Anda di halaman 1dari 14

BAB 1

PENDAHULUAN

Limfoma adalah keganasan jaringan limfoid yang ditandai oleh proliferasi

sel limfoid atau prekursornya dan merupakan keganasan nonepithelial paling sering

pada kepala dan leher. Ada dua jenis utama dari limfoma: Limfoma Hodgkin (HL)

dan Limfoma non-Hodgkin (NHL). Limfoma Hodgkin biasanya ditandai dengan

penyebaran penyakit melalui kelompok bersebelahan kelenjar getah bening.

Sebaliknya, NHL dapat terwujud dalam ekstranodal seperti cincin waldeyer,

kelenjar ludah, dan tiroid selain terjadi di nodal basins dari kepala dan leher.

Kelompok NHL terdiri dari subtype penyakit yang heterogen berdasarkan

epidemiologi, etiologi, morfologi, imunofenotipe, genetic, tampilan klinis dan

respons terhadap terapi. Limfoma maligna mencakup 5 % dari seluruh tipe

keganasan yang terjadi pada kepala dan leher.

Di Indonesia belum ada data yang akurat mengenai angka kejadian

limfoma. Data dari rawat jalan poli THT RS Hasan Sadikin Bandung selama 2 tahun

terakhir Januari 2013-November 2014 didapatkan 249 kasus limfoma non Hodgkin,

perbandingan laki-laki lebih banyak menderita limfoma dibanding perempuan 152

: 97 . Berdasarkan penelitian yang dilakukan di Jepang menyebutkan bahwa secara

keseluruhan keganasan pada limfoid dari tahun 2001 hingga 2006 menyebutkan

jumlah 2260 kasus yang dilakukan biopsy atau reseksi yang diantaranya diketahui

sejumlah 65% nya adalah jenis limfoma sel-B, 25% jenis sel-T atau sel NK (Natural

Killer), dan 7% diantaranya adalah jenis limfoma Hodgkins. Pada tahun 2010,
American Cancer Society memperkirakan bahwa 74.030 kasus limfoma baru akan

didiagnosis dan 21.530 kematian karena limfoma akan terjadi di Amerika Serikat.

Analisis Basis Data Kanker Nasional (NCDB) mengungkapkan bahwa

proporsi kasus limfoma antara semua tumor kepala dan leher meningkat dari

14,7% antara 1985 dan 1989 menjadi 15,4% antara tahun 1990 dan 1994. Kasus

Limfoma Non Hodgkin 86% dari semua kasus limfoma dan termasuk lima besar

keganasan tersering di Amerika Serikat. Hal ini terutama mengenai orang dewasa,

dengan kurang dari 10% dari keseluruhan kasus yang terjadi pada anak-anak.

Limfoma Non Hodgkin merupakan hasil dari translokasi kromosom pada sel B

atau sel T/sel natural killer (NK) yang menginaktivasi gen supresor tumor atau

aktivasi onkogen. B-cell lymphomas ditemukan sekitar 90% dari semua NHLs.

Dua subtipe histologis yang paling umum adalah follicular lymphoma dan yang

lebih agresif diffuse large B-cell lymphoma (DLBCL).

Faktor risiko untuk terjadinya limfoma termasuk jenis kelamin laki-laki,

imunosupresi jangka panjang, paparan radiasi atau pestisida, dan penyakit autoimun

seperti sistemik lupus eritematosa. Infeksi termasuk human immunodeficiency

virus (HIV), human T-cell lymphotropic virus 1 (HILV-1), human herpes virus-8

(HHV-8), dan Epstein-Barr virus (EBV) juga telah dikaitkan dengan perkembangan

limfoma.
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Limfoma atau limfoma maligna adalah sekelompok kanker di mana sel-sel limfatik

menjadi abnormal dan mulai tumbuh secara tidak terkontrol. Karena jaringan limfe

terdapat di sebagian besar tubuh manusia, maka pertumbuhan limfoma dapat

dimulai dari organ apapun. Limfoma pertama kali dipublikasikan oleh Thomas

Hodgkin pada tahun 1832, yang kemudian disebut sebagai Limfoma Hodgkin yang

ditandai dengan gambaran khas sel Reed-Sternberg.

2.2 Klasifikasi

Klasifikasi WHO membagi limfoma non-Hodgkin atas tipe sel-B dan sel-

T. Di Amerika Serikat yang terbanyak adalah Limfoma sel-B, sekitar 10% limfoma

sel-T dan sedikit tipe sel-Null.


2.3 Limfoma non hodgkin

Salah satu jenis kanker yang terbanyak ditemukan di Indonesia adalah

limfoma malignum. Limfoma malignum merupakan penyakit kelenjar limfe yang

mengakibatkan pembesaran kelenjar limfe dan sering meluas dari satu daerah ke

daerah di dekatnya. ( Perdana, 2008). Limfoma malignum terbagi menjadi dua yaitu

limfoma hodgkin dan Limfoma Non Hodgkin. Limfoma Hodgkin ciri khasnya ialah

ditemukan gambaran reed-sternbeg yang merupakan sel multinuklear, sedangkan

limfoma non hodkin akan di bahas lebih lengkap pada penelitian ini.

Berdasar American Cancer Society (2013) NHL merupakan kanker yang

prosesnya dimulai pada sel yang disebut limfosit, yang merupakan bagian dari imun

sistem. Limfosit terletak di limfa nodul dan limfoid tissue lainnya seperti limfa

ataupun sumsum tulang. Tetapi beberapa tipe kanker seperti kanker paru ataupun

kanker kolon yang dapat menyebar ke jaringan limfa nodul, bukanlah merupakan

Non Hodgkin limfoma tetapi hanya merupakan metastase. Non hodgkin limfoma

merupakan suatu keganasan yang dimulai ketika limfosit berdiferensiasi menjadi


sel yang abnormal. Sel yang abnormal akan terus bereplikasi menggandakan dirinya

terus menerus dan bertambah banyak. Abnormal sel tidak dapat melakukan

apoptosis. Mereka juga tidak bisa memproteksi tubuh dari infeksi dan penyakit

imun lainnya. Sel yang abnormal akan membentuk ekstra sel yang akan menjadi

suatu massa di jaringan yang disebut tumor

Infeksi virus merupakan salah satu yang dicurigai menjadi etiologi NHL

contohnya ialah infeksi virus Epstein Barr dan HTLV (Human T Lymphoytopic

Virus type 1) yang berhubungan dengan limfoma Burkitt , yang merupakan

limfoma sel B. Selain itu abnormalitas sitogenik seperti translokasi kromosom juga

ikut berperan menyebabkan proliferasi dari limfosit. Pada limfoma sel B ditemukan

abnormalitas kromosom, yaitu translokasi lengan panjang kromosom nomor 8 (8q)

ke lengan panjang kromosom nomor 14 (14q). (Krisifu, et al., 2004). Faktor resiko

berhubungan juga dengan paparan lingkungan, pekerjaan, diet, dan paparan

lainnya. Beberapa pekerjaan yang sering dihubungkan dengan resiko tinggi adalah

peternak serta pekerja hutan dan pertanian. Hal ini disebabkan karena adanya

paparan herbisisda dan pelarut organik. Resiko NHL juga meningkat pada orang

yang mengkonsumsi makanan tinggi lemak hewani, merokok, dan terkena paparan

ultraviolet berlebihan.

Pendekatan diagnostik untuk menegakkan NHL ialah dengan anamnesis,

pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjang. Pada anamnesis dapat diketahui

gejala sistemik umum berupa berat badan menurun 10 % dalam waktu 6 bulan,

demam tinggi 38o C 1 minggu tanpa sebab , keringat malam, keluhan anemia,

kelainan darah, malaise, dan keluhan organ (misalnya lambung, nasofaring). Pada
pemeriksaan fisik akan didapati pembesaran kelenjar getah bening dan kelainan

atau pembesaran organ.

Pemeriksaan penunjang yang dilakukan ialah pemeriksaan laboratorium,

biopsi, aspirasi sumsum tulang, dan radiologi. Pemeriksaan laboratorium ialah

memeriksa status hematologi berupa darah perifer lengkap dan gambaran darah

tepi. Dilakukan juga pemeriksaan urinanalisis dan kilmia klinik seperti SGOT,

SGPT, LDH, protein total, albumin, asam urat, elektrolit (Na,K,Cl,Ca,P), dan gula

darah puasa. Biopsi kelenjar getah bening hanya dilakukan pada satu kelenjar yang

paling representatif, superfisial, dan perifer. Jika terdapat kelenjar perifer atau

supefisial yang representatif, maka tidak perlu dilakukan biopsi intra abdominal

atau intratorakal. Aspirasi sumsum tulang dan biopsi sumsum tulang dari dua sisi

spina iliaca dengan hasil spesimen sepanjang 2 cm. Pada pemeriksaan radiologi

rutin dapat dilihat dari foto toraks PA dan lateral dan CT scan seluruh abdomen

(atas dan bawah). Pada pemeriksaan radiologi khusus dapat diperiksa CT scan

toraks, USG abdomen, dan limfografi. Diagnosis ditegakkan berdasarkan

histopatologi dan sitologi.

2.4 Limfoma Hodgkin

Limfoma Hodgkin adalah kanker jaringan limfoid, biasanya kelenjar

limfe dan limfa. Penyakit ini adalah salah satu kanker yang tersering dijumpai pada

orang dewasa muda, terutama pria muda. Terdapat empat klasifikasi penyakit

Hodgkin, berdasarkan sel yang terlibat dan apakah bentuk neoplasmanya nodular

atau tidak. Dari penentuan stadium penyakit Hodgkin sangat perlu dilakukan,

karena dapat memberi petunjuk mengenai pengobatan dan sangat mempengaruhi


hasil akhir. Stadium-stadium awal penyakit Hodgkin, stadium I dan II, biasanya

dapat disembuhkan. Angka kesembuhan untuk stadium III dan IV cenderung

masing-masing adalah 75% dan 60%.

Penyakit Hodgkin adalah suatu penyakit klonal, yang berasal dari suatu sel

yang abnormal. Populasi sel abnormal tidak diketahui tetapi tampaknya berasal dari

sel B atau T, atau suatu monosit. Sel-sel neoplastik pada penyakit Hodgkin disebut

sel Reed-Steinberg. Sel-sel ini terselip diantara jaringan limfoid normal yang

terdapat di organ-organ limfoid.

Formulasi Kerja (Working Formulation) membagi limfoma non-hodgkin

menjadi tiga kelompok utama, antara lain:

 Limfoma Derajat Rendah

Kelompok ini meliputi tiga tumor, yaitu limfoma limfositik kecil,

limfoma folikuler dengan sel belah kecil, dan limfoma folikuler campuran sel

belah besar dan kecil.

 Limfoma Derajat Menengah

Ada empat tumor dalam kategori ini, yaitu limfoma folikuler sel besar,

limfoma difus sel belah kecil, limfoma difus campuran sel besar dan kecil, dan

limfoma difus sel besar.

 Limfoma Derajat Tinggi

Terdapat tiga tumor dalam kelompok ini, yaitu limfoma imunoblastik

sel besar, limfoma limfoblastik, dan limfoma sel tidak belah kecil.

Perbedaan antara LH dengan LNH ditandai dengan adanya sel Reed-

Sternberg yang bercampur dengan infiltrat sel radang yang bervariasi. Sel Reed-

Sternberg adalah suatu sel besar berdiameter 15-45 mm, sering berinti ganda
(binucleated), berlobus dua (bilobed), atau berinti banyak (multinucleated) dengan

sitoplasma amfofilik yang sangat banyak. Tampak jelas di dalam inti sel adanya

anak inti yang besar seperti inklusi dan seperti “mata burung hantu” (owl-eyes),

yang biasanya dikelilingi suatu halo yang bening.

(a) (b)
Gambar 1. Gambaran histopatologis (a) Limfoma Hodgkin dengan Sel Reed Sternberg
dan (b) Limfoma Non Hodgkin

Limfoma Hodgkin Limfoma Non-Hodgkin


 Asimtomatik limfadenopati  Asimtomatik limfadenopati
 Gejala sistemik (demam  Gejala sistemik (demam
intermitten, keringat malam, intermitten, keringat malam,
BB turun) BB turun)
Anamnesis  Nyeri dada, batuk, napas  Mudah lelah
pendek  Gejala obstruksi GI tract dan
 Pruritus Urinary tract.
 Nyeri tulang atau nyeri
punggung
 Teraba pembesaran limonodi  Melibatkan banyak kelenjar
pada satu kelompok kelenjar perifer
Pemeriksaan Fisik (cervix, axilla, inguinal)  Cincin Waldeyer dan kelenjar
 Cincin Waldeyer & kelenjar mesenterik sering terkena
mesenterik jarang terkena
 Hepatomegali &  Hepatomegali &
Splenomegali Splenomegali
 Sindrom Vena Cava Superior  Massa di abdomen dan testis
 Gejala susunan saraf pusat
(degenerasi serebral dan
neuropati)

Selain tanda dan gejala di atas, stadium limfoma maligna secara klinis juga
dapat ditentukan berdasarkan klasifikasi Ann Arbor yang telah dimodifikasi
Costwell.

Tabel 2. Klasifikasi Limfoma Menurut Ann Arbor yang telah dimodifikasi oleh Costwell

Keterlibatan/Penampakan
Stadium
I Kanker mengenai 1 regio kelenjar getah bening atau 1 organ
ekstralimfatik (IE)
II Kanker mengenai lebih dari 2 regio yang berdekatan atau 2 regio yang
letaknya berjauhan tapi masih dalam sisi diafragma yang sama (IIE)
III Kanker telah mengenai kelenjar getah bening pada 2 sisi diafragma
ditambah dengan organ ekstralimfatik (IIIE) atau limpa (IIIES)
IV Kanker bersifat difus dan telah mengenai 1 atau lebih organ
ekstralimfatik
Suffix
A Tanpa gejala B
B Terdapat salah satu gejala di bawah ini:
 Penurunan BB lebih dari 10% dalam kurun waktu 6 bulan
sebelum diagnosis ditegakkan yang tidak diketahui
penyebabnya
 Demam intermitten > 38° C
 Berkeringat di malam hari
X Bulky tumor yang merupakan massa tunggal dengan diameter > 10 cm,
1
atau , massa mediastinum dengan ukuran > /3 dari diameter
transthoracal maximum pada foto polos dada PA
Gambar 4. Penentuan Stadium Limfoma berdasarkan Klasifikasi Ann Arbor

2.5 Penatalaksanaan

Penatalaksanaan limfoma maligna dapat dilakukan melalui berbagai cara, yaitu:

a. Pembedahan
Tata laksana dengan pembedahan atau operasi memiliki peranan
yang terbatas dalam pengobatan limfoma. Untuk beberapa jenis limfoma,
seperti limfoma gaster yang terbatas pada bagian perut saja atau jika ada
resiko perforasi, obstruksi, dan perdarahan masif, pembedahan masih
menjadi pilihan utama. Namun, sejauh ini pembedahan hanya dilakukan
untuk mendukung proses penegakan diagnosis melalui surgical biopsy.
b. Radioterapi
Radioterapi memiliki peranan yang sangat penting dalam
pengobatan limfoma, terutama limfoma hodgkin di mana penyebaran
penyakit ini lebih sulit untuk diprediksi. Beberapa jenis radioterapi yang
tersedia telah banyak digunakan untuk mengobati limfoma hodgkin seperti
radioimunoterapi dan radioisotope. Radioimunoterapi menggunakan
antibodi monoclonal seperti CD20 dan CD22 untuk melawan antigen
spesifik dari limfoma secara langsung, sedangkan radioisotope
menggunakan iodine atau Yttrium untuk irradiasi sel-sel tumor secara
selektif. Teknik radiasi yang digunakan didasarkan pada stadium limfoma
itu sendiri, yaitu:
 Untuk stadium I dan II secara mantel radikal
 Untuk stadium III A/B secara total nodal radioterapi
 Untuk stadium III B secara subtotal body irradiation
 Untuk stadium IV secara total body irradiation

Gambar 5. Berbagai macam teknik radiasi

c. Kemoterapi
Merupakan teknik pengobatan keganasan yang telah lama digunakan dan
banyak obat-obatan kemoterapi telah menunjukkan efeknya terhadap
limfoma.
Pengobatan Awal:
1. MOPP regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus atau lebih.
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 8
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2 hari ke 1 dan 8
o Procarbazine: 100 mg/m2, hari 1-14
o Prednisone: 40 mg/m2, hari 1-14, hanya pada siklus 1 dan 4
2. ABVD regimen: setiap 28 hari untuk 6 siklus

o Adriamycin: 25 mg/m2, hari ke 1 dan 15


o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Vinblastine: 6 mg/m2, hari ke 1 dan 15
o Dacarbazine: 375 mg/m2, hari ke 1 dan 15
3. Stanford V regimen: selama 2-4 minggu pada akhir siklus

o Vinblastine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 7, 9, 11


o Doxorubicin: 25 mg/m2, minggu ke 1, 3, 5, 9, 11
o Vincristine: 1,4 mg/m2, minggu ke 2, 4, 6, 8, 10, 12
o Bleomycin: 5 units/m2, minggu ke 2, 4, 8, 10, 12
o Mechlorethamine: 6 mg/m2, minggu ke 1, 5, 9
o Etoposide: 60 mg/m2 dua kali sehari, minggu ke 3, 7, 11
o Prednisone: 40 mg/m2, setiap hari, pada minggu ke 1-10,
tapering of pada minggu ke 11,12

4. BEACOPP regimen: setiap 3 minggu untuk 8 siklus

o Bleomycin: 10 mg/m2, hari ke- 8


o Etoposide: 200 mg/m2, hari ke 1-3
o Doxorubicin (Adriamycine): 35 mg/m2, hari ke-1
o Cyclophosphamide: 1250 mg/m2, hari ke-1
o Vincristine (Oncovine): 1,4 mg/m2, hari ke-8
o Procarbazine: 100 mg/m2, hari ke 1-7
o Prednisone: 40 mg/m2, hari ke 1-14

Jika pengobatan awal gagal atau penyakit relaps:

1. ICE regimen
a. Ifosfamide: 5 g/m2, hari ke-2
b. Mesna: 5 g/m2, hari ke-2
c. Carboplatin: AUC 5, hari ke-2
d. Etoposide: 100 mg/m2, hari ke 1-3
2. DHAP regimen
a. Cisplatin: 100 mg/m2, hari pertama
b. Cytarabine: 2 g/m2, 2 kali sehari pada hari ke-2
c. Dexamethasone: 40 mg, hari ke 1-4
3. EPOCH regimen – Pada kombinasi ini, etoposide, vincristine,
dan doxorubicin diberikan secara bersamaan selama 96 jam IV
secara berkesinambungan.
a. Etoposide: 50 mg/m2, hari ke 1-4
b. Vincristine: 0.4 mg/m2, hari ke 1-4
c. Doxorubicin: 10 mg/m2, hari ke 1-4
d. Cyclophosphamide: 750 mg/m2, hari ke- 5
e. Prednisone: 60 mg/m2, hari ke 1-6

d. Imunoterapi

Bahan yang digunakan dalam terapi ini adalah Interferon-α, di mana

interferon-α berperan untuk menstimulasi sistem imun yang menurun akibat

pemberian kemoterapi.

e. Transplantasi sumsum tulang

Transplasntasi sumsum tulang merupakan terapi pilihan apabila limfoma

tidak membaik dengan pengobatan konvensional atau jika pasien

mengalami pajanan ulang (relaps). Ada dua cara dalam melakukan

transplantasi sumsum tulang, yaitu secara alogenik dan secara autologus.

Transplantasi secara alogenik membutuhkan donor sumsum yang sesuai

dengan sumsum penderita. Donor tersebut bisa berasal dari saudara kembar,

saudara kandung, atau siapapun asalkan sumsum tulangnya sesuai dengan

sumsum tulang penderita. Sedangkan transplantasi secara autologus, donor

sumsum tulang berasal dari sumsum tulang penderita yang masih bagus

diambil kemudian dibersihkan dan dibekukan untuk selanjutnya

ditanamkan kembali dalam tubuh penderita agar dapat menggantikan

sumsum tulang yang telah rusak.


DAFTAR PUSTAKA

1. Dessain, S.K. 2009. Hodgkin Disease. [serial online].


http://emedicine.medscape.com/article/201886-overview. [25 Juli 2010].
2. Ford-Martin, Paula. 2005. Malignant Lymphoma. [serial online].
http://www.healthline.com/galecontent/malignant-lymphoma/. [25 Juli 2010].
3. Price, S.A dan Wilson, L.M. 2005. “Pathophysiology: Clinical Concepts of
Disease Processes, Sixth Edition”. Alih bahasa Pendit, Hartanto, Wulansari
dan Mahanani. Patofisiologi Konsep Klinis Proses-proses Penyakit Edisi 6.
Jakarta: EGC
4. Reksodiputro, A. dan Irawan, C. 2006. “Limfoma Non-Hodgkin”. Disunting
oleh Sudoyo, Setyohadi, Alwi, Simadibrata, dan Setiati. Buku Ajar Ilmu
Penyakit Dalam. Jilid II. Jakarta: Balai Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
5. Kumar, Abbas, dan Fausto. 2005. Phatologic Basis of Diseases 7th Edition.
Philadelphia: Elsevier & Saunders
6. Vinjamaram, S. 2010. Lymphoma, Non-Hodgkin. [serial online].
http://emedicine.medscape.com/article/203399-overview. [25 Juli 2010].
7. Berthold, D. dan Ghielmini, M. 2004. Treatment of Malignant Lymphoma.
Swiss Med Wkly (134) : 472-480.

Anda mungkin juga menyukai