Anda di halaman 1dari 27

Pengertian Logika

“Logika” berasal dari kata Yunani “logos” yang berarti ucapan, kata, akal budi, dan ilmu. Sedangkan
ditinjau dari makna esensialnya, maka logika adalah ‘cabang dari filsafat ilmu pengetahuan dan logika
juga merupakan bagian yang sangat mendasar dalam kerangka berfikir filsafat’. Berdasarkan pengertian
tersebut maka logika merupakan bagian yang sangat penting atau mendasar dalam studi filsafat ilmu
pengetahuan (Oesman, A. 1978; Copi, I.M. 1978).

Pengertian Logika Menurut Para Ahli

Logika adalah ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat.W. Poespoprodjo, Ek. T. Gilarso.
(2006: 13)

Logika adalah suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan nenalar. Soekadijo,
(1983-1994: 3)

Aristoteles : logika adalah ajaran tentang berpikir yang secara ilmiah membicarakan bentuk pikiran itu
sendiri dan hukum-hukum yang menguasai pikiran.(Harun, 1980)

Logika Aristoteles

Logika Aristoteles, sebagaimana disinggung, berpusat dan berpuncak pada apa yang disebut dengan
silog isme. Silogisme adalah argumentasi yang terdiri atas tiga proposisi. Setiap proposisi dapat
dibedakan atas dua unsur:

tentang apa sesuatu dikatakan yang disebut “subjek”,

apa yang di katakan yang disebut “predikat”. Argumentasi silogisme menurunkan proposisi ketiga dari
dua proposisi yang sudah diketahui. Kunci memahami silogisme adalah term yang dipakai dalam
putusan pertama maupun kedua

Sumber berfikir logika Aristoteles adalah apa yang disebut 10 kategori, yang terdiri atas 1 substansi dan
9 aksidensi. Konsep tentang substansi ini diambil dari Plato, gurunya. Dari 10 kategori ini logika
Aristoteles kemudian menyusun abstraksi-abstraksi lewat aturan yang di sebut dengan silogisme.
Dengan demikian, pengetahuan, dalam pandangan logika Aristoteles adalah abstraksi-abstraksi pikiran
dari hasil tangkapannya tentang substansi dan kategori-kategori
Definisi Logika - Secara etimologis, logika adalah istilah yang dibentuk dari kata logikos yang berasal dari
kata benda logos. Kata logos, berarti sesuatu yang diutarakan, suatu pertimbangan akal (pikiran), kata,
percakapan, atau ungkapan lewat bahasa. Kata logikos, berarti mengenal kata, mengenai percakapan
atau yang berkenaan dengan ungkapan lewat bahasa. Dengan demikian, dapatlah dikatan bahwa logika
adalah suatu pertimbangan akal atau pikiran yang diutrakan lewat kata dan dinyatakan dalam bahasa.

Logika adalah ilmu pengetahuan dan keterampilan berpikir lurus. Tt, (1999 :71)

Logika adalah suatau pertimbangan akal atau pikiran yang diatur lewat kata dan dinyatakan dalam
bahasa. Jan Hendrik Rapar, (1996 : 5)

Logika adalah ilmu dan kecakapan menalar, berpikir dengan tepat.W. Poespoprodjo, Ek. T. Gilarso.
(2006: 13)

Logika adalah suatu metode atau teknik yang diciptakan untuk meneliti ketepatan nenalar. Soekadijo,
(1983-1994: 3)

Aristoteles : logika adalah ajaran tentang berpikir yang secara ilmiah membicarakan bentuk pikiran itu
sendiri dan hukum-hukum yang menguasai pikiran.(Harun, 1980) Surajiyo, Sugeng Astanto, Sri
Andiani(…..:10)

William Alston : logika adalah studi tentang penyimpulan, secara lebih ceramat usaha untuk
mennetapkan ukuran-ukuran guna memisahkan penyimpulan yang sah dan tidak sah.Surajiyo, Sugeng
Astanto, Sri Andiani(…..: 9)

A. Tempat Logika dalam Peta Ilmu Pengetahuan

Aristoteles (384-322 SM) membagi ilmu pengetahuan ke dalam tiga kelas atau tiga kelompok sebagai
berikut

1. Filsafat Spekulatif atau Filsafat Teorites, yang bersifat objektif dan bertujuan pengetahuan demi
pengetahuan itu sendiri. Kelompok ini terdiri dari atas fisika, metafisila, biopsikologi, dan teologia.

2. Filsafat Praktika, yang member pedoman bagi tingkah laku manusia. Kelompok ini terdiri atas etika
dan politik.

3. Filsafat Produktif, yang membimbing manusia menjadi produktif lewat ketrampilan khusus. Kelompok
ini terdiri dari atas kritik sastra, retrotika, dan estetika.

B. Logika Tradisional dan Logika Modern

Logika modern atau logika simbolik, Karena menggunakan tanda-tanda atau symbol-simbol matematik,
hanya sanggup membahas hubungan antara tanda-tanda itu, padahal realitas tak mungkin dapat
ditangkap sepenuhnya dan setepat-tepatnya oleh symbol-simbol matematik.
Logika tradisoinal membahas dan mempersoalkan definisi, konsep, dan term menurut struktur, susunan
dan nuansanya, serta seluk-beluk penalaran untuk memperoleh kebenaran yang lebih susuai dengan
realitas.

C. Kegunaan Logika

Ada empat kegunaan logika :

1. Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat,
tertib, metodis, dan koheren.

2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.

3. Menambah kecerdasa dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.

4. Meningkatkan cinta akan keberanian dan menghindari kekeliruan kesesatan.


PENGERTIAN LOGIKA

Secara etimologi, Logika berasal dari perkataan Yunani yaitu logike (kata sifat) dan logos (kata benda),
yang berarti “pikiran atau perkataan sebagai pernyataan dari pikiran, alasan atau uraian”. Dengan
demikian, logika merupakan pekerjaan akal pikiran manusia dalam bernalar untuk menghasilkan
kebenaran atau penyimpulan yang benar. Sebagai ilmu, disebut logica scientia yang berarti ilmu logika,
namun sekarang ini hanya lazim disebut dengan logika saja. Jadi, logika adalah suatu ilmu pengetahuan
tentang prinsip-prinsip dan norma-norma penyimpulan yang dipandang dari aspek yang benar (sahih).
Ada yang berpendapat bahwa logika adalah ilmu dalam lingkungan filsafat yang membahas prinsip-
prinsip dan hukum-hukum penalaran yang tepat. Ada juga yang menandaskan bahwa logika adalah ilmu
pengetahuan (science) tetapi sekaligus merupakan kecakapan atau keterampilan yang merupakan seni
(art) untuk berpikir secara lurus, tepat, dan teratur. Dalam hal ini, ilmu mengacu pada kemampuan
rasional untuk mengetahui, sedangkan kecakapan atau keterampilan mengacu pada kesanggupan akal
budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Selain itu, ada juga ahli yang berpendapat
bahwa logika adalah teknik atau metode untuk meneliti ketepatan berpikir. Jadi logika tidak terlihat
selaku ilmu, tetapi hanyalah merupakan metode. Ada pula yang mengatakan bahwa logika adalah ilmu
yang mempersoalkan prinsip-prinsip dan aturan-aturan penalaran yang sahih (valid).

William Alston, mendefinisikan logika sebagai Logic is the study of inference, more precisely the attempt
to devise criteria for separating valid from invalid inferencesw (logika adalah studi tentang penyimpulan,
secara lebih cermat usaha untuk menetapkan ukuran-ukuran guna memisahkan penyimpulan yang sah
dan yang tidak sah).

Sheldon Lachman, mengemukakan: Logic is the systematic discipline concerned with the organization
and development of the formal rules, the normative prosedures and the criteria of valid inference
(logika adalah cabang ilmu yang sistematis mengenai penyusunan dan pengemebangan dari aturan
formal, prosedur normatif, dan ukuran-ukuran bagi penyimpulan yang sah).

Jan Hendrik Rapar, (1996:10) “Logika adalah cabang filsafat yang mempelajari, menyusun,
mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan formal, prosedur-prosedur serta kriteria
yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi mencapai kebenaran yang dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional”.

Ir. Poedjawijatna, logika adalah filsafat budi (manusia) yang mempelajari teknik berpikir untuk
mengetahui bagaimana manusia berpikir dengan semestinya.

Hasbullah Bakry, logika adalah ilmu pengetahuan yang mengatur penelitian hokum-hukum akal manusia
sehingga menyebabkan pikirannya dapat mencapai kebenaran.

Berdasar dari pengertian logika yang diuraikan di atas, dapat dikatakan bahwa logika merupakan cabang
filsafat yang mempelajari, menyusun, mengembangkan, dan membahas asas-asas, aturan-aturan
formal, prosedur-prosedur, serta kriteria yang sahih bagi penalaran dan penyimpulan demi pencapaian
kebenaran yang dapat dipertanggungjawabkan secara rasional.
2.2 OBJEK LOGIKA

Objek adalah sesuatu yang merupakan bahan dari penelitian atau pembentukan pengetahuan. Setiap
ilmu pengetahuan pasti mempunyai objek yang dibedakan menjadi dua, yaitu objek material dan objek
formal. Objek material dari sesuatu adalah hal yang diselidiki dari sesuatu itu, mencakup yang konkret
dan yang abstrak. Objek formal adalah sudut pandang dari objek itu disorot sebagai pembeda dengan
objek lainnya.

Objek material sesuatu ilmu pengetahuan mungkin saja dapat sama untuk beberapa ilmu pengetahuan,
namun ilmu-ilmu itu berbeda karena objek formalnya. Sebagai contoh: psikologi, sosiologi, dan
pedagogik memiliki objek material yang sama, yaitu manusia. Akan tetapi, ketiga ilmu itu berbeda
karena objek formalnya yang berbeda. Objek forma psikologi ialah aktivitas jiwa dan kepribadian
manusia secara individual yang dipelajari lewat tingkah laku, objek formal sosiologi ialah hubungan
antar manusia dalam kelompok dan antar kelompok dalam masyarakat, sedangkan objek formal
pedagogik ialah keegiatan manusia untuk menuntun perkembangan manusia lainnya ke tujuan tertentu.

Perlu dicatat di sini bahwa yang pantas menjadi objek material suatu ilmu ialah suatu lapangan, bidang,
atau materi yang benar-benar konkret dan dan dapat diamati. Hal itu perlu ditegaskan karena
kebenaran ilmiah adalah kesesuaian antara apa yang diketahui dengan objek materialnya. Jika objek
material itu abstrak dan tidak dapat diamati, tentu saja apa yang diketahui (pengetahuan) tidak
mungkin dapat dicocokkan dengan objeknya. Dengan demikian, tidak mungkin dapat dicapai kebenaran
yang merupakan kesesuaian pengetahuan dengan objeknya itu.

Surajiyo, dkk. (2009:11) mengatakan lapangan dalam logika adalah asas-asas yang menentukan
pemikiran yang lurus, tepat, dan sehat. Agar dapat berpikir lurus, tepat dan teratur, logika menyelidiki,
merumuskan serta menerapkan hukum-hukum yang harus ditepati.

Berpikir adalah objek material logika. Yang dimaksudkan berpikir di sini adalah kegiatan pikiran, akal
budi manusia. Dengan berpikir manusia mengolah dan mengerjakannya ini terjadi dengan
mempertimbangkan, menguraikan, membandingkan serta menghubungkan pengertian yang satu
dengan pengertian yang lainnya. Dalam logika berpikir dipandang dari sudut kelurusan dan
ketepatannya. Oleh karena itu, berpikir lurus dan tepat merupakan objek formal logika.

2.3 SEJARAH SINGKAT LOGIKA

Apabila ditelusuri dari awal keberadaan logika, tidak terlepas dari ahli pikir sebelumnya seperti Thales
(624-548 SM), filsuf Yunani pertama, meninggalkan segala dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan
jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan rahasia alam semesta, sejak saat itulah ia
meletakkan dasar-dasar berfikir logis. Bahkan ketika Thales mengatakan air adalah arkhe (prinsip atau
asas pertama) alam semesta, ia telah memperkenalkan logika induktif. Bukankah perkataan Thales ini
merupakan kesimpulan yang dimaknai bahwa air adalah jiwa segala sesuatu, misalnya air jiwa tumbuh-
tumbuhan (karena tanpa air tumbuhan mati), darah jiwa hewan dan manusia, sedangkan uap dan es
adalah air, maka penalaran induktif (logika) yang dilakukan Thales adalah sebagai berikut:

· Air adalah jiwa tumbuh-tumbuhan,

· air adalah jiwa hewan,

· air adalah jiwa manusia,

· air jugalah uap, dan

· air jugalah es.

· Jadi, air adalah jiwa dari segala sesuatu, yang berarti, air adalah alam semesta

Dengan demikian, dapat dikatakan bahwa sejak Thales, sang filsuf pertama itu, logika telah mulai
dikembangkan. Semua filsuf sesudah Thales pun telah berperan serta dalam pengembangan logika
kendatipun istilah logika itu sendiri belum dikenal.

Aristoteles (384 – 322 SM) yang juga belum menggunakan kata logika, tetapi menggunakan kata
analitika dan dialektika. Analitika untuk penyelidikan mengenai berbagai argumentasi yang bertitik tolak
dari putusan-putusan yang benar. Sedangkan dialektika untuk penyelidikan mengenai argumentasi-
argumentasi yang bertitik tolak dari hipotesis atau putusan yang tidak pasti kebenarannya. Aristoteles
mewariskan kepada murid-muridnya enam buku yang oleh murid-muridnya dinamai Organon, yang
berarti alat. Enam buku itu, ialah (1) Categoriae, menguraikan sesuatu objek dalam jenis-jenis
pengertian umum; (2) De interpretatione, membahas mengenai komposisi keputusan; (3) Analytica
priora, membahas pembuktian; (4) Analytica posteriora, membahas pembuktian; (5) Topica, berisi cara
berargumentasi atau cara berdebat; (6) De sophhisticis elenchis, membicarakan kesesatan dan
kekeliruan berpikir. Rapar (1996:13) mengemukakan inti logika Aristoteles ialah silogisme. Dan silogisme
itulah yang sesungguhnya merupakan penemuan murni Aristoteles dan yang terbesar dalam logika.

Perkembangan logika pada pasca Aristoteles banyak dilanjutkan oleh para murid-muridnya, dan Abad ke
1 sebelum masehi merupakan abad pertama munculnya logika oleh filsuf Cicero di mana logika masih
diartikan sebagai seni berdebad. Pada permulaan abad ke 3 sesudah masehi oleh Alexander Aphrodisias
adalah orang yang pertama kali menggunakan kata logika dalam arti ilmu yang menyelidiki lurus
tidaknya pemikiran kita

Rapar (1996:14) mengemukakan bahwa sampai abad kedua belas atau ketiga belas, karya-karya tulis di
bidang logika yang masih digunakan ialah Categoriae dan De interpretatione Aristoteles serta Eisagoge
Porphyrius Pada abad ke sampai abad kelimabelas, tampillah logika modern dengan tokoh-tokohnya,
antara lain, Petrus Hispanus (1210 – 1278), roger Bacon (1214 – 1292), RYMUNDUS Lullus (1232 – 1315),
dan William Ockham (1285 – 1349)

Kendatipun logika modern telah dikembangkan, logika Aristoteles diteruskan oleh Thomas Hobbews
(1588 – 1679) dan John Loek (1632 – 1704). Francis Bacon (1561 – 1626) mengembangkan logika
induktif, sedangkan Gottfried Wilhelm Leibniz (1646 – 1716, George Boole (1815 – 1864), John Venn
(1834 – 1923), Dan Gottlob Frege (1848 – 1925) dikenal sebagai para pelopor logika simbolik. Kemudia,
filsuf besar Amerika Serikat, Charles Sanders Peirce (1839 – 1914) yang pernah mengajar logika di John
Hopking University, melengkapi logika simbolik lewat karya tulisnya yang sangat banyak. Ia menafsirkan
logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs) dan melahirkan dalil yang disebut
dalil Peirce (Peirce’s law) Logika simbolik simbolik mencapai puncaknya lewat karya bersama Alfred
North Whitehead (1861 1947) dan Bertrand Arthur William Dussel (1872-1970) berjudul Principia
Mathematica, berjumlah tiga jilid dan ditulis pada tahun 1910 – 1913. Logika simbolik diteruskan oleh
Ludwing Wittgenstein 911889 – 1951), Ruddolf Carnap (1891 – 1970), Kurt Godel (1906 – 1978, dan lain-
lain.

2.4 MANFAAT LOGIKA

Setidaknya ada empat kegunaan dengan belajar logika, yaitu:

1. membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tertib,
metodis, dan koheren;

2. meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif

3. menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri

4. meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kekeliruan serta kesesatan.

Selanjutnya dikatakan bahwa bagi ilmu pengetahuan, logika merupakan suatu keharusan. Tidak ada ilmu
pengetahuan yang tidak didasarkan pada logika. Ilmu pengetahuan tanpa logika tidak akan pernah
mencapai kebenaran ilmiah. Sebagaimana dikemukakan oleh Aristoteles, bapak logika, yaitu logika
benar-benar merupakan alat bagi seluruh ilmu pengetahuan. Oleh karena itu pula, barang siapa
mempelajari logika, sesungguhnya ia telah menggenggam master key untuk membuka semua pintu
masuk ke berbagai disiplin ilmu pengetahuan.

Di samping kegunaan di atas, Surajiyo, dkk. (2009:15) mengemukakan bahwa logika juga dapat
memberikan manfaat teoritis dan praktis. Dari segi kemanfaatan teoritis, logika mengajarkan tentang
berpikir sebagaimana yang seharusnya (normatif) bukan berpikir sebagaimana adanya seperti dalam
ilmu-ilmu positif (fisika, psikologi, dsb.). Dari segi kemanfaatan praktis, akal semakin tajam/kritis dalam
mengambil putusan yang benar dan runtut (consisten).
2.5 PEMBAGIAN LOGIKA

1. Logika makna luas dan logika makna sempit

Menurut John C Cooley, The Liang Gie membagi logika dalam arti yang luas dan dalam arti yang sempit.
Dalam arti yang sempit, istilah dimaksud dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal,
sedangkan arti yang lebih luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan dari berbagai bukti dan bagaimana
system-sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu
sendiri.

Dalam arti luas, logika juga dapat dipakai untuk menyebut tiga cabang filsafat sekaligus, seperti yang
pernah dilakukan oleh piper dan ward berikut ini.

a. Asas paling umum mengenai pembentukan pengertian, inferensi, dan tatanan (logika formal atau
logika simbolis)

b. Sifat dasar dan syarat pengetahuan, terutama hubungan antara budi dengan objek yang
diketahui, ukuran kebenaran, dan kaidah-kaidah pembuktian (epistemology).

c. Metode-metode untuk mendapatkan pengetahuan dalam penyelidikan ilmiah (metodologi)

2. Logika deduktif dan logika induktif

Logika deduktif adalah ragam logika yang mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni
suatu penalaran yang menurunkan kesimpulan sebagai keharusan dari pangkal pikirnya sehiingga
bersifat betul menurut bentuknya saja. Dari logika jenis ini yang terutama ditelaah yaitu bentuk dari
bekerjanya akal, keruntutannya, serta kesesuaiannya dengan langkah-langkah san aturan yang berlaku
sehingga penalaran yang terjadi adalah tepat dan sah.

Logika induktif merpakan suagam atu ragam logika yang mempelajari asas penalaran yang betul dari
sejumlah sesuatu yang khusus sampai pada suatu kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi.penalaran
yang demikian ini digolongkan sebagai induksi. Induksi adalah bentuk penalaran atau enyimpulan yang
berdasarkan pengamatan terhadap sejumlah hal kecil, atau anggota suatu himpunan, untuk tiba pada
suatu kesimpulan yang diharapkan berlaku umum untuk semua hal, atau seluruh anggota himpunan itu,
tetapi yang kesimpulan sesungguhnya hanya bersifat boleh jadi saja.

3. Logika formal dan logika material


Mellone menyatakan bahwa logika deduktif disebut juga logika formal, sedangkan logika induktif
kadang-kadang disebut logika material. Pernyataan ini tidak sepenuhnya tepat karena menurut Fisk,
logika formal hanyalah suatu bagian dari logika deduktif, yakni bagian yang bertalian dengan
perbincangan-perbincangan yang sah menurut bentuknya bukan menurut isinya. (The Liang Gie, 1980).

Logika formal mempelajari asas, aturan atau hokum-hukum yang berpikir yang harus ditaati, agar orang
dapat berpikir dengan benar dan mencapai kebenaran. Logika material mempelajari langsung pekerjaan
akal, serta menilai hasil-hasil logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang
sesungguhnya. Logika material mempelajari sumber-sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat
pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya merumuskan metode ilmu pengetahua itu.

Logika formal dinamakan orang dengan logika minor, sedangkan logika material dinamakan orang logika
mayor. Apa yang sekarang disebut logika formal adalah ilmu yang mengandung kumpulan kaidah-kaidah
cara berpikir untuk mencapai kebenaran.

4. Logika murni dan logika terapan

Menurut Leonard, logika murni (pure logic) adalah ilmu tentang efek terhadap arti dari pernyataan dan
sebagai akibatnya terhadap kesahan dari pembuktian tentang semua bagian dan segi dari pernyataan
dan pembuktian kecuali arti-arti tertentu dari istilah yang termuat di dalamnya. (The Liang Gie,1980)

Logika murni merupakan suatu pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yan berlaku umum pada
semua segi dan bagian dari pernyataan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam sesuatu cabang ilmu
dari istilah yang dipakai dalam pernyataan dimaksud.

Logika terpaan adalah pengetahuan logika yang diterpkan dalam setiap cabang ilmu, bidang filsafat, dan
juga dalam pembicaraan yang mempergunakan bahasa sehari-hari. Apabila sesuatu ilmu menggunakan
asas dan aturan logika bagi istilahdan ungkapannya yang mempunyai pengertian khusus dalam
bidangnaya sendiri, ilmu tersebut sebenarnya telah mempergunakan sesuatu logika terapan dan ilmu
yang bersangkutan, seperti logika ilmu hayat bagi biologi, dan logika sosiologi bagi sosiologi.

5. Logika filsafati dan logika matematik

Logika filsafati dapat digolongkan sebagai suatu ragam atau bagian logika yang masih berhubungan erat
dengan pembahasan dalam bidang filsafat, misalnya logika kewajiban dengan etika atau logika arti
dengan metafisika. Adapun logika matematik merupakan suatu ragam logika yang menelaah penalaran
yang benar dengan menggunakan metode matematik serta bentuk lambing yang khusus dan cermat
untuk menghindarkan makna ganda atau kekaburan yang terdapat dalam bahasa biasa. (The Liang Gie
dan Suhartoyo Hardjosatoto, dan Endang Daruni Asdi, 1980, hlm. 35-46)
Hukum Dasar Logika adalah kebenaran umum yang berlaku dalam bidang logika, sebagai patokan
berpikir atau kaidah pemikiran. John Stuart Mill (1806-1873) menyebutnya "Postulat Universal
Penalaran" atau Universal Postulates of All Reasonings. Friederich Uberweg (1826-1871) menamainya
"Aksioma Inferensi" atau Axioms of Inference.

Postulat universal penalaran atau aksioma inferensi ada 4 jenis, 3 postulat yang pertama dari Aristoteles
sementara yang ke 4 diperkenalkan oleh G.W. Leibniz:

1. Principium Identatis (Law of Identity)

2. Principium Contradictionis (Law of Contradiction)

3. Principium Exclusi Tertii

4. Principium Rationis Sufficientis

Penjelasannya:

1. Principium Identatis (Law of Identity)

-- Hukum kesamaan adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa sesuatu hanya sama dengan
"sesuatu itu sendiri." Jika sesuatu itu p maka p identik dengan p, atau p adalah p. Dapat pula dikatakan:
jika p maka p dan akan tetap p.

2. Principium Contradictionis (Law of Contradiction)

-- Hukum kontradiksi adalah kaidah pemikiran yang menyatakan bahwa tidak mungkin sesuatu pada
waktu yang sama adalah "sesuatu itu dan bukan sesuatu itu." Yang dimaksudkan ialah mustahil ada
sesuatu hal yang pada waktu bersamaan saling bertentangan. Dengan kata lain, dapat dikatakan bahwa
tidak mungkin p pada waktu yang adalah p dan bukan p.

Sir William Hamilton (1788-1856) menyebut hukum ini sebagai hukum tanpa pertentangan (Law of No
Contradiction) karena kaidah itu menegaskan bahwa tidak boleh ada sesuatu yang pada waktu yang
sama saling bertentangan.
3. Principium Exclusi Tertii (Law of Excluded Middle)

-- Hukum penyisihan jalan tengah adalah kaidah yang menjelaskan bahwa sesuatu itu pasti memiliki
suatu sifat tertentu atau tidak memiliki sifat tertentu itu dan tidak ada kemungkinan lain. Jadi p = q atau
p / q.

4. Principium Rationis Sufficientis (Law of Sufficient Reason)

-- Bahwa jika terjadi perubahan pada sesuatu, perubahan itu haruslah berdasarkan alasan yang cukup.
Itu berarti tidak ada perubahan yang terjadi dengan tiba-tiba tanpa alasan yang dapat
dipertanggungjawabkan secara rasional. Hukum ini merupakan pelengkap hukum identitas.
Pengertian logika

Logika ialah ilmu yang dapat membimbing manusia ke arah berfikir secara benar yang menghasilkan
kesimpulan yang benar sehingga ia terhindar dari berfikir secara keliru yang menghasilkan kesimpulan
salah.

Seorang filosof dan pemikir super ulang bangsa yunani aristoteles (384-322 SM) yang pertama kali
mengatakan bahwa logika merupakan ilmu, logika merupakan cabang dari ilmu filsafat yang
menentukan penghargaan dan penelitian tentang suatu cara berfikir atau mengemukakan alasan-alasan,
jika fakta-fakta yang dingunakan dalam cara berfikir itu sebelumnya sudah dinyatakan benar. Logika
bukanlah suatu ilmu empirik tetapi ilmu yang bersifat normatif. [1]

B. Tujuan logika

Tujuan "Logika", dilihat dari karakter yang terkandung dalam logika itu sendiri, ialah "Memelihara,
melatih, mengajar, dan mendidik yang bermuatan mengembangkan potensi akal dalam mengkaji objek
pikir dengan menggunakan metodologi berpikir". Untuk itu tujuan logika adalah :

1. dapat memelihara kemampuan dasar akal yang bersifat potensial dari pengaruh luar (lingkungan)
yang memungkinkan potensi akal ke arah kesesatan; untuk itu, metodologi berpikir sebagai produk dan
terdapat secara inhern dalam logika turut menjaga dan mengurusnya serta meluruskan potensi akal
dalam mengkaji objek pikirnya.

2. melatih orang untuk terbiasa berpikir teoritis dan praktis: aplikasi - praktris - mekanistik berlogika.

3. mengajarkan manusia untuk menuju kemahiran intelektualitas sebagai hasil pengajaran logika
tersebut berupa berpikir ilmiah baik bersifat saintifik, logis-filosofis, maupun mistik-sufistik.

4. Untuk itu orang yang telah memahami logika diharapkan dapat :

a. Menempatkan persoalan dan menunaikan tugas pada situasi dan kondisi yang tepat dan benar

b. Membedakan proses dan kesimpulan berpikir yang benar dari yang salah.

5. Membahas hal-hal tentang suatu persoalan dengan syarat-syarat, dan jika sarat itu dapat di
penuhi, maka manusia akan memperoleh apa yang telah di anggap benar, yang bagi masalah lain baru
yang belum di akui kebenaranya. Jadi ilmu ini khusus untuk menerangkan jalan-jalan yang benar, dan
dengan jalan inilah manusia bisa mencapai kebenaran tanpa memperhikan kedaan-keadaan yang
sedang di pikirkanya.[2]

C. Kegunaan Logika

Adapun kegunaan logika adalah :

1. Membantu setiap orang agar dapat berpikir secara rasional, kritis, lurus, tepat, tertib, metodis dan
koheren.
2. Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat dan objektif.

3. Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.

4. Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis

5. Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan


serta kesesatan.

6. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian.

7. Terhindar dari klenik , gugon-tuhon ( bahasa Jawa )

8. Apabila sudah mampu berpikir rasional, kritis, lurus, metodis dan analitis sebagaimana tersebut
point 1 maka akan meningkatkan citra diri seseorang.[3]

D. Manfaat Logika

Mempelajari ilmu logika sangat besar manfaatnya, antara lain :

1. Melatih kesanggupan akal dan menumbuhkan serta mengembangkan dengan pembiasaan


membahas metode berfikir.

2. Menempatkan sesuatu pada tempatnya dan menyelesaikan pekerjaan pada waktunya. Jadi sangat
bertentang dengan logika, apabila membebani seseorang dengan sesuatu di luar kesanggupannya dan
menunda pekerjaan hari ini ke hari esok.

3. Membuat seseorang mampu membedakan antara pikiran yang benar dan pikiran yang salah. Ini
merupakan manfaat yang paling asasi ilmu logika (mantik), antara urut pikir yang benar oleh karenanya,
akan menghasilkan kesimpulan yang benar dan urut pikir yang salah yang dengan sendirinya akan
menampilkan kesimpulan yang salah. Al-Ghazali memandang ilmu logika (mantik) sangat berperan
membina kebenaran berpikir, orang yang tidak mengerti ilmu logika (mantik), pendapatnya atau
kesimpulannya yang di kemukakannya tidak bisa dipercaya. [4]

4. Dan melatih jiwa manusia agar dapat memperhalus pikirannya.[5]

E. Hukum Dasar Logika

Ada tiga hukum dasar dalam logika, diantaranya :

1. Hukum Identitas.

Hukum ini dapat disebutkan dengan berbagai cara seperti: “sesuatu adalah selalu sama dengan atau
identik dengan dirinya, dalam Aljabar: A sama dengan A.” Rumusan khusus hukum tersebut tak terlalu
penting. Pemikiran esensial dalam hukum tersebut adalah seperti berikut. Dengan mengatakan bahwa
sesuatu itu sama dengan dirinya, maka dalam segala kondisi tertentu sesuatu itu tetap sama dan tak
berubah. Keberadaannya absolut. Seperti yang dikatakan oleh akhli fisika: ” materi tidak dapat di buat
dan dihancurkan.” Materi selalu tetap sebagai materi. Jika sesuatu adalah selalu dan dalam semua
kondisi sama atau identik dengan dirinya, maka ia tidak dapat tidak sama atau berbeda dari dirinya.
Kesimpulan tersebut secara logis patuh pada hukum identitas: Jika A selalu sama dengan A, maka ia
tidak pernah sama dengan bukan A (Non-A).

2. Hukum kontradiksi.

Hukum kontradiksi menyatakan bahwa A adalah bukan Non-A. Itu tidak lebih dari sebuah rumusan
negatif dari pernyataan posistif, yang dituntun oleh hukum pertama logika formal. Jika A adalah A, maka
menurut pemikiran formal, A tidak dapat menjadi Non-A. Jadi hukum kedua dari logika formal, yakni
hukum kontradiksi, membentuk tambahan esensial pada hukum pertama. Beberapa contoh: manusia
tidak dapat menjadi bukan manusia; demokrasi tidak dapat menjadi tidak demokratik; buruh-upahan
tidak dapat menjadi bukan buruh-upahan.

Hukum kontradiksi menunjukkan pemisahan perbedaan antara esensi materi dengan fikiran. Jika A
selalu sama dengan dirinya maka ia tidak mungkin berbeda dengan dirinya. Perbedaan dan persamaan
menurut dua hukum di atas adalah benar-benar berbeda, sepenuhnya tak berhubungan, dan
menunjukkan saling berbedanya antara karakter benda (things) dengan karakter fikiran (thought)

3. Hukum tiada jalan tengah. (the law of excluded middle).

Menurut hukum tersebut segala sesuatu hanya memiliki salah satu karakteristik tertentu. Jika A sama
dengan A, maka ia tidak dapat sama dengan Non-A. A tidak dapat menjadi bagian dari dua kelas yang
bertentangan pada waktu yang bersamaan. Dimana pun dua hal yang berlawanan tersebut akan saling
bertentangan, keduanya tidak dapat dikatakan benar atau salah. A adalah bukan B; dan B adalah bukan
A. Kebenaran dari sebuah pernyataan selalu menunjukkan kesalahan (berdasarkan lawan
pertentangannya) dan sebaliknya. Hukum yang ketiga tersebut adalah sebuah kombinasi dari dua
hukum pertama dan berkembang secara logis.

Ketiga hukum tersebut mencakup sebagian dasar-dasar logika formal. Alasan-alasan formal berjalan
menurut proposisinya. Selama 2.000 tahun aksioma-aksioma yang jelas dalam sistim berfikir Aristoteles
telah menguasai cara berfikir manusia, layaknya hukum pertukaran dari nilai yang sama, yang telah
membentuk fondasi bagi produksi komoditi masyarakat.
SEJARAH LOGIKA

Logika berasal dari kata logos yang berarti hasil pertimbangan akal pikiran yang diutarakan lewat kata
dan dinyatakan dalam bahasa.Sebagai ilmu, logika disebut dengan logike episteme (Latin: logica scientia)
atau ilmu logika (ilmu pengetahuan) yang mempelajari kecakapan untuk berpikir secara lurus, tepat, dan
teratur. Ilmu disini mengacu pada kemampuan rasional untuk mengetahui dan kecakapan mengacu
pada kesanggupan akal budi untuk mewujudkan pengetahuan ke dalam tindakan. Kata logis yang
dipergunakan tersebut bisa juga diartikan dengan masuk akal.

1. Masa Yunani Kuno Logika dimulai pada masa Yunani kuno, pertama yang meninggalkan segala
dongeng, takhayul, dan cerita-cerita isapan jempol dan berpaling kepada akal budi untuk memecahkan
rahasia alam semesta.Thales mengatakan bahwa air adalah arkhe (Yunani) yang berarti prinsip atau asas
utama alam semesta. Saat itu Thales telah mengenalkan kemudian mengenalkan logika sebagai ilmu,
yang kemudian disebut logica scientica. Aristoteles mengatakan bahwa Thales menarik kesimpulan
bahwa air adalah arkhe alam semesta dengan alasan bahwa air adalah jiwa segala sesuatu. Sejak saat
Thales sang filsuf mengenalkan pernyataannya, logika telah mulai dikembangkan. Kaum Sofis beserta
Plato juga telah merintis dan memberikan saran-saran dalam bidang ini. Pada masa Aristoteles logika
masih disebut dengan analitica , yang secara khusus meneliti berbagai yang berangkat dari yang benar,
dan dialektika yang secara khusus meneliti argumentasi yang berangkat dari proposisi yang masih
diragukan kebenarannya.Pada salah seorang muridnya, Aristoteles yang menjadi pemimpin,
melanjutkan pengembangn logika. Istilah logika untuk pertama kalinya dikenalkan oleh Zeno dari Citium
pelopor . Sistematisasi logika terjadi pada masa Galenus dan Sextus Empiricus , dua orang dokter medis
yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri.Porohyus membuat suatu
pengantar (eisagoge) pada Categoriae, salah satu buku Aristoteles. Boethius menerjemahkan Eisagoge
Porphyrius ke dalam bahasa Latin dan menambahkan komentar-komentarnya. Johanes Damascenus
menerbitkan Fons Scienteae.

2. Abad Pertengahan dan Logika Modern Pada abad 9 hingga abad 15, buku-buku Aristoteles seperti
De Interpretatione, Eisagoge oleh Porphyus dan karya Boethius masih digunakan. Thomas Aquinas dan
kawan-kawannya berusaha mengadakan sistematisasi logika.Lahirlah dengan tokoh-tokoh seperti:
Petrus§ Hispanus Roger Bacon§ Raymundus Lullus yang menemukan metode§ logika baru yang
dinamakan Ars Magna, yang merupakan semacam pengertian. William Ocham§ Pengembangan dan
penggunaan logika Aristoteles secara murni diteruskan oleh Thomas Hobbes dengan karyanya Leviatan
dan John Locke dalam An Essay Concerning Human Understanding § Francis Bacon mengembangkan
logika induktif yang diperkenalkan dalam bukunya Novum Organum Scientiarum. J.S. Mills melanjutkan
logika§ yang menekankan pada pemikiran induksi dalam bukunya System of Logic

Lalu logika diperkaya dengan hadirnya pelopor-pelopor logika simbolik seperti:

Gottfried Wilhelm Leibniz§ menyusun logika aljabar berdasarkan Ars Magna dari Raymundus Lullus.
Logika ini bertujuan menyederhanakan pekerjaan akal budi dan lebih mempertajam kepastian. § George
Boole John Venn§ Gottlob Frege§ Lalu seorang filsuf Amerika Serikat yang pernah mengajar di
,melengkapi logika simbolik dengan karya-karya tulisnya. Ia memperkenalkan dalil Peirce (Peirce's Law)
yang menafsirkan logika selaku teori umum mengenai tanda (general theory of signs). Puncak kejayaan
logika simbolik terjadi pada tahun - dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan
karya bersama Alfred North Whitehead dan Bertrand Arthur William Russel.Logika simbolik lalu
diteruskan oleh Ludwig Wittgenstein, Rudolf Carnap, Kurt Godel dan lain-lain.

3. Logika sebagai matematika murniLogika masuk kedalam kategori matematika murni karena
matematika adalah logika yang tersistematisasi. Matematika adalah pendekatan logika kepada metode
ilmu ukur yang menggunakan tanda-tanda atau simbol-simbol matematik (). Logika tersistematisasi
dikenalkan oleh dua orang dokter medis, Galenus (130-201 M) dan Sextus Empiricus (sekitar 200 M)
yang mengembangkan logika dengan menerapkan metode geometri. Puncak terjadi pada tahun -
dengan terbitnya Principia Mathematica tiga jilid yang merupakan karya bersama Alfred North
Whitehead dan Bertrand Arthur William Russel.

c . Macam-macam logika

1. Logika alamiah Logika alamiah adalah kinerja akal budi manusia yang berpikir secara tepat dan lurus
sebelum dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subyektif.
Kemampuan logika alamiah manusia ada sejak lahir.

2. Logika ilmiah Logika ilmiah memperhalus, mempertajam pikiran serta. Logika ilmiah menjadi ilmu
khusus yang merumuskan azas-azas yang harus ditepati dalam setiap pemikiran. Berkat pertolongan
logika ilmiah inilah akal budi dapat bekerja dengan lebih tepat, lebih teliti, lebih mudah dan lebih aman.
Logika ilmiah dimaksudkan untuk menghindarkan kesesatan atau, paling tidak, dikurangi.

d. Kegunaan logika

1) Membantu setiap orang yang mempelajari logika untuk berpikir secara rasional, kritis, lurus, tetap,
tertib, metodis dan koheren.

2) Meningkatkan kemampuan berpikir secara abstrak, cermat, dan objektif.

3) Menambah kecerdasan dan meningkatkan kemampuan berpikir secara tajam dan mandiri.

4) Memaksa dan mendorong orang untuk berpikir sendiri dengan menggunakan asas-asas sistematis

5) Meningkatkan cinta akan kebenaran dan menghindari kesalahan-kesalahan berpkir, kekeliruan serta
kesesatan. Mampu melakukan analisis terhadap suatu kejadian
Macam-macam Logika menurut The Liang Gie (1980) dalam Adib (2010: 102-104) :

Logika dalam pengertian luas dan sempit

Logika Deduktif dan Induktif

Logika Formal dan Material

Logika Murni dan Terapan

Logika Filsafati dan Matematik

Logika dalam pengertian luas dan sempit

Dalam arti sempit logika dipakai searti dengan logika deduktif atau logika formal. Sedangkan dalam arti
luas, pemakaiannya mencakup kesimpulan-kesimpulan dari berbagai bukti dan tentang bagaimana
sistem penjelasan disusun dalam ilmu alam serta meliputi pula pembahasan mengenai logika itu sendiri.

Logika Deduktif dan Induktif

Logika Deduktif mempelajari asas-asas penalaran yang bersifat deduktif, yakni suatu penalaran yang
menurunkan suatu kesimpulan sebagai kemestian dari pangkal pikirnya sehingga bersifat betul menurut
bentuknya saja.

Sedangkan Logika Induktif mempelajari asas-asas penalaran yang betul dari sejumlah hal khusus sempai
pada kesimpulan umum yang bersifat boleh jadi (probability).

Logika Formal (Minor) dan Material (Mayor)

Logika Formal atau disebut juga Logika Minor mempelajari asas, aturan atau hukum-hukum berfikir yang
harus ditaati, agar orang dapat berfikir dengan benar dan mencapai kebenaran.

Sedangkan Logika Material atau Mayor mempelajari langsung pekerjaan akal serta menilai hasil-hasil
logika formal dan mengujinya dengan kenyataan praktis yang sesungguhnya, mempelajari sumber-
sumber dan asalnya pengetahuan, alat-alat pengetahuan, proses terjadinya pengetahuan, dan akhirnya
merumuskan metode ilmu pengetahuan itu.

Logika Murni dan Terapan


Logika Murni merupakan pengetahuan mengenai asas dan aturan logika yang berlaku umum pada
semua segi dan bagian dari pernyataan-pernyataan dengan tanpa mempersoalkan arti khusus dalam
sesuatu cabang ilmu dari istilah pernyataan yang dimaksud.

Logika Terapan adalah pengetahuan logika yang diterapkan dalam setiap cabang ilmu, bidang-bidang
filsafat, dan juga dalam pembicaraan yang menggunakan bahasa sehari-hari.

Logika Filsafati dan Matematik

Logika Filsafati merupakan ragam logika yang punya hubungan erat dengan pembahasan dalam bidang
filsafat, seperti logika kewajiban dengan etika atau logika arti dengan metafisika.

Sedangkan Logika Matematik menelaah penalaran yang benar dengan menggunakan metode matematik
serta bentuk lambang yang khusus dan cermat untuk mengindarkan makna ganda.

Menurut Adib (2010:148) macam-macam logika selain yang sudah disebutkan di atas, juga terdapat
Logika Alamiah dan Logika Ilmiah.

Logika Alamiah menggunakan kinerja akal budi manusia yang berfikir secara tepat dan lurus sebelum
dipengaruhi oleh keinginan-keinginan dan kecenderungan-kecenderungan yang subjektif.

Logika Ilmiah, logika ini ada sejak lahir, yang berfungsi memperhalus, mempertajam pikiran serta akal
budi. Logika Ilmiah menjadi ilmu khusus yang merumuskan asas-asas yang harus ditepati dalam
pemikiran.

Menurut Mundiri (2011: 15-16) macam-macam logika antara lain :

Berdasarkan segi kualitasnya, Logika/Mantiq dapat dibedakan menjadi 2 (dua) yaitu Logika Naturalis
(Mantiq al-Fitri) dan Logika Artifisialis/Ilmiah (Mantiq As-Suri).

Logika Naturalis (Mantiq al-Fitri) yaitu kecakapan berlogika berdasarkan kemampuan akal bawaan
manusia. Akal manusia yang normal dapat bekerja secara spontan sesuai hukum-hukum logika dasar.
Sedangkan Logika Artifisialis/Ilmiah (Mantiq al-Suri) yang bertugas membantu Mantiq al-Fitri. Mantiq ini
memperhalus, mempertajam serta menunjukkan jalan pemikiran agar akal dapat bekerja lebih teliti,
efisien, mudah dan aman.

Dilihat dari metodenya, dibedakan atas Logika Tradisional (Mantiq al-Qadim) dan Logika Modern
(Mantiq al-Hadis).

Logika Tradisional adalah Logika Aristoteles, dan Logika dari pada Logikus yang lebih kemudian, tetapi
masih mengikuti sistem Logika Aristoteles. Para Logikus sesudah Aristoteles tidak membuat perubahan
atau mencipta sistem baru dalam Logika kecuali hanya membuat komentar yang menjadikan Logika
Aristoteles lebih elegan dengan sekedar mengadakan perbaikan-perbaikan dan membuang hal-hal yang
tidak penting dari Logika Aristoteles.

Logika Modern tumbuh dan dimulai abad XIII. Mulai abad ini ditemukan sistem baru, metode baru yang
berlainan dengan sistem Logika Aristoteles. Saatnya dimulai sejak Raymundus Lullus menemukan
metode baru Logika yang disebut Ars magna.

Dilihat dari objeknya, terdapat Logika Formal (Mantiq As-Suwari) dan Logika Material (Mantiq al-Maddi).

Cara pertama disebut berpikir deduktif (berpikir dari umum ke khusus) dipergunakan dalam Logika
Formal yang mempelajari dasar-dasar persesuaian (tidak adanya pertentangan) dalam pemikiran dengan
menggunakan hukum-hukum, rumus-rumus, patokan-patokan berpikir benar.

Cara berpikir induktif (berpikir dari khusus ke umum) dipergunakan dalam logika material, yang
mempelajari dasar-dasar persesuaian pikiran dengan kenyataan. Ia menilai hasil pekerjaan Logika
Formal dan menguji benar tidaknya dengan keadaan empiris. Cabang Logika Formal disebut juga Logika
Minor, Logika Material disebut juga Logika Mayor.
Sesungguhnya objek material logika adalah manusia itu sendiri, sedangkan objek formalnya ialah
kegiatan akal budi untuk melakukan penalaran yang lurus, tepat, dan teratur yang terlihat lewat
ungkapan pikirannya yang diwujudkan dalam bahasa.

Objek Material filsafat ilmu adalah pengetahuan itu sendiri, yaitu pengetahuan yang telah disusun
secara sistematis dengan metode ilmiah tertentu, sehingga dapat dipertanggungjawabkan
kebenarannya secara umum. Dalam gejala ini jelas ada tiga hal menonjol, yaitu manusia, dunia, dan
akhirat. Maka ada filsafat tentang manusia (antropologi), filsafat tentang alam (kosmologi), dan filsafat
tentang akhirat (teologi – filsafat ketuhanan dalam konteks hidup beriman dapat dengan mudah diganti
dengan kata Tuhan). Antropologi, kosmologi dan teologi, sekalipun kelihatan terpisah, saling berkaitan
juga, sebab pembicaraan tentang yang satu pastilah tidak dapat dilepaskan dari yang lain. Menurut Drs.
H.A.Dardiri bahwa objek material adalah segala sesuatu yang ada, baik yang ada dalam pikiran, ada
dalam kenyataan maupun ada dalam kemungkinan. Segala sesuatu yang ada itu di bagi dua, yaitu :

Ada yang bersifat umum (ontologi), yakni ilmu yang menyelidiki tentang hal yang ada pada umumnya.

Ada yang bersifat khusus yang terbagi dua yaitu ada secara mutlak (theodicae) dan tidak mutlak yang
terdiri dari manusia (antropologi metafisik) dan alam (kosmologi).

Pengertian Objek Formal Filsafat Ilmu

Objek formal filsafat ilmu adalah sudut pandang dari mana sang subjek menelaah objek materialnya.
Objek formal filsafat ilmu adalah hakikat ilmu pengetahuan artinya filsafat ilmu lebih menaruh perhatian
terhadap problem mendasar ilmu pengetahuan, seperti apa hakikat ilmu pengetahuan, bagaimana cara
memperoleh kebenaran ilmiah dan apa fingsi ilmu itu bagi manusia. Problem inilah yang di bicarakan
dalam landasan pengembangan ilmu pengetahuan yakni landasan ontologis, epistemologis dan
aksiologis. Objek formal filsafat ilmu merupakan sudut pandangan yang ditujukan pada bahan dari
penelitian atau pembentukan pengetahuan itu, atau sudut dari mana objek material itu di sorot.

Perbedaan objek material dan objek formal filsafat ilmu

Objek material filsafat merupakan suatu bahan yang menjadi tinjauan penelitian atau pembentukan
pengetahuan itu atau hal yang di selidiki, di pandang atau di sorot oleh suatu disiplin ilmu yang
mencakup apa saja baik hal-hal yang konkrit ataupun yang abstrak. Sedangkan Objek formal filsafat
ilmu tidak terbatas pada apa yang mampu diindrawi saja, melainkan seluruh hakikat sesuatu baik yang
nyata maupun yang abstrak.
Obyek material filsafat ilmu itu bersifat universal (umum), yaitu segala sesuatu yang ada (realita)
sedangkan objek formal filsafat ilmu (pengetahuan ilmiah) itu bersifat khusus dan empiris. objek
material mempelajari secara langsung pekerjaan akal dan mengevaluasi hasil-hasil dari objek formal
ilmu itu dan mengujinya dengan realisasi praktis yang sebenarnya. Sedangkan Obyek formal filsafat ilmu
menyelidiki segala sesuatu itu guna mengerti sedalam dalamnya, atau mengerti obyek material itu
secara hakiki, mengerti kodrat segala sesuatu itu secara mendalam (to know the nature of everything).
Obyek formal inilah sudut pandangan yang membedakan watak filsafat dengan pengetahuan. Karena
filsafat berusaha mengerti sesuatu sedalam dalamnya.

Adalah objek yang secara wujudnya dapat dijadikan bahan telaahan dalam berfikir. Menurut Endang
Saefudin Anshori (1981) objek material filsafat adalah segala sesuatu yang berwujud, yang pada garis
besarnya dapat dibagi atas tiga persoalan pokok yaitu :

Hakekat Tuhan

Hakekat Alam

Hakekat manusia

Obyek material Filsafat ilmu yaitu segala sesuatu yang ada dan mungkin ada, baik materi konkret, psisik,
maupun yang material abstrak, psikis. Termasuk pula pengertian abstrak-logis, konsepsional, spiritual,
nilai-nilai. Dengan demikian obyek filsafat tak terbatas, yakni segala sesuatu yang ada dan yang mungkin
ada. Objek material filsafat adalah segala yang ada. Segala yang ada mencakup ada yang tampak dan
ada yang tidak tampak. Objek material yang sama dapat dikaji oleh banyak ilmu lain. ada yang tampak
adalah dunia empiris, sedangkan ada yang tidak tampak adalah alam metafisika. Sebagian filosof
membagi objek material filsafat atas tiga bagian, yaitu yang ada dalam alam empiris, yang ada dalam
pikiran dan yang ada dalam kemungkinan.
KATA, FRASA, KLAUSA dan DIKSI

1. Pengertian Kata

Kata adalah suatu unit dari suatu bahasa yang mengandung arti dan terdiri dari satu atau lebih morfem.
Kata adalah merupakan bahasa terkecil yang dapat berdiri sendiri. Umumnya kata terdiri dari satu akar
kata tanpa atau dengan beberapa afiks. Gabungan kata-kata dapat membentuk frasa, klausa, atau
kalimat.

Berdasarkan bentuknya, kata bisa digolongkan menjadi empat: kata dasar, kata turunan, kata ulang, dan
kata majemuk. Kata dasar adalah kata yang merupakan dasar pembentukan kata turunan atau kata
berimbuhan. Perubahan pada kata turunan disebabkan karena adanya afiks atau imbuhan baik di awal
(prefiks atau awalan), tengah (infiks atau sisipan), maupun akhir (sufiks atau akhiran) kata. Kata ulang
adalah kata dasar atau bentuk dasar yang mengalami perulangan baik seluruh maupun sebagian
sedangkan kata majemuk adalah gabungan beberapa kata dasar yang berbeda membentuk suatu arti
baru.

Dalam tata bahasa baku bahasa Indonesia, kelas kata terbagi menjadi tujuh kategori, yaitu:

a. Nomina (kata benda); nama dari seseorang, tempat, atau semua benda dan segala yang dibendakan,
misalnya buku, kuda.

b. Verba (kata kerja); kata yang menyatakan suatu tindakan atau pengertian dinamis.

c. Adjektiva (kata sifat); kata yang menjelaskan kata benda, misalnya keras, cepat.

d. Adverbia (kata keterangan); kata yang memberikan keterangan pada kata yang bukan kata benda,
misalnya sekarang, agak.

e. Pronomina (kata ganti); kata pengganti kata benda.

f. Numeralia (kata bilangan); kata yang menyatakan jumlah benda atau hal atau menunjukkan urutannya
dalam suatu deretan, misalnya satu, kedua.

g. Kata tugas adalah jenis kata di luar kata-kata di atas yang berdasarkan peranannya.

Adapun kata dapat diklasifikasikan menjadi dua yaitu:

1. Kata Baku

a. Kata yang digunakan sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang telah ditentukan.

b. Dalam kalimat resmi, baik lisan maupun tertuliss dengan pengukapan gagasan secara cepat.
2. Kata Tidak Baku

a. Kata yang digunakan tidak sesuai dengan kaidah bahasa Indonesia yang ditentukan.

b. Dalam bahasa sehari-hari, bahasa tutur.

NO KATA BAKU KATA TIDAK BAKU

1. Aktif Aktip

2. Ambulans Ambulan

3. Analisa Analisis

4. Anggota Anggauta

5. Antre Antri

6. Apotek Apotik

7. Atlet Atlit

8. Berpikir Berfikir

9. Frekuensi Frekwensi

10. Hakikat Hakekat

2. Pengertian Frasa

Frasa adalah gabungan dua kata atau lebih yang bersifat nonpredikatif, misalnya: bayi sehat, pisang
goreng, sangat enak, sudah lama sekali dan dewan perwakilan rakyat.

1. Frasa Verbal

Frasa verbal adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata kerja, terdiri atas tiga jenis, yaitu:

a. Frasa verbal modifikatif (pewatas); terdiri atas

Pewatas belakang, misalnya: Ia bekerja keras sepanjang hari.

Pewatas depan, misalnya: Mereka dapat mengajukan kredit di BRI.

b. Frasa verbal koordinatif adalah dua verba yang disatukan dengan kata penghubung dan atau atau.

Mereka menangis dan meratapi nasibnya.


Kita pergi atau menunggu ayah.

c. Farba verbal apositif yaitu sebagai keterangan yang ditambahkan atau diselipkan, misalnya:

Pulogadung, tempat tinggalnya dulu, kini menjadi terminal modern.

Usaha Pak Ali, berdagang kain, kini menjadi grosir.

Mata pencaharian orang itu, bertani dan berternak, sekarang telah maju.

2. Frasa Adjektval

Frasa adjektival adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata sifat atau keadaan sebagai inti
(diterangkan) dengan menambahkan kata lain yang berfungsi menerangkan, seperti: agak,dapat, harus,
kurang, lebih, paling, dan sangat.

agak baik harus baik

akan tenang kurang pandai

amat pandai lebih baik

belum baik paling tinggi

dapat palsu selalu rajin

Frasa adjektival mempunyai tiga jenis:

a. Frasa adjektival modifikatif (membatasi), misalnya: cantik sekali, indah nian, hebat benar;

b. Frasa adjektival koordinatif (mengabungkan), misalnya: tegap kekar, aman tentram, makmur dan
sejahtera, aman sentausa;

c. Frasa adjektival apositif, misalnya:

Bima tokoh ksatria, gagah perkasa, dan suka menolong kaum yang lemah. Frasa apositif bersifat
memberiakan keterangan tambahan Bima tokoh ksatria yang tampan merupakan unsur utama kalimat
gagah perkasa merupakan keterangan tambahan. Frasa apositif terdapat dalam kalimat berikut ini.

Srikandi cantik, ayu rupawan, diperistri oleh Arjuna.

Skripsi yang berkualitas, terpuji dan terbaik, diterbitkan oleh universitas.

3. Frasa Nominal
Frasa nominal adalah kelompok kata benda yang dibentuk dengan memperluas sebuah kata benda ke
kiri dan ke kanan; ke kiri menggolongkan, misalnya: dua buah buku, seorang teman, beberapa butir
telur, ke kanan sesudah kata (inti) berfungsi mewatasi (membatasi), misalnya: buku dua buah, teman
seorang, telur beberapa butir.

a. Frasa nominal modifikatif (mewarisi), misalnya: rumah mungil, hari Minggu, buku dua buah, pemuda
kampus, dan bulan pertama.

b. Frasa nominal koordinatif (tidak saling menerangkan), misalnya: hak dan kewajiban,dunia akhirat,
lahir batin, serta adil dan makmur.

c. Frasa nominal apositif

Anton, mahasiswa teladan itu, kini menjadi dosen di universitasnya.

Burung cendrawasih, burung langka dari Irian itu, sudah hampir punah.

Ibu Megawati, presiden republik indonesia, berkenan memberikan sambutaqn dalam acara itu.

4. Frasa Adverbial

Frasa adverbial adalah kelompok kata yang dibentuk dengan keterangan kata sifat. Frasa ini bersifat
modifikatif (mewatasi), misalnya: sangat baik, kata baik merupakan inti dan sangat merupakan pewatas.
Frasa adverbial yang termasuk jenis ini:kurang pandai, hampir baik, begitu kuat, pandai sekali, lebih
kuat, dengan bangga, dan dengan gelisah. Frasa adverbial yang bersifat koordinatif (tidak saling
menerangkan), misalnya: lebih kurang, kata lebih tidak menerangkan kurang dan kurang tidak
menerangkan lebih.

5. Frasa Pronomial

Frasa Proniomial adalah frasa yang dibentuk dengan kata ganti. Frasa ini terdiri atas tiga jenis:

a. Modifikatif, misalnya: kami semua, kalian semua, anda semua, mereka semua, mereka itu, mereka
berdua, dan mereka itu.

b. Koordinatif, misalnya: engkau dan aku, kami dan mereka, serta saya dan dia,

c. Apositif:

Kami, bangsa Indonesia, menyatakan perang melawan korupsi.

Mahsiswa, para pemuda, siap menjadi pasukan anti korupsi.

6. Frasa Numerialia

Frasa numeralia adalah kelompok kata yang dibentuk dengan kata bilangan. Frasa jenis ini terdiri atas
dua jenis, yaitu
a. Modifikasi

Mereka memotong dua puluh ekor sapi kurban.

Orang itu menyumbang pembangunan jalan kampung dua juta rupiah.

b. Koordinaasi

Lima atau enam orang bertopeng melintasi kegelapan pada gang itu.

Entah tiga, entah empat kali saya makan obat hari itu.

7. Frasa Interogativa Koordinatif

Frasa interogativa Koordinatif adalah frasa yang berintikan pada kata tanya.

Jawaban apa atau siapa merupakan ciri subjek kalimat.

Jawaban mengapa atau bagaimana merupakan penanda predikat.

8. Frasa Demonstrativa Koordinatif

Frasa ini dibntuk dengan dua kata yang tidak saling menerangkan.

Saya bekerja di sana atau sini sama saja.

Saya memakai baju ini atau itu tidak masalah.

9. Frasa Proposisional Koordinatif

Frasa ini dibentuk dengan kata depan dan tidak saling menerangkan.

Perjalanan kami dari dan ke Bandung memerlukan waktu enam jam.

Koperasi dari, oleh dan untuk anggota.

3. Pengertian Klausa

Klausa merupakan kelompok kata yang sekurang-kurangnya terdiri atas subjek dan predikat dan
berpontensi menjadi kalimat. Klausa adalah satuan gramatika yang terdiri dari subjek (S) dan predikat
(P) baik disertai objek (O), dan keterangan (K), serta memilki potensi untuk menjadi kalimat.

Ada tiga hal yang dapat mengklasifikasikan klausa. Ketiga dasar itu adalah:

1. Klasifikasi klausa berdasarkan struktur internnya mengacu pada hadir tidaknya unsur inti klausa yaitu
S dan P. Dengan demikian, unsur ini klausa yang bisa tidak hadir adalah S. Sedangkan P unsur inti klausa
selalu hadir. Atas dasar itu, maka hasil klasifikasi klausa berdasarkan unsur internnya.
2. Klasifikasi klausa berdasarkan kategori frasa yang menduduki fungsi P, contoh: mahasiswa itu belum
mengerjakan tugas.

3. Klasifikasi klausa berdasarkan ada tidaknya unsur negasi yang mengaktifkan P, klausa positif ialah
klausa yang ditandai tidak adanya unsur negasi yang mengaktifkan P, contoh: mahasiswa itu
mengerjakan tugas.

4. Pengertian Diksi

Diksi adalah pilihan kata. Maksudnya, kita memilih kata yang tepat untuk menyatakan sesuatu. Pilihan
kata merupakan satu unsur yang sangat penting, baik dalam dunia karang-mengarang maupun dalam
dunia tutur setiap hari.

Kata yang tepat akan membantu seseorang mengungkapkan dengan tepat apa yang ingin
disampaikannya, baik lisan maupun tulisan. Di samping itu, pemilihan kata itu harus pula sesuai dengan
situasi dan tempat penggunaan kata-kata itu.

Diksi dapat diartikan sebagai pilihan kata, gaya bahasa, ungkapan-ungkapan pengarang untuk
mengungkapkan sebuah cerita.

Agar menghasilkan cerita yang menarik, diksi atau pemilihan kata harus memenuhi syarat-syarat sebagai
berikut:

1. Ketepatan dalam pemilihan kata dalam menyampaikan gagasan.

2. Pengarang harus memiliki kemampuan dalam membedakan secara tepat nuansa-nuansa makna,
sesuai dengan gagasan yang ingin disampaikan dan kemampuan menemukan bentuk yang sesuai
dengan situasi dan nilai rasa pembaca.

3. Menguasai berbagai macam kosakata dan mempu memanfaatkan kata-kata tersebut menjadi kalimat
yang jelas, efektif, dan efisien.

Fungsi dari diksi :

1. Untuk mencegah kesalah pahaman.

2. Untuk mencapai target komunikasi yang efektif.

3. Untuk Melambangkan gagasan yang di ekspresikan secara verbal.

4. Supaya suasana yang tepat bisa tercipta.

5. Membentuk gaya ekspresi gagasan yang tepat (sangat resmi, resmi, tidak resmi) sehingga
menyenangkan pendengar atau pembaca.

Anda mungkin juga menyukai