PENDAHULUAN
1.5.2 Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang tersebar di
alam, dan berasal dari tumbuhan tinggi. Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari
seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau kira-kira 1 x 109
ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berikatan erat
dengannya. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang
berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar
jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka
2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat
pada cincin B dari 1,3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen
sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).
ii. Isoflavon
Khalkon dan auron merupakan „antoklor‟, yaitu pigmen kuning yang dapat
dideteksi berdasarkan kenyataan bahwa bila daun bunga yang berwarna
kuning diasapi dengan asap basa dari sebatang cerutu, atau diuapi dengan
uap amonia warnanya berubah menjadi jingga atau merah. Senyawa ini
terdapat khas dalam Compositae (terutam Coreopsis).
iv. Flavonon
Flavonon merupakan isomer khalkon dan kedua kelas senyawa ini berantar-
alih-bentuk secra in vitro. Khalkon sering kali dijumpai di alam bersama-
sama dengan analog flavon, tetapi sebaliknya belum tentu demikian.
v. Xanton
Xanton ialah pigmen fenol kuning yang reaksi warnanya serta gerakan
kromatografinya serupa dengan flavonoid. Karena alasan tersebut deteksi
dan analisisnya dimasukkan dalam bagian ini. Secara kimia xanthon berbeda
dengan flavonoid dan mudah dibedakan dari flavonoid berdasarkan sifat
spektrumnya yang khas.
vi. Antosianin
Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas
dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah
penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah, merah
senduduk, ungu dan biru dalam daun bunga, daun, dan buah pada
tumbuhann tinggi.
Daun dan kulit batang Muntingia calabura L. mengandung alkaloid, tanin,
saponin, flavonoida, polifenol, flavonol (kaemferol dan kuersetin) serta
proantosianidin dan sianidin, beberapa mioinositol. Serta setiap 100 gram
tanaman ini memiliki kandungan : 76,3 g air, 2,1 g protein, 2,3 g lemak, 17,9
g karbohidrat, 4,6 g serat, 1,4 g abu, 125 mg kalsium, 94 mg fosfor, 0,015
mg vitamin A, 90 mg vitamin C. Nilai energinya 380 kJ/100 g.
Menurut (Nenden,2012), kadar sari yang diperoleh dengan pelarut air 13,38
± 0,244 % (% b/b),sedangkan dengan pelarut etanol diperoleh kadar sekitar
15,17 ± 0,8%. Maka disini kami akan melakukan tinjauan lebih lanjut
seberapa banyak sari dari daun kersen yang dapat diambil dengan
melakukan ekstraksi etanol, air, serta petroleum eter untuk alasan ekonomis
dengan adanya penelitian lebih jauh maka akan diperoleh cara lebih strategis
untuk pengambilan flavonoid dari sari daun kersen yang telah diperoleh.
1.5.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah metode pemisahan senyawa dari campurannya dengan
menggunakan pelarut atau metode penarikan kandungan senyawa kimia
metabolit sekunder dari bagian tumbuhan dengan menggunakan pelarut-pelarut
yang sesuai. Dalam pemilihan pelarut pengekstraksi berlaku prinsip polar loves
polar dan non polar loves non polar, artinya bila kita akan mengekstraksi
senyawa non polar, harus digunakan pelarut non polar dan bila kita akan
mengekstraksi senyawa polar harus digunakan pelarut polar. Contoh pelarut
polar adalah air, metanol, dan etanol, pelarut semi polar misalnya aseton, dan
etil asetat, serta pelarut non polar yang umum digunakan adalah normal
heksana, eter minyak tanah, kloroform, dan diklorometana. Dalam pustaka-
pustaka sering dinyatakan ekstraksi dengan benzena atau kloroform atau karbon
tetraklorida sebagai pelarut non polar, tetapi kini benzena, kloroform, dan
karbon tetraklorida mulai ditinggalkan karena sifat hepatotoksiknya yang
tinggi.
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi cara
dingin dan ekstraksi cara panas.
1.5.4 Ekstraksi Cara Dingin
Ekstraksi cara dingin dibedakan atas:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan mengunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan
yang kontinu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
1.5.5 Ekstraksi Cara Panas
Ekstraksi cara panas antara lain:
a. Refluks
Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Ekstrasi kontinyu dengan alat Soxhlet
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50 oC.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan temperatur sampai
titik didih air.
f. Pressurized Hot Water Extraction (PHWE)
PHWE adalah ekstraksi menggunakan pelarut air dengan temperatur tinggi dan
pada kondisi tekanan yang terkendali sehingga dapat menarik komponen
organik atau non-polar.
1.6 Batasan Masalah
Pada penelitian ini ada beberapa hal yang menjadi batasan masalah yaitu :
1. Bahan yang digunakan adalah daun kersen dari komplek Perumahan Jalan
Mancasan Indah IV No. 8 Depok, Sleman, Yogyakarta
2. Variabel pelarut yang dipilih adalah etanol, petroleum ether, dan air.
3. Waktu ekstraksi selama 6 jam.
1.7 Hipotesis
1. Semakin kecil ukuran sampel, maka sari sumber flavonoid yang
dihasilkan semakin sedikit (berbanding lurus).
2. Pelarut yang akan menghasilkan sari terbanyak adalah pelarut
etanol.
3. Semakin lama ekstraksi, sari sumber flavonoid yang dihasilkan
akan semakin banyak (berbanding lurus).
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
1.1. BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG
1.1.1. Bahan Baku
Daun Kersen
1.1.2. Bahan Pendukung
1. Aquadest
2. Etanol
3. Petroleum ether
1.2. ALAT PENELITIAN DAN RANGKAIAN ALAT
1. Alat Ekstraktor Soxhlet 4. Klem
2. Pendingin balik 5. Statif
3. Kompor pemanas 6. Wadah tahan panas
4
5 1
3
a. CARA KERJA
Penyiapan Bahan Baku
1. Penyiapan Simplisia
Pada penelitian ini digunakan daun kersen sebagai bagian tanaman yang akan diteliti. Daun
kersen diambil dari kebun di daerah Jalan Mancasan Indah IV No. 8 Depok Sleman
Yogyakarta. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan sebagai
bahan baku simplisia adalah Muntingia calabura L. Pengumpulan simplisia dilakukan pada
bulan Desember tahun 2017 sebanyak 1 Kg, kemudian dicuci dengan air bersih yang
mengalir dan dibersihkan dari pengotor seperti debu, serta bagian lain yang tidak
dibutuhkan, selanjutnya bahan dikeringkan dibawah sinar matahari tidak langsung, agar zat
yang tidak tahan panas tidak rusak. Simplisia kering yang dihasilkan kemudian dihaluskan
dan disimpan dalam wadah yang bersih dan tertutup rapat.
2. Penentuan Kadar Sari Larut Air
Ditimbang 5 g simplisia, kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform
LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali- kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam dengan rentang waktu masing masing 2 jam. Ekstrak
disaring, kemudian diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara. Setelah itu residu dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap.
Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara.
3. Penentuan Kadar Sari Larut dalam Etanol
Ditimbang 5 g simplisia, kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%)
menggunakan labu bersumpat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam dengan rentang waktu masing masing 2 jam. Ekstrak
disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan 25 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Setelah itu residu
dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa
yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
4. Penentuan Kadar Sari Larut dalam petroleum ether
Ditimbang 5 g simplisia, kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml petroleum
ether menggunakan labu bersumpat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam dengan rentang waktu masing masing 2 jam. Ekstrak
disaring cepat untuk menghindari penguapan petroleum ether, kemudian diuapkan 25 ml
filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Setelah itu
residu dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen
senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara.
Persiapan Bahan Baku
1. Pembuatan simplisia
Daun Kersen
Dihaluskan
Diuapkan 25 ml
hingga kering
Residu dipanaskan
pada suhu 105oC
hingga bobot tetap