Anda di halaman 1dari 8

BAB 1

PENDAHULUAN

I.1 Latar Belakang

Anak merupakan masa depan dan generasi penerus bangsa yang harus dilindungi dan
dijamin kesejahteraannya, karena masa kanak-kanak adalah masa pertumbuhan sehingga
apapun yang terjadi pasa masa pertumbuhan ini akan berpengaruh sangat besar bagi
perkembangan anak selanjutnya hingga dewasa. Didalam masyarakat seorang anak harus
mendapatkan perlindungan dari segala bentuk kekerasan dan kejahatan yang membahayakan
keselamatan anak. Sesuai dengan tujuan bangsa Indonesia yang tertuang dalam Pembukaan
Undang-Undang Dasar 1945 pada alinea ke 4 yaitu “Melindungi segenap bangsa dan tumpah
darah Indonesia, memajukan kesejahteraan umum, mensejahterakan kehidupan bangsa dan
ikut melaksanakan ketertiban dunia” ( Undang-Undang Dasar 1945, Indonesia.)
Mengenai batasan anak dibawah umur, dapat dipedomani dalam peraturan perundang-
undangan yang berlaku seperti Undang-Undang Perlindungan Anak, Undang-Undang
kesejahteraan Anak dan Undang Undang peradilan anak yang sangat diperlukan dalam
menganalisa masalah tindak pidana perkosaan terhadap anak dibawah umur. Menurut
Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perlindungan anak menyebutkan bahwa
yang dikategorikan sebagai anak tertuang dalam pasal 1ayat 1 adalah seseorang yang belum
berusia 18 tahun termasuk anak yang masih dalam kandungan (Undang-Undang Nomor 35
Tahun 2014 Tentang Perlindungan Anak).
Pemerkosaan secara umum adalah suatu tindakan kriminal disaat si korban dipaksa untuk
melakukan hubungan seksual, khususnya penetrasi dengan alat kelamin, diluar kemauan
sendiri (UCSC,2010). Komnas Perlindungan Anak Indonesia menyatakan bahwa kekerana
pada anak selalu meningkat di tiap tahunnya. Dari hasil pemantauan KPAI 2011 sampai
2014, terjadi peningkatan yang signifikan di mana menurut Wakil Ketua KPAI, Maria
Advianti pada tahun 2011 terjadi 2178 kasus kekerasan, 2012 ada 3512 kasus, 2013 4311
kasus, 2014 ada 5066 kasus. Tetapi pada kenyataanya sangat sedikit kasus perkosaan
terhadap anak dibawah umur yang tertangkap tangan pada saat pelaku sedang melakukan
kejahatan pemerkosaan tersebut. Sebagian besar kasus-kasus tersebut diketahui berasal dari
laporan keluarga koban, karena telah terjadi luka pada bagian tubuh anak tersebut atau cerita
polos dari ank-anak yang bersangkutan mengenai peristiwa yang dialami tanpa disadari bahwa
telah menjadi korban perkosaan oleh pelaku kejahatan tersebut. Oleh karena itu, tidak hanya
keluarganya yang berperan aktif akan tetapi seluruh lapisan masyarakat harus berperan aktif
dan memperhatikan, melindungi dan menjaga.
Berdasarkan uraian diatas, maka kami tertarik untuk menulis dan menganalisa tentang
perkosaan pada anak sebagai judul referat kami.

I.2 Rumusan Masalah


1. Apa defenisi Pemerkosaan?
2. Berapa Prevalensi perkosaan anak di Indonesia?
3. Apa saja yang termasuk jenis-jenis pemerkosaan?
4. Apa penyebab terjadinuya tindak pidana permerkosaan?
5. Apa saja pemeriksaan untuk korban pemerkosaan?
6. Apa saja tanda bukti adanya pemerkosaan?
7. Bagaimana dampak dari tindakan pemerkosaan?
8. Bagaimana tindakan pemerkosaan dipandanng dari aspek hukum?

I.3 Tujuan Penelitian


I.3.1. Tujuan Umum
Mengetahui aspek ilmu kedokteran forensik medikolegal pada kasus pemerkosaan anak.

I.3.2. Tujuan Khusus

1. Mengetahui defenisi pemerkosaan


2. Mengetahui prevalensi pemerkosaan pada anak di Indonesia
3. Mengetahui jenis-jenis pemerkosaan
4. Mengetahui faktor-faktor penyebab terjadinya pemerkosaan
5. Mengetahui macam-macam pemeriksaan untuk korban pemerkosaan
6. Mengetahui tanda-tanda bukti adanya pemerkosaan
7. Mengetahui dampak daeri tindakan pemerkosaan
8. Mengetahui tindak pemerkosaan dipandang dari aspek hukum
I.4 Manfaat
1. Menambah pengetahuan dan pemahaman mengenai hal-hal yang berhubungan
dengan pemerkosaan terhadap anak
2. Meningkatkan pengetahuan dan pemahaman mahasiswa mengenai aspek medikolegal
pemerkosaan anak
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Kejahatan Seksual


II.1.1 Defenisi
Kejahatan seksual merupakan semua tindakan seksual, percobaan tindakan seksual,
komentar tidak diinginkan, perdagangan seks, dengan menggunakan paksaan, ancaman,
paksaan fisik oleh siapa saja tanpa memandang hubungan dengan korban, dalam dalam
situasi apa saja, termasuk tapi tidak terbatas pada rumah dan pekerjaan (JASC, 2005)

II.1.2 Kategori kejahatan seksual


Kejahatan seksual dapat dikategorikan menjadi (USLEGAL,2010) :
 Non- konsesual, memaksa perilaku seksual fisik seperti pemerkosaan atau
penyerangan seksual.
 Psikologis bentuk pelecehan, seperti pelecehan seksual, perdagangan manusia,
mengintai, dan eksposur tidak senonoh tapi bukan eksibisionisme.
 Pengunaan posisi kepercayaan untuk tujuan seksual, seperti pedofilia dan semburit,
kekerasan seksual.
 Perilaku dianggap oleh pemerintah tidak sesuai.

Bentuk kejahatan seksual yang paling banyak adalah pelecehan seksual, namun ini
hanya berdasarkan keterangan korban dan tidak dapat dibuktikan dengan barang bukti,
sedangkan peringkat kedua adalah perkosaan danpada perkosaan selain berdasarkan
keterangan korban juga dapat dibuktikan dengan barang bukti.

II.1.3 KUHP Mengenai Kejahatan Seksual

Persetubuhan yang merupakan kejahatan seperti yang dimaksudkan oleh Undang-


Undang, dapat dilihat pada pasal-pasal yang tentera pada bab XIV KUHP , yaitu bab
tentang kejahatan terhadap kesusilaan; yang meliputi baik persetubuhan didalam
perkawinan maupun persetubuhan diluar perkawinan. Pada bab XIV tentang kejahatan
terhadap kesusilaan :

 Pasal 281
Diancam dengan pidana penjara paling lama dengan 2 tahun delapan bulan atau pidana
denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah:
1. Barang siapa dengan sengaja dan terbuka melanggar kesusilaan;
2. Barang siapa dengan sengaja dan di depan orang lain yang ada di situ bertentangan
dengan kehendaknya, melanggar kesusilaan
 Pasal 282
1). Barang siapa menyiarkan, mempertunjukkan atau menempelkan di muka umum
tulisan, gambaran atau benda yang diketahui isinya melanggar kesusilaan, atau barang
siapa dengan maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan, atau ditempelkan dimuka umum,
membikin tulisan’ gambaran atau benda tersebut, memasukkan kedalam negeri,
meneruskannya, atau mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki persediaan, ataupun
barang siapa secara terang-terangan atau dengan mengedarkan surat tanpa diminta,
menawarkanya atau menujukkannya sebagai bisa diperoleh, diancam dengan pidana
penjara paling lama satu tahun enam bulan atau pidana denda paling tinggi empat ribu
lima ratus rupiah.
2). Barang siapa menyiarkan, mempertunjukan atau menempelkan di muka umum
tulisan, gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, atau pun barang siapa dengan
maksud untuk disiarkan, dipertunjukkan atau ditempelkan di muka umum, membikin,
memasukkan kedalam negeri, meneruskan mengeluarkannya dari negeri, atau memiliki
persediaan, ataupun barang siapa secara terang-terangngan atau dengan mengedarkan
surat tanpa di minta, menawakan, atau menunjuk sebagai bisa diperoleh, diancam, jika
ada alasan kuat baginya untuk menduga bahwa tulisan, gambaran atau benda itu
melanggar kesusilaan, dengan pidana paling lama Sembilan bulan atau pidan denda
paling banyak empat ribu lima ratus puliah.
3). Kalau yang bersalah melakukan kejahatan tersebut dalam ayat pertama sebagai
pencarian atau kebiasaan, dapat dijatuhkan pidana penjara paling lama dua tahun
delapan bulan atau pidana denda paling banyak tujuh puluh lima ribu rupiah.
 Pasal 283
1.) Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan atau pidana denda
paling banyak Sembilan ribu rupiah, barang siapa menawarkan, memberikan untuk
terus maupun untuk sementara waktu, menyerahakan atau meperlihatkan tulisan,
gambaran atau benda yang melanggar kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau
menggugurkan kehamilan kepada seseorang yang belum dewasa, dan yang
diketahui atau sepatutnya harus diduga bahwa umumnya belum tujuh belas tahun,
jika isi tulisan, gambaran, benda atau alat itu telah diketahuinya.
2.) Diancam dengan pidana yang sama, barang siapa membacakan isi tulisan yang
melanggar kesusilaan dimuka orang yang belum dewasa sebagaimana dimksud
dalam ayat yang lalu, jika isi tadi telah diketahuinya.
3.) Diancam dengan pidana penjara paling lama empat bulan atau pidana kurungan
paling lama tiga bulan atau pidana denda paling banyak Sembilan ribu rupiah,
barang siapa menawarkan, memberikan untuk terus atau sementara waktu,
menyerahkan atau memperlihatkan, tulisan, gambaran atau benda yang melanggar
kesusilaan, maupun alat untuk mencegah atau menggugurkan kehamilan kepada
orang yang belum dewasa sebagaimana di maksud pada ayat pertama, jika ada
alasan kuat baginya untuk menduga, bahwa tulisan, gambaran atau benda yang
melanggar kesusilaan atau alat itu adalah alat untuk mencegah atau menggugurkan
kehamilan.
 Pasal 283 bis
Jika yang bersalah melakukan salah satu kejahatan tersebut dalam pasal 282 dan
283 dalam menjalankan pencariannya dan ketika itu belum lampau dua tahun sejak
adanya pemidanaan yang menjadi pasti karena kejahatan semacam itu juga, dapat
dicabut haknya untuk menjalankan pencarian tersebut.
 Pasal 284
1). Diancam dengan pidana penjara paling lama Sembilan bulan:
1. a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya.
2. a. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
bahwayang turut bersalah telah kawin
II.1.4 Undang-Undang Perlindungan Anak

Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 35 Tahun 2014 Tentang Perubahan


Atas Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2002 Tentang Perlindungan Anak, beberapa hal mengenai
kejahatan seksual termuat dalam :

 Pasal 1
- Ayat 1 : Anak adalah seseorang yang belum berusia 18 (delapan belas) tahun,
termasuk anak yang masih dalam kandungan.
- Ayat 15a.: Kekerasan adalah setiap perbuatan terhadap Anak yang berakibat timbulnya
kesengsaraan atau penderitaan secara fisik, psikis, seksual, dan/atau penelantaran,
termasuk ancaman untuk melakukan perbuatan, pemaksaan, atau perampasan
kemerdekaan secara melawan hukum.
 Pasal 9
- Ayat 1a. : Setiap Anak berhak mendapatkan perlindungan di satuan pendidikan dari
kejahatan seksual dan kekerasan yang dilakukan oleh pendidik, tenaga kependidikan,
sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
 Pasal 15
Setiap Anak berhak untuk memperoleh perlindungan dari:
a. penyalahgunaan dalam kegiatan politik;
b. pelibatan dalam sengketa bersenjata;
c. pelibatan dalam kerusuhan sosial;
d. pelibatan dalam peristiwa yang mengandung unsur Kekerasan
e. pelibatan dalam peperangan; dan
f. kejahatan seksual.
 Pasal 54
1) Anak di dalam dan di lingkungan satuan pendidikan wajib mendapatkan perlindungan dari
tindak Kekerasan fisik, psikis, kejahatan seksual, dan kejahatan lainnya yang dilakukan
oleh pendidik, tenaga kependidikan, sesama peserta didik, dan/atau pihak lain.
2) Perlindungan sebagaimana dimaksud pada ayat 1) dilakukan oleh pendidik, tenaga
kependidikan aparat pemerintah, dan/atau Masyarakat.
 Pasal 59
Perlindungan Khusus kepada Anak sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada:
a. Anak dalam situasi darurat;
b. Anak yang berhadapan dengan hukum;
c. Anak dari kelompok minoritas dan terisolasi
d. Anak yang dieksploitasi secara ekonomi
e. Anak yang menjadi korban penyalahgunaan dan/atau seksual; narkotika, alkohol,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya;
f. Anak yang menjadi korban pornografi;
g. Anak dengan HIV/AIDS;
h. Anak korban penculikan, penjualan,
i. Anak korban Kekerasan fisik dan/atau psikis;
j. Anak korban kejahatan seksual;
k. Anak korban jaringan terorisme; dan/atau perdagangan;
l. Anak Penyandang Disabilitas;
m. Anak korban perlakuan salah dan penelantaran;
n. Anak dengan perilaku sosial menyimpang; dan
o. Anak yang menjadi korban stigmatisasi dari pelabelan terkait dengan kondisi Orang
Tuanya.
 Pasal 76 C
Setiap Orang dilarang menempatkan, membiarkan, melakukan, menyuruh melakukan, atau
turut serta melakukan Kekerasan terhadap Anak.
 Pasal 76 D
Setiap Orang dilarang melakukan kekerasan atau ancaman Kekerasan memaksa Anak
melakukan persetubuhan dengannya atau dengan orang lain.
 Pasal 76 E
Setiap Orang dilarang melakukan Kekerasan atau ancaman Kekerasan, memaksa, melakukan
tipu muslihat, melakukan serangkaian kebohongan, atau membujuk Anak untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul.

Anda mungkin juga menyukai