KDK Siap
KDK Siap
BAB I
TINJAUAN KASUS
1.1. Identitas Pasien
Nama : An. U
Umur : 2 tahun
Nomor RM : 1735XX
Tanggal masuk IGD : 21 agustus 2019
1. Anamnesis
Keluhan Utama
Kejang seluruh tubuh sejak 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang digendong ibunya dengan keluhan kejang seluruh tubuh sejak 2
jam SMRS, ibu pasien mengatakan anaknya kejang 3 kali dirumah. Kejang pertama
jam 8 pagi, kejang kedua jam 2 siang, kejang ketiga jam 9 malam. Awalnya kejang
pada tangan kanan kemudian kejang seluruh tubuh, kaku, kejang lebih dari 5 menit,
setelah kejang anak tertidur dan kembali sadar setelah beberpa menit, mata mendelik
keatas. 2 hari yang lalu pasien demam tinggi dan naik turun, pilek tidak ada, batuk (+)
lebih kurang 2 hari tidak berdahak. Mual (-), muntah (-), BAK dan BAB normal.
Riwayat Pengobatan
Ibu pasien memberikan stesolid sup 5mg saat kejang ketiga.
2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, gizi kesan cukup
Kesadaran : komposmentis
Vital sign
Tekanan Darah : -
Nadi : 120 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Suhu tubuh : 36,6° C per aksilla
BB : 13 kg
Status Generalisata
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera kuning -/-, RCL/RCTL +/+, pupil
isokor (3mm/3 mm)
Mulut : mukosa basah (+), T2 – T2, faring hiperemis
Leher : pembesaran kelenjar tak teraba
Thoraks
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) tampak
ruam
makulopapular hiperemis
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : SN bronkovesikuler +/+, suara tambahan (-)
S1-2 reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) N
3
Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel
3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Hemoglobin : 11.7gr/dl
Lekosit : 12.2 mm3
Hematokrit : 33.7 %
Trombosit :231/mm3
4. Diagnosis
Kejang demam komplek
5. Terapi di IGD
O2 1 – 2 lpm
IVFD RL 46 ggti/mikro
R/ Konsul dr. Sp.A
Advice Terapi Konsulen :
IVFD RL 46 ggti
Inj. Ceftriaxone 400mg/ 12 jam
Stesolid sup 10mg bila kejang
Stesolid syr 3 x 1cth
Pct syr 3 x 1 ½
Rawat
4
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi
2.2. Epidemiologi
2.3. Etiologi
Berlangsung singkat
Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
Tidak berulang dalam waktu 24 jam
6
Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang
demam, yaitu :
Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai
demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel
otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba.
Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang
rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan
gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia
mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena
sinar lampu yang tajam.4
Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang
berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang
mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-
tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot
wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
9
2.6. Patofisiologi
Pada saat kenaikan suhu 1o C, maka terjadi peningkatan metabolisme basal dan
oksigen yang menyebabkan perubahan keseimbangan membran sel neuron. Sel
dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik, dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar
sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.1.
10
Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran
sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan
elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel.
Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. 2
1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya: darah perifer, elektrolit dan gula darah.
12
b. Lumbal pungsi:
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang biasanya bukan
satu-satunya tanda meningitis. Faktor resiko meningitis pada pasien yang
datang dengan kejang dan demam meliputi berikut ini:
1) Kunjungan ke dokter dalam 48 jam
2) Aktivitas kejang saat tiba di rumah sakit
3) Kejang fokal, penemuan fisik yang mencurigakan (seperti merah-
merah pada kulit, petekie) sianosis, hipotensi
4) Pemeriksaan saraf yang abnormal
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak
jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3) Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
2. Pencitraan
a. Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan
(CT-Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
b. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
c. Paresis Nervus VI
d. Papiledema
e. CT scan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks.
13
3. Elektroensefalografi (EEG)
a. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.
b. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas;
misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
EEG tidak diperlukan pasca kejang demam sederhana karena
rekamannya akan membuktikan bentuk Non-epileptik atau normal dan
temuan tersebut tidak akan mengubah manajemen. EEG terindikasi untuk
kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk berkembang
epilepsi. Kejang demam atipik meliputi kejang yang menetap selama lebih
dari 15 menit, berulang selama beberapa jam atau hari, dan kejang
setempat. Sekitar 50% anak menderita kejang demam berulang dan
sebagian kecil menderita kejang berulang berkali-kali. Faktor resiko untuk
perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang demam adalah riwayat
epilepsi keluarga positif, kejang demam awal sebelum umur 9 bulan,
kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang terlambat, dan
pemeriksaan neurologis abnormal. Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila
beberapa faktor risiko ada dibanding dengan insiden 1% pada anak yang
menderita kejang demam dan tidak ada faktor resiko.
2.8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk,
• Mencegah kejang demam berulang
• Mencegah status epilepsi
• Mencegah epilepsi dan / atau retardasi mental
14
Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor
lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia
kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit
ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi
lumbal harus diperhatikan pula kontraindikasinya. Pemeriksaan
laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti
pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-
Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh
demam dan pertama kali terjadi.6
BAB III
PEMBAHASAN
Pada pasien laki laki umur 2 tahun dengan berat badan 13kg, dari anamnesis
dengan ibunya didapatkan keluhan kejang sebanyak 3 kali dirumah, kejang seluruh
tubuh sejak 2 jam SMRS. Kejang pertama jam 8 pagi, kejang kedua jam 2 siang,
kejang ketiga jam 9 malam
. Awalnya kejang pada tangan kanan kemudian kejang seluruh tubuh, kaku, kejang
lebih dari 5 menit, setelah kejang anak tertidur dan kembali sadar setelah beberpa
menit, mata mendelik keatas. 2 hari yang lalu pasien demam tinggi dan naik turun. 3
hari SMRS ibu pasien mengatakan pasien sering batuk, tidak berdahak.
Dari pemerikasaan status lokalis kepala, mata cekung tidak ada, konjungtiva
tidak anemis, sclera tidak ikterik, mulut faring hiperemis tonsil T2 – T3. Thorak suara
nafas bronkovesikuler RH -/-, Wh -/-. Abdomen supel, BU (+) normal. Ekstremitas
akral hangat, crt < 2 detik.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin : 11.7gr/dl, lekosit
:12.2mm3, hematokrit : 33.7 %, trombosit : 231/mm3.
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering
menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama
tonsillitis dan faringitis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun
anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa
adanya kelainan neurologik.
21
BAB IV
KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38℃) akibat suatu proses ekstra kranial,
biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun , berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.
Insiden kejang demam 2,2 – 5% pada anak di bawah usia 5 tahun.
Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2 –
1,6:1. Saing B (1999), menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam
berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun,
dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.
Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan
prediksi untuk terjadinya epilepsy.
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang
paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan
atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang
tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam),
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat gejala yang timbul saat anak mengalami kejang
demam antara lain anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau
kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau
grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan neurologik.
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga
agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan
untuk mencegah aspirasi. diazepam merupakan obat pilihan utama untuk
22
kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang
singkat. Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal. Diazepam
dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10
kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg, sedangkan dosis
intramuscular pada anak adalah 0,3 mg/kg BB.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2 tahun
setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2
bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya
epilepsi di kemudian hari. Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari
dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.
23
DAFTAR PUSTAKA
1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15,
EGC, 2000. Hal 2059-2067.
2. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
3. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan
Anak 2. FKUI. Jakarta.
4. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC, Jakarta 2006.
5. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta,
2006.
6. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002