Anda di halaman 1dari 21

MAKALAH PSIKOLOGI PENDIDIKAN

“TEORI-TEORI DALAM BELAJAR”

Makalah Ini Disusun Untuk Memenuhi Tugas Mata Kuliah Psikologi Pendidikan

Dosen Pengampu : Hj. Zikri Neni Iska, M.Psi

Disusun oleh :

1. Intan Anisa 11150170000038


2. Rahmawati Fadlil Choeria 11150170000039
3. Nurabiatull 111501700000

JURUSAN PENDIDIKAN MATEMATIKA


FAKULTAS ILMU TARBIYAH DAN KEGURUAAN
UNIVERSITAS ISLAM NEGERI SYARIF HIDAYATULLAH
JAKARTA
2016
i

KATA PENGANTAR

Assalamu’alaikum wr. wb,

Puji dan syukur penyusun panjatkan kehadirat Allah SWT, Tuhan semesta alam yang
senantiasa memberikan kemudahan, kelancaran beserta limpahan Rahmat dan Karunia-Nya
yang tiada terhingga. Shalawat serta salam semoga tetap tercurahkan kepada Rasulullah SAW
yang telah memberikan suri tauladan bagi kita semua.

Alhamdulillah berkat kehendak dan ridha-Nya, penyusun dapat menyelesaikan


penyusunan makalah yang berjudul “Teori-Teori Dalam Belajar”. Makalah ini disusun untuk
memenuhi tugas mata kuliah Psikologi Pendidikan. Dalam penyusunan makalah ini, penyusun
mendapatkan bantuan serta bimbingan dari berbagai pihak. Oleh karena itu, pada kesempatan
ini penyusun ucapkan terimakasih kepada rekan-rekan yang telah membantu.

Penyusun berharap semoga makalah ini dapat bermanfaat bagi semua terutama bagi
penyusun. Begitu pula makalah ini tidak luput dari kekurangan dan kesalahan, untuk itu
penyusun mengharapkan kritik dan sarannya yang bersifat membangun.

Wassalamu’alaikum wr. wb.

Ciputat, 24 April 2016

Penyusun
ii

DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR _______________________________________________________ i
DAFTAR ISI ______________________________________________________________ ii
BAB I ____________________________________________________________________ 1
BAB II ___________________________________________________________________ 3
A. Pengertian Teori Belajar _______________________________________________ 3
B. Macam-macam Teori Belajar____________________________________________ 3
1. Teori belajar Behaviorisme ___________________________________________ 3
a. Thorndike (1874-1949) ____________________________________________ 4
b. Chark Hull (1884-1952) ____________________________________________ 6
c. Pavlov (1849-1936) _______________________________________________ 7
d. Skinner(1904-1990) _______________________________________________ 7
e. Albert Bandura ___________________________________________________ 8
2. Teori belajar Kognitif________________________________________________ 9
a. Teori belajar field Kurt Lewin (1892-1947) ___________________________ 10
b. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget _____________________ 10
c. Jerome Bruner dengan Discovely Learning-nya ________________________ 11
3. Teori belajar Humanistik ____________________________________________ 12
a. Abraham Maslow (1908-1970) _____________________________________ 12
b. Carl R. Rogers (1902-1987) ________________________________________ 14
c. Arthur Combs (1912-1999) ________________________________________ 14
BAB III _________________________________________________________________ 16
A. Simpulan __________________________________________________________ 16
B. Saran _____________________________________________________________ 17
DAFTAR PUSTAKA
1

BAB I
PENDAHULUAN

Dalam kegiatan belajar mengajar di sekolah terjadi sebuah proses, yaitu interaksi antara
guru dengan siswa, siswa dengan siswa jika terjadi kegiatan belajar kelompok. Dalam interaksi
tersebut akan terjadi sebuah proses pembelajaran. Pembelajaran secara umum didefinisikan
sebagai suatu proses yang menyatukan kognitif, emosional, pengaruh lingkungan, dan
pengalaman untuk memperoleh, meningkatkan, atau membuat perubahan suatu pengetahuan,
keterampilan, nilai, dan pandangan dunia.1 Bertolak dari perubahan yang ditimbulkan oleh
perbuatan belajar, para ahli teori belajar berusaha merumuskan pengertian belajar.2

Morgan menyatakan bahwa belajar merupakan salah satu yang relatif tetap dari tingkah
laku sebagai akibat dari pengalaman.3 Dengan demikian dapat diketahui bahwa belajar adalah
usaha sadar yang dilakukan manusia melalui pengalaman dan latihan untuk memperoleh
kemampuan baru dan merupakan perubahan perilaku yang relatif tetap. Selanjutnya Gerow
mengemukakan bahwa “Learning is demonstrated by a relatively permanent change in
behavior that occurs as the result of practice or experience”.

Berdasarkan pengertian belajar yang dikemukakan di atas, dapat diidentifikasikan


beberapa elemen penting yang mencirikan pengertian belajar yaitu :

1. Belajar merupakan suatu perubahan dalam tingkah laku, dimana perubahan itu dapat
mengarah kepada tingkah laku yang baik, tetapi juga ada kemungkinan mengarah
kepada tingkah laku yang buruk. Perubahan itu tidak harus segera tampak setelah
proses belajar tetapi dapat tampak di kesempatan yang akan datang.
2. Belajar merupakan suatu perubahan yang terjadi melalui latihan dan pengalaman.

1 Illeris, 2000 ;Ormorod,1995


2 Akhmad Solihin, PENGERTIAN BELAJAR DAN MACAM-MACAM TEORI BELAJAR, diakses dari
http://visiuniversal.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-belajar-dan-macam-macam.html pada tanggal 18 April
2016 pukul 01:44 WIB
3 Gino, 1988:5
2

3. Tingkah laku yang mengalami perubahan karena belajar menyangkut berbagai aspek
kepribadian baik fisik maupun psikis.

Proses penyampaian pelajaran kepada peserta didik dalam kegiatan belajar mengajar di
sekolah pada umumnya tidak terlepas dari teori-teori. Hal ini sangat penting untuk memberikan
dasar pemahaman kepada peserta didik dalam mempelajari materi-materi pelajaran selanjutnya
yang lebih mendalam atau lebih kompleks.

Teori adalah pernyataan adanya hubungan sebab akibat dua variabel atau lebih atas
terjadinya suatu peristiwa baru.4 Dalam kajian ilmu pengetahuan, teori memiliki dua aspek,
yaitu aspek formal dan aspek empiris. Aspek formal berkaitan dengan bentuk kata-kata atau
simbol-simbolnya. Sedangkan aspek empiris, terdiri dari peristiwa-peristiwa fisik sehingga
menerangkan suatu hal. Contoh rumusan teori dalam bentuk sintaksis di atas adalah perubahan
bentuk-bentuk air dalam berbagai suhu. Dalam bentuk simbol-simbol dimisalkan S-R, artinya
apabila ada stimulus (S) maka akan ada respon (R).5

Teori dapat pula dipandang sebagai alat riset yang keberadaanya bisa benar atau bisa pula
salah. Keduanya dapat berguna atau tidak berguna. Semuanya dapat dibuktikan dalam riset.
Apabila suatu teori menjelaskan observasi dan penelitian yang dilakukan dapat dibuktikan
keabsahannya, teori itu dikatakan baik. Sebaliknya, apabila hasil pembuktiannya dinyatakan
gagal, maka teori itu dikatakan buruk.

Dengan menggunakan teknik-teknik yang dipinjam dari ilmu pengetahuan alam, para
peneliti mulai melakukan eksperimen untuk memahami bagaimana manusia dan binatang
belajar.6

4 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
245
5 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
246
6 Robert E. Slavin, PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm.180
3

BAB II
TEORI-TEORI DALAM BELAJAR

A. Pengertian Teori Belajar


Teori belajar merupakan upaya untuk mendeskripsikan bagaimana manusia belajar
sehingga membantu kita memahami proses yang kompleks dari belajar. Teori belajar
adalah suatu teori yang didalamnya terdapat tata cara pengaplikasian kegiatan belajar
mengajar antara guru dan siswa, perancangan metode pembelajaran yang akan
dilaksanakan di kelas maupun di luar kelas.7
Para psikologi pendidikan memunculkan istilah teori belajar setelah mereka
mengalami kesulitan ketika akan menjelaskan proses belajar secara menyeluruh. Berawal
dari kesulitan tersebut munculah beberapa persepsi berbeda dari para psikolog, sehingga
menghasilkan dalil-dalil yang memiliki inti kalau teori belajar adalah alat bantu yang
sistematis dalam proses belajar.8

B. Macam-macam Teori Belajar


1. Teori belajar Behaviorisme
Teori behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku yang dapat diukur,
diamati, dan dihasilkan oleh respon pelajar terhadap rangsangan. Tanggapan terhadap
rangsangan dapat diperkuat dengan umpan balik positif atau negatif terhadap perilaku
kondisi yang diinginkan.9
Menurut teori ini, belajar adalah perubahan tingkah laku sebagai akibat adanya
interaksi antara stimulus (rangsangan) dan respon (tanggapan). Dengan kata lain
belajar merupakan bentuk perubahan yang dialami siswa dalam hal kemampuannya

7 Lestari Dewi, TEORI-TEORI BELAJAR dan PEMBELAJARAN, diakses dari http://biologi-


lestari.blogspot.co.id/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html pada tanggal 18 April 2016 pukul 2:34
WIB
8 Mahmud, Psikologi Pendidikan (Bandung: Pustaka Setia, 2010), hlm. 72.
9 Nizwa Ayuni, Teori Behavioristik, diakses dari http://www.academia.edu/5530695/Makalah-TEORI-
BEHAVIORISTIK pada tanggal 18 April 2016 pukul 06:22 WIB
4

untuk bertingkah laku dengan cara yang baru sebagai hasil interaksi antara stimulus
dan respon.
Dalam teori belajar behaviorisme yang penting adalah input yang berupa stimulus
dan output yang berupa respon. Stimulus adalah apa saja yang diberikan guru kepada
peserta didik, sedangkan respon berupa reaksi atau tanggapan peserta didik terhadap
stimulus yang diberikan. Faktor lain yang juga dianggap penting adalah faktor
penguatan (reinforcement).
Tokoh-tokoh aliran behaviorisme diantaranya adalah Thorndike, Chark Hull,
Pavlov, Skinner, dan Albert Bandura.

a. Thorndike (1874-1949)
Dasar teori belajar yang dikemukakan oleh Thorndike berawal dari
hubungan (Connection) antara kesan-kesan yang ditimbulkan oleh serapan alat
indera terhadap obyek pengamatan dan dengan dorongan yang ada dalam diri
untuk berbuat.10
Thorndike merupakan ahli yang pertama kali mengadakan eksperimen
menggunakan hewan kucing untuk menyelidiki hubungan antara S-R.
Percobaan Thorndike dilakukan dengan prosedur secara sistematis.11
Thorndike dalam eksperimennya memasukan kucing ke dalam kotak dan dari
sana kucing harus meloloskan diri untuk memperoleh makanan. Dia
mengamati bahwa lama-kelamaan kucing tersebut mempelajari bagaimana
keluar dari kotak tadi dengan makin cepat dengan mengulangi perilaku yang
menyebabkan lolos dan tidak mengulangi perilaku yang tidak efektif.12
Thorndike mengembangkan kaidah efek, yang menyatakan bahwa apabila
tindakan diikuti oleh perubahan yang memuaskan dalam lingkungan
kemungkinan tindakan itu akan diulangi dalam situasi yang sama dan akan
meningkat begitu juga sebaliknya.

10 Aminuddin Rasyad, Teori Belajar dan Pembelajaran (Jakarta Timur : UHAMKA PRESS, 1999), hlm.42
11 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
265
12 Robert E. Slavin, PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm.182
5

Berkaitan dengan teori belajar yang dikemukakannya, Thorndike


menemukan tiga hukum belajar, yaitu :

1) Hukum kesiapan (The Law of Readiness)


Bagi Thorndike hukum readiness ini adalah hukum persiapan
untuk penyesuaian diri, dengan adanya kesiapan untuk menyesuaikan
diri maka seseorang berarti siap menerima rangsangan.
Penerapan hukum kesiapan dalam bidang pendidikan, misalnya
sebelum guru mengajar di dalam kelas, anak-anak terlebih dahulu
disiapkan mentalnya. Misalnya; peserta didik dalam kelas-kelas
permulaan disuruh duduk rapi, tenang, konsentrasi, tidak tegang, dan
lain-lain.
Implikasi dari hukum kesiapan belajar menurut Thorndike adalah
jika menghendaki hasil belajar sesuai yang diharapkan sebaiknya
individu atau kelompok individu disiapkan untuk belajar. Kesiapan
belajar ini ditentukan oleh tingkat kedewasaan individu dan
pengalaman dari masing-masing individu. Umumnya, semakin
dewasa individu maka individu tersebut makin siap untuk belajar.13
2) Hukum latihan (The Law of Exercise)
Menurut hukum belajar dengan menggunakan latihan (exercise)
merupakan kelanjutan dari proses hubungan antara S-R. Begitu
kuatnya hubungan kegiatan dengan latihan, maka Thorndike
menggunakan konsep baru dengan hukum law of use bagi belajar
dengan disertai latihan dan kegiatan belajar akan melemah manakala
ditiadakan kegiatan yang berkaitan dengan latihan disebut law of
disuse.
3) Hukum efek (The Law of Effect)

13 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
267
6

Menurut hukum ini, hubungan S-R akan semakin kuat atau


semakin lemah tergantung pada seberapa besarnya efek atau hasil
tindakan yang dilakukan individu.14 Suatu tindakan yang disertai hasil
menyenangkan cenderung untuk dipertahankan dan diulangi pada
waktu yang lain. Sebaliknya, suatu tindakan yang menghasilkan hal
yang tidak menyenangkan cenderung untuk ditinggalkan dan tidak
diulangi.
Implikasi hukum ini dalam bidang pendidikan diantaranya adalah
diciptakan situasi kelas atau pengalaman-pengalaman yang
menyenangkan bagi para siswa, guru, dan karyawan sekolah. Selain
itu, bahan-bahan pengajaran dikondisikan atau dibuat agar dapat
diterima atau dimengerti oleh semua peserta didik.

b. Chark Hull (1884-1952)


Hull mendasarkan teori belajar yang disusunnya pada tingkah laku yang
diselidiki dengan hubungan perkuatan S-R menggunakan metode matematika,
deduktif, dan dapat diuji keabsahannya.
Hull juga menyusun definisi teori belajar ke dalam beberapa hal, yakni
bahwa kebutuhan adalah keadaan organisme menyimpang dari kondisi
biologis optimum pada umumnya yang bertujuan untuk melangsungkan
hidupnya. Apabila kebutuhan itu timbul, organisme bertindak untuk
memenuhi kebutuhan itu atau mereduksi kebutuhan yang ada.
Dalam teori belajar Hull dikenal adanya pengertian dorongan (drive) yang
didefinisikan sebagai kondisi kekosongan ganda organisme sehingga
mendorong berbuat sesuatu. Misalnya dorongan belajar, makan, minum, dan
lain-lain. Dorongan semacam ini sering pula disebut motif. Selain itu Hull juga
mengemukakan perkuatan (reinforcement) berupa hadiah, yaitu Sesutu yang

14 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
269
7

dapat memperkuat hubungan S-R dan respon terhadap stimulus itu dapat
mengurangi ketegangan kebutuhan.15

c. Pavlov (1849-1936)
Ivan P. Pavlov adalah seorang behavioristic terkenal dengan teori
pengkondisian asosiatif stimulus respon . Classic conditioning (pengkondisian
atau persyaratan klasik) adalah proses yang ditemukan Pavlov melalui
percobannya terhadap anjing, dimana perangsang asli dan netral dipasangkan
dengan stimulus bersyarat secara berulang-ulang sehingga memunculkan
reaksi yang diinginkan. Kesimpulan yang didapat dari percoban tersebut
adalah tingkah laku sebenarnya tidak lain daripada rangkaian refleks
berkondisi.
Demikianlah maka menurut teori conditioning, belajar itu adalah suatu
proses perubahan yang terjadi karena adanya syarat-syarat (conditions) yang
kemudian menimbulkan reaksi (response).

d. Skinner(1904-1990)
B.F Skinner mengembangkan teori belajar yang disebut teori belajar
operan. Skinner menekankan bahwa perilaku reflek hanyalah sebagian kecil
dari semua tindakan.16 Selain itu teori belajar Skinner juga didasarkan pada
hasil penelitian yang telah dilakukannya.
Dalam percobaannya guna meneliti tingkah laku individu berkaitan
dengan proses belajar, Skinner menggunakan kotak yang diberi alat penekan
untuk mengeluarkan makanan. Jenis makanan yang digunakan Skinner berupa
daging sebagai hadiah atau pemerkuat respons.
Kotak ini dilengkapi sebuah alat dengan sistem bekerjanya seperti pedal
(jari-jari) atau tombol bar. Tombol tersebut akan membuka saluran tempat
makanan sehingga menyebabkan makanan yang ditaruh di dalam akan keluar.
Tikus yang berada dalam kotak Skinner akan bergerak aktif. Skinner

15 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
272
16 Robert E. Slavin, PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm.182
8

menyebutkan tingkah laku tikus tersebut sebagai respon operan. Kejadian itu
terus diulang sehingga menjadi kebiasaan karena operatn conditioning.
Berpangkal dari kejadian ini, Skinner mengatakan proses belajar tikus tersebut
sebagai belajar operan. Hal ini disebabkan adanya penguatan hubungan S dan
R dengan mengikuti repons yang memperoleh perkuatan stimulus, yaitu
mendapatkan hadiah.
Pelaksanaan percobaan Skiner membutuhkan persyaratan-persyaratan
tertentu yang wajib dipenuhi agar hasil yang diperoleh mempunyai validitas
atau ketepatan yang tinggi. Persyaratan dalam percobaan Skinner antara lain;17
1) Pembentukan tingkah laku baru
2) Penghentian respons (extinction)
3) Pemulihan kembali respons secara spontan
4) Manipulasi hadiah (perkuatan)

e. Albert Bandura
Prinsip belajar menurut Bandura adalah usaha menjelaskan belajar dalam
situasi alami. Asal mulanya teori ini disebut learning, yaitu belajar dengan
mengamati perilaku orang lain. Dasar pemikirannya adalah belajar dengan
cara mengamati perilaku individu. Dan sebagian perilaku individu diperoleh
sebagai hasil belajar melalui pengamatan atas tingkah laku yang ditampilkan
oleh orang lain yang disajikan sebagai model.18
Menurut teori belajar social, yang terpenting ialah kemampuan seseorang
untuk mengabstraksikan informasi dari perilaku orang lain, mengambil
keputusan mengenai perilaku mana yang akan ditiru dan kemudian melakukan
perilaku-perilaku yang dipilih.
Analisis Bandura tentang pembelajaran pengamatan (observational
learning) melibatkan empat fase, yaitu :19

17 Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru (Yogyakarta: Ar-Ruzz Media,2012),hlm.
288
18 Muhammad Fathurrohman, M.Pd.I dan Dr. Sulistyorini, M.Ag. Belajar dan Pembelajaran (Teras: Yogyakarta,
2012) hlm 232 - 233
19 Robert E. Slavin, PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK (Jakarta: PT Indeks, 2008), hlm.180
9

1) Fase perhatian
2) Fase pengingatan
3) Fase reproduksi
4) Fase motivasi

2. Teori belajar Kognitif


Teori belajar kognitif berbeda dengan teori belajar behavioristik, teori belajar
kognitif lebih mementingkan proses belajar dari pada hasil belajarnya. Para penganut
aliran kognitif mengatakan bahwa belajar tidak sekedar melibatkan hubungan antara
stimulus dan respon. Tidak seperti model belajar behavioristik yang mempelajari
proses belajar hanya sebagai hubungan stimulus-respon, model belajar kognitif
merupakan suatu bentuk teori belajar yang sering disebut sebagai model perceptual.
Model belajar kognitif mengatakan bahwa tingkah laku sesorang ditentukan oleh
persepsi serta pemahamannya tentang situasi yang berhubungan dengan tujuan
belajarnya.
Teori kognitif juga menekankan bahwa bagian-bagian bahawa dari situasi saling
berhubungan dengan seluruh konteks situasi tersebut. Memisah-misahkan atau
membagi-bagi situasi /materi pelajaran menjadi komponen-komponen yang kecil-kecil
dan mempelajarinya secara terpisah-pisah, akan kehilangan makna. Teori ini
berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses internal yang mencakup ingatan,
retensi, pengolahan infirnasi, emosi, dan aspek-aspek kejiwaan lainnya. Belajar
merupakan aktifitas yang melibatkan proses berfikir yang sangat komplek. Proses
belajar terjadi antara lain mencakup pengaturan stimulus yang di terima dan
menyesuaikannya dengan struktur kognitif yang sudah dimiliki dan pengalaman
sebelumnya.20
Tokoh-tokoh teori belajar kognitif diantaranya:

20 Anonim, diakses dari http://advae.blogspot.co.id/2014/10/makalah-pendidikan-tentang-teori.html. Pada hari


Sabtu, 23 April 2016 pukul 08.37 WIB
10

a. Teori belajar field Kurt Lewin (1892-1947)


Kurt Lewin mengembangkan suatu teori belajar cognitifive field dengan
menaruh perhatian kepada kepribadian dan psikologi sosial. Lewin
berpendapat, bahwa tingkah laku merupakan hasil interaksi antarkekuatan-
kekuatan, baik dari dalam diri individu seperti tujuan, kebutuhan, tekanan
kejiwaan; maupun dari luar diri individu seperti tantangan dan permasalahan.
Menurut Lewin, belajar berlangsung sebagai akibat dari perubahan dalam
struktur kognitif. Perubahan struktur kognitif itu adalah hasil dari dua macam
kekuatan, satu dari struktur dan kognisi itu sendiri, yang lainnya dari
kebutuhan dan motivasi internal individu. Lewin memberikan peranan yang
lebih penting pada motivasi dari reward.
b. Teori Belajar Cognitive Developmental dari Piaget
Piaget adalah seorang psikolog developmental karena penelitiannya
mengenai tahap-tahap perkembangan pribadi serta perubahan umur yang
mempengaruhi kemampuan belajar individu.
Menurut Piaget, pertumbuhan kapasitas mental memberikan kemampuan-
kemampuan mental baru yang sebelumnya tidak ada. Pertumbuhan intelektual
adalah tidak kuantitatif, melainkan kualitatif.
Menurut Piaget, intelegensi itu sendiri terdiri dari tiga aspek, yaitu:
1) Struktur; disebut juga scheme yaitu pola tingkah laku yang dapat di
ulangi.
2) Isi; disebut juga content, yaitu pola tingkah laku spesifik tatkala
individu menghadapi sesuatu masalah.
3) Fungsi; disebut juga function, yang berhubungan dengan seseorang
mencapai kemajuan intelektual. Fungsi itu sendiri terdiri dari dua
macam fungsi invariant, yaitu organisasi dan adaptasi
(a) Organisasi; berupa kacakapan seseorang/organisme dalam
menyusun proses-proses fisik dan psikis dalam bentuk sistem-
sistem yang koheren.
11

(b) Adaptasi; yaitu adaptasi individu terhadap lingkungannya.


Adaptasi ini terdiri dari dua macam proses komplementer. Yaitu
asimilasi dan akomodasi.
 Asimilasi; proses penggunaan struktur atau kemampuan
individu untuk menghadapi masalah dalam lingkungannya
 Akomodasi; proses perubahan sespons individu terhadap
stimuli lingkungan.
Jean Piaget mengklasifikasikan perkembangan kognitif anak menjadi
empat tahap:
1) Tahap sensory – motor, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 0-2 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan kegiatan
motorik dan persepsi yang masih sederhana.
2) Tahap pre – operational, yakni perkembangan ranah kognitif yang
terjadi pada usia 2-7 tahun. Tahap ini diidentikkan dengan mulai
digunakannya symbol atau bahasa tanda dan telah dapat memperoleh
pengetahuan berdasarkan pada kesan yang agak abstrak.
3) Tahap concrete – operational, yang terjadi pada usia 7-11 tahun.
Tahap ini dicirikan dengan anak sudah mulai menggunakan aturan-
aturan yang jelas dan logis. Anak sudah tidak memusatkan diri pada
karakteristik perseptual pasif.
4) Tahap formal – operational, yakni perkembangan ranah kognitif pada
usia 11-15 tahun. Ciri pokok tahap yang terahir ini adalah anak sudah
mampu berpikir abstrak dan logisdengan menggunakan pola pikir
“kemungkinan”.
c. Jerome Bruner dengan Discovely Learning-nya
Dasar awal ide J. Bruner ialah pendapat dari Piaget yang menyatakan
bahwa anak harus berperan secara aktif dalam belajar di kelas. Untuk itu
Bruner memakai cara dengan apa yang disebutnya discovery learning, yaitu
dimana murid mengorganisasi bahan yang dipelajari dengan suatu bentuk
akhir. Prosedur ini berbeda dengan reception learning atau expository
12

teaching, dimana guru menerangkan semua informasi dan murid harus


mempelajari semua bahan/informasi itu.
Cara mengembangkan program pengajaran yang efektif bagi anak muda
menurut Bruner ialah dengan mengkoordinasikan metode penyajian bahan
dimana anak dapat mempelajari bahan itu, yang sesuai dengan tingkat
kemajuan anak. Tingkat-tingkat kemajuan anak dari tingkat representasi
sensory (enactive) ke respresentasi kongret (iconic) dan akhirnya ke tingkat
representasi yang abstrak (symbolic). Demikian juga penyusunan kurikulum.
Kurikulum dari suatu mata pelajaran harus ditentukan oleh pengertian yang
sangat fundamental bahwa hal itu dapat dicapai berdasarkan prinsip-prinsip
yang memberikan struktur bagi mata pelajaran itu. Bruner menyebutkan
hendaknya guru harus memberikan kesempatan pada muridnya untuk menjadi
seorang problem solver, seorang scientist, historian, atau mathematics.
Biarkan murid menemukan arti bagi diri mereka sendiri dan memungkinkan
mereka untuk mempelajari konsep-konsep di dalam bahasa yang dimengerti
mereka.

3. Teori belajar Humanistik


Psikologi humanistik merupakan salah satu aliran dalam psikologi yang muncul
pada tahun 1950-an. Psikologi humanistik atau disebut juga dengan nama psikologi
kemanusiaan adalah suatu pendekatan yang multifaset terhadap pengalaman dan
tingkah laku manusia, yang memusatkan perhatian pada keunikan dan aktualisasi diri
manusia.
Tokoh-tokoh penting dalam teori belajar ini diantaranya :

a. Abraham Maslow (1908-1970)


Maslow berpendapat, bahwa manusia memiliki hierarki kebutuhan yang dimulai
dari kebutuhan jasmaniah yang paling asasi sampai dengan kebutuhan tertinggi yakni
kebutuhan estetis. Kebutuhan jasmaniah seperti makan, minum, tidur dan sebagainya.
Apabila kebutuhan ini terpuaskan, maka munculah kebutuhan keamanan seperti
kebutuhan kesehatan dan kebutuhan terhindar dari bahaya dan bencana. Berikutnya
13

adalah kebutuhan untuk memiliki dan cinta kasih, seperti dorongan untuk memiliki
kawan dan berkeluarga, kebutuhan untuk menjadi anggota kelompok, dan sebagainya.
Ketidakmampuan memenuhi kebutuhan ini dapat mendorong seseorang berbuat lain
untuk memperoleh pengakuan dan perhatian, misalnya dia menggunakan prestasi
sebagai pengganti cinta kasih. Berikutnya adalah kebutuhan harga diri, yaitu
kebutuhan untuk dihargai, dihormati, dan dipercaya oleh orang lain.
Apabila seseorang telah dapat memenuhi semua kebutuhan yang tingkatannya
lebih rendah tadi, maka motivasi lalu diarahkan kepada terpenuhinya kebutuhan
aktualisasi diri, yaitu kebutuhan untuk mengembangkan potensi atau bakat dan
kecenderungan tertentu. Bagaimana cara aktualisasi diri ini tampil, tidaklah sama pada
setiap orang. Sesudah kebutuhan ini, muncul kebutuhan untuk tahu dan mengerti,
yakni dorongan untuk mencari tahu, memperoleh ilmu dan pemahaman. Sesudahnya,
Maslow berpendapat adanya kebutuhan estetis, yakni dorongan keindahan, dalam arti
kebutuhan akan keteraturan, kesimetrisan dan kelengkapan.
Maslow membedakan antara empat kebutuhan yang pertama dengan tiga
kebutuhan yang kemudian. Keempat kebutuhan yang pertama disebutnya deficiency
need (kebutuhan yang timbul karena kekurangan), dan pemenuhan kebutuhan ini pada
umumnya bergantung pada orang lain. Sedangkan ketiga kebutuhan yang lain
dinamakan growth need (kebutuhan untuk tumbuh) dan pemenuhannya lebih
bergantung pada manusia itu sendiri.
Implikasi dari teori Maslow dalam dunia pendidikan sangat penting. Dalam proses
belajar-mengajar misalnya, guru mestinya memperhatikan teori ini. Apabila guru
menemukan kesulitan untuk memahami mengapa anak-anak tertentu tidak
mengerjakan pekerjaan rumah, mengapa anak tidak dapat tenang di dalam kelas, atau
bahkan mengapa anak-anak tidak memiliki motivasi untuk belajar. Menurut Maslow,
guru tidak bisa menyalahkan anak atas kejadian ini secara langsung, sebelum
memahami barangkali ada proses tidak terpenuhinya kebutuhan anak yang berada di
bawah kebutuhan untuk tahu dan mengerti. Bisa jadi anak-anak tersebut belum atau
tidak melakukan makan pagi yang cukup, semalam tidak tidur dengan nyenyak, atau
ada masalah pribadi/ keluarga yang membuatnya cemas dan takut, dan lain-lain.
14

b. Carl R. Rogers (1902-1987)


Rogers mengutarakan pendapat tentang prinsip-prinsip belajar yang humanistik,
yang meliputi hasrat untuk belajar, belajar yang berarti, belajar tanpa ancaman, belajar
atas inisiatif sendiri, dan belajar untuk perubahan.21
Adapun penjelasan konsep masing-masing prinsip tersebut adalah sebagai berikut :
1) Hasrat untuk Belajar.
Menurut Rogers, manusia mempunyai hasrat alami untuk belajar. Hal ini
terbukti dengan tingginya rasa ingin tahu anak apabila diberi kesempatan
untuk mengeksplorasi lingkungan.
2) Belajar yang Berarti.
Belajar akan mempunyai arti atau makna apabila apa yang dipelajari relevan
dengan kebutuhan dan maksud anak. Artinya, anak akan belajar dengan cepat
apabila yang dipelajari mempunyai arti baginya.
3) Belajar Tanpa Ancaman.
Belajar mudah dilakukan dan hasilnya dapat disimpan dengan baik apabila
berlangsung dalam lingkungan yang bebas ancaman. Proses belajar akan
berjalan lancar manakala murid dapat menguji kemampuannya, dapat
mencoba pengalaman-pengalaman baru atau membuat kesalahan-kesalahan
tanpa mendapat kecaman yang biasanya menyinggung perasaan.
4) Belajar atas Inisiatif Sendiri.
Belajar akan paling bermakna apabila hal itu dilakukan atas inisiatif sendiri
dan melibatkan perasaan dan pikiran si pelajar. Mampu memilih arah
belajarnya sendiri sangatlah memberikan motivasi dan mengulurkan
kesempatan kepada murid untuk “belajar bagaimana caranya belajar” (to learn
how to learn ).

c. Arthur Combs (1912-1999)


Menurut Combs, perilaku yang keliru atau tidak baik terjadi karena tidak adanya
kesediaan seseorang melakukan apa yang seharusnya dilakukan sebagai akibat dari
adanya sesuatu yang lain, yang lebih menarik atau memuaskan. Misalkan guru

21 Rumini,dkk. 1993
15

mengeluh murid-muridnya tidak berminat belajar, sebenarnya hal itu karena murid-
murid itu tidak berminat melakukan apa yang dikehendaki oleh guru. Kalau saja guru
tersebut mengadakan aktivitas-aktivitas yang lain, barangkali murid-murid akan
berubah sikap dan reaksinya.22
Sesungguhnya para ahli psikologi humanistik melihat dua bagian belajar, yaitu
diperolehnya informasi baru dan personalisasi informasi baru tersebut. Guru keliru jika
berpendapat bahwa murid akan mudah belajar kalau bahan pelajaran disusun dengan
rapi dan disampaikan dengan baik, sebab arti dan maknanya tidak melekat pada bahan
pelajaran itu. Murid sendirilah yang mencerna dan menyerap arti dan makna bahan
pelajaran tersebut ke dalam dirinya. Yang menjadi masalah dalam mengajar bukanlah
bagaimana bahan pelajaran itu disampaikan, tetapi bagaimana membantu murid
memetik arti dan makna yang terkandung di dalam bahan pelajaran tersebut, yakni
apabila murid dapat mengaitkan bahan pelajaran tersebut dengan hidup dan kehidupan
mereka, guru boleh bersenang hati bahwa misinya telah berhasil.

22 Rumini, dkk. 1993


16

BAB III
PENUTUP

A. Simpulan

1. Behaviorisme adalah teori perkembangan perilaku, yang dapat diukur, diamati dan
dihasilkan oleh respons pelajar terhadap rangsangan.
2. Teori behavioristik banyak dikritik karena seringkali tidak mampu menjelaskan
situasi belajar yang kompleks, sebab banyak variabel atau hal-hal yang berkaitan
dengan pendidikan atau belajar yang dapat diubah menjadi sekedar hubungan
stimulus dan respon.
3. Teori behavioristik tidak mampu menjelaskan penyimpangan-penyimpangan yang
terjadi dalam hubungan stimulus dan respon.
4. Implikasi dari teori behavioristik dalam proses pembelajaran dirasakan kurang
memberikan ruang gerak yang bebas bagi pebelajar untuk berkreasi,
bereksperimentasi dan mengembangkan kemampuannya sendiri. Karena sistem
pembelajaran tersebut bersifat otomatis-mekanis dalam menghubungkan stimulus
dan respon sehingga terkesan seperti kinerja mesin atau robot. Akibatnya, pelajar
kurang mampu untuk berkembang sesuai dengan potensi yang ada pada diri
mereka
5. Teori belajar kognitif lebih menekankan pada belajar merupakan suatu proses yang
terjadi dalam akal pikiran manusia.
6. Menurut teori belajar kognitif pada dasarnya setiap orang dalam bertingkah laku
dan mengerjakan segala sesuatu senantiasa dipengaruhi oleh tingkat-tingkat
perkembangan dan pemahamannya atas dirinya sendiri. Setiap orang memiliki
kepercayaan, ide-ide dan prinsip yang dipilih untuk kepentingan dirinya.
7. Menurut Teori humanistik, tujuan belajar adalah untuk memanusiakan manusia.
Proses belajar dianggap berhasil jika pelajar memahami lingkungannya dan
dirinya sendiri.
17

B. Saran

Dalam proses belajar pembelajaran sering kali siswa merasa bosan dengan
tingkah laku seorang guru yang kebiasaan menerapkan metode ceramah tanpa
ada bantuan metoda lain seperti alat peraga atau diskusi. Seorang guru harus
dapat mengasosiasi stimulus respon secara tepat. Siswa harus dibimbing
melakukan apa yang harus dipelajari. Dalam mengelola kelas guru tidak boleh
memberikan tugas yang mungkin diabaikan oleh anak. Dan seorang guru
sebaiknya lebih peka terhadap siswa supaya proses belajar pembelajaran
berjalan dengan baik. Sehingga siswa lebih respek dalam mengikuti pelajaran
dan siswa pun menyenangi guru tersebut.
DAFTAR PUSTAKA
Afiatin, T. 2007. Strategi Pembelajaran dengan Paradigma Student Centered Learning
(makalah dalam Lokakarya Peningkatan Pembelajaran melalui SCL, FPISB UII.
Yogyakarta

Anonim, http://advae.blogspot.co.id/2014/10/makalah-pendidikan-tentang-teori.html. Pada


hari Sabtu, 23 April 2016 pukul 08.37 WIB

Ayuni, Nizwa, Teori Behavioristik, diakses dari http://www.academia.edu/5530695/Makalah-


TEORI-BEHAVIORISTIK pada tanggal 18 April 2016 pukul 06:22 WIB

Dewi, Lestari. TEORI-TEORI BELAJAR dan PEMBELAJARAN, diakses dari http://biologi-


lestari.blogspot.co.id/2013/03/teori-teori-belajar-dan-pembelajaran.html pada tanggal 18
April 2016 pukul 2:34 WIB
Fathurrohman, Muhammad, M.Pd.I dan Dr. Sulistyorini, M.Ag. 2012. Belajar dan
Pembelajaran. Teras: Yogyakarta
Mahmud, 2010. Psikologi Pendidikan. Bandung: Pustaka Setia
Makmun, Abin Syamsuddin, 2003. Psikologi Pendidikan. Bandung : PT Rosda Karya
Remaja.

Prawira, Purwa Atmaja, 2012. Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru. Yogyakarta: Ar-
Ruzz Media

Rasyad, Aminuddin, 1999. Teori Belajar dan Pembelajaran. Jakarta Timur: UHAMKA
PRESS
Rumini, S. dkk. 1993. Psikologi Pendidikan. Yogyakarta: Fakultas Ilmu Pendidikan
Universitas Negeri Yogyakarta

Said, Teori Belajar Robert M. Gagne, diakses dari http://saidangsaid.blogspot.co.id pada


tanggal 24 April 2016 pukul 13:17 WIB
Slavin, Robert E, 2008. PSIKOLOGI PENDIDIKAN TEORI DAN PRAKTIK. Jakarta: PT
Indeks

Solihin, Akhmad, PENGERTIAN BELAJAR DAN MACAM-MACAM TEORI BELAJAR.


http://visiuniversal.blogspot.co.id/2014/03/pengertian-belajar-dan-macam-macam.html,
pada tanggal 18 April 2016 pukul 01:44 WIB

Walgito, B. 2000. Peran Psikologi di Indonesia . Yogyakarta:Yayasan Pembina Fakultas


Psikologi UGM.

Anda mungkin juga menyukai