Anda di halaman 1dari 6

2.

Landasan teori

2.1 Waktu baku, OPC, struktur produk, bill of material

2.1.1 Waktu baku

Waktu baku adalah waktu untuk mengetahui jangka waktu yang dibutuhkan untuk memproduksi
satu buah produk. Penelitian dengan menggunakan data waktu baku mempunyai beberapa
keuntungan dibandingkan dengan penelitian langsung, terutama dalam segi ongkos dan kecepatan.
Pada prinsipnya data waktu baku berisi data dari waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan suatu
pekerjaan yang telah diteliti pada waktu yang lalu, dengan demikian bila pekerjaan tersebut diulang
lagi, waktu yang tepat untuk menyelesaikannya dapat diketahui. Memang karena diperlukannya
biaya yang tinggi dalam pembentukan data waktu baku, cara ini baru mendatangkan keuntungan
bila pekerjaan tersebut dilakukan terus menerus.

Prinsip dari data waktu baku ini berisi kompilasi waktu yang diperlukan untuk menyelesaikan
berbagai elemen pekerjaan dari pengukuran-pengukuran atas elemen-elemen itu pada waktu yang
lalu.Waktu baku ini juga memiliki beberapa teknik yang harus diperhatikan, diantaranya adalah:

a) Pengukuran waktu kerja secara langsung


Pengukuran waktu kerja secara langsung adalah pengukuran yang dilaksanakan secara langsung
di tempat pekerjaan yang dijalankan. Pengukuran ini terdiri dari:

1) Pengukuran kerja dengan jam henti (stopwatch time study)


Pada pengukuran kerja dengan jam henti (stop watch time study) memiliki kriteria-kriteria
pekerjaan yang harus diperhatikan seperti pekerjaan tersebut harus dilaksanakan secara
repetitive dan output harus dapat dihitung secara nyata. Setelah kriteria-kriteria tersebut
dipenuhi, maka langkah selanjutnya adalah melakukan langkah-langkah sebelum
pengukuran seperti penetapan tujuan penelitian, melakukan penelitian pendahuluan,
memilih operator dan menyiapkan alat-alat pengukuran (stopwatch, lembar pengamatan dan
papan pengamatan.

2) Pengukuran kerja dengan sampling kerja (work sampling)


Pengukuran kerja dengan sampling kerja (work sampling) sangat cocok untuk pekerjaan
yang tidak berulang dan waktu siklus yang sangat relatif panjang. Pengukuran ini juga
dilakukan dengan pengamatan pekerjaan yang secara acak dan pemisahan kegiatan menjadi
kegiatan yang produktif dan non-produktif (idle). Kegunaan dari work sampling ini yaitu
mengetahui distribusi pemakaian waktu kerja, mengetahui tingkat pemanfaatan fasilitas
kerja, menentukan waktu baku dan dapat memperkirakan kelonggaran bagi suatu pekerjaan.
(Iftikar, 2006[1])

b) Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung


Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung adalah pengukuran yang dilaksanakan secara
tidak langsung yaitu dengan membaca tabel-tabel waktu yang tersedia. Pengukuran ini terdiri
dari:

1) Pengukuran kerja dengan data waktu baku (standard data)


Metode ini biasanya digunakan untuk mengukur kerja mesin atau satu operasi tertentu saja,
dimana data yang diperoleh sama sekali tidak bisa digunakan untuk jenis operasi lainnya.
Keuntungan dari metode ini yaitu akan mengurangi aktifitas pengukuran kerja tertentu,
mempercepat proses yang diperlukan untuk penetapan waktu baku yang dibutuhkan untuk
penyelesaian pekerjaan.
2) Pengukuran kerja dengan data waktu gerakan (predetermined time system)
Pengukuran waktu kerja secara tidak langsung dengan data waktu gerakan yaitu
pengukuran waktu yang tidak langsung berdasarkan elemen-elemen pekerjaaannnya,
melainkan berdasarkan elemen-elemen gerakannya

2.1.1.1 Faktor penyesuaian dan allowance

Faktor penyesuaian adalah teknik untuk menyamakan waktu hasil observasi terhadap seorang
operator dalam menyelesaikan suatu pekerjaan dengan waktu yang diperlukan oleh operator normal
dalam menyelesaikan pekerjaan tersebut (Niebel, 1988[2]).

Ada banyak cara yang digunakan untuk menentukan faktor penyesuaian. Berikut merupakan
beberapa cara dalam menentukan besar faktor penyesuaian yang umumnya digunakan yaitu:

a) Cara persentase
b) Cara shumard
c) Cara westinghouse
d) Cara Objektif

Pemberian kelonggaran dimaksudkan untuk memberikan kesempatan kepada operator untuk


melakukan hal-hal yang harus dilakukannya, sehingga waktu baku yang diperoleh dapat dikatakan
data waktu kerja yang lengkap dan mewakili sistem kerja yang diamati.
Kelonggaran yang diberikan antara lain:

a) Kelonggaran untuk kebutuhan pribadi


b) Kelonggaran untuk menghilangkan rasa lelah (fatique)
c) Kelonggaran untuk hal-hal yang tidak dapat dihindarkan

2.1.2 Peta proses operasi (OPC)

Peta proses operasi atau OPC adalah peta kerja yang mencoba menggambarkan urutan kerja
dengan jalan membagi pekerjaan tersebut menjadi elemen-elemen operasi secara detail.
Tahapan proses kerja harus diuraikan secara logis dan sistematis, dengan demikian keseluruhan
operasi dapat digambarkan dari awal (raw material) sampai menjadi produk akhir (finished goods
product) sehingga analisa perbaikan dari masing-masing operasi kerja individual maupun urut-
urutannya secara keseluruhan akan dapat dilakukan. Peta proses operasi merupakan suatu diagram
yang menggambarkan langkah-langkah proses operasi dan pemeriksaan yang akan dialami bahan
baku, peta proses operasi yang dicatat hanyalah kegiatan-kegiatan operasi dan pemeriksaan
saja, biasanya pada akhir proses terdapat penyimpanan (storage).

Prinsip-prinsip pembuatan peta proses operasi yang perlu diikuti antara lain pada baris yang paling
atas dinyatakan sebagai kepalanya (peta proses operasi) yang diikuti oleh identifikasi lain seperti:
nama objek, nomor peta (nomor gambar), diptakan oleh siapa, tanggal dipetakan, cara lama atau
cara sekarang dan usulan. Material yang akan diproses diletakkan diatas garis horizontal, yang
menunjukkan bahwa material tersebut masuk kedalam proses. Lambang-lambang ditempatkan
dalam arah vertikal yang menunjukkan terjadinya perubahan proses. Penomoran terhadap suatu
kegiatan operasi diberikan secara berurutan sesuai dengan urutan operasi yang dibutuhkan untuk
pembuatan produk tersebut atau sesuai dengan proses yang terjadi. Penomoran terhadap suatu
kegiatan pemeriksaan diberikan secara tersendiri dan prinsipnya sama dengan penomoran untuk
kegiatan operasi. Agar diperoleh gambar peta proses operasi yang baik, produk biasanya paling
banyak memerlukan operasi, harus dipetakan terlebih dahulu, berarti dipetakan dengan garis vertikal
disebelah kanan halaman kertas
2.1.3 Struktur produk

Struktur produk adalah suatu susunan dari komponen-komponen untuk membentuk suatu produk
akhir. Stuktur produk merupakan sesuatu yang mutlak harus ada untuk dapat diterapkan dalam
sistem MRP. Struktur produk yang rumit akan membuat perhitungan semakin kompleks terutama
dalam proses explotion. Proses explotion merupakan suatu prosedur untuk menghitung jumlah
kebutuhan kotor dalam tingkat yang lebih bawah setelah dilakukan proses offseting pada item
produknya. Struktur produk dengan jumlah level yang besar akan membuat proses MRP yaitu pada
proses netting, lotting, offseting dan explosion yang berulang-ulang dilakukan satu per satu dari atas
ke bawah level demi level dan periode demi periode. Pada proses lotting, penentuan ukuran lot pada
level yang lebih bawah membutuhkan teknik-teknik yang sangat sulit atau multi level lot size
technique.

Struktur produk didefinisikan sebagai cara komponen-komponen itu bergabung ke dalam suatu
produk selama proses manufaktur. Struktur inverted lebih sedikit sub-assemblies dibandingkan
dengan produk akhir, dan lebih sedikit komponen dan bahan baku dibandingkan sub-assemblies
(berbentuk segitiga terbalik, dengan bagian atas adalah produk akhir bagian tengah adalah
assemblies, dan bawah adalah komponen bahan baku. Struktur produk dibagi menjadi dua, yaitu
struktur produk implotion dan explotion. Struktur produk explotion merupakan struktur produk yang
menggambarkan suatu bagan yang dimulai dari produk akhir ke komponen-komponen penyusunnya
sedangkan struktur produk implotion merupakan struktur yang menggambarkan suatu bagan yang
dimulai dari komponen-komponen penyusunnya ke produk akhir.

Struktur produk ini dibagi menjadi beberapa level tingkatan, level 0 (nol) adalah tingkatan produk
akhir. Level di dawahnya (Level 1) merupakan sub assembly yang jika dirakit akan menjadi produk
akhir. Level di bawahnya adalah (level 2) merupakan tingkatan sub-sub assembly yang membentuk
sub assembly jika dirakit. Item komponen yang sama sebaiknya ditempatkan pada level yang sama
yang berarti bahwa item komponen yang berada di level yang lebih tinggi harus diturunkan ke level
terendah di mana komponen tersebut digunakan.

2.1.4 Bill of material

Bill of material (BOM) adalah daftar dari bahan, material atau komponen yang dibutuhkan untuk
dirakit, dicampur atau membuat produk akhir. Jenis-jenis BOM, antara lain phantom bill digunakan
untuk meterial yang tidak disimpan, bill of material explotion akan menghitung kebutuhan kotor
untuk masing-masing komponen. Level BOM dibagi menjadi dua yaitu single level BOM dan multi
level BOM. Single level BOM menggambarkan hubungan sebuah induk dengan satu level
komponen-komponen pembentuknya. Multi level BOM menggambarkan struktur produk yang
lengkap dari level nol (produk akhir) sampai level yang paling bawah, komponen yang sama dapat
digunakan pada level yang berbeda.

2.1.4.1 Manfaat bill of material

Terdapat beberapa manfaat dari pembuatan bill of material antara lain sebagai alat pengendali
produksi yang menspesifikasikan bahan-bahan kandungan yang penting dari suatu produk (bahan-
bahan mentah dan komponen), pesanan yang harus digabungkan dan seberapa banyak yang
dibutuhkan untuk membuat satu produk, untuk peramalan (forecasting) barang yang keluar masuk
dan inventori maupun transaksi produksi dan bisa menghasilkan pesanan-pesanan produksi dari
pesanan pelanggan, selanjutnya menghitung berapa banyak yang dapat diproduksi berdasarkan
segala keterbatasan sumber daya yang ada pada saat kita ini. Apabila sumber daya yang ada tidak
mencukupi, sistem dapat menghitung lagi berapa sumber daya yang diperlukan sekaligus membantu
dalam proses pengadaan barang, dalam proses ini segala aspek yang berhubungan dengan keuangan
akan tercatat dalam sistem tersebut termasuk menghitung berapa biaya produksi dan yang terakhir
menjamin bahwa jumlah bahan yang tepat telah dikirim ke tempat yang tepat pada waktu yang tepat.
2.1.5 Prosedur pengerjaan pengolahan data setiap produk

Berikut ini adalah prosedur pengerjaan pengolahan data dari setiap produk, yaitu:

a) Menghitung rata-rata subgroup

∑𝑋 ̅
𝑋̿ = 𝑘 (2.1)

Dimana:
𝑋̿ adalah rata-rata subgroup
𝑋̅ adalah rata-rata tiap kelas
k adalah jumlah subgroup

b) Menghitung standar deviasi

2
∑(𝑋𝑖 −𝑋̿)
𝜎=√ 𝑁
(2.2)

Dimana:
𝜎 adalah standar deviasi
Xi adalah nilai dari data
N adalah populasi dari data

c) Menghitung standar deviasi subgroup


𝜎
𝜎𝑥 = (2.3)
√𝑛

Dimana:
𝜎𝑥 adalah standar deviasi subgroup
𝜎 adalah standar deviasi
n adalah jumlah subgroup yang terbentuk

d) Menghitung uji keseragaman data


1−𝛽
𝑍𝑡 = [1 − [ 2
]] (2.4)

Dimana:
Zt adalah uji keseragaman data
β adalah tingkat kepercayaan

e) Menghitung nilai BKA dan BKB

1) BKA = 𝑋̿ + 𝑍𝑡 × 𝜎𝑥 (2.5)

2) BKB = 𝑋̿ − 𝑍𝑡 × 𝜎𝑥 (2.6)

Dimana:
BKA adalah batas kontrol atas
BKB adalah batas kontrol bawah
𝑋̿ adalah rata-rata subgroup
Zt adalah uji keseragaman data
𝜎𝑥 adalah standar deviasi subgroup
f) Menghitung waktu siklus

∑ 𝑋𝑖
𝑊𝑠 = 𝑁
(2.7)

Dimana:
Ws adalah waktu siklus
Xi adalah nilai data
N adalah populasi dari data

g) Menghitung uji kecukupan data


𝑘
[ 𝑠 √NΣx2 −(Σx)2 ]
N' = (2.8)
Σx

Dimana:
k adalah tingkat keyakinan
s adalah derajat ketelitian
N adalah populasi dari data
N’ adalah jumlah data teoritis
X adalah data pengamatan

h) Menghitung faktor penyesuaian cara westinghouse

P = (1-C) (2.9)

Dimana:
P adalah faktor penyesuaian cara westinghouse
C adalah hasil perhitungan dari keterampilan, usaha, kondisi dan konsistensi

i) Menghitung waktu normal

Wn = Ws x P (2.10)

Dimana:
Wn adalah waktu normal
Ws adalah waktu siklus
P adalah faktor penyesuaian cara westinghouse

j) Menghitung waktu baku

Wb = Wn + (Wn x Allowance) (2.11)

Dimana:
Wb adalah waktu baku
Wn adalah waktu normal
Allowance adalah tingkat toleransi
(Halaman ini sengaja dikosongkan)

Anda mungkin juga menyukai