Anda di halaman 1dari 19

Tugas Makalah Kelompok

Mata kuliah : Sistem Perencanaan Rumah Sakit

Dosen : Reski Dewi Pratiwi, S.KM., M.Kes

PERENCANAAN PROGRAM KESEHATAN


(PERBAIKAN GIZI)

KELOMPOK 5 | ARS B17

NURUL ILMY IKBAL 201701072


ERNI FEBRIANTI 201701070
RATNA KASIA 201701048
OLIVIA TINTANIA 201701042
ANDI ERSA IRWAN 201701073
SYAHRUL ADZIM 201701062
SAHRIANTO 201701074

PROGRAM STUDI ADMINISTRASI RUMAH SAKIT


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN (STIKES) PELAMONIA
MAKASSAR
2019
KATA PENGANTAR

AssalamualaikumWr. Wb.

Puji syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT karena hanya atas rahmat dan karunia-
NYA sehingga penyusun dapat menyelesaikan makalah ini sebagai salah satu syarat yang harus
dipenuhi dalam rangka penyelesaian Mata Kuliah Sistem Perencanaan Rumah Sakit. Penyusun
sadar bahwa tidak ada yang sempurna dimuka bumi ini, demikian pula dengan makalah ini. Isi
yang terkandung di dalamnya masih jauh dari kesempurnaan, kesemuanya itu karena
keterbatasan penyusun sebagai manusia biasa. Oleh karena itu dengan kerendahan hati penyusun
siap menerima masukan yang sifatnya membangun dari semua pihak, dalam rangka
penyempurnaan makalah ini.

Wassalam.

Penyusun

Kelompok 5

ii
DAFTAR ISI

SAMPUL .............................................................................................................................................. i

KATA PENGANTAR ......................................................................................................................... ii

DAFTAR ISI....................................................................................................................................... iii

BAB I PENDAHULUAN

A. Latar belakang ................................................................................................................................ 1


B. Rumusan masalah .......................................................................................................................... 1
C. Tujuan ............................................................................................................................................ 1

BAB II PEMBAHASAN

A. Analisa Keadaan ............................................................................................................................ 2


B. Penentuan Masalah Kesehatan ....................................................................................................... 5
C. Penentuan Peringkat Masalah ........................................................................................................ 6
D. Perumusan Tujuan ......................................................................................................................... 6
E. Perencanaan Kebutuhan ................................................................................................................. 7
F. Penyusunan POA (Planning Of Action) ........................................................................................ 8
G. Penilaian......................................................................................................................................... 8

BAB III PENUTUP

A. Kesimpulan .................................................................................................................................... 9
B. Saran dan Kritik ............................................................................................................................. 9

DAFTAR PUSTAKA ......................................................................................................................... iv

iii
BAB I

PENDAHULUAN

1. Latar Belakang
Masalah gizi merupakan hal yang sangat kompleks dan penting untuk segera
diatasi. Terutama karena Indonesia merupakan salah satu negara yang mempunyai
permasalahan gizi paling lengkap. Beberapa penelitian menyebutkan bahwa masalah gizi
di Indonesia cenderung terus meningkat, tidak sebanding dengan beberapa negara
ASEAN lainnya seperti Malaysia, Singapura, dan Thailand. Dilansir dari laman
Kementerian Kesehatan Republik Indonesia, perkembangan masalah gizi di Indonesia
dapat dikelompokkan menjadi tiga, yaitu masalah gizi yang sudah terkendali, masalah
yang belum dapat terselesaikan (un-finished), dan masalah gizi yang sudah meningkat
dan mengancam kesehatan masyarakat (emerging).

2. Rumusan Masalah
1. Analisa Keadaan
2. Penentuan Masalah Kesehatan
3. Penentuan Peringkat Masalah
4. Perumusan Tujuan
5. Perencanaan Kebutuhan
6. Penyusunan POA (Planning Of Action)
7. Penilaian

3. Tujuan
1. Untuk mengetahui keadaan dalam masalah kesehatan
2. Untuk menentukan masalah-masalah kesehatan
3. Untuk menentukan prioritas masalah
4. Untuk merumuskan tujuan program
5. Untuk merencanakan kebutuhan program
6. Untuk menyusun persiapan awal menuju pelaksanaan program
7. Untuk menilai target capaian dan harapan

1
BAB II

PEMBAHASAN

A. Analisa Keadaan
Masalah gizi di Indonesia terutama di beberapa wilayah di bagian Timur seperti
NTT dan Papua Barat, dinilai masih tinggi. Namun, secara nasional, status gizi di
Indonesia mengalami perbaikan yang signifikan. Sebagai contoh provinsi NTT
penurunan prevalensi stunting sebanyak 9.1%, hampir 2 % pertahun penurunan, hal ini
menunjukkan upaya multisektor yang terkonvergensi pusat dan daerah. Penderita gizi
buruk tentu tidak akan lepas dari pantauan tenaga kesehatan, dimana pun kasusnya tenaga
kesehatan dibentuk untuk selalu siaga membantu perbaikan gizi penderita.
Perbaikan status gizi nasional dapat dilihat berdasarkan Riset Kesehatan Dasar
(Riskesdas) 2018. Pada prevalensi Gizi Kurang (Underweigth) perbaikan itu terjadi
berturut-turut dari tahun 2013 sebesar 17,7% naik menjadi 19,6% 2018. Prevalensi
stunting dari 37,2% turun menjadi 30,8%, dan prevalensi kurus (Wasting) dari 12,1%
turun menjadi 10,2%.
Dalam perhitungan data kasus gizi buruk harus diambil dari indeks berat badan
menurut tinggi badan (BBTB) atau yang disebut sangat kurus sesuai standar WHO yang
disertai dengan gejala klinis, jelas Dirjen Kesehatan Masyarakat Kirana Pritasari, di
Jakarta (30/1). Ia menegaskan, intervensi terhadap masalah gizi terutama di wilayah
Indonesia bagian Timur sudah ditangani atau diintervensi oleh tenaga gizi di Puskesmas.
Hasil Riset Tenaga Kesehatan (Risnakes) tahun 2017, Tenaga Gizi di seluruh Indonesia
sudah memenuhi 73,1% Puskesmas.
Kirana menjelaskan, untuk 26,1% Puskesmas yang belum memiliki Tenaga Gizi
utamanya di daerah terpencil dan sangat terpencil, Kementerian Kesehatan memiliki
program Nusantara Sehat. Nusantara Sehat terdiri dari tenaga tenaga kesehatan seperti
dokter, dokter gigi, tenaga gizi, perawat, bidan, tenaga farmasi, sanitarian, analis
kesehatan dan tenaga kesehatan masyarakat yang dilatih untuk ditempatkan di Puskesmas
selama 2 tahun. Bentuk intervensi untuk pemulihan gizi buruk yakni dengan pemberian
makanan tambahan. Kementerian Kesehatan sudah mendistribusikan makanan tambahan

2
berupa Biskuit dengan kandungan kaya zat gizi ke seluruh Puskesmas di Indonesia
termasuk wilayah Timur.
Selain itu, dilakukan juga kegiatan surveilans gizi yang dimulai dari masyarakat
di Posyandu, Puskesmas, dan Dinas Kesehatan. Pengumpulan data individu yang teratur
akan bisa mendeteksi secara dini masalah gizi yang dihadapi, sehingga analisis dan
intervensi yang dilakukan akan tepat sasaran dan tepat waktu. Upaya lain dalam
mencegahan masalah gizi adalah dengan perubahan perilaku masyarakat. Komitmen
pemerintah baik pusat maupun daerah sudah tertuang dalam regulasi yang dikeluarkan
oleh pemerintah pusat dan Pemerintah Daerah.
Akan tetapi program yang dilaksanakan oleh pemerintah tidak serta merta terasa
secara menyeluruh terkhususnya di Nusa Tenggara Timur dan Barat karena penyebab
permasalahan gizi ini tidak hanya di daerah terpencil kekurangan tenaga medis, tetapi ada
penyebab lain yang menjadi masalah utama yaitu :
1. Pendapatan keluarga
Keluarga berpendapatan di bawah kurang lebih Rp. 200.000 per bulan berisiko lebih
tinggi (15 kali) anaknya mengalami gizi kurang ketimbang anak dari keluarga
berpendapat di atas angka tersebut. Penelitian yang dilakukan oleh Anwar di
Lombok Timur pada 2005 juga menemukan ada pengaruh antara pendapatan
keluarga dengan gizi buruk dan kurang. Dengan kata lain minimnya pendapatan
yang membuat miskin menjadi penyebab gizi buruk.
2. Frekuensi sakit anak

Balita yang dalam 6 bulan menderita sakit lebih dari 3 kali meningkatkan risiko 35
kali mengalami gizi kurang dibandingkan dengan balita yang dalam 6 bulan
mengalami sakit kurang dari 3 kali. Temuan hampir sama dengan hasil riset Diah
(2011) dari Universitas Udayana di Kecamatan Kelapa Lima Kota Kupang yang
menyatakan kejadian gizi buruk dan kurang akan berisiko pada anak yang sering
mengalami sakit daripada anak yang jarang sakit.

3. Pendidikan ibu

Pengetahuan ibu tentang gizi yang rendah meningkatkan risiko sembilan kali lebih
besar terhadap gizi buruk dan kurang. Riset serupa yang dilakukan oleh Istiono

3
(2009) di Kulonprogo Yogyakarta menyatakan tingkat pengetahuan ibu sangat
mempengaruhi sikap dan perilaku dalam memilih makanan untuk dikonsumsi, yang
kemudian akan berpengaruh pula terhadap keadaan gizi anak balita.

4. Frekuensi penimbangan anak di posyandu

Anak balita yang jarang datang ke posyandu meningkatkan risiko terjadinya gizi
buruk dan kurang. Balita yang tidak dibawa oleh ibunya untuk ditimbang badannya
di posyandu satu kali setiap bulan meningkatkan risiko 9 kali lebih besar mengalami
gizi buruk atau kurang dibandingkan balita yang rutin ditimbang berat badannya
setiap bulan di posyandu.

Riset Kusriadi (2010) di Nusa Tenggara Barat juga menemukan bahwa pemantauan
pertumbuhan anak balita melalui penimbangan dan pemanfaatan posyandu yang
baik berisiko lebih kecil mengalami gizi kurang dibandingkan yang jarang
melakukan penimbangan dan pemanfaatan posyandu.

5. Sumber air minum

Faktor yang juga meningkatkan risiko kejadian gizi buruk dan kurang adalah
sumber air minum. Sumber air bersih di NTT sangat sulit ditemukan terlebih jika
musim kemarau. Daerah NTT termasuk wilayah yang tadah hujan artinya jika hujan
turun maka masyarakat benar-benar merasakan tersedianya sumber air, tetapi jika
musim kemarau tiba maka di daerah NTT sangat-sangat sulit menemukan sumber
air. Sumber air minum yang diambil dari sungai atau kali yang tidak tertutup,
sehingga mudah untuk terpapar kotoran dan bakteri, meningkatkan risiko terhadap
gizi buruk dan gizi kurang 7 kali lebih besar mengalami gizi kurang dibandingkan
dengan mengkonsumsi air dari sumber yang terlindung.

Bupati Sumba Timur, Nusa Tenggara Timur (NTT), Gidion Mbiliyora,


mengatakan, ratusan anak di wilayahnya menderita gizi buruk. "Yang menderita gizi
buruk di wilayah Sumba Timur ada 264 orang. Semuanya itu berusia di bawah lima
tahun," ungkap Gideon.

4
Iklim panas dan kering, ditambah sabana membentang serta tanah kapur bekas
daratan samudra, membuat sumber air sangat sulit ditemukan. Apalagi topografinya pun
menakjubkan dengan berbagai bukit, lembah, hingga daratan membentang di sekujur
pulau ini. Kondisi tanahnya membuat sulit untuk pengadaan air bersih. Kondisi topografi
dan permukiman yang tidak terpusat menjadi kendala kami," kata Gidion saat disambangi
CNNIndonesia.com, di Kantor Bupati Sumba Timur, NTT, pada Jumat (3/6).

B. Penentuan Masalah Kesehatan

Malnutrisi adalah kondisi ketika terjadi ketidakseimbangan, entah itu kekurangan


atau kelebihan, nutrisi di dalam tubuh seseorang. Kondisi ini sebenarnya dapat
menyerang siapa saja di usia berapa pun. Namun, kebanyakan kasus malnutrisi biasanya
dialami oleh kelompok usia anak-anak.

Malnutrisi sebenarnya bisa diartikan sebagai nutrisi anak kurang cukup atau
bahkan kelebihan. Keduanya sama-sama menimbulkan masalah kesehatan dan
mengganggu perkembangan si kecil. Malnutrisi terbagi menjadi 2 kelompok besar
kondisi, yakni gizi kurang (undernutrition) dan gizi lebih (overnutrition). Gizi kurang di
sini mencakup beberapa hal, seperti:

1. Berat kurang (underweight)

Underweight merupakan klasifikasi dari status gizi BB/U. BB/U menunjukkan


pertumbuhan berat badan anak terhadap umurnya, apakah sesuai atau tidak. Jika
berat badan anak di bawah rata-rata anak seusianya, maka dikatakan anak tersebut
underweight.

2. Pendek (stunting)

Stunting merupakan klasifikasi dari indikator status gizi TB/U. Anak yang
dikatakan stunting adalah ia yang memiliki tinggi badan tidak sesuai dengan
umurnya, biasanya ia akan lebih pendek daripada anak seusianya.

5
3. Kurus (wasting)

Wasting merupakan salah satu klasifikasi dari indikator status gizi BB/TB. Anak
yang dikatakan kurus adalah mereka yang memiliki berat badan rendah yang tidak
sesuai terhadap tinggi badan yang dimilikinya.

Dampak dari malnutrisi adalah saat tubuh anak mengalami kekurangan nutrisi/gizi
penting, seperti vitamin dan mineral, seluruh organ dalam tubuh anak akan terpengaruh
dan tidak bekerja secara optimal. Kesehatannya dapat terganggu, baik dalam jangka
pendek maupun jangka panjang. Malnutrisi jangka pendek adalah sistem kekebalan tubuh
anak akan menurun, dan pertumbuhannya pun akan terganggu. Sedangkan, Malnutrisi
jangka panjangnya adalah jika anak kekurangan vitamin A, vitamin D, magnesium, zinc,
dan zat besi maka pertumbuhannya semakin buruk, seperti pada tulangnya jika dalam
jangka panjangnya tidak dapat memperbaiki maka pertumbuhan tulangnya juga tidak bisa
optimal. Hasilnya anak akan memiliki tinggi badan yang pendek.

C. Penentuan Peringkat Masalah


Di Indonesia bagian timur terkhususnya Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu
permasalahan gizi buruk tertinggi, tidak serta merta dapat diprioritaskan salah satu
masalah gizi buruknya. Karena malnutrisi mempunyai beberapa cakupan seperti stunting,
underweight, dan wasting adalah suatu permasalahan yang semuanya di derita oleh anak-
anak maupun balita di daerah Nusa Tenggara Timur. Oleh karena itu penentuan peringkat
permasalahan tidak dapat ditentukan karena semua masalah atau penyakit pada gizi buruk
adalah suatu prioritas permasalahan bagi kita semua untuk diatasi dan diselesaikan secara
menyeluruh.

D. Perumusan Tujuan
Tujuan kegiatan atau program kami adalah untuk mengatasi dan menyelesaikan
permasalahan gizi buruk yang dari tahun ke tahun belum terselesaikan oleh pemerintah.
Adapun langkah-langkah yang akan kami lakukan untuk membantu menyelesaikan
permasalahan dilihat dari aspek penyebab gizi buruk, antara lain :
1. Minimnya pendapatan keluarga : Dilakukan pemberdayaan terhadap masyarakat di
daerah Nusa Tenggara Timur terkhususnya daerah terpencil. Pemberdayaan

6
masyarakat dilakukan melihat potensi besar dari pariwisata di NTT. Banyaknya
tempat wisata yang menarik para wiasatawan untuk berkunjung yang akan berdampak
pada penghasilan masyarakat sekitar. Contoh pemberdayaannya adalah melakukan
pelatihan terhadap ibu-ibu dalam pembuatan cendera mata dan bantuan dana
pemerintah untuk modal pembuatan rumah-rumah yang akan dipasang dipesisir
pantai NTT.
2. Tingginya frekuensi sakit dan rendahnya frekuensi penimbangan pada anak
diposyandu : Rendahnya frekuensi penimbangan dan tingginya frekuensi sakit pada
anak ini disebabkan oleh akses menuju puskesmas begitu sulit bagi masyarakat
daerah terpencil. Dan solusi yang kami berikan adalah bantuan dana dari pemerintah
untuk pembuatan puskesmas di setiap daerah-daerah terpencil dan penempatan
perawat, bidan, dan dokter yang memadai.
3. Minimnya pendidikan ibu : Pengetahuan oleh ibu sangat penting bagi anggota
keluarganya terkhusus pada tumbuh kembang anak. Solusi kami adalah kunjungan
promotor kesehatan setiap 3 bulan sekali untuk memberikan informasi kesehatan pada
masyarakat daerah terpencil. Tujuan promotor kesehatan berkunjung setiap 3 bulan
sekali adalah agar lebih terkontrolnya perilaku masyarakat apakah mereka
menjalankan penyampaian informasi kesehatan atau tidak.
4. Sulitnya sumber air bersih : Pemerintah telah mengadakan penyediaan sumber air
bersih dan sudah dirasakan oleh masyarakat NTT, namun pada kenyataannya tidak
dirasakan jangka panjang karena pemerintah tidak begitu fokus dengan permasalahan
ini. Solusi kami adalah perencanaan pemerintah dalam penyediaan sumber air bersih
harus dilakukan dibeberapa titik daerah terpencil tidak hanya terpusat di satu titik
saja.

E. Perencanaan Kebutuhan
Perencanaan kebutuhan dalam pelaksanaan program antara lain :
1. Sumber daya manusia: Dokter Bidan, Perawat, Promotor Kesehatan, Pelatih Cendera
Mata
2. Alat-alat kesehatan, tangki air, bahan bangunan, dan dana dari pemerintah.

7
3. Kerjasama dengan Dinas sosial, Dinas Pariwisata, dan Dinas Lingkungan Hidup di
daerah terkait.

F. Penyusunan POA (Planning Of Action)


NO JENIS KEGIATAN TANGGAL KOORDINATOR
1 2 3 4 5
1 Pembentukan panitia sosial
2 Pembuatan proposal dana
3 Kunjungan ke NTT
4 Sosialisasi masyarakat
5 Penyebaran kertas daftar rencana
bantuan sosial di NTT
6 Pelaksanaan program
7 Penilaian

G. Penilaian
Permasalahan gizi buruk di Nusa Tenggara Timur begitu memprihatinkan.
Diharapkan dari perencanaan program yang kami berikan dapat berjalan dan
dilaksanakan dengan baik. Diharapkan juga dari perencanaan ini dapat berhasil
sebagaimana mestinya. Agar kedepannya di daerah kawasan Indonesia Timur khususnya
daerah Nusa Tenggara Timur permasalahan gizi buruk dapat diatasi dan diselesaikan
melalui perencanaan program ini dengan bantuan pemerintah, tenaga kesehatan, dinas-
dinas terkait, dan juga masyarakat.

8
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Masalah gizi di Indonesia terutama di beberapa wilayah di bagian Timur seperti
NTT dan Papua Barat, dinilai masih tinggi. Bupati Sumba Timur, Nusa Tenggara
Timur (NTT), Gidion Mbiliyora, mengatakan, ratusan anak di wilayahnya menderita
gizi buruk. Adapun penyebabnya adalah minimnya pendapatan keluarga, tingginya
frekuensi sakit dan rendahnya frekuensi penimbangan anak diposyandu, minimnya
pengetahuan ibu, dan sulitnya sumber air bersih.
Di Indonesia bagian timur terkhususnya Nusa Tenggara Timur sebagai salah satu
permasalahan gizi buruk tertinggi, tidak serta merta dapat diprioritaskan salah satu
masalah gizi buruknya. Karena malnutrisi mempunyai beberapa cakupan seperti
stunting, underweight, dan wasting adalah suatu permasalahan yang semuanya di
derita oleh anak-anak maupun balita di daerah Nusa Tenggara Timur.

B. Saran
Pemerintah harusnya lebih fokus terhadap beberapa hal yang penting dalam
perkembangan penerus bangsa seperti fokus terhadap masalah gizi buruk dan
pendidikan. Agar generasi penerus bangsa dapat meneruskan cita-cita bangsa dari
para pendahulu.

9
DAFTAR PUSTAKA

Depkes. 2019. Status Gizi Indonesia Alami Perbaikan.

http://googleweblight.com/i?u=http://www.depkes.go.id/article/view/19013100001/status
-gizi-indonesia-alami-perbaikan.html&hl=id-ID ( 30 Januari 2019 )

Sulaiman Reza. 2019. Triple Burden Masalah Gizi di Indonesia Ancam Kesehatan Anak.

https://googleweblight.com/i?u=https://m.suara.com/health/2019/08/01/171500/triple-
burden-masalah-gizi-di-indonesia-ancam-kesehatan-anak-dan-remaja&hl=id-ID ( 01
Agustus 2019 )

Sigiranus Marutho B. 2019. 264 Balita di Sumba Timur Menderita Gizi Buruk.

https://googleweblight.com/i?u=https://kupang.kompas.com/read/2019/03/21/06343061/2
64-balita-di-sumba-timur-menderita-gizi-buruk&hl=id-ID ( 21 Maret 2019 )

Kadek Dwi Ariesthi. 2018. Gizi Buruk Pada Balita di NTT, Mengapa Sulit Diakhiri?.

http://googleweblight.com/i?u=http://theconversation.com/gizi-buruk-pada-balita-di-ntt-
mengapa-sulit-diakhiri-91841&hl=id-ID ( 22 Maret 2019 )

Endro Priherdityo. 2016. Topografi Sumba Bikin Akses Air Makin Sulit.

https://googleweblight.com/i?u=https://m.cnnindonesia.com/gayahidup/20160606054509
-255-135994/topografi-sumba-bikin-akses-air-makin-sulit&hl=id-ID ( 06 Juni 2016 )

iv
10
11
12
13
14
15

Anda mungkin juga menyukai