PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan untuk meningkatkan
kualitas hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi
penyakit yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderita dari rasa
sakit melalui identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan
nyeri serta masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (World
Health Organization (WHO), 2016).
Menurut WHO (2016) penyakit-penyakit yang termasuk dalam perawatan
paliatif seperti penyakit kardiovaskuler dengan prevalensi 38.5%, kanker 34%,
penyakit pernapasan kronis 10.3%, HIV/AIDS 5.7%, diabetes
4.6% dan memerlukan perawatan paliatif sekitas 40-60%.Pada tahun 2011
terdapat 29 juta orang meninggal di karenakan penyakit yang membutuhkan
perawatan paliatif. Kebanyakan orang yang membutuhkan perawatan paliatif
berada pada kelompok dewasa 60% dengan usia lebih dari 60 tahun, dewasa
(usia 15-59 tahun) 25%, pada usia 0-14 tahun yaitu 6% (Baxter, et al., 2014).
Pelayanan perawatan paliatif memerlukan keterampilan dalam mengelola
komplikasi penyakit dan pengobatan, mengelola rasa sakit dan gejala lain,
memberikan perawatan psikososial bagi pasien dan keluarga, dan merawat saat
sekarat dan berduka (Matzo & Sherman, 2015).Penyakit dengan perawatan
paliatif merupakan penyakit yang sulit atau sudah tidak dapat disembuhkan,
perawatan paliatif ini bersifat meningkatkan kualitas hidup (WHO,2016).
Perawatan paliatif meliputi manajemen nyeri dan gejala; dukungan psikososial,
emosional, dukungan spiritual; dan kondisi hidup nyaman dengan perawatan
yang tepat, baik dirumah, rumah sakit atau tempat lain sesuai pilihan pasien.
Perawatan paliatif dilakukan sejak awal perjalanan penyakit, bersamaan dengan
terapi lain dan menggunakan pendekatan tim multidisiplin untuk mengatasi
kebutuhan pasien dan keluarga mereka (Canadian Cancer Society, 2016).
Kebutuhan spiritual tidak hanya dapat diberikan oleh perawat, melainkan
dapat juga diberikan oleh kelompok agama ataupun keluarga (Balboni dkk,
2013). Hidayat (2009) mengatakan keluarga memiliki peran yang cukup strategis
dalam memenuhi kebutuhan spiritual, karena keluarga memiliki ikatan
emosional yang kuat dan selalu berinteraksi dalam kehidupan sehari-hari.
Dukungan keluarga adalah suatu bentuk hubungan interpersonal yang meliputi
sikap, tindakan dan penerimaan terhadap anggota keluarga, sehingga
anggota keluarga yang sakit merasa ada yang memperhatikan (Friedman,
2010). Dukungan ini merupakan sikap, tindakan dan penerimaan keluarga
terhadap penderita yang sakit. Peran agama dalam keperawatan adalah topik
yang jarang untuk dibahas, padahal kita tahu hal ini sangat berpengaruh didalam
pelayanan, hal ini terbukti dengan didalam keperawatan kita juga mengenal
tentang kebutuhan spiritual (walaupun tidak benar-benar dapat disamakan dengan
agama).
B. Rumusan Masalah
1. Bagaimana konsep perawatan paliatif?
2. Bagaimana tinjauan agama tentang perawatan paliatif?
C. Tujuan
1. Mengetahui konsep perawatan paliatif
2. Mengetahui tinjauan agama tentang perawatan paliatif
BAB II
TINJAUAN TEORI
C. Spiritual Care
Beberapa tahun terakhir, telah terjadi peningkatan dramatis dalam agama dan
keyakinan spiritual sebagai sumber kekuatan dan dukungan dalam penyakit fisik
yang serius. Profesional kesehatan yang memberikan perawatan medis menyadari
pentingnya memenuhi 'kebutuhan spiritual dan keagamaan' pasien (Woodruff ,
2004).
Spiritualitas adalah kebutuhan dasar manusia yang berhubungan dengan
Tuhan, diri sendiri, orang lain, dan lingkungan untuk menemukan arti kehidupan
dan tujuan hidup agar mendapatkan kekuatan, kedamaian, dan rasa optimis dalam
menjalankan kehidupan.
Spiritual care adalah praktek dan prosedur keperawatan yang dilakukan
perawat untuk memenuhi kebutuhan spiritual pasien berdasarkan nilai-nilai
keperawatan spiritual yang berfokus pada menghormati pasien, interaksi yang
ramah dan simpatik, mendengar dengan penuh perhatian, memberi kesempatan
pada pasien untuk mengekspresikan kebutuhan pasien, memberikan kekuatan
pada pasien dan memberdayakan mereka terkait dengan penyakitnya, dan tidak
mempromosikan agama atau praktek untuk meyakinkan pasien tentang agamanya.
D. Karakteristik Spiritual
Siregar (2015) menyatakan bahwa pemenuhan spiritual harus
berdasarkan 4 karakteristik spiritual itu sendiri. Ada beberapa karakteristik
yang dimiliki spiritual, adapaun karakteristik itu antara lain:
1. Hubungan dengan diri sendiri
Merupakan kekuatan dari dalam diri seseorang yang meliputi pengetahuan
diri yaitu siapa dirinya, apa yang dapat dilakukannya dan juga sikap yang
menyangkut kepercayaan pada diri sendiri, percaya pada kehidupan atau masa
depan, ketenangan pikiran, serta keselarasan dengan diri sendiri (Young dan
Koopsen, 2007). Kekuatan yang timbul dari diri seseorang membantunya
menyadari makna dan tujuan hidupnya, diantaranya memandang pengalaman
hidupnya sebagai pengalaman yang positif, kepuasan hidup, optimis terhadap
masa depan, dan tujuan hidup yang semakin jelas (Kozier, Erb, Blais &
Wilkinson, 1995).
Kepercayaan (Faith). Menurut Fowler dan keen (1985) kepercayaan bersifat
universal, dimana merupakan penerimaan individu terhadap kebenaran yang
tidak dapat dibuktikan dengan pikiran yang logis.Kepercayaan dapat
memberikan arti hidup dan kekuatan bagi individu ketika mengalami kesulitan
atau stress.Mempunyai kepercayaan berarti mempunyai komitmen
terhadap sesuatu atau seseorang sehingga dapat memahami kehidupan
manusia dengan wawasan yang lebih luas. Harapan (Hope). Harapan
berhubungan dengan ketidakpastian dalam hidup dan merupakan suatu proses
interpersonal yang terbina melalui hubungan saling percaya dengan orang lain,
termasuk dengan Tuhan. Harapan sangat penting bagi individu untuk
mempertahankan hidup, tanpa harapan banyak orang menjadi depresi dan
lebih cenderung terkena penyakit.
Makna atau arti dalam hidup (Meaning of live). Perasaan mengetahui
makna hidup, yang kadang diidentikkan dengan perasaan dekat dengan
Tuhan, merasakan hidup sebagai suatu pengalaman yang positif seperti
membicarakan tentang situasi yang nyata, membuat hidup lebih terarah, penuh
harapan tentang masa depan, merasa mencintai dan dicintai oleh orang lain
(Puchalski,2004).
F. Masalah Spiritual
Menurut Carpenito (2006) salah satu masalah yang sering muncul pada
pasien paliatif adalah distress spiritual. Distres spiritual dapat terjadi karena
diagnose penyakit kronis, nyeri, gejala fisik, isolasi dalam menjalani
pengobatan serta ketidakmampuan pasien dalam melakukan ritual keagamaan
yang mana biasanya dapat dilakukan secara mandiri.
Distres spiritual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besr dari dirinya (Hamid,
2008).Definisi lain mengatakan bahwa distres spiritual adalah gangguan
dalam prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan
diintegrasikan biologis dan psikososial (Keliat dkk, 2011).
Etiologi dari masalah Distress Spiritual diantaranya spiritual pain,
pengasingan diri (spiritual alienation), kecemasan (spiritual anxiety), rasa
bersalah (spiritual guilt), marah (spiritual anger), kehilangan (spiritual loss) dan
putus asa (spiritual despair).
A. Kesimpulan
Perawatan paliatif adalah pendekatan yang bertujuan meningkatkan kualitas
hidup pasien (dewasa dan anak-anak) dan keluarga dalam menghadapi penyakit
yang mengancam jiwa, dengan cara meringankan penderitaan rasa sakit melalui
identifikasi dini, pengkajian yang sempurna, dan penatalaksanaan nyeri serta
masalah lainnya baik fisik, psikologis, sosial atau spiritual (WHO, 2016).
Peran agama dalam pealiative care :
1. Sebagai spiritual nourishment dan pencegahan penyakit. (Hawari)
2. Sebagai mekanisme koping & factor yg berkontribusi dalam pemulihan
pasien. (Narayasamy)
3. Sebagai sumber penyembuhan (healing) bagi pasien terminal. (Mok, Wong &
Wong)
B. Saran
Kami menyarankan bahwa kegiatan terapi menggunakan metode holistic
keagamaan atau mendekatkan kepada Tuhan sangatlah berdampak positif bagi
kualitas hidup pada pasien terminal, karena dengan rasa bersyukur, pasrah,
menyadari bahwa kehidupan ini tidaklah semua abadi pastilah semua mahluk
hidup akan wafat pada akhirnya. Akan lebih meringankan beban bagi pasien
terminal baik secara psikologis dan fisiknya siap menerima keadaanya sampai
dengan akhir hayatnya. Perawat diharapkan memahami betapa pentingnya peran
agama dalam keperawatan, karena perawat dituntut untuk bisa melayani
kebutuhan klien sesuai dengan ajaran ajaran agama.
Daftar Pustaka
https://id.wikipedia.org/wiki/Agama
http://www.syauqiya.com/2015/03/peran-perawat-dalam-paliative-
care.htmlhttp://ilmupengetahuanumum.com/agama-agama-di-indonesia/