Anda di halaman 1dari 32

A.

Pengertian Bencana dan Gagal Teknologi


UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat secara mendadak atau berangsur-angsur yang disebabkan, baik oleh
factor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang
akibatnya tidak mampu ditanggulangi dengan sumber daya setempat.(Perda Bandung)
Sementara Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) mendefinisikan bencana dalam
formulasi “The serious disruption of the functioning of society, causing widespread human,
material or environmental losses, which exceed the ability of the affected communities to cope
using their own resources” (Abarquez & Murshed, 2004).
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
 Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).
 Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari
masyarakat.
 Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk
mengatasi dengan sumber daya mereka.

Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi dan/atau industri.
4
Gagalnya sebuah sistem teknologi yang mengakibatkan terjadinya malapetaka teknologi
(technological disaster) selalu bersumber pada kesalahan sistem (system error) yang bersumber
pada desain sistem yang tidak sesuai dengan kondisi di mana sistem itu bekerja. Hal ini terjadi
karena perancangan sistem yang gagal mempertemukan sistem teknis dan sistem sosial. Hal yang
demikian sering terjadi di Indonesia dan menjadi bencana yang mengakibatkan kerugian jiwa
seperti kecelakaan transportasi (kapal laut, pesawat udara dan kereta api), kecelakaan industri
(kebocoran gas, keracunan dan pencemaran lingkungan) dan kecelakaan rumah tangga
(hubungan arus pendek listrik dan kebakaran). Kegagalan teknologi transgenik juga merupakan
salah satu ancaman potensial terkait dengan posisi Indonesia sebagai pasar yang terbuka terhadap
produk – produk transgenik. Kecelakaan transportasi merupakan bencana kegagalan teknologi
yang paling sering terjadi di Indonesia dan setiap tahun tercatat rata-rata 30.000 nyawa melayang
karena bencana ini. Dengan angka ini Indonesia menempati peringkat ketiga di ASEAN. Salah
satu bencana kegagalan teknologi yang saat ini sedang berlangsung adalah terjadinya semburan
liar (blow out) sumur eksplorasi minyak di Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Semburan lumpur
panas dari perut bumi ini akibat tidak terprediksinya karakteristik lapisan batuan yang
mengandung tekanan tinggi sehingga lumpur bercampur air terus-menerus keluar ke permukaan
bumi sehingga menenggelamkan perumahan, lahan usaha, sawah dan ladang milik penduduk.
Lumpur ini juga mengakibatkan timbulnya gangguan pada distribusi barang industri akibat
tutupnya pabrik yang berada di sekitar lokasi kejadian dan terganggunya lalu lintas jalan tol
Surabaya-Gempol. Jika kecelakaan industri ini tidak dapat segera diatasi, dikhawatirkan akan
terjadi kerugian serta kerusakan lingkungan yang lebih besar.

B. Penyebab Gagal Teknologi

Dalam peraturan kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 tentag pedoman penyusunan rencana.
Penanggulangan bencana disebutkan bahwa kegagalan teknologi merupakan kejadian yang
diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam
menggunakan teknologi dan indutri. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran,
pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi
yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda. Penyebab terjadinya kegagalan teknologi yaitu
:
1. Kebakaran
Untuk kasus kebakaran di Indonesai sekitar 62,8 % disebabkan oleh listrik atau adanya hubungan
pendek arus listrik (Gambar 1). Penataan ruang dan minimnya prasarana penanggulangan
bencana timbulnya kebakaran, khususnya kebakaran kawasan industri dan pemukiman. Jika pada
tahun 1920-an, banyak pemukiman di kota – kota besar Indonesia dilengkapi dengan gang
kebakaran. Gang ini berupa jalan yang dibangun di bagian belakang deretan rumah yang
berfungsi sebagai akses masuk peralatan pemadam kebakaran dan jalur evakuasi. Namun saat
ini, kota – kota di Indonesia telah berkembang pesat dimana brand-gang nyaris tidak bisa dirunut
lagi keberadaannya. Nyaris semua celah kecil, bahkan ditepi sungai pun di bangun perumahan.
Demikian pula prasarana hidran dan mobil pedam kebakaran sangat terbata.
Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi cuaca, dimana pada bulan – bulan tersebut
berlangsung musim kemarau yang kering sehingga material – material menjadi lebih mudah
terbakar. Potensi kebakaran kawasan industri dan permukiman di masa mendapat akan semaki
besar.
Meningkatnya jumlah penduduk keterbatasan lahan dan pengaruh iklim global akan memberikan
dampak langsung terhadap terhadap potensi kebakaran jika pengelolaan tata ruang dan manjemen
industri tidak dikelola dengan baik. Dampak perubahan iklim global adalah semakin menurunya
curah hujan pada musim kemarau. Diprediksikan pulau jawa akan terus mengalami perubahan
hujan selama periode tahun 2015 – 2039.
Dengan kondisi sifat kering yang makin meningkat maka kawasan industri dan pemukiman padat
menjadi semakin rentang terhadap terjadinya kebakaran jika terdapat sumber – sumber kebakaran
dapat menjadi pemicu kebakaran tersebut. Terlebih lagi ketersediaan air juga makin kurang
sehingga meningkatkan kerentangan masyarakat terhadap kebakaran pemukiman dan industri.

2. Kecelakaan Indurstri
Kecelakaan industry adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di
lingkungan industry. Setiap tahun diperkirakan terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250
juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian akibat penyakit akibat hubungan kerja. Di
Indonesia berdasarkan data dari Dewan keselamatan dan Kesehatan kerja Nasioana (DK3N)
menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian kecelakaan kerja meningkat dari tahun ke tahun
yaitu 82.456 kasus di tahun 1999 meningkat menjadi 98.905 kasus di tahun 2000 dan naik lagi
mencapai 104.774 kasus kerja pada tahun 2001. Dari kasus kecelakaan kerja 9,5% diantaraya
(5.476 tenaga kerja) mencapai cacat permanen. Ini berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja
yang mendapat cacat baru rata – rata 17 orang meninggal karena kecelakaan kerja.
Kecelakaan industry secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku kerja yang
berbahaya dan kondisi yang berbahaya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa factor
manusia memegang peranan penting timbulnya kecelakaan kerja. Hasil penelitian menyatakan
bahwa 80 – 85% kecelakaan kerja disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan factor manusia.

3. Kesalahan Desain dan Prosedur


Kegagalan teknologi yang terkait dengan kesalahan dan Prosedur pengorganisasian sehingga
menimbulkan kecelakaan atau bencana adalah kejadian semburan lumpur Sidoarjo dan
meledaknya tabung gas LPG dipermukiman masyarakat. Sumur Banjarpanji-1 adalah sumur
eksplorasi minyak yang terletak di Desa Renokenongo, kecematan Porong, kabupaten Sidoarjo
Jawa Timur. Pertama kali pengeboran dilakukan pada tanggal 20 februari 2006 dengan sasaran
formasi karbonat kujung dengan rencana kedalaman sekitar 3.200m. Pada awalnya pengeboran
tersebut tidak mengalami hambatan yang berarti sampai dengan kedalaman sekitar 2.700m. pada
saat mencapai kedalaman ini baru timbul masalah yaitu hilangnya sirkulasi lumpur yang terjadi
pada tanggal 27 mei 2006. Keesokan harinya pipa tersebut dicabut dari tempat pengeboran
sehingga terjadi well-kick (Wiguna et al., 2009). Hal inilah yang memicu semburan lumpur dan air
ke atas permukaan yang terjadi pada tanggal 29 mei 2006. Ketika semburan lumpur tejadi pertama
kali disekitar sumur Banjar Panji I (BJP-I), volume lumpu yang dihasilkan masih pada tingkat
5.000m3/hari. Lubang semburan terjadi dibeberapa tempat, sebelum akhirnya menjadi satu lubang
yang dari waktu kewaktu menyemburkan lumpur panas dengan volume yang terus membesar
hingga mencapai 50.000m3/hari.
Permasalahan penanganan lumpur panas ini menjadi jauh lebih berat akibat semakin
membesarnya volume lumpur panas yang disemburkan, dari antara 40.000m3 /hari sampai
60.000m3 /hari (mey-agistus) menjadi 126.000m3 /hari, sehingga yang akan dibuang tidak hanya
air dari lumpur tersebut, akan tetapi keseluruhan lumpur panas yang menyembur disekitar sumur
Banjar Panji 1. Dengan volume yang sangat besar tersebut, genagnan lumpur disekitar desa
didekat pengeboran tidak dapat dihindari dan menimbulkan kerugian yang besar (Wiguna et al.,
2009).
Selain itu, meledaknya tabung gas LPG yang terjadi dipermukiman yang tersebar berbagai daerah
di Indonesia yang disebarkan oleh rendahnya kualitas dari tabung gas,selang,regulator dan
komponennya merupakan contoh dari kesalahan desain dan prosedur dari bencana gagal teknologi.
Kebijakan konversi minyak tanah ke LPG untuk mengurangi beban subsidi pada awalnya belum
disertai denag n pengadaan sarana prasarana yang cukup baik sehingga tabung gas dan
komponennya untuk ukuran 3 kg yang didistribusikan kepada masyarakat tidak melalui tahapan
standart nasional Indonesia(SNI) terlebih dahulu. Tabung gas dan komponennya dipasok dari
impor dan sebagian dalam negeri tanpa melalui SNI sehingga tidak memiliki jaminan kualitas
produk yang teruji. Sering dengan waktu, produk-produk teknologi tersebut banyak yang terjadi
kebocoran namun ttap dioperasikan karena terbatasnya system monitoring yang ada. Akibatnya
ledakan tabung gas terjadi dimana-mana dan cukup sulit untuk dikendalikan. Jumlah kejadian dan
kerugian yang dialami terus meningkat deag menyebabkan 16 orang tewas,65 orang luka-luka dan
67 rumah rusak(table 1).
4. Kecelakaan Transportasi
Berdasarkan data statistic perhubungan 2008 kecelakaan transportasi di Indonesia terus
terjadi peningktan yang sangat besar. Rata-rata pertumbuhan jumlah kecelakaan lalu lintas jalan
teradi peningkatan 99,94%. Jumlah kendaraan yang terlibat kecelakaan mengalami peningkatan
57,76%. Korban kecelakaan terjadi peningkatan 53,67%. Kerugian material mengalami
peningkatan 25,31% (Departemen Prhubungan, 2009).
Jumlah kecelakaan kendaraan bermotor tersebut ditinjau dari jenis kendaraan bermotor
menunjukan bahwa mobil penumpang mengalami peningkatan 34,01%, sedangkan sepeda motor
mengalami peningkatan 75,15% (gambar 4). Penyebab timbulnya kecelakaan transportasi
sebagian besar disebabkan oleh factor pengndara kendaraan (human error). Diperkirakan tahun-
tahun mendatang kecelakaan trasnportasi akan semakin meningkat. Hal ini karena meningkatnya
jumlah kendaraan sementara jaringan infrastruktur pertumbuhannya relative. Dibandingkan
dengan pertumbuhan jumlah kendaraan.
8

Untuk kereta api timbulnya kecelakaan sebagian besar disebabkan oleh anjlokan rel kereta api
(63%), sedangakan tabrakan dengan kendaraan lain sebesar 16 % (gambar 5). Selama tahun 2004-
2008 jumlah kejadian kecelakaan kereta api mencapai 688 kejadian. Tren kecelakaan kereta api
mengalami peningkatan dibandingkan denagn periode sebelumnya. Factor semakin tuanya usia
sarana prasarana perkeretaapian, rendahnya disiplin pengendara dan makin meningkatnya
kecelakaan kereata api meningkat. Jumlah korban selama periode 2004-2008 mencapai 250 orang
meninggal, 445 orang luka berat dan 429 orang luka ringan(gambar 6).
9

5. Jebolnya Bendungan
Bendungan adalah setiap bangunan penahan air buatan, jenis urugan atau jenis lainnya untuk/tek
menahan air termasuk pondasi, bukit/terbing tumpuan, serta bangunan pelengkap sehingga
terbentuk waduk, tetapi tidak termasuk bendungan dan tanggul (termasuk juga penahanan
kumpulan limbah yang merupakan buangan dari proses penambangan atau industry). Kegagalan
banguan bendungan adalah kerusakan atau keruntuhan sebagian atau seluruh bangunan bendungan
atau bangunan perlengkapan yang menibulkan kerugian masyarakat atau negara, akibat kesalahan
perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan bendungan.
Salah satu kejadian jebolnya bendungan atau tanggul dari badan air adalah jebolnya tanggul Situ
Gintung yang berlokasi di kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Kota Tangerang pada 27 Maret
2009. Bencana tersebut menimbulkan dengan kerugian yang cukup besar. Tercatat jumlah orbab
yang meninggal sekitar 100 orang meninggal dan menimbulkan kerusakan fisik yang cukup besar.
Beberapa penyebab jebolnya tanggul situ Gintung adalah intensitas curah hujan tinggi dan
bertambahnya beban pada struktur tanggul akibat tumbuhnya pemukiman di beban tanggul
tersebut. Di bagian hilir dari situ gintung, sempadan sungai telah berkembang menjadi pemukiman
yang cukup padat, seperti yang terlihat dari citra Ikonos tanggal 12 September 2007 yang
menggambarkan kondisi sebelum bencana dan tanggal 28 Maret 2009 yang menggambarkan setela
bencana (Gambar 8). Luas Genangan banjir bandang dari situ gintung sekitar 0,11 km 2 (Gambar
9).

10

C. Mekanisme Perusakan
Ledakan menyebabkan korban jiwa, luka-luka dan kerusakan bangunan dan infrastruktur.
Kecelakaan transportasi membunuh dan meluaki penumpang serta awak kendaraan dan juga dapat
menimbulkan pencemaran. Kebakaaran pada industry dapat menimbulkan suhu yang sangat tinggi
dan dapat menimbulkan kerusakan pada daerah yang luas. Zat-zat pencemar yang terlepas diair
dan udara akan dapat menyebar pada daerah yang sangat luas dan menimbulkan pencemaran pada
udara, sumber air minum, tanaman pertanian, dan tempat persediaan pangan, sehingga
menyebabkan daerah tersebut tidak dapat dihuni, satwa akan binasa, dan system ekologi
terganggu. Bencana kegagalan teknologi pada skala yang besar akan dapat mengancam kestabilan
ekologi secara global.
D. Penilaian Resiko Gagal Teknologi
Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat beruap kematian, luka, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, keruakan atau hilangnya harta, dan gangguan kegiatan masyarkat. Upaya
penanggukanga bencana pada dasarnya adalah meminimumkan resiko bencana tersebut
(Cardona,2004).
Penilaian resiko bencana yang disebabkan oleh gagal teknologi memiliki karakteristik yang
berbeda dengan jenis bencana lainnya dan mempunyai spectrum yang luas. Tingkat bahaya dan
keretanan yang dimiliki sangat luas untuk jenis bahaya yang bersifat dinamis. Sebagai misal, untuk
menentukan penelilaian resiko gagal teknologi pada kawasan industry lebih mudah dilakukan
perbandingan dengan transportasi. Dengan mengetahui luas, jenis, lokasi, sarana pendukung,
teknologi yang digunakan and sebagainya relative mudah dianalisis jika dibandingkan
transportasi. Demikian pula hanya dengan kesalahan prosedur pengoperasian pabrik/ teknologi,
kebocoran reactor nuklir, dan jebolnya bendungan cukup mudah dilakukan karena sifatnya statis
sumber bahayanya. Namun untuk menentukan penilaian resiko transportasi cukup sulit dilakukan.
Transporatsi udara, darat, dan laut dengan jangkauan yang luas dan tingkat kerentanan bagi
penduduk yang tinggal disepanjang jalur transportasi tersebut menyebabkan penilaian menjadi
cukup sulit dilakukan.
11
Peraturan pemerintah No. 21 tentabg penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Pasal 12
menyebutkan : (1) setiap kegiatan pembanguan yang mempuyai resiko tinggi menimbulkan
bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana, dan (2) analisis risiko bencana
sebagaiaman dimaksuk pada ayat (1) disusun berdasarkan pensyaratan analisis risiko bencana
melalui penelitian dan pengkajian terhadap suatu kondisi atau kegiatan yang mempunya resiko
tinggi menimbulakan bencana.
Peningkatan jumlah kejadian bencan teknologi dan dampak yang besar sudah waktunya dikelolah
untuk mengurangi resiko tersebut. Berdasarkan kejadian bencana yang terkait dengan industry
menunjukkan bahwa ada suatu yang kurang sesuai saat perencaan kedaruratan pihak industry.
Salah satunya keterlibatan komunitas masyarakat local disekitar industry. Keadaan ini bila trus
berlanjut akan terjadi distosi antara pihak industry, pemerintah local dan masyarakat. Secara
umum, dalam penentuan resiko bencana pendekatan yang digunakan adalah perkalian antara bahay
dan kerenatanan. Namun untuk bencan gagal teknologi apakah pendekatan tersebut mutlak berlaku
seperti jenis-jenis bencana lainnyaa. Sebab bencana gagal teknologi memiliki karakteristik yang
khas. Dimana memilki 3 faktor yaitu :
1. Manusia (yang menggunakan teknologi)
2. Teknologi (yang digunakan)
3. Proses dan prosedur (yang dijalankan)
Potensi ancaman bencana gagal teknologi dimasa mendatang akan semakin besar. Meningkatnya
jumlah penduduk dan pembangunan industry akan semakin meningkatkan resiko bencana.
Terlebih lagi dipulau jawa dengan penduduk mencapai lebih dari 60% dari penduduk nasional dan
intensifnya pembangunan akan semakin menimbulakan resiko terhadap bencana gagal teknologi.
Program lingkungan perserikatan bangsa-bangsa (UNEP) telah mengembangkan suatu metodologi
untuk perencanaan kedaruratan terpadu yang dikenal dengan APELL(awareness and
preparedness for emergency at local level) atau kepedulian dan kesiapsiagaan saat darurat
ditingkat local. APELL adalah metode yang dikembangkan aleh UNEP bekerjasama denag pihak
pemerintah dan industry denag ntujuan utama meminimalkan jumlah kejadian dan efek buruk
akibat bencana(kecelakaan teknologi/industry). APELL dibentuk tahun 1988 atas dasar banyaknya
kejadian kecelakaan industry yang mengakibatkan banyak korban gangguan kesehatan dan
kerusakan lingkungan. Prinsip dasar APELL berupaya meningkatkan :
1. Kesadaran, kepedulian dari masyarakat, industry/usahawan dan pemrintah daerah maupun
pusat.
2.
12
Meningkatkan kesiapsiagaan penanggulangan bencana melibatkan seluruh masyarakat, bersama
industry dan pemerintah local bila trjadi keadaan darurat akibat kecelakaan atau bencana industry
yang mengancam keselamatan lingkungan.
Focus APELL mengutamakan penigkatan kesadaran menghadapi situasi darurat bersama-sama
dengan semua pihak stakeholder setempat (local) atas adanya dampak yang ditimbulkan.
Hingga saat ini belum ada standarisasi mengenai penilaian bencana gagal teknologi. Mengingat
aspek yang berkaitan dengan bencana gagal teknologi cukup banyak yaitu meliputi :
1. Kebakaran
2. Kegagalan/kesalahan desain keselamatan pabrik/teknologi
3. Kesalahan prosedur pengoperasian pabrik/teknologi
4. Kerusakan transportasi
5. Kebocoran reactor nuklir
6. Kecelakaan transportasi
7. Sabotase atau pembakaran akibat kerusuhan
8. Jebolnya bendungan
9. Dampak ikutan dari bencana alam (gempa bumi, banjir, dan sebagainya) menyebabkan
penentuan resiko bencana gagal teknologi perlu dilakukan untuk masing-msing jenis bencana
gagal teknologi tersebut.
Hal inilah yang cukup menyulitkan untuk memetakan penilaian bencana gagal teknologi yang
sesuai dengan kondisi di Indonesia. Untuk mencapai tahapan penilaian resiko bencana seperti
halnya digunakan untuk jenis bencana lainnya seperti tsunami, banjir, gempa bumi,dan
sebagainya, bencana gagal teknologi lebih sulit karena menyangkut dengan sesuatu hal yang
sangat dinamis, baik aspek bahaya maupun kerentanannya. Oleh karena itu perlu pembakuan dan
kesepakatan mengenai metode yang digunakan apakah mengacu pada metode resiko bencan yang
umum ataukah ada modifikasi dari metode tersebut
E. Kajian Bahaya
- Inventaris dan pemetaan lokasi bahan-bahan berbahaya serta karakteristiknya.
- Pemetaan rute transportasi bahan berbahaya.
- Peta zonasi daerah rawan bahaya pencemaran jika terjadi kecelakaan industry.
- Pemetaan jalur transportasi yang rawan kecelakaan berdasarkan catatan kejadian pada masa
lalu.
13

F. Zona Bahaya Gagal Teknologi di Indonesia


Penentuan zonasi bahaya gagal teknologi sangat sulit dilakukan secara menyeluruh mengingat
aspek yang berkaitan dengan bahaya gagal teknologi sangat banyak. Oleh kareba itu onasi bahaya
gagal teknologi harus dilakukan per aspek missal zonasi transportasi, bendungan, dampak ikutan
dari bencana alam dan sebagainya.
Zona bahaya gagal teknologi yang berkaitan dengan industry dapat ditentukan berdasarkan pada
kawasan – kawasan industry yang berkembang di Indonesia. Pada kawasan – kawasan tersebut
industry beroperasi dan seluruh prasarana pendukungnya juga terdapat dalam zona tersebut.
Kawasan industry umumnya berkembang di kota – kota di Indonesia.
Demikian pula halnya dengan zonasi bahaya jebolnya bendungan di Indonesia (gambar 10).
Jumlah danau besar di Indonesai sekitar 521 buah dengan luas sekitar 5.000 km2. Sedangkan
jumlah bendungan besar 162 dengan luas sekitar 16.000 km2 dan jumlah situ, ranau atau embung
mencapai 735 buah. Seluruh badan air tersebut akibat kurang optimalnya pengelolaan, susulan
(kolateral) dari bencana alam dan kesalahan prosedur pengoperasian sehingga menyebabkan badan
air tersebut tesebut jebol.
14
Sedangkan untuk zonasi kecelakaan transportasi sangat sulit dilakukan secara baku mengingat
seluruh koridor dari wahana transportasi tersebut memiliki potensi bahaya kecelakaan
transportasi, baik transportasi darat, laut maupun udara. Dengan demikian zonasi kcelakaan
transportasi bukan hanya pada terminal, pelabuhan ataupun bandara namun juga pada jalur
transportasi yang ada. Hal inilah yang cukup menyulitkan untuk menentukan zonasi bahaya
gagal teknologi.

G. Kerentangan
Tingkat Kerentangan bencana gagal teknologi sangat tergantung pada 3 faktor, yaitu :
1. Manusia (yang menggunakan teknologi)
2. Teknologi (Yang digunakan)
3. Proses dan prosedur (yang dijalankan)
Hingga saat ini pembuatan mengenai standar yang terkait dengan bencana gagal teknologi, sebagai
misalnya kecelakaan industry, secara teoritik hancurnya bangunan industri atau alat transportasi
atau mesin – mesin buatan manusia bias disebabkan oleh :
1. Factor dari luar. Seperti : gempa, sabotase, peran, amblesan, dan sebagainya
2. Factor dari dalam. Seperti : bangunan sudah tua, tidak mengikuti standar teknis bangunan,
tidak ada SOP pengelolaan, tidak ada SOP pemeliharaan dan tidak ada SOP monitoring, dan
sebagainya
3. Faktor kesalahan manusia. Seperti : pembiaran banguan yang tidak mengikuti standar teknis
bangunan, tidak menerapkan SOP pengelolaan, tidak menghiraukan SOP pemeliharaan, tidak ada
system peringatan dini, tidak ada sirine peringatan kepada masyarakat sekitar saat kondisi darurat,
tidak ada pemberitahuan, pelatihan evakuasi pada masyarakat disekitar dan lainnya.

15

H. Zona Resiko Gagal Teknologi


Luasnya ruang lingkup dari defenisi bencana gagal teknologi dan terbatasnya data kejadian –
kejadian bencana yang berkaitan dengan gagal teknologi menyebabkan kesulitan untuk menyusun
peta resiko gagal teknologi belum dicantumkan ke dalam Rencana Nasional Penanggulangan
Bencana tahun 2010-2014 sebagaimana jenis bencana lainnya. Setiap jenis bencana gagal
teknologi perlu dituangkan dalam satu bentuk peta resiko, baik dalam bentuk kuantitatif maupun
kualitatif (Twigg, 2004).
Salah satu yang mudah dilakukan saat ini adalah penyusunan peta risiko gagal teknologi untuk
kegiatan yang berkaitan dengan industry, kebocoran reactor nuklir, dan potensi jebolnya
bendungan. Unuk peta potensi gagal teknologi dari kcelakaan industry, daerah - daerah yang
memilki kawasan industry dengan penduduk yang cukup padat. Kota memiliki tingkat resiko yang
lebih tinggi terjadi gagal teknologi (Twigg, 2004).
Hampir keseluruhan kota di Indonesia mempuyai resiko sedang hingga tinggi terjadinya gagal
teknologi. Pulau jawa, khususnya kabupaten/kota yang terletak disepanjang pantai utara jawa
memiliki resiko tinggi karena daera tersebut berkembang kawasan industry dengan padat
penduduk, seperti Jakarta, bekasi, cilegon, karawang, bandung, semarang, sidoarjo, Surabaya, dan
sebagainya. Pada kota – kota yang berisiko tingi tersebut, selanjutnya perlu merumuskan
emergency planning yang memiliki elemen – elemen, antara lain : pengkajian resiko, evaluasi
sumber daya, membuat emergency planning dan prosedur, melakukan training, edukasi kepada
masyarakat, dan melaksanakan latihan emergency (Kelly, 1989).

I. Gejala dan Peringatan Dini


- Kejadian sangat cepat (dalam hitungan menit atau jam ) dan secara tiba-tiba.
- Desain pabrik/industry harus dilengkapi dengan system monitoring dan system peringatan
akan bahaya kebakaran, kerusakan komponen/peralatan dan terjadinya kondisi bahaya lainnya.
- Pelepasan bahan-bahan pencemaran yang berbahaya pada umumnya tidak terlalu cepat
sehingga masih memungkinkan untuk memberikan peringatan dan evakuasi pekerja pabrik dan
masyarakat disekitarnya.
- Ledakan pabrik dalam beberapa kasus dapat diantisipasi.

16

J. Parameter
- Jumlah zat pencemar yang ditumpahkan
- Suhu
- Luas areal yang rusak akibat ledakan
- Luas areal yang terkontaminasi
- Intensitas atau kadar pencemaran (diukur dalam satuan ppm atau parts per million, tinkat
radiasi dsb.).
K. Komponen yang Terancam
- Pabrik atau kendaraan pabrik maupun pegawai.
- Penumpang atau penduduk serta bangunan disekitarnya
- Cadngan pangan/tanaman pertanian, sumber air, flora dan fauna, didaerah sekitarnya (dapat
mencapai ratusan kilometer dalam kasus seperti radioaktif serta polutan yang tersebar dari udara).
L. Manajemen Bencana Gagal Teknologi
1. Prabencana
a) Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk
menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan
mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan
mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1) Penyusunan peraturan perundang-undangan
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4) Pembuatan brosur/leaflet/poster
5) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6) Pengkajian / analisis risiko bencana
7) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1)
17
Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan
bencana dsb.
2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan
bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan denga pencegahan bencana.
3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi
dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan
gempa dan sejenisnya.
b) Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.
Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang
dilakukan antara lain:
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsure pendukungnya.
2) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sector Penanggulangan bencana (SAR, sosial,
kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas
kebencanaan. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
6) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
7) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

2. Penanggulangan
a) Tanggap Darurat
18
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu
masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2) Penentuan status keadaan darurat bencana;
3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4) Pemenuhan kebutuhan dasar;
5) Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

3. Pasca Bencana
a) Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap
rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat
berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1) Perbaikan lingkungan daerah bencana;
2) Perbaikan prasarana dan sarana umum;
3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4) Pemulihan sosial psikologis;
5) Pelayanan kesehatan;
6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7) Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8) Pemulihan keamanan dan ketertiban;
9) Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10) Pemulihan fungsi pelayanan publik
b) Rekontruksi
Tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak
akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan
melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3)
19
Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana;
5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat;
6) peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7) peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
M. Strategi Mitigasi dan Upaya pengurangan Bencana
- Kurangi atau hilangkan bahaya yang telah diidentifikasikan.
- Tingkatkan ketahanan terhadap kebakaran dengan menggunakan material bangunan ataupun
peralatan pabrik yang tahan api.
- Bangun daerah penyangga atau penghalang api serta penyebaran/ pengurai asap.
- Tingkatkan fungsi system deteksi dan peringatan dini.
- Perencanaan kesiapsiagaan dalam peningkatan kemampuan pemadaman kebakaran dan
penanggulangan asap, tanggap darurat evakuasi bagi pegawai serta penduduk disekitar.
- Sosialisasikan rencana-rencana penyelamatan kepada pegawai dan penduduk sekitarnya
dengan bekerjasama dengan instansi terkait.
- Tingkatkan kemampuan pertahanan sipil danotoritas kedaduratan.
- Batasi dan kurangi kapasitas penampungan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan mudah
terbakar.
- Tingkatkan standar keselamatan dipabrik dan standar keselamatan desain peralatan.
- Antisipasi kemungkinan bahaya dalam desain pabrik.
- Buat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi kecelakaan teknologi.
- Pindahkan bahan/material yang berbahaya dan beracun.
- Buat aturan perundangan.
- Perencanaan kesiapsiagaan.
- Secara proaktif melakukan monitoring tingkat pencemaran sehingga standar keselamatan
tidak akan terlampaui.
- Persiapkan rencana evakuasi penduduk ketempat yang aman.

20

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Gagal teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi dan/atau
industri.
 Penyebab dari kegagalan teknologi adalah :
 Kebakaran

 Kegagalan/kesalahan desain keselamatan pabrik/teknologi

 Kesalahan prosedur pengoperasian pabrik/teknologi

 Kerusakan komponen

 Kebocoran reaktor nuklir


 Kecelakaan transportasi (darat, laut, udara)

 Sabotase atau pembakaran akibat kerusuhan

 Dampak ikutan dari bencana alam (gempa bumi, banjir, dan sebagainya)
Dari pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa kegagalah teknologi ini terjadi
diakibatkan karena kelalaian dari manusia pada saat bekerja, dimana ia tidak memperhatikan
kondisi dari pekerjaan yang dilakukannya baik itu transmisi maupun lingkungan pekerjaannya.
Penyebab terjadinya kegagalan teknologi adalah kebakaran, kegagalan/kesalahan desain
keselamatan pabrik/teknologi, kesalaha prosedur pengoperasian pabrik/teknologi, kerusakan
komponen, kebocoran reaktor nuklir, kecelakaan transortasi (darat, laut, udara), sabotase atau
pembakaran akibat kerusuhan, jebolnya bendungan, dan dampak ikutan dari bencana alam
(gempa bumi, banjir, dan sebgainya).

B. Saran
21
Sebagai seorang calon tenaga kesehatan dalam bidang prefentif kita mesti mampu untuk menjadi
seorang tenaga ahli kesehatan masyarakat yang bisa memberikan solusi terhadap permasalahan
yang dihadapi dalam hal ini adalah kejadian bencana. Bencana memang tidak bisa di hindari
namun bisa ditanggulangi. Kiranya kita bisa memberikan jalan keluar sehingga bisa mengurangi
akibat yang buruk bagi masyarakat dari bencana.

DAFTAR PUSTAKA

BNPC. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusun Rencana Penanggulangan Bencana. Dikutip pada tanggal 23 april
2012 dari : http://www.bnpb.go.id/website/file/pubnew/70.pdf
Dompet Dhuafa, 2011. Waspada bencana kegagalan teknologi.
http://www.dompetdhuafa.jp/component/content/article/59-info-dd-pusat/1636-waspada-
bencana-kegagalan-teknologi.html#THURSDAY, 17 MARCH 2011 21:06 DOMPET DHUAFA JAPAN HITS: 1602

Nugroho, Sutopo Purwo. 2010. Karakteristik Bencana Gagal Teknologi Di Indonesia. Dikutip
pada tanggal 23 april 2012 dari :
http://www.bnpb.go.id/userfiles/file/jurnal/jurnal%202/04_%20Karakteristik%20Bencana%20G
agal%20Teknologi%20di%20Indonesia.pdf
A. Pengertian Bencana dan Gagal Teknologi
UU No. 24 tahun 2007 mendefinisikan bencana sebagai “peristiwa atau rangkaian peristiwa yang
mengancam dan mengganggu kehidupan dan penghidupan masyarakat yang disebabkan, baik oleh
faktor alam dan/atau faktor non alam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis”.
Bencana adalah peristiwa atau rangkaian peristiwa yang mengancam dan mengganggu kehidupan
dan penghidupan masyarakat secara mendadak atau berangsur-angsur yang disebabkan, baik oleh
factor alam dan/atau faktor nonalam maupun faktor manusia sehingga mengakibatkan timbulnya
korban jiwa manusia, kerusakan lingkungan, kerugian harta benda, dan dampak psikologis, yang
akibatnya tidak mampu ditanggulangi dengan sumber daya setempat.(Perda Bandung)
Sementara Asian Disaster Preparedness Center (ADPC) mendefinisikan bencana dalam
formulasi “The serious disruption of the functioning of society, causing widespread human,
material or environmental losses, which exceed the ability of the affected communities to cope
using their own resources” (Abarquez & Murshed, 2004).
Definisi bencana seperti dipaparkan diatas mengandung tiga aspek dasar, yaitu:
 Terjadinya peristiwa atau gangguan yang mengancam dan merusak (hazard).
 Peristiwa atau gangguan tersebut mengancam kehidupan, penghidupan, dan fungsi dari
masyarakat.
 Ancaman tersebut mengakibatkan korban dan melampaui kemampuan masyarakat untuk
mengatasi dengan sumber daya mereka.

Kegagalan Teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi dan/atau industri.
4
Gagalnya sebuah sistem teknologi yang mengakibatkan terjadinya malapetaka teknologi
(technological disaster) selalu bersumber pada kesalahan sistem (system error) yang bersumber
pada desain sistem yang tidak sesuai dengan kondisi di mana sistem itu bekerja. Hal ini terjadi
karena perancangan sistem yang gagal mempertemukan sistem teknis dan sistem sosial. Hal yang
demikian sering terjadi di Indonesia dan menjadi bencana yang mengakibatkan kerugian jiwa
seperti kecelakaan transportasi (kapal laut, pesawat udara dan kereta api), kecelakaan industri
(kebocoran gas, keracunan dan pencemaran lingkungan) dan kecelakaan rumah tangga
(hubungan arus pendek listrik dan kebakaran). Kegagalan teknologi transgenik juga merupakan
salah satu ancaman potensial terkait dengan posisi Indonesia sebagai pasar yang terbuka terhadap
produk – produk transgenik. Kecelakaan transportasi merupakan bencana kegagalan teknologi
yang paling sering terjadi di Indonesia dan setiap tahun tercatat rata-rata 30.000 nyawa melayang
karena bencana ini. Dengan angka ini Indonesia menempati peringkat ketiga di ASEAN. Salah
satu bencana kegagalan teknologi yang saat ini sedang berlangsung adalah terjadinya semburan
liar (blow out) sumur eksplorasi minyak di Sidoarjo, Provinsi Jawa Timur. Semburan lumpur
panas dari perut bumi ini akibat tidak terprediksinya karakteristik lapisan batuan yang
mengandung tekanan tinggi sehingga lumpur bercampur air terus-menerus keluar ke permukaan
bumi sehingga menenggelamkan perumahan, lahan usaha, sawah dan ladang milik penduduk.
Lumpur ini juga mengakibatkan timbulnya gangguan pada distribusi barang industri akibat
tutupnya pabrik yang berada di sekitar lokasi kejadian dan terganggunya lalu lintas jalan tol
Surabaya-Gempol. Jika kecelakaan industri ini tidak dapat segera diatasi, dikhawatirkan akan
terjadi kerugian serta kerusakan lingkungan yang lebih besar.

B. Penyebab Gagal Teknologi

Dalam peraturan kepala BNPB No. 4 Tahun 2008 tentag pedoman penyusunan rencana.
Penanggulangan bencana disebutkan bahwa kegagalan teknologi merupakan kejadian yang
diakibatkan oleh kesalahan desain, pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam
menggunakan teknologi dan indutri. Dampak yang ditimbulkan dapat berupa kebakaran,
pencemaran bahan kimia, bahan radioaktif/nuklir, kecelakaan industri, kecelakaan transportasi
yang menyebabkan kerugian jiwa dan harta benda. Penyebab terjadinya kegagalan teknologi yaitu
:
1. Kebakaran
5
Untuk kasus kebakaran di Indonesai sekitar 62,8 % disebabkan oleh listrik atau adanya hubungan
pendek arus listrik (Gambar 1). Penataan ruang dan minimnya prasarana penanggulangan
bencana timbulnya kebakaran, khususnya kebakaran kawasan industri dan pemukiman. Jika pada
tahun 1920-an, banyak pemukiman di kota – kota besar Indonesia dilengkapi dengan gang
kebakaran. Gang ini berupa jalan yang dibangun di bagian belakang deretan rumah yang
berfungsi sebagai akses masuk peralatan pemadam kebakaran dan jalur evakuasi. Namun saat
ini, kota – kota di Indonesia telah berkembang pesat dimana brand-gang nyaris tidak bisa dirunut
lagi keberadaannya. Nyaris semua celah kecil, bahkan ditepi sungai pun di bangun perumahan.
Demikian pula prasarana hidran dan mobil pedam kebakaran sangat terbata.
Hal ini sangat berkaitan dengan kondisi cuaca, dimana pada bulan – bulan tersebut
berlangsung musim kemarau yang kering sehingga material – material menjadi lebih mudah
terbakar. Potensi kebakaran kawasan industri dan permukiman di masa mendapat akan semaki
besar.
Meningkatnya jumlah penduduk keterbatasan lahan dan pengaruh iklim global akan memberikan
dampak langsung terhadap terhadap potensi kebakaran jika pengelolaan tata ruang dan manjemen
industri tidak dikelola dengan baik. Dampak perubahan iklim global adalah semakin menurunya
curah hujan pada musim kemarau. Diprediksikan pulau jawa akan terus mengalami perubahan
hujan selama periode tahun 2015 – 2039.
Dengan kondisi sifat kering yang makin meningkat maka kawasan industri dan pemukiman padat
menjadi semakin rentang terhadap terjadinya kebakaran jika terdapat sumber – sumber kebakaran
dapat menjadi pemicu kebakaran tersebut. Terlebih lagi ketersediaan air juga makin kurang
sehingga meningkatkan kerentangan masyarakat terhadap kebakaran pemukiman dan industri.

2. Kecelakaan Indurstri
6
Kecelakaan industry adalah kejadian kecelakaan yang terjadi di tempat kerja khususnya di
lingkungan industry. Setiap tahun diperkirakan terjadi 1,1 juta kematian yang disebabkan oleh
penyakit atau kecelakaan akibat hubungan pekerjaan. Sekitar 300.000 kematian terjadi dari 250
juta kecelakaan dan sisanya adalah kematian akibat penyakit akibat hubungan kerja. Di
Indonesia berdasarkan data dari Dewan keselamatan dan Kesehatan kerja Nasioana (DK3N)
menunjukkan bahwa kecenderungan kejadian kecelakaan kerja meningkat dari tahun ke tahun
yaitu 82.456 kasus di tahun 1999 meningkat menjadi 98.905 kasus di tahun 2000 dan naik lagi
mencapai 104.774 kasus kerja pada tahun 2001. Dari kasus kecelakaan kerja 9,5% diantaraya
(5.476 tenaga kerja) mencapai cacat permanen. Ini berarti setiap hari kerja ada 39 orang pekerja
yang mendapat cacat baru rata – rata 17 orang meninggal karena kecelakaan kerja.
Kecelakaan industry secara umum disebabkan oleh 2 hal pokok yaitu perilaku kerja yang
berbahaya dan kondisi yang berbahaya. Beberapa hasil penelitian menunjukkan bahwa factor
manusia memegang peranan penting timbulnya kecelakaan kerja. Hasil penelitian menyatakan
bahwa 80 – 85% kecelakaan kerja disebabkan oleh kelalaian atau kesalahan factor manusia.

3. Kesalahan Desain dan Prosedur


Kegagalan teknologi yang terkait dengan kesalahan dan Prosedur pengorganisasian sehingga
menimbulkan kecelakaan atau bencana adalah kejadian semburan lumpur Sidoarjo dan
meledaknya tabung gas LPG dipermukiman masyarakat. Sumur Banjarpanji-1 adalah sumur
eksplorasi minyak yang terletak di Desa Renokenongo, kecematan Porong, kabupaten Sidoarjo
Jawa Timur. Pertama kali pengeboran dilakukan pada tanggal 20 februari 2006 dengan sasaran
formasi karbonat kujung dengan rencana kedalaman sekitar 3.200m. Pada awalnya pengeboran
tersebut tidak mengalami hambatan yang berarti sampai dengan kedalaman sekitar 2.700m. pada
saat mencapai kedalaman ini baru timbul masalah yaitu hilangnya sirkulasi lumpur yang terjadi
pada tanggal 27 mei 2006. Keesokan harinya pipa tersebut dicabut dari tempat pengeboran
sehingga terjadi well-kick (Wiguna et al., 2009). Hal inilah yang memicu semburan lumpur dan air
ke atas permukaan yang terjadi pada tanggal 29 mei 2006. Ketika semburan lumpur tejadi pertama
kali disekitar sumur Banjar Panji I (BJP-I), volume lumpu yang dihasilkan masih pada tingkat
5.000m3/hari. Lubang semburan terjadi dibeberapa tempat, sebelum akhirnya menjadi satu lubang
yang dari waktu kewaktu menyemburkan lumpur panas dengan volume yang terus membesar
hingga mencapai 50.000m3/hari.
7
Permasalahan penanganan lumpur panas ini menjadi jauh lebih berat akibat semakin
membesarnya volume lumpur panas yang disemburkan, dari antara 40.000m3 /hari sampai
60.000m3 /hari (mey-agistus) menjadi 126.000m3 /hari, sehingga yang akan dibuang tidak hanya
air dari lumpur tersebut, akan tetapi keseluruhan lumpur panas yang menyembur disekitar sumur
Banjar Panji 1. Dengan volume yang sangat besar tersebut, genagnan lumpur disekitar desa
didekat pengeboran tidak dapat dihindari dan menimbulkan kerugian yang besar (Wiguna et al.,
2009).
Selain itu, meledaknya tabung gas LPG yang terjadi dipermukiman yang tersebar berbagai daerah
di Indonesia yang disebarkan oleh rendahnya kualitas dari tabung gas,selang,regulator dan
komponennya merupakan contoh dari kesalahan desain dan prosedur dari bencana gagal teknologi.
Kebijakan konversi minyak tanah ke LPG untuk mengurangi beban subsidi pada awalnya belum
disertai denag n pengadaan sarana prasarana yang cukup baik sehingga tabung gas dan
komponennya untuk ukuran 3 kg yang didistribusikan kepada masyarakat tidak melalui tahapan
standart nasional Indonesia(SNI) terlebih dahulu. Tabung gas dan komponennya dipasok dari
impor dan sebagian dalam negeri tanpa melalui SNI sehingga tidak memiliki jaminan kualitas
produk yang teruji. Sering dengan waktu, produk-produk teknologi tersebut banyak yang terjadi
kebocoran namun ttap dioperasikan karena terbatasnya system monitoring yang ada. Akibatnya
ledakan tabung gas terjadi dimana-mana dan cukup sulit untuk dikendalikan. Jumlah kejadian dan
kerugian yang dialami terus meningkat deag menyebabkan 16 orang tewas,65 orang luka-luka dan
67 rumah rusak(table 1).
4. Kecelakaan Transportasi
Berdasarkan data statistic perhubungan 2008 kecelakaan transportasi di Indonesia terus
terjadi peningktan yang sangat besar. Rata-rata pertumbuhan jumlah kecelakaan lalu lintas jalan
teradi peningkatan 99,94%. Jumlah kendaraan yang terlibat kecelakaan mengalami peningkatan
57,76%. Korban kecelakaan terjadi peningkatan 53,67%. Kerugian material mengalami
peningkatan 25,31% (Departemen Prhubungan, 2009).
Jumlah kecelakaan kendaraan bermotor tersebut ditinjau dari jenis kendaraan bermotor
menunjukan bahwa mobil penumpang mengalami peningkatan 34,01%, sedangkan sepeda motor
mengalami peningkatan 75,15% (gambar 4). Penyebab timbulnya kecelakaan transportasi
sebagian besar disebabkan oleh factor pengndara kendaraan (human error). Diperkirakan tahun-
tahun mendatang kecelakaan trasnportasi akan semakin meningkat. Hal ini karena meningkatnya
jumlah kendaraan sementara jaringan infrastruktur pertumbuhannya relative. Dibandingkan
dengan pertumbuhan jumlah kendaraan.
8

Untuk kereta api timbulnya kecelakaan sebagian besar disebabkan oleh anjlokan rel kereta api
(63%), sedangakan tabrakan dengan kendaraan lain sebesar 16 % (gambar 5). Selama tahun 2004-
2008 jumlah kejadian kecelakaan kereta api mencapai 688 kejadian. Tren kecelakaan kereta api
mengalami peningkatan dibandingkan denagn periode sebelumnya. Factor semakin tuanya usia
sarana prasarana perkeretaapian, rendahnya disiplin pengendara dan makin meningkatnya
kecelakaan kereata api meningkat. Jumlah korban selama periode 2004-2008 mencapai 250 orang
meninggal, 445 orang luka berat dan 429 orang luka ringan(gambar 6).
9

5. Jebolnya Bendungan
Bendungan adalah setiap bangunan penahan air buatan, jenis urugan atau jenis lainnya untuk/tek
menahan air termasuk pondasi, bukit/terbing tumpuan, serta bangunan pelengkap sehingga
terbentuk waduk, tetapi tidak termasuk bendungan dan tanggul (termasuk juga penahanan
kumpulan limbah yang merupakan buangan dari proses penambangan atau industry). Kegagalan
banguan bendungan adalah kerusakan atau keruntuhan sebagian atau seluruh bangunan bendungan
atau bangunan perlengkapan yang menibulkan kerugian masyarakat atau negara, akibat kesalahan
perencanaan, pelaksanaan, operasi dan pemeliharaan bendungan.
Salah satu kejadian jebolnya bendungan atau tanggul dari badan air adalah jebolnya tanggul Situ
Gintung yang berlokasi di kelurahan Cirendeu, Kecamatan Ciputat Kota Tangerang pada 27 Maret
2009. Bencana tersebut menimbulkan dengan kerugian yang cukup besar. Tercatat jumlah orbab
yang meninggal sekitar 100 orang meninggal dan menimbulkan kerusakan fisik yang cukup besar.
Beberapa penyebab jebolnya tanggul situ Gintung adalah intensitas curah hujan tinggi dan
bertambahnya beban pada struktur tanggul akibat tumbuhnya pemukiman di beban tanggul
tersebut. Di bagian hilir dari situ gintung, sempadan sungai telah berkembang menjadi pemukiman
yang cukup padat, seperti yang terlihat dari citra Ikonos tanggal 12 September 2007 yang
menggambarkan kondisi sebelum bencana dan tanggal 28 Maret 2009 yang menggambarkan setela
bencana (Gambar 8). Luas Genangan banjir bandang dari situ gintung sekitar 0,11 km2 (Gambar
9).

10

C. Mekanisme Perusakan
Ledakan menyebabkan korban jiwa, luka-luka dan kerusakan bangunan dan infrastruktur.
Kecelakaan transportasi membunuh dan meluaki penumpang serta awak kendaraan dan juga dapat
menimbulkan pencemaran. Kebakaaran pada industry dapat menimbulkan suhu yang sangat tinggi
dan dapat menimbulkan kerusakan pada daerah yang luas. Zat-zat pencemar yang terlepas diair
dan udara akan dapat menyebar pada daerah yang sangat luas dan menimbulkan pencemaran pada
udara, sumber air minum, tanaman pertanian, dan tempat persediaan pangan, sehingga
menyebabkan daerah tersebut tidak dapat dihuni, satwa akan binasa, dan system ekologi
terganggu. Bencana kegagalan teknologi pada skala yang besar akan dapat mengancam kestabilan
ekologi secara global.
D. Penilaian Resiko Gagal Teknologi
Resiko bencana adalah potensi kerugian yang ditimbulkan akibat bencana pada suatu wilayah dan
kurun waktu tertentu yang dapat beruap kematian, luka, jiwa terancam, hilangnya rasa aman,
mengungsi, keruakan atau hilangnya harta, dan gangguan kegiatan masyarkat. Upaya
penanggukanga bencana pada dasarnya adalah meminimumkan resiko bencana tersebut
(Cardona,2004).
Penilaian resiko bencana yang disebabkan oleh gagal teknologi memiliki karakteristik yang
berbeda dengan jenis bencana lainnya dan mempunyai spectrum yang luas. Tingkat bahaya dan
keretanan yang dimiliki sangat luas untuk jenis bahaya yang bersifat dinamis. Sebagai misal, untuk
menentukan penelilaian resiko gagal teknologi pada kawasan industry lebih mudah dilakukan
perbandingan dengan transportasi. Dengan mengetahui luas, jenis, lokasi, sarana pendukung,
teknologi yang digunakan and sebagainya relative mudah dianalisis jika dibandingkan
transportasi. Demikian pula hanya dengan kesalahan prosedur pengoperasian pabrik/ teknologi,
kebocoran reactor nuklir, dan jebolnya bendungan cukup mudah dilakukan karena sifatnya statis
sumber bahayanya. Namun untuk menentukan penilaian resiko transportasi cukup sulit dilakukan.
Transporatsi udara, darat, dan laut dengan jangkauan yang luas dan tingkat kerentanan bagi
penduduk yang tinggal disepanjang jalur transportasi tersebut menyebabkan penilaian menjadi
cukup sulit dilakukan.
11
Peraturan pemerintah No. 21 tentabg penyelenggaraan Penanggulangan Bencana Pasal 12
menyebutkan : (1) setiap kegiatan pembanguan yang mempuyai resiko tinggi menimbulkan
bencana, wajib dilengkapi dengan analisis risiko bencana, dan (2) analisis risiko bencana
sebagaiaman dimaksuk pada ayat (1) disusun berdasarkan pensyaratan analisis risiko bencana
melalui penelitian dan pengkajian terhadap suatu kondisi atau kegiatan yang mempunya resiko
tinggi menimbulakan bencana.
Peningkatan jumlah kejadian bencan teknologi dan dampak yang besar sudah waktunya dikelolah
untuk mengurangi resiko tersebut. Berdasarkan kejadian bencana yang terkait dengan industry
menunjukkan bahwa ada suatu yang kurang sesuai saat perencaan kedaruratan pihak industry.
Salah satunya keterlibatan komunitas masyarakat local disekitar industry. Keadaan ini bila trus
berlanjut akan terjadi distosi antara pihak industry, pemerintah local dan masyarakat. Secara
umum, dalam penentuan resiko bencana pendekatan yang digunakan adalah perkalian antara bahay
dan kerenatanan. Namun untuk bencan gagal teknologi apakah pendekatan tersebut mutlak berlaku
seperti jenis-jenis bencana lainnyaa. Sebab bencana gagal teknologi memiliki karakteristik yang
khas. Dimana memilki 3 faktor yaitu :
1. Manusia (yang menggunakan teknologi)
2. Teknologi (yang digunakan)
3. Proses dan prosedur (yang dijalankan)
Potensi ancaman bencana gagal teknologi dimasa mendatang akan semakin besar. Meningkatnya
jumlah penduduk dan pembangunan industry akan semakin meningkatkan resiko bencana.
Terlebih lagi dipulau jawa dengan penduduk mencapai lebih dari 60% dari penduduk nasional dan
intensifnya pembangunan akan semakin menimbulakan resiko terhadap bencana gagal teknologi.
Program lingkungan perserikatan bangsa-bangsa (UNEP) telah mengembangkan suatu metodologi
untuk perencanaan kedaruratan terpadu yang dikenal dengan APELL(awareness and
preparedness for emergency at local level) atau kepedulian dan kesiapsiagaan saat darurat
ditingkat local. APELL adalah metode yang dikembangkan aleh UNEP bekerjasama denag pihak
pemerintah dan industry denag ntujuan utama meminimalkan jumlah kejadian dan efek buruk
akibat bencana(kecelakaan teknologi/industry). APELL dibentuk tahun 1988 atas dasar banyaknya
kejadian kecelakaan industry yang mengakibatkan banyak korban gangguan kesehatan dan
kerusakan lingkungan. Prinsip dasar APELL berupaya meningkatkan :
1. Kesadaran, kepedulian dari masyarakat, industry/usahawan dan pemrintah daerah maupun
pusat.
2.
12
Meningkatkan kesiapsiagaan penanggulangan bencana melibatkan seluruh masyarakat, bersama
industry dan pemerintah local bila trjadi keadaan darurat akibat kecelakaan atau bencana industry
yang mengancam keselamatan lingkungan.
Focus APELL mengutamakan penigkatan kesadaran menghadapi situasi darurat bersama-sama
dengan semua pihak stakeholder setempat (local) atas adanya dampak yang ditimbulkan.
Hingga saat ini belum ada standarisasi mengenai penilaian bencana gagal teknologi. Mengingat
aspek yang berkaitan dengan bencana gagal teknologi cukup banyak yaitu meliputi :
1. Kebakaran
2. Kegagalan/kesalahan desain keselamatan pabrik/teknologi
3. Kesalahan prosedur pengoperasian pabrik/teknologi
4. Kerusakan transportasi
5. Kebocoran reactor nuklir
6. Kecelakaan transportasi
7. Sabotase atau pembakaran akibat kerusuhan
8. Jebolnya bendungan
9. Dampak ikutan dari bencana alam (gempa bumi, banjir, dan sebagainya) menyebabkan
penentuan resiko bencana gagal teknologi perlu dilakukan untuk masing-msing jenis bencana
gagal teknologi tersebut.
Hal inilah yang cukup menyulitkan untuk memetakan penilaian bencana gagal teknologi yang
sesuai dengan kondisi di Indonesia. Untuk mencapai tahapan penilaian resiko bencana seperti
halnya digunakan untuk jenis bencana lainnya seperti tsunami, banjir, gempa bumi,dan
sebagainya, bencana gagal teknologi lebih sulit karena menyangkut dengan sesuatu hal yang
sangat dinamis, baik aspek bahaya maupun kerentanannya. Oleh karena itu perlu pembakuan dan
kesepakatan mengenai metode yang digunakan apakah mengacu pada metode resiko bencan yang
umum ataukah ada modifikasi dari metode tersebut
E. Kajian Bahaya
- Inventaris dan pemetaan lokasi bahan-bahan berbahaya serta karakteristiknya.
- Pemetaan rute transportasi bahan berbahaya.
- Peta zonasi daerah rawan bahaya pencemaran jika terjadi kecelakaan industry.
- Pemetaan jalur transportasi yang rawan kecelakaan berdasarkan catatan kejadian pada masa
lalu.
13

F. Zona Bahaya Gagal Teknologi di Indonesia


Penentuan zonasi bahaya gagal teknologi sangat sulit dilakukan secara menyeluruh mengingat
aspek yang berkaitan dengan bahaya gagal teknologi sangat banyak. Oleh kareba itu onasi bahaya
gagal teknologi harus dilakukan per aspek missal zonasi transportasi, bendungan, dampak ikutan
dari bencana alam dan sebagainya.
Zona bahaya gagal teknologi yang berkaitan dengan industry dapat ditentukan berdasarkan pada
kawasan – kawasan industry yang berkembang di Indonesia. Pada kawasan – kawasan tersebut
industry beroperasi dan seluruh prasarana pendukungnya juga terdapat dalam zona tersebut.
Kawasan industry umumnya berkembang di kota – kota di Indonesia.
Demikian pula halnya dengan zonasi bahaya jebolnya bendungan di Indonesia (gambar 10).
Jumlah danau besar di Indonesai sekitar 521 buah dengan luas sekitar 5.000 km2. Sedangkan
jumlah bendungan besar 162 dengan luas sekitar 16.000 km2 dan jumlah situ, ranau atau embung
mencapai 735 buah. Seluruh badan air tersebut akibat kurang optimalnya pengelolaan, susulan
(kolateral) dari bencana alam dan kesalahan prosedur pengoperasian sehingga menyebabkan badan
air tersebut tesebut jebol.
14
Sedangkan untuk zonasi kecelakaan transportasi sangat sulit dilakukan secara baku mengingat
seluruh koridor dari wahana transportasi tersebut memiliki potensi bahaya kecelakaan
transportasi, baik transportasi darat, laut maupun udara. Dengan demikian zonasi kcelakaan
transportasi bukan hanya pada terminal, pelabuhan ataupun bandara namun juga pada jalur
transportasi yang ada. Hal inilah yang cukup menyulitkan untuk menentukan zonasi bahaya
gagal teknologi.

G. Kerentangan
Tingkat Kerentangan bencana gagal teknologi sangat tergantung pada 3 faktor, yaitu :
1. Manusia (yang menggunakan teknologi)
2. Teknologi (Yang digunakan)
3. Proses dan prosedur (yang dijalankan)
Hingga saat ini pembuatan mengenai standar yang terkait dengan bencana gagal teknologi, sebagai
misalnya kecelakaan industry, secara teoritik hancurnya bangunan industri atau alat transportasi
atau mesin – mesin buatan manusia bias disebabkan oleh :
1. Factor dari luar. Seperti : gempa, sabotase, peran, amblesan, dan sebagainya
2. Factor dari dalam. Seperti : bangunan sudah tua, tidak mengikuti standar teknis bangunan,
tidak ada SOP pengelolaan, tidak ada SOP pemeliharaan dan tidak ada SOP monitoring, dan
sebagainya
3. Faktor kesalahan manusia. Seperti : pembiaran banguan yang tidak mengikuti standar teknis
bangunan, tidak menerapkan SOP pengelolaan, tidak menghiraukan SOP pemeliharaan, tidak ada
system peringatan dini, tidak ada sirine peringatan kepada masyarakat sekitar saat kondisi darurat,
tidak ada pemberitahuan, pelatihan evakuasi pada masyarakat disekitar dan lainnya.

15

H. Zona Resiko Gagal Teknologi


Luasnya ruang lingkup dari defenisi bencana gagal teknologi dan terbatasnya data kejadian –
kejadian bencana yang berkaitan dengan gagal teknologi menyebabkan kesulitan untuk menyusun
peta resiko gagal teknologi belum dicantumkan ke dalam Rencana Nasional Penanggulangan
Bencana tahun 2010-2014 sebagaimana jenis bencana lainnya. Setiap jenis bencana gagal
teknologi perlu dituangkan dalam satu bentuk peta resiko, baik dalam bentuk kuantitatif maupun
kualitatif (Twigg, 2004).
Salah satu yang mudah dilakukan saat ini adalah penyusunan peta risiko gagal teknologi untuk
kegiatan yang berkaitan dengan industry, kebocoran reactor nuklir, dan potensi jebolnya
bendungan. Unuk peta potensi gagal teknologi dari kcelakaan industry, daerah - daerah yang
memilki kawasan industry dengan penduduk yang cukup padat. Kota memiliki tingkat resiko yang
lebih tinggi terjadi gagal teknologi (Twigg, 2004).
Hampir keseluruhan kota di Indonesia mempuyai resiko sedang hingga tinggi terjadinya gagal
teknologi. Pulau jawa, khususnya kabupaten/kota yang terletak disepanjang pantai utara jawa
memiliki resiko tinggi karena daera tersebut berkembang kawasan industry dengan padat
penduduk, seperti Jakarta, bekasi, cilegon, karawang, bandung, semarang, sidoarjo, Surabaya, dan
sebagainya. Pada kota – kota yang berisiko tingi tersebut, selanjutnya perlu merumuskan
emergency planning yang memiliki elemen – elemen, antara lain : pengkajian resiko, evaluasi
sumber daya, membuat emergency planning dan prosedur, melakukan training, edukasi kepada
masyarakat, dan melaksanakan latihan emergency (Kelly, 1989).

I. Gejala dan Peringatan Dini


- Kejadian sangat cepat (dalam hitungan menit atau jam ) dan secara tiba-tiba.
- Desain pabrik/industry harus dilengkapi dengan system monitoring dan system peringatan
akan bahaya kebakaran, kerusakan komponen/peralatan dan terjadinya kondisi bahaya lainnya.
- Pelepasan bahan-bahan pencemaran yang berbahaya pada umumnya tidak terlalu cepat
sehingga masih memungkinkan untuk memberikan peringatan dan evakuasi pekerja pabrik dan
masyarakat disekitarnya.
- Ledakan pabrik dalam beberapa kasus dapat diantisipasi.

16

J. Parameter
- Jumlah zat pencemar yang ditumpahkan
- Suhu
- Luas areal yang rusak akibat ledakan
- Luas areal yang terkontaminasi
- Intensitas atau kadar pencemaran (diukur dalam satuan ppm atau parts per million, tinkat
radiasi dsb.).
K. Komponen yang Terancam
- Pabrik atau kendaraan pabrik maupun pegawai.
- Penumpang atau penduduk serta bangunan disekitarnya
- Cadngan pangan/tanaman pertanian, sumber air, flora dan fauna, didaerah sekitarnya (dapat
mencapai ratusan kilometer dalam kasus seperti radioaktif serta polutan yang tersebar dari udara).
L. Manajemen Bencana Gagal Teknologi
1. Prabencana
a) Pencegahan dan Mitigasi
Upaya atau kegiatan dalam rangka pencegahan dan mitigasi yang dilakukan, bertujuan untuk
menghindari terjadinya bencana serta mengurangi risiko yang ditimbulkan oleh bencana. Tindakan
mitigasi dilihat dari sifatnya dapat digolongkan menjadi 2 (dua) bagian, yaitu mitigasi pasif dan
mitigasi aktif. Tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi pasif antara lain adalah:
1) Penyusunan peraturan perundang-undangan
2) Pembuatan peta rawan bencana dan pemetaan masalah.
3) Pembuatan pedoman/standar/prosedur
4) Pembuatan brosur/leaflet/poster
5) Penelitian / pengkajian karakteristik bencana
6) Pengkajian / analisis risiko bencana
7) Internalisasi PB dalam muatan lokal pendidikan
8) Pembentukan organisasi atau satuan gugus tugas bencana
9) Perkuatan unit-unit sosial dalam masyarakat, seperti forum
10) Pengarus-utamaan PB dalam perencanaan pembangunan
Sedangkan tindakan pencegahan yang tergolong dalam mitigasi aktif antara lain:
1)
17
Pembuatan dan penempatan tanda-tanda peringatan, bahaya, larangan memasuki daerah rawan
bencana dsb.
2) Pengawasan terhadap pelaksanaan berbagai peraturan tentang penataan ruang, ijin mendirikan
bangunan (IMB), dan peraturan lain yang berkaitan denga pencegahan bencana.
3) Pelatihan dasar kebencanaan bagi aparat dan masyarakat.
4) Pemindahan penduduk dari daerah yang rawan bencana ke daerah yang lebih aman.
5) Penyuluhan dan peningkatan kewaspadaan masyarakat.
6) Perencanaan daerah penampungan sementara dan jalur-jalur evakuasi jika terjadi bencana.
7) Pembuatan bangunan struktur yang berfungsi untuk mencegah, mengamankan dan mengurangi
dampak yang ditimbulkan oleh bencana, seperti: tanggul, dam, penahan erosi pantai, bangunan tahan
gempa dan sejenisnya.
b) Kesiapsiagaan
Kesiapsiagaan dilaksanakan untuk mengantisipasi kemungkinan terjadinya bencana guna
menghindari jatuhnya korban jiwa, kerugian harta benda dan berubahnya tata kehidupan masyarakat.
Upaya kesiapsiagaan dilakukan pada saat bencana mulai teridentifikasi akan terjadi, kegiatan yang
dilakukan antara lain:
1) Pengaktifan pos-pos siaga bencana dengan segenap unsure pendukungnya.
2) Pelatihan siaga / simulasi / gladi / teknis bagi setiap sector Penanggulangan bencana (SAR, sosial,
kesehatan, prasarana dan pekerjaan umum).
3) Inventarisasi sumber daya pendukung kedaruratan
4) Penyiapan dukungan dan mobilisasi sumberdaya/logistik.
5) Penyiapan sistem informasi dan komunikasi yang cepat dan terpadu guna mendukung tugas
kebencanaan. Penyiapan dan pemasangan instrumen sistem peringatan dini (early warning)
6) Penyusunan rencana kontinjensi (contingency plan)
7) Mobilisasi sumber daya (personil dan prasarana/sarana peralatan)

2. Penanggulangan
a) Tanggap Darurat
18
Tahap Tanggap Darurat merupakan tahap penindakan atau pengerahan pertolongan untuk membantu
masyarakat yang tertimpa bencana, guna menghindari bertambahnya korban jiwa. Penyelenggaraan
penanggulangan bencana pada saat tanggap darurat meliputi:
1) Pengkajian secara cepat dan tepat terhadap lokasi kerusakan, kerugian, dan sumber daya;
2) Penentuan status keadaan darurat bencana;
3) Penyelamatan dan evakuasi masyarakat terkena bencana;
4) Pemenuhan kebutuhan dasar;
5) Perlindungan terhadap kelompok rentan; dan
6) Pemulihan dengan segera prasarana dan sarana vital

3. Pasca Bencana
a) Pemulihan
Tahap pemulihan meliputi tahap rehabilitasi dan rekonstruksi. Upaya yang dilakukan pada tahap
rehabilitasi adalah untuk mengembalikan kondisi daerah yang terkena bencana yang serba tidak
menentu ke kondisi normal yang lebih baik, agar kehidupan dan penghidupan masyarakat dapat
berjalan kembali. Kegiatan-kegiatan yang dilakukan meliputi:
1) Perbaikan lingkungan daerah bencana;
2) Perbaikan prasarana dan sarana umum;
3) Pemberian bantuan perbaikan rumah masyarakat;
4) Pemulihan sosial psikologis;
5) Pelayanan kesehatan;
6) Rekonsiliasi dan resolusi konflik;
7) Pemulihan sosial, ekonomi, dan budaya;
8) Pemulihan keamanan dan ketertiban;
9) Pemulihan fungsi pemerintahan; dan
10) Pemulihan fungsi pelayanan publik
b) Rekontruksi
Tahap rekonstruksi merupakan tahap untuk membangun kembali sarana dan prasarana yang rusak
akibat bencana secara lebih baik dan sempurna. Oleh sebab itu pembangunannya harus dilakukan
melalui suatu perencanaan yang didahului oleh pengkajian dari berbagai ahli dan sektor terkait.
1) Pembangunan kembali prasarana dan sarana;
2) Pembangunan kembali sarana sosial masyarakat;
3)
19
Pembangkitan kembali kehidupan sosial budaya masyarakat
4) Penerapan rancang bangun yang tepat dan penggunaan peralatan yang lebih baik dan tahan
bencana;
5) Partisipasi dan peran serta lembaga dan organisasi kemasyarakatan, dunia usaha dan
masyarakat;
6) peningkatan kondisi sosial, ekonomi, dan budaya;
7) peningkatan fungsi pelayanan publik; atau
8) Peningkatan pelayanan utama dalam masyarakat.
M. Strategi Mitigasi dan Upaya pengurangan Bencana
- Kurangi atau hilangkan bahaya yang telah diidentifikasikan.
- Tingkatkan ketahanan terhadap kebakaran dengan menggunakan material bangunan ataupun
peralatan pabrik yang tahan api.
- Bangun daerah penyangga atau penghalang api serta penyebaran/ pengurai asap.
- Tingkatkan fungsi system deteksi dan peringatan dini.
- Perencanaan kesiapsiagaan dalam peningkatan kemampuan pemadaman kebakaran dan
penanggulangan asap, tanggap darurat evakuasi bagi pegawai serta penduduk disekitar.
- Sosialisasikan rencana-rencana penyelamatan kepada pegawai dan penduduk sekitarnya
dengan bekerjasama dengan instansi terkait.
- Tingkatkan kemampuan pertahanan sipil danotoritas kedaduratan.
- Batasi dan kurangi kapasitas penampungan bahan-bahan kimia yang berbahaya dan mudah
terbakar.
- Tingkatkan standar keselamatan dipabrik dan standar keselamatan desain peralatan.
- Antisipasi kemungkinan bahaya dalam desain pabrik.
- Buat prosedur operasi penyelamatan jika terjadi kecelakaan teknologi.
- Pindahkan bahan/material yang berbahaya dan beracun.
- Buat aturan perundangan.
- Perencanaan kesiapsiagaan.
- Secara proaktif melakukan monitoring tingkat pencemaran sehingga standar keselamatan
tidak akan terlampaui.
- Persiapkan rencana evakuasi penduduk ketempat yang aman.

20

BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
 Gagal teknologi adalah semua kejadian bencana yang diakibatkan oleh kesalahan desain,
pengoperasian, kelalaian dan kesengajaan manusia dalam penggunaan teknologi dan/atau
industri.
 Penyebab dari kegagalan teknologi adalah :
 Kebakaran

 Kegagalan/kesalahan desain keselamatan pabrik/teknologi

 Kesalahan prosedur pengoperasian pabrik/teknologi

 Kerusakan komponen

 Kebocoran reaktor nuklir


 Kecelakaan transportasi (darat, laut, udara)

 Sabotase atau pembakaran akibat kerusuhan

 Dampak ikutan dari bencana alam (gempa bumi, banjir, dan sebagainya)
Dari pembahasan diatas kami dapat menyimpulkan bahwa kegagalah teknologi ini terjadi
diakibatkan karena kelalaian dari manusia pada saat bekerja, dimana ia tidak memperhatikan
kondisi dari pekerjaan yang dilakukannya baik itu transmisi maupun lingkungan pekerjaannya.
Penyebab terjadinya kegagalan teknologi adalah kebakaran, kegagalan/kesalahan desain
keselamatan pabrik/teknologi, kesalaha prosedur pengoperasian pabrik/teknologi, kerusakan
komponen, kebocoran reaktor nuklir, kecelakaan transortasi (darat, laut, udara), sabotase atau
pembakaran akibat kerusuhan, jebolnya bendungan, dan dampak ikutan dari bencana alam
(gempa bumi, banjir, dan sebgainya).

B. Saran
21
Sebagai seorang calon tenaga kesehatan dalam bidang prefentif kita mesti mampu untuk menjadi
seorang tenaga ahli kesehatan masyarakat yang bisa memberikan solusi terhadap permasalahan
yang dihadapi dalam hal ini adalah kejadian bencana. Bencana memang tidak bisa di hindari
namun bisa ditanggulangi. Kiranya kita bisa memberikan jalan keluar sehingga bisa mengurangi
akibat yang buruk bagi masyarakat dari bencana.

DAFTAR PUSTAKA

BNPC. 2008. Peraturan Kepala Badan Nasional Penanggulangan Bencana Nomor 4 Tahun 2008
Tentang Pedoman Penyusun Rencana Penanggulangan Bencana. Dikutip pada tanggal 23 april
2012 dari : http://www.bnpb.go.id/website/file/pubnew/70.pdf
Dompet Dhuafa, 2011. Waspada bencana kegagalan teknologi.
http://www.dompetdhuafa.jp/component/content/article/59-info-dd-pusat/1636-waspada-
bencana-kegagalan-teknologi.html#THURSDAY, 17 MARCH 2011 21:06 DOMPET DHUAFA JAPAN HITS: 1602

Nugroho, Sutopo Purwo. 2010. Karakteristik Bencana Gagal Teknologi Di Indonesia. Dikutip
pada tanggal 23 april 2012 dari :
http://www.bnpb.go.id/userfiles/file/jurnal/jurnal%202/04_%20Karakteristik%20Bencana%20G
agal%20Teknologi%20di%20Indonesia.pdf

Anda mungkin juga menyukai