dengan densitas sedang

Jantung membesar (CTR > 50%)

Sinus kostofenikus kanan lancip, kiri terselubung

Tampak kavitas di lapangan paru kanan dan infiltrat dikedua lapangan paru

Kesan : TB paru

2.6 Diagnosis Kerja


Hemoptisis masif e.c TB paru kasus baru terkonfirmasi bakteriologis dalam
pengobatan OAT kategori 1 fase intensif bulan ke 2.

2.7 Diagnosis Banding


Hemoptisis masif e.c bronkiektasis

Hemoptisis masif e.c mikosis

2.8 Rencana Pengobatan


- IVFD Nacl 0,9% 12 jam/kolf
- Inj. Asam tanexamat 3x1 amp
- Inj. Albumin 20%
- Vit C 3x1 tab
- Inj. Vit K 3x1 amp
- Anjuran batuk efektif

2.9 Follow Up
30 JULI 2019

S/ sesak ada tapi sudah berkurang

O/ KU sedang KES cmc TD 110/70 mmHg Nadi 125 nafas 38x/i

Auskultasi paru : suara napas bronkovesikuler Rh+/+, Wh -/-

A/ Hemoptisis masif e.c TB paru kasus baru terkonfirmasi bakteriologis dalam


pengobatan OAT kategori 1 fase intensif bulan ke 2.

- P/ IVFD Nacl 0,9% 12 jam/kolf


- Inj. Asam tanexamat 3x1 amp
- Inj. Albumin 20%
- Vit C 3x1 tab
- Inj. Vit K 3x1 amp
- Anjuran batuk efektif

31 JULI 2019

S/ sesak ada tapi sudah berkurang

O/ KU sedang KES cmc TD 120/70 mmHg Nadi 105 nafas 24 x/i

Auskultasi paru : suara napas bronkovesikuler Rh+/+, Wh -/-

A/ Hemoptisis masif e.c TB paru kasus baru terkonfirmasi bakteriologis dalam


pengobatan OAT kategori 1 fase intensif bulan ke 2.

P/ Inj. Asam tanexamat 3x1 amp

1 Agustus 2019
S/sesak ada tapi sudah berkurang

Batuk darah berkurang, darah lengket didahak

Batuk meningkat

Nyeri dada berkurang

O/ KU sedang KES cmc TD 110/80mmHg Nadi 88nafas 24x/i

Auskultasi paru : suara napas bronkovesikuler Rh+/+,Wh-/-

A/ Hemoptisismasif e.c TB paru kasus baru ter konfirmasi bakteriologis dalam


pengobatan OAT kategori1 fase intensif bulan ke2.

P/ IVFD Nacl 0,9% 12jam /kolf

Inj.Asamtanexamat 3x1amp

Inj.Albumin 20%

VitC 3x1tab

Inj.VitK 3x1amp

Anjuran batuk efektif

2Agustus2019

S/sesak ada tapi sudah berkurang

Batukdarah berkurang,darah lengket didahak

Batuk meningkat

Nyeri dada sudah berkurang

O/KU sedang KES cmc TD 110/70mmHg Nadi88 nafas24x/i

Auskultasi paru: suara napas bronkovesikuler Rh+/+,Wh-/-

A/Hemoptisismasif e.c TB paru kasus baru terkonfirmasi bakteriologis dalam


pengobatan OAT kategori 1 fase intensif bulan ke2.
P/ IVFD Nacl 0,9% 12jam/kolf

Inj.Asamtanexamat 3x1amp

VitC 3x1tab

Inj.VitK 3x1amp

Pasien dilaporkan apnea dan meninggal dunia pukul 18.00 WIB


BAB 3
DISKUSI

Tuberkulosis (TB) paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan


fisik, dan pemeriksaan penunjang. Berdasarkan teori, pasien TB paru memiliki
gejala klinis berupa gejala respiratorik dan gejala sistemik. Gejala respiratorik
dapat berupa batuk >3 minggu, batuk berdarah, sesak napas dan nyeri dada.
Gejala respiratorik ini bervariasi mulai dari tidak ada gejala sampai gejala yang
cukup berat tergantung dari luas lesi. Gejala sistemik dapat berupa demam,
malaise, keringat malam, anoreksia, penurunan nafsu makan dan penurunan berat
badan.
Berdasarkan anamnesis yang dilakukan, Ny.V mengeluhkan adanya batuk
darah (hemoptisis) sejak 1 hari yang lalu. Hemoptisis adalah batuk darah yang
berasal dari paru atau saluran bronkus, disebabkan oleh perdarahan dari arteri
bronkialis atau pulmonalis. Pada paru terdapat dua sistem vaskular, yaitu: (1)
Arteri pulmonalis, yang memiliki peran 99% dari total suplai darah arteri ke paru
dan berfungsi dalam pertukaran gas; (2) Arteri bronkialis, yang bertanggung
jawab dalam menyediakan nutrisi untuk struktur pendukung saluran napas, tetapi
secara normal tidak berperan dalam pertukaran gas.4
Pada hemoptisis, perdarahan dapat berasal dari sirkulasi arteri sistemik
(sistem dengan tekanan tinggi dari arteri bronkialis) dan sirkulasi arteri paru
(sistem dengan tekanan rendah dan berasal dari arteri pulmonalis). Secara
histologis, kedua sistem dihubungkan oleh anastomosis antara kapiler sistemik
dan pulmonalis. Kondisi-kondisi yang menyebabkan penurunan sirkulasi arteri
pulmonalis dan iskemia (contoh: tromboemboli kronis), sirkulasi bronkialis
memberikan respons dengan proliferasi dan hipertrofi vaskular fokal lewat saluran
anastomosis untuk menggantikan sirkulasi arteri pulmonalis. Penyakit neoplasma
dan inflamasi kronis (bronkiektasis, infeksi kronis seperti TB) akan merangsang
neovaskularisasi dan meningkatkan sirkulasi sistemik yang dimediasi oleh
angiogenic growth factors. Pembuluh darah sistemik yang baru dan hipertrofi ini
biasanya sangat rapuh dan terpapar oleh tekanan sistemik, sehingga cenderung
ruptur pada bagian distalnya ke dalam lumen bronkus atau alveoli dan
menyebabkan hemoptisis. Karena pasien usia muda, penyebab hemoptisis masif
pada pasien ini dapat dipikirkan penyebab infeksi terlebih dahulu dibandingkan
penyakit keganasan yang lebih banyak terjadi pada pasien tua.4
Pada Ny.V, batuk darah yang keluar dengan volume ± 300cc dalam 24
jam, warna darah merah segar. Hemoptisis dikategorikan non-masif atau masif
berdasarkan volume darah yang hilang. Hemoptisis termasuk non-masif jika darah
yang dibatukkan < 200 ml/hari. Adapula pembagian hemoptisis berdasarkan
jumlahnya adalah sebagai berikut: ringan: < 100 cc dalam 24 jam; sedang: 100-
600 cc dalam 24 jam; masif: > 600 cc dalam 24 jam atau > 30 cc/jam dalam
pengamatan batuk darah tidak berhenti. Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250
ml/24 jam dan pada pemeriksaan hemoglobin < 10 gr% dan batuk darah masih
berlangsung. Batuk darah < 600 ml/24 jam tetapi > 250 ml/24 jam dan pada
pemeriksaan hemoglobin >10 gr% dan pada pengamatan selama 48 jam dengan
pengobatan konservatif, batuk darah masih berlangsung. Dalam hal ini, batuk
darah pasien dikategorikan masif. 4,5
Warna darah segar pada batuk darah pasien ini juga dapat membedakan
bahwa perdarahan tersebut memang berasal dari saluran pernapasan bawah dan
bukan dari nasofaring atau gastrointestinal (hematemesis). Pada hematemesis
warna darah biasanya merah tua, dapat disertai sisa makanan dan biasanya
didahului dengan rasa mual. Akan lebih baik jika dilakukan pemeriksaan ph untuk
membedakan keduanya, dimana hemoptisis akan memiliki pH alkalis dan
hematemesis memiliki pH asam akibat adanya pH asam lambung. Pasien
sebelumnya dirawat di RST selama 4 hari namun batuk darah tidak berhenti.
Telah dilakukan pemeriksaan dahak, tapi pasien tidak mengetahui hasil
pemeriksaan tersebut. Hal ini dapat mengarahkan kepada adanya proses kronik
pada penyakit paru yang menyebabkan batuk darah berlanjut saat ini.6
Pasien juga mengeluhkan batuk-batuk berdahak dirasakan sejak 2 bulan
lalu, dahak berwarna kuning kehijauan. Pasien telah dikenal sebagai penderita TB
paru dari tahun 2019, OAT + fase intensif bulan kedua dari RST Padang BTA (+).
Batuk merupakan reflex pertahanan tubuh yang timbul akibat iritasi percabangan
tracheobronkial. Refleks batuk merupakan mekanisme yang penting untuk
membersihkan saluran napas bawah. Rangsangan yang menyebabkan reflex batuk
biasanya adalah rangsangan kimia, mekanik, dan peradangan. Batuk akibat proses
peradangan biasanya disertai dengan dahak (sputum) berupa cairan yang
dikeluarkan dan diproduksi oleh mukosa saluran napas lalu yang mengandung
benda asing berupa bakteri ataupun virus yang mengganggu mekanisme
pembersihan saluran napas oleh silia sehingga mukus tertimbun. Dahak tersebut
dapat dijadikan spesimen untuk pemeriksaan selanjutnya untuk membuktikan
bakteri penyebab infeksi.7
Pada Ny.V didapatkan adanya riwayat demam hilang timbul sejak 2 bulan
yang lalu, demam tidak tinggi dan tidak menggigil. Demam terjadi akibat respon
sinyal kimia yang bersirkulasi dan menyebabkan hipotalamus sebagai pusat
regulasi tubuh meningkatkan ambang suhu tubuh ke titik yang lebih tinggi.
Respon kimia tersebut berasal dari pirogen baik endogen (IL3, IL6, TNF-α)
maupun eksogen (mikroorganisme). Efek dari hipotalamus tersebut kemudian
menyebabkan vasokontriksi kutan sehingga terjadi retensi panas tubuh ditambah
dengan menggigil untuk menghasilkan panas tambahan. Setelah tercapai ambang
suhu tubuh kemudian menggigil akan berhenti kemudian terjadi vasodilatasi kutan
menyebakan hilangnya panas ke lingkungan dalam bentuk keringat. Pada pasien
ini dapat kita pikirkan demam akibat infeksi TB dan mengesampingkan adanya
demam yang disebabkan oleh pneumonia, karena biasanya demam pada
pneumonia tidak hilang timbul, sering tinggi (~40˚C), dan menggigil.5,6
Keluhan lain yang menambah kecurigaan TB pada pasien adanya keringat
pada malam hari yang dirasakan sejak 2 bulan ini. Belum diketahui alasan yang
jelas mengapa pada pasien TB aktif mengalami keringat pada malam hari. Salah
satu teori mengatakan adanya hubungan antara irama sirkadian tubuh dengan
TNF-α yang dikeluarkan oleh sel imun tubuh ketika bereaksi dengan kuman TB.5
Pada Ny.V juga didapatkan adanya penurunan nafsu makan yang diikuti
penurunan berat badan dua puluh kilogram dalam empat bulan. Penurunan nafsu
makan pada TB paru terjadi karena infeksi Mycobacterium tuberculosis
merangsang aktifasi makrofag oleh IFN-γ dan produksi pirogen endogen IL-1, IL-
4, IL-6 dan TNF-α. Pirogen endogen tersebut akan bersirkulasi secara sistemik
dan memberi sinyal ke hipotalamus. Efek sitokin pirogen endogen pada
hipotalamus menyebabkan produksi prostaglandin. Prostaglandin akan
merangsang cortex cerebral sehingga terjadi peningkatan produksi leptin sehingga
menimbulkan supresi nafsu makan. Penurunan nafsu makan pada TB
menyebabkan sedikitnya intake makanan, sehingga terjadi penurunan berat badan.
Pengukuran indeks massa tubuh (IMT) perlu dilakukan untuk mengetahui status
gizi pasien, pada Ny.V dengan tinggi badan 156cm dan berat badan 58kg,
didapatkan IMT = 23 yang termasuk ke dalam kategori normal.8
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan dada kiri dan kanan simetris saat statis
dan dinamis. Pemeriksaan fremitus dan perkusi juga didapatkan hasil yang sama
antara dada kiri dan kanan. Pemeriksaan auskultasi didapatkan suara napas
bronkovesikular¸ rhonki (+/+) dan wheezing (-/-). Hasil pemeriksaan
laboratorium didapatkan kesan anemia dengan hipobilirubinemia. Hasil rontgen
thoraks didapatkan kesan TB paru.
Dari hasil anamnesis, pemeriksaan fisik, laboratorium, dan penunjang
didapatkan diagnosis kerja yaitu Hemoptisis masif et causa TB Paru kasus baru
terkonfirmasi bakteriologis on OAT (+).
Untuk tatalaksana awal, diberikan cairan NaCl 0,9% dimaksud untuk
menjaga hemodinamik dan juga nutrisi pasien. Injeksi transamin diberikan
sebagai antifibrinolitik untuk terapi hemoptisis masif. Selain itu juga ditambahkan
injeksi vitamin K untuk memperbaiki faal hemostasis pada hemoptisis dan injeksi
albumin 20% untuk mengkoreksi temuan laboratorium hipoalbuminemia.
Sedangkan vitamin C digunakan untuk meningkatkan hemostatis.6
Untuk penanganan dari TB sendiri, pasien diberikan regimen OAT lini 1,
yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H), Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) yang
akan dimakan setiap hari selama 2 bulan sebanyak 56 dosis pada fase awal dan
Rifampisin (R) dan Isoniazid (H) selama 4 bulan atau sebanyak 48 dosis.
Ditambahkan vitamin B6 untuk menghindari efek samping isoniazid. 9
Tabel 1. Obat Anti Tuberkulosis

Tabel 2. Dosis Obat Anti Tuberkulosis

Sebagian besar penderita TB dapat menyeleaikan pengobatan tanpa efek


samping. Namun sebagian kecil dapat mengalami efek samping. Efek samping
obat TB yang dapat terjadi bisa ringan atau berat oleh karna itu pemantauan
terjadinya efek samping sangat penting dilakukan selama pengobatan. Bila efek
samping ringan dan dapat diatas dengan obat simptomatik maka pemberian OAT
dilanjutkan.
Tabel 3. Efek Samping Ringan Anti Tuberkulosis

Tabel 4. Efek Samping Berat Anti Tuberkulosis


BAB 4
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
- Tuberkulosis (TB) paru ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan
fisik, dan pemeriksaan penunjang.
- TB paru memiliki gejala klinis berupa gejala respiratorik dan gejala sistemik.
- Hemoptisis dikategorikan non-masif atau masif berdasarkan volume darah
yang hilang dan Kadar Hb.
- Untuk tatalaksana di IGD kasus TB adalah NaCl 0,9%, injeksi vitamin K dan
vitamin C
- Terapi TB regimen OAT lini 1, yaitu Rifampisin (R), Isoniazid (H),
Pirazinamid (Z), dan Etambutol (E) yang akan dimakan setiap hari selama 2
bulan sebanyak 56 dosis pada fase awal dan Rifampisin (R) dan Isoniazid (H)
selama 4 bulan atau sebanyak 48 dosis.
- Efek samping OAT terbagi dua yaitu ringan dan berat, perlu edukasi dan
tatalaksan lanjut untuk pasien yang memiliki efek samping OAT
DAFTAR PUSTAKA

1. World Health Organization (WHO).Tuberculosis : factsheet TB [Internet].


https://www.who.int/news-room/fact-sheets/detail/tuberculosis-diakses
August 2019.

2. Kementerian kesehatan Republik Indonesia Nasional. Pedoman nasional


Penanggulangan Tuberkulosis. 2007.

3. Kementerian Kesehatan Republik Indonesia. Data dan informasi profil


kesehatan Indonesia. 2018.

4. Atikawati D, Marhana IA. Sequelae Tuberkulosis dengan Hemoptisis


Rekurens. Jurnal Respirasi 2015; 1(3): 88-93.
5. Irfa I, Medison I, Iryani D. Gambaran Kejadian Hemopisis pada pasien di
Bangsal paru RSUP Dr. M. Djamil Padang Periode Januari 2011 –
Desember 2012. Jurnal Kedokteran Andalas. 2014; 3(3): 397-404.
6. Ikatan Dokter Indonesia. Panduan Praktik Klinis Bagi Dokter Di Fasilitas
Pelayanan Kesehatan Tingkat Pertama. Jakarta: Pengurus Besar Ikatan
Dokter Indonesia; 2017.
7. Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisisologi Kedokteran. 12th Ed.
Penerjemah: Irawat, Ramadani D, Indriyani F. Jakarta:Penerbit Buku
Kedokteran EGC,2008.
8. Nasution AD. Malnutrisi dan Anemia Pada Penderita Tuberkulosis.
Majority. 2015; 4(8): 29-36
9. Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan
Penatalaksanaan Tuberkulosis di Indonesia. Jakarta: PPDI.2014.

Anda mungkin juga menyukai