Anda di halaman 1dari 1

Peran Mahasiswa dalam Menghadapi Bonus Demografi

Percaya atau tidak, sejak tahun 2012, Indonesia sudah memasuki era bonus demografi.
Dimana pengertian sederhana bonus demografi adalah perubahan struktur jumlah penduduk yang
lebih didominasi oleh mereka yang berusia produktif (15-60 tahun). Sehingga kondisi ini bisa
dibilang sangatlah langka bagi suatu negara, maka beruntunglah jika ternyata Indonesia
mengalaminya sampai pada tahun 2035.
Sebenarnya, telah banyak negara-negara yang lebih dahulu mengalami bonus demografi dan
sukses untuk memaksimalkannya dengan wujud kesejahtaraan bagi masyarakat secara universal,
misalnya saja di tingkat ASEAN kita melihat Singapura dan Thailand. Sedangkan di Asia, ada
Tiongkok dan Korea Selatan yang lebih dulu mengalami bonus demografi.
Kita bisa mempelajari pengalaman negara lain tersebut dalam menghadapi kondisi yang
menguntungkan itu. Tindakan yang dimaksud, lebih pada tindakan konkret untuk menuntaskan
belenggu permasalahan, khususnya permasalahan ekonomi, kesehatan dan pendidikan.
Jika dilihat secara kasatmata, penuntasan permasalahan ekonomi, kesehatan dan pendidikan
sangat membutuhkan peran serta mahasiswa. Selama ini, mahasiswa dianggap menjadi tumpuan
bagi masyarakat Indonesia untuk ikut serta menyukseskan peluang kesejahteraan sebagaimana
negara-negara yang telah dicontohkan.
Terlebih lagi, mahasiswa memang sudah dikenal sebagai agent of change, director of
change, dan creative minority. Peran tersebut bisa dibuktikan dengan segala upaya dan tindakan
untuk ikut serta menuntaskan permasalahan bangsa yang sampai sekarang belum juga usai. Ambil
contoh saja, berbagai permasalahan pendidikan, mulai dari kurikulum sampai jomplang–nya
kualitas pendidikan antara desa dan kota.
Selanjutnya, menelisik peran mahasiswa dalam kesuksesan bonus demografi lebih
mengerucut pada partisipasinya mendorong peningkatan kualitas penduduk. Sebab, peningkatan
kualitas penduduk yang diperoleh, akan menentukan kualitas pendidikan yang nantinya akan
mendistribusikan berbagai macam kebutuhan bangsa dan negara (Kominfo; 2014).
Sedangkan jenjang pendidikan menurut data BPS (2013), menunjukkan Angka Partisipasi
Sekolah (APS) atau rasio penduduk yang bersekolah masih rendah, yakni kelompok usia penduduk
7-12 tahun mencapai 98,29%, APS penduduk usia 13-15 tahun mencapai 90,48%. Di sisi lain, usia
penduduk 16-18 tahun, baru mencapai 63,27%, hal itu mengindikasikan bahwa masih terdapat
sekitar 36,73% penduduk tidak bersekolah. Entah karena belum atau tidak pernah sekolah, putus
sekolah atau bahkan tidak melanjutkan ke jenjang yang lebih tinggi karena desakan ekonomi.
Kenyataan tersebut seharusnya menjadi PR besar bagi kita selaku mahasiswa untuk
mendorong kawula muda bersekolah lebih tinggi. Hal ini bisa diupayakan dangan gerakan-gerakan
sosial berbentuk pengabdian, atau melakukan program nyata kepada masyarakat secara langsung,
sesuai dengan kapasitas keilmuan yang dimilki.
Melengkapi argumentatif tulisan persuasif di atas, agaknya petuah Kusuma Indra (2007)
bisa menjadi pegangan. Menurutnya, kampus memang bukan merupakan masyarakat sesungguhnya
(real society), tetapi merupakan masyarakat semu (virtual society) dengan segala kemiripan
kompleksitas permasalahan serta struktur sosial masyarakat sebenarnya, seharusnya mahasiswa bisa
menjadikan kampus sebagai ajang simulasi untuk bekal saat terlibat dan terjun langsung ke
masyarakat. Akhirnya, marilah kita sebagai mahasiswa berkontribusi untuk kemajuan bangsa dan
negara melalui semangat bonus demografi.

Anda mungkin juga menyukai