Anda di halaman 1dari 3

2.2.

1 Infratruktur Bangunan
Infrastruktur bangunan berfungsi sebagai lingkungan tempat tinggal, perumahan
dilengkapi dengan prasarana dan sarana lingkungan. Bangunan yang berfungsi sebagai tempat
tinggal disebut dengan rumah, sedangkan tempat tinggal yang berupa gedung pencakar
langit yang dibagi menjadi beberapa unit hunian disebut apartemen. Infrastuktur di Kota
Bandung sangat berkembang pesat. Dikarena perkembangan tersebut mengakibatkan terdapat
beberapa urgensi infrastruktur bangunan di Kota Bandung sendiri. Pada pembahasan ini akan
membahas studi kasus tentang tata ruang yang belum sesuai aturan, hilangnya lahan hijau,
permukiman kumuh dan maraknya gedung tinggi di Kota Bandung.
Penaatan ruang kota Bandung memiliki memang cerita panjang yang cukup pelik.
Apalagi soal tata guna lahan perubahan kawasan hijau atau ruang terbuka hijau yang berganti
menjadi kawasan hunian. Bencana yang berkepanjangan salah satunya adalah soal penggunaan
lahan yang tidak lagi memanusiakan alam. Pengamat Tata Kota, Frans Ari Prasetyo memberi
contoh sederhana seperti banjir bandang di Cicaheum. Bencana itu merupakan akibat dari tata
guna lahan yang terus dikeruk untuk pembangunan yang tidak ada habisnya. Salah satu poin
penting rencana tata ruang di wilayah utara terutama di Kawasan Bandung Utara (KBU)
wilayah Jatihandap itu mengalami perubahan cukup drastis dari wilayah hijau menjadi wilayah
hunian. Kemudian terhadap izin pembangunan perumahan baik skala kecil, cluster, dan lain
sebagainya jadi permasalahan. Pada akhir masa pemerintahan Ridwan Kamil, Rencana Detail
Tata Ruang (RDTR) dan Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) tengah dalam proses
perubahan. Alasan RTH bisa menjadi hunian selalu berubah setiap saat bahkan setiap tahun
karena politik. Selain itu, Kawasan kumuh di Kota Bandung saat ini masih cukup banyak.
Berkaca pada data 2015, Dinas Perumahan dan Kawasan Permukiman, Pertanahan dan
Pertamanan Kota Bandung mencatat kelurahan dengan pemukiman kumuh tersebut tersebar di
121 titik kelurahan di “Kota Kembang”. Angka ini diperkirakan meningkap seiring banyaknya
urbanisasi dan peningkatan jumlah penduduk. Sekitar 10 tahun lalu, gedung-gedung tinggi di
Kota Bandung hanya ada di pusat kota, kini hampir di setiap wilayah di Kota Bandung terdapat
gedung-gedung tinggi sebagai contoh yaitu Hotel Ibis Braga (18 lantai) dan Hotel Grand Royal
Panghegar (20 lantai). Hal ini berdampak pada meningkatnya potensi terjadi penurunan muka
tanah seperti Jakarta, walaupun dampaknya tidak sebesar Jakarta. Di Bandung sendiri terjadi
penurunan muka tanah 5-10 cm setiap tahun. Para ahli geologi juga, mengatakan tidak menutup
kemungkinan penurunan muka tanah di Bandung dikarenakan semakin banyaknya gedung-
gedung tinggi yang juga mengeksploitasi air tanah secara berlebihan.
Gambar 2. 1 Permukiman Kumuh di Kelurahan Cijawura

Gambar 2. 2 Permukiman Kumuh di Bantaran Sungai Citarum

Solusi yang ditawarkan dari studi kasus tentang urgensi yang terjadi di Kota Bandung
tersebut adalah penentuan bentuk prioritas dimana tidak semua RTH dijadikan permukiman
atau bangunan infrastruktur lain. Alih fungsi tersebut dapat terjadi karena kelemahan dalam
penerapan RTRW salah satunya terletak pada aspek pengendalia. Sebagai contoh dimana
pembangunan proyek skala besar, banyak aturan yang dilanggar. Seharusnya wilayah itu tidak
diizinkan untuk dibangun tetapi izinnya diterbitkan akibat dari lemahnya pengawasan. Untuk
permukiman kumuh, pemerintah juga telah melakukan tindakan berupa upaya perbaikan
tergambar dalam revitalisasi Rumah Tidak Layak Huni (Rutilahu) 2018. Kepala Bidang
Perumahan Dinas Perumahan, Permitasi, Prasarana, Sarana Utilitas, Pertanahan, dan
Pertamanan (DPKP3) Kota Bandung Nunun Yanuarti menyebutkan Pemkot Bandung
berencana memperbaiki 927 unit rumah tidak layak huni (Rutilahu) pada tahun 2018. Dana
sebesar Rp23,9 miliar pun bakal digelontorkan dari APBD Kota Bandung untuk melancarkan
proses perbaikan rumah warga kurang mampu itu. Jumlah perbaikan unit rutilahu 2018 ini
merupakan salah satu bagian dari total 3.216 renovasi rutilahu di Kota Bandung. Solusi lain
yang ditawarkan adalah dengan penerapan konsep green building ditujukan untuk bangunan-
bangunan di Kota Bandung juga dapat menjadi peran dalam mengatasi urgensi yang terjadi.
Program ini juga selaras dengan agenda Pemerintah Indonesia untuk mengurangi efek gas
rumah kaca hingga 29% pada 2030. Langkah yang diambil oleh Pemerintah Kota Bandung
tidak hanya akan meningkatkan efisiensi energi namun juga membuka peluang bagi sektor
swasta untuk mengembangkan infrastruktur perumahan dan gedung yang ramah lingkungan.

Gambar 2. 3 Rencana Green Building West Java Art and Cultural Centre (WJACC)
DAFTAR PUSTAKA:
Aliya, Angga. 2016. Terapkan Aturan Green Building, Bandung Bisa Hemat Rp 200 Miliar.
Dari https://www.inance.detik.com/berita-ekonomi-bisnis/d-3330652/terapkan-aturan-green-
building-bandung-bisa-hemat-rp-200-miliar Diakses pada 29 September 2019

Reni, Eneng. 2018. 121 Kelurahan di Kota Bandung Masih Berstatus Kumuh. Dari
https://www.ayobandung.com/read/2018/08/10/36567/121-kelurahan-di-kota-bandung-
masih-berstatus-kumuh Di akses pada 29 September 2019

Fauzan, Muhammad. 2018. Maraknya Gendung Tinggi di Kota Bandung, Kebanggaan atau
Ancaman?. Dari http://muhfauzanp.blogspot.com/2018/04/maraknya-gedung-tinggi-di-kota-
bandung.html. Diakses pada 29 September 2019

Ranawati, Khansa. 2018. Laporan Khas: Tata Kota Bandung Semrawut, Sulitkan Penanganan
Bencana. Dari https://www.ayobandung.com/read/2018/10/10/39080/laporan-khas-tata-kota-
bandung-semrawut-sulitkan-penanganan-bencana Diakses pada 29 September 2019

Anda mungkin juga menyukai