Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan
Disusun oleh :
KATA PENGANTAR
Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya
yang tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.
Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua terutama bagi
penyusun. Begitu pula makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun.
Penyusun
ii
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR _______________________________________________________ i
DAFTAR ISI ______________________________________________________________ ii
BAB I ____________________________________________________________________ 1
BAB II ___________________________________________________________________ 3
A. Pengertian Teori Belajar _______________________________________________ 3
B. Macam-macam Teori Belajar____________________________________________ 3
1. Teori belajar Behaviorisme ___________________________________________ 3
a. Thorndike (1874-1949) ____________________________________________ 4
b. Chark Hull (1884-1952) ____________________________________________ 6
c. Pavlov (1849-1936) _______________________________________________ 7
d. Skinner(1904-1990) _______________________________________________ 7
e. Albert Bandura ___________________________________________________ 8
2. Teori belajar Kognitif________________________________________________ 9
a. Teori belajar field Kurt Lewin (1892-1947) ___________________________ 10
b. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget _____________________ 10
c. Jerome Bruner dengan Discovely Learning-nya ________________________ 11
3. Teori belajar Humanistik ____________________________________________ 12
a. Abraham Maslow (1908-1970) _____________________________________ 12
b. Carl R. Rogers (1902-1987) ________________________________________ 14
c. Arthur Combs (1912-1999) ________________________________________ 14
BAB III _________________________________________________________________ 16
A. Simpulan __________________________________________________________ 16
B. Saran _____________________________________________________________ 17
DAFTAR PUSTAKA
1
BAB I
PENDAHULUAN
Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah terjadi sebuah proses, yaitu interaksi antara
guru dengan siswa, siswa dengan siswa jika terjadi kegiatan belajar kelompok. Dalam interaksi
tersebut akan terjadi sebuah proses pembelajaran. Pembelajaran secara umum didefinisikan
sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, pengaruh lingkungan, dan
pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan suatu pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan pandangan dunia.1 Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh
perbuatan belajar, para ahli teori belajar berusaha merumuskan pengertian belajar.2
Morgan menyatakan bahwa belajar merupakan salah satu yang relatif tetap dari tingkah
laku sebagai akibat dari pengalaman.3 Dengan demikian dapat diketahui bahwa belajar adalah
usaha sadar yang dilakukan manusia melalui pengalaman dan latihan untuk memperoleh
kemampuan baru dan merupakan perubahan perilaku yang relatif tetap. Selanjutnya Gerow
mengemukakan bahwa “Learning is demonstrated by a relatively permanent change in
behavior that occurs as the result of practice or experience”.
1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah
kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan itu tidak harus segera tampak setelah
proses belajar tetapi dapat tampak di kesempatan yang akan datang.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman.
3. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek
kepribadian baik fisik maupun psikis.
Proses penyampaian pelajaran kepada peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah pada umumnya tidak terlepas dari teori-teori. Hal ini sangat penting untuk memberikan
dasar pemahaman kepada peserta didik dalam mempelajari materi-materi pelajaran selanjutnya
yang lebih mendalam atau lebih kompleks.
Teori adalah pernyataan adanya hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih atas
terjadinya suatu peristiwa baru.4 Dalam kajian ilmu pengetahuan, teori memiliki dua aspek,
yaitu aspek formal dan aspek empiris. Aspek formal berkaitan dengan bentuk kata-kata atau
simbol-simbolnya. Sedangkan aspek empiris, terdiri dari peristiwa-peristiwa fisik sehingga
menerangkan suatu hal. Contoh rumusan teori dalam bentuk sintaksis di atas adalah perubahan
bentuk-bentuk air dalam berbagai suhu. Dalam bentuk simbol-simbol dimisalkan S-R, artinya
apabila ada stimulus (S) maka akan ada respon (R).5
Teori dapat pula dipandang sebagai alat riset yang keberadaanya bisa benar atau bisa pula
salah. Keduanya dapat berguna atau tidak berguna. Semuanya dapat dibuktikan dalam riset.
Apabila suatu teori menjelaskan observasi dan penelitian yang dilakukan dapat dibuktikan
keabsahannya, teori itu dikatakan baik. Sebaliknya, apabila hasil pembuktiannya dinyatakan
gagal, maka teori itu dikatakan buruk.
Dengan menggunakan teknik-teknik yang dipinjam dari ilmu pengetahuan alam, para
peneliti mulai melakukan eksperimen untuk memahami bagaimana manusia dan binatang
belajar.6
4 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
245
5 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
246
6 Robert E. Slavin, PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm.180
3
BAB II
TEORI-TEORI DALAM BELAJAR
untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus
dan respon.
Dalam teori belajar behaviorisme yang penting adalah input yang berupa stimulus
dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
peserta didik, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan peserta didik terhadap
stimulus yang diberikan. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor
penguatan (reinforcement).
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah Thorndike, Chark Hull,
Pavlov, Skinner, dan Albert Bandura.
a. Thorndike (1874-1949)
Dasar teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike berawal dari
hubungan (Connection) antara kesan-kesan yang ditimbulkan oleh serapan alat
indera terhadap obyek pengamatan dan dengan dorongan yang ada dalam diri
untuk berbuat.10
Thorndike merupakan ahli yang pertama kali mengadakan eksperimen
menggunakan hewan kucing untuk menyelidiki hubungan antara S-R.
Percobaan Thorndike dilakukan dengan prosedur secara sistematis.11
Thorndike dalam eksperimennya memasukan kucing ke dalam kotak dan dari
sana kucing harus meloloskan diri untuk memperoleh makanan. Dia
mengamati bahwa lama-kelamaan kucing tersebut mempelajari bagaimana
keluar dari kotak tadi dengan makin cepat dengan mengulangi perilaku yang
menyebabkan lolos dan tidak mengulangi perilaku yang tidak efektif.12
Thorndike mengembangkan kaidah efek, yang menyatakan bahwa apabila
tindakan diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkungan
kemungkinan tindakan itu akan diulangi dalam situasi yang sama dan akan
meningkat begitu juga sebaliknya.
10 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta Timur : UHAMKA PRESS, 1999), hlm.42
11 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
265
12 Robert E. Slavin, PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm.182
5
13 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
267
6
14 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
269
7
dapat memperkuat hubungan S-R dan respon terhadap stimulus itu dapat
mengurangi ketegangan kebutuhan.15
c. Pavlov (1849-1936)
Ivan P. Pavlov adalah seorang behavioristic terkenal dengan teori
pengkondisian asosiatif stimulus respon . Classic conditioning (pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan
reaksi yang diinginkan. Kesimpulan yang didapat dari percoban tersebut
adalah tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks
berkondisi.
Demikianlah maka menurut teori conditioning, belajar itu adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response).
d. Skinner(1904-1990)
B.F Skinner mengembangkan teori belajar yang disebut teori belajar
operan. Skinner menekankan bahwa perilaku reflek hanyalah sebagian kecil
dari semua tindakan.16 Selain itu teori belajar Skinner juga didasarkan pada
hasil penelitian yang telah dilakukannya.
Dalam percobaannya guna meneliti tingkah laku individu berkaitan
dengan proses belajar, Skinner menggunakan kotak yang diberi alat penekan
untuk mengeluarkan makanan. Jenis makanan yang digunakan Skinner berupa
daging sebagai hadiah atau pemerkuat respons.
Kotak ini dilengkapi sebuah alat dengan sistem bekerjanya seperti pedal
(jari-jari) atau tombol bar. Tombol tersebut akan membuka saluran tempat
makanan sehingga menyebabkan makanan yang ditaruh di dalam akan keluar.
Tikus yang berada dalam kotak Skinner akan bergerak aktif. Skinner
15 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
272
16 Robert E. Slavin, PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm.182
8
menyebutkan tingkah laku tikus tersebut sebagai respon operan. Kejadian itu
terus diulang sehingga menjadi kebiasaan karena operatn conditioning.
Berpangkal dari kejadian ini, Skinner mengatakan proses belajar tikus tersebut
sebagai belajar operan. Hal ini disebabkan adanya penguatan hubungan S dan
R dengan mengikuti repons yang memperoleh perkuatan stimulus, yaitu
mendapatkan hadiah.
Pelaksanaan percobaan Skiner membutuhkan persyaratan-persyaratan
tertentu yang wajib dipenuhi agar hasil yang diperoleh mempunyai validitas
atau ketepatan yang tinggi. Persyaratan dalam percobaan Skinner antara lain;17
1) Pembentukan tingkah laku baru
2) Penghentian respons (extinction)
3) Pemulihan kembali respons secara spontan
4) Manipulasi hadiah (perkuatan)
e. Albert Bandura
Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam
situasi alami. Asal mulanya teori ini disebut learning, yaitu belajar dengan
mengamati perilaku orang lain. Dasar pemikirannya adalah belajar dengan
cara mengamati perilaku individu. Dan sebagian perilaku individu diperoleh
sebagai hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan
oleh orang lain yang disajikan sebagai model.18
Menurut teori belajar social, yang terpenting ialah kemampuan seseorang
untuk mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil
keputusan mengenai perilaku mana yang akan ditiru dan kemudian melakukan
perilaku-perilaku yang dipilih.
Analisis Bandura tentang pembelajaran pengamatan (observational
learning) melibatkan empat fase, yaitu :19
17 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
288
18 Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I dan Dr. Sulistyorini, M.Ag. Belajar dan Pembelajaran (Teras: Yogyakarta,
2012) hlm 232 - 233
19 Robert E. Slavin, PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm.180
9
1) Fase perhatian
2) Fase pengingatan
3) Fase reproduksi
4) Fase motivasi
adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki
kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain
untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi
sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu
kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.
Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya
lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan
aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan
kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada
setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti,
yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman. Sesudahnya,
Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti
kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Maslow membedakan antara empat kebutuhan yang pertama dengan tiga
kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama disebutnya deficiency
need (kebutuhan yang timbul karena kekurangan), dan pemenuhan kebutuhan ini pada
umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan ketiga kebutuhan yang lain
dinamakan growth need (kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih
bergantung pada manusia itu sendiri.
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses
belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru
menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau
bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow,
guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum
memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di
bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau
tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau
ada masalah pribadi/ keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
14
21 Rumini,dkk. 1993
15
mengeluh murid-muridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-
murid itu tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru
tersebut mengadakan aktivitas-aktivitas yang lain, barangkali murid-murid akan
berubah sikap dan reaksinya.22
Sesungguhnya para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu
diperolehnya informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut. Guru keliru jika
berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran disusun dengan
rapi dan disampaikan dengan baik, sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan
pelajaran itu. Murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan
pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah
bagaimana bahan pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu murid
memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut, yakni
apabila murid dapat mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan
mereka, guru boleh bersenang hati bahwa misinya telah berhasil.
BAB III
PENUTUP
A. Simpulan
1. Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan
dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan.
2. Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan
situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan
dengan pendidikan atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan
stimulus dan respon.
3. Teori behavioristik tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
4. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya, pelajar
kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka
5. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia.
6. Menurut teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang dalam bertingkah laku
dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat
perkembangan dan pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki
kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya.
7. Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika pelajar memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri.
17
B. Saran
Dalam proses belajar pembelajaran sering kali siswa merasa bosan dengan
tingkah laku seorang guru yang kebiasaan menerapkan metode ceramah tanpa
ada bantuan metoda lain seperti alat peraga atau diskusi. Seorang guru harus
dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing
melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak. Dan seorang guru
sebaiknya lebih peka terhadap siswa supaya proses belajar pembelajaran
berjalan dengan baik. Sehingga siswa lebih respek dalam mengikuti pelajaran
dan siswa pun menyenangi guru tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T. 2007. Strategi Pembelajaran dengan Paradigma Student Centered Learning
(makalah dalam Lokakarya Peningkatan Pembelajaran melalui SCL, FPISB UII.
Yogyakarta
Prawira, Purwa Atmaja, 2012. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media
Rasyad, Aminuddin, 1999. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta Timur: UHAMKA
PRESS
Rumini, S. dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta