Anda di halaman 1dari 3

Internet, Children, and Youth

Penggunaan internet kini tidak hanya didominasi oleh para orang tua saja.
Sebaliknya, generasi muda terutama anak-anak dan remaja dipandang justru
memiliki kreativitas yang lebih baik dan mahir dalam menggunakan internet.
Meskipun pada kenyataannya, baik orang tua maupun anak-anak memiliki
tantangan dan hambatan mereka tersendiri terkait pengetahuan dan kemampuan
menggunakan internet.

Di pihak orang tua, anak masih dianggap sebagai sosok yang belum
memiliki pemahaman akan dunia dan perlu sangat dijaga agar tidak “tercemar” oleh
internet. Hal ini walaupun memiliki tujuan yang masuk akal dapat juga menjadi
boomerang bagi perkembangan kemampuan anak terutama dalam penguasaan
teknologi.

Dunia digital dan terutama internet memungkinkan anak muda untuk dapat
berinovasi, berinteraksi, serta berintegrasi satu sama lain dalam mengekspresikan
dirinya. Adanya video-video online, forum cerita, hingga komunitas-komunitas
dalam jaringan memungkinkan anak muda menjadi apa yang mereka inginkan di
dalam dunia digital melalui media internet. Namun, kritik terkait dengan anggapan
ini adalah berkembangnya pula strategi untuk mengkomodifikasikan media dan
konten self-expression tadi. Antara lain dengan disebarkannya iklan-iklan ke forum
atau situs online yang sesuai dengan target iklan guna meningkatkan penjualan.

Selain dapat menjadi wadah dan sarana berkespresi oleh anak muda.
Internet juga memiliki potensi untuk dikembangkan menjadi media pembelajaran
serta pendidikan. Akan tetapi, penelitian yang ada justru menyatakan bahwa
penggunaan internet dalam pembelajaran tidak memberikan efek berarti pada
peningkatan nilai siswa secara akademis. Tentunya, soft skill dan kemampuan lain
dari seorang anak juga atau bahkan lebih penting daripada nilai pelajaran. Sehingga
internet tetap diharapkan untuk dapat meningkatkan kemampuan serta keterampilan
lain yang dimiliki siswa walaupun internet belum memberikan peningkatan berarti
terhadap nilai siswa,
Internet juga menjadi media yang menarik bagi anak muda karena sifatnya
yang fleksibel, bebas, serta “terbuka” bagi siapa saja. Dibandingkan dengan sistem
formal di lingkungan mereka, internet tidak memiliki hierarki yang kaku serta tahap
birokrasi yang bertele-tele. Dalam internet, kita dapat menyampaikan apa yang kita
inginkan dengan bebas tanpa harus melewati tahap yang merepotkan atau harus
menjadi bagian dari organisasi terlebih dahulu. Hal ini pula yang diduga
menyebabkan penurunan tingkat partisipasi anak muda dalam dunia politik
konvensional atau offline. Namun, pada kenyataannya yang menjadi masalah
bukanlah adanya internet. Masalah yang lebih mendasar adalah kurangnya
kemauan dari pemerintah untuk menjangkau dan mendengar anak muda melalui
media mereka (internet).

Internet sebagai media yang baru dibandingkan dengan televisi ataupun


radio dan media massa lain juga ditakutkan memberi dampak negatif bagi anak
muda. Banyak terjadinya penipuan serta kekerasan karena pertemuan di media
online menjadi ketakutan bagi banyak pihak terutama orang tua. Mulai dari
pembatasan hingga regulasi diberlakukan guna mencegah anak terpapat pengaruh
negatif internet. Namun, dapat dikatakan bahwa internet tidak serta merta
memberikan dampak tersebut bagi penggunanya. Internet dapat dimanfaatkan
untuk melakukan hal positif begitu juga dengan hal negatif. Internet pada dasarnya
adalah jembatan atau ruang bebas yang memungkinkan seseorang untuk mencapai
ataupun terkena dampak dari suatu hal.

Penculikan anak dengan perantara media sosial adalah salah satu kasus yang
dapat terjadi di tengah perkembangan teknologi informasi dan komunikasi. Salah
satu kasus yang terjadi di Bangka di tahun 2018 lalu. Dilansir dari situs
Bangkapos.com, seorang anak perempuan berusia 16 tahun dinyatakan hilang dan
keberadaannya setelah berkenalan dengan orang tidak dikenal melalui media sosial
(Nurhayati, 2018). Plt Kepala Dinas Pengendalian Penduduk, Keluarga Berencana,
Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak (DP2KBP3A) Kabupaten
Bangka Boy Yandra menyampaikan pentingnya pengawasan dan pembinaan pada
anak terkait dengan penggunaan ponsel dan media sosial untuk mencegah kasus-
kasus serupa. Namun demikian, dilansir dari Liputan6.com pada 31 Oktober 2018
dari enam kasus penculikan anak di media sosial hanya satu yang benar adanya
(Qodar, 2018). Dengan kata lain, informasi hoax terkait penculikan tersebar luas di
internet dan menyebabkan dampak negatif seperti ketakutan berlebihan bagi orang
tua. Berdasarkan berita yang disampaikan sebelumnya, penjelasan bahwa internet
adalah alat yang “netral” semakin kuat. Walaupun penggunaan internet oleh anak
muda berpotensi menimbulkan dampak negatif, ketakutan berlebihan dari orang tua
akan penggunaan internet juga bukanlah hal yang bijak. Informasi apapun dapat
ditemui oleh siapa saja di internet. Melakukan perlindungan berlebihan atau over-
protective bukan keputusan tepat untuk mencegah anak muda terpapar dampak
negatif interent. Sebaliknya, penyuluhan dan pembinaan serta apresiasi dari orang
tua dan instasi pemerintahan lebih berguna untuk meningkatkan kehati-hatian dan
kedewasaan anak muda dalam menggunakan internet.

Daftar Pustaka

Consalvo, M. & Ess, C. (2011). The Handbook of Internet Studies. West Sussex,
UK: Wiley-Blackwell.

Nurhayati. (2018). Waspada Kasus Penculikan Anak, Boy Yandra: Orangtua Harus
Awasi Saat Gunakan Media Sosial. Diakses pada 14 Mei 2019, dari
http://bangka.tribunnews.com/2018/10/17/waspada-kasus-penculikan-anak-boy-
yandra-orangtua-harus-awasi-saat-gunakan-media-sosial

Qodar, N. (2018). Cek 6 Isu Penculikan Anak Viral di Medsos, Cuma 1 Sesuai
Fakta. Diakses pada 14 Mei 2019, dari
https://www.liputan6.com/news/read/3680772/cek-6-isu-penculikan-anak-viral-di-
medsos-cuma-1-sesuai-fakta

Anda mungkin juga menyukai