Anda di halaman 1dari 23

1

BAB I
TINJAUAN KASUS
1.1. Identitas Pasien

Nama : An. U
Umur : 2 tahun
Nomor RM : 1735XX
Tanggal masuk IGD : 21 agustus 2019

1. Anamnesis

Keluhan Utama
Kejang seluruh tubuh sejak 2 jam SMRS
Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang digendong ibunya dengan keluhan kejang seluruh tubuh sejak 2
jam SMRS, ibu pasien mengatakan anaknya kejang 3 kali dirumah. Kejang pertama
jam 8 pagi, kejang kedua jam 2 siang, kejang ketiga jam 9 malam. Awalnya kejang
pada tangan kanan kemudian kejang seluruh tubuh, kaku, kejang lebih dari 5 menit,
setelah kejang anak tertidur dan kembali sadar setelah beberpa menit, mata mendelik
keatas. 2 hari yang lalu pasien demam tinggi dan naik turun, pilek tidak ada, batuk (+)
lebih kurang 2 hari tidak berdahak. Mual (-), muntah (-), BAK dan BAB normal.
Riwayat Pengobatan
Ibu pasien memberikan stesolid sup 5mg saat kejang ketiga.

Riwayat Penyakit Dahulu


Riwayat kejang pertama kali umur 11 bulan

Riwayat Penyakit Keluarga


Kakak pasien mengalami hal yang serupa .
2

Kondisi Lingkungan dan Sosial :


Kebersihan lingkungan baik.

2. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : tampak sakit sedang, gizi kesan cukup
Kesadaran : komposmentis
Vital sign
Tekanan Darah : -
Nadi : 120 x/menit, regular, isi dan tegangan cukup
Frekuensi Napas : 22 x/menit
Suhu tubuh : 36,6° C per aksilla
BB : 13 kg

Status Generalisata
Mata : konjungtiva pucat -/-, sklera kuning -/-, RCL/RCTL +/+, pupil
isokor (3mm/3 mm)
Mulut : mukosa basah (+), T2 – T2, faring hiperemis
Leher : pembesaran kelenjar tak teraba
Thoraks
Inspeksi : Simetris, ketinggalan gerak (-), retraksi (-) tampak
ruam
makulopapular hiperemis
Palpasi : Tidak dilakukan
Perkusi : Tidak dilakukan
Auskultasi : SN bronkovesikuler +/+, suara tambahan (-)
S1-2 reguler, suara tambahan (-)
Abdomen
Inspeksi : Tampak Datar
Auskultasi : Peristaltik (+) N
3

Perkusi : Timpani
Palpasi : Supel

Ekstremitas : Akral hangat, Capillary refill time : < 2 detik

3. Pemeriksaan penunjang
Laboratorium
Hemoglobin : 11.7gr/dl
Lekosit : 12.2 mm3
Hematokrit : 33.7 %
Trombosit :231/mm3

4. Diagnosis
Kejang demam komplek

5. Terapi di IGD
 O2 1 – 2 lpm
 IVFD RL 46 ggti/mikro
 R/ Konsul dr. Sp.A
 Advice Terapi Konsulen :
 IVFD RL 46 ggti
 Inj. Ceftriaxone 400mg/ 12 jam
 Stesolid sup 10mg  bila kejang
 Stesolid syr 3 x 1cth
 Pct syr 3 x 1 ½
 Rawat
4

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Defenisi

Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan


suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38℃) akibat suatu proses ekstra kranial,
biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun, berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.1

2.2. Epidemiologi

Insiden kejang demam 2,2 – 5% pada anak di bawah usia 5 tahun.


Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2 –
1,6:1. Saing B (1999), menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam
berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun,
dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.
Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan
prediksi untuk terjadinya epilepsy.
Berdasarkan laporan dari daftar diagnosa dari lab./SMF Ilmu
Kesehatan Anak RSUD Dr. Soetomo Surabaya didapatkan data adanya
peningkatan insiden kejang demam. Pada tahun 1999 ditemukan pasien
kejang demam sebanyak 83 orang dan tidak didapatkan angka kematian (0
%). Pada tahun 2000 ditemukan pasien kejang demam 132 orang dan tidak
didapatkan angka kematian (0 %). Dari data di atas menunjukkan adanya
peningkatan insiden kejadian sebesar 37%.
Jumlah penderita kejang demam diperkirakan mencapai 2 – 4% dari
jumlah penduduk di AS, Amerika Selatan, dan Eropa Barat. Namun di Asia
dilaporkan penderitanya lebih tinggi. Sekitar 20% di antara jumlah penderita
mengalami kejang demam kompleks yang harus ditangani secara lebih teliti.
5

2.3. Etiologi

Etiologi dan patogenesis kejang demam sampai saat ini belum


diketahui, akan tetapi umur anak, demam tinggi dan cepatnya suhu meningkat
mempengaruhi terjadinya kejang. Faktor hereditas juga mempunyai peran
yaitu 8 – 22% anak yang mengalami kejang demam mempunyai orang tua
dengan riwayat kejang demam pasa masa kecilnya.1

Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang


menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang
paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan
atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang
tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam), gastroenteritis akut, exantema subitum dan
infeksi saluran kemih.1

2.4. Klasifikasi Kejang Demam

Menurut Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI 2004), membagi kejang


demam menjadi dua(5)

Kejang demam sederhana (harus memenuhi semua kriteria berikut)

 Berlangsung singkat
 Umumnya serangan berhenti sendiri dalam waktu < 15 menit
 Bangkitan kejang tonik, tonik-klonik tanpa gerakan fokal
 Tidak berulang dalam waktu 24 jam
6

Kejang demam kompleks (hanya dengan salah satu kriteria berikut)

 Kejang berlangsung lama, lebih dari 15 menit


 Kejang fokal atau parsial satu sisi, atau kejang umum didahului dengan
kejang parsial
 Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam, anak sadar kembali di antara
bangkitan kejang

Menurut Livingstone (1970), membagi kejang demam menjadi dua :(5)

1. Kejang demam sederhana

 Umur anak ketika kejang antara 6 bulan & 4 tahun


 Kejang berlangsung hanya sebentar saja, tak lebih dari 15 menit
 Kejang bersifat umum, frekuensi kejang bangkitan dalam 1 th tidak > 4 kali
 Kejang timbul dalam 16 jam pertama setelah timbulnya demam
 Pemeriksaan saraf sebelum dan sesudah kejang normal
 Pemeriksaan EEG yang dibuat sedikitnya seminggu sesudah suhu normal
tidak menunjukkan kelainan

2. Epilepsi yang diprovokasi demam

 Kejang lama dan bersifat lokal


 Umur lebih dari 6 tahun
 Frekuensi serangan lebih dari 4 kali / tahun
 EEG setelah tidak demam abnormal

Menurut sub bagian syaraf anak FK-UI membagi tiga jenis kejang
demam, yaitu :

1. Kejang demam kompleks


7

 Umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun


 Kejang berlangsung lebih dari 15 menit
 Kejang bersifat fokal/multipel
 Didapatkan kelainan neurologis
 EEG abnormal
 Frekuensi kejang lebih dari 3 kali / tahun
 Temperatur kurang dari 39℃.5

2. kejang demam sederhana

 Kejadiannya antara umur 6 bulan sampai dengan 5 tahun


 Serangan kejang kurang dari 15 menit atau singkat
 Kejang bersifat umum (tonik/klonik)
 Tidak didapatkan kelainan neurologis sebelum dan sesudah kejang
 Frekuensi kejang kurang dari 3 kali / tahun
 Temperatur lebih dari 39℃

3. Kejang demam berulang

 Kejang demam timbul pada lebih dari satu episode demam

Ada beberapa faktor yang mempengaruhi terjadinya kejang demam


berulang antara lain:

1. Usia < 15 bulan saat kejang demam pertama


2. Riwayat kejang demam dalam keluarga
3. Kejang demam terjadi segera setelah mulai demam atau saat suhu sudah
relatif normal
4. Riwayat demam yang sering
5. Kejang pertama adalah kejang demam kompleks
8

Perbedaan kejang demam dengan epilepsi yaitu pada epilepsi, tidak disertai
demam. Epilepsi terjadi karena adanya gangguan keseimbangan kimiawi sel-sel
otak yang mencetuskan muatan listrik berlebihan di otak secara tiba-tiba.
Penderita epilepsi adalah seseorang yang mempunyai bawaan ambang rangsang
rendah terhadap cetusan tersebut. Cetusan bisa di beberapa bagian otak dan
gejalanya beraneka ragam. Serangan epilepsi sering terjadi pada saat ia
mengalami stres, jiwanya tertekan, sangat capai, atau adakalanya karena terkena
sinar lampu yang tajam.4

2.5. Manifestasi Klinis

Terjadinya bangkitan kejang pada bayi dan anak kebanyakan bersamaan


dengan kenaikan suhu badan yang tinggi dan cepat yang disebabkan oleh infeksi
di luar susunan saraf pusat, otitis media akuta, bronkitis, furunkulosis dan lain-
lain. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu demam,
berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-klonik, tonik,
klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa adanya
kelainan neurologik.4

Gejala yang timbul saat anak mengalami kejang demam antara lain : anak
mengalami demam (terutama demam tinggi atau kenaikan suhu tubuh yang
terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau grand mal, pingsan yang
berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu terjadi pada anak-anak yang
mengalami kejang demam). Kejang dapat dimulai dengan kontraksi yang tiba-
tiba pada otot kedua sisi tubuh anak. Kontraksi pada umumnya terjadi pada otot
wajah, badan, tangan dan kaki. Anak dapat menangis atau merintih akibat
kekuatan kontaksi otot. Anak akan jatuh apabila dalam keadaan berdiri.
9

Postur tonik (kontraksi dan kekakuan otot menyeluruh yang biasanya


berlangsung selama 10-20 detik), gerakan klonik (kontraksi dan relaksasi otot
yang kuat dan berirama, biasanya berlangsung selama 1-2 menit), lidah atau
pipinya tergigit, gigi atau rahangnya terkatup rapat, inkontinensia (mengeluarkan
air kemih atau tinja diluar kesadarannya), gangguan pernafasan, apneu (henti
nafas), dan kulitnya kebiruan.4

Saat kejang, anak akan mengalami berbagai macam gejala seperti :

1. Anak hilang kesadaran


2. Tangan dan kaki kaku atau tersentak-sentak
3. Sulit bernapas
4. Busa di mulut
5. Wajah dan kulit menjadi pucat atau kebiruan
6. Mata berputar-putar, sehingga hanya putih mata yang terlihat.4

2.6. Patofisiologi

Pada saat kenaikan suhu 1o C, maka terjadi peningkatan metabolisme basal dan
oksigen yang menyebabkan perubahan keseimbangan membran sel neuron. Sel
dikelilingi oleh membran yang terdiri dari permukaan dalam yaitu lipoid dan
permukaan luar yaitu ionik, dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui
dengan mudah oleh ion kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion natrium (Na+)
dan elektrolit lainnya, kecuali ion klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi ion K+ dalam
sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+ rendah, sedang di luar sel neuron terdapat
keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan konsentrasi ion di dalam dan di luar
sel, maka terdapat perbedaan potensial membran yang disebut potensial membran
dari neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran diperlukan energi dan
bantuan enzim Na-K ATP-ase yang terdapat pada permukaan sel.1.
10

Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan


energi yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang
terpenting adalah glukosa, sifat proses itu adalah oxidasi dengan perantara pungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui system kardiovaskuler.

Berdasarkan hal diatas bahwa energi otak adalah glukosa yang melalui proses
oxidasi, dan dipecah menjadi karbon dioksidasi dan air. Sel dikelilingi oleh membran
sel. Yang terdiri dari permukaan dalam yaitu limford dan permukaan luar yaitu tonik.
Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui oleh ion NA + dan
elektrolit lainnya, kecuali ion clorida. Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron
tinggi dan konsentrasi NA+ rendah. Sedangkan didalam sel neuron terdapat keadaan
sebaliknya,karena itu perbedaan jenis dan konsentrasi ion didalam dan diluar sel.
Maka terdapat perbedaan membran yang disebut potensial nmembran dari neuron.
Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi dan bantuan
enzim NA, K, ATP yang terdapat pada permukaan sel. 2

Keseimbangan potensial membran ini dapat diubah dengan perubahan konsentrasi


ion diruang extra selular, rangsangan yang datangnya mendadak misalnya mekanis,
kimiawi atau aliran listrik dari sekitarnya. Perubahan dari patofisiologisnya membran
sendiri karena penyakit/keturunan. Pada seorang anak sirkulasi otak mencapai 65 %
dari seluruh tubuh dibanding dengan orang dewasa 15 %. Dan karena itu pada anak
tubuh dapat mengubah keseimbangan dari membran sel neuron dalam singkat terjadi
dipusi di ion K+ maupun ion NA+ melalui membran tersebut dengan akibat
terjadinya lepasnya muatan listrik. Lepasnya muatan listrik ini sedemikian besarnya
sehingga dapat meluas keseluruh sel maupun membran sel sekitarnya dengan bantuan
bahan yang disebut neurotransmitter sehingga mengakibatkan terjadinya kejang.
11

Gambar 2.1 Patofisiologi Kejang Demam.

2.7. Laboratorium Kejang Demam

1. Pemeriksaan laboratorium
a. Pemeriksaan laboratorium tidak dikerjakan secara rutin pada kejang
demam, tetapi dapat dikerjakan untuk mengevaluasi sumber infeksi
penyebab demam, atau keadaan lain, misalnya gastroenteritis dehidrasi
disertai demam. Pemeriksaan laboratorium yang dapat dikerjakan
misalnya: darah perifer, elektrolit dan gula darah.
12

b. Lumbal pungsi:
Pemeriksaan cairan serebrospinal dilakukan untuk menegakkan atau
menyingkirkan kemungkinan meningitis. Resiko terjadinya meningitis
bakterialis adalah 0,6%-6,7%.
Meningitis dapat menyertai kejang, walupun kejang biasanya bukan
satu-satunya tanda meningitis. Faktor resiko meningitis pada pasien yang
datang dengan kejang dan demam meliputi berikut ini:
1) Kunjungan ke dokter dalam 48 jam
2) Aktivitas kejang saat tiba di rumah sakit
3) Kejang fokal, penemuan fisik yang mencurigakan (seperti merah-
merah pada kulit, petekie) sianosis, hipotensi
4) Pemeriksaan saraf yang abnormal
Pada bayi kecil seringkali sulit untuk menegakkan atau
menyingkirkan diagnosis meningitis karena manifestasi klinisnya tidak
jelas. Oleh karena itu pungsi lumbal dianjurkan pada:
1) Bayi kurang dari 12 bulan sangat dianjurkan dilakukan
2) Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan
3) Bayi > 18 bulan tidak rutin
Bila yakin bukan meningitis secara klinis tidak perlu dilakukan pungsi
lumbal.
2. Pencitraan
a. Foto X-Ray kepala dan pencitraan seperti Computed Tomography Scan
(CT-Scan) atau Magnetic Resonance Imaging (MRI) jarang sekali
dikerjakan, tidak rutin dan hanya atas indikasi seperti:
b. Kelainan neurologik fokal yang menetap (hemiparesis)
c. Paresis Nervus VI
d. Papiledema
e. CT scan sebaiknya dipertimbangkan pada pasien dengan kejang demam
kompleks.
13

3. Elektroensefalografi (EEG)
a. Pemeriksaan Elektroensefalografi (EEG) tidak dapat memprediksi
berulangnya kejang, atau memperkirakan kemungkinan kejadian
epilepsi pada pasien kejang demam. Oleh karenanya tidak
direkomendasikan.
b. Pemeriksaan EEG dapat dilakukan pada kejang demam tak khas;
misalnya pada anak usia > 6 tahun atau kejang demam fokal.
EEG tidak diperlukan pasca kejang demam sederhana karena
rekamannya akan membuktikan bentuk Non-epileptik atau normal dan
temuan tersebut tidak akan mengubah manajemen. EEG terindikasi untuk
kejang demam atipik atau pada anak yang berisiko untuk berkembang
epilepsi. Kejang demam atipik meliputi kejang yang menetap selama lebih
dari 15 menit, berulang selama beberapa jam atau hari, dan kejang
setempat. Sekitar 50% anak menderita kejang demam berulang dan
sebagian kecil menderita kejang berulang berkali-kali. Faktor resiko untuk
perkembangan epilepsi sebagai komplikasi kejang demam adalah riwayat
epilepsi keluarga positif, kejang demam awal sebelum umur 9 bulan,
kejang demam lama atau atipik, tanda perkembangan yang terlambat, dan
pemeriksaan neurologis abnormal. Indidens epilepsi adalah sekitar 9% bila
beberapa faktor risiko ada dibanding dengan insiden 1% pada anak yang
menderita kejang demam dan tidak ada faktor resiko.

2.8. Penatalaksanaan
Tujuan pengobatan kejang demam pada anak adalah untuk,
• Mencegah kejang demam berulang
• Mencegah status epilepsi
• Mencegah epilepsi dan / atau retardasi mental
14

• Normalisasi kehidupan anak dan keluarga.


1. Pengobatan Fase Akut
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga
agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak
dimiringkan untuk mencegah aspirasi. Sebagian besar kasus kejang
berhenti sendiri, tetapi dapat juga berlangsung terus atau berulang.
Pengisapan lendir dan pemberian oksigen harus dilakukan teratur, kalau
perlu dilakukan intubasi. Keadaan dan kebutuhan cairan, kalori dan
elektrolit harus diperhatikan. Suhu tubuh dapat diturunkan dengan
kompres air hangat (diseka) dan pemberian antipiretik (asetaminofen oral
10 mg/ kg BB, 4 kali sehari atau ibuprofen oral 20 mg/kg BB, 4 kali
sehari). Saat ini diazepam merupakan obat pilihan utama untuk kejang
demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang singkat.
Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal, jika diberikan
intramuskular absorbsinya lambat. Dosis diazepam pada anak adalah 0,3
mg/kg BB, diberikan secara intravena pada kejang demam fase akut, tetapi
pemberian tersebut sering gagal pada anak yang lebih kecil. Jika jalur
intravena belum terpasang, diazepam dapat diberikan per rektal dengan
dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg pada berat badan
lebih dari 10 kg. Pemberian diazepam secara rektal aman dan efektif serta
dapat pula diberikan oleh orang tua di rumah. Bila diazepam tidak
tersedia, dapat diberikan luminal suntikan intramuskular dengan dosis
awal 30 mg untuk neonatus, 50 mg untuk usia 1 bulan – 1 tahun, dan 75
mg untuk usia lebih dari 1 tahun.
Midazolam intranasal (0,2 mg/kg BB) telah diteliti aman dan efektif
untuk mengantisipasi kejang demam akut pada anak. Kecepatan absorbsi
midazolam ke aliran darah vena dan efeknya pada sistem syaraf pusat
cukup baik. Namun efek terapinya masih kurang bila dibandingkan
dengan diazepam intravena.6
15

2. Mencari dan Mengobati Penyebab

Kejang dengan suhu badan yang tinggi dapat terjadi karena faktor
lain, seperti meningitis atau ensefalitis. Oleh sebab itu pemeriksaan cairan
serebrospinal diindikasikan pada anak pasien kejang demam berusia
kurang dari 2 tahun, karena gejala rangsang selaput otak lebih sulit
ditemukan pada kelompok umur tersebut. Pada saat melakukan pungsi
lumbal harus diperhatikan pula kontraindikasinya. Pemeriksaan
laboratorium lain dilakukan atas indikasi untuk mencari penyebab, seperti
pemeriksaan darah rutin, kadar gula darah dan elektrolit. Pemeriksaan CT-
Scan dilakukan pada anak dengan kejang yang tidak diprovokasi oleh
demam dan pertama kali terjadi.6

3. Pengobatan Profilaksis Terhadap Kejang Demam Berulang


Pencegahan kejang demam berulang perlu dilakukan karena dapat
menyebabkan kerusakan otak yang menetap .
Terdapat 2 cara profilaksis, yaitu :
 Profilaksis intermittent pada waktu demam
 Profilaksis terus menerus dengan antikonvulsan tiap hari.

a. Profilaksis Intermittent pada Waktu Demam


Pengobatan profilaksis intermittent dengan anti
konvulsan segera diberikan pada waktu pasien demam (suhu
rektal lebih dari 38ºC). Pilihan obat harus dapat cepat masuk
dan bekerja ke otak. Antipiretik saja dan fenobarbital tidak
mencegah timbulnya kejang berulang.
16

Rosman dkk,20 meneliti bahwa diazepam oral efektif


untuk mencegah kejang demam berulang dan bila diberikan
intermittent hasilnya lebih baik karena penyerapannya lebih
cepat. Diazepam diberikan melalui oral atau rektal. Dosis per
rektal tiap 8 jam adalah 5 mg untuk pasien dengan berat
badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk pasien dengan berat
badan lebih dari 10 kg. Dosis oral diberikan 0,5 mg/kg BB
perhari dibagi dalam 3 dosis, diberikan bila pasien
menunjukkan suhu 38,5℃ atau lebih. Efek samping diazepam
adalah ataksia, mengantuk dan hipotoni.6
Martinez dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk
menggunakan klonazepam sebagai obat anti konvulsan
intermittent (0,03 mg/kg BB per dosis tiap 8 jam) selama suhu
diatas 38℃ dan dilanjutkan jika masih demam. Ternyata
kejang demam berulang terjadi hanya pada 2,5% dari 100
anak yang diteliti. Efek samping klonazepam yaitu
mengantuk, mudah tersinggung, gangguan tingkah laku,
depresi, dan salivasi berlebihan. 6
Tachibana dkk, dikutip dari Soetomenggolo dkk
meneliti khasiat kloralhidrat supositoria untuk mencegah
kejang demam berulang. Dosis yang diberikan adalah 250 mg
untuk berat badan kurang dari 15 kg, dan 500 mg untuk berat
badan lebih dari 15 kg, diberikan bila suhu diatas 38℃. Hasil
yang didapat adalah terjadinya kejang demam berulang pada
6,9% pasien yang menggunakan supositoria kloralhidrat
dibanding dengan 32% pasien yang tidak menggunakannya.
Kloralhidrat dikontraindikasikan pada pasien dengan
kerusakan ginjal, hepar, penyakit jantung, dan gastritis.6
17

b. Profilaksis Terus Menerus dengan Antikonvulsan Tiap Hari


Indikasi pemberian profilaksis terus menerus pada saat ini
adalah :
 Sebelum kejang demam yang pertama sudah ada
kelainan atau gangguan perkembangan neurologis.
 Terdapat riwayat kejang tanpa demam yang bersifat
genetik pada orang tua atau saudara kandung.
 Kejang demam lebih lama dari 15 menit, fokal atau
diikuti kelainan neurologis sementara atau menetap.
 Kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari
12 bulan atau terjadi kejang multipel dalam satu
episode demam.6

Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 –


2 tahun setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara
bertahap selama 1 – 2 bulan. Pemberian profilaksis terus
menerus hanya berguna untuk mencegah berulangnya kejang
demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya epilepsi di
kemudian hari. Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari
dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil
yang bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.6

Efek samping fenobarbital ialah iritabel, hiperaktif, pemarah


dan agresif ditemukan pada 30–50 % kasus. Efek samping
fenobarbital dapat dikurangi dengan menurunkan dosis.Obat lain
yang dapat digunakan adalah asam valproat yang memiliki
khasiat sama dibandingkan dengan fenobarbital.6

Ngwane meneliti kejadian kejang berulang sebesar 5,5


% pada kelompok yang diobati dengan asam valproat dan 33 %
18

pada kelompok tanpa pengobatan dengan asam valproat. Dosis


asam valproat adalah 15 – 40 mg/kg BB perhari. Efek samping
yang ditemukan adalah hepatotoksik, tremor dan alopesia.
Fenitoin dan karbamazepin tidak memiliki efek profilaksis terus
menerus.6

Millichap, merekomendasikan beberapa hal dalam


upaya mencegah dan menghadapi kejang demam sebagai berikut
:

 Orang tua atau pengasuh anak harus diberi cukup


informasi mengenai penanganan demam dan kejang.
 Profilaksis intermittent dilakukan dengan memberikan
diazepam dosis 0,5 mg/kg BB perhari, per oral pada saat
anak menderita demam. Sebagai alternatif dapat
diberikan profilaksis terus menerus dengan fenobarbital.
 Memberikan diazepam per rektal bila terjadi kejang.
 Pemberian fenobarbital profilaksis dilakukan atas
indikasi, pemberian sebaiknya dibatasi sampai 6 – 12
bulan kejang tidak berulang lagi dan kadar fenoborbital
dalam darah dipantau tiap 6 minggu – 3 bulan, juga
dipantau keadaan tingkah laku dan psikologis anak.6
2.9. Prognosis

Prognosis kejang demam baik. Angka kematian hanya 0,64% - 0,75%.


Sebagian besar penderita kejang demam sembuh sempurna, sebagian
berkembang menjadi epilepsy sebanyak 2% - 7%. Kejang demam dapat
mengakibatkan gangguan tingkah laku serta penurunan intelegensi dan
pencapaian tingkat akademik. Sebesar 4% penderita kejang demam secara
bermakna mengalami gangguan tingkah laku dan penurunan tingkat intelegensi.
19

Walaupun prognosis kejang demam baik, bangkitan kejang demam cukup


mengkhawatirkan bagi orangtuanya.2
20

BAB III
PEMBAHASAN

Pada pasien laki laki umur 2 tahun dengan berat badan 13kg, dari anamnesis
dengan ibunya didapatkan keluhan kejang sebanyak 3 kali dirumah, kejang seluruh
tubuh sejak 2 jam SMRS. Kejang pertama jam 8 pagi, kejang kedua jam 2 siang,
kejang ketiga jam 9 malam
. Awalnya kejang pada tangan kanan kemudian kejang seluruh tubuh, kaku, kejang
lebih dari 5 menit, setelah kejang anak tertidur dan kembali sadar setelah beberpa
menit, mata mendelik keatas. 2 hari yang lalu pasien demam tinggi dan naik turun. 3
hari SMRS ibu pasien mengatakan pasien sering batuk, tidak berdahak.
Dari pemerikasaan status lokalis kepala, mata cekung tidak ada, konjungtiva
tidak anemis, sclera tidak ikterik, mulut faring hiperemis tonsil T2 – T3. Thorak suara
nafas bronkovesikuler RH -/-, Wh -/-. Abdomen supel, BU (+) normal. Ekstremitas
akral hangat, crt < 2 detik.
Dari pemeriksaan laboratorium didapatkan hasil hemoglobin : 11.7gr/dl, lekosit
:12.2mm3, hematokrit : 33.7 %, trombosit : 231/mm3.
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang menimbulkan
demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang paling sering
menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan atas terutama
tonsillitis dan faringitis. Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama
sewaktu demam, berlangsung singkat dengan sifat bangkitan dapat berbentuk tonik-
klonik, tonik, klonik, fokal atau akinetik. Umumnya kejang berhenti sendiri. Namun
anak akan terbangun dan sadar kembali setelah beberapa detik atau menit tanpa
adanya kelainan neurologik.
21

BAB IV
KESIMPULAN
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan
suhu tubuh (suhu rektal lebih dari, 38℃) akibat suatu proses ekstra kranial,
biasanya terjadi antara umur 6 bulan dan 5 tahun , berhubungan dengan
demam tetapi tidak terbukti adanya infeksi intrakranial atau penyebab lain.
Insiden kejang demam 2,2 – 5% pada anak di bawah usia 5 tahun.
Anak laki-laki lebih sering dari pada perempuan dengan perbandingan 1,2 –
1,6:1. Saing B (1999), menemukan 62,2%, kemungkinan kejang demam
berulang pada 90 anak yang mengalami kejang demam sebelum usia 12 tahun,
dan 45% pada 100 anak yang mengalami kejang setelah usia 12 tahun.
Kejang demam kompleks dan khususnya kejang demam fokal merupakan
prediksi untuk terjadinya epilepsy.
Semua jenis infeksi bersumber di luar susunan saraf pusat yang
menimbulkan demam dapat menyebabkan kejang demam. Penyakit yang
paling sering menimbulkan kejang demam adalah infeksi saluran pernafasan
atas terutama tonsillitis dan faringitis, otitis media akut(cairan telinga yang
tidak segera dibersihkan akan merembes ke saraf di kepala pada otak akan
menyebabkan kejang demam),
Serangan kejang biasanya terjadi dalam 24 jam pertama sewaktu
demam, berlangsung singkat gejala yang timbul saat anak mengalami kejang
demam antara lain anak mengalami demam (terutama demam tinggi atau
kenaikan suhu tubuh yang terjadi secara tiba-tiba), kejang tonik-klonik atau
grand mal, pingsan yang berlangsung selama 30 detik-5 menit (hampir selalu
terjadi pada anak-anak yang mengalami kejang demam. Namun anak akan
terbangun dan sadar kembali tanpa adanya kelainan neurologik.
Anak yang sedang mengalami kejang, prioritas utama adalah menjaga
agar jalan nafas tetap terbuka. Pakaian dilonggarkan, posisi anak dimiringkan
untuk mencegah aspirasi. diazepam merupakan obat pilihan utama untuk
22

kejang demam fase akut, karena diazepam mempunyai masa kerja yang
singkat. Diazepam dapat diberikan secara intravena atau rektal. Diazepam
dapat diberikan per rektal dengan dosis 5 mg bila berat badan kurang dari 10
kg dan 10 mg pada berat badan lebih dari 10 kg, sedangkan dosis
intramuscular pada anak adalah 0,3 mg/kg BB.
Antikonvulsan profilaksis terus menerus diberikan selama 1 – 2 tahun
setelah kejang terakhir, kemudian dihentikan secara bertahap selama 1 – 2
bulan. Pemberian profilaksis terus menerus hanya berguna untuk mencegah
berulangnya kejang demam berat, tetapi tidak dapat mencegah timbulnya
epilepsi di kemudian hari. Pemberian fenobarbital 4 – 5 mg/kg BB perhari
dengan kadar sebesar 16 mg/mL dalam darah menunjukkan hasil yang
bermakna untuk mencegah berulangnya kejang demam.
23

DAFTAR PUSTAKA

1. Behrman dkk, (e.d Bahasa Indonesia), Ilmu Kesehatan Anak. Edisi 15,
EGC, 2000. Hal 2059-2067.
2. Pusponegoro. D. Hardiono dkk. Konsensus Penatalaksanaan Kejang
Demam. Ikatan Dokter Anak Indonesia. Jakarta, 2006.
3. Staf Pengajar IKA FKUI. 1985. Kejang Demam di Ilmu Kesehatan
Anak 2. FKUI. Jakarta.
4. Price, Sylvia, Anderson. Patofisiologi, Konsep Klinis Proses-Proses
Penyakit. EGC, Jakarta 2006.
5. Mardjono Mahar, dkk. Neurologi Klinis Dasar, PT. Dian Rakyat. Jakrta,
2006.
6. Deliana M. Tata Laksana Kejang Demam pada Anak. Sari Pediatri. 2002

Anda mungkin juga menyukai