Anda di halaman 1dari 21

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Diagnosis dan Intervensi Komunitas


Diagnosis dan intervensi komunitas adalah suatu kegiatan untuk
menentukan adanya suatu masalah kesehatan di komunitas atau masyarakat dengan
cara pengumpulan data di lapangan dan kemudian melakukan intervensi sesuai
dengan permasalahan yang ada. Diagnosis dan intervensi komunitas merupakan
suatu prosedur atau keterampilan dari ilmu kedokteran komunitas. Dalam
melaksanakan kegiatan diagnosis dan intervensi komunitas perlu disadari bahwa
yang menjadi sasaran adalah komunitas atau sekelompok orang sehingga dalam
melaksanakan diagnosis komunitas sangat ditunjang oleh pengetahuan ilmu
kesehatan masyarakat (epidemiologi, biostatistik, metode penelitian, manajemen
kesehatan, promosi kesehatan masyarakat, kesehatan lingkungan, kesehatan kerja
dan gizi) (Notoatmodjo, 2010).

2.2 Perilaku
2.2.1 Definisi dan Batasan Perilaku
Perilaku manusia merupakan hasil daripada segala macam pengalaman serta
interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam bentuk pengetahuan,
sikap dan tindakan. Dengan kata lain, perilaku merupakan respon/reaksi seorang
individu terhadap stimulus yang berasal dari luar maupun dari dalam dirinya.
Respon ini dapat bersifat pasif (tanpa tindakan : berpikir, berpendapat, bersikap)
maupun aktif (melakukan tindakan). Sesuai dengan batasan ini, perilaku kesehatan
dapat di rumuskan sebagai bentuk pengalaman dan interaksi individu dengan
lingkungannya, khususnya yang menyangkut pengetahuan dan sikap tentang
kesehatan. Perilaku aktif dapat dilihat, sedangkan perilaku pasif tidak tampak,
seperti pengetahuan, persepsi, atau motivasi. Beberapa ahli membedakan bentuk-
bentuk perilaku ke dalam tiga domain yaitu pengetahuan, sikap, dan tindakan atau
sering kita dengar dengan istilah knowledge, attitude, practice (Sarwono, 2004).

47
Dari sudut biologis, perilaku adalah suatu kegiatan atau aktivitas organisme
yang bersangkutan, yang dapat diamati secara langsung maupun tidak langsung.
Perilaku manusia adalah suatu aktivitas manusia itu sendiri (Notoatmodjo, 2010).
Skiner (1938) dalam Notoatmodjo (2010) merumuskan bahwa perilaku merupakan
respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari luar)

2.2.2 Teori Perilaku


Notoatmodjo (2010) menyebutkan bahwa perilaku terbentuk di dalam diri
seseorang dari dua faktor utama yakni: stimulus merupakan faktor dari luar diri
seseorang (faktor eksternal), dan respon merupakan faktor dari diri dalam diri orang
yang bersangkutan (faktor internal). Faktor eksternal atau stimulus adalah faktor
lingkungan , baik lingkungan fisik, maupun non-fisik dalam bentuk sosial, budaya,
ekonomi, politik dan sebagainya. Dari penelitian-penelitian yang ada faktor
eksternal yang paling besar perannya dalam membentuk perilaku manusia adalah
faktor sosial dan budaya, dimana seseorang tersebut berada. Sedangkan faktor
internal yang menentukan seseorang itu merespon stimulus dari luar adalah
perhatian, pengamatan, persepsi, motivasi, fantasi, sugesti dan sebagainya
(Teguh,2013)
Menurut Teori Lawrence Green (1980) menganalisis perilaku manusia terkait
masalah kesehatan. Bahwa Perilaku seseorang dipengaruhi 3 faktor yaitu:
1. Predisposising factors (faktor dari diri sendiri) ; adalah faktor-faktor yang
mendahului perilaku untuk menetapkan pemikiran ataupun motivasi yang
terdiri dari pengetahuan, sikap, persepsi, pendidikan, ekonomi, keyakinan dan
variable demografi.
2. Enabling factors (faktor pemungkin) ; adalah kemampuan dari sumber daya
yang diperlukan untuk membentuk perilaku. Faktor pemungkin terdiri dari
fasilitas penunjang dan kemampuan sumber daya.
3. Reinforcing factors (faktor penguat) ; adalah faktor yang menentukan apakah
tindakan kesehatan mendapatkan dukungan seperti dukungan keluarga/tokoh
masyarakat.

48
Teori WHO (1984) dalam Notoatmodjo (2007), menganalisis bahwa yang
menyebabkan seseorang berperilaku tertentu adalah :
1. Pemikiran dan perasaan (thougts and feeling), yaitu dalam bentuk pengetahuan,
persepsi, sikap, kepercayaan dan penilaian seseorang terhadap objek (objek
kesehatan).
 Pengetahuan diperoleh dari pengalaman sendiri atau pengalaman orang
lain
 Kepercayaan sering atau diperoleh dari orang tua, kakek, atau nenek.
Seseorang menerima kepercayaan berdasarkan keyakinan dan tanpa
adanya pembuktian terlebih dahulu.
 Sikap menggambarkan suka atau tidak suka seseorang terhadap objek.
Sikap sering diperoleh dari pengalaman sendiri atau orang lain yang paling
dekat. Sikap membuat seseorang mendekati atau menjauhi orang lain atau
objek lain. Sikap positif terhadap tindakan-tindakan kesehatan tidak selalu
terwujud didalam suatu tindakan tergantung pada situasi saat itu, sikap
akan diikuti oleh tindakan mengacu kepada pengalaman orang lain, sikap
diikuti atau tidak diikuti oleh suatu tindakan berdasar pada banyak atau
sedikitnya pengalaman seseorang.
2. Tokoh penting sebagai Panutan. Apabila seseorang itu penting untuknya, maka
apa yang ia katakan atau perbuat cenderung untuk dicontoh.
3. Sumber-sumber daya (resources), mencakup fasilitas, uang, waktu, tenaga dan
sebagainya.
4. Perilaku normal, kebiasaan, nilai-nilai dan penggunaan sumber-sumber
didalam suatu masyarakat akan menghasilkan suatu pola hidup (way of life)
yang pada umumnya disebut kebudayaan. Kebudayaan ini terbentuk dalam
waktu yang lama dan selalu berubah, baik lambat ataupun cepat sesuai dengan
peradapan umat manusia

49
2.2.3 Bentuk Perilaku
Perilaku dapat diberi batasan sebagai suatu tanggapan individu terhadap
rangsangan yang berasal dari dalam maupun luar diri individu tersebut. Secara garis
besar bentuk perilaku ada dua macam, yaitu :
a. Perilaku Pasif (respons internal)
Perilaku yang sifatnya masih tertutup, terjadi dalam diri individu dan tidak
dapat diamati secara langsung. Perilaku ini sebatas sikap belum ada tindakan
yang nyata.
b. Perilaku Aktif (respons eksternal)
Perilaku yang sifatnya terbuka, perilaku aktif adalah perilaku yang dapat
diamati langsung, berupa tindakan yang nyata.

2.2.4 Perilaku Kesehatan


Perilaku kesehatan adalah tanggapan seseorang terhadap rangsangan yang
berkaitan dengan sakit dan penyakit, sistem pelayanan kesehatan, makanan dan
lingkungan. Respons atau reaksi organisme dapat berbentuk pasif (respons yang
masih tertutup) dan aktif (respons terbuka, tindakan yang nyata atau
practice/psychomotor).
Menurut Notoatmodjo (2003), rangsangan yang terkait dengan perilaku
kesehatan terdiri dari empat unsur, yaitu sakit dan penyakit, sistem pelayanan
kesehatan, makanan dan lingkungan.

2.2.5 Perilaku Orang Sakit dan Perilaku Orang Sehat


Menurut Sarwono (2004) yang dimaksud dengan perilaku sakit dan perilaku
sehat sebagai berikut :
Perilaku sakit adalah segala bentuk tindakan yang dilakukan oleh individu
yang sedang sakit agar memperoleh kesembuhan. Perilaku sakit menurut Suchman
adalah tindakan untuk menghilangkan rasa tidak enak atau rasa sakit sebagai akibat
dari timbulnya gejala tertentu.

50
Perilaku sehat adalah tindakan yang dilakukan individu untuk memelihara
dan meningkatkan kesehatannya, termasuk pencegahan penyakit, perawatan
kebersihan diri dan penjagaan kebugaran melalui olahraga dan makanan bergizi.
Penyebab perilaku Sakit Menurut Mechanic sebagaimana diuraikan oleh
Sarwono (2004) bahwa penyebab perilaku sakit itu sebagai berikut :
a. Dikenal dan dirasakannya tanda dan gejala yang menyimpang dari keadaan
normal.
b. Anggapan adanya gejalan serius yang dapat menimbulkan bahaya.
c. Gejala penyakit dirasakan akan menimbulkan dampak terhadap hubungan
dengan keluarga, hubungan kerja, dan kegiatan kemasyarakatan.
d. Frekuensi dan persisten (terus-menerus, menetap) tanda dan gejala yang
dapat dilihat.
e. Kemungkinan individu untuk terserang penyakit.
f. Adanya informasi, pengetahuan dan anggapan budaya tentang penyakit.
g. Adanya perbedaan interpretasi tentang gejala penyakit.
h. Adanya kebutuhan untuk mengatasi gejala penyakit.
e Tersedianya berbagai sarana pelayanan kesehatan, seperti : fasilitas, tenaga,
obat-obatan, biaya dan transportasi.

2.2.6 Faktor-Faktor yang Berhubungan dengan Perilaku


Green (1980) mengungkap secara teori terdapat tiga faktor yang dapat
mempengaruhi seseorang dalam berperilaku, yaitu:
1. Faktor Predisposisi, yaitu faktor yang dipengaruhi oleh pengetahuan, sikap,
umur, pendidikan, tingkat pendapatan, dan budaya
2. Faktor Pemungkin (Enabling) dipengaruhi oleh fasilitas kesehatan, dan sumber
informasi yang didapat untuk memenuhi perilaku
3. Faktor Penguat (Reinforcing) ˆdipengaruhi oleh tokoh masyarakat, dukungan
orang sekitar dan petugas kesehatan.
Di simpulkan bahwa perilaku seseorang atau masyarakat tentang kesehatan
ditentukan oleh pengetahuan, sikap, kepercayaan, tradisi dan sebagainya dari orang
atau masyarakat yang bersangkutan. Di samping itu ketersediaan fasilitas, sikap dan

51
perilaku para petugas kesehatan terhadap kesehatan juga akan mendukung dan
memperkuat terbentuknya perilaku. Menurut Leavel dan Clark yang disebut
pencegahan adalah segala kegiatan yang dilakukan baik langsung maupun tidak
langsung untuk mencegah suatu masalah kesehatan atau penyakit. Pencegahan
berhubungan dengan masalah kesehatan atau penyakit yang spesifik dan meliputi
perilaku menghindar (Notoatmodjo, 2007).

2.3 Makanan Pendamping ASI (MPASI)


2.3.1 Definisi MP-ASI
Makanan pendamping ASI (MPASI) adalah makanan atau minuman
yang mengandung gizi, diberikan pada bayi dan atau anak untuk memenuhi
kebutuhan gizinya. MPASI Ini diberikan bersamaan dengan ASI mulai usia
6 bulan hingga 24 bulan (Riksani, 2012).
Makanan MPASI yaitu makanan yang diberikan kepada bayi bersama-
sama dengan ASI. MPASI diberikan setelah 6 bulan karena cadangan
vitamin dan mineral dalam tubuh bayi yang didapat semasa dalam
kandungan mulai menurun sehingga diperlukan makanan tambahan selain
ASI (Arif, 2009).
2.3.2 Tujuan Pemberian MPASI
Tujuan utama dari pemberian MPASI yang pertama adalah melatih
anak untuk makan dengan cara yang berbeda dari yang selama ini bayi
lakukan, yaitu menghisap puting susu (Damayanti, 2010).
2.3.3 Waktu Pemberian MPASI
Menurut Sutomo (2013) lembaga kesehatan dunia WHO
menganjurkan pada ibu memberikan ASI hingga bayi 6 bulan. Sejalan
dengan bertambahnya usia bayi, maka kebutuhan nutrisinya juga
bertambah. Gizi untuk bayi tidak akan mencukupi lagi dengan ASI,
sehingga diperlukan makanan pendamping ASI. Dalam kondisi tertentu
seperti ASI yang sedikit atau kondisi ibu yang sedang sakit, MPASI bisa
diberikan. Tahapan pemberian MPASI juga disesuaikan dengan tahapan
perkembangan alat pencernaan bayi. Pada tahap awal biasanya makanan

52
yang diberikan berupa makanan cair seperti bubur susu, kemudian
meningkat menjadi makanan kental, semi padat, dan akhirnya padat.
Alasan pemberian makanan padat pada bayi menurut Damayanti (2010), yaitu :
1. ASI tidak lagi memenuhi seluruh kebutuhan energi dan zat-zat gizi yang
dibutuhkan bayi. Pada saat ini ASI yang hanya bisa memenuhi sekitar 60-
70% kebutuhan bayi berupa energi dan zat-zat gizi bayi secara keseluruhan.
2. Melewati usia 6 bulan sampai mencapai usia 2 tahun, kebutuhan bayi akan
zat besi menjadi tinggi untuk membantu proses tumbuh kembang otaknya
yang sedang berlangsung sangat cepat (growth spurt). Kebutuhan zat besi
ini tidak bisa lagi dicukupi hanya dari ASI.
3. Pada usia ini pencernaan bayi sudah lebih siap untuk menerima makanan
yang padat.
4. Penelitian menunjukkan beberapa bayi yang tidak segera diperkenankan
kepada makanan padat diusia sekitar 6-7 bulan ini, mengalami kesulitan
untuk belajar mengunyah dan menelan.
2.3.4 Tahapan MPASI
Menurut Sutomo (2013), MP-ASI harus diberikan secara bertahap baik dari
sisi tekstur maupun jumlah porsi makanannya. Berikut tahapan MPASI berdasarkan
perkembangan usia bayi, yaitu :
1. Usia 6-7 bulan
Pada usia 6 bulan sistem pencernaan bayi sudah berkembang dan sudah siap
untuk menerima makanan. Beri makanan yang lembut seperti bubur saring,
bubur susu atau pure buah. Kenalkan bayi dengan satu jenis makanan saja. Hal
ini menghindari reaksi alergi dan penolakan karena sistem pencernaan yang
masih belum sempurna.
2. Usia 7-9 bulan
Pada usia 7-9 bulan ketertarikan bayi terhadap makanan menjadi semakin
besar. Sistem pencernaannya juga sudah semakin berkembang, diikuti dengan
pertumbuhan gigi. Makanan lunak dan sedikit bertekstur sudah mulai bisa
diperkenalkan. Tujuan adalah untuk merangsang pertumbuhan gigi dan melatih
bayi menggigit dan mengunyah.

53
3. Usia 9-12 bulan
Pada usia 9-12 bulan perkembangan motorik bayi sudah berkembang. Bayi
sudah mulai belajar berjalan. Giginya juga sudah tumbuh. Makanan bertekstur
padat seperti nasi tim atau makanan yang dicincang sudah boleh diberikan
kepada bayi. Berikan juga finger snack untuk melatih menegang, menggigit
dan mengunyah makanan.
4. Usia 12-24 bulan
Menginjak usia satu tahun, sistem pencernaan bayi sudah mendekati sempurna.
Biasanya bayi sudah mengunyah dengan baik makanna semi padat, seperti nasi
tim, karena giginya sudah tumbuh dengan baik. Terus berikan finger snack
untuk melatih makan sendiri. Umumnya pada usia ini bayi sudah bisa makan
yang lebih besar dan nutrisi yang lengkap dan seimbang agar pertumbuhan bayi
bisa optimal. Pada usia di atas satu tahun menu makanan bayi disiapkan untuk
peralihan ke menu keluarga, tetapi perlu diingat jangan terburu-buru
memberikan bayi makanan yang dimakan oleh seluruh keluarga. Tetapi pilihan
makanan yang dimakan oleh tajam, tidak mengandung gas, tekstur makanan
masih agak lunak dan dalam bentuk potongan kecil sehingga mudah dimakan
oleh bayi.
2.3.5 Jenis-jenis MPASI
Menurut Sutomo (2013), peningkatan tekstur, frekuensi dan porsi makanan
secara bertahap seiring dengan pertumbuhan anak antara 6 sampai 24 bulan, maka
sesuaikan tekstur. Kebutuhan gizi tersebut terdiri dari :
1. 6-9 bulan
Jenis makanan yang tepat untuk usia ini adalah :
a. Sumber karbihohidrat bermanfaat sebagai penghasilan energi. Misalnya
beras, beras merah, kentang dapat diberikan sebagai makanan pokok.
Sebaiknya tidak memberikan ubi jalar karena proses penguraian ubi di dalam
saluran pencernaan akan menghasilkan gas.
b. Sumber protein, misalnya daging, ikan, telur, tahu, tempe atau kacang.
Pilihlah daging terenak yang mengandung lemak, daging ikan tanpa duri,
serta daging ayam tanpa tulang dan kulit. Berikan dalam bentuk cincang atau

54
giling. Kebutuhan protein juga dapat dipenuhi dari tumbuh-tumbuhan seperti
kacang, tahu, tempe.
c. Sumber lemak, misalnya minyak sayur, santan, margarin atau mentega. Pilih
jenis lemak atau minyak yang banyak mengandung asam lemak tak jenuh,
misalnya minyak jagung, minyak wijen dan minyak bunga matahari.
2. Usia 9-12 bulan
Menurut proverawati (2013), berikan makanan selingan 1 kali sehari,
pilihlah makanan selingan yang bernilai gizi tinggi seperti bubur kacang ijo, buah.
Usahakan agar makanan selingan dibuat sendiri agar kebersihan terjamin.
Menurut Sekarsari (2013), berikan jenis makanan yang bervariasi guna memenuhi
kebutuhan gizi, yaitu :
a. Sumber karbohidrat, misalnya bubur, nasi tim, kentang, biskuit, aneka jenis
bubur serealia khusus bayi, aneka jenis roti gandum.
b. Sumber protein dapat berupa pure alam tekstur yang lebih kasar. Berbagai
sumber protein, misalnya daging sapi tanpa lemak, daging ayam, ikan telur,
tahu, tempe atau kacang-kacangan.

2.3.6 Bahan makanan yang harus dihindari


Menurut Sutomo (2013), bahan makanan yang harus dihindari, yaitu :
1. Gluten, adalah protein yang terkandung di dalam tepung terigu, rye, barley,
dan oat/hemermut. Gluten sudah dicerna oleh bayi dan bisa menyebabkan
alergi. Jangan memberikan makanan yang mengandung gluten sebelum bayi
berusia 6 bulan.
2. Telur setengah matang, karena telur yang tidak matang bisa mengandung
bakteri salmonella.
3. Cumi, udang dan kerang karena ketiga produk ini dapat memicu alergi
sehingga tidak sembarangan memberikan kepada bayi.
4. Makanan kaleng, karena makanan kaleng terkadang mengandung pengawet,
pewarna, penyedap rasa dan garam yang tinggi, sehingga sangat berbahaya
untuk kesehatan bayi.

55
5. Makanan yang diasap mengandung karsinogen yang menyebabkan kanker
dan bertekstur liat sehingga susah dicerna oleh bayi.
6. Makanan dengan bumbu tajam, bahan makanan dan bumbu bercitra tajam
seperti cabe, asam da lada seringkali menggangu sistem pencernaan.
7. Makanan yang mengandung gas, sayuran, dan buah seperti nangka, durian,
lobak, kol, kembang kol dan sawi mengandung gas yang bisa menyebabkan
perut bayi kembung.
8. Susu segar, sebaiknya tidak diberikan kepada bayi karena sering kali
mengandung bakteri penyebab diare dan juga bisa memunculkan alergi.
Tetap berikan ASI sebagai makanan utama bayi dibawah 6 bulan dan susu
formula lanjutan sesuai dengan usia jika produksi ASI berkurang.

2.3.7 Tipe memilih dan mengolah MPASI


Menurut Sutomo (2013), Tips memilih dan mengolah MPASI meliputi:
1) Tips memilih
Jangan memberikan makanan yang berbumbu tajam, pencernaan bayi yang
belum sempurna belum bisa mencerna bumbu yang terlalu tajam, sehingga
bisa menyebabkan gangguan seperti kembung dan diare pada bayi, sayuran
dan buaha yang mempunyai rasa tajam sebaiknya dihindari karena bisa
menyebabkan kembung pada bayi, pilih sayuran muda bertekstur lembut
dan buah-buahan yang matang sempurna karena rasanya yang manis akan
disukai bayi, pastikan masakan untuk bayi matang dengan sempurna,
masakan yang dimasak dengan baik akan menghindarkan munculnya
bakteri penyebab penyakit, disarankan untuk memilih bahan makan organik
yang sehat dan bebas dari kandungan peptisida.
2) Tips mengolah
Biasakan mencuci tangan dengan sabun hingga bersih sebelum mengolah
MPASI, jangan membiarkan makanan mentah berada terlalu lama di suhu
ruangan. Jika terlalu lama, bakteri patogen yang menyebabkan penyakit bisa
menempel pada bahan makanan, pastikan bahan makanan dan alat masak
sudah bersih sebelum digunakan, MPASI sebaiknya diolah dengan tingkat

56
kematangan yang baik agar terbebas dari cemaran bakteri patogen, gunakan
alat masak dan alat saji food grade yang aman untuk bayi, gunakan bahan
berkualitas untuk MPASI yang juga berkualitas, cuci bersih semua peralatan
masak setelah selesai digunakan, segera sajikan masakan agar kualitas
nutrisi tetap prima, jika ada sisa makanan bayi akan diberikan di waktu
makan berikutnya , maka simpanlah di dalam kulkas dalam wadah tertutup
rapat.

2.3.8 Jadwal Pemberian MPASI


Menurut Sutomo (2013), biasakanlah membuat pola makan yang baik untuk
bayi, jadwal pemberian MPASI, yaitu:
1) Rencana menu bayi usia 6-7 bulan
Tekstur makanan yang tepat untuk MPASI berusia 6-7 bulan adalah yang
lunak dan cair, seperti bubur susu, bubur beras, sari buah.
Tabel 2.1 Jadwal Menu Bayi Usia 6 – 7 bulan
Waktu Menu
Pagi 120 – 180 ml ASI atau susu formula
sesuai usia
Sarapan 20 – 60 gr bubur beras merah
Selingan pagi 15 – 30 gr pure pisang
Makan Siang 20 - 60 gr bubur susu labu kuning
Selingan Sore 120 - 180 ml ASI / susu formula
lanjutan sesuai usia
Makan Malam 15 – 60 gr pure kentang susu
Menjelang tidur 120 – 180 ml ASI / susu formula
lanjutan sesuai usia
Sumber: Sutomo ( 2013)

2) Rencana menu bayi 8 – 10 bulan


Memasuki usia 8 – 10 bulan bayi mulai eksplorasi terhadap makanan. Bayi
mulai menyukai beragam makanan baik dari bahan maupun porsinya. Jenis

57
makanan karbohidrat kompleks dan yang mengandung protein. Jadwal
menu bayi usia 8 – 10 bulan, yaitu :
Tabel 2.2 Jadwal Menu Bayi Usia 8 – 10 bulan
Waktu Menu
Pagi : 120 – 180 ml ASI atau susu formula se
suai usia
Sarapan 20 – 60 gr nasi lunak hati ayam
Selingan pagi 15 – 30 gr pure buah campur
Makan siang 30 – 40 gr pure bubur kentang tempe
Selingan sore 30 – 40 potongan mangga
Makan Malam 60 – 40 gr bubur nasi ikan
Menjelang tidur 120 – 180 ml ASI atau susu formula
lanjutan sesuai usia
Sumber : Sutomo (2013)
3) Rencana Menu bayi 11 – 12 bulan
Di usia 11 – 12 bulan, gigi bayi sudah tumbuh dan sistem pencernaannya
semakin sempurna. Beragam jenis makanan baru, seperti telur, makaroni
dan mi sudah bisa diberikan. Jadwal pemberian makan bayi usia 11 – 12
bulan, yaitu:
Tabel 2.3 Jadwal Menu Bayi Usia 11 – 12 bulan
waktu Menu
Pagi 120 – 180 ml ASI susu formula
sesuai usia
60 – 90 gr nasi lunak hati ayam
Sarapan sayuran
15 – 30 gr pure buah pepaya
Selingan pagi
Makan Siang 30 – 40 gr potongan buah pepaya
50 – 60 gr tim daging beras merah
Selingan sore 40 – 50 gr cookies keju

58
Makan Malam 60 – 90 gr tim gurami
Menjelang tidur 120 – 180 ml ASI atau susu formula
lanjutan sesuai usia
Sumber: Sutomo (2013)

4) Rencana Menu bayi usia 12 – 24 bulan


Menu makanan bayi sebaiknya sudah mulai disesuaikan dengan menu
keluarga, hal ini untuk melatih agar nantinya bayi terbiasa dan siap beralih
ke menu yang lebih beragam. Jadwal menu bayi usia 12 – 24 yaitu:
Tabel 2.4 Jadwal menu bayi usia 12-24 bulan
Waktu Menu
Pagi 120 -180 ml ASI atau susu formula
sesuai usia
60 – 90 gr nasi lunak hati ayam
Sarapan sayur
15 – 30 gr pure buah papaya
Selingan pagi
Makan Siang 30 – 40 gr potongan buah papaya
50 – 60 gr tim daging beras merah
Selinan Sore 40 – 50 gr cookies
Makan Malam 60 – 90 gr tim gurami
Menjelang tidur 120 – 180 ml ASI atau susu formula
lanjutan sesuai usia

2.3.9 Pandang Islam tentang MPASI


MP-ASI adalah makanan atau minuman yang diberikan kepada bayi
setelah umur bayi 6 bulan. Dalam bahasa Arab yang merupakan bahasa
al – Quran, kata “makanan” dinyatakan dengan “Tha‟am” segala
sesuatu yang dimakan atau dicicipi, karena itu “minuman” pun
termasuk dalam pengertian “Tha‟am“. Kata tha‟am dalam berbagai
bentuk terulang dalam al-Qur’an sebanyak 48 kali yang antara lain

59
berbicara tentang beberapa aspek yang berkaitan dengan makanan
(Shihab, 1996). Islam memerintahkan bahwa kehalalan merupakan
syarat pertama dan utama makanan bergizi menurut al-Qur’an. Namun
kita sadari tidak semua makanan yang halal akan cocok bagi manusia
dalam kondisi tertentu. Oleh karena itu di perlukan syarat kedua yakni
thayyib, firman Allah sebagai berikut

Terjemahnya :

“Hai sekalian manusia, makanlah yang halal lagi baik


dari apa yang terdapat di bumi, dan janganlah kamu
mengikuti langkah- langkah syaitan; karena
Sesungguhnya syaitan itu adalah musuh yang nyata
bagimu” (Departemen Agama RI, Al – Qur’an dan
Terjemahannya).

Kata “thayyib” dari segi bahasa berarti lezat, baik, sehat,


menentramkan dan paling utama. Pakar-pakar tafsir ketika
menjelaskan kata thayyib dalam konteks perintah makan
menyatakan bahwa “thayyib” berarti makanan yang tidak kotor
dari segi zatnya atau rusak (kadaluwarsa), atau dicampuri benda
najis. Ada juga yang mengartikannya sebagai makanan yang
mengandung selera bagi yang akan memakannya dan tidak
membahayakan fisik dan akalnya.

60
Selain itu, kata thayyib dalam makanan menurut M.
Quraish Shihab adalah makanan yang proporsional, maksudnya
adalah sesuai dengan kebutuhan pemakan, tidak berlebih dan
tidak berkurang. Dengan demikian al-Quran dalam uraiannya
tentang makan menekankan perlunya “sikap proporsional” itu.
Makna ini sejalan dengan ayat yang mendukung hal ini yaitu
dalam QS. al – A’raf/7: 31.

Terjemahnya:

“Hai anak Adam, pakailah pakaianmu yang indah di


setiap (memasuki) mesjid, makan dan minumlah, dan
janganlah berlebih- lebihan. Sesungguhnya Allah tidak
menyukai orang-orang yang berlebih-lebihan”
(Departemen Agama RI, Al – Qur’an dan
Terjemahannya).

Dari ayat di atas, Allah SWT menjelaskan bahwa


perintah makan dan minum serta tidak berlebih – lebihan, yakni
tidak melampaui batas merupakan tuntutan yang harus
disesuaikan pada setiap orang, hal tersebut karena kadar tertentu
yang dinilai cukup untuk seseorang bisa saja melampaui batas
atau berlebihan untuk orang yang lain. Sehingga, kita dapat
menyimpulkan bahwa penggalan dari ayat tersebut adalah
mengajarkan sikap proporsional dalam makan dan minum
(Shihab, 2002).

61
Hal tersebut juga sama halnya dengan pemberian MP-ASI.
Pemberian MP-ASI boleh mulai diberikan setelah umur bayi 6
bulan, akan tetapi harus tetap menilai kondisi atau kesiapan fisik
dan psikologis dari bayi karena idealnya pemberian ASI sampai
umur bayi 6 bulan. Untuk kasus tertentu misalnya pada kasus
BBLR yang harus melakukan perawatan khusus sehingga
diberikan cairan pendamping ASI yaitu berupa susu formula,
berbeda dengan bayi yang lahir normal atau misalnya pada kasus
BBLR akan tetapi tidak diindikasikan untuk diberikan makanan
atau cairan tambahan selain ASI, sehingga ASI tetap diberikan
kepada bayi sampai umur 6 bulan. Karena, pada dasarnya ASI
merupakan makanan yang paling proposional untuk bayi sampai
usia bayi 6 bulan

62
2.4 Kerangka Teori
Teori yang digunakan dalam penelitian ini diambil berdasarkan teori
dari Notoatmodjo tahun 2012, dimana faktor yang mempengaruhi perilaku
adalah:

Skema 1. Kerangka Teori Perilaku mengenai ketepatan pemberian


MPASI Di Desa Koncang, Kecamatan Cipeucang, Kabupaten
Pandegelang Tahun 2019

63
2.5 Kerangka Konsep
Berdasarkan teori sebelumnya, dapat dibuat suatu kerangka konsep
yang berhubungan dengan area permasalahan yang terjadi pada keluarga
binaan di Desa Koncang, Kecametan Cipeucang, Kabupaten
Pandeglang, Provinsi Banten.

Skema 2. Kerangka Teori Perilaku mengenai ketepatan


pemberian MPASI Di Desa Koncang, Kecamatan Cipeucang,
Kabupaten Pandegelang Tahun 2019

64
2.6 Defisini Operasional
Definisi operasional yang digunakan dalam penelitian ini tercantum
dalam tabel berikut:

Tabel 2.5. Definisi Operasional


No Nama Defiinisi Alat Cara Hasil Ukur Skala
Variabel Ukur Ukur

1. Perilaku Segala sesuatu yang Kuisoner Pengisian Dihitung melalui Ordinal


diketahui responden pre-test, Kuesioner pengukuran nilai
mengenai ketepatan post-test Median dari data
MPASI meliputi: yang diolah.
1. Definisi Nilai median yang
MPASI ditentukan:
2. Perilaku  > 70 dinyatakan
pemberian perilaku baik
MPASI  ≤ 70
3. Perilaku dinyatakan
frekuensi perilaku tidak
pemberian baik
MPASI
4. Jenis MPASI
pertama kali
5. Akibat MPASI
sebelum 6 usia
bulan
6. Tekstur
makanan
MPASI
7. Tujuan
pemberian
MPASI

65
8. Makanan yang
diberikan pada
anak 9 bulan
9. Dampak
MPASI telat di
berikan
sebelum 6
bulan
10. Pembuatan
MPASI diberi
tambahan
garam atau gula
No Nama Defiinisi Alat Cara Hasil Ukur Skala
Variabel Ukur Ukur

2 Umur Kategori umur Kuesioner Pengisian Umur Interval


menurut Departemen Kuesioner dalam
Kesehatan Republik tahun
Indonesia tahun 2009
yakni sebagai berikut
:
Masa remaja awal :
12-16 tahun
Masa remaja akhir :
17-25 tahun
Masa dewasa awal :
26-35 tahun
Masa dewasa akhur :
36-45 tahun
Masa Lansia Awal :
46-55 tahun

66
Masa lansia akhir :
56-65 tahun
Masa manula : > 65
tahun

67

Anda mungkin juga menyukai