Anda di halaman 1dari 52

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Stroke merupakan masalah bagi negara-negara berkembang. Jumlah penderita stroke
di Indonesia kini kian meningkat dari tahun ke tahun. Stroke merupakan penyakit nomor tiga yang
mematikan setelah jantung dan kanker. Disamping itu, stroke juga merupakan penyebab kecatatan.
Sehingga keadaan tersebut menempatkan stroke sebagai masalah kesehatan yang serius.
Rendahnya kesadaran akan faktor risiko stroke, kurang dikenalinya gejala stroke, belum
optimalnya pelayanan stroke dan ketaatan terhadap program terapi untuk pencegahan stroke ulang
yang rendah merupakan permasalahan yang muncul pada pelayanan stroke di Indonesia. Keempat
hal tersebut berkontribusi terhadap peningkatan kejadian stroke baru, tingginya angka kematian
akibat stroke, dan tingginya kejadian stroke ulang di Indonesia.
Prevalensi stroke di Indonesia berdasarkan diagnosis tenaga kesehatan sebesar 7 per mil dan
yang terdiagnosis tenaga kesehatan atau gejala sebesar 12,1 per mil. Prevalensi Stroke berdasarkan
diagnosis nakes tertinggi di Sulawesi Utara (10,8‰), diikuti DI Yogyakarta (10,3‰), Bangka
Belitung dan DKI Jakarta masing-masing 9,7 per mil. Gorontalo menempati urutan ke 6 setelah
Sulawesi Utara, DIY Yogyakarta, Bangka Belitung, DKI Jakarta, dan Kalimantan selatan.
(Riskesdas, 2013)
1.2 Rumusan Masalah
Penulis mengangkat penyakit stroke sebagai pokok bahasan karena daerahnya merupakan
salah satu daerah tertinggi yang mengalami penyakit tersebut yaitu dari 33 provinsi daerah
Gorontalo berada ditingkat ke 6 setelah Sulawesi Utara, DIY Yogyakarta, Bangka Belitung, DKI
Jakarta, dan Kalimantan selatan.
1.3 Tujuan Penulisan
Adapun tujuan dari penulisan laporan ini yaitu :
1) Agar mahasiswa mampu menjelaskan pengertian Stroke
2) Agar mahasiswa mampu menjelaskan etiologi Stroke
3) Agar mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis Stroke
4) Agar mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Stroke
5) Agar mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi Stroke
6) Agar mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan Stroke
7) Agar mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien Stroke

1.4 Manfaat Penulisan


Adapun manfaat dari penulisan laporan ini yaitu :
1) Mahasiswa mampumenjelaskan pengertian dari Stroke
2) Mahasiswa mampu menjelaskan etiologi dari Stroke
3) Mahasiswa mampu menjelaskan manifestasi klinis dari Stroke
4) Mahasiswa mampu menjelaskan patofisiologi Stroke
5) Mahasiswa mampu menjelaskan komplikasi Stroke
6) Mahasiswa mampu menjelaskan penatalaksanaan Stroke
7) Mahasiswa mampu menjelaskan asuhan keperawatan pada klien Stroke

BAB II
PEMBAHASAN

Konsep Medis
2.1 Pengertian Stroke
Menurut WHO stroke adalah adanya tanda-tanda klinik yang berkembang cepat akibat
gangguan fungsi otak fokal (global) dengan gejala-gejala yang berlangsung selama 24 jam atau
lebih yang menyebabkan kematian tanpa adanya penyebab lain yang jelas selain vaskular
(Muttaqin, 2010).
Klasifikasi Stroke:
a) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik adalah stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga
timbul iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa. Biasanya kejadiannya saat melakukan aktivitas atau saat
aktif, namun bisa juga terjadi saat istirahat. Kesadaran pasien umumnya menurun (Ria Artiani,
2009).
Stroke hemoragik adalah pembuluh darah otak yang pecah sehingga menghambat aliran
darah yang normal dan darah merembes ke dalam suatu daerah di otak dan kemudian merusaknya
(M. Adib, 2009).
Maka dapat ditarik kesimpulan bahwa stroke hemoragik adalah salah satu jenis stroke yang
disebabkan karena pecahnya pembuluh darah di otak sehingga darah tidak dapat mengalir secara
semestinya yang menyebabkan otak mengalami hipoksia dan berakhir dengan kelumpuhan.
b) Stroke Non Hemoragik
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah kehilangan fungsi otak yang diakibatkan oleh
berhentinya suplai darah ke bagian otak (Smeltzer C. Suzanne, 2002).
Stroke atau cedera cerebrovaskuler adalah gangguan neurologik mendadak yang terjadi
akibat pembatasan atau terhentinya aliran darah melalui system suplai arteri otak (Sylvia A Price,
2006)
Stroke non hemoragik adalah sindroma klinis yang awalnya timbul mendadak, progresi cepat
berupa deficit neurologis fokal atau global yang berlangsung 24 jam atau lebih atau langsung
menimbul kematian yang disebabkan oleh gangguan peredaran darah otak non straumatik (Arif
Mansjoer, 2000)
Stroke non hemoragik merupakan proses terjadinya iskemia akibat emboli dan trombosis
serebral biasanya terjadi setelah lama beristirahat, baru bangun tidur atau di pagi hari dan tidak
terjadi perdarahan. Namun terjadi iskemia yang menimbulkan hipoksia dan selanjutnya dapat
timbul edema sekunder. (Arif Muttaqin, 2008).

2.2 Etiologi Stroke


a) Stroke Hemoragik
Penyebab perdarahan otak yang paling lazim terjadi
Aneurisma Berry, biasanya defek kongenital.
Aneurisma fusiformis dari atherosklerosis. Atherosklerosis adalah mengerasnya pembuluh darah
serta berkurangnya kelenturan atau elastisitas dinding pembuluh darah. Dinding arteri menjadi
lemah dan terjadi aneurisma kemudian robek dan terjadi perdarahan
Aneurisma myocotik dari vaskulitis nekrose dan emboli septis.
Malformasi arteriovenous, adalah pembuluh darah yang mempunyai bentuk abnormal, terjadi
hubungan persambungan pembuluh darah arteri, sehingga darah arteri langsung masuk vena,
menyebabkan mudah pecah dan menimbulkan perdarahan otak.
Ruptur arteriol serebral, akibat hipertensi yang menimbulkan penebalan dan degenerasi
pembuluh darah.
Faktor resiko pada stroke adalah :
Hipertensi
Hipertensi merupakan factor resiko mayor/utama/potensial. Hipertensi dapat menyebabkan
pecahnya maupun menyempitnya pembuluh darah otak. Pecahnya pembuluh darah otak akan
menimbulkan perdarahan, dan ini sangat fatal karena akan terjadi interupsi aliran darah kebagian
distal disamping itu darah ekstravasal akan tertimbun sehingga akan menimbulkan tekanan
intracranial yang meningkatkan. Sedangkan menyempitnya pembuluh darah otak akan
menimbulkan terganggunya aliran darah ke otak dan sel-sel otak akan mengalami kematian.
Penyakit kardiovaskuler: arteria koronaria, gagal jantung kongestif, fibrilasi atrium, penyakit
jantung kongestif)
Penyakit jantung umumnya akan melepas gumpalan darah atau sel-sel jaringan yang telah mati
kedalam aliran darah menuju keotak. Emboli ini akan menyumbat aliran pembuluh darah atau
ditempat-tempat terjadinya thrombosis. Salah satu factor resiko yang paling penting adalah
fibrilasi atrium. Fibrilasi atrium yang tidak diobati akan mengakibatkan resiko strok lebih tinggi.
Kolesterol tinggi
Meningkatnya kadar kolestrol dalam darah, terutama LDL ( Low Density Lipoprotein), merupakan
factor resiko penting terjadinya ateroskelrososis. Peningkatan kadar lemak darah merupakan
masalah pada masyarakat modern. Peningkatan kadar lemak darah merupakan cerminan dari
tingginya asupan lemak dalam makanan.
Obesitas
Kelebihan berat badan atau obesitas akan meningkatkan resiko strok 15% karena meningkatnya
penyakit hipertensi, penyakit jantung, DM tipe 2 dan aterosklerosis. Indeks masa tubuh (IMT)
digunakan untuk menetapkan ukuran berat badan seseorang, apakah individu mengalami
overweight atau kelebihan berat badan. IMT dihitung dengan cara membagi berat badan individu
dalam kg dengan tinggi badan dalam meter kuadrat.
Diabetes Melitus (berkaitan dengan aterogenesis terakselerasi)
Diabetes mellitus akan berakibat menebalkan pembuluh darah otak yang berukuran besar.
Penebalan ini akan berakibat terjadinya penyempitan lumen pembuluh darah sehingga menggangu
aliran darah serebral dengan akibat terjadinya iskemia dan infark.
Merokok
Merokok meningkatkan resiko strok 4 kali lipat, hal ini berlaku untuk semua jenis rokok, sigaret,
pipa, atau cerutu ( Feign 2004). Merokok dapat meningkatkan konsentrasi fibrinogen, peningkatan
ini mempermudah terjadinya penebalan dinding pembuluh darah juga peningkatan fiskositas
darah. Disamping itu rokok merupakan factor resiko utama terjadinya penyakit jantung koroner.
Rokok dapat merangsang proses arteroskelrosis karena efek langsung karbon monoksida pada
dinding arteri, kemudian nikotin dapat menyebabkan mobilisasi katekolamin juga dapat
menyebabkan kerusakan endotel arteri. Rokok juga dapat memicu penurunan HDL, meningkatnya
fibrinogen dan memacu agregasi thrombosis, dan yang lebih berbahaya daya angkut oksigen
kejaringan perifer menjadi berkurang.
b) Stroke Non Hemoragik
Pada tingkatan makroskopik, stroke non hemoragik paling sering disebabkan oleh emboli
ektrakranial atau trombosis intrakranial. Selain itu, stroke non hemoragik juga dapat diakibatkan
oleh penurunan aliran serebral. Pada tingkatan seluler, setiap proses yang mengganggu aliran darah
menuju otak menyebabkan timbulnya kaskade iskemik yang berujung pada terjadinya kematian
neuron dan infark serebri.
Emboli
 Embolus yang dilepaskan oleh arteria karotis atau vertebralis, dapat berasal dari “plaque
athersclerotique” yang berulserasi atau dari trombus yang melekat pada intima arteri akibat
trauma tumpul pada daerah leher.
 Embolisasi kardiogenik dapat terjadi pada:
 Penyakit jantung dengan “shunt” yang menghubungkan bagian kanan dan bagian kiri atrium atau
ventrikel.
 Penyakit jantung rheumatoid akut atau menahun yang meninggalkan gangguan pada katup
mitralis.
 Fibrilasi atrium
 Infarksio kordis akut
 Embolus yang berasal dari vena pulmonalis
 Kadang-kadang pada kardiomiopati, fibrosis endrokardial, jantung miksomatosus sistemik
 Embolisasi akibat gangguan sistemik dapat terjadi sebagai:
 Embolia septik, misalnya dari abses paru atau bronkiektasis
 Metastasis neoplasma yang sudah tiba di paru.
 Embolisasi lemak dan udara atau gas N (seperti penyakit “caisson”)
 Emboli dapat berasal dari jantung, arteri ekstrakranial, ataupun dari right-sided
circulation (emboli paradoksikal). Penyebab terjadinya emboli kardiogenik adalah trombi valvular
seperti pada mitral stenosis, endokarditis, katup buatan, trombi mural (seperti infark miokard, atrial
fibrilasi, kardiomiopati, gagal jantung kongestif) dan atrial miksoma. Sebanyak 2-3 persen stroke
emboli diakibatkan oleh infark miokard dan 85 persen di antaranya terjadi pada bulan pertama
setelah terjadinya infark miokard.
Thrombosis
Stroke trombotik dapat dibagi menjadi stroke pada pembuluh darah besar (termasuk sistem
arteri karotis) dan pembuluh darah kecil (termasuk sirkulus Willisi dan sirkulus posterior). Tempat
terjadinya trombosis yang paling sering adalah titik percabangan arteri serebral utamanya pada
daerah distribusi dari arteri karotis interna. Adanya stenosis arteri dapat menyebabkan terjadinya
turbulensi aliran darah (sehingga meningkatkan resiko pembentukan trombus aterosklerosis
(ulserasi plak), dan perlengketan platelet.
Penyebab lain terjadinya trombosis adalah polisetemia, anemia sickle sel, defisiensi protein
C, displasia fibromuskular dari arteri serebral, dan vasokonstriksi yang berkepanjangan akibat
gangguan migren. Setiap proses yang menyebabkan diseksi arteri serebral juga dapat
menyebabkan terjadinya stroke trombotik (contohnya trauma, diseksi aorta thorasik, arteritis).
2.3 Patofisiologi Stroke
a) Stroke Hemoragik
Perdarahan intra cerebral
Pecahnya pembuluh darah otak terutama karena hipertensi mengakibatkan darah masuk ke
dalam jaringan otak, membentuk massa atau hematom yang menekan jaringan otak dan
menimbulkan oedema di sekitar otak. Peningkatan TIK yang terjadi dengan cepat dapat
mengakibatkan kematian yang mendadak karena herniasi otak. Perdarahan intra cerebral sering
dijumpai di daerah putamen, talamus, sub kortikal, nukleus kaudatus, pon, dan cerebellum.
Hipertensi kronis mengakibatkan perubahan struktur dinding permbuluh darah berupa
lipohyalinosis atau nekrosis fibrinoid.
Perdarahan sub arachnoid
Pecahnya pembuluh darah karena aneurisma atau AVM. Aneurisma paling sering didapat
pada percabangan pembuluh darah besar di sirkulasi willisi.
AVM dapat dijumpai pada jaringan otak dipermukaan pia meter dan ventrikel otak, ataupun
didalam ventrikel otak dan ruang subarakhnoid. Pecahnya arteri dan keluarnya darah keruang
subarakhnoid mengakibatkan tarjadinya peningkatan TIK yang mendadak, meregangnya struktur
peka nyeri, sehinga timbul nyeri kepala hebat. Sering pula dijumpai kaku kuduk dan tanda-tanda
rangsangan selaput otak lainnya. Peningkatam TIK yang mendadak juga mengakibatkan
perdarahan subhialoid pada retina dan penurunan kesadaran. Perdarahan subarakhnoid dapat
mengakibatkan vasospasme pembuluh darah serebral. Vasospasme ini seringkali terjadi 3-5 hari
setelah timbulnya perdarahan, mencapai puncaknya hari ke 5-9, dan dapat menghilang setelah
minggu ke 2-5. Timbulnya vasospasme diduga karena interaksi antara bahan-bahan yang berasal
dari darah dan dilepaskan kedalam cairan serebrospinalis dengan pembuluh arteri di ruang
subarakhnoid. Vasospasme ini dapat mengakibatkan disfungsi otak global (nyeri kepala,
penurunan kesadaran) maupun fokal (hemiparese, gangguan hemisensorik, afasia dan lain-lain).
Otak dapat berfungsi jika kebutuhan O2 dan glukosa otak dapat terpenuhi. Energi yang dihasilkan
didalam sel saraf hampir seluruhnya melalui proses oksidasi. Otak tidak punya cadangan O2 jadi
kerusakan, kekurangan aliran darah otak walau sebentar akan menyebabkan gangguan fungsi.
Demikian pula dengan kebutuhan glukosa sebagai bahan bakar metabolisme otak, tidak boleh
kurang dari 20 mg% karena akan menimbulkan koma. Kebutuhan glukosa sebanyak 25 % dari
seluruh kebutuhan glukosa tubuh, sehingga bila kadar glukosa plasma turun sampai 70 % akan
terjadi gejala disfungsi serebral. Pada saat otak hipoksia, tubuh berusaha memenuhi O2 melalui
proses metabolik anaerob,yang dapat menyebabkan dilatasi pembuluh darah otak.
b) Stroke Non Hemoragik
Infark ischemic cerebri sangat erat hubungannya dengan ateros klerosis dan arterios klerosis.
Ateros klerosis dapat menimbulkan bermacam-macam manifestasi klinis dengan cara:
Menyempitkan lumen pembuluh darah dan mengakibatkan insufisiensi aliran darah.
Oklusi mendadak pembuluh darah karena terjadinya thrombus dan perdarahan aterm.
Dapat terbentuk thrombus yang kemudian terlepas sebagai emboli.
Menyebabkan aneurisma yaitu lemahnya dinding pembuluh darah atau menjadi lebih tipis
sehingga dapat dengan mudah robek.
Faktor yang mempengaruhi aliran darah ke otak :
Keadaan pembuluh darah.
Keadan darah : viskositas darah meningkat, hematokrit meningkat, aliran darah ke otak menjadi
lebih lambat, anemia berat, oksigenasi ke otak menjadi menurun.
Tekanan darah sistemik memegang peranan perfusi otak. Otoregulasi otak yaitu kemampuan
intrinsik pembuluh darah otak untuk mengatur agar pembuluh darah otak tetap konstan walaupun
ada perubahan tekanan perfusi otak.
Kelainan jantung menyebabkan menurunnya curah jantung dan karena
lepasnya embolus sehingga menimbulkan iskhemia otak.
Suplai darah ke otak dapat berubah pada gangguan fokal (thrombus, emboli, perdarahan dan
spasme vaskuler) atau oleh karena gangguan umum (Hypoksia karena gangguan paru dan
jantung). Arterosklerosis sering/cenderung sebagai faktor penting terhadap otak. Thrombus dapat
berasal dari flak arterosklerotik atau darah dapat beku pada area yang stenosis, dimana aliran darah
akan lambat atau terjadi turbulensi.
Oklusi pada pembuluh darah serebral oleh embolus menyebabkan
oedema dan nekrosis diikuti thrombosis dan hypertensi pembuluh darah.
Perdarahan intraserebral yang sangat luas akan menyebabkan kematian dibandingkan dari
keseluruhan penyakit cerebrovaskuler. Anoksia serebral dapat reversibel untuk jangka waktu 4-6
menit. Perubahan irreversible dapat anoksia lebih dari 10 menit. Anoksia serebral dapat terjadi
oleh karena gangguan yang bervariasi, salah satunya cardiac arrest.
PATHWAY
STROKE HEMORAGIK
Hipertensi, atherosklerosis
Pecahnya pembuluh darah di otak
Aneurisma
Perdarahan subarachnoid
Hematoma serebral
Peningkatan TIK
Penurunan kesadaran
Dx : Resiko Jatuh
Penekanan saluran pernapasan
Dx : ketidakefektifan pola napas
Trombus, Emboli
Suplay darah ke jaringan serebral tidak adekuat
Dx : Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral
Vasospasme saraf serebral
Ischemic saraf serebral
Deficit neurologi
Hemisfer kanan
Hemisparese/plegi kiri
Dx : Defisit Perawatan Diri
Hemisfer kiri
Hemisparese/ plegi kanan
Dx : Hambatan Mobilitas Fisik
Area groca
Kerusakan fungsi N. VII dan N. XII
Dx : Hambatan Komunikasi Verbal
Dx : Resiko Kerusakan Integritas Kulit
STROKE NON HEMORAGIK
2.4 Manifestasi Klinis Stroke
Manifestasi klinis sinusitis pada umumnya yaitu:
a) Stroke Hemoragik
Kemungkinan kecacatan yang berkaitan dengan stroke
Daerah a. serebri media
 Hemiplegi kontralateral, sering disertai hemianestesi
 Hemianopsi homonim kontralateral
 Afasi bila mengenai hemisfer dominan
 Apraksi bila mengenai hemisfer nondominan
Daerah a. Karotis interna
 Serupa dengan bila mengenai a. Serebri media
Daerah a. Serebri anterior
 Hemiplegi (dan hemianestesi) kontralateral terutama di tungkai
 Incontinentia urinae
 Afasi atau apraksi tergantung hemisfer mana yang terkena
Daerah a. Posterior
 Hemianopsi homonim kontralateral mungkin tanpa mengenai
 daerah makula karena daerah ini juga diperdarahi oleh a. Serebri media
 Nyeri talamik spontan
 Hemibalisme
 Aleksi bila mengenai hemisfer dominan
Daerah vertebrobasiler
 Sering fatal karena mengenai juga pusat-pusat vital di batang otak
 Hemiplegi alternans atau tetraplegi
 Kelumpuhan pseudobulbar (disartri, disfagi, emosi labil)
b) Stroke Non Hemoragik
Tanda dan gejala dari stroke adalah (Baughman, C Diane.dkk,2000)
Kehilangan motorik
Disfungsi motorik paling umum adalah hemiplegia (paralisis pada salah satu sisi)
dan hemiparesis (kelemahan salah satu sisi) dan disfagia
Kehilangan komunikasi
Disfungsi bahasa dan komunikasi adalah disatria (kesulitan berbicara) atau afasia (kehilangan
berbicara).
Gangguan persepsi
Meliputi disfungsi persepsi visual humanus, heminapsia atau kehilangan penglihatan perifer dan
diplopia, gangguan hubungan visual, spesial dan kehilangan sensori.
Kerusakan fungsi kognitif parestesia (terjadi pada sisi yang berlawanan).
Disfungsi kandung kemih meliputi: inkontinensi aurinarius transier, inkontinensia urinarius
peristen atau retensi urin (mungkin simtomatik dari kerusakan otak bilateral), Inkontinensia
urinarius dan defekasi yang berlanjut (dapat mencerminkan kerusakan neurologi ekstensif).
Tanda dan gejala yang muncul sangat tergantung dengan daerah otak yang terkena:
Penngaruh terhadap status mental: tidak sadar, konfus, lupa tubuh sebelah
Pengaruh secara fisik: paralise, disfagia, gangguan sentuhan dan sensasi, gangguan penglihatan
Pengaruh terhadap komunikasi, bicara tidak jelas, kehilangan bahasa.

Dilihat dari bagian hemisfer yang terkena tanda dan gejala dapat berupa:
Hemisfer kiri Hemisfer kanan
Mengalami hemiparese kanan Hemiparese sebelah kiri tubuh
Penilaian buruk
perilaku lambat dan hati-hati
Mempunyai kerentanan terhadap sisi
kontralateral sehingga memungkinkan
Kelainan lapan pandang kanan
terjatuh ke sisi yang berlawanan
tersebut
Disfagia global
Afasia
Mudah frustasi

2.5 Komplikasi Stroke


a) Stroke Hemoragik
Stroke hemoragik dapat menyebabkan :
Infark Serebri
Hidrosephalus yang sebagian kecil menjadi hidrosephalus normotensif
Fistula carotico cavernosum
Epistaksis
Peningkatan TIK, tonus otot abnormal
b) Stroke Non Hemoragik
Setelah mengalami stroke pasien mungkin akan mengalmi komplikasi, komplikasi ini dapat
dikelompokan berdasarkan :
Berhubungan dengan immobilisasi infeksi pernafasan, nyeri pada daerah tertekan, konstipasi dan
thromboflebitis.
Berhubungan dengan paralisis nyeri pada daerah punggung, dislokasi sendi, deformitas dan
terjatuh
Berhubungan dengan kerusakan otak epilepsi dan sakit kepala.
Hidrocephalus
Individu yang menderita stroke berat pada bagian otak yang mengontrol respon pernapasan atau
kardiovaskuler dapat meninggal.
2.6 Penatalaksanaan Stroke
2.6.1 Penatalaksanaan Medis
a) Stroke Hemoragik
Penatalaksanaan untuk stroke hemoragik, antara lain :
Menurunkan kerusakan iskemik cerebral
Infark cerebral terdapat kehilangan secara mantap inti central jaringan otak, sekitar daerah itu
mungkin ada jaringan yang masih bisa diselematkan, tindakan awal difokuskan untuk
menyelematkan sebanyak mungkin area iskemik dengan memberikan O2, glukosa dan aliran darah
yang adekuat dengan mengontrol / memperbaiki disritmia (irama dan frekuensi) serta tekanan
darah.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
pemberian dexamethason.
Pengobatan
 Anti koagulan : Heparin untuk menurunkan kecederungan perdarahan pada fase akut.
 Obat anti trombotik : Pemberian ini diharapkan mencegah peristiwa trombolitik/emobolik.
 Diuretika : untuk menurunkan edema serebral
Penatalaksanaan Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darahotak. Penderita yang
menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi, diabetes dan
penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum sehingga
saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
b) Stroke Non Hemoragik
Tujuan intervensi adalah berusaha menstabilkan tanda-tanda vital dengan melakukan tindakan
sebagai berikut :
Mempertahankan saluran nafas yang paten yaitu lakukan pengisapan lendiryang sering,
oksigenasi, kalau perlu lakukan trakeostomi, membantu pernafasan.
Mengendalikan tekanan darah berdasarkan kondisi pasien, termasuk untuk usaha memperbaiki
hipotensi dan hipertensi.
Berusaha menentukan dan memperbaiki aritmia jantung.
Menempatkan pasien dalam posisi yang tepat, harus dilakukan secepat mungkin pasien harus
dirubah posisi tiap 2 jam dan dilakukan latihan-latihan gerak pasif.
Mengendalikan hipertensi dan menurunkan TIK
Dengan meninggikan kepala 15-30 menghindari flexi dan rotasi kepala yang berlebihan,
Pengobatan Konservatif
 Vasodilator meningkatkan aliran darah serebral (ADS) secara percobaan, tetapi maknanya : pada
tubuh manusia belum dapat dibuktikan.
 Dapat diberikan histamin, aminophilin, asetazolamid, papaverin intra arterial.
 Anti agregasi thrombosis seperti aspirin digunakan untuk menghambat reaksi pelepasan agregasi
thrombosis yang terjadi sesudah ulserasi alteroma.
 Anti koagulan dapat diresepkan untuk mencegah terjadinya/ memberatnya trombosis atau emboli
di tempat lain di sistem kardiovaskuler.
Pengobatan Pembedahan
Tujuan utama adalah memperbaiki aliran darah serebral :
 Endosterektomi karotis membentuk kembali arteri karotis, yaitu dengan membuka arteri karotis
di leher.
 Revaskularisasi terutama merupakan tindakan pembedahan dan manfaatnya paling dirasakan oleh
pasien TIA.
 Evaluasi bekuan darah dilakukan pada stroke akut
 Ugasi arteri karotis komunis di leher khususnya pada aneurisma
2.6.2 Penatalaksanaan Keperawatan
Penderita yang mengalami stroke dengan infark yang luas melibatkan sebagian besar
hemisfer dan disertai adanya hemiplagia kontra lateral hemianopsia, selama stadium akut
memerlukan penanganan medis dan perawatan yang didasari beberapa prinsip.
Secara praktis penanganan terhadap ischemia serebri adalah
1) Penanganan suportif imun
a) Pemeliharaan jalan nafas dan ventilasi yang adekuat.
b) Pemeliharaan volume dan tekanan darah yang kuat.
c) Koreksi kelainan gangguan antara lain payah jantung atau aritmia.
2) Meningkatkan darah cerebral
a) Elevasi tekanan darah
b) Intervensi bedah
c) Ekspansi volume intra vaskuler
d) Anti koagulan
e) Pengontrolan tekanan intrakranial
f) Obat anti edema serebri steroid
g) Proteksi cerebral (barbitura)
Konsep Keperawatan
2.7 Asuhan keperawatan
2.7.1 Pengkajian
a) Stroke Hemoragik
1) Aktivitas dan istirahat
Data Subyektif :
 Kesulitan dalam beraktivitas ; kelemahan, kehilangan sensasi atau paralisis.
 Mudah lelah, kesulitan istirahat ( nyeri atau kejang otot )
Data obyektif :
 Perubahan tingkat kesadaran
 Perubahan tonus otot ( flaksid atau spastic), paraliysis ( hemiplegia ) , kelemahan umum.
 Gangguan penglihatan
2) Sirkulasi
Data Subyektif :
 Riwayat penyakit jantung ( penyakit katup jantung, disritmia, gagal jantung , endokarditis
bacterial ), polisitemia.
Data Obyektif :
 Hipertensi arterial
 Disritmia, perubahan EKG
 Pulsasi : kemungkinan bervariasi
 Denyut karotis, femoral dan arteri iliaka atau aorta abdominal
3) Integritas ego
Data Subyektif :
 Perasaan tidak berdaya, hilang harapan
Data Obyektif :
 Emosi yang labil dan marah yang tidak tepat, kesedihan , kegembiraan
 Kesulitan berekspresi diri
4) Eliminasi
Data Subyektif :
 Inkontinensia, anuria
 Distensi abdomen ( kandung kemih sangat penuh ), tidak adanya suara usus ( ileus paralitik )
5) Makan/ minum
Data Subyektif :
 Nafsu makan hilang
 Nausea / vomitus menandakan adanya PTIK
 Kehilangan sensasi lidah , pipi , tenggorokan, disfagia
 Riwayat DM, peningkatan lemak dalam darah
Data Obyektif :
 Problem dalam mengunyah ( menurunnya reflek palatum dan faring )
 Obesitas ( faktor resiko )
6) Sensori neural
Data Subyektif :
 Pusing / syncope ( sebelum CVA / sementara selama TIA )
 Nyeri kepala : pada perdarahan intra serebral atau perdarahan sub arachnoid.
 Kelemahan, kesemutan/kebas, sisi yang terkena terlihat seperti lumpuh/mati
 Penglihatan berkurang
 Sentuhan : kehilangan sensor pada sisi kolateral pada ekstremitas dan pada muka ipsilateral ( sisi
yang sama )
 Gangguan rasa pengecapan dan penciuman
Data obyektif :
 Status mental ; koma biasanya menandai stadium perdarahan , gangguan tingkah laku (seperti:
letargi, apatis, menyerang) dan gangguan fungsi kognitif
 Ekstremitas : kelemahan / paraliysis ( kontralateral pada semua jenis stroke, genggaman tangan
tidak seimbang, berkurangnya reflek tendon dalam ( kontralateral )
 Wajah: paralisis / parese ( ipsilateral )
 Afasia ( kerusakan atau kehilangan fungsi bahasa, kemungkinan ekspresif/ kesulitan berkata-
kata, reseptif / kesulitan berkata-kata komprehensif, global / kombinasi dari keduanya.
 Kehilangan kemampuan mengenal atau melihat, pendengaran, stimuli taktil
 Apraksia : kehilangan kemampuan menggunakan motorik
 Reaksi dan ukuran pupil : tidak sama dilatasi dan tak bereaksi pada sisi ipsi lateral
7) Nyeri / kenyamanan
Data Subyektif :
 Sakit kepala yang bervariasi intensitasnya
Data Obyektif :
 Tingkah laku yang tidak stabil, gelisah, ketegangan otot / fasial
8) Respirasi
Data Subyektif :
 Perokok ( faktor resiko )
 Tanda :
 Kelemahan menelan/ batuk/ melindungi jalan napas
 Timbulnya pernapasan yang sulit dan / atau tak teratur
 Suara nafas terdengar ronchi /aspirasi
9) Keamanan
Data Obyektif :
 Motorik/sensorik : masalah dengan penglihatan
 Perubahan persepsi terhadap tubuh, kesulitan untuk melihat objek, hilang kewaspadaan terhadap
bagian tubuh yang sakit
 Tidak mampu mengenali objek, warna, kata, dan wajah yang pernah dikenali
 Gangguan berespon terhadap panas, dan dingin/gangguan regulasi suhu tubuh
 Gangguan dalam memutuskan, perhatian sedikit terhadap keamanan, berkurang kesadaran diri
10) Interaksi sosial
Data Obyektif :
 Problem berbicara, ketidakmampuan berkomunikasi
11) Pengajaran / pembelajaran
Data Subjektif :
 Riwayat hipertensi keluarga, stroke
 Penggunaan kontrasepsi oral
12) Pertimbangan rencana pulang
Menentukan regimen medikasi / penanganan terapi
Bantuan untuk transportasi, shoping , menyiapkan makanan , perawatan diri dan pekerjaan rumah
b) Stroke Non Hemoragik
1) Identitas klien
Meliputi nama, umur (kebanyakan terjadi pada usia tua), jenis kelamin, pendidikan, alamat,
pekerjaan, agama, suku bangsa, tanggal dan jam MRS, nomor register, diagnose medis.
2) Keluhan utama
Biasanya didapatkan kelemahan anggota gerak sebelah badan, bicara pelo, dan tidak dapat
berkomunikasi.
3) Riwayat penyakit sekarang
Serangan stroke seringkali berlangsung sangat mendadak, pada saat klien sedang melakukan
aktivitas. Biasanya terjadi nyeri kepala, mual, muntah bahkan kejang sampai tidak sadar,
disamping gejala kelumpuhan separoh badan atau gangguan fungsi otak yang lain.
4) Riwayat penyakit dahulu
Adanya riwayat hipertensi, diabetes militus, penyakit jantung, anemia, riwayat trauma kepala,
kontrasepsi oral yang lama, penggunaan obat-obat anti koagulan, aspirin, vasodilator, obat-obat
adiktif, kegemukan.
5) Riwayat penyakit keluarga
Biasanya ada riwayat keluarga yang menderita hipertensi ataupun diabetes militus.
Pengkajian Fokus :
1) Aktivitas/istirahat :
Klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, hilangnya rasa, paralisis, hemiplegi,
mudah lelah, dan susah tidur.
2) Sirkulasi
Adanya riwayat penyakit jantung, katup jantung, disritmia, CHF, polisitemia. Dan hipertensi
arterial.
3) Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
Perubahan kebiasaan Bab. dan Bak. Misalnya inkoontinentia urine, anuria, distensi kandung
kemih, distensi abdomen, suara usus menghilang.
5) Makanan/cairan :
Nausea, vomiting, daya sensori hilang, di lidah, pipi, tenggorokan, dysfagia
6) Neuro Sensori
Pusing, sinkope, sakit kepala, perdarahan sub arachnoid, dan intrakranial. Kelemahan dengan
berbagai tingkatan, gangguan penglihatan, kabur, dyspalopia, lapang pandang menyempit.
Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan dibagian ekstremitas dan kadang-kadang
pada sisi yang sama di muka.
7) Nyaman/nyeri
Sakit kepala, perubahan tingkah laku kelemahan, tegang pada otak/muka
8) Respirasi
Ketidakmampuan menelan, batuk, melindungi jalan nafas. Suara nafas, whezing, ronchi.
9) Keamanan
Sensorik motorik menurun atau hilang mudah terjadi injury. Perubahan persepsi dan orientasi
Tidak mampu menelan sampai ketidakmampuan mengatur kebutuhan nutrisi. Tidak mampu
mengambil keputusan.
10) Interaksi social
Gangguan dalam bicara, Ketidakmampuan berkomunikasi.
2.7.2 Diagnosa keperawatan
1) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral ((Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 4 Respons
Kardiovaskuler/Pulmonal)) (00007)
2) Hambatan Mobilitas Fisik (Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 2 Aktivitas/Latihan) (00085)
3) Hambatan Komunikasi Verbal (Domain 5 Persepsi/kognisi Kelas 5 Komunikasi) (00051)
4) Defisit Perawatan Diri (Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 5 Perawatan Diri) (00108)
5) Risiko Jatuh (Domain 11 Keamanan/perlindungan Kelas 2 Cedera fisik) (00155)
6) Ketidakefektifan Pola Napas (Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 4 Respons
Kardiovaskuler/Pulmonal) (00032)
7) Risiko Kerusakan Integritas Kulit (Domain 11 Keamanan/perlindungan Kelas 2 Cedera fisik)
(00047)
2.7.3 Rencana Keperawatan

Diagnosa Tujuan dan Kriteria


Intervensi Rasional
Keperawatan Hasil
Ketidakefektifan NIC:
Perfusi Jaringan NOC : Intrakranial Intrakranial Pressure (ICP)
Serebral  Circulation status Monitoring
Pressure (ICP)
 Tissue Prefusion : cerebral
Monitoring
Definisi: Penurunan Observasi: Observasi:
oksigen yang Tujuan: 1) Mengetahui apa ada perubahan
1) Catat respon
mengakibatkan Setelah dilakukan tindakan
pasien terhadap dari luar dan dalam tubuh yang
kegagalan pengiriman keperawatan selama … x 24 mempengaruhi respon pada
stimuli
nutrisi ke jaringan jam diharapkan masalah pasien
pada tingkat kapiler perfusi jaringan serebral 2) Mengetahui apa tekanan
dapat efektif dengan
2) Monitor tekanan intrakanial dan aktivitas
Batasan intrakranial pasien sarafnya berperngaruh dalam
Kriteria Hasil :
Karateristik: dan respon keterbatasan aktivitas
- perubahan status Mendemonstrasikan status 3)
neurology terhadap Mencegah terjadinya dehidrasi
mental sirkulasi yang ditandai
aktivitas
- perubahan perilaku dengan :
3) Monitor intake dan
- perubahan respon  Tekanan systole output cairan Mandiri:
motorik dandiastole 1) Untuk meminimalisir adanya nyeri
- perubahan reaksi dalam rentang yang Mandiri:
pupil diharapkan 1) Health Education:
Posisikan pasien
- kesulitan menelan  Tidak ada pada posisi
- kelemahan atau ortostatikhipertensi semifowler Kolaborasi:
paralisis ekstremitas  Tidak ada tanda tanda 1) Pemberian obat untuk mengurangi n
- paralisis peningkatan tekanan Health
- ketidaknormalan intrakranial (tidak lebih dari Education: Peripheral Sensation Management
dalam berbicara 15
Faktor Yang mmHg) Kolaborasi: Observasi:
Berhubungan:  Mendemonstrasikan 1) Kolaborasi
1) Untuk mengetahui daerah mana saj
- perubahan afinitas kemampuan kognitif yang pemberian suhu
hemoglobin terhadap ditandai dengan: antibiotic
oksigen  berkomunikasi dengan
- perubahan konsentrasi jelas Peripheral
hemoglobin dalam dan sesuai dengan Sensation 2) Mengatahui adanya perdarahan di di
darah kemampuan Management yang dapat memperparah masalah
- keracunan enzim  menunjukkan perhatian, Observasi:
- gangguan pertukaran konsentrasi dan orientasi 1) Monitor adanyaMandiri:
- hipervolemia  memproses informasi daerah tertentu
1) ADP sangat berpengaruh pada pe
yang hanya peka untuk tidak terkontaminasi saat meny
- hipoventilasi  membuat keputusan
- hipovolemia terhadap
dengan
panas/dingin/tajam
Health Education:
 benar
/tumpul 1) Untuk mencegah terjadinya infeksi
- gangguan transport Menunjukkan 2) Monitor adanya
fungsi
oksigen melalui alveoli sensori motori cranial yang tromboplebitis
dan membrane kapiler utuh : tingkat kesadaran Kolaborasi:
- gangguan aliran arteri membaik, tidak ada gerakan 1) Untuk mengetahui penyebab perub
atau vena gerakan involunter. Mandiri: menunjang tindakan selanjutnya
- ketidaksesuaian antara 1) Gunakan sarung2) Pemberian obat untuk mengurangi n
ventilasi dan aliran tangan untuk
darah proteksi

Health
Education:
1) Instruksikan
keluarga untuk
mengobservasi
kulit jika ada lesi
atau laserasi

Kolaborasi:
1) Diskusikan
mengenai
penyebab
perubahan sensasi
2) Kolaborasi
pemberian
analgetik

(Domain 4 NOC : NIC : Exercise therapy : ambulation


Aktivitas/Istirahat  Joint Movement : Active Exercise therapy :
Kelas 
2 Mobility Level ambulation Observasi:
Aktivitas/Latihan)  Self care : ADLs Observasi: 1) Mengetahui apa ada perubahan teka
(00085)  Transfer performance 1) Monitoring vital mempengaruhi pasien ketika beraktiv
Hambatan Mobilitas sign
Fisik Tujuan: sebelm/sesudah 2) Mengetahui apa saja kegiatan yang m
Definisi: Setelah dilakukan tindakan latihan dan lihat klien ataupun tidak
Keterbatasan dalam keperawatan selama … x 24 respon pasien saat
kebebasan untuk jam diharapkan masalah latihan Mandiri:
pergerakan hambatan mobilitas fisik 2) Kaji kemampuan 1) Membantu pasien utnuk menjaga kes
fisik tertentu pada dapat terjadi dengan pasien dalam mencegah terjadinya cedera
bagian tubuh atau satu mobilisasi
atau lebih Kriteria Hasil :
ekstremitas  Klien meningkat dalam
secara Mandiri:
1) 2) Melatih mobilisasi klien agar tidak te
Bantu klien untuk
mandiri atau terarah aktivitas
menggunakan anggota gerak dan membuat klien leb
fisik
Batasan  Mengerti tujuan dari tongkat saat
3) Untuk membantu pasien melakukan
karakteristik : peningkatan berjalan mampu dilakukan
 Penurunan waktu mobilitas dan cegah terhadap
reaksi  Memverbalisasikan cedera
 Kesulitan membolak- perasaan 2) Latih pasien Health Education:
balik posisi dalam meningkatkan dalam pemenuhan 1) Agar pasien mengetahui posisi mana
 Mealkukan aktivitas kekuatan dan kebutuhan ADLs untuk dirinya sendiri
lain sebagai pengganti kemampuan berpindah secara mandiri
pergerakan (mis  : Memperagakan penggunaan sesuai kemampuan
meningkatkan alat bantu untuk mobilisasi
3) Dampingi dan Kolaborasi:
perhatian pada (walker) Bantu pasien saat 1) Ahli terapi fisik lebih tau apa saja ya
aktivitas orang lain, mobilisasi dan untuk peningkatan ambulasi
mengendalikan bantu
perilaku, focus pada penuhi kebutuhan
ketunadayaan/aktivitas ADLs ps.
sebelum sakit) Health
 Dispnea setelah Education:
beraktivitas 1) Ajarkan pasien
 Perubahan cara bagaimana
berjalan merubah posisi dan
 Gerakan bergetar berikan
bantuan jika
 Keterbatasan
diperlukan
kemampuan
Kolaborasi:
melakukan
1) Konsultasikan
keterampilan motorik
dengan terapi fisik
halus
tentang rencana
 Keterbatasan
ambulasi sesuai
kemampuan
dengan kebutuhan
melakukan
keterampilan motorik
kasar
 Keterbatasan rentang
pergerakan sendi
 Tremor akibat
pergerakan
 Ketidakstabilan postur
 Pergerakan lambat
 Pergerakan tidak
terkoordinasi

Faktor yang
berhubungan :
- Intoleran aktivitas
- Perubahan
metabolism seluler
- Ansietas
- Indeks massa tubuh
diatas persentil ke-75
sesuai usia
- Gangguan kognitif
- Kontraktur
- Kepercayaan budaya
tentang aktivitas sesuai
usia
- Fisik tidak bugar
- Penurunan ketahanan
tubuh
- Penurunan kendali
otot
- Penurunana massa
otot
- Penurunan kekuatan
otot
- Kurang pengetahuan
tentang nilai aktivitas
fisik
- Kendali mood
depresif
- Keterlambatan
perkembangan
- Ketidaknyamanan
- Disuse
- Kaku sendi
- Kurang dukungan
lingkungan (mis :
fisikatau social)
- Keterbatsan
ketahanan
kardiovaskular
- Kerusakan integritas
struktur tulang
(Domain 5 NOC: NIC:
Persepsi/kognisi  Komunikasi: Ekspresif - Peningkatan
- Peningkatan komunikasi : defisit w
Kelas 5 Komunikasi)  Komunikasi: Reseptif komunikasi : Observasi :
(00051) Tujuan: defisit wicara 1) Mengetahui sampai dimana kema
Hambatan Setelah dilakukan tindakan Observasi : berbiacara dan pemahamannya
Komunikasi Verbal keperawatan selama …X24 1) Kaji kempauan 2) Mengetahui apa ada keterbatasan ko
Definisi: penurunan, jam diharapkan klien untuk berbicara, dan keluarganya
kelambatan, atau mampu menciptakan dan memahami
ketiadaan kemampuan metode komunikasi yang 2) Kaji kemapuan 3) Mengetahui apa si klien hanya mam
untuk menerima, dapat dipahami dengan untuk melakukan menggunakan bahasa daerah atau bah
memproses, mengirim, Kriteria Evaluasi : Mandiri
dan/atau  Mengidentifikasi komunikasi 1) Untuk membuat komunikasi klien
mengguanakan system pemahaman tentang dengan keluarga segan memberitahukan bila ada keter
symbol masalah komunikasi 3) Kaji bahasa utama
2) Membuat pasien agar termotivasi
Batasan  Membuat metode berkomunikasi dengan baik dengan o
Karateristik: komunikasi dimana 3) Mencegah kebingungan yang dialam
- Tidak ada kontak mata kebutuhan dapat HE
- Tidak dapat bicara diekspresikan Mandiri 1) Untuk memudahkan pasien agar
- Kesulitan Menggunakan sumber- 1) Dorong pasien dengan lancar
mengespresikan sumber dengan tepat untuk
pikiran secara verbal berkomunikasi
(mis. Afasia, disfasia, secara perlahan Kolaborasi
apraksia, disleksia) dan untuk
1) Memudahkan pasien agar dapat b
- Kesulitan menyusun mengulangi lancar
kalimat permintaan
- Kesulitan menyusun 2) Berikan pengutan
kata-kata ( mis. positif dengan
Afonia, dislalia, sering atas upaya
disartria) pasien untuk
- Kesulitan memahami berkomunikasi
pola komunikasi yang 3) Bombing
biasa komunikasi satu
- Kesulitan arah, dengan tepat
mempertahankan pola HE
komunikasi yang biasa 1) Beri anjuran
- Kesulitan dalam kepada pasien dan
kehadiran tertentu keluarga tentang
- Kesulitan penggunaan alat
menggunakan ekspresi bantu bicara (mis.
tubuh Laring buatan)
- Kesulitan Kolaborasi
menggunakan ekspresi 1) Gunakan
wajah penerjemah, sesuai
- Disorientasi orang kebutuhan
- Disorientasi ruang
- Disorientasi waktu
- Tidak bicara
- Dispnea
- Ketidakmampuan
bicara dalam bahasa
pemberi asuhan
- Ketidakmampuan
menggunakan ekspresi
tubuh
- Ketidakmampuan
menggunakan ekspresi
wajah
- Ketidaktepatan
verbaliasi
- Defisit visual parsial
- Pelo
- Sulit bicara
- Gagap
- Defisit penglihatan
total
- Bicara dengan
kesulitan
- Menolak bicara
Faktor Yang
Berhubungan:
- Ketiadaan orang
terdekat
- Perubahan konsep diri
- Perubahan system
saraf pusat
- Defek anatomis ( mis,
celah palatum,
perubahan
neuromuscular pada
system penglihatan,
pendengaran dan
apparatus fonatori)
- Tumor otak
- Harga diri rendah
kronik
- Perubahan harga diri
- Perbedaan budaya
- Penurunan sirkulasi
ke otak
- Pebedaan yang
berhubungan dengan
usia perkembangan
- Gangguan emosi
- Kendala lingkungan
- Kurang informasi
- Hambatan fisik (mis.
Trakeostomi, intubasi)
- Kondisi psikologis
- Kendala psikologis
(mis. Psikosis, kurang
stimulus)
- Harga diri rendah
situasional
- Stress
- Efek samping obat
(mis. Agens
farmaseutikal)
- Pelemahan system
musculoskeletal

(Domain 4 NOC : NIC :


Aktivitas/Istirahat  Self care : Activity of Daily Self Care assistane Self Care assistane : ADLs
Kelas 5 Perawatan Living : ADLs Observasi:
Diri) (00108) (ADLs) Observasi: 1) Untuk mengetahui apa ada keterbat
Defisit Perawatan 1) Monitor melakukan perawatan diri
Diri Tujuan: kemampuan klien
Definisi : Hambatan Setelah dilakukan tindakan untuk perawatan 2) Mengetahui apa yang bisa dibantu
kemampuan untuk keperawatan selama … x 24 diri yang klien dalam melakukan perawatan dir
melakukan atau jam diharapkan masalah mandiri.
menyelesaikan defisit perawatan diri dapat
2) Monitor
mandi/aktivitas teratasi dengan kebutuhan klien
perawatan diri untuk untuk alat-alat Mandiri:
diri sendiri Kriteria Hasil : bantu untuk 1) Untuk melatih kemampuan secara be
Batasan  Klien terbebas dari bau kebersihan diri,
Karakteristik : badan berpakaian,
- Ketidakmampuan  Menyatakan kenyamanan berhias, toileting
mengakses kamar terhadap dan 2) Melatih kemandirian klien agar ti
mandi kemampuan untuk makan. orang lain untuk melakukan aktivita
- Ketidakmampuan melakukan ADLs Mandiri: dilakukan sendiri
mengeringkan tubuh  Dapat melakukan ADLS 1) Sediakan bantuan
- Ketidakmampuan dengan sampai klien
3) Mencegah terjadinya hal-hal yang tid
mengambil bantuan mampu secara utuh tidak mampu melakukan aktivitas ter
perlengkapan mandi untuk melakukan
- Ketidakmampuan self-care.
menjangkau sumber 2) Dorong klien 4) Kalau pada usia remaja mungkin m
air untuk melakukan yang bisa dilakukan sendiri, tetapi
- Ketidakmampuan aktivitas sehari- aktivitas yang bisa dilakukan mandiri
mengatur air mandi hari Health Education:
- Ketidakmampuan yang normal sesuai1) Melatih kemandirian klien agar ti
membasuh tubuh kemampuan yang orang lain untuk melakukan aktivita
Faktor yang dimiliki. dilakukan sendiri
Berhubungan : 3) Dorong untuk
- Gangguan kongnitif melakukan secara
- Penurunan motivasi mandiri, tapi beri
- Kendala lingkungan bantuan ketika
- Ketidakmampuan klien tidak mampu Kolaborasi:
merasakan bagian melakukannya.
tubuh
- Ketidakmampuan 4) Pertimbangkan
merasakan hubungan usia klien jika
spasial mendorong
- Gangguan pelaksanaan
muskoloskeletal aktivitas sehari-
- Gangguan hari.
neoromuskular
- Nyeri
- Gangguan persepsi Health
- Ansietas berat Education:
- Kelemahan 1) Ajarkan klien/
keluarga untuk
mendorong
kemandirian,
untuk memberikan
bantuan hanya jika
pasien tidak
mampu untuk
melakukannya.
Kolaborasi:

(Domain NOC NIC


11 Keamanan/perlin  Trauma Risk For Fall Prevention Fall Prevention
dungan Kelas 2 Injury risk for Observasi Observasi
Cedera fisik) (00155) 1) Mengidentivikasi1) agar dapat mengetahui/mengontrol
Risiko Jatuh Tujuan: Setelah dilakukan devisit kognitif potensi jatuh yang akan dialami pasie
Definisi : Peningkatan tindakan keperawatan atau fisik pasien
kerentanan untuk jatuh selama ……….x 24 jam yang dapat
yang dapat diharapkan masalah risiko meningkatkan 2) megetahui apa ada perilaku dar
menyebabkan bahaya jatuhtidak terjadi. potensi jatuh dalam menimbulkan jatuh pada pasien
fisik lingkungan
Faktor yang Kriteria hasil : tertentu 3) Untuk mengetahui adanya ling
Berhubungan :  Gerakan terkoordinasi 2) Mengidentifikasi mempengaruhi resiko jatuh pada pada
Dewasa kemampuan otot untuk perilaku dan faktor
 Usia 65 tahun atau bekerja sama untuk yang
lebih melakukan gerakan yang mempengaruhi
 Riwayat jatuh bertujuan resiko jatuh Mandiri
 Tinggal sendiri  Perilaku pencegahan jatuh3) Mengidentifikasi
1) Adanya sarana yang memadai
 Prosthesis ektremitas tindakan individu atau karakteristik meminimalisir klien dari bahaya jatuh
bawah pemberi asuhan untuk lingkungan yang
 Penggunaan alat bantu menimalkan faktor resiko dapat
(mis. Walker, tongkat) yang dapat memicu jatuh meningkatkan 2) Agar memudahkan klien dalam
 Penggunaan kursi roda dilingkungan individu potensi untuk jatuh defekasi apabila klien memiliki
Anak  Kejadian jatuh : tidak ada (misalnya, lantai beraktivitas
- Usia 2 tahun atau kejadian jatuh yang licin dan 3) Agar memudahkan klien dalam pro
kurang memiliki keterbatasan
- Tempat tidur yang  Pengetahuan : pemahaman tangga yang
terletak di dekat pencegahan jatuh terbuka)
jendela pengetahuan : keselamatan 4) Untuk memudahkan transfer dan me
- Kurangnya anak fisik, pengetahuan : Mandiri bahaya jatuh
penahanan/pengekang keamanaan pribadi. 1) Gunakan teknik
kereta dorong  Gerakan terkoordinasi yang tepat untuk 5) Untuk pasien memiliki keterbatas
- Kurangnya/longgarny  Perilaku keselamatan mentransfer pasien berjalan dengan adanya sarana seperti
a pagar pada tangga pribadi ke dan dari kursi klien tersebut
- Kurangnya  Pengendalian resiko : roda, tempat tidur,
penghalang/terali pada penggunaan alkohol, toilet, dan
jendela narkoba sebagainya 6) Penjadwalan ke toilet akan membu
- Kurang pengawasan  Pengendalian resiko 2) : Menyediakan kapan saja ia dibutuhkan
orang tua pencahayaan sinar matahari toilet ditinggikan 7) Bahaya dari lantai ini akan sangat
- Jenis kelamin laki-laki
 Deteksi resiko untuk seperti lantai licin dll
yang berusia <1 tahun memudahakan 8) Untuk meminimalisir adanya bahaya
 Lingkungan rumah aman
- Bayi yang tidak transfer
 Aman berkeliaran
diawasi saat berada 9) Agar klien dapat mengontrol diriny
dipermukaan  Perilaku kepatuhan fisik 3)
yang Menyediakan jatuh yang akan dihadapi
tinggi (mis. Tempat kursi dari
tidur/meja) ketinggian yang
Kognitif tepat, dengan Health Education
- Penurunan status sandaran dan
1) Agar klien dapat terhindari dari ba
mental sandaran tangan menjaga keseimbangannya
Lingkungan untuk 2) Pemberian info yang dilakukan oleh
- Lingkungan yang memudahakan akan menambah wawasan klien sehin
tidak terorganisasi transfer tahu mana yang akan membahayaka
- Ruang yang memiliki 4) Menyediakan tidak
pecahayaan yang tempat tidur kasur3) Peran dari keluarga sangat berpenga
redup dengan tepi yang klien jadi perlu diberitahukan mana
- Tidak ada materi yang erat untuk pasien dan apabila ada hal berbahay
antislip dikamar mandi memudahkan langsung dihilangkan oleh keluarga
- Tidak ada materi yang transfer Kolaborasi
antislip ditempat 5) Memberikan1) Pentingnya kolaborasi dengan an
mandi pancuran pasien tergantung sangat bermanfaat bagi kesembuhan
- Pengekangan dengan sarana pemberitahuan efek samping obat y
- Karpet yan tidak bantuan bisa meminimalisir bahaya jatuh
rata/terlipat pemanggilan
- Ruang yang tidak (misalnya, bel atau
2) Adanya Lembaga program latiha
dikenal cahaya panggilan klien untuk bisa beraktivitas lebih bai
- Kondisi cuaca (mis. ketika pengasuh
Lantai basah, es) tidak hadir)
Medikasi 6) Membantu ketoilet
- Penggunaan alcohol seringkali, interval
- Inhibitor enzim dijadwalkan
pengubah angiotensin
- Agens antiansietas
- Agens antihipertensi 7) Hindari kekacauan
- Diuretic pada permukaan
- Hipnotik lantai
- Narkotik/opiate
- Obat penenang 8) Menyediakan
- Antidepresan trisiklik pegangan tangan
Fisiologis terlihat dan
- Sakit akut memegang tiang
- Anemia 9) Pastikan pasien
- Arthritis memakai sepatu
- Penurunan kekuatan yang pas,
ekstremitas bawah kencangkan aman,
- Diare dan memiliki sol
- Kesulitan gaya yang tidak mudah
berjalan tergelincir
- Vertigo saat Health Education
mengekstensikan leher 1) Mendorong pasien
- Vertigo saa untuk
menolehkan leher menggunakan
- Masalah kaki tongkat atau alat
- Kesulitan mendengur pembantu berjalan
- Gangguan 2) Ajarkan pasien
keseimbangan bagaimana jatuh
- Gangguan mobilitas untuk menimalkan
fisik cedera
- Inkontinensia
- Neoplasma (mis.
Leti/mobilitas
terbatas) 3) Mendidik anggota
- Neoropati keluarga tentang
- Hipotensi ortostatik faktor resiko yang
- Kondisi postoperative berkontribusi
- Perubahan gulla darah terhadap jatuh dan
postprandial bagaimana mereka
- Deficit proprioseptif dapat menurunkan
- Ngantuk resiko tersebut.
- Berkemih yang Kolaborasi
mendesak 1) Berkolaborasi
- Penyakit vascular dengan anggota
- Kesulitan melihat tim kesehatan lain
untuk menimalkan
efek samping dari
obat yang
berkontribusi
terhadap jatuh
(misalnya,
hipotensi ortostatik
dan kiprah goyah)
2) Lembaga program
latihan rutin fisik
yang meliputi
berjalan.
(Domain 4 NOC : NIC :
Aktivitas/Istirahat  Respiratory status : Airway Airway Management
Kelas 4 Respons Ventilation Management Observasi
Kardiovaskuler/Pul  Respiratory status : Airway Observasi 1) Respirasi yang normal akan menentu
monal) patency 1) Monitor respirasi 2) Indikasi menentukan gangguan pada
Ketidakefektifan  Vital sign Status dan status O2
Pola Napas (00032) 2) Auskultasi suara 3) Alat bantu pernapasan digunakan
Definisi : Inspirasi Tujuan : Setelah dilakukan nafas, catat adanya diindikasi untuk menggunakan alat ba
dan/atau ekspirasi tindakan asuhan suara tambahan Mandiri
yang tidak memberi keperawatan 3) Identifikasi pasien1) untuk memaksimalkan jalan nafas pa
ventilasi adekuat. diharapkan terjadi perlunya
Faktor Risiko : keefektifan pola napas. pemasangan alat 2) Menyesuaikan dengan tingkat kenya
 Perubahan kedalaman jalan nafas buatan memaksimalkan ventilasi
pernapasan Kriteria Hasil : Mandiri 3) Untuk memperlancar pengeluaran se
 Perubahan ekskursi  Mendemonstrasikan batuk1) Buka jalan nafas,
4) Mengajarkan bagaimana cara batuk e
dada efektif dan suara nafas yang guanakan teknik mudah keluar
 Mengambil posisi 3 bersih, tidak ada sianosis chin lift atau jaw 5) Memberikan pada pasien yang diindi
titik dan dyspneu (mampu thrust bila perlu dokter untuk menggunakan bronkodi
 Bradipnea mengeluarkan sputum, 2) Posisikan pasien
6) Untuk mempertahankan sirkulasi
 Penurunan tekanan mampu bernafas dengan untuk
ekspirasi mudah, tidak ada pursed memaksimalkan
 Penurunan tekanan lips) ventilasi 7) Agar cairan didalm tubuh tetap seimb
inspirasi  Menunjukkan jalan nafas3) Lakukan memperlancar pengeluaran secret
yang paten (klien tidak fisioterapi dada Health Education
 Penurunan ventilasi
merasa tercekik, irama jika perlu 1) Relaksasi/nafas dalam dapat memper
semenit
nafas, frekuensi pernafasan4) Keluarkan sekret tidak efektif
 Penurunan kapasitas
dalam rentang normal, tidak dengan batuk atau
vital
ada suara nafas abnormal) suction
 Dispnea  Tanda Tanda vital dalam5) Berikan
 Peningkatan diameter rentang normal (tekanan bronkodilator bila 2) Tidak memakan atau mengonsumsi y
anterior posterior darah, nadi, pernafasan) perlu menimbulkan alergi dengan meminum
 Pernapasan cuping
hidung 6) Berikan pelembab Kolaborasi
 Ortopnea udara Kassa basah 1) Untuk mengurangi rasa nyeri pada ar
 Fase ekspirasi NaCl Lembab
memanjang 7) Atur intake untuk
 Pernapasan bibir cairan 2) Melakukan teknik relaksasi
 Takipnea mengoptimalkan berkurang/hilang
keseimbangan.
Health Education
 Penggunaan otot 1) Menginformasikan Terapi Oksigen
aksesoius untuk kepada pasien dan Observasi
bernapas keluarga tentang 1) Mengidentifikasi normal tidaknya ali
teknik relaksasi
2) Tindakan pencegahan sebelum terjad
Faktor yang untuk 3) Menganjurkan agar pasien tidak perl
Berhubungan : memperbaiki pola
 Ansietas pernapasan Mandiri
 Posisi tubuh 2) Mendiskusikan 1) Membersihkan sisa-sisa secret pada a
 Deformitas tulang cara menghindari 2) Agar klien tidak merasa sesak nafas
 Deformitas dinding alergi
dada 3) Jika klien diindikasi untuk memberik
 Keletihan 4) Sesuai dengan kenyamanan pasien
Kolaborasi
 Hiperventilasi
1) Mengelola nyeri Health Education
 Sindrom hipoventilasi
pasca bedah awal 1) Untuk mempermudah pengeluaran se
 Gangguan dengan pemberian 2) Asap rokok dapat menimbulkan sesak
musculoskeletal obat yang orang-orang disekitar
 Kerusakan neorologis terjadwal
 Imaturitas neurologis 2) Menggunakan Kolaborasi
 Disfungsi tindakan 1) Untuk mencari solusi tindakan yang m
neuromuscular pengendalian nyeri keberhasilan dalam mempertahankan
 Obesitas sebelum nyeri Vital sign Monitoring
 Nyeri menjadi lebih berat1) Mengetahui jika ada TTV yang tidak
 Keletihan otot  Terapi Oksigen 2) Melihat perbedaan VS saat pasien be
pernapasan Observasi
 Cedera modula 1) Monitor aliran 3) Membangdingkan perbedaan TD pad
spinalis oksigen
4) Melihat jika TD, Nadi, dan RR ber
2) Observasi adanya dan setelah beraktivitas
tanda tanda
5) Untuk mengetahui klien bernapas de
hipoventilasi 6) Jika terdapat bunyi tambahan
3) Monitor adanya 7) Jika terdapat pernapasan yang abnor
kecemasan pasien teknik relaksasi
terhadap 8) Jika terdapat sianosis pada perifer
oksigenasi
Mandiri 9) Untuk melakukan tindakan pengobat
1) Bersihkan mulut,
hidung dan secret
trakea
2) Pertahankan jalan
nafas yang paten
3) Atur peralatan
oksigenasi
4) Pertahankan posisi
pasien
Health Education
1) Mengajarkan
teknik batuk efektif
2) Menginformasikan
kepada pasien dan
keluarga tidak
boleh merokok
dalam ruangan
Kolaborasi
1) Melaporkan
kepada dokter jika
tindakan tidak
berhasil
 Vital sign
Monitoring
1) Monitor TD, nadi,
suhu, dan RR
2) Monitor VS saat
pasien berbaring,
duduk, atau berdiri
3) Auskultasi TD
pada kedua lengan
dan bandingkan
4) Monitor TD, nadi,
RR, sebelum,
selama, dan setelah
aktivitas
5) Monitor frekuensi
dan irama
pernapasan
6) Monitor suara
paru
7) Monitor pola
pernapasan
abnormal

8) Monitor sianosis
perifer
9) Identifikasi
penyebab dari
perubahan vital
sign

(Domain NOC: NIC:


 Tissue Integrity : Skin and Pressure
11 Keamanan/perlin Pressure Management
Mucous Management Observasi:
dungan Kelas 2 Membranes Observasi: 1) Adanya kulit kemerahan bisa memb
Cedera fisik) (00047) 1) Monitor kulit akan apa klien tsb berpotensi mengalami ga
Risiko Kerusakan Tujuan: adanya kemerahan kulit
Integritas Kulit Setelah dilakukan tindakan
asuhan keperawatan selama Mandiri:
Definisi : Beresiko … X 24 jam 1) Kerutan pada tempat tidur bisa mem
mengalami perubahan diharapkan resiko Mandiri: pada kulit
kulit yang buruk kerusakan intergritas kulit1) Hindari kerutan2) Menjaga kebersihan sangat penting u
dapat teratasi dengan padaa tempat tidur adanya potensi iritasi atau mikroo
Batasan menyerang kulit
karakteristik : Kriteria Hasil : 2) Jaga kebersihan 3) Mengubah posisi pasien akan
Eksternal  Integritas kulit yang baik kulit agar tetap dekubitus
 Zat kimia bisa bersih dan kering
 Ekskresi dipertahankan
 Usia yang ekstrem  Melaporkan adanya3) Mobilisasi pasien4) Daerah yang tertekan akan me
 Hipertermia gangguan (ubah posisi kemerahan yang akan membuat fakto
 Hipotermia sensasi atau nyeri pada pasien) setiap dua5) Selain untuk kebersihan, air ha
 Humiditas daerah kulit jam kelembapan kulit
Sekali
 Faktor mekanik (mis. yang mengalami gangguan
Gaya gunting, tekanan,  Menunjukkan pemahaman 4) Oleskan lotion Health Education:
dalam atau minyak/baby 1) Pakaian yang ketat akan memin
pengekangan)
proses perbaikan kulit dan oil pada derah yang kemerahan pada kulit
 Lembab
mencegah tertekan
 Imobilitas fisik 5) Memandikan Kolaborasi:
terjadinya sedera
 Radiasi pasien dengan
berulangsss
 Sekresi
 Mampumelindungi kulit sabun dan air
Internal hangat
dan
- Perubahan pigmentasi Health
mempertahankan
- Perubahan turgor kulit Education:
kelembaban kulit
- Faktor perkembangan 1) Anjurkan pasien
dan perawatan alami
- Kondisi untuk
ketidakseimbangan menggunakan
nutrisi (obesitas, pakaian yang
emasiasi/kurus longgar
kerempeng)
- Gangguan sirkulasi Kolaborasi:
- Gangguan kondisi
metabolic
- Gangguan sensasi
- Faktor imunologi
- Medikasi
- Faktor psikogenetik
- Tonjolan tulang
BAB III
PENGKAJIAN KASUS
3.1 Kasus
Tn. S datang ke rumah sakit 1 bulan yang lalu, dengan keluhan kelemahan pada satu sisi (tangan
kanan), mulut mencong, kaki kesemutan, serta nyeri tangan seperti ditusuk-tusuk. Klien
mengatakan sebelumnya belum pernah merasakan hal ini. TD : 130/90 mmHg, S : 36,5oC, N :
62x/menit
3.2 Etiologi
Pada saat dilakukan pengkajian keluarga klien mengatakan penyebab pertama yang dialami
hanyalah hasil gula darah yang tinggi, setelah itu disertai dengan hilangnya daya sensori pada
bagian ekstermitas dan kelemahan. Pasien juga mengatakan memiliki riwayat penyakit diabetes
mellitus (DM).
3.3 Manifestasi Klinis
Pada saat dilakukan pengkajian, klien mengatakan gejala-gejala yang dialami adalah:
Klien mengeluh lemah pada satu sisi (tangan kanan), mulut tampak mencong, kaki terasa
kesemutan, disertai nyeri pada tangan, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk, dan hilangnya daya
sensori pada bagian ekstermitas bawah.
3.4 Penatalaksanaan
Pada saat dilakukan pengkajian, keluarga klien mengatakan pernah melakukan pengobatan yang
meliputi:
Terapi sinar-X
Mengkonsumsi obat herbal
3.5 Hasil Pengkajian
a) Identitas
 Identitas Pasien
Nama : Tn. S
Umur : 52 tahun
Agama : Islam
Jenis kelamin : Laki-laki
Status : Menikah
Pendidikan :-
Pekerjaan : Wiraswasta
Suku bangsa : Jawa
Alamat : Dembe
Tanggal pengkajian : 15-April-2015
Diagnosa medis : Stroke Non Hemoragic

b) Status Kesehatan
 Status Kesehatan Saat Ini
 Keluhan utama
Klien mengeluh nyeri tangan disertai kesemutan pada kaki kanan.
 Alasan masuk rumah sakit dan perjalanan penyakit saat ini
Klien mengeluh nyeri yg dirasakan sejak 1 bulan yang lalu disertai kesemutan pada kaki kanan.
Nyeri dirasakan semakin hebat jika disentuh oleh orang lain.
 Upaya yang dilakukan untuk mengatasinya
Sudah pernah dirawat di rumah sakit dan melakukan terapi sinar-X.
 Status Kesehatan Massa Lalu
 Penyakit yang pernah dialami
Tidak pernah menderita penyakit apapun.
 Pernah dirawat
 Tidak Alergi
 Kebiasaan (merokok, kopi, alkohol, narkoba dll)
Tidak memiliki kebiasaan yang membahayakan kesehatan.
 Riwayat Penyakit Keluarga
Kakak dari si klien mengalami penyakit Diabetes Melitus.
 Diagnosa Medis dan Therapy

System Neurobehaviour:
a) Saraf olfaktori: Normal
b) Saraf optic: Normal/ lapang pandang: 6/6
c) Saraf okulomotorius: Normal
d) Saraf troklearis: Normal
e) Saraf abdusen: Normal
f) Saraf trigeminus: Normal
g) Saraf fasialis: Normal
h) Saraf vestibulokoklearis: berjalan tampak kesulitan, posisi miring, tidak bisa beridiri lama
i) Saraf glosofaringeus: Normal
j) Saraf vagus: Normal
k) Saraf asesorius: Hanyat tangan sebelah kiri yang berfungsi dengan baik, tangan kanan tampak
seperti lumpuh
l) Saraf hipoglosus: Normal
Pengkajian Khusus
1) Aktivitas/istirahat :
Pada saat dikaji, klien akan mengalami kesulitan aktivitas akibat kelemahan, dan mudah lelah.
2) Sirkulasi
Sirkulasi tampak normal, tidak ada adanya riwayat penyakit jantung, ataupun hipertensi.
3) Integritas Ego.
Emosi labil, respon yang tak tepat, mudah marah, kesulitan untuk mengekspresikan diri.
4) Eliminasi
TIDAK DIKAJI.
5) Makanan/cairan
Masih ada kemampuan untuk makan dan minum, tetapi masih dibantu oleh keluarga.
6) Neuro Sensori
Kelemahan dengan berbagai tingkatan. Hilangnya daya sensori pada bagian yang berlawanan
dibagian ekstremitas atas dan bawah. Genggama tangan tidak seimbang, kesemutan.
7) Nyaman/nyeri
Nyeri tangan, nyeri dirasakan pada saat ditekan dan dirasakan seperti ditusuk-tusuk.
8) Respirasi
Pada saat dikaji, respirasi 18x/menit.
9) Keamanan
Perubahan persepsi terhadap tubuh hilang kewaspadaan terhadap bagian tubuh yang sakit.
10) Interaksi social
Gangguan dalam bicara, ketidakmampuan berkomunikasi.

BAB IV
KESENJANGAN TEORI DAN KASUS
4.1 Kesenjangan pada manifestasi klinis teori dan kasus
Manifestasi klinis teori secara umum baik stroke hemoragik maupun non hemoragik yaitu :
Kelamahan atau kelumpuhan lengan, tungkai atau salah satu sisi tubuh
Melemahnya otot (hemiplegia) kaku, dan menurunnya fungsi sensorik
Mati rasa sebelah badan, terasa kesemutan, perih bahkan seperti rasa terbakar dibagian bawah
kulit
Gangguan penglihatan, seperti hanya dapat melihat secara parsial ataupun tidak dapat melihat
keseluruhan karena penglihatan gelap dan pandangan ganda sesaat
Menurunnya kemampuan mencium bau dan mengecap
Berjalan menjadi sulit dan langkahnya tertatih-tatih bahkan terkadang mengalami kelumpuhan
total
Kehilangan keseimbangan, gerakkan tubuh tidak terkoordinasi dengan baik
Tidak memahami pembicaraan orang lain
Tidak mampu membaca, menulis dan menghitung dengan baik
Adanya gangguan bicara dan sulit berbahasa
Menjadi pelupa atau dimensia dan tidak mampu mengenali bagian tubuh
Banyak tidur dan selalu ingin tidur
Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak tersadarkan diri
Adapun pada kasus, manifestasi klinis yang dikaji pada pasien yaitu :
Pada saat dikaji, Klien mengeluh lemah pada satu sisi (tangan kanan), Mulutnya mencong,
Kaki terasa kesemutan, disertai nyeri tangan, nyeri dirasakan seperti ditusuk-tusuk dan hilangnya
daya sensori pada bagian ekstermitas bawah.
Jadi, ada beberapa manifestasi klinis yang sama tetapi ada beberapa manifestasi yang tidak
di temukan pada pasien. Yaitu :
Gangguan penglihatan
Pada saat pasien dikaji khususnya bagian saraf optic (II) , tampak bahwa saraf tersebut dalam
keadaan normal. Sehingga pasien tidak mengalami gangguan pada mata, karena saraf optik masih
dapat menerima, mengolah dan mengirim informasi dari retina mata. (alodokter, 2011)
Menurunnya kemampuan mencium bau dan mengecap dan mengunyah
Pada saat pasien dikaji khususnya bagian saraf olfaktorius (I), saraf glosofaringeus (VIII), dan
saraf trigeminus (V), tampak bahwa saraf tersebut dalam keadaan normal. Sehingga pasien tidak
mengalami gangguan pada penciuman dan pengecapan. (alodokter, 2011)
Tidak memahami pembicaraan orang lain dan tidak mampu membaca, menulis dan menghitung
dengan baik.
Masalah dalam berbicara, memahami, membaca, dan menulis banyak dialami orang-orang
setelah stroke. Hal itu disebut sebagai afasia atau disfasia. Afasia terjadi akibat rusaknya bagian
otak yang mengatur kemampuan bicara atau rusaknya otot-otot yang mendukung kemampuan
tersebut. Namun pada saat pasien dikaji, tidak mengalami hal tersebut, karena bagian otak yang
mengatur kemampuan tersebut masih dalam keadaan normal. (alodokter, 2011)
Gangguan kesadaran, pingsan sampai tak tersadarkan diri
Tidak terjadi pada klien karena klien hanya mengalami stroke non hemoragik, dan stroke non
hemoragik tidak berhubungan dengan penurunan kesadaran. Karena strok non hemoragik
bergantung pada berat atau ringannya gannguan pembuluh darah dan lokasi tempat gangguan
perdarahan darah terjadi .(menurut Rusdi Lamsudi, 2012)
Menjadi pelupa atau dimensia dan tidak mampu mengenali bagian tubuh
Pada pasien tidak terjadi karena pasien baru mengalami strok selama 1 bulan dan gejala ini
dapat terjadi jika terdapat kerusakan otak dalam jangka panjang yang memicu kehilangan memori
dan pada setiap orang berbeda-beda tergantung dari masing-masing orang (menurut dr. Rusdi
Lamasudi, 2012)
4.2 Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan berdasarkan teori:
1) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral ((Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 4 Respons
Kardiovaskuler/Pulmonal)) (00007)
2) Hambatan Mobilitas Fisik (Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 2 Aktivitas/Latihan) (00085)
3) Hambatan Komunikasi Verbal (Domain 5 Persepsi/kognisi Kelas 5 Komunikasi) (00051)
4) Defisit Perawatan Diri (Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 5 Perawatan Diri) (00108)
5) Risiko Jatuh (Domain 11 Keamanan/perlindungan Kelas 2 Cedera fisik) (00155)
6) Ketidakefektifan Pola Napas (Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 4 Respons
Kardiovaskuler/Pulmonal) (00032)
7) Risiko Kerusakan Integritas Kulit (Domain 11 Keamanan/perlindungan Kelas 2 Cedera fisik)
(00047)

Berdasarkan kasus diatas, kami mengangkat beberapa diagnosa keperawatan sesuai dengan
manifestasi klinis yang terjadi pada pasien yaitu :
a) Ketidakefektifan Perfusi Jaringan Serebral (00007), ((Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 4
Respons Kardiovaskuler/Pulmonal))
b) Nyeri Akut (00132), (Domain 12 Kenyamanan Kelas 1 Kenyamanan Fisik)
c) Hambatan Mobilitas Fisik (00085), (Domain 4 Aktivitas/Istirahat Kelas 2 Aktivitas/Latihan)
BAB V
PENUTUP

5.1 Kesimpulan
Stroke adalah serangan otak yang timbulnya mendadak akibat tersumbat atau pecahnya
pembuluh darah otak. Stroke merupakan satu masalah kesehatan paling serius dalam kehidupan
modern saat ini. Jumlah penderita stroke terus meningkat setiap tahunnya, bukan hanya menyerang
mereka yang berusia tua, tetapi juga orang-orang muda pada usia produktif.
Data penelitian mengenai pengobatan stroke hingga kini masih belum memuaskan walaupun telah
banyak yang dicapai, hasil akhir pengobatan kalau tidak meninggal hampir selalu meninggalkan
kecacatan. Agaknya pengobatan awal/dini seperti pencegahan sangat bermanfaat, akan tetapi harus
disertai dengan pengenalan dan pemahaman stroke pada semua lapisan dan komunitas dalam
masyarakat.
5.2 Saran
Mencegah lebih baik dari pada mengobati. Istilah ini sudah sangat lumrah di kalangan kita.
Oleh karena itu, untuk mencegah terjadinya stroke, maka yang harus kita ubah mulai sekarang
adalah pola hidup dan pola makan yang sehat dan teratur. Jika kita membiasakan hidup sehat,
maka kita tidak akan mudah terserang penyakit.

Wednesday, 18 September 2013


MAKALAH ASUHAN KEPERAWATAN STROKE

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Stroke merupakan penyakit yang sering dijumpai di bidang Ilmu Penyakit Syaraf, selain
merupakan penyakit serius dan meninggalkan cacat jasmani, juga meninggalkan cacat rohani yang
cukup berat. Keluarga para pasien stroke tidak mampu sepenuhnya mencurahkan tenaga dan
perhatiannya untuk menjadi insan pembangun karena harus menyisihkan sebagian tenaga dan
waktunya untuk perawatan serta pengobatan bagi si penderita. Sedangkan penderita stroke
memerlukan banyak dukungan untuk mempercepat kesembuhannya. Selain pengawasan intensif
dari tim dokter yang merawat, perhatian keluarga juga sangat menentukan.
Stroke merupakan salah satu penyebab
kematian dan kecacatan neurologis yang utama di Indonesia. Sebagian besar kejadian stroke
tersebut adalah stroke non hemoragik. Stroke non hemoragik mempunyai banyak faktor resiko.
Salah satunya adalah dislipidemia, yaitu peningkatan kadar kolesterol dan trigliserida serta
penurunan HDL kolesterol. Stroke lebih sering menyebabkan kelumpuhan / kecacatan daripada
kematian. Pencegahan adalah strategi yang efektif untuk mengurangi kerusakan yang terjadi pada
penyakit stroke. Hipertensi adalah faktor resiko yang paling penting untuk stroke, terutama Stroke
sumbatan. Tidak ada bukti bahwa wanita lebih tahan terhadap hipertensi daripada laki-laki. Insiden
stroke sebagian besar diakibatkan oleh hipertensi, sehingga kejadian stroke dalam populasi dapat
dihilangkan jika hipertensi diterapi secara efektif. Peningkatan tekanan darah yang ringan atau
sedang (borderline) sering dikaitkan dengan kelainan kardiovaskuler, sedangkan pada peningkatan
tekanan darah yang tinggi, stroke lebih sering terjadi.
Kelainan jantung merupakan kelainan atau disfungsi organ yang mempredisposisikan
timbulnya stroke. Meskipun hipertensi merupakan faktor resiko untuk semua jenis stroke, namun
pada tekanan darah berapapun, gangguan fungsi jantung akan meningkatkan resiko stroke secara
signifikan. Peranan gangguan jantung terhadap kejadian stroke meningkat seiring pertambahan
usia .
Selain itu, total serum kolesterol, LDL maupun trigliserida yang tinggi akan meningkatkan
resiko stroke iskemik ( terutama bila disertai dengan hipertensi ), karena terjadinya aterosklerosis
pada arteri karotis. Diabetes meningkatkan kemungkinan aterosklerosis pada arteri koronaria,
femoralis dan serebral, sehingga meningkatkan pula kemungkinan stroke sampai dua kali lipat bila
dibandingkan dengan pasien tanpa diabetes.
Pasien obesitas/ kegemukan memiliki tekanan darah, kadar glukosa darah dan serum lipid
yang lebih tinggi, bila dibandingkan dengan pasien tidak gemuk. Hal ini meningkatkan resiko
terjadinya stroke, terutama pada kelompok usia 35-64 tahun pada pria dan usia 65-94 tahun pada
wanita. Namun, pada kelompok yang lain pun, obesitas mempengaruhi keadaan kesehatan,
melalui peningkatan tekanan darah, gangguan toleransi glukosa dan lain-lain. Pola obesitas juga
memegang peranan penting, dimana obesitas sentral dan penimbunan lemak pada daerah
abdominal, sangat berkaitan dengan kelainan aterosklerosis. Meskipun riwayat stroke dalam
keluarga penting pada peningkatan resiko stroke, namun pembuktian dengan studi epidemiologi
masih kurang.
Merokok merupakan faktor resiko tinggi terjadinya serangan jantung dan kematian
mendadak, baik akibat stroke sumbatan maupun perdarahan.
Pada meta analisis dari 32 studi terpisah, termasuk studi-studi di atas, perokok memegang
peranan terjadi insiden stroke, untuk kedua jenis kelamin dan semua golongan usia dan
berhubungan dengan peningkatan resiko 50% secara keseluruhan, bila dibandingkan dengan
bukan perokok. Resiko terjadinya stroke, dan infark otak pada khususnya, meningkat seiring dengan
peningkatan jumlah rokok yang dikonsumsi, baik pada laki-laki ataupun wanita.

BAB II
PEMBAHASAN
A. Definisi Stroke
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi
serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu
proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding
pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan
kelainan perkembangan.
Stroke dapat juga diartikan sebagai gangguan fungsional otak yang bersifat:
 fokal dan atau global
 akut
 berlangsung antara 24 jam atau lebih
 disebabkan gangguan aliran darah otak
 tidak disebabkan karena tumor/infeksi
Stroke dapat digolongkan sesuai dengan etiologi atau dasar perjalanan penyakit. Sesuai
dengan perjalanan penyakit, stroke dapat dibagi menjadi tiga jenis, yaitu :
1. Serangan iskemik sepintas (TIA) : merupakan gangguan neurologis fokal yang timbul mendadak
dan menghilang dalam beberapa menit sampai beberapa jam.
2. Progresif/inevolution (stroke yang sedang berkembang) : perjalanan stroke berlangsung perlahan
meskipun akut. Stoke dimana deficit neurologisnya terus bertambah berat.
3. Stroke lengkap/completed : gangguan neurologis maksimal sejak awal serangan dengan sedikit
perbaikan. Stroke dimana deficit neurologisnya pada saat onset lebih berat, bisa kemudian
membaik/menetap
Klasifikasi berdasarkan patologi:
1. Stroke hemoragi: stroke yang terjadi karena pembuluh darah di otak pecah sehingga timbul
iskhemik dan hipoksia di hilir. Penyebab stroke hemoragi antara lain: hipertensi, pecahnya
aneurisma, malformasi arteri venosa,
2. stroke non hemoragi: stroke yang disebabkan embolus dan thrombus.

B. Insidensi Stroke
Di Indonesia masih belum terdapat epidemiologi tentang insidensi dan prevalensi
penderita stroke secara nasional. Dari beberapa data penelitian yang minim pada populasi
masyarakat didapatkan angka prevalensi penyakit stroke pada daerah urban sekitar 0,5% (Darmojo
, 1990) dan angka insidensi penyakit stroke pada darah rural sekitar 50/100.000 penduduk
(Suhana, 1994). Sedangkan dari data survey Kesehatan Rumah Tangga (1995) DepKes RI,
menunjukkan bahwa penyakit vaskuler merupakan penyebab kematian pertama di Indonesia. Dari
data diatas, dapat disimpulkan bahwa pencegahan dan pengobatan yang tepat pada penderita
stroke merupakan hal yang sangat penting, dan pengetahuan tentang patofisiologi stroke sangat
berguna untuk menentukan pencegahan dan pengobatan tersebut, agar dapat menurunkan angka
kematian dan kecacatan. (Japardi, Iskandar)
C. Etiologi
Penyebab utama dari stroke diurutkan dari yang paling penting adalah aterosklerosis
(trombosis), embolisme, hipertensi yang menimbulkan perdarahan intraserebral dan ruptur
aneurisme sakular. Stroke biasanya disertai satu atau beberapa penyakit lain seperti hipertensi,
penyakit jantung, peningkatan lemak dalam darah, diabetes mellitus atau penyakit vascular
perifer.

D. Tanda dan Gejala


Stoke menyebabkan defisit neurologik, bergantung pada lokasi lesi (pembuluh darah
mana yang tersumbat), ukuran area yang perfusinya tidak adequat dan jumlah aliran darah
kolateral. Stroke akan meninggalkan gejala sisa karena fungsi otak tidak akan membaik
sepenuhnya.
a. Kelumpuhan pada salah satu sisi tubuh (hemiparese atau hemiplegia)
b. Lumpuh pada salah satu sisi wajah “Bell’s Palsy”
c. Tonus otot lemah atau kaku
d. Menurun atau hilangnya rasa
e. Gangguan lapang pandang “Homonimus Hemianopsia”
f. Gangguan bahasa (Disatria: kesulitan dalam membentuk kata; afhasia atau disfasia: bicara
defeksif/kehilangan bicara)
g. Gangguan persepsi
h. Gangguan status mental

E. Faktor resiko
Yang tidak dapat dikendalikan: Umur, factor familial dan ras.
Yang dapat dikendalikan: hipertensi, penyakit kardiovaskuler (penyakit arteri koronaria, gagal
jantung kongestif, hipertrofi ventrikel kiri, fibrilasi atrium, penyakit jantung kongestif), kolesterol
tinggi, obesitas, kadar hematokrit tinggi, diabetes, kontrasepsi oral, merokok, penyalahgunaan
obat, konsumsi alcohol.
Keterangan:
 Cardiovaskuler disease.
Adanya emboli dan thrombus pada otak dapat disebabkan oleh penyakit cardiovaskuler, mis :
arterosklerosis
 Kadar hematokrit tinggi
Darahnya cepat mengental menyebabkan aliran darah itu lambat sehingga sel darah muda pecah
dan mengendap menimbulkan trombus→stroke
 Diabetes
Hipergligekemia, darahnya kental sehingga beresiko membentuk endapan pada pembuluh darah
( thrombus ) → stroke
 Kontrasepsi oral + hipertensi, usia > 35 tahun, merokok, kadar esterogen tinggi
 Penurunan tekanan darah terlalu lama aliran darah ke otak berkurang sehingga ferfusi 02 ke otak

berkurang →stroke
F. Patofisiologi
1. Trombosis (penyakit trombo – oklusif) merupakan penyebab stroke yang paling sering.
Arteriosclerosis selebral dan perlambatan sirkulasi selebral adalah penyebab utama
trombosis selebral, yang adalah penyebab umum dari stroke. Tanda-tanda trombosis selebral
bervariasi. Sakit kepala adalah awitan yang tidak umum. Beberapa pasien mengalami pusing,
perubahan kognitif atau kejang dan beberapa awitan umum lainnya. Secara umum trombosis
selebral tidak terjadi secara tiba-tiba, dan kehilangan bicara sementara, hemiplegia atau
parestesia pada setengah tubuh dapat mendahului awitan paralysis berat pada beberapa jam atau
hari.
Trombosis terjadi biasanya ada kaitannya dengan kerusakan local dinding pembuluh
darah akibat atrosklerosis. Proses aterosklerosis ditandai oleh plak berlemak pada pada lapisan
intima arteria besar. Bagian intima arteria sereberi menjadi tipis dan berserabut , sedangkan sel –
sel ototnya menghilang. Lamina elastika interna robek dan berjumbai, sehingga lumen pembuluh
sebagian terisi oleh materi sklerotik tersebut. Plak cenderung terbentuk pada percabangan atau
tempat – tempat yang melengkung. Trombi juga dikaitkan dengan tempat – tempat khusus
tersebut. Pembuluh – pembuluh darah yang mempunyai resiko dalam urutan yang makin jarang
adalah sebagai berikut : arteria karotis interna, vertebralis bagian atas dan basilaris bawah.
Hilangnya intima akan membuat jaringan ikat terpapar. Trombosit menempel pada permukaan
yang terbuka sehingga permukaan dinding pembuluh darah menjadi kasar. Trombosit akan
melepasakan enzim, adenosin difosfat yang mengawali mekanisme koagulasi. Sumbat
fibrinotrombosit dapat terlepas dan membentuk emboli, atau dapat tetap tinggal di tempat dan
akhirnya seluruh arteria itu akan tersumbat dengan sempurna.
2. Embolisme : embolisme sereberi termasuk urutan kedua dari berbagai penyebab utama stroke.
Penderita embolisme biasanya lebih muda dibanding dengan penderita trombosis. Kebanyakan
emboli sereberi berasal dari suatu trombus dalam jantung, sehingga masalah yang dihadapi
sebenarnya adalah perwujudan dari penyakit jantung. Meskipun lebih jarang terjadi, embolus juga
mungkin berasal dari plak ateromatosa sinus karotikus atau arteria karotis interna. Setiap bagian
otak dapat mengalami embolisme, tetapi embolus biasanya embolus akan menyumbat bagian –
bagian yang sempit.. tempat yang paling sering terserang embolus sereberi adalah arteria sereberi
media, terutama bagian atas.
3. Perdarahan serebri : perdarahan serebri termasuk urutan ketiga dari semua penyebab utama kasus
GPDO (Gangguan Pembuluh Darah Otak) dan merupakan sepersepuluh dari semua kasus penyakit
ini. Perdarahan intrakranial biasanya disebabkan oleh ruptura arteri serebri. Ekstravasasi darah
terjadi di daerah otak dan /atau subaraknoid, sehingga jaringan yang terletakdi dekatnya akan
tergeser dan tertekan. Darah ini sangat mengiritasi jaringan otak, sehingga mengakibatkan
vasospasme pada arteria di sekitar perdarahan. Spasme ini dapat menyebar ke seluruh hemisper
otak dan sirkulus wilisi. Bekuan darah yang semula lunak menyerupai selai merah akhirnya akan
larut dan mengecil. Dipandang dari sudut histologis otak yang terletak di sekitar tempat bekuan
dapat membengkak dan mengalami nekrosis. Karena kerja enzim – enzim akan terjadi proses
pencairan, sehingga terbentuk suatu rongga. Sesudah beberapa bulan semua jaringan nekrotik
akan terganti oleh astrosit dan kapiler – kapiler baru sehingga terbentuk jalinan di sekitar rongga
tadi. Akhirnya rongga terisi oleh serabut – serabut astroglia yang mengalami proliferasi.
Perdarahan subaraknoid sering dikaitkan dengan pecahnya suatu aneurisme. Kebanyakan
aneurisme mengenai sirkulus wilisi. Hipertensi atau gangguan perdarahan mempermudah
kemungkinan ruptur. Sering terdapat lebih dari satu aneurisme.

G. Diagnosis
Pada diagnosis penyakit serebrovaskular, maka tindakan arteriografi adalah esensial
untuk memperlihatkan penyebab dan letak gangguan. CT Scan dan MRI merupakan sarana
diagnostik yang berharga untuk menunjukan adanya hematoma, infark atau perdarahan. EEG
dapat membantu dalam menentukan lokasi.

H. Penatalaksanaan
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan
pengobatan maksimal).
Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1. Konsensus Amerika : 6 jam
2. Konsensus Eropa: 1,5 jam
3. Konsensus Asia: 12 jam
Prinsip pengobatan pada therapeutic window:
1. Jaringan penubra ada aliran lagi sehingga jaringan penubra tidak menjadi iskhemik.
2. Meminimalisir jaringan iskhemik yang terjadi.
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda – tanda vital
a. mempertahankan saluran nafas (sering melakukan penghisapan yang dalam , O2, trakeotomi,

pasang alat bantu pernafasan bila batang otak terkena)


b. kendalikan tekanan darah sesuai dengan keadaan masing – masing individu ; termasuk usaha untuk
memperbaiki hipotensi maupun hipertensi.
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti
dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam
4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
a. penderita harus dibalik setiap jam dan latihangerakan pasif setiap 2 jam
b. dalam beberapa hari dianjurkan untuk dilakukan gerakan pasif penuh sebanyak 50 kali per hari;
tindakan ini perlu untuk mencegah tekanan pada daerah tertentu dan untuk mencegah kontraktur
(terutama pada bahu, siku dan mata kaki
Terapi khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan.
Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.
1. Pentoxifilin:
Mempunyai 3 cara kerja:
 Sebagai anti agregasi → menghancurkan thrombus
 Meningkatkan deformalitas eritrosit
 Memperbaiki sirkulasi intraselebral
2. Neuroprotektan:
- Piracetam: menstabilkan membrane sel neuron, ex: neotropil
Cara kerja dengan menaikkan cAMP ATP dan meningkatkan sintesis glikogen
- Nimodipin: gol. Ca blocker yang merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel, ex.nimotup
Cara kerja dengan merintangi masuknya Ca2+ ke dalam sel dan memperbaiki perfusi jaringan otak
- Citicholin: mencegah kerusakan sel otak, ex. Nicholin
Cara kerja dengan menurunkan free faty acid, menurunkan generasi radikal bebas dan biosintesa
lesitin
- Ekstrax gingkobiloba, ex ginkan
Pengobatan konservatif:
Pada percobaan vasodilator mampu meningkatkan aliran darah otak (ADO), tetapi belum terbukti
demikian pada tubuh manusia. Dilator yang efektif untuk pembuluh di tempat lain ternyata sedikit
sekali efeknya bahkan tidak ada efek sama sekali pada pembuluh darah serebral, terutama bila
diberikan secara oral (asam nikotinat, tolazolin, papaverin dan sebagainya), berdasarkan uji klinis
ternyata pengobatan berikut ini masih berguna : histamin, aminofilin, asetazolamid, papaverin
intraarteri.

I. Pembedahan
Endarterektomi karotis dilakukan untuk memeperbaiki peredaran darah otak. Penderita
yang menjalani tindakan ini seringkali juga menderita beberapa penyulit seperti hipertensi,
diabetes dan penyakit kardiovaskular yang luas. Tindakan ini dilakukan dengan anestesi umum
sehingga saluran pernafasan dan kontrol ventilasi yang baik dapat dipertahankan.
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Secara umum gangguan pembuluh darah otak atau stroke merupakan gangguan sirkulasi
serebral. Merupakan suatu gangguan neurologik fokal yang dapat timbul sekunder dari suatu
proses patologis pada pembuluh darah serebral, misalnya trombosis, embolus, ruptura dinding
pembuluh atau penyakit vascular dasar, misalnya aterosklerosis, arteritis, trauma, aneurisme dan
kelainan perkembangan.
Gejala umum stroke :
1. Baal atau lemas mendadak di wajah, lengan atau tungkai, terutama di salah satu sisi tubuh.
2. Gangguan penglihatan seperti penglihatan ganda, atau kesulitan melihat pada satu atau kedua
mata.
3. Bingung mendadak.
4. Pusing bergoyang, hilangnya keseimbangan atau koordinasi.
5. Nyeri kepala mendadak tanpa sebab yang jelas.
6. Bicara tidak jelas (pelo)
Secepatnya pada terapeutik window (waktu dari serangan hingga mendapatkan pengobatan
maksimal).
Therapeutik window ini ada 3 konsensus:
1. Konsensus Amerika : 6 jam
2. Konsensus Eropa: 1,5 jam
3. Konsensus Asia: 12 jam
Terapi umum:
Untuk merawat keadaan akut perlu diperhatikan faktor – faktor kritis sebagai berikut :
1. Menstabilkan tanda – tanda vital
2. Deteksi dan memperbaiki aritmia jantung
3. Merawat kandung kemih. Sedapat mungkin jangan memasang kateter tinggal; cara ini telah diganti
dengan kateterisasi “keluar – masuk” setiap 4 sampai 6 jam.
4. Menempatkan posisi penderita dengan baik secepat mungkin :
Terapi khusus:
Ditujukan untuk stroke pada therapeutic window dengan obat anti agregasi dan neuroprotektan.
Obat anti agregasi: golongan pentoxifilin, tielopidin, low heparin, tPA.

DAFTAR PUSTAKA

Ali, Wendra, 1999, Petunjuk Praktis Rehabilitasi Penderita Stroke, Bagian Neurologi FKUI /RSCM,UCB
Pharma Indonesia, Jakarta.

Carpenito, Lynda Juall, 2000, Buku Saku Diagnosa Keperawatan, Edisi 8, EGC, Jakarta.

Depkes RI, 1996, Asuhan Keperawatan Pada Klien Dengan Gangguan Sistem Persarafan, Diknakes, Jakarta.

Engram, Barbara, 1998, Rencana Asuhan Keperawatan Medikal Bedah, Volume 3, EGC, Jakarta.

Harsono, 1996, Buku Ajar Neurologi Klinis, Edisi 1, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta

Harsono, 2000, Kapita Selekta Neurologi, Gadjah Mada University Press, Yogyakarta.

Hudak C.M.,Gallo B.M.,1996, Keperawatan Kritis, Pendekatan Holistik, Edisi VI, Volume II, EGC, Jakarta.

Islam, Mohammad Saiful, 1998, Stroke: Diagnosis Dan Penatalaksanaannya, Lab/SMF Ilmu Penyakit Saraf,
FK Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Juwono, T., 1996, Pemeriksaan Klinik Neurologik Dalam Praktek, EGC, Jakarta.

Lismidar, 1990, Proses Keperawatan, Universitas Indonesia, Jakarta.

Satyanegara, 1998, Ilmu Bedah Saraf, Edisi Ketiga, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta

Susilo, Hendro, 2000, Simposium Stroke, Patofisiologi Dan Penanganan Stroke, Suatu Pendekatan Baru
Millenium III, Bangkalan.

Widjaja, Linardi, 1993, Patofisiologi dan Penatalaksanaan Stroke, Lab/UPF Ilmu Penyakit Saraf, FK
Unair/RSUD Dr. Soetomo, Surabaya.

Anda mungkin juga menyukai