Anda di halaman 1dari 34

1.

Konsep Penyakit Trauma Dada


1.1 Pengertian Trauma Dada
Trauma adalah luka atau cedera fisik lainnya atau cedera fisiologis akibat
gangguan emosional yang hebat (Brooker, 2001).
Trauma dada adalah suatu kondisi dimana terjadinya benturan baik tumpul
maupun tajam pada dada atau dinding thorax, yang menyebabkan abnormalitas
(bentuk) pada rangka thorax. Perubahan bentuk pada thorax akibat trauma,
dapat menyebabkan gangguan fungsi atau cedera pada organ bagian dalam
rongga thorax seperti jantung dan paru-paru.
Trauma dada menyebabkan hampir 25 % dari semua kematian yang
berhubungan dengan trauma di Amerika dan sangat berkaitan dengan 50 %
kematian yang berhubungan dengan trauma yang mencakup cedera sistem
multiple.
Trauma dada diklasifikasikan dengan trauma tumpul dan tembus
(penetrasi) .Cedera pada dada sering mengancam jiwa dan
mengakibatkan satu atau lebih mekanisme patologi berikut :
- Hipoksia akibat gangguan jalan nafas, cedera pada parenkim paru, sangkar
iga, dan otot pernafasan , kolaps paru dan pneumotoraks.
- Hipovolemik akibat kehilangan cairan masif dari pembuluh darah besar ,
ruptur jantung, atau hemotoraks.
- Gagal jantung akibat tamponade jantung, kontusio jantung, atau tekanan
intra toraks yang meningkat .
Mekanisme ini sering kali mengakibatkan kerusakan ventilasi dan
perfusi yang mengarah pada gagal nafas akut, syok hipovolemia, dan kematian.
1.2 Penyebab
Trauma dada kebanyakan disebabkan oleh kecelakaan lalu lintas yang
umumnya berupa trauma tumpul. Trauma tajam terutama disebabkan oleh
tikaman dan tembakan. Cedera dada yang memerlukan tindakan darurat adalah
obstruksi jalan nafas, hemotoraks besar, tamponade jantung, tension
pneumotoraks, flail chest, pneumotoraks terbuka, dan kebocoran udara trakea
bronkus. Semua kelainan ini menyebabkan gawat dada atau thoraks akut,
dalam arti diagnosis harus ditegakkan secepat mungkin dan penanganan
dilakukan segera untuk mempertahankan pernafasan, ventilasi paru, dan
perdarahan.

1
Penyebab:
1. Trauma tembus
- Luka tembak
- Luka tikam/ tusuk
2. Trauma tumpul
- Kecelakaan kendaraan bermotor
- Jatuh
- Pukulan pada dada
1.3 Tanda dan gejala
- Nyeri pada tempat trauma, bertambah pada saat inspirasi
- Pembengkakan lokal dan krepitasi pada saat palpasi
- Pasien menahan dadanya dan bernafas pendek
- Dyspnea, takipnea, Takikardi
- Tekanan darah menurun
- Gelisah dan agitasi
- Kemungkinan cyanosis
- Batuk mengeluarkan sputum bercak darah
- Hypertympani pada perkusi di atas daerah yang sakit
- Ada jejas pada thorax
- Peningkatan tekanan vena sentral yang ditunjukkan oleh distensi vena leher
- Bunyi muffle pada jantung
- Perfusi jaringan tidak adekuat
- Pulsus paradoksus (tekanan darah sistolik turun dan berfluktuasi dengan
pernafasan) dapat terjadi dini pada tamponade jantung
1.4 Patofisiologi
Trauma terhadap thoraks terdiri atas trauma tajam dan trauma tumpul. Pada
trauma tajam, terdapat luka pada jaringan kutis dan subkutis, mungkin lebih
mencapai jaringan otot ataupun lebih dalam lagi hingga melukai pleura parietalis
atau perikardium parietalis. Dapat juga menembus lebih dalam lagi, sehingga
merusak jaringan paru, menembus dinding jantung atau pembuluh darah besar di
mediastinum.
Trauma tajam yang menembus pleura parietalis akan menyebabkan kolaps
paru, akibat masuknya udara atmosfer luar kedalam rongga paru. Bila pleura
viseralispun tertembus, kemungkinan trauma tajam terhadap jaringan paru

2
sangat besar, sehingga selain terjadi penurunan ventilasi akibat hubungan
pendek bronkho – udara luar melalui luka tajam, mungkin terjadi pula Hemoptoe
massif dengan akibat – akibatnya.
Trauma tajam yang melukai perikardium parietalis dapat menimbulkan
tamponade jantung dengan tertimbunya darah dalam rongga pericardium, yang
akan mampu meredam aktivitas Diastolik jantung. Eksanguinasi akibat
tembusnya dinding jantung atau pembuluh darah besar di mediasternum, mampu
menimbulkan henti jantung dalam waktu 2 – 5 menit, tergantung derajat
perdarahannya.
Satu jenis lain dari trauma tajam, yaitu trauma tertembus peluru. Fatalitas
akibat trauma peluru ini lebih besar dari jenis trauma tajam lainnya, karena
faktor kerusakan jaringan yang lebih besar akibat rotasi berkecepatan tinggi dari
pleura, berakibat luka tembus keluar yang relatif lebih besar dari luka tembus
masuk.
Trauma tumpul toraks, bila kekuatan trauma tidak cukup besar, hanya akan
menimbulkan desakan terhadap kerangka dada, yang karena kelenturannya akan
mengambil bentuk semula bila desakan hilang.
Trauma tumpul demikian, secara tampak dari luar mungkin tidak memberi
gambaran kelainan fisik, namun mampu menimbulkan kontusi terhadap otot
kerangka dada, yang dapat menyebabkan perdarahan in situ dan pembentukan
hematoma inter atau intra otot, yang kadang kala cukup luas, sehingga berakibat
nyeri pada respirasi dan pasien tampak seperti mengalami dispnea.
Trauma tumpul dengan kekuatan cukup besar, mampu menimbulkan patah
tulang iga, mungkin hanya satu iga, dapat pula beberapa iga sekaligus, dapat
hanya satu lokasi fraktur pada setiap iga, dapat pula terjadi patahan multiple,
mungkin hanya melibatkan iga sisi unilateral, mungkin pula berakibat bilateral.
Trauma tumpul jarang menimbulkan kerusakan jaringan jantung, kecuali bila
terjadi trauma dengan kekuatan cukup besar dari arah depan, misalnya : akibat
dorongan kemudi atau setir mobil yang mendesak dada akibat penghentian
mendadak mobil berkecepatan sangat tinggi yang menabrak kendaraan atau
bangunan didepannya. Desakan setir mobil tersebut mampu menimbulkan
tamponade jantung, akibat perdarahan rongga pericardium ataupun hematoma
dinding jantung yang akan meredam gerakan sistolik dan diastolik.

3
Dorongan atau pukulan tumpul terhadap dinding kerangka dada yang
demikian kuatnya, sehingga melebihi kekuatan kelenturan iga, dapat
menimbulkan fraktur iga dan ujung fragmen fraktur dapat merusak pleura
parietalis ataupun bahkan pleura viseralis dan jaringan paru. Setelah trauma
hilang, fragmen iga yang fraktur tersebut akan kembali kepada kedudukan
semula akibat kelenturannya, dan akibat kelengkungan bentuk iga yang
menggembung kearah keluar kerangka, serta pengikatan antar iga oleh otot inter-
oseus/otot intekostalis.
Keadaan tersebut diatas, meskipun secara morfologis hanya di dapat fraktur
sederhana dan tertutup dari iga dalam kedudukan baik, namun mampu
menimbulkan hematotoraks atau pneumotoraks, bahkan tidak tertutup
kemungkinan terjadi “Tension Pneumotorax”, karena terjadi keadaan dimana
alveoli terbuka, pleura viseralis dengan luka yang berfungsi “Pentil” dan luka
pleura parietalis yang menutup akibat desakan udara yang makin meningkat di
rongga pleura. Tension pneumotoraks selanjutnya akan mendesak paru
unilateral, sehingga terjadi penurunan ventilasi antara 15 – 20 %.
Bila desakan berlanjut, terjadi penggeseran mediastinum kearah
kontralateral dan selanjutnya bahkan akan mendesak paru kontralateral yang
berakibat sangat menurunnya kapasitas ventilasi.
Kerusakan jaringan paru dengan terbukannya alveoli, memungkinkan
terjadinya emfisem subkutis, akibat penyebaran udara yang keluar dari alveoli
dan menyusup masuk kedalam jaringan interstisial paru menuju mediastinum,
dan selanjutnya menyebar melalui media subkutis. Emfisema subkutis ini dapat
menyebar secara umum keseluruh permukaan tubuh dan sangat kentara dengan
“Penggelembungan” skrotum atau labiya mayora.

4
Trauma Toraks

Penurunan ekspansi pengumpulan darah tarikan pada

Dada pleura parietalis

Pengumpulan udara

Penurunan Ekspansi perlekatan pada

Paru peningkatan tekanan pleura viseral

Intra toraks

Sesak reseptor nyeri

Peningkatan volume rangsang

Pola Nafas Tidak area pleura

Efektif penurunan kapasitas paru nyeri dada

Distress pernafas gangguan rasa

Nyaman nyeri

Paru- paru kolaps

Resiko tinggi

Penghentian nafas

1.5 Pemeriksaan diagnostik


a) Anamnesa dan Pemeriksaan Fisik

Anamnesa yang terpenting adalah mengetahui mekanisme dan pola


dari trauma, seperti jatuh dari ketinggian, kecelakaan lalu lintas, kerusakan
dari kendaraan yang ditumpangi, kerusakan stir mobil /air bag dan lain lain.

b) Radiologi : Foto Thorax (AP)

Pemeriksaan ini masih tetap mempunyai nilai diagnostik pada pasien


dengan trauma toraks. Pemeriksaan klinis harus selalu dihubungkan dengan

5
hasil pemeriksaan foto toraks. Lebih dari 90% kelainan serius trauma toraks
dapat terdeteksi hanya dari pemeriksaan foto toraks.

c) Gas Darah Arteri (GDA) dan pH


Pemeriksaan gas darah dan pH digunakan sebagai pegangan dalam
penanganan pasien-pasien penyakit berat yang akut dan menahun.
Pemeriksaan gas darah dipakai untuk menilai keseimbangan asam basa
dalam tubuh, kadar oksigen dalam darah, serta kadar karbondioksida dalam
darah.Pemeriksaan analisa gas darah dikenal juga dengan nama
pemeriksaan ASTRUP, yaitu suatu pemeriksaan gas darah yang dilakukan
melalui darah arteri. Lokasi pengambilan darah yaitu: Arteri radialis, A.
brachialis, A. Femoralis.

Didalam tabel berikut ini dapat dilihat nilai normal dari GDA dan
pH, serta kemungkinan diagnosis terhadap perubahan nilai dari hasil
pemeriksaannya :

Nilai Normal Asidosis Alkaliosis

pH ( 7,35 s/d 7,45 ) Turun Naik

HCO3 (22 s/d 26) Turun Naik

PaCO2 (35 s/d 45) Naik Turun

BE (–2 s/d +2) Turun Naik

PaO2 ( 80 s/d 100 ) Turun Naik

Tabel 1.1 : Nilai Normal dan Kesimpulan Perubahan Hasil AGD


dan pH (Hanif, 2007)

Pemeriksaan AGD dan pH tidak hanya dilakukan untuk penegakan


diagnosis penyakit tertentu, namun pemeriksaan ini juga dapat dilakukan
dalam rangka pemantauan hasil / respon terhadap pemberian terapi /
intervensi tertentu kepada klien dengan keadaan nilai AGD dan pH yang
tidak normal baik Asidosis maupun Alkaliosis, baik Respiratori maupun
Metabolik. Dari pemantauan yang dilakukan dengan pemeriksaan AGD dan

6
pH, dapat diketahui ketidakseimbangan sudah terkompensasi atau belum /
tidak terkompensasi.

Pada tabel berikut ini dapat dilihat acuan perubahan nilai yang
menunjukkan kondisi sudah / tidak terkompensasi.

Jenis Gangguan Asam Basa PH Total CO2 PCO2


Asidosis respiratorik tidak Rendah Tinggi Tinggi
terkonpensasi
Alkalosis respiratorik tidak Tinggi Rendah Rendah
terkonfensasi
Asidosis metabolic tidak terkonfensasi Rendah Rendah Normal

Alkalosis metabolic tidak terkonfensasi Tinggi Tinggi Rendah

Asidosis respiratorik kompensasi Normal Tinggi Normal


alkalosis metabolic
Alkalosis respiratorik kompensasi Normal Rendah Normal
asidosis metabolic
Asidosis metabolic kompensasi Normal Rendah Rendah
alkalosis respiratorik
Alkalosis metabolic kompensasi Normal Tinggi Tinggi
asidosis respiratorik
Tabel 2.2 : Acuan Nilai Hasil Pemantauan AGD dan pH ( FKUI, 2008)
d) CT-Scan

Sangat membantu dalam membuat diagnose pada trauma tumpul


toraks, seperti fraktur kosta, sternum dan sterno clavikular dislokasi.
Adanya retro sternal hematoma serta cedera pada vertebra torakalis dapat
diketahui dari pemeriksaan ini. Adanya pelebaran mediastinum pada
pemeriksaan toraks foto dapat dipertegas dengan pemeriksaan ini sebelum
dilakukan Aortografi.

e) Ekhokardiografi

Transtorasik dan transesofagus sangat membantu dalam menegakkan


diagnose adanya kelainan pada jantung dan esophagus. Hemoperikardium,
cedera pada esophagus dan aspirasi, adanya cedera pada dinding jantung
ataupun sekat serta katub jantung dapat diketahui segera. Pemeriksaan ini bila

7
dilakukan oleh seseorang yang ahli, kepekaannya meliputi 90% dan
spesifitasnya hampir 96%.

f) EKG (Elektrokardiografi)

Sangat membantu dalam menentukan adanya komplikasi yang


terjadi akibat trauma tumpul toraks, seperti kontusio jantung pada trauma.
Adanya abnormalitas gelombang EKG yang persisten, gangguan konduksi,
tachiaritmia semuanya dapat menunjukkan kemungkinan adanya kontusi
jantung. Hati hati, keadaan tertentu seperti hipoksia, gangguan elektrolit,
hipotensi gangguan EKG menyerupai keadaan seperti kontusi jantung.

1.6 Penatalaksanaan medis


- Oksigen tambahan
- Terapi IV untuk mengontrol syok
- Amati pemulihan syok
- Pasang selang dada yang disambungkan dengan sistem WSD
- Pada pnemothoraks menaruh tangan atau balutan penutup diatas bagian
terbuka saat pasien menarik napas untuk menutupinya.
- Pembedahan untuk memperbaiki cedera
- Miringkan pasien pada daerah yang terkena.
2. Konsep Penyakit Flail Chest
2.1 Pengertian Flail Chest
Flail chest adalah keadaan dimana beberapa atau hampir semua kosta
patah, biasanya di sisi kanan kiri dada yang menyebabkan pelepasan bagian
depan dada sehingga tidak bisa lagi menahan tekanan negative waktu inspirasi
dan malahan bergerak kedalam waktu inspirasi (Northrup,Robert S.1989).
Flail chest adalah suatu keadaan apabila dua iga berdekatan atau lebih
mengalami fraktur pada dua tempat atau lebih. Bila fraktur terjadi pada dua sisi
maka stabilitas dinding dada lebih besar dan kurang mengancam ventilasi
daripada bila terjadi pada satu sisi.(Baswick,John A.1988).
Fraktur iga multiple pada dua atau lebih tulang iga dengan dua atau
lebih garis fraktur. Flail Chest terjadi ketika segmen dinding dada tidak lagi
mempunyai kontinuitas dengan keseluruhan dinding dada. Ketidak-stabilan
dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding dada pada

8
inspirasi dan ekspirasi. Pada ekspirasi segmen akan menonjol keluar, pada
inspirasi justru masuk kedalam.

Gambar 6. Segmen Flail Chest

2.2 Penyebab
Penyebab flail chest adalah trauma tumpul yang keras yang
signifikan pada dinding dada. Bisa diakibatkan oleh kecelakaan kendaraan
bermotor, jatuh dari ketinggian, dan tindak kekerasan atau benturan dengan
energi yang besar. Pada pasien dengan kelainan yang mendasari sebelumnya
seperti osteoporosis, post sternektomi, dan multiple mieloma, dengan trauma
pada dinding dada yang ringan saja dapat juga terjadi flail chest. Penyebab
segmen flail bisa terjadi oleh karena trauma dinding dada bagian lateral,
ataupun trauma terhadap dinding dada bagian depan.
Fraktur costae dapat terjadi dimana saja disepanjang costae tersebut.
Dari keduabelas costae yang ada, tiga costae pertama paling jarang mengalami
fraktur, hal ini disebabkan karena costae tersebut sangat terlindungi. Costae 4-9
paling banyak mengalami fraktur, karena posisinya sangat terbuka dan
memiliki pelindung yang sangat sedikit, sedangkan tiga costae terbawah yakni
costae 10-12 juga jarang mengalami fraktur oleh karena mobile.
2.3 Tanda dan gejala
Biasanya karena ada pembengkakan jaringan lunak di sekitar dan
terbatasnya gerak pengembangan dinding dada, deformitas, dan gerakan
paradoksal flail chest yang ada akan tertutupi. Pada mulanya, penderita mampu
mengadakan kompensasi terhadap pengurangan cadangan respirasinya. Namun
bila terjadi penurunan, daya pengembangan paru-paru akan terjadi anoksia
berat, hiperkapnea, dan didapat akral dingin positif dan wajah yang
pucat karena oksigen aliran darah ke daerah perifer berkurang akibat

9
penurunan ekspansi paru. Pada pasien flail chest akan didapat nyeri yang hebat
karena terputusnya inegritas jaringan.
2.4 Patofisiologi
Fraktur costa dapat terjadi akibat trauma yang datangnya dari arah
depan, samping ataupun dari arah belakang. Trauma yang mengenai dada
biasanya akan menimbulkan trauma costa,tetapi dengan adanya otot yang
melindungi costa pada dinding dada, maka tidak semua trauma dada akan
terjadi fraktur costa.
Pada trauma langsung dengan energi yang hebat dapat terjadi fraktur
costa pada tempat traumanya .Pada trauma tidak langsung, fraktur costa dapat
terjadi apabila energi yang diterimanya melebihi batas toleransi dari kelenturan
costa tersebut, seperti pada kasus kecelakaan dimana dada terhimpit dari depan
dan belakang, maka akan terjadi fraktur pada sebelah depan dari angulus costa,
dimana pada tempat tersebut merupakan bagian yang paling lemah.
Fraktur costa yang “displace” akan dapat mencederai jaringan
sekitarnya atau bahkan organ dibawahnya. Fraktur pada costa ke 4-9 dapat
mencederai a.intercostalis, pleura visceralis, paru maupun jantung, sehingga
dapat mengakibatkan timbulnya hematotoraks, pneumotoraks ataupun laserasi
jantung.
Adanya segmen flail chest (segmen mengambang) menyebabkan
gangguan pada pergerakan dinding dada. Jika kerusakan parenkim paru di
bawahnya terjadi sesuai dengan kerusakan pada tulang maka akan
menyebabkan hipoksia yang serius. Kesulitan utama pada kelainan Flail Chest
yaitu trauma pada parenkim paru yang mungkin terjadi (kontusio paru).
Ketidak-stabilan dinding dada menimbulkan gerakan paradoksal dari dinding
dada pada inspirasi dan ekspirasi.
Gerakan paradoksal akan menyebabkan fungsi ventilasi paru menurun
sebagai akibat dari aliran udara yang kekurangan O2 dan kelebihan CO2 masuk
ke sisi paru yang lain (rebreathing). Pergerakan fraktur pada costae akan
menyebabkan nyeri yang sangat hebat dan akan membuat pasien takut
bernafas. Hal ini akan menyebabkan hipoksia yang serius. Hipoksia terjadi
lebih karena faktor nyeri sehingga membatasi gerakan dinding dada.
Disamping itu, hal ini juga akan menimbulkan mediastinum akan selalu
bergerak mengikuti gerak nafas ke kiri dan ke kanan. Keadaan ini akan

10
menyebabkan gangguan pada venous return dari system vena cava,
pengurangan cardia output, dan penderita jatuh pada kegagalan hemodinamik.

Flail chest menyebabkan hal-hal di bawah ini:


1. Segmen yang mengambang akan bergerak ke dalam selama fase inspirasi dan
bergerak ke luar selama fase ekspirasi, sehingga udara inspirasi terbanyak
memasuki paru kontralateral dan banyak udara ini akan masuk pada paru
ipsilateral selama fase ekspirasi; keadaan ini disebut dengan respirasi
pendelluft.
2. Pergerakan ke dalam dari segmen yang mengambang akan menekan paru-paru
di bawahnya sehingga mengganggu pengembangan paru ipsilateral.
3. Mediastinum terdorong ke arah kontralateral selama fase inspirasi oleh adanya
peningkatan tekanan negatif hemitoraks kontralateral selama fase ini, sehingga
pengembangan paru kontralateral juga akan terganggu.
4. Pergerakan mediastinum di alas akan mengganggu venousreturn jantung.

Gambar 7. Gerakan Paradoksal pada Flail Chest

Gambar 8.Mekanisme Flail Chest

11
2.5 Pemeriksaan diagnostik
 Radiologi : X-fotothoraks 2 arah (PA/AP dan lateral)
 Gas darah arteri (GDA), mungkin normal atau menurun.
 Torasentesis :menyatakan darah/cairan serosanguinosa.
 Hemoglobin :mungkin menurun.
 Pa Co2 kadang-kadang menurun.
 Pa O2 normal / menurun.
 Saturasi O2 menurun (biasanya).
 Toraksentesis : menyatakan darah/cairan
 Bila pneumotoraks< 30% atau hematothorax ringan (300cc) terapsimtomatik,observasi
 Bila pneumotoraks> 30% atau hematothorax sedang (300cc) draina
secavum pleura dengan WSD, dianjurkan untuk melakukan drainase dengan continues
suction unit.
 Pada keadaan pneumothoraks yang residif lebih dari dua kali harus
dipertimbangkan thorakotomi
 Pada hematotoraks yang massif (terdapat perdarahan melalui drain lebih
dari 800 cc segera thorakotom
2.6 Penatalaksanaan medis
Terjadi ketika 2 atau 3 lebih iga yang berdekatan fraktur pada satu
tempat atau lebih, mengakibatkan segmen iga mengambang bebas. Sebagai
akibatnya dinding dada kehilangan kestabilannya, dengan akibat lanjut
kerusakan pernafasan dan biasanya gawat nafas yang berat.
Selama inspirasi , ketika dada mengembang bagian segmen iga yang
terlepas ( Flail segment ) akan bergerak dengan cara paradoksikal yaitu tertarik
kedalam ketika inspirasi , menggurangi jumlah udara yang di hirup kedalam
paru-paru. Pada ekspirasi karena tekanan intra toraks akan melebihi tekanan
atmosfir , segmen flail akan terdorong keluar ,merusak kemampuan pasien
untuk menghembuskan nafas.mediastinum lalu berpindah kembali kesisi yang
sakit.
Aksi paradoksikal ini mengakibatkan peningkatan ruang rugi yang tidak
dapat ikut serta dalam ventilasi, menhan sekresi jalan nafas, meningkatkan
tahanan paru , menurunkan komplians dan mengurangi ventilasi alveolar.
Kontuisio paru dan atelektasis seringkali menyertai flail chest. Sebagai akibat,

12
kandungan oksigen darah berkurang dan kandungan karbon dioksida
meningkat, mengakibatkan asidosis respiratori. Seringkali ,hipotensi, perfusi
jaringgan yang tidak adekuat, dan metabolik asidosis terjadi kalau curah
jantung menuyrun akibat gerakan paradoksikal mediastinum.
Tujuan pengobatan adalah untuk mengevakuasi udara atau darah dari ruang
pleura.Untuk hemothoraks, selang dada dengan diameter besar (sampai no
40F) dipasang biasanya melalui ruang interkosta keempat sampai keenam
antara garis anterior dan posterior. Untuk pneumothoraks, selang dada yang
kecil(28F) dipasang dekat ruang interkosta kedua. Ruang ini digunakan karena
merupakan bagian tertipis dari dinding dada, meminimalkan bahaya
menyentuh saraf thoraks, dan akan meninggalkan jaringan parut lebih
sedikit. Sekali selang dada terpasang, dekompresi ruang pleura yang cepat dan
efektif (drainase darah dan udara) biasnya terjadi. Jika terdapat jumlah darah
yang berlebihan dalam selang dada waktu yang relatif singkat, mungkin
diperlukan autotransfusi. Teknik ini mencakup mengambil darah pasien sendiri
yang telah dialirkan dari dada, disaring, dan kemudian ditransfusikan kembali
ke dalam sistem vaskular pasien.
1. Konservatif
a. Pemberian analgetik
b. Pemasangan plak/plester
c. Jika perlu antibiotika
d. Fisiotherapy
2. Operatif/invasif
a. Pamasangan Water Seal Drainage (WSD).
b. Pemasangan alat bantu nafas.
c. Pemasangan drain.
d. Aspirasi (thoracosintesis).
e. Operasi (bedah thoraxis).
f. Tindakan untuk menstabilkan dada:
1) Miring pasien pada daerah yang terkena.
2) Gunakan bantal pasien pada dada yang terkena.
h. Pasang selang dada dihubungkan dengan WSD, bila tension
Pneumothorak mengancam.
i. Oksigen tambahan.

13
3. Konsep Penyakit Pneumotorak
3.1 Pengertian Pneumotorak
Pneumothorax adalah adanya udara dalam rongga pleura.
Pneumothorax dapat terjadi secara spontan atau karena trauma (British
Thoracic Society 2003). Tension pneumothorax disebabkan karena tekanan
positif pada saat udara masuk ke pleura pada saat inspirasi. Pneumothorax
dapat menyebabkan cardiorespiratory distress dan cardiac arrest.
Pneumothorax ialah didapatkannya udara didalam kavum pleura (Hendra Arif,
2000)
3.2 Penyebab
Pneumothorax disebabkan karena robekan pleura atau terbukanya dinding
dada. Dapat berupa pneumothorak yang tertutup dan terbuka atau
menegang(”Tension Pneumothorak”). Kurang lebih 75% trauma tusuk
pneumothorak disertai hemotorak. Pneumothoraks menyebabkan paru kollaps,
baik sebagian maupun keseluruhan yang menyebabkan tergesernya isi rongga
dada ke sisi lain. Gejala sesak nafas progressif sampai sianosis gejala syok.
3.3 Tanda dan gejala
Pada pneumotoraks spontan, sebagai pencetus atau auslosend moment
adalah batuk keras, bersin, mengangkat barang-barang berat, kencing atau
mengejan. Penderita mengeluh sesak nafas yang semakin lama semakin berat
setelah mengalami hal-hal tersebut diatas. Tetapi pada beberapa kasus gejala –
gejala masih gampang ditemukan pada aktifitas biasa atau waktu istirahat.
Keluhan utama pneumotoraks spontan adalah sesak nafas, bernafas terasa
berat, nyeri dada dan batuk. Sesak sering mendadak dan makin lama makin
berat. Nyeri dada dirasakan pada sisi yang sakit, rasa berat, tertekan dan terasa
lebih nyeri pada gerakan pernafasan.
Rasa sakit tidak selalu timbul. Rasa sakit bisa menghebat atau menetap bila
terjadi perlengketan antara pleura viseralis dan pleura parietalis. Pasien dengan
pneumotoraks spontan primer biasanya ditandai dengan nyeri dada pleura
ipsilateral dan variasi derajat dipsneu. Karena fungsi paru normal, dipsnae
biasanya ringan sampai sedang, bahkan pasien dengan pneumotoraks yang
luas. Gejala biasanya hilang dalam 24 jam, bahkan jika pneumotorak masih
ada. Takikardi dan takipnea adalah gejala yang sangat sering ditemukan.

14
Serangan pada pneumotoraks spontan sekunder bermanifestasi sebagai
nyeri dada. Bahkan pada kasus pneumotoraks yang sedikit, akut dipsnea dapat
berkembang menjadi keadaan paru yang dicurigai. Tanda-tanda lain dari
kardiopulmonal dapat muncul seperti hipoksemia akut (rata-rata PO2, 60
mmHg), hipotensi, sianosis, nafas berat, status mental berubah.
3.4 Patofisiologi
Pada pneumotoraks, udara memasuki rongga pleura antara paru-paru dan
dinding dada. Hal ini dapat terjadi secara spontan atau akibat trauma tembus
atau tak tembus. Pneumotoraks tertutup disebabkan oleh suatu trauma tumpul
yang menyebabkan fraktur kosta yang menusuk membran pleura atau oleh
kompresi tiba-tiba pada kerangka kosta.
Udara memasuki ruang pleura, meningkatkan tekanan intrapleura, yang
menyebabkan paru-paru kolaps. Satu jenis pneumotoraks spontan yang dapat
terjadi karena rupturnya suatu bleb emfisematosa pada permukaan paru-paru
atau yang terjadi setelah batuk-batuk yang hebat pada orang berpenyakit paru
kronis seperti asma. Seringkali hal ini terjadi sebagai episode tunggal atau
berulang kecuali pada orang muda yang sehat. Pneumotoraks dapat menjadi
tension pneumotoraks bila terjadi cukup luas dan tidak diatasi.
Tension pneumotoraks terjadi bilamana terdapat kebocoran udara ke dalam
rongga pleura yang tidak dapat keluar selama ekspirasi. Meskipun biasanya
terjadi sebagai akibat pneumotoraks tertutup, tension pneumotoraks pun bisa
disebabkan oleh trauma dada tembus. Akumulasi udara menimbulkan tekanan
positif di rongga dada, mengakibatkan (1) pru-paru di sisi yang terkena kolaps
(2) pergeseran mediastinum ke arah sisi yang tidak terkena, dan (3) kompresi
isi mediastinum (jantung dan pembuluh-pembuluh darah besar), menyebabkan
penurunan curah jantung dan penurunan venous return.
3.5 Pemeriksaan diagnostik
Pemeriksaan fisik dengan bantuan stetoskop menunjukkan adanya
penurunan suara pernafasan pada sisi yang terkena.
Trakea (saluran udara besar yang melewati bagian depan leher) bisa terdorong
ke salah satu sisi karena terjadinya pengempisan paru-paru.
Pemeriksaan yang biasa dilakukan:
1. Rontgen dada (adanya udara diluar paru-paru)
2. Gas Darah Arteri

15
3.6 Penatalaksanaan Medis
Pensatalaksanaan pneumothoraks tergantung dari jenis pneumothoraks antara
lain dengan melakukan :
1. Tindakan medis
Tindakan observasi, yaitu dengan mengukur tekanan intra pleura menghisap
udara dan mengembangkan paru. Tindakan ini terutama ditunjukan pada
pneumothoraks tertutup atau terbuka,sedangkan untuk pneumothoraks ventil
tindakan utama yang harus dilakukan dekompresi tehadap tekanan intra
pleura yang tinggi tersebut yaitu dengan membuat hubungan udara ke luar.
2. Tindakan dekompresi
Membuat hubungan rongga pleura dengan dunia luar dengan cara :
a. Menusukan jarum melalui dinding dada terus masuk ke rongga pleura
dengan demikian tekanan udara yang positif dirongga pleura akan
berubah menjadi negatif kerena udara yang positif dorongga pleura
akan berubah menjadi negatif karena udara yang keluar melalui jarum
tersebut.

4. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan


4.1 Asuhan Keperawatan Trauma dada secara Teori

1. Pengkajian Kegawat daruratan


a) Pengkajian Primer
1. Data Subjektif
 Riwayat Penyakit Pasien
- Pasien mengeluh sesak
- Pasien mengeluh nyeri pada dada (biasanya pada pasien fraktur rusuk dan
sternum)
- Pasien mengeluh batuk berdarah, berdahak
- Pasien mengeluh lemas, lemah
- Pasien mengatakan mengalami kecelakaan dan terbentur dan tertusuk di
bagian dada
 Riwayat Kesehatan Pasien
- Riwayat penyakit sebelumnya
- Riwayat pengobatan sebelumnya
- Adanya alergi
16
2. Data Objektif
 Airway (A)
Batuk dengan sputum kental atau darah, terkadang disertai dengan muntah
darah, krekels (+), jalan nafas tidak paten.
 Breathing (B)
Adanya napas spontan, dengan gerakan dada asimetris (pada pasien tension
pneumotoraks), napas cepat, dipsnea, takipnea, suara napas kusmaul, napas
pendek, napas dangkal.
 Circulation (C)
Terjadi hipotensi, nadi lemah, pucat, terjadi perdarahan, sianosis, takikardi
 Disability (D)
Penurunan kesadaran (apabila terjadi penanganan yang terlambat)

b) Pengkajian Sekunder
 Eksposure (E)
Adanya kontusio atau jejas pada bagian dada. Adanya penetrasi penyebab
trauma pada dinding dada
 Five Intervention / Full set of vital sign (F)
 Tanda – tanda vital : RR meningkat, HR meningkat, terjadi hipotensi
 Pulse oksimetri : mungkin terjadi hipoksemia
 Aritmia jantung
 Pemeriksaan Lab :
o Gambaran pada hasil X ray yang biasa dijumpai :
 Kontusio paru : bintik-bintik infiltrate
 Pneumotoraks : batas pleura yang radiolusen dan tipis, hilangnya
batas paru (sulit mendiagnosa pada foto dengan posisi supinasi).
 Injury trakeobronkial : penumomediastinum, udara di servikal.
 Rupture diafragma : herniasi organ abdomen ke dada, kenaikan
hemidiafragma.
 Terdapat fraktur tulang rusuk, sternum, klavikula, scapula dan
dislokasi sternoklavikular.

17
o CT scan dapat ditemukan gambaran hemotoraks, pneumotoraks,
kontusi paru atau laserasi, pneumomediastinum, dan injuri diafragma.
o Esofagogram dan atau esofagografi dilakukan jika dicurigai injury
esophagus.
o Broncoskopy untuk terjadi trakeobronkial injury.
o Echokardiogram akan memperlihatkan gambaran tamponade jantung
(pada umumnya echokariogram digunakan utuk melihat cedera pada
katup jantung)
o EKG akan memperlihatkan adanya iskemik, aritmia berhubungan
dengan miokardia kontusion atau iskemia yang berhubungan dengan
cedera pada arteri koronaria.
o Pemeriksaan cardiac enzym kemungkinan meningkat berhubungan
dengan adanya iskemik atau infak yang disebabkan dari hipotensi
miokardia kontusion.
 Give comfort / Kenyamanan (G) : pain assessment (PQRST)
Adanya nyeri pada dada yang hebat, seperti tertusuk atau tertekan, terjadi
pada saat bernapas, nyeri menyebar hingga abdomen
 Head to toe (H)
Lakukan pemeriksaan fisik terfokus pada :
- Daerah kepala dan leher : mukosa pucat, konjungtiva pucat, DVJ
(Distensi Vena Jugularis)
- Daerah dada :
Inspeksi : penggunaan otot bantu napas, pernapasan Kussmaul, terdapat
jejas, kontusio, penetrasi penyebab trauma pada daerah dada.
Palpasi : adanya ketidak seimbangan traktil fremitus, adanya nyeri tekan
Perkusi : adanya hipersonor
Auskultasi : suara napas krekels, suara jantung abnormal. Terkadang
terjadi penurunan bising napas.
- Daerah abdomen : herniasi organ abdomen
- Daerah ekstrimitas : pada palpasi ditemukan penurunan nadi femoralis
Sistem Pernapasan
Peningkatan frekuensi atau takipnea peningkatan kerja napas,
penggunaan otot aksesori pernapasan pada dada, leher ; reaksi interkasi
costal, ekspirasi abdominal kuat.
18
Bunyi napas menurun atau tidak ada.
Fremitus menurun.
 Inspect the posterior surface (I)
Adanya jejas pada daerah dada
Pengkajian
Tgl/ Jam : 19 April 2012 No. RM :
Triage : P1/ P2/ P3 Diagnosis Medis : Trauma Thorax
Transportasi : Ambulan/Mobil Pribadi/ Lain-lain … …

Nama : Tn. Z Jenis Kelamin : Laki-laki

Umur : 45 th Alamat : Sudirman Denpasar

Agama : Hindu Status Perkawinan : Menikah


Identitas

Pendidikan : SMA Sumber Informasi : Ny. Y

Pekerjaan : Kuli bangunan Hubungan : Istri

Suku/ Bangsa : Bali Keluhan Utama : Sesak Nafas

Jalan Nafas : √ Paten  Tidak Paten

Obstruksi :  Lidah  Cairan  Benda Asing  Tidak Ada

 Muntahan √ Darah  Oedema


AIRWAY

Suara Nafas : Snoring √Gurgling Stridor Tidak ada

Keluhan Lain: -

Masalah Keperawatan: Bersihan jalan nafas tidak efektif


BREATHING

Nafas :  Spontan √ Tidak Spontan

Gerakan dinding dada:  Simetris √Asimetris

19
Irama Nafas : √ Cepat √ Dangkal  Normal

Pola Nafas :  Teratur √ Tidak Teratur

Jenis : √ Dispnoe  Kusmaul  Cyene Stoke  Lain… …

Suara Nafas :  Vesikuler  Stidor  Wheezing √ Ronchi

Sesak Nafas : √ Ada  Tidak Ada

Cuping hidung √ Ada  Tidak Ada

Retraksi otot bantu nafas : √ Ada  Tidak Ada

Pernafasan :  Pernafasan Dada  Pernafasan Perut

RR : .> 30 x/mnt

Keluhan Lain: … …

Masalah Keperawatan: Pola nafas tidak efektif, Kerusakan pertukaran gas

Nadi : √ Teraba  Tidak teraba  N: < 60 x/mnt

Tekanan Darah : < 90 mmHg

Pucat : √ Ya  Tidak

Sianosis : √ Ya  Tidak

CRT :  < 2 detik √ > 2 detik


CIRCULATION

Akral :  Hangat √ Dingin  S: 360C

Pendarahan : Ya, Lokasi: Jumlah - cc  Tidak ada

Turgor :  Elastis  Lambat

Diaphoresis: Ya √Tidak

Riwayat Kehilangan cairan berlebihan:  Diare Muntah  Luka bakar

Keluhan Lain: ... ...

Masalah Keperawatan: Gangguan Perfusi Jaringan Perifer tidak Efektif, PK Perdarahan, Syok
Hipovolemik, PK Syok Kardiogenik, Penurunan Curah Jantung, Risiko Infeksi

20
Kesadaran: √ Composmentis  Delirium  Somnolen  Apatis  Koma

GCS : √ Eye 4 √ Verbal 5 √ Motorik 6

Pupil : √ Isokor  Unisokor  Pinpoint  Medriasis

Refleks Cahaya: √ Ada  Tidak Ada

Refleks fisiologis:  Patela (+/-)  Lain-lain tidak dikaji

DISABILITY
Refleks patologis :  Babinzky (+/-) Kernig (+/-)  Lain-lain ... ..

Kekuatan Otot : 444 444

555 555

Keluhan Lain : -

Masalah Keperawatan: -
EXPOSURE

Deformitas :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Contusio :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Abrasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Penetrasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

21
Laserasi :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Edema :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Luka Bakar :  Ya √ Tidak  Lokasi ... ...

Grade : .- %

Jika ada luka/ vulnus, kaji:

Luas Luka :-

Warna dasar luka: -

Kedalaman :-

Lain-lain :-

Masalah Keperawatan: Kerusakan Integritas Jaringan

Monitoring Jantung :  Sinus Bradikardi √ Sinus Takikardi

Saturasi O2 : < 95%

Kateter Urine :  Ada √ Tidak


FIVE INTERVENSI

Pemasangan NGT :  Ada, Warna Cairan Lambung : ... ... √ Tidak

Pemeriksaan Laboratorium : AGD (hipoksemia) : PH menurun (< 7, 35), PaO2 menurun ( < 80 mmHg),
PaCO2 meningkat > 45 mmHg)

Lain-lain:

Masalah Keperawatan: Kerusakan Pertukaran Gas

Nyeri : √ Ada  Tidak

Problem : Nyeri pada bagian dada


GIVE COMFORT

Qualitas/ Quantitas : tertusuk-tusuk

Regio : di sekitar areal trauma.

Skala :8

Timing : Saat inspirasi, badan digerakkan, tangan kanan diangkat, dan batuk

Lain-lain :-

22
Masalah Keperawatan: Nyeri akut

Keluhan Utama : nyeri dada disertai sesak nafas

Mekanisme Cedera (Trauma) : terjadinya pneumothorax diperkirakan karena trauma thorax


akibat terbentur stang sepeda motor yang mengakibatkan fraktur pada costa yang pada akhirnya patahan
fraktur costa merobek pleura sehingga udara dapat masuk cavum pleura.

Sign/ Tanda Gejala : nyeri dada kanan bawah, sesak nafas, nyeri perut atas, batuk-
batuk (+), darah (-), dahak (-), mual (-), muntah (-)

Allergi :-

Medication/ Pengobatan : klien dipasang Water Seal Drainage (WSD) untuk mengeluarkan
(H 10 SAMPLE

udara yang ada di cavum pleura, klien diberikan O2 10-12 lt/mnt, serta dapat diberikan analgetik untuk
mengurangi rasa sakit.

Past Medical History : klien mengatakan tidak memiliki riwayat sesak nafas, klien tidak
merokok.

Last Oral Intake/Makan terakhir : Pk 11.00 wita

Event leading injury : Pasien laki-laki 45 tahun datang post KLL + 2 jam SMRS, dada
samping kanan bawah dan perut kanan atas terbentur stang motor, pasien mengeluh nyeri dada kanan
bawah disertai sesak nafas dan nyeri perut kanan atas. Nyeri dada bertambah jika pasien bernafas, badan
digerakkan, dan batuk. Pasien ingat kejadian, riwayat pingsan disangkal.

23
(Fokus pemeriksaan pada daerah trauma/sesuai kasus non trauma)

Kepala dan wajah :-

Leher :-

Dada : Inspeksi : takipnea, penggembungan pada ruang interkostal pada sisi


yang sakit, klien tampak sulit bernafas, pernafasan cuping hidung, tampak gerakan dada paradoks.

Palpasi : emfisema subkutan, penurunan hingga tidak adanya taktil fremitus pada sisi yang sakit.
(H2) HEAD TO TOE

Perkusi : Resonansi atau hipersonansi di atas daerah yang terkena, pengembangan diagfragmatik pada sisi
yang sakit.

Auskultasi : pernafasan : penurunan atau tidak adanya nafas di atas daerah yang sakit, penurunan atau
tidak adanya bunyi yang berbisik, penurunan atau tidak adanya vokal fremitus.

Kardiovaskular : takikardi

Abdomen dan Pinggang :-

Pelvis dan Perineum :-

Ekstremitas :-

Masalah Keperawatan: -

Jejas : √ Ada  Tidak


INSPEKSI BACK/ POSTERIOR SURFACE

Deformitas :  Ada √ Tidak

Tenderness :  Ada √ Tidak

Crepitasi :  Ada √ Tidak

Laserasi :  Ada √ Tidak

Lain-lain :

Masalah Keperawatan: -

24
Diagnosa keperawatan berdasarkan prioritas:
Berdasarkan prioritas kegawatdaruratan, diagnosa yang diangkat adalah
1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan
nafas akibat sekret darah
2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru
3. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan pertukaran O2
dan CO2
4. Intoleransi aktifitas berhubungan dengan adanya fraktur
5. Nyeri berhubungan dengan trauma dada

25
NURSING CARE PLAN

N RENCANA KEPERAWATAN
DIAGNOSA
O TUJUAN INTERVENSI RASIONAL

1. Bersihan jalan Setelah diberikan askep Mandiri a) bunyi ronchi


nafas tidak selama 3 x 24 jam, klien a) Airway menandakan
efektif diharapkan bersihan jalan Management terdapat
berhubungan nafas kembali efektif (manajemen penumpukan sekret
dengan dengan kriteria hasil: jalan nafas): atau sekret berlebih
obstruksi jalan a) Auskultasi bunyi di jalan nafas.
nafas akibat Respiratory status: airway nafas tambahan; b) posisi
sekret darah patency (status ronchi, memaksimalkan
pernapasan: kepatenan wheezing. ekspansi paru dan
jalan napas) b) Berikan posisi menurunkan upaya
 Frekuensi pernapasan yang nyaman pernapasan.
dalam batas normal untuk Ventilasi maksimal
(16-20x/mnt) (skala 5 mengurangi membuka area
= no deviation from dispnea. atelektasis dan
normal range) c) Bersihkan sekret meningkatkan
 Irama pernapasn dari mulut dan gerakan sekret ke
normal (skala 5 = no trakea; lakukan jalan nafas besar
deviation from normal penghisapan untuk dikeluarkan.
range) sesuai keperluan. c) mencegah obstruksi
d) Bantu klien atau aspirasi.
 Kedalaman
untuk batuk dan Penghisapan dapat
pernapasan normal
nafas dalam. diperlukan bia klien
(skala 5 = no
e) Ajarkan batuk tak mampu
deviation from normal
efektif. mengeluarkan sekret
range)
f) Anjurkan asupan sendiri.
 Klien mampu
cairan adekuat. d) memaksimalkan
mengeluarkan sputum
Kolaborasi pengeluaran
secara efektif (skala 5
sputum.
= no deviation from g) Kolaborasi e) membantu
normal range) pemberian mempermudah
Tidak ada akumulasi oksigen pengeluaran sekret.
sputum (skala 5 = none) h) Kolaborasi f) mengoptimalkan
pemberian keseimbangan
broncodilator cairan dan
sesuai indikasi. membantu

26
mengencerkan
sekret sehingga
mudah dikeluarkan.
g) meringankan kerja
paru untuk
memenuhi
kebutuhan oksigen.

h) broncodilator
meningkatkan
ukuran lumen
percabangan
trakeobronkial
sehingga
menurunkan
tahanan terhadap
aliran udara.

2. Pola Nafas Setelah diberikan askep  Monitoring a. Monitoring


tidak efektif selama …x24 jam respirasi respirasi
berhubungan diharapkan pola napas  Pantau RR, 1. Ketidakefektifan
dengan klien efektif dengan irama dan pola napas dapat
penurunan kriteria hasil: kedalaman dilihat dari
ekspansi paru pernapasan klien peningkatan
Status pernapasan:
 Pantau adanya atau penurunan
ventilasi
penggunaan otot RR, serta
- Kedalaman
bantu pernapasan perubahan
pernapasan normal
dan retraksi dalam irama dan
(skala 5 = no
dinding dada kedalaman
deviation from
pada klien pernapasan
normal range)
 Memfasilitasi 2. Penggunaan otot
- Tidak tampak
ventilasi bantu
penggunaan otot
1. Berikan posisi pernapasan dan
bantu pernapasan
semifowler retraksi dinding
(skala 5 = no
pada klien dada
deviation from

27
normal range) 2. Pantau status menunjukkan
- Tidak tampak retraksi pernapasan dan terjadi gangguan
dinding dada (skala 5 oksigen klien ekspansi paru
= no deviation from 3. Berikan dan b. Memfasilitasi
normal range) pertahsankan ventilasi
Tanda-tanda vital masukan 1. Posisi
- Frekuensi pernapasan oksigen pada semifowler dapat
dalam batas normal klien sesuai membantu
(16-20x/mnt) (skala 5 indikasi meningkatkan
= no deviation from toleransi tubuh
normal range) untuk inspirasi
dan ekspirasi
2. Kelainan status
pernapasan dan
perubahan
saturasi O2 dapat
menentukan
indikasi terapi
untuk klien
3. Pemberian
oksigen sesuai
indikasi
diperlukan
untuk
mempertahanka
n masukan O2
saat klien
mengalami
perubahan status
respirasi

28
3. Kerusakan Setelah diberikan asuhan Airway Management Airway Management
Pertukaran keperawatan selama ... x a. Buka jalan nafas, a. untuk
Gas 30menit diharapkan gunakan teknik memperlancar jalan
berhubungan gangguan pertukaran gas chin lift atau jaw napas klien.
dengan dapat diatasi dengan thrust bila perlu. b. memaksimalkan
gangguan kriteria hasil: b. Posisikan pasien ventilasi klien.
pertukaran O2 - Mendemonstrasikan untuk c. menghilangkan
dan CO2 peningkatan ventilasi memaksimalkan obstruksi jalan
dan oksigenasi yang ventilasi. napas klien.
adekuat c. Keluarkan sekret
d. memantau kondisi
- Tidak ada sianosis dan dengan batuk atau
jalan napas klien.
dyspneu (mampu suction.
bernafas dengan d. Auskultasi suara
Respiratory Monitoring
mudah) nafas, catat adanya
a. mengetahui
- RR= 16-20 x/menit suara tambahan.
karakteristik napas
klien
Respiratory
b. penggunaan otot
Monitoring
bantu pernapasan
a. Monitor rata – rata,
menandakan
kedalaman, irama
perburukan kondisi
dan usaha respirasi.
klien.
b. Catat pergerakan
dada,amati
kesimetrisan,
penggunaan otot
tambahan, retraksi
otot supraclavicular
dan intercostal.

29
4. Intoleransi aktifitas Setelah dilakukan 1. Bantu klien Kebutuhan nutrisi
berhubungan tindakan keperawatan dalam terpenuhi seperti
dengan adanya intoleransi aktifitas b.d memenuhi pada saat sebelum
fraktur adanya fraktur dapat kebutuhan trauma.
teratasi sehari-hari yang
tidak mampu
Kriteria hasil : dilakukan Dengan mengetahui
Klien menunjukan sendiri. penyebab akan
usaha untuk melakukan Misalnya mempermudah
perawatan diri secara Mandi, dalam penanganan
bertahap. berpakaian, masalah dan
Klien mampu merapikan diri. penerapan
melakukan perawatan 2. Kaji penyebab intervensi.
diri secara bertahap. ketidakmampua Mencegah resiko
Klien dapat memenuhi n pasien dalam cedera
kebutuhan dasarnya memenuhi mengurangi
secara mandiri. perawatan diri. penggunaan energi
Klien tidak lemah lagi. berlebihan dan
3. Pasang metobolisme tubuh
pagar/pengaman sehingga dapat
tempat tidur menambah
Anjurkan kelemahan.
Pasien untuk Mengurangi
istirahat yang ketegangan
cukup otot/kelelahan, dapat
membantu
4. Anjurkan mengurangi nyeri,
pasien untuk spasme otot,
untuk spastisitas/kejang.
menggunakan
teknik relaksasi

30
5. Nyeri berhubungan Setelah dilakukan 1. Pertahankan Posisi tegak
dengan trauma tindakan keperawatan posisi semi- memungkinkan
dada selama 2 x 24 jam nyeri Fowler’s atau ekspansi paru lebih
teratasi fowler’s. mudah dimana
hindarkan tekanan abdominal
Kriteria hasil: memiringkan pada diafragma
menyangkal nyeri, badan pada sisi diturunkan oleh
ekspresi wajah rileks, yang mengalami tarikan gravitasi.
ekspansi dada penuh, trauma (kecuali Berbaring pada sisi
tidak ada suara jika ada flail yang sakit membuat
meriintih, berkurangnya chest). tegangan pada sisi
permintaan analgesic. yang cedera.

1. Pertahankan Pembatasan
pembatasan aktivitas fisik
aktivitas menghemat energy
sesuai anjuran. dan mengurangi rasa
Berikan tidak nyaman karna
tindakan untuk keteganngan otot
mencegah
komplikasi
dari
imobilisasi

31
IMPLEMENTASI
Implementasi dilaksanakan berdasarkan perencanaan yang telah dibuat.

EVALUASI

Evaluasi dinyatakan berhasil apabila kriteria hasil dari masing – masing diagnose
telah tercapai.

1. Bersihan jalan nafas tidak efektif berhubungan dengan obstruksi jalan nafas
akibat sekret darah
 Klien mampu batuk dan mengeluarkan sputum dengan efektif.
 Bunyi napas klien normal tidak ada ronchi.
 Frekuensi, irama, dan kedalaman pernapasan normal dengan RR : 12-20
x/menit

2. Pola Nafas tidak efektif berhubungan dengan penurunan ekspansi paru


 Kedalaman pernapasan normal (skala 5 = no deviation from normal range)
 Tidak tampak penggunaan otot bantu pernapasan (skala 5 = no deviation
from normal range)
 Tidak tampak retraksi dinding dada (skala 5 = no deviation from normal
range)
 Frekuensi pernapasan dalam batas normal (16-20x/mnt) (skala 5 = no
deviation from normal range)

3. Kerusakan Pertukaran Gas berhubungan dengan gangguan pertukaran O2 dan


CO2
 Mendemonstrasikan peningkatan ventilasi dan oksigenasi yang adekuat
 Tidak ada sianosis dan dyspneu (mampu bernafas dengan mudah)
 RR= 16-20 x/menit

4. Intoleransi aktivitas berhubungan dengan adanya fraktur


 Klien menunjukan usaha untuk melakukan perawatan diri secara bertahap.
 Klien mampu melakukan perawatan diri secara bertahap.

32
 Klien dapat memenuhi kebutuhan dasarnya secara mandiri.
 Klien tidak lemah lagi.
5. Nyeri berhubungan dengan trauma dada
 Klien dapat menyangkal nyeri, ekspresi wajah rileks, ekspansi dada penuh,
tidak ada suara meriintih, berkurangnya permintaan analgesic.

33
DAFTAR PUSTAKA

2012.Penatalaksanaan Trauma thorax. URL:

http://koranperawatindonesia.blogspot.com/2012/06/multipel-

trauma.html.diunggah tanggal 09 September 2014

Engram, Barbara. (1998). Rencana Asuhan Keperawatan Medikal-Bedah Vol. 1.

Jakarta:EGC

C. Long, Barbara. (1996). Perawatan Medikal Bedah. Bandung:IAPK

Smeltzer, Suzanne C.(2001). Keperawatan Medikal Bedah : Vol 1. Jakarta: EGC

2012. Trauma Dada: URL http://titirostini.blogspot.com/2012/11/trauma-

dada.html diunggah pada tanggal 06 September 2014

34

Anda mungkin juga menyukai