Presus CKB
Presus CKB
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Cedera kepala akibat trauma sering kita jumpai di lapangan. Di dunia kejadian cedera
kepala setiap tahunnya diperkirakan mencapai 500.000 kasus dari jumlah di atas 10%
penderita meninggal sebelum tiba di rumah sakit dan lebih dari 100.000 penderita menderita
berbagai tingkat kecacatan akibat cedera kepala tersebut.
Dari seluruh kasus cedera kepala>80%--nya adalah cedera kepala ringan. Porsi yang
lebih sedikit ditempati oleh cedera kepala sedang dan berat. Insiden terbanyak adalah kelompok
usia produktif( terutama usia 15-24 tahun dan usia lanjut (>65 tahun). Cedera kepala lebih
banyak dialami oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Cedera kepala adalah suatu gangguan
traumatik dari fungsi otak yang disertai atau tanpa disertai perdarahan interstitial dalam
substansi otak tanpa diikuti terputusnya kontinuitas otak. Cedar kepala lebih sering dialami
oleh laki-laki dibandingkan perempuan. Pada trauma kepala diklasifikasikan menggunakan
skala koma Glasgow.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi
Cedera kepala atau trauma kapitis adalah trauma mekanik terhadap kepala, baik secara
maupuan ataupun tidak langsung yang menyebabkan gangguan fungsi neurologis(gangguan
fisik, kognitif, fungsi psikososial) baik temporer maupun permanen. Cedera kepala dapat
dibagi menjadi 3 yakni cedera kepala ringan, cedera kepala sedang dan cedera kepala berat.
Adapun penilaian klinis untuk menentukkan klasifikasi klinis dan tingkat kesadaran pada
pasien cedera kepala menggunakan metode skala koma Glasgow(Glasgow Coma Scale).
B. Anatomi
1. Anatomi kulit kepala
Kulit kepala menutupi cranium dan meluas dari linea nuchalis superior pada os occipitale
sampai margo supraorbitalis ossis frontalis. Ke arah lateral kulit kepala meluas lewat fascia
temporalis ke arcus zygomaticus. Kulit kepala terdiri dari lima lapis jaringan yang terdiri atas
skin(kulit), connective tissue (jaringan ikat), aponeurosis epicranialis (galea
aponeurotica),loose connective tissue (jaringan ikat spons)dan pericranium. Lapisan tersebut
biasa disebut dengan scalp.
2. Anatomi Tulang Kepala
Tengkorak membentuk rangka kepala dan muka, termasuk mandibula. Kranium
mempunyai dua bagian besar, yakni kalvaria (atap tengkorak)yang sering disebut
neurokranium dan Viscerocranium (tulang-tulang yang membentuk wajah)
a. Serebrum(Otak Besar)
Serebrum adalah bagian terbesar dari otak yang terdiri dari dua hemisfer.
Hemisfer kanan berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kiri dan hemisfer
kiri berfungsi untuk mengontrol bagian tubuh sebelah kanan. Masing-masing
hemisfer terdiri dari empat lobus.Bagian lobus yang menonjol disebut gyrus dan
bagian lekukan yang menyerupai parit disebut sulkus. Keempat lobus tersebut
masing-masing adalah lobus frontal, lobus parietal, lobus oksipital dan lobus
temporal.
i. Lobus parietal
Merupakan lobus yang berada di bagian tengah serebrum. Lobus parietal
bagian depan dibatasi oleh sulkus sentralis dan bagian belakang oleh garis
yang ditarik dari sulkus parieto-oksipital ke ujung posterior sulkus
lateralis (Sylvian). Daerah ini berfungsi untuk menerima impuls dari
serabut saraf sensorik thalamus yang berkaitan dengan segala bentuk
sensasi dan mengenali segala jenis rangsangan somatic.
ii. Lobus frontal
Merupakan bagian lobus yang ada dibagian paling depan dari serebrum.
Lobus ini mencakup semua korteks anterior sulkus sentral dari Rolando.
Pada daerah ini terdapat area motorik untuk mengontrol gerakan otot-otot,
gerakan bola mata; area broca sebagai pusat bicara;dan area prefrontal
(area asosiasi) yang mengontrol aktivitas intelektual
iii. Lobus temporal
Berada di bagian bawah dan dipisahkan dari lobus oksipital oleh garis
yang ditarik secara vertikal ke bawah dari ujung atas sulkus lateral.Lobus
temporal berperan penting dalam kemampuan10 pendengaran,
pemaknaan informasi dan bahasa dalam bentuk suara.
iv. Lobus oksipital
berada dibelakang lobusparietal dan lobus temporal.Lobus ini
berhubungan dengan rangsangan visual yang memungkinkan manusia
mampu melakukan interpretasi terhadap objek yang ditangkap oleh retina
mata.
Gambar 2. Area Otak
c. Batang Otak
Batang otak berada di dalam tulang tengkorak atau rongga kepala bagian dasar
dan memanjang sampai medulla spinalis. Batang otak bertugas untuk mengontrol
tekanan darah, denyut jantung, pernafasan, kesadaran, serta pola makan dan tidur.
Bila terdapat massa pada batang otak maka gejala yang sering timbul berupa
muntah, kelemahan otat wajah baik satu maupun dua sisi, kesulitan menelan,
diplopia, dan sakit kepala ketika bangun
i. Mesensefalon
Atau otak tengah (disebut juga mid brain) adalah bagian teratas dari
batang otak yang menghubungkan serebrum dan serebelum. Saraf kranial
III dan IV diasosiasikan dengan otak tengah. Otak tengah berfungsi dalam
hal mengontrol respon penglihatan, gerakan mata,12 pembesaran pupil
mata, mengatur gerakan tubuh dan pendengaran
ii. Pons
Merupakan bagian dari batang otak yang berada diantaramidbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior. Saraf Kranial
(CN) V diasosiasikan dengan pons.
iii. Pons
Merupakan bagian dari batang otak yang berada diantara midbrain dan
medulla oblongata. Pons terletak di fossa kranial posterior.Saraf Kranial
(CN) V diasosiasikan dengan pons.
C. Epidemiologi
Cedera kepala merupakan salah satu jenis cedera yang terbanyak di unit gawat darurat di
Amerika Utara dengan perkiraan satu juta kasus pertahun1. Cedera kepala sering terjadi di
negara industri, menyerap banyak pasien pada saat prima kehidupan3. Menurut Brain Injury
Assosiation of America, cedera kepala merupakan suatu kerusakan pada kepala, bukan bersifat
congenital ataupun degeneratif, tetapi disebabkan oleh serangan/benturan fisik dari luar, yang
dapat mengurangi atau mengubah kesadaran yang menimbulkan kerusakan kemampuan
kognitif dan fungsi fisik.
Lebih dari 80% penderita yang datang ke ruang emergensi selalu disertai cedera kepala.
Sebagian besar cedera kepala disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas, berupa tabrakan sepeda
motor, mobil, sepeda dan penyeberang jalan yang ditabrak. Sisanya disebabkan oleh jatuh dari
ketinggian, tertimpa benda (ranting pohon, kayu dll), olahraga, korban kekerasan (misalnya
senjata api, golok, parang, batang kayu, palu)2.
Cedera otak dapat terjadi akibat benturan langsung atau tidak langsung pada kepala. Benturan
dapat dibedakan dari macam kekuatannya, yakni kompresi, akselerasi dan deselerasi
(perlambatan). Kelainan dapat berupa cedera otak fokal atau difus dengan atau tanpa fraktur
tengkorak. Cedera fokal dapat menyebabkan memar otak, hematom epidural, hematom
subdural atau intraserebral. Cedera difus dapat menyebabkan gangguan fungsional saja, yakni
gegar otak atau cedera struktural lain yang difus4.
D. Patofisiologi
-Pukulan langsung
Dapat menyebabkan kerusakan otak pada sisi pukulan (coup injury) atau pada sisi yang
berlawanan dari pukulan ketika otak bergerak dalam tengkorak dan mengenai dinding yang
berlawanan (countrecoup injury)5.
- Rotasi/Deselerasi
Fleksi, ekstensi, atau rotasi leher menghasilkan serangan pada otak yang menyerang
titik-titik tulang dalam tengkorak (misalnya pada sayap dari tulang sfenoid). Rotasi yang hebat
juga menyebabkan trauma robekan di dalam substansia alba otak dan batang otak yang
menyebabkan cedera axonal dan bintik-bintik perdarahan intraserebral.
- Tabrakan
Otak sering terhindar dari trauma langsung kecuali jika berat (terutama pada anak-anak
dengan tengkorak yang elastis).
- Peluru
Mekanisme
Tajam/tembus
Ringan
Berat-ringannya
Sedang
cedera
Berat
Linier
Diastase
Kalvaria
Comminuted
Fossa anterior
Fossa posterior
Kontusio cerebri
Perdarahan
Kerusakan intrakranial
primer
Diffuse Axonal
Injury (DAI)
Kerusakan difus
Lesi intrakranial
Diffuse Vascular
Injury (DVI)
Diffuse hypoxic-
ischemic damage
Kerusakan
sekunder
Diffuse brain
swelling
Sumber:
1
Buku Panduan Advanced Traumatic Life Suport edisi 8. 2008. Komisi Trauma Ikatan Ahli
Bedah Indonesia.
2
Japardi I. Cedera Kepala. 2004. Jakarta: Bhuana Ilmu Populer.
Cedera kepala diklasifikasikan dalam berbagai aspek. Secara praktis dikenal 3 deskripsi
klasifikasi yaitu berdasarkan:
Cedera otak secara luas dapat dibagi atas cedera tumpul dan cedera tembus. Cedera otak tumpul
biasanya berkaitan dengan kecelakaan kendaraan bermotor, jatuh atau pukulan benda tumpul.
Cedera tembus disebabkan oleh luka tembak dan bacok1.
2. Beratnya cedera
- Cedera kepala ringan/minor
Cedera otak ringan ditandai dengan GCS 13-15, pasien biasanya sadar dengan penuh dan
terbangun setelah cedera kepala dengan satu atau lebih gejala sakit kepala, pucat, mual, episode
tunggal muntah, sulit berkonsentrasi atau penglihatan kabur3. Sebagian besar pasien cedera
otak ringan pulih sempurna. Kurang lebih 3% mengalami perburukan dengan hasil gangguan
neurologis hebat apabila tidak terdeteksi lebih dini. Pasien juga dapat memiliki gejala sisa yang
menetap seperti nyeri kepala kronik, gangguan tidur dan ingatan1.
Survei sekunder sangat penting pada evaluasi pasien dengan cedera otak ringan. Catat
mekanisme cedera, dengan memperhatikan apakah adanya kehilangan kesadaran, termasuk
lama durasi pasien tidak memberikan respon, adanya kejang dan derajat kesadaran. Pastikan
apakah ada amnesia sebelum (retrograde) dan sesudah (antegrade). Tentukan berat-ringannya
nyeri kepala dan catat waktu yang dibutuhkan pasien untuk kembali menjadi GCS 15 dengan
cara pemeriksaan berkala/serial1.
Cedera otak sedang ditandai dengan GCS 9-12, pasien biasanya tidak koma tetapi
mengalami konfusi yang menetap, perubahan tingkah laku, kesadaran kurang dari normal,
pusing ekstrim, atau tanda neurologik fokal seperti hemiparesis, harus dirawat di rumah sakit
dan menjalani pemeriksaan CT scan. Mayoritas pasien dengan cedera sedang mengalami
perbaikan setelah 1 sampai 6 minggu. Selama minggu pertama, kesadaran, sifat mudah marah,
ingatan, dan penampilan mental berfluktuasi3.
Cedera otak berat ditandai dengan GCS 3-8, pasien dengan cedera kepala berat tidak
mampu melakukan perintah sederhana walaupun status cardiopulmonernya telah stabil. Cedera
otak sering diperburuk akibat cedera sekunder. Pasien cedera otak berat dengan hipotensi
mempunyai mortalitas dua kali lebih banyak dibanding dengan pasien tanpa hipotensi1.
3. Morfologi
Fraktur tulang
Fraktur kranium dapat terjadi pada atap atau dasar tengkorak. Fraktur dapat berbentuk
garis/linier atau bintang/stelata, dan dapat pula terbuka atau tertutup. Fraktur linier merupakan
80% dari semua fraktur tulang tengkorak dan paling sering berkaitan dengan hematoma
subdural atau epidural3. Fraktur dasar tengkorak biasanya memerlukan pemeriksaan CT scan
dengan teknik “bone window” untuk memperjelas garis frakturnya. Adanya tanda-tanda klinis
fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan untuk melakukan pemeriksaan lebih
rinci1.
Lokasi : bagian posterior dari fossa anterior, dibatasi oleh os. Sphenoid, processus clinoidalis
anterior dan jugum sphenoidalis.
Manifestasi klinis :
Manifestasi klinis :
Manisfestasi klinis : sering disertai gejala dan tanda yang tidak jelas yang dapat menimbulkan
kematian segera. Terdapat memar pada mastoid (Battle’s sign).
4. Lesi intrakranial
Lesi intrakranial dapat diklasifikasikan sebagai lesi fokal atau lesi difus, walaupun kedua
jenis lesi ini sering terjadi bersamaan1.
Lesi fokal
Perdarahan epidural relatif jarang terjadi, lebih kurang 0,5% dari semua cedera otak dan
9% dari pasien yang mengalami koma. Hematoma epidural secara tipikal berbentuk bikonveks
atau cembung sebagai akibat dari pendorongan perdarahan terhadap duramater yang sangat
melekat di tabula interna tulang kepala. Sering terletak di area temporal atau temporoparietal
dan biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media akibat fraktur tulang tengkorak.
Gumpalan darah yang terjadi biasanya berasal dari pembuluh arteri, namun dapat juga terjadi
akibat robekan dari sinus vena besar maupun fraktur tulang tengkorak1. EDH bifrontal sering
terjadi pada anak dan bayi. Pada fase awal, pasien tidak menunjukkan gejala/tanda. Pada fase
lanjut, pasien mengeluhkan sakit kepala, mual, muntah, penurunan kesadaran, dan adanya
gejala neurologik seperti pupil anisokor2.
Perdarahan subdural lebih sering terjadi daripada perdarahan epidural, kira-kira 30% dari
cedera otak berat. Perdarahan ini sering terjadi akibat robekan pembuluh darah atau vena-bena
kecil dipermukaan korteks serebri. Pada pemeriksaan CT scan, SDH berbentuk cekung karna
perdarahan subdural biasanya mengikuti dan menutupi permukaan hemisfer otak. Lebih lanjut
adalah kerusakan otak yang berada di bawah perdarahan subdural biasanya lebih berat dan
prognosisnya lebih buruk daripada perdarahan epidural1.
Kontusio serebri sering terjadi (20% sampai 30% dari cedera otak berat). Sebagian besar
terjadi di lobus frontal dan lobus temporal, walaupun dapat juga terjadi pada setiap bagian otak.
Kontusio serebri dalam waktu beberapa jam atau hari dapat berkumpul menjadi perdarahan
intraserebral atau kontusio yang luas sehingga menyebabkan lesi desak ruang yang
membutuhkan operasi.
F. Pemeriksaan Fisik
Fraktur tulang kepala atau tengkorak dapat terjadi pada atap maupun dasar tengkorak,
dapat berbentuk garis atau bintang, dan dapat pula terbuka ataupun tertutup. Adanya tanda-
tanda klinis fraktur dasar tengkorak menjadikan petunjuk kecurigaan kita untuk melakukan
pemeriksaan lebih rinci. Tanda-tanda tersebut antara lain ekimosis periorbital (raccoon eyes
sign), ekimosis retroaurikular (battle’s sign), kebocoran cairan serebrospinal dari hidung
(rhinorrhea) atau dari telinga (otorrhea) dan gangguan fungsi saraf kranialis VII (fasialis) dan
VII (gangguan pendengaran) yang mungkin timbul segera atau beberapa hari paska trauma
kepala.
1. Perdarahan Intrakranial
a. Perdarahan Subgaleal
Perdarahan epidural adalah perdarahan antara tulang kranial dan duramater, yang
biasanya disebabkan oleh robeknya arteri meningea media. Kelainan ini pada fase awal tidak
menunjukkan gejala atau tanda. Baru setetelah hematoma bertambah besar akan terlihat tanda
pendesakan dan peningkatan tekanan intrakranial. Penderita akan mengalami mual dan muntah
diikuti dengan penurunan kesadaran. Gejala perdarahan epidural yang klasik atau temporal
berupa kesadaran yang semakin menurun (biasanya somnolen), disertai oleh anisokoria pada
mata ke sisi dan mungkin terjadi hemiparese kontralateral.
3. Perdarahan Subdural
Perdarahan subdural adalah perdarahan yang terletak diantara duramater dan arakhnoid.
Perdarahan subdural merupakan perdarahan intrakranial yang paling sering terjadi.
Karakteristik perdarahan subdural biasanya dibagi berdasarkan ukuran, lokasi dan lama
kejadian.
Secara umum perdarahan subdural akut terjadi dibawah 72 jam dan biasanya
pasien dalam keadaan koma. Gejala klinis perdarahan subdural akut dapat berupa
pusing, mual, bingung, penurunan kesadaran, sulit berbicara, henti napas dan
hilangnya kontrol atas denyut nadi dan tekanan darah.
Perdarahan subdural subakut, biasanya terjadi dari hari ketiga hingga minggu
ketiga setelah cedera.
Perdarahan subdural kronis biasanya terjadi setelah 21 hari atau lebih. 25 hingga
50 persen dari pasien yang menderita perdarahan subdural kronis tidak memiliki
riwayat trauma kepala, biasanya trauma kepala yang terjadi adalah trauma kepala
ringan. Gejala klinis dari perdarahan ini dapat berupa penurunan kesadaran, pusing,
kesulitan berjalan atau keseimbangan, disfungsi kognitif atau hilang ingatan,
perubahan kepribadian, defisit motorik, kejang, dan inkontinensia.
4. Perdarahan Subarachnoid
5. Perdarahan Intraventrikular
6. Perdarahan Intraserebral
H. Pemeriksaan radiologi
Pasien harus diperiksa secara klinis dan diagnosis dibuat berdasarkan apakah pada
pemeriksaan fisik dan riwayat perjalanan penyakit menunjukkan cedera kepala sedang hingga
berat atau cedera kepala ringan. CT, MRI, atau radiografi tengkorak tidak diperlukan untuk
pasien berisiko rendah. Risiko rendah didefinisikan sebagai mereka yang tidak menunjukkan
gejala atau hanya pusing, sakit kepala ringan, kulit kepala lecet, atau hematoma, usia lebih dari
2 tahun, dan tidak memiliki temuan yang berisiko sedang ataupun tinggi.
Pasien dengan resiko sedang adalah mereka yang memiliki salah satu kondisi berikut:
riwayat penurunan tingkat kesadaran beberapa waktu ataupun setelah terjadi cedera kepala,
sakit kepala berat atau progresif, kejang pasca-trauma, muntah terus menerus, multipel trauma,
cedera wajah yang serius, tanda-tanda dari fraktur tengkorak basilar (hemotympanum,
“raccoon eyes”, rinorrea atau otorrea), dugaan kekerasan pada anak, gangguan perdarahan, atau
usia lebih muda dari 2 tahun.
Pasien berisiko tinggi adalah mereka dengan salah satu kondisi berikut: temuan
neurologis fokal, pasien dengan derajat kesadaran berdasarkan GCS dengan skor 8 atau kurang,
dipastikannya terdapat penetrasi tengkorak, gangguan metabolik, keadaan postictal, atau
penurunan atau depresi tingkat kesadaran (tidak berhubungan dengan narkoba, alkohol , atau
obat-obatan depresan pada system saraf pusat lainnya). Jika terdapat cedera sedang atau berat
dan pasien dengan kondisi neurologis yang tidak stabil, CT scan harus dilakukan untuk
menyingkirkan adanya hematoma. Jika pasien dengan kondisi neurologis yang stabil, MR scan
lebih digunakan untuk mencari cedera dengan penekanan parenkim. Dalam cedera kepala
ringan (tanpa kehilangan kesadaran atau defisit neurologis), pasien dapat hanya diobservasi.
Jika sakit kepala terus-menerus terjadi setelah trauma, CT scan harus dilakukan.
Foto polos kepala sangat membantu pada pasien yang dicurigai tidak cedera
akibat kecelakaan, patah tulang tengkorak depresi, cedera kepala akibat penetrasi oleh
benda asing, atau trauma kepala pada anak-anak kurang dari 2 tahun,walaupun tanpa
gejala neurologis.
a. Fraktur pada Tulang Tengkorak
Dengan CT scanisi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma
kepala, fraktur, perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun
ukurannya. Indikasi pemeriksaan CT scanpada kasus trauma kepala adalah seperti
berikut:
1. Bila secara klinis didapatkan klasifikasi trauma kepala sedang dan berat.
Melalui pemeriksaan ini dapat dilihat seluruh struktur anatomis kepala, dan merupakan
alat yang paling baik untuk mengetahui, menentukan lokasi dan ukuran dari perdarahan
intrakranial.
a.
Interpretasi Gambaran CT Scan pada Trauma Kepala
Pada Gambar 10, memperlihatkan gambaran fraktur tulang temporal petrous kiri, yang
melibatkan telinga tengah (panah kecil). Dapat dilihat juga adanya gambaran sedikit udara
pada fossa posterior dari tulang tengkorak (panah terbuka).
Pada fase akut, hematoma subdural muncul berbentuk bulan sabit, ketika cukup besar,
hematoma subdural menyebabkan pergeseran garis tengah. Pergeseran dari gray matter-white
matter junction merupakan tanda penting yang menunjukkan adanya lesi.
Ketika CT scan dilakukan beberapa hari atau minggu setelah perdarahan awal, temuan
akan tampak lebih halus. Gambaran putih darah dan bekuan cenderung menurun, dan tampak
sebagai abu-abu. Sebagai tambahan dalam mendeteksi SAH, CT scan berguna untuk
melokalisir sumber perdarahan.
I.
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama pasien : An Dv
Umur : 16 tahun
Alamat : Ngawen 04/03 Botoputih
Kunjungan RS : 29 November 2018
No. RM : 00272346
1. Anamnesis
A. Keluhan Utama
Post Kecelakaan Lalu Lintas
Kesadaran : Coma
Nadi : 90x/menit
T : 36oC
RR : 22 x/menit.
SpO2 :100%
GCS :E1V1M1
Thorax
Perkusi : sonor
Abdomen
Perkusi : timpani
Ekstremitas :
4. Diagnosis :
5. Tatalaksana
PEMBAHASAN
Cedera kepala berat merupakan suatu kegawatdaruratan medis dimana apabila tidak
ditangani dengan cepat akan fatal. Penanganan pertama pada cedera kepala berat adala primary
survey yaitu:
4. Dissability status neurologi dinilai dengan menilai tingkat kesadaran, ukuran dan reaksi
pupil.
5. Exposure membuka baju pasien untuk melihat apakah ada cedera lainnya tetapi harus
cegah hipotermia
A : Alergi
M : Medikasi
L : Last meal
KESIMPULAN
Trauma kepala adalah suatu ruda paksa (trauma) yang menimpa struktur kepala
sehingga dapat menimbulkan kelainan struktural dan atau gangguan fungsional jaringan otak.
Berdasarkan Skala Koma Glasgow, trauma kepala dibagi atas trauma kepala ringan (SKG 14-
15), sedang (SKG 9-13) dan berat (SKG 3-8). Trauma kepala dapat menimbulkan perdarahan
intrakranial berupa fraktur yulang kepala, perdarahan epidural, perdarahan subdural,
perdarahan subarakhnoid, perdarahan intraventrikular, dan perdarahan intraserebral.
Pemeriksaan foto polos kepala digunakan untuk melihat pergeseran (displacement) fraktur
tulang tengkorak, tetapi tidak dapat menentukan ada tidaknya perdarahan intrakranial.
Pemeriksaan tomografi komputer(CT Scan) kepala sangat berguna pada trauma kepala
karena isi kepala secara anatomis akan tampak dengan jelas. Pada trauma kepala, fraktur,
perdarahan dan edema akan tampak dengan jelas baik bentuk maupun ukurannya.
.
DAFTAR PUSTAKA
1. American College of Surgeons. Advance Trauma Life Support For Doctor. 7th ed.
2004. USA: First Impression.
3. Snell RS. Anatomi Klinik untuk Mahasiswa Kedokteran. Edisi ke -6. 2006.Jakarta:
EGC.
4.
Irwan O. Trauma Kepala. Fakultas Kedokteran Universitas Riau. 2006.
7.