Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia kaya akan keanekaragaman hayati yang dapat dimanfaatkan
dalam semua segi kehidupan manusia, obat tradisional adalah salah satu bentuk nyata
pemanfaatan sumber daya alam hayati tersebut. Sebagai salah satu negara hutan hujan
tropis, Indonesia kaya akan keanekaragaman flora yang dapat digunakan sebagai obat
tradisional. Hal ini mendorong para ahli untuk menggali sumbersumber komponen
bahan alam dari tumbuhan yang bermanfaat dalam pengobatan berbagai penyakit.
Kegunaan daun salam sebagai obat tidak lepas dari keberadaan senyawa-senyawa
kimia yang bertanggung jawab terhadap respons hayati. Senyawa golongan flavonoid
merupakan salah satu senyawa yang berperan dalam respons tersebut.
Sebagai antioksidan, flavonoid memiliki kemampuan mengubah atau
mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas (Zuhra: 2008). Hasil
penelitian menunjukkan bahwa simplisia daun kersen dan ekstrak etanol daun ini
mengandung senyawa golongan flavonoid, kuinon, polifenolat, saponin, steroid dan
triterpenoid, monoterpenoid dan seskuiterpenoid. Penelitian tentang isolasi senyawa
flavanon, flavon, kalkon dan isoflavon serta struktur senyawanya telah dilakukan di
Chicago, hasil penelitiannya yaitu 7-methoxy-3,5,8-trihydroxyflavanone; 5-hydroxy-
7methoxyflavanone; 2′,4′dihydroxychalcone; 4,2′,4′-trihydroxychalcone,7-
hydroxyisoflavone; 7,3′,4′-trimethoxyisoflavone. Salah satu manfaat dari kandungan
flavonoid adalah sebagai antioksidan, dimana flavonoid memiliki kemampuan untuk
merubah atau mereduksi radikal bebas dan juga sebagai anti radikal bebas. Contoh
lain kandungan aktif antioksidan diisolasi dari ekstrak kasar metanol dari daun jambu
biji (Psidium guajava L.) diantaranya quercetin serta dua jenis flavonoid quercetin-3-
O-glucopyranoside dan morin.
Sumber-sumber antioksidan dapat berupa antioksidan sintetik maupun
antioksidan alami. Tetapi saat ini penggunaan antioksidan sintetik mulai dibatasi
karena dari hasil penelitian yang telah dilakukan ternyata antioksidan sintetik seperti
BHT (Butylated Hydroxy Toluena) dapat meracuni binatang percobaan dan bersifat
karsinogenik. Oleh karena itu industri makanan dan obat-obatan beralih
mengembangkan antioksidan alami dan mencari sumber-sumber antioksidan alami
baru.
Dari bukti ilmiah berkenaan dengan kandungan senyawa dalam daun kersen
yang telah disebutkan diatas diharapkan bahwa daun kersen memiliki suatu golongan
senyawa tumbuhan yang mempunyai sifat antioksidan. Hal ini perlu dibuktikan
melalui penelitian yang dimulai dengan pembuatan ekstrak daun kersen dan uji
antioksidan kemudian dilanjutkan dengan penelitian fraksi-fraksinya.

1.2 Rumusan Masalah


Daun kersen memang banyak dimanfaatkan untuk obat tradisional, namun
tidak banyak masyarakat yang mengetahui daun kersen merupakan salah satu sumber
antioksidan alami, dan masih sedikit masyarakat yang mengetahui seberapa banyak
kadar antioksidan yang dimiliki oleh daun kersen tersebut, sehingga banyak
masyarakat memilih antioksidan sintetik, dimana antioksidan sintetik dapat meracuni
binatang percobaanya dan besrifat karsinogenik.

1.3 Manfaat Hasil Penelitian


Penelitian ini diharapakan dapat memberikan manfaat, khususnya bagi
masyarakat umum mengenai informasi antioksidan alami yang dapat diperoleh secara
mudah dan murah, mengurangi pemakaian antioksidan sintetik, dan mengurangin
sampah organik daun kersen.

1.4 Tujuan Penelitian


1. Menentukan pelarut ekstraksi untuk daun kersen
2. Menentukan waktu ekstraksi daun kersen
3. Menentukan kondisi optimum ekstraksi daun kersen

1.5 Tinjauan Pustaka


1.5.1 Daun Kersen (Muntingia calabura)
Daun kersen (Muntingia calabura) merupakan tanaman yang biasanya
tumbuh dengan ukuran kecil namun kadang juga bisa berukuran besar bahkan
ada yang bisa mencapai tinggi hingga 12 meter. Daunnya berwarna hijau terus
menerus, berbunga dan berbuah sepanjang tahun, memiliki cabang-cabang
mendatar, menggantung di ujungnya. membentuk naungan yang rindang.
Ranting-ranting berambut halus bercampur dengan rambut kelenjar demikian
pula daunnya. Daun ini merupakan daun tunggal, berseling, bulat telur bentuk
lanset, panjang 6-10 cm, ujung dan pangkal runcing, tepinya bergerigi, berbulu,
sistem pertulangan menyirip, tidak simetris, hijau, mudah layu. Bunganya berisi
1-3-5 kuntum, terletak di ketiak agak di sebelah atas tumbuhnya daun,
bertangkai panjang, berkelamin dua, taju meruncing bentuk benang, berambut
halus, mahkota bertepi rata, bundar telur terbalik dan putih tipis. Benang sari
berjumlah banyak, 10 sampai lebih dari 100 helai. Bunga yang mekar menonjol
keluar, ke atas helai-helai daun, namun setelah menjadi buah menggantung ke
bawah, tersembunyi di bawah helai daun. Umumnya hanya satu-dua bunga
yang menjadi buah dalam tiap berkasnya.
Buah memiliki diameter hingga 1,5 cm berbentuk seperti ceri jika
matang maka akan berwarna merah dan berasa manis. Sedangkan bijinya
berbentuk bulat, kecil, putih kekuningan, tiap buah mengandung ratusan biji,
dan pada akarnya tunggang. Dengan klasifikasi tumbuhan sebagai berikut :

Kingdom : Plantae (tumbuhan)


Sub kingdom : Tracheobionta (berpembuluh)
Super divisi : Spermatophyta (berbiji)
Divisi : Magnoliophyta (berbunga)
Kelas : Magnoliopsida (berkeping dua / dikotil)
Sub kelas : Dilleniidae
Bangsa : Malvales (Culumniferae)
Suku : Elaeocarpaceae
Marga : Muntingia
Jenis : Muntingia calabura L.

1.5.2 Flavonoid
Flavonoid adalah suatu kelompok senyawa fenol yang tersebar di
alam, dan berasal dari tumbuhan tinggi. Menurut perkiraan, kira-kira 2% dari
seluruh karbon yang difotosintesis oleh tumbuhan (atau kira-kira 1 x 109
ton/tahun) diubah menjadi flavonoid atau senyawa yang berikatan erat
dengannya. Istilah flavonoid diberikan untuk senyawa-senyawa fenol yang
berasal dari kata flavon, yaitu nama dari salah satu jenis flavonoid yang terbesar
jumlahnya dalam tumbuhan. Senyawa-senyawa flavon ini mempunyai kerangka
2-fenilkroman, dimana posisi orto dari cincin A dan atom karbon yang terikat
pada cincin B dari 1,3-diarilpropana dihubungkan oleh jembatan oksigen
sehingga membentuk cincin heterosiklik yang baru (cincin C).

(a) (b) (c)

Gambar 1.1. Kerangka Flavonoida (a); Isoflavonoid (b); Neoflavonoida (c)


Flavonoid dan senyawa turunannya biasanya terdapat pada tumbuhan
sebagai glikosida yang tersusun dari satu atau lebih gugus fenil dan gugus gula.
Gugus hidroksi hampir selalu ditemukan pada posisi 5 dan 7 pada cincin A,
sedangkan cincin B umumnya mengandung gugus hidroksi dan alkoksil pada posisi
4‟ atau pada posisi 3‟ dan 4‟. Glikosida dari flavonoid dapat mengandung gugus
gula pada setiap gugus hidroksi.
Gambar 1.2. Golongan Flavonoid
Flavonoid merupakan kandungan khas tumbuhan hijau dengan
mengecualikan alga. Flavonoid sebenarnya terdapat pada semua bagian tumbuhan
termasuk daun, akar, kayu, kulit, tepung sari, nektar bunga, buah buni dan biji.
Hanya sedikit saja catatan yang melaporkan adanya flavonoid pada hewan,
misalnya dalam kelenjar bau berang – berang “propolis” (sekresi lebah) dan di
dalam sayap kupu – kupu; itupun dengan anggapan bahwa flavonoid tersebut
berasal dari tumbuhan yang menjadi makanan hewan tersebut dan tidak
dibiosintesis di dalam tubuh mereka.

1.5.2.1 Golongan Flavonoid


Flavonoid terdapat dalam tumbuhan sebagai campuran; jarang
sekali dijumpai hanya flavonoid tunggal dalam jaringan tumbuhan. Di
samping itu, sering terdapat campuran yang terdiri atas flavonoid yang
berbeda kelas. Penggolongan jenis flavonoid dalam jaringan tumbuhan
mula-mula didasarkan kepada telaah sifat kelarutan dan reaksi warna.
Kemudian diikuti dengan pemeriksaan ekstrak tumbuhan yang telah
dihidrolisis, secara kromatografi satu arah, dan pemeriksaan ekstrak
etanol secara dua arah. Akhirnya, flavonoid dapat dipisahkan dengan
cara kromatografi. Komponen masing-masing diidentifikasi dengan
membandingkan kromatografi dan spektrum, dengan memakai
senyawa pembanding yang sudah dikenal.
i. Flavon dan Flavonol

Flavon terdapat sebagai glikosida. Jenis yang paling umum adalah 7-


glukosida, contohnya luteolin 7-glikosida. Flavon juga terdapat yang
terikat pada gula melalui ikatan karbon sederetan glikosiflavon, salah satu
contohnya adalah orientin, yaitu luteolin 8-C-glukosida. Ikatan karbon-
karbon yang sangat tahan terhadap glikolisis asam sehingga membedakan
C-glikosida dengan O-glikosida yang lebih mudah terhidrolisis.Flavon
sangat tersebar luas dalam tumbuhan, baik sebagai kopigmen antosianin
dalam daun bunga maupun dalam daun tumbuhan tinggi.

ii. Isoflavon

Isoflavon termasuk ke dalam golongan flavonoid minor karena


penyebarannya yang terbatas. Isoflavon merupakan suatu isomer flavon,
tetapi jauh lebih langka. Hampir semua terdapat dalam anak suku
Leguminosae (Papilionoideae). Isoflavon dapat dipilih menjadi tiga kelas
berdasarkan sifat fisiologinya. Senyawa seperti 7-4‟-dihidroksiisoflavon
(daidzein) dan 5,7,4‟-trihidroksiisoflavon (genistein) merupakan estrogen
asam lemah, terdapat dalam semanggi. Isoflavon rumit, misalnya rotenon,
merupakan insektisida alam kuat, sementara kumestan yang sekerabat,
misalnya pisatin, adalah fitoaleksin, yaitu senyawa pelindung yang
terbentuk dalam tumbuhan sebagai tanggapan terhadap serangan penyakit.
iii. Khalkon dan Auron

Khalkon dan auron merupakan „antoklor‟, yaitu pigmen kuning yang dapat
dideteksi berdasarkan kenyataan bahwa bila daun bunga yang berwarna
kuning diasapi dengan asap basa dari sebatang cerutu, atau diuapi dengan
uap amonia warnanya berubah menjadi jingga atau merah. Senyawa ini
terdapat khas dalam Compositae (terutam Coreopsis).

iv. Flavonon

Flavonon merupakan isomer khalkon dan kedua kelas senyawa ini berantar-
alih-bentuk secra in vitro. Khalkon sering kali dijumpai di alam bersama-
sama dengan analog flavon, tetapi sebaliknya belum tentu demikian.

v. Xanton

Xanton ialah pigmen fenol kuning yang reaksi warnanya serta gerakan
kromatografinya serupa dengan flavonoid. Karena alasan tersebut deteksi
dan analisisnya dimasukkan dalam bagian ini. Secara kimia xanthon berbeda
dengan flavonoid dan mudah dibedakan dari flavonoid berdasarkan sifat
spektrumnya yang khas.

vi. Antosianin

Antosianin merupakan pewarna yang paling penting dan paling tersebar luas
dalam tumbuhan. Pigmen yang berwarna kuat dan larut dalam air ini adalah
penyebab hampir semua warna merah jambu, merah marak, merah, merah
senduduk, ungu dan biru dalam daun bunga, daun, dan buah pada
tumbuhann tinggi.
Daun dan kulit batang Muntingia calabura L. mengandung alkaloid, tanin,
saponin, flavonoida, polifenol, flavonol (kaemferol dan kuersetin) serta
proantosianidin dan sianidin, beberapa mioinositol. Serta setiap 100 gram
tanaman ini memiliki kandungan : 76,3 g air, 2,1 g protein, 2,3 g lemak, 17,9
g karbohidrat, 4,6 g serat, 1,4 g abu, 125 mg kalsium, 94 mg fosfor, 0,015
mg vitamin A, 90 mg vitamin C. Nilai energinya 380 kJ/100 g.
Menurut (Nenden,2012), kadar sari yang diperoleh dengan pelarut air 13,38
± 0,244 % (% b/b),sedangkan dengan pelarut etanol diperoleh kadar sekitar
15,17 ± 0,8%. Maka disini kami akan melakukan tinjauan lebih lanjut
seberapa banyak sari dari daun kersen yang dapat diambil dengan
melakukan ekstraksi etanol, air, serta petroleum eter untuk alasan ekonomis
dengan adanya penelitian lebih jauh maka akan diperoleh cara lebih strategis
untuk pengambilan flavonoid dari sari daun kersen yang telah diperoleh.
1.5.3 Ekstraksi
Ekstraksi adalah metode pemisahan senyawa dari campurannya dengan
menggunakan pelarut atau metode penarikan kandungan senyawa kimia
metabolit sekunder dari bagian tumbuhan dengan menggunakan pelarut-pelarut
yang sesuai. Dalam pemilihan pelarut pengekstraksi berlaku prinsip polar loves
polar dan non polar loves non polar, artinya bila kita akan mengekstraksi
senyawa non polar, harus digunakan pelarut non polar dan bila kita akan
mengekstraksi senyawa polar harus digunakan pelarut polar. Contoh pelarut
polar adalah air, metanol, dan etanol, pelarut semi polar misalnya aseton, dan
etil asetat, serta pelarut non polar yang umum digunakan adalah normal
heksana, eter minyak tanah, kloroform, dan diklorometana. Dalam pustaka-
pustaka sering dinyatakan ekstraksi dengan benzena atau kloroform atau karbon
tetraklorida sebagai pelarut non polar, tetapi kini benzena, kloroform, dan
karbon tetraklorida mulai ditinggalkan karena sifat hepatotoksiknya yang
tinggi.
Ekstraksi dengan menggunakan pelarut dibagi menjadi dua yaitu ekstraksi cara
dingin dan ekstraksi cara panas.
1.5.4 Ekstraksi Cara Dingin
Ekstraksi cara dingin dibedakan atas:
a. Maserasi
Maserasi adalah proses pengekstrakan simplisia dengan mengunakan pelarut
dengan beberapa kali pengocokan atau pengadukan pada temperatur ruangan.
Secara teknologi termasuk ekstraksi dengan prinsip metode pencapaian
konsentrasi pada keseimbangan. Maserasi kinetik berarti dilakukan pengadukan
yang kontinu. Remaserasi berarti dilakukan pengulangan penambahan pelarut
setelah dilakukan penyaringan maserat pertama, dan seterusnya.
b. Perkolasi
Perkolasi adalah ekstraksi dengan pelarut yang selalu baru sampai sempurna
(exhaustive extraction) yang umumnya dilakukan pada temperatur ruangan.
Proses terdiri dari tahapan pengembangan bahan, tahap maserasi antara, tahap
perkolasi sebenarnya (penetesan/penampungan ekstrak), terus menerus sampai
diperoleh ekstrak (perkolat) yang jumlahnya 1-5 kali bahan.
1.5.5 Ekstraksi Cara Panas
Ekstraksi cara panas antara lain:
a. Refluks

Refluks adalah ekstraksi dengan pelarut pada temperatur titik didihnya, selama
waktu tertentu dan jumlah pelarut terbatas yang relatif konstan dengan adanya
pendingin balik. Umumnya dilakukan pengulangan proses pada residu pertama
sampai 3-5 kali sehingga dapat termasuk proses ekstraksi sempurna.
b. Ekstrasi kontinyu dengan alat Soxhlet
Ekstraksi menggunakan pelarut yang selalu baru yang umumnya dilakukan
dengan alat khusus sehingga terjadi ekstraksi kontinu dengan jumlah pelarut
relatif konstan dengan adanya pendingin balik.
c. Digesti
Digesti adalah maserasi kinetik (dengan pengadukan kontinu) pada temperatur
yang lebih tinggi dari temperatur ruangan (kamar), yaitu secara umum
dilakukan pada temperatur 40-50 oC.
d. Infus
Infus adalah ekstraksi dengan pelarut air pada temperatur penangas air (bejana
infus tercelup dalam penangas air mendidih, temperatur terukur 96-98 oC)
selama waktu tertentu (15-20 menit).
e. Dekok
Dekok adalah infus pada waktu yang lebih lama (≥30oC) dan temperatur sampai
titik didih air.
f. Pressurized Hot Water Extraction (PHWE)
PHWE adalah ekstraksi menggunakan pelarut air dengan temperatur tinggi dan
pada kondisi tekanan yang terkendali sehingga dapat menarik komponen
organik atau non-polar.
1.6 Batasan Masalah
Pada penelitian ini ada beberapa hal yang menjadi batasan masalah yaitu :
1. Bahan yang digunakan adalah daun kersen dari komplek Perumahan Jalan
Mancasan Indah IV No. 8 Depok, Sleman, Yogyakarta
2. Variabel pelarut yang dipilih adalah etanol, petroleum ether, dan air.
3. Waktu ekstraksi selama 6 jam.

1.7 Hipotesis
1. Semakin kecil ukuran sampel, maka sari sumber flavonoid yang
dihasilkan semakin sedikit (berbanding lurus).
2. Pelarut yang akan menghasilkan sari terbanyak adalah pelarut
etanol.
3. Semakin lama ekstraksi, sari sumber flavonoid yang dihasilkan
akan semakin banyak (berbanding lurus).
BAB II
METODOLOGI PENELITIAN
1.1. BAHAN BAKU DAN BAHAN PENDUKUNG
1.1.1. Bahan Baku
Daun Kersen
1.1.2. Bahan Pendukung
1. Aquadest
2. Etanol
3. Petroleum ether
1.2. ALAT PENELITIAN DAN RANGKAIAN ALAT
1. Alat Ekstraktor Soxhlet 4. Klem
2. Pendingin balik 5. Statif
3. Kompor pemanas 6. Wadah tahan panas
4

5 1

3
a. CARA KERJA
Penyiapan Bahan Baku
1. Penyiapan Simplisia
Pada penelitian ini digunakan daun kersen sebagai bagian tanaman yang akan diteliti. Daun
kersen diambil dari kebun di daerah Jalan Mancasan Indah IV No. 8 Depok Sleman
Yogyakarta. Hasil determinasi menunjukkan bahwa tumbuhan yang digunakan sebagai
bahan baku simplisia adalah Muntingia calabura L. Pengumpulan simplisia dilakukan pada
bulan Desember tahun 2017 sebanyak 1 Kg, kemudian dicuci dengan air bersih yang
mengalir dan dibersihkan dari pengotor seperti debu, serta bagian lain yang tidak
dibutuhkan, selanjutnya bahan dikeringkan dibawah sinar matahari tidak langsung, agar zat
yang tidak tahan panas tidak rusak. Simplisia kering yang dihasilkan kemudian dihaluskan
dan disimpan dalam wadah yang bersih dan tertutup rapat.
2. Penentuan Kadar Sari Larut Air
Ditimbang 5 g simplisia, kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform
LP menggunakan labu bersumbat sambil berkali- kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam dengan rentang waktu masing masing 2 jam. Ekstrak
disaring, kemudian diuapkan 20 ml filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar
rata yang telah ditara. Setelah itu residu dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap.
Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut dalam air, dihitung terhadap bahan yang
telah dikeringkan di udara.
3. Penentuan Kadar Sari Larut dalam Etanol
Ditimbang 5 g simplisia, kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml etanol (95%)
menggunakan labu bersumpat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam dengan rentang waktu masing masing 2 jam. Ekstrak
disaring cepat untuk menghindari penguapan etanol, kemudian diuapkan 25 ml filtrat
hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Setelah itu residu
dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa
yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
4. Penentuan Kadar Sari Larut dalam petroleum ether
Ditimbang 5 g simplisia, kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml petroleum
ether menggunakan labu bersumpat sambil berkali-kali dikocok selama 6 jam pertama dan
kemudian dibiarkan selama 18 jam dengan rentang waktu masing masing 2 jam. Ekstrak
disaring cepat untuk menghindari penguapan petroleum ether, kemudian diuapkan 25 ml
filtrat hingga kering dalam cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Setelah itu
residu dipanaskan pada suhu 105oC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen
senyawa yang larut dalam etanol (95%), dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di
udara.
Persiapan Bahan Baku
1. Pembuatan simplisia
Daun Kersen

Dicuci dengan air bersih yang


mengalir dan dibersihkan dari
pengotor

Dikeringkan di bawah sinar


matahari tidak langsung

Dihaluskan

Disimpan dalam wadah


bersih dan tertutup
2. Pengambilan sari larut
Simplisia daun kersen
Air kloroform LP, PE, etanol 95%
Maserasi
selama 24 jam
diambil rentang waktu masing-masing
2 jam Disaring hasil
ekstrasi

Diuapkan 25 ml
hingga kering

Residu dipanaskan
pada suhu 105oC
hingga bobot tetap

Sari larut daun kersen


b. Analisa Hasil
1. Penentuan Kadar Sari Larut Air
Ditimbang 5 g simplisia, kemudian dimaserasi selama 24 jam dengan 100 ml air kloroform
LP, PE, dan ethanol 95% menggunakan labu bersumbat sambil berkali- kali dikocok
selama 6 jam pertama dan kemudian dibiarkan selama 18 jam. Ekstrak disaring, kemudian
diuapkan 20 ml, 25 ml(untuk pelarut PE dan ethanol 95%) filtrat hingga kering dalam
cawan dangkal berdasar rata yang telah ditara. Setelah itu residu dipanaskan pada suhu
105oC hingga bobot tetap. Kadar dihitung dalam persen senyawa yang larut dalam air,
dihitung terhadap bahan yang telah dikeringkan di udara.
c. Jadwal Kegiatan Penelitian
Kegiatan Minggu Ke -
Pembuatan proposal : 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18
- Studi Pustaka
- Pembuatan
Proposal
- Revisi
Pelaksanaan Penelitian
Olah Data
Pembuatan Laporan
Seminar
Revisi Laporan

Anda mungkin juga menyukai